Permasalahan perkawinan yang muncul di era kekinian ini sangat banyak, antara lain yaitu tren perceraian yang terus saja meningkat seiring dengan perkembangan zaman. Alasannya bercerai pun beragam. Mulai dari alasan ekonomi, ketidakcocokan, perselingkuhan, hingga alasan yang sepele dan ringan. Salah satu masalah yang menonjol dan kian fenomenal akhir-akhir ini, adalah kasus perkawinan wanita hamil di luar nikah. Kini telah banyak kasus perkawinan hamil yang terjadi di masyarakat, mereka mencari perlindungan hukum. Di sisi lain pihak banyak masyarakat yang terlanjur mempunyai anak sebelum perkawinannya sempat dicatat di Kantor Urusan Agama atau nikah bawah tangan. Banyak kasus masyarakat yang mengajukan permohonan untuk mengabsahkan pernikahan dengan tujuan untuk memperoleh kepastian hukum agar dapat melindungi hak-hak anak yang dilahirkan dari pasangan suami istri yang tidak tercatat perkawinannya di Kantor Urusan Agama. Keadaan seperti ini apabila dibiarkan berlanjut, tanpa ada upaya-upaya preventif untuk mencegahnya, maka akan terbuka masalah-masalah sosial yang lebih luas dan makin menjalar penyakit masyarakat yang berupa perzinaan serta memperluas adanya anak- anak terlantar. Syari’at Islam tampak memberi kelonggaran untuk menikahkan wanita hamil dari zina. Hal ini didasarkan pada pemikiran logis bahwa status wanita tersebut tidak dalam ikatan perkawinan dan tidak pula dalam masa iddah, maka tidak ada halangan untuk dinikahkan. Rasulullah pernah menetapkan keputusan dalam kasus ini dengan mengizinkan untuk dinikahkan, alasannya bahwa perbuatan zina tidaklah dapat menghalangi pernikahan yang halal. Yang dapat menghalangi pernikahan hanyalah hamil dari nikah yang sah, sedangkan hamil dari zina tidak menghalangi pelaksanaan pernikahan, baik dengan ibunya maupun dengan anaknya.