You are on page 1of 18

12, BE & GG, Rudi, Hapzi Ali, Ethical Decision Making in Business, Universitas Mercu

Buana , 2018

Rudi, SE 1) , Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA 2)

1) Penulis Pertama

Email : rudi12980@yahoo.com

2) Dosen Pengampu

Ethical Decision Making in Business

Pembahasan

Setiap individu dalam organisasi membuat keputusan. Para manajer puncak,sebagai

contoh menetukan tujuan organisasi mereka, produk atau jasa apa yang akan di produksi,

bagaimana sebaiknya mengorganisasikan dan mengkoordinasikan unit kegiatan dan sebagainya,

termasuk manajer tingkat menengah atau bawah tergantung pada kewenangannya masing-

masing.

Kualitas keputusan manjerial merupakan ukuran dari effektivitas manejer. Proses

pengambilan keputusan adalah bagaimana perilaku dan pola komunikasi manusia sebagai

individu dan sebagai anggota kelompok dalam struktur organisasi. Salah satu pentingnya adalah

pengambilan keputusan.

Tidak ada pembahasan pengambilan keputusan akan lengkap tanpa dimasukkanya

etika, mengapa, karena pertimbangan etis seharusnya merupakan suatu kriteria yang penting

dalam pengambilan keputusan organisasional. Pada ksempatan kali ini kami penyusun akan

membahas etika dalam pengambilan keputusan.


Pengambilan keputusan merupakan fungsi utama seorang pimpinan atau manajer di dalam
organisasi. Keberhasilan pimpinan membuat dan menetapkan suatu keputusan bergantung
dengan data dan informasi yang diberikan padanya. Untuk pembuatan suatu keputusan haruslah
meliputi pengidentifikasian masalah, pencarian alternatif penyelesaian masalah, evaluasi dari
alternatif-alternatif tersebut dan pemilihaan alternatif keputusan yang terbaik. seorang pimpinan
atau manajer dalam pembuatan keputusan perlu memahami dan menguasi teori dan praktek dan
data-data yang objektif sebagai landasan dalam membuat keputusan.

1. Hakikat Pengambilan Keputusan

Beberapa pendapat pakar dalam bidang Pengambilan keputusan Salusu (1996) menyatakan.
Bahwa aspek yang paling penting dari kegiatan manajemen. ialah, merupakan kegiatan sentral
manajemen. Ini merupakan inti kepemimpinan (Siagian, 1988). Menurut Moore pengambilan
keputusan sebagai suatu karateristik yang fundamental, atau sebagai jantung kegiatan adimistrasi
(robbin 1978).

Pengambilan keputusan merupakan kunci kepemimpinan (Gore,1959). Higgins (1979).


Menyatakan, bahwa pengambilan keputusan adalah kegiatan yang paling penting dari semua
kegiatan. Karena didalamnya manajer terlibat. Hoy dan Miskel (1978). Mengatakan pengambilan
keputusan merupakam tanggung jawab utama dari semua administrator. Kompleksitasnya
pengambilan keputusan maka di perlukan semua disiplin ilmu dari berbagai bidang karena itu
seorang pimpinan atau manajer haruslah deanga teliti dan cermat serta menganalisis apa dampak
dari pengambuilan keputusan yang dibuat agar di belakang hari tidak terjadi kerusakan-
kerusakan yang berakibat merugikan banyak pihak atau kemunduran suatu perusahaan.

Pengambilan keputusan pada umumnya adalah memilih suatu jalur tindakan di antara

beberapa alternatif yang tersedia melalui suatu proses mental dan berfikir yang logis. Ketika

mencoba untuk membuat keputusan yang terbaik, seseorang harus menimbang sisi positif dan

negatif dari setiap pilihan, dan mempertimbangkan semua alternatif. Untuk pengambilan

keputusan yang efektif, seseorang harus mampu memprediksikan hasil dari setiap pilihan, dan
berdasarkan pada semua item tersebut, menentukan pilihan mana yang terbaik untuk situasi

tertentu. Pengambilan keputusan harus berdasarkan beberapa tahapan yang mungkin akan dilalui

oleh pembuat keputusan. Tahapan tersebut bisa saja meliputi identifikasi masalah utama,

menyusun alternatif yang akan dipilih dan seterusnya.

Keputusan (decision) adalah hasil membuat pilihan di antara beberapa alternatif, sedangkan

istilah pengambilan keputusan (decision making) menunjuk pada proses yang terjadi sampai

keputusan itu tercapai.

Keputusan pada dasarnya merupakan proses memilih satu penyelesaian dari beberapa

alternatif yang ada. Keputusan yang kita ambil tentunya perlu di dukung berbagi faktor yang

akan memberikan keyakinan kepada kita sebagai pengambil keputusan bahwa keputusan tersebut

adalah tepat.

2. Pentingnya Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan mempunyai arti penting bagi maju mundurnya suatu organisasi,
terutama karena masa depan suatu organisasi banyak di tentukan oleh pengambilan keputusan
sekarang. Karena keputusan yang diambil oleh pimpinan merupakan hasil pemikiran akhir yang
harus dilaksanakan oleh bawahannya atau mereka yang bersangkutan dengan organisasi yang ia
pimpin. Penting karena menyangkut semua aspek manajemen. Kesalahan dalam mengambil
keputusan bisa merugikan organisasi, mulai dari kerugian citra sampai kepada kerugian uang.
Ada kalanya keputusan diambil oleh manajer sendiri, tetapi tidak jarang juga bersama staf,
tergantung dari besar kecilnya masalah dan gaya kepemimpinan yang dianut oleh si manajer.

Sesungguhnya pengambilan keputusan itu sangat penting juga merupakan suatu kegiatan
dalam manajemen yang paling kompleks dalam suatu organisasi. Bukan hanya keputusan-
keputusan mengenai kebjaksanaan pokok yang rumit, tetapi juga pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan pelaksanaan program, penempatan, dan penganggaran, merupakan titik-titik
kritis terhadap mantapnya suatu kebijaksanan (Gortner et al dalam Salusus. 200).

Apakah Pengambilan Keputusan Itu ? Pengambilan keputusan. Ialah. Proses memilih suatu
alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai dengan situasi. Proses itu untuk
menemukan dan meyelesaikan masalah organisasi. Pernyataan ini menegaskan bahwa
pengambilan keputusan memerlukan satu seri tindakkan, membutuhkan beberapa langkah.

Suatu aturan kunci dalam pengambilan keputusan ialah sekali kerangka yang tepat sudah
diselesaikan keputusan harus dibuat (Brinckloe, at al, dalam Salusu. 2001) dengan kata lain
keputusan, keputusan mempercepat pergerakan dan perubahan (Hill et al., dalam Salusu. 2001).
Sehubungan dengan itu, pengambilan keputusan hendaknya dipahami dalam dua pengertian
yaitu (1) penetapan tujuan yang merupakan terjemahan cita-cita dan aspirasi, dan (2) pencapaian
tujuan melalui implementasinya (Inbar, dalam Salusu. 2001). Ringkasnya, keputusan dibuat
untuk mencapai tujuan pelaksanaan dan berintikan hubungan kemanusiaan.

3. Proses Pengambilan Keputusan

Pucuk pimpinan (top manajer) perlu memahami dan memiliki keterampilan, dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan atau pembuatan kebijakan yang memungkinkan
asas kesatuan perintah diwujudkan. Di lingkungan suatu organisasi pengambilan Keputusan dan
atau kebijaksanaan yang ditetapkan pucuk pimpinan atau pimpinan unit / satuan kerja
bawahannya, harus dirasakan sebagai keputusan bersama dan terarah pada kepentingan
organisasi, bukan untuk kepentingan kelompok atau pribadi tertentu saja. Model yang
bermanfaat yang terkenal sebagai kerangka dasar proses pengambilan keputusan yang
dikemukakan oleh Herbert A. Simon dalam Sutabari (2003) akan digunakan sebagai dasar untuk
menjelaskan proses pengambil keputusan.

a. Pengambilan Keputusan Etika Bisnis


Uraian pendahulan diatas telah menggambarkan pentingnya etika didalam bisnis atau usaha
dampak dari tidak memperhatikan etika didalam bisnis terjadinya kerusakan yang berakibat
terjadinya krisis moneter dan ekonomi dan yang lebih jauh lagi krisis kepercayaan pada Dunia
bisnis.

Untuk itu dalam penerapan etika di dunia bisnis yang sangat penting bagaimana Dunia bisnis
membuat suatu keputusan yang bertanggung jawab baik internal dan eksternal. Hal ini
dikarenakan tidak semua keputusan di pandang dari dimensi ekonomi saja namun haruslah juga
dipandang dari dimensi sosial budaya, osial politik dan keamanan suatu Negara. Untuk itu suatu
keputusan bisnis haruslah sangat berkaitan erat dengan nilai-nilai atau norma yang patut dan
dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau bangsa. Etika bisnis adalah; suatu tindakan
yang berakhlak dan berbudi dalam proses bisnis yang mengedepankan output usaha yang layak
untuk mencukupi dan memenuhi kebutuhan konsumen yang bermutu dan bermanfaat.

Adapun tahapan-tahapan dalam pengambilan keputusan ialah sebagai berikut :

1) Menganalisis masalah : Mengenali masalah dari perbedaan hasil aktual dengan hasil
yang diharapkan, definisikan apa masalahnya.

Langkah pertama dalam pengambilan keputusan yang bertanggung jawab secara etis
adalah menentukan fakta-fakta dalam situasi tersebut, membedakan fakta-fakta dari opini
belaka, adalah hal yang sangat penting. Perbedaan persepsi dalam bagaimana seseorang
mengalami dan memahami situasi dapat menyebabkan banyak perbedaan etis. Sebuah
penilaian etis yang dibuat berdasarkan penentuan yang cermat atas fakta-fakta yang ada
merupakan sebuah penilaian etis yang lebih masuk akal daripada penilaian yang dibuat
tanpa fakta. Seseorang yang bertindak sesuai dengan pertimbangan yang cermat akan
fakta telah bertindak dalam cara yang lebih bertanggung jawab secara etis daripada orang
yang bertindak tanpa pertimbangan yang mendalam.

2) Membuat asumsi : Secara struktural terletak di dalam / di luar tanggung jawab ? Secara
personal bersedia menerima resiko / tidak ? Tersedia sumber daya atau tidak ?
Masalahnya urgen / tidak ?
Langkah kedua dalam pengambilan keputusan yang etis yang bertanggung jawab
mensyaratkan kemampuan untuk mengenali sebuah keputusan atau permasalahn sebagai
sebuah keputusan etis atau permasalahan etis.

3) Membuat alternatif pemecahan masalah : Membuat beberapa alternatif pemecahan


masalah yang bersifat layak, efektif dan efisien.

Langkah ketiga melibatkan satu dari elemen vitalnya. Kita diminta untuk
mengidentifikasi dan mempertimbangkan semua pihak yang dipengaruhi oleh sebuah
keputusan, orang-orang ini biasa disebut dengan para pemangku kepentingan
(stakeholder).

4) Mengevaluasi alternatif : Mengumpulkan data untuk mengevaluasi setiap alternatif,


menolak / menerima alternatif dari sudut kelayakan, efektifitas dan efisiensi setiap
alternative.

Langkah selanjutnya dalam proses pengambilan keputusan adalah membandingkan dan


mempertimbangkan alternatif-alternatif, membuat suatu spreadsheet mental yang
mengevaluasi setiap dampak tiap alternatif yang telah dipikirkan terhadap masing-masing
pemegang kepentingan yang telah identifikasi. Salah satu cara yang paling mudah adalah
menempatkan diri terhadap posisi orang lain. Sebuah elemen penting dalam evaluasi ini
adalah pertimbangan cara untuk mengurangi, meminimalisasi atau mengganti
kensekuensi kerugian yang mungkin terjadi atau meningkatkan dan memajukan
konsekuensi-konsekuensi yang mendatangkan manfaat. Selain itu juga perlu
mempertimbangkan kewajiban, hak-hak dan prinsip-prinsip, serta dampak bagi integritas
dan karakter pribadi.

5) Memilih dan menerapkan alternatif : Pilih alternatif yang paling layak, efektif, dan
efisien. Lebih baik menerapkan alternatif yang kurang layak daripada di luar
kemampuan, lebih baik menerapkan alternatif yang kurang efektif daripada tidak
bertindak dan lebih baik menerapkan alternatif yang mahal daripada murah tak bermutu.

Langkah kelima adalah pengambilan keputusan yang diakhiri dengan evaluasi yang
merupakan langkah terakhir dalam proses pengambilan keputusan sebagai sarana untuk
menilai apakah keputusan kita sudah berdampaka baik atau malah tidak sesuai dengan
apa yang kita harapkan.

6) Mengevaluasi hasil : Selesai, jika sesuai harapan. Ulangi, jika belum sesuai.

Dasar- Dasar Pengambilan Keputusan

Menurut George R. Terry (2010), dasar-dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :

1. Intuisi

Pengambilan keputusan yang berdasarkan intuisi atau perasaan bersifat subjektif, sehingga

mudah terkena pengaruh.

2. Pengalaman

Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat bagi pengetahuan praktis.

Karena pengalaman seseorang dapat memperkirakan keadaan sesuatu, dapat memperhitungkan

untung ruginya, baik buruknya keputusan yang akan dihasilkan.

3. Fakta

Pengambilan keputusan berdasarkan fakta dapat memberikan keputusan yang sehat, solid, dan

baik. Dengan fakta, maka tingkat kepercayaan terhadap pengambilan keputusan dapat lebih

tinggi, sehingga orang dapat menerima keputusan-keputusan yang dibuat itu dengan rela dan

lapang dada.

4. Wewenang

Biasanya dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahannya atau orang yang lebih tinggi

kedudukannya kepada orang yang lebih rendah kedudukannya.

5. Rasional
Keputusan yang dihasilkan lebih objektif, logis, lebih transparan, konsisten untuk

memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala tertentu, sehingga dapat dikatakan

mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan.

b. Pendekatan-pendekatan etika bisnis dalam pengambilan keputusan

Pengambilan keputusan semata-mata bukan karena kepentingan pribadi dari seorang si


pengambil keputusannnya. Beberapa hal kriteria dalam pengambilan keputusan yang etis
diantaranya adalah :

1) Pendekatan bermanfaat (utilitarian approach), yang dudukung oleh filsafat abad


kesembilan belas ,pendekatan bermanfaat itu sendiri adalah konsep tentang etika bahwa
prilaku moral menghasilkan kebaikan terbesar bagi jumlah terbesar.

2) Pendekatan individualisme adalah konsep tentang etika bahwa suatu tindakan dianggap
pantas ketika tindakan tersebut mengusung kepentingan terbaik jangka panjang seorang
indivudu.

3) Konsep tentang etika bahwa keputusan yang dengan sangat baik menjaga hak-hak yang
harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.

4) hak persetujuan bebas. Individu akan diperlakukan hanya jika individu tersebut secara
sadar dan tidak terpaksa setuju untuk diperlakukan.

5) hak atas privasi. Individu dapat memilih untuk melakukan apa yang ia inginkan di luar
pekerjaanya.

6) hak kebebasan hati nurani. Individu dapat menahan diri dari memberikan perintah yang
melanggar moral dan norma agamanya.

7) hak untuk bebas berpendapat. Individu dapat secara benar mengkritik etika atau legalitas
tindakan yang dilakukan orang lain.
8) hak atas proses hak. Individu berhak untuk berbicara tanpa berat sebelah dan berhak atas
perlakuan yang adil.

9) hak atas hidup dan keamanan. Individu berhak untuk hidup tanpa bahaya dan ancaman
terhadap kesehatan dan keamananya.

4. Pengambilan Keputusan Etis dalam Manajerial

Keadaan sosial dapat mempermudah ataupun mempersulit kita untuk bertindak sesuai dengan
penilaian kita. Dalam dunia bisnis, terkadanga konteks organisasi mempersulit kita untuk
bertindak secara etis bahkan bagi orang yang berniat paling baik sekalipun, atau mempersulit
orang yang tidak jujur untuk bertindak tidak etis. Tanggung jawab atas keadaan yang dapat
mendorong perilaku etis dan menekan perilaku tidak etis jatuh kepada manajemen bisnis dan tim
eksekutif.

Dalam situasi bisnis, para individu harus mempertimbangkan implikasi etis dan pengambilan
keputusan pribadi dan profesional (personal and prosfessionanl decision making). Beberapa dari
peran yang kita emban bersifat sosial : teman, anak, pasangan, warga negara, tetangga. Beberapa
bersifat institusional : manajer, pengajar, pengacara, akuntan, auditor, analis keuangan, dan
sejenisnya. Pengambilan keputusan dalam konteks ini menimbulkan pertanyaan yang lebih luas
berkaitan dengan tanggung jawab sosial dan keadilan sosial.

Dalam konteks bisnis, para individu mengisi peran sebagai karyawan, manajer, eksekutif
senior, dan anggota dewan. Para manajer, eksekutif, dan anggota dewan memiliki kemampuan
untuk menciptakan dan membentuk konteks organisasi di mana semua karyawan mengmbil
keputusan. Oleh karena itu, mereka memiliki sebuah tanggung jawab untuk meningkatkan
pengaturan organisasi yang mendorong perilaku etis dan menekan perilaku tidak etis.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan yang etis

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan yang etis diantaranya :


1) Tahap perkembangan moral

Tahap ini merupakan suatu tahap penilaian (assessment) dari kapasitas seseorang untuk
menimbang nimbang apakah secara moral benar, makin tinggi perkembangan moral seorang
berarti makin kurang ketergantungannya pada pengaruh- pengaruh luar sehingga ia akan makin
cenderung berperilaku etis.

Sebagai misal, kebanyakan orang dewasa berada dalam tingkat menengah dari
perkembangan moral, mereka sangat dipengaruhi oleh rekan sekerja dan akan mengikuti
aturan dan prosedur suatu organisasi. Individu-individu yang telah maju ketahap-tahap yang
lebih tinggi iu menaruh nilai yang bertambah pada hak-hak orang lain, tak peduli akan pendapat
mayoritas, dan kemungkinan besar menantang praktik-praktik organisasi yang mereka yakini
secara pribadi sebagai sesuatu hal yang keliru.

2) Lingkungan Organisasi

Dalam lingkungan organisasional merujuk pada persepsi karyawan mengenai pengharapan


(ekspetasi) organisasional. Apakah organisasi itu mendorong dan mendukung perilaku etis
dengan meberi ganjaran atau menghalangi perilaku tak-etis dengan memberikan
hukuman/sangsi. Kode etis yang tertulis, perilaku moral yang tinggi dari para seniornya,
pengharapan yang realistis akan kinerja, penilaian kinerja sebagai dasar promosi bagi individu-
individu, dan hukuman bagi individu-individu yang bertindak tak-etis merupakan suatu contoh
nyata dari kondisi atau keadaan terhadap lingkungan lingkungan organisasional sehingga
kemungkinan besar dapat menumbuh kembangkan pengambilan keputusan yang sangat etis.

3) Tempat kedudukan kendali

Tempat kedudukan kendali tidak lepas dengan struktur organisasi, pada umumnya
individu individu yang memiliki moral kuat dan baik akan sangat jauh lebih kecil
kemungkinannya untuk mengambil keputusan yang tak etis, namun jika mereka dikendalai
oleh suatu lingkungan organisasi sebagai tempat kedudukannya yang sedikit banyak tidak
menyukai pengambilan keputusan etis, ada kemungkinan individu- individu yang telah
mempunyai moral yang kuatpun dapat tercemari oleh suatu lingkaungan organisasi sebagai
tempat kedudukannya yang mengizinkan atau mendorong praktik-praktik pengambilan
keputusan tak-etis.

Menurut Mathis dan Jackson (2006), etika memiliki dimensi-dimensi konsekuensi luas,

alternatif ganda, akibat berbeda, konsekuensi tak pasti, dan efek personal.

a. Konsekuensi Luas : keputusan etika membawa konsekuensi yang luas. Misalnya, karena

menyangkut masalah etika bisnis tentang pencemaran lingkungan maka diputuskan penutupan

perusahaan dan pindah ke tempat lain yang jauh dari karyawan. Hal itu akan berpengaruh

terhadap kehidupan karyawan, keluarganya, masyarakat dan bisnis lainnya.

b. Alternatif Ganda : beragam alternatif sering terjadi pada situasi pengambilan keputusan dengan

jalur di luar aturan. Sebagai contoh, memutuskan seberapa jauh keluwesan dalam melayani

karyawan tertentu dalam hal persoalan keluarga sementara terhadap karyawan yang lain

menggunakan aturan yang ada.

c. Akibat Berbeda : keputusan-keputusan dengan dimensi-dimensi etika bisa menghasilkan akibat

yang berbeda yaitu positif dan negatif. Misalnya mempertahankan pekerjaan beberapa karyawan

di suatu pabrik dalam waktu relatif lama mungkin akan mengurangi peluang para karyawan

lainnya untuk bekerja di pabrik itu. Di satu sisi keputusan itu menguntungkan perusahaan tetapi

pihak karyawan dirugikan.

d. Ketidakpastian Konsekuensi : konsekuensi keputusan-keputusan bernuansa etika sering tidak

diketahui secara tepat. Misalnya pertimbangan penundaan promosi pada karyawan tertentu yang

hanya berdasarkan pada gaya hidup dan kondisi keluarganya padahal karyawan tersebut benar-

benar kualifaid.

e. Efek Personal : keputusan-keputusan etika sering mempengaruhi kehidupan karyawan dan

keluarganya, misalnya pemecatan terhadap karyawan disamping membuat sedih si karyawan


juga akan membuat susah keluarganya. Misal lainnya, kalau para pelanggan asing tidak

menginginkan dilayani oleh “sales” wanita maka akan berpengaruh negatif pada masa depan

karir para “sales” tersebut.

6. Pengaruh Etika dalam Pengambilan Keputusan

Etika merupakan pertimbangan etis yang seharusnya suatu kriteria yang pentingdalam
pengambilan keputusan organisasional. Ada lima kriteria dalam mengambil keputusan yang etis,
yaitu:

1) Utilitarian, Keputusan-keputusan yang diamabil semata-mata atas dasar hasil atau


konsekuensi mereka. Tujuannya adalah memberikan kebaikan yang terbesar untuk
jumlah yang terbesar. Pandangan ini cenderung mendominasi pengambilan keputusan
bisnis, seperti efisiensi, prokduktifitas dan laba yang tinggi.

2) Universalisme (duty), Ini menekankan pada baik buruk nya perilaku tergantung pada niat
(intention) dari keputusan atau perilaku. Paham ini adalah kebalikan (contrast) dari
utilitarianisme. Berdasarkan prinsip Immanuel Kant (categorical imperative), paham ini
mempunyai dua prinsip. Pertama, seseorang seharusnya memilih suatu perbuatan. Kedua,
orang - orang lain harus diperlakukan sebagai akhir (tujuan), bukan sekedar alat untuk
mencapai tujuan.

3) Penekanan pada hak, Kriteria ini memberikan kesempatan kepada individu untuk
mengambil keputusan yang konsisten dengan kebebasandan keistimewaan mendasr
seperti dikemukakan dalam dokumen - dokumen (contoh Piagam Hak Asasi). Suatu
tekanan pada hak dalam pengambilan keputusan berarti menghormati dan melindungi hak
dasar dari individu.

4) Penekanan pada keadilan, Ini mensyaratkan individu untuk menegakan dan memperkuat
aturan - aturan yang adil dan tidak berat sebelah sehingga ada pembagian manfaat dan
biaya yang pantas. Keadilan distributif, perilaku didasarkan pada satu nilai: keadilan.
5) Relativisme (self-interest), Ini menekankan bahwa baik buruknya perilaku manusia
didasarkan pada kepentingan atau kebutuhan pribadi (self-interest and needs). Dengan
demikian, setiap individu akan mempunyai kriteria moral yang berbeda dengan individu
lainnya, atau akan terjadi perbedaan kriteria moral dari satu kultur ke kultur lainnya.

Implementasi Ethical Decision Making in Business dan kendalanya

Kasus yang menyangkut tentang etika dan pengambilan keputusan adalah kasus yang

menyangkut pada perusahaan Nike :

Nike adalah produsen sepatu nomor satu di dunia. Dengan permodalan yang sedikit, Nike

tidak mampu untuk membuat iklan untuk produknya. Nike kemudian hanya menggunakan image

dari atlet terkenal untuk menarik minat konsumen. Selain itu untuk menekan biaya yang besar,

Nike membeli sepatu dari supplier Asia. Para pekerja Asia yang terkenal murah bisa menekan

harga yang ditawarkan supplier sehingga Nike bisa membeli dengan harga yang lebih murah.

Sebagai contoh adalah supplier Nike yang berasal dari Indonesia yaitu PT.Pratama Abadi

Industri. PT. Pratama Abadi Industri adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur

sepatu lari (running shoes). Perusahaan ini memproduksi berbagai tipe running shoes dalam

berbagai jenis ukuran baik untuk anak-anak maupun orang dewasa. Spesifikasi dari tiap tipe

sepatu telah diberikan oleh pihak Nike untuk kemudian diproduksi oleh PT. Pratama abadi

Industri sesuai dengan syarat spesifikasi yang telah ada. Hasil produksi yang telah dihasilkan

oleh PT. Pratama abadi Industri, tidak boleh dipasarkan di dalam negeri. Semua hasil produksi

yang telah ada merupakan hak dari pihak Nike yang ada di Beverton (USA) untuk kemudian
akan diekspor lagi ke negara lain, seperti Perancis, swedia, India, Belgia, Kanada, USA, Afrika

Selatan, Argentina, Uruguay, Chillie.

Nike sangat memegang kendali karena mempunyai hak untuk memutuskan kerjasama

bila harga dari supplier terlalu mahal, hal ini bisa berdampak buruk bagi pekerja karena mereka

tidak bisa menuntut kehidupan yang lebih baik dengan peningkatan tunjangan pekerja otomatis

akan menambah biaya produksi yang mengakibatkan harga yang lebih mahal.Seperti yang terjadi

di China, Vietnam, Indonesia dan Meksiko. Nike dikritik karena berusaha menutupi kondisi

kerja yang buruk serta eksploitasi buruh. Nike juga adalah perusahaan besar yang tidak memiliki

pabrik. Karena mereka lebih senang untuk outsourcing kebutuhan-kebutuhan mereka terutama

kepada sektor informal, ataupun perusahaan lainnya, sehingga mengefisienkan dan

meminimalisir ongkos produksi.

Knight tidak mampu mendelegasikan tugas dengan baik, sehingga di tahun 1983 Nike

mengalami kemunduran karena tidak tepatnya perencanaan dari pelaksana yang dipercaya oleh

Knight waktu itu. Waktu itu pengelola yang dipercaya Knight mengubah image Nike dari sepatu

atletik menjadi sepatu kasual. Padahal saingannya Reebok lebih dahulu mengembangkan sepatu

untuk aerobik, sehingga konsumen lebih percaya pada Reebok. Nike membutuhkan perencanaan

baru untuk mengembalikan posisi Nike sebagai produsen sepatu nomor satu dengan penjualan

yang secepatnya.

MENGANALISA KASUS

Strategi Nike dalam membuat image yaitu dengan mensponsori seorang atlet atau suatu

klub olahraga sehingga akan timbul image bahwa Nike dipakai oleh para atlet terkenal, hal ini

tidak dilakukan oleh saingannya seperti Reebok yang justru hanya mensponsori suatu event
olahraga saja. Disinilah pembuktian kekuatan merek dagang. Banyaknya masalah ataupun

konflik yang terpublikasi, tidak akan membuat kosumen beralih ke merek lain. Hal ini karena

ikatan psikologis antara Nike dengan konsumen fanatiknya telah terjadi, selebihnya, biarlah

konsumen yang menilai.

Krisis yang dialami Nike pada tahun 1983 tak lepas dari proses pertumbuhan organisasi.

Menurut Lary Greiner ada 5 tahap pertumbuhan organisasi, 1) kreativitas, 2) pengarahan, 3)

pendelegasian, 4) koordinasi, dan 5) kerja sama. Nike mengalami krisis disaat tahap

pendelegasian dimana Knight tidak melakukan kontrol yang ketat sehingga keputusan

bawahannya membawa dampak bagi Nike. Knight kemudian melakukan terobosan kilat untuk

membentuk kembali brand image dari Nike.

Menurut Agyris “intervensi merupakan suatu aktivitas masuk ke dalam sistem

relationship yang berjalan, baik diantara individu, kelompok, maupun organisasi, dengan tujuan

membantu menuju suatu perubahan yang sukses” Dalam intervensi, terkadang perlu

mendatangkan konsultan dari luar organisasi, tetapi intervensi terbanyak dapat dilakukan oleh

managemen internal. Apa yang dilakukan oleh Knight merupakan intervensi dari manajemen

internal.

Marketing differentiation strategy mencoba menciptakan kesetiaan para pelanggan

dengan cara memenuhi kebutuhan tertentu secara khusus. Organisasi tersebut mencoba

menciptakan kesan yang menguntungkan bagi produk-produknya melalui iklan, segmentasi

pasar, dan harga yang bersaing. Hal tersebut salah satu strategi yang dilakukan oleh Knight

dengan menciptakan produk baru sesuai kebutuhan konsumen yang tidak lepas dari image olah

raga.
Nike sebenarnya memiliki posisi yang sedikit lemah bila dihadapkan dengan retailer.

Keuntungan Nike didapat dari penjualan ke retailer. Retailer tentunya akan bersaing dengan

retailer lain dengan harga termurah, hal ini dapat mengancam Nike karena dengan hal tersebut

maka retailer akan menekan Nike untuk menjual sepatunya dengan lebih murah.

Etis dan tidak etisnya Nike menggunakan supplier Asia sehingga mereka saling bersaing

tidaklah dapat dipandang dari hanya salah satu sudut pandang saja. Pada intinya dengan sistem

semacam tender ini maka akan tercipta persaingan, kompetisi untuk menjadi lebih baik sehingga

akan meningkatkan motivasi pekerja. Dengan kualitas yang sama tetapi berbeda harga. Dari

sudut pandang pekerja hal ini bisa menjadi sebuah ancaman tersendiri. Pekerja akan dituntut

untuk bekerja lebih giat demi untuk meningkatkan jumlah produksi sehingga bisa terjadi para

pekerja bekerja di luar jam kerja yang semestinya. Dengan adanya kebijakan dari Nike yang

berhak memutuskan kerja sama bila supplier menaikkan harga terlalu tinggi dapat

mengakibatkan supplier menggunakan tenaga kerja anak-anak agar biayanya lebih murah. Isu ini

muncul di Pakistan, bahwa Nike mengambil sepatu dari Pakistan yang dibuat oleh anak-anak

pekerja di bawah umur.

Apabila supplier dari Amerika atau Australia. Hal ini bisa berdampak bagi Nike maupun

bagi konsumen. Bagi Nike ini merupakan mimpi buruk karena tentunya tidak akan ada pekerja

yang murah, harga jual dari supplier akan lebih tinggi karena biaya produksi yang lebih tinggi

bila diproduksi di Amerika atau Australia. Bagi konsumen ada dua kemungkinan yang akan

terjadi. Yang pertama, akan timbul kepercayaan lebih karena produk dibuat di Amerika atau

Australia yang sangat memperhatikan kualitas. Yang kedua, tidak akan terlalu berdampak karena

konsumen percaya pada Nike melakukan kontrol pada supplier Asia sehingga mutunya akan

dianggap sama saja dengan buatan Amerika.


Peran Phill Knight tentunya sangat besar dalam mengembangkan Nike hingga saat ini.

Dengan gaya kepemimpinannya, dengan solusinya yang cepat dan tepat saat menghadapi krisis

Nike di tahun 1983 membuat Nike dapat bertahan dan mampu menempati posisi nomor satu lagi

sebagai produsen sepatu di dunia. Membicarakan keberhasilan Nike tidak lepas dari Bill

Bowerman, co-founder Nike. Bowerman sangat berjasa dalam mendirikan Nike, ide untuk

memberi semacam karet di sepatu olahraga datang darinya yang disebut waffle sole. Bowerman

jugalah yang memiliki ide untuk memberi karet pada lintasan lari. Pada awalnya Bowerman

beserta Knight menjual sepatu yang dibuat oleh Bowerman menggunakan latex, leather, glue dan

waffle iron istrinya. Saat itu mereka memproduksi 330 pasang sepatu.

SIMPULAN

Masalah pengambilan keputusan sangat penting dipelajari karena hal tersebut

menjelaskan dengan cara bagaimana para manajer berhasil membuat keputusan strategis dan

operasional. Manajer harus menghadapi beberapa tipe keputusan dan keputusan ini berbeda

sesuai dengan jumlah risiko, ketidakpastian, dan ambiguitas dalam suatu lingkungan. Manajer

harus memilih salah satu tiga macam pendekatan pengambilan keputusan.

Dari penjelasan yang telah kami paparkan dalam makalah ini dapat kami simpulkan

bahwa pengambilan keputusan adalah suatu tindakan yang sengaja, tidak secara kebetulan dan

tidak boleh sembarangan dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi suatu organisasi.

Dimana pengambilan keputusan ini ditanggung dan diputuskan oleh pimpinan organisasi yang

bersangkutan dan untuk menghasilkan keputusan yang baik itu sangat dibutuhkan informasi yang

lengkap mengenai permasalahan, inti masalah, penyelesaian masalah, dan konsekuensi dari

keputusan yang diambil.


Selain informasi, dalam penyelesaian masalah pun dibutuhkan perumusan masalah

dengan baik. Kemudian dibuatkan alternatif-alternatif keputusan masalah yang disertai dengan

konsekuensi positif dan negatif. Jika semua hal itu dapat dikemukakan dan dicari secara tepat,

masalah tersebut akan lebih mudah untuk diselesaikan.

Daftar Pustaka :
Pustaka Utama:
1) Fernando, A. C. (2012). Business Ethics and Corporate Governance, Second Edition.
india. Pearson.

Pendukung:
2) LoRusso, James Dennis. (2017). Spirituality, Corporate Culture, and American
Business: The Neoliberal Ethic and the Spirit of Global Capital (Critiquing Religion:
Discourse, Culture, Power), London. Bloomsbury .
3) Hapzi Ali, 2018. Modul BE & GG, Univeristas Mercu Buana.
4) Sumber Lain yang Relevan dengan RPS
5) Mathis, R.L. & J.H. Jackson. 2006. Human Resource Management: Manajemen Sumber
Daya Manusia. Terjemahan Dian Angelia. Jakarta: Salemba Empat.
6) R.Terry, George dan Leslie W.Rue. Dasar-Dasar Manajemen. (Jakarta: Bumi Aksara, 2010)
7) Adisaputra, Fitri .,dkk, Kasus etika dan pengambilan keputusan dalam perusahaan Nike,
Universitas Widyatama, 2017.

You might also like