You are on page 1of 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan terminal terakhir dalam menanggulangi


pasien gawat darurat. Oleh karena itu, fasilitas rumah sakit khususnya
instalasi gawat darurat dan intensive care unit harus dilengkapi sehingga dapat
menanggulangi kasus gawat darurat (Maryunani, 2009). Salah satu kasus
kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan segera adalah syok. Syok
merupakan gangguan sirkulasi yang diartikan sebagai tidak adekuatnya
transpor oksigen ke jaringan yang disebabkan oleh gangguan hemodinamik.
Gangguan hemodinamik tersebut dapat berupa penurunan tahanan vaskuler
sistemik, berkurangnya darah balik, penurunan pengisian ventrikel, dan sangat
kecilnya curah jantung (Hardisman, 2013).

Syok hipovolemik terjadi sebagai akibat dari berkurangnya volume


sirkulasi darah. Hal ini dapat disebabkan oleh perdarahan hebat (hemoragik),
trauma yang menyebabkan perpindahan cairan (ekstravasasi) ke ruang tubuh
non fungsional, dan dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti luka bakar dan
diare berat (Hardisman, 2013). Syok hipovolemik yang disebabkan oleh
perdarahan merupakan salah satu penyebab kematian di negara dengan
mobilitas tinggi. Salah satu penyebab terjadinya syok hemoragik tersebut
diantaranya adalah kecelakaan lalu lintas. Angka kematian pada pasien trauma
yang mengalami syok hipovolemik di rumah sakit dengan tingkat pelayanan
yang lengkap mencapai 6%, sedangkan di rumah sakit dengan peralatan yang
kurang memadai mencapai 36% (Hutabarat, 2014).

Syok hipovolemik juga terjadi pada wanita yang mengalami


perdarahan karena kasus obstetri dengan angka kematian mencapai 500.000
per tahun. Diare pada balita juga merupakan salah satu penyebab terjadinya
syok hipovolemik. Sebagian besar pasien syok hipovolemik meninggal karena
tidak mendapat penatalaksanaan yang tepat dan adekuat (Hutabarat, 2014).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan suatu permasalahan


sebagai berikut: “Bagaimana manajamen klinis terhadap syok hipovolemik”?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui mengenai syok hipovolemik
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian dari Syok hipovolemik
b. Untuk mengetahui etiologi dari Syok hipovolemik
c. Untuk mengetahui patofisiologi dari Syok hipovolemik
d. Untuk mengetahui manifestasi klinis Syok hipovolemik
e. Untuk mengetahui penatalaksaan Syok hipovolemik
f. Untuk mengetahui asuhan keperawatan Syok hipovolemik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2
A. Definisi Syok Hipovolemik

Syock Hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari


volume darah dalam pembuluh darah yang berkurang. Kondisi ini yang dapat
disebabkan karena akibat terjadi perdarahan yang massif/kehilangan plasma
darah. Syock hipovolemik terjadi karena menurunnya volume intravaskuler
dimana kompensasi tidak dapat mempertahankan kecukupan perfusi jaringan
serta fungsi normal (Wijaya, 2008).

Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan fungsi akut fungsi
sirkulasi yang menyebabkan ketidakckupan perfusi jaringan dan oksigenasi
jaringan, dengan akibat mekanisme homeostatis. Berdasarkan penelitian
Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan homeostatis, syok
adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan. Syok
merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan
pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif (Ashadi,
2009). Sedangkan, menurut Dewi & Rahayu (2010) syok hipovolemik adalah
terjadinya perdarahan, kehilangan cairan akibat diare, luka bakar dan muntah
yang mengakibatkan berkurangnya volume intravaskuler sehingga
menyebabkan pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel tidak adekuat dimana
perubahan ini yang menyebabkan syok dengan menimbulkan isi sekuncup
(Stroke Volume) dan curah jantung yang menurun.

Dari beberapa pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa syok


hipovolemik merupakan keadaan darurat di mana terjadi perdarahan parah dan
hilangnya cairan membuat jantung tidak mampu memompa cukup darah ke
tubuh.

B. Penyebab Syock Hipovolemik

3
Syok hipovolemik terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume darah
dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini dapat terjadi akibat
perdarahan yang masif atau kehilangan plasma darah. Penyebab syok
hipovolemik yaitu antara lain (Hardisman, 2013) :

1. Perdarahan

a) Hematoma subskaular hati.

b) Aneurisma aorta pecah

c) Perdarahan gastrointestinal

d) Perlukaan ganda

2. Kehilangan plasma

a) Luka bakar luas

b) Pankreatitias atau peradangan pada pankreas

c) Deskuamasi kulit

d) Sindrom duping

3. Kehilangan cairan ekstraseluler

a) Muntah atau vomitus

b) Dehidrasi dan diare

c) Terapi deuretik yang sangat agresif

d) Diabetes insipidus

e) Insufisiensi adrenal

4. Trauma yang berakibat Fraktur tulang besar dapat menampung


kehilangan darah yang besar.

4
a) Fraktur humerus menghasilkan 500-1000ml

b) Fraktur femur menampung 1000-1500ml

C. Manifestasi klinis

Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia,


kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya
berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis
respon kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah mengkompensasi
kehilangan cairan dengan jumlah sedang vasokontriksinya dan takikardia.
Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi
pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan
dalam waktu yang cepat atau singkat. ( Ashadi, 2012).

Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan


hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali
dalam beberapa menit. Tanda-tanda syok adalah menurut (Ashadi, 2012
adalah:

1. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian
kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.

2. Takhikardi: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon


homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran
darah ke homeostasis penting untuk hopovolemia.peningkatan
kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi
asidosis jaringan.

3. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh


darah sistemik dan curah jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor
yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi

5
aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak
dibawah 70 mmHg.

4. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok


hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin
kurang dari 30ml/jam.

Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat non-
perdarahan serta perdarahan sama meski ada sedikit perbedaan dalam
kecepatan kecepatan timbulnya syok respon fisiologi yang normal adalah
mempertahankan perfusi terhadap otak dan jantung sambil memperbaiki
volume darah dalam sirkulasi dengan efektif. Di sini akan terjadi
peningkatan kerja simpatis, hiperventilasi, pembuluh vena yang kolaps,
pelepasan hormon stres serta ekspansi besar guna pengisian volume
pembuluh darah dengan menggunakan cairan interstitial, intraselular dan
menurunkan produksi urine (Nugroho dkk, 2016).

Hipovolemik ringan (<20% volume darah ) menimbulkan takikardia


ringan dengan sedikit gejala yang tampak terutama pada penderita muda
yang sedang berbaring. Pada hipovolemia sedang (20-40% dari volume
darah) pasien menjadi lebih cemas dan takikardi lebih lebih jelas, meski
tekanan darah bisa ditemukan normal pada posisi baring, namun dapat
ditemukan dengan jelas hipotensi ortostatik dan takikardia. Pada
hipovolemia berat maka gejala klasik syok akan muncul, tekanan darah
menurun drastis dan tak stabil walau posisi berbaring, pasien menderita
takikardia hebat, oliguria, agitas atau bingung.

Ringan (<20% Sedang (20-40% Berat (>40% volume


volume darah) volume darah) darah)
Ekstremitas dingin Sama, Sama
Waktu pengisian Takikardia Hemodinamik tak stabil
kapiler meningkat

6
Diaporesis Takipnea Takikardia bergejala
Vena kolaps Oliguria hipotensi
Cemas Hipotensi ortostatik Perubahan kesadaran

Tabel 1. Klasifikasi tanda gejala syok hipovolemik (Nugroho dkk, 2016).

Pefusi ke susunan saraf pusat dipertahankan dengan sampai syok


bertambah berat. Penurunan kesadaran adalah gejala penting. Transisi dari
syok hipovolemik ringan. Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan
darah yang terjadi tiba-tiba saat perubahan posisi dari terlentang ke posisi
duduk atau tegak. Hipotensi ortostatik lebih sering pada pasien yang
mengkonsumsi obat antuhipertensi. Gejala seperti lemah tiba-tiba, pusing,
terasa pingsan dsn pingsan dapat terjadi. Keberat dapat terjadi bertahap atau
malah sangat cepat terutama pada pasien usia lanjutdan yang memiliki
penyakit berat di mana kematian mengancam. Dalam waktu yang sangat
pendek dari terjadinya kerusakan akibat syok maka dengan resusitasi agresif
dan cepat (Nugroho dkk, 2016).
D. Klasifikasi Syok
Berdasarkan derajat kehilangan darah, syok hipovolemik dapat dibagi sebagai
berikut (Hardisman, 2014) :
1. Perdarahan kelas 1 : Kehilanagn volume darah sampai 15%. Gejala klinis
pada derajad ini adalah minimal. Bila tidak ada komplikasi akan terjadi
takikardi minimal. Tidak ada perubahan yang berarti dari tekanan darah,
tekanan nadi, atau pernafasan. Untuk penderita yang dalam keadaan
sehat, jumlah kehilangan darah tidak perlu diganti
2. Perdarahan kelas 2 : Kehilangan volume darah 15%-30%. Gejala klinis
termasuk takikardi (HR>100x/menit), takipnea, dan penurunan tekanan
nadi. Tekanan sistolik hanya mengalami sedikit perubahan, sehingga
penilaian menggunakan tekanan nadi lebih dapat diandalkan daripada

7
tekanan darah. Dapat juga terjadi perubahan perilaku seperti rasa cemas,
ketakutan, atau permusuhan. Untuk menstabilkan pasien ini dapat
diberikan infus kristaloid, hanya sedikit yang memerlukan transfuse
darah.
3. Perdarahan kelas 3 : Kehilangan volume darah 30%-40%. Penderita
dengan kehilangan darah sebanyak ini (2000 ml pada orang dewasa)
mwnunjukan gejala perfusi yang tidak adekuat, termasuk takikardi dan
takipnea yang jelas, perubahan status mental dan penurunan tekanan
darah. Penderita pada tingkat ini memerlukan transfusi darah.
4. Perdarahan kelas 4 : Kehilangan volume darah lebih dari 40%. Gejala
pada penderita ini yakni, takikardi yang jelas, tekanan nadi yang sempit,
produksi urin hampir tidak ada, dan kesadaran jelas menurun. Penderita
ini memerlukan transfuse cepat dan kadang intervensi pembedahan
segera.
Penilaian Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4
Kehiangan <15% 15-30% 30-40% >40%
darah, %
Frekuensi <100 >100 >120 >140
jantung.x/meni
t
Tekanan darah, NORMAL NORMAL MENURUN MENURUN
mmHg
Frekuensi 14-20 20-30 30-40 <35
nafas, x/menit
Status Mental Gelisah Lebih Gelisah, Kebingungan,
gelisah kebingungan lesu

Tabel 2. Kelas syok berdasarkan klasifikasi syok hipovolemik (Hardisman,


2014)

E. Patofisiologi Syok Hipovolemik


Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan cara
mengaktifkan 4 sistem major fisiologi tubuh: sistem hematologi, sistem
kardiovaskular, sistem renal dan sistem neuroendokrin.system hematologi

8
berespon kepada perdarahan hebat yag terjadi secara akut dengan
mengaktifkan cascade pembekuan darah dan mengkonstriksikan pembuluh
darah (dengan melepaskan thromboxane A2 lokal) dan membentuk sumbatan
immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak akan
mendedahkan lapisan kolagennya, yang secara subsekuen akan menyebabkan
deposisi fibrin dan stabilisasi dari subatan yang dibentuk. Kurang lebih 24 jam
diperlukan untuk pembentukan sumbatan fibrin yang sempurna dan formasi
matur.
Sistem kardiovaskular awalnya berespon kepada syok hipovolemik
dengan meningkatkan denyut jantung, meninggikan kontraktilitas myocard,
dan mengkonstriksikan pembuluh darah jantung. Respon ini timbul akibat
peninggian pelepasan norepinefrin dan penurunan tonus vagus (yang
diregulasikan oleh baroreseptor yang terdapat pada arkus karotid, arkus aorta,
atrium kiri dan pembuluh darah paru. System kardiovaskular juga merespon
dengan mendistribusikan darah ke otak, jantung, dan ginjal dan membawa
darah dari kulit, otot, dan GI.
System urogenital (ginjal) merespon dengan stimulasi yang
meningkatkan pelepasan rennin dari apparatus justaglomerular. Dari
pelepasan rennin kemudian dip roses kemudian terjadi pembentukan
angiotensi II yang memiliki 2 efek utama yaitu memvasokontriksikan
pembuluh darah dan menstimulasi sekresi aldosterone pada kortex adrenal.
Adrenal bertanggung jawab pada reabsorpsi sodium secra aktif dan konservasi
air.
System neuroendokrin merespon hemoragik syok dengan
meningkatkan sekresi ADH. ADH dilepaskan dari hipothalmus posterior yang
merespon pada penurunan tekanan darah dan penurunan pada konsentrasi
sodium. ADH secara langsung meningkatkan reabsorsi air dan garam (NaCl)
pada tubulus distal. Ductus colletivus dan the loop of Henle.
Tahap Syok Hipovolemik

9
1. Tahap I :
a. Terjadi bika kehilangan darah 0-10% (kira-kira 500ml)
b. Terjadi kompensasi dimana biasanya cardiak output dan tekanan darah
masih dapat dipertahankan
2. Tahap II :
a. Terjadi apabila kehilanagan darah 15-20%
b. Tekanan darah turun, po2 turun, takikardi, takipneu, diaforetik,
gelisah, pucat.

3. Tahap III :
a. Bila terjadi kehilengan darah lebih dari 25%
b. Terjadi penurunan : tekanan darah, cardiak output,po2, perfusi jaringan
secara cepat
c. Terjadi iskemik pada organ
d. Terjadi ekstravasasi cairan
Saat sel-sel tubuh kekurangan pasokan darah dan oksigen, maka
kemampuan metabolisme enrgi pada sel-sel tersebut akan terganggu.
Metabolisme energi terjadi di dalam sel tempat nutrien secara kimiawi
dipecah dan disimpan dalam bentuk ATP (adenosin tripospat). Sel-sel
menggunakan simpanan energi ini untuk melakukan berbagai fungsi penting
seperti traspor aktif, kontraksi otot, sintesa biokimia, dan melaukan fungsi
selular khusus seperti konduksi impuls listrik. ATP dapat disintesa secara
aerob (pada adanya oksigen)atau secara anaerob (tanpa adanya oksigen).
Meskipun begitu, metabolisme aerob akan menghasilkan jumlah ATP yang
jauh lebih besar per mol glukosa dibanding metabolisme anaerob, dan
karenanya adalah cara yang lebih efisien dan lebih efektif dalam penghasil
energi. Selain itu, metabolisme anaerob mengakibatkan akumulasi produk

10
akhir yang toksik, asam laktat, yang harus dibuang dari sel dan ditranspor ke
hepar untuk pengubahan menjadi glukosa dan glikogen.
Pada keadaan syok, sel-sel tidak mendapat pasokan darah yang
adekuat dan kekurangan oksigen dan nutrien; karenanya, sel-sel harus
menghasilkan energi melalui metabolisme anaerob. Metabolisme ini
menghasilkan tingkat energi yang rendah dari sumber nutrien, dan lingkungan
intraseluler, yang bersifat asam. Karena perubahan ini, fungsi normal sel
menurun. Sel membengkak dan membrannya menjadi lebih permeabel,
sehingga memungkinkan elektrolit dan cairan untuk merembes dari dan ke
dalam sel. Pompa kalium-natrium menjadi terganggu. Struktur sel
(mitokondria dan lisosom) menjadi rusak dan terjadi kematian sel. Diantoro,
2014.

PATHWAY :

Kehilanga cairan eksternal


Perpindahancairan internal
Trauma, Pembedahan, Muntah,
Diare, Dieresis, Diabetes hemoragi internal, luka bakar,
insipidus asietas, peritonitis

Syok hipovolemik

Tubuh kekurangan
oksigen dan darah

Oksigen
menurun dan
Defisit
hipovolemia Metabolism karbondioksida
volume
e anaerob meningkat
cairan

cardiacfilling

11
Menghasilkan Hiperperfusi
energi tingkat alveoli
Cardiac output rendah (bersifat
asam)

Penurunan Nafas cepat


Cardiac output

Pola nafas
TD Angiotensin tidak efektif
selmemb
1
engkak

Tonus simpatik Peningkatan


nadi Angiotensin
2 Membran
sel lebih
Vasokonstriksi
Perubahan permeable
pembuluh darah
perfusi
Pelepasan
jaringan
perifer aldosteron dari
korteks adenal
Hipoksi Kulit Elektrolit
dan cairan
mudah
merembes
Gangguan Akral dingin Retensi Na dan
perfusi air
serebral Kematian sel

Pelepasan ADH oleh


Perubahan kelenjar pituitari
perilaku

letargi Ginjal menahan air


lebih banyak

Koma
Oliguri 20ml/jam

Gangguan
eliminasi urine
12
Gambar 1. Pathway syok hipovolemik

(Diantoro, 2014)

F. Pemeriksaan Penunjang Syok Hipovolemik


1. Pada anamnesis
Pasien yang sudah tidak bisa diwawancara maka
anamnesa dilakukan kepada keluarga, teman dekat atau
orang yang mengetahui kejadiannya, cari : Riwayat trauma
(banyak perdarahan atau perdarahan dalam perut),
Riwayat penyakit jantung (sesak nafas), Riwayat infeksi
(suhu tinggi), Riwayat pemakaian obat ( kesadaran
menurun setelah memakan obat)
2. Pemeriksaan Fisik
a. Suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya
bersifat sementara, karena begitu syok berlanjut terjadi
hipovolemia). Warna pucat (kemerahan pada syok
septik, sianosis pada syok kardiogenik dan syok
hemoragi terminal
b. Tekanan darah : Hipotensi dengan tekanan sistole < 80
mmHg (lebih tinggi pada penderita yang sebelumnya
mengidap hipertensi.
c. Status jantung : Takikardi, lemah dan sulit diraba.

13
d. Status respirasi : Respirasi meningkat, dan dangkal
(pada fase kompensasi) kemudian menjadi lambat.
e. Status Mental : Gelisah, cemas, agitasi, tampak
ketakutan. Kesadaran dan orientasi menurun, sopor
sampai koma.
3. Pemeriksaan Radiologi
Pasien dengan hipotensi dan/atau kondisi tidak stabil harus pertama
kali diresusitasi secara adekuat. Penanganan ini lebih utama daripada
pemeriksaan radiologi dan menjadi intervensi segera dan membawa pasien
cepat ke ruang operasi. . Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan
tanda serta gejala hipovolemia langsung dapat ditemukan kehilangan
darah pada sumber perdarahan. Pasien trauma dengan syok hipovolemik
membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi di unit gawat darurat jika
dicurigai terjadi aneurisma aorta abdominalis. Jika dicurigai terjadi
perdarahan gastrointestinal, sebaiknya dipasang selang nasogastrik, dan
gastric lavage harus dilakukan. Foto polos dada posisi tegak dilakukan jika
dicurigai ulkus perforasi atau Sindrom Boerhaave. Endoskopi dapat
dilakukan (biasanya setelah pasien tertangani) untuk selanjutnya mencari
sumber perdarahan.
4. Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan usia
subur. Jika pasien hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah
dan ultrasonografi pelvis harus segera dilakukan pada pelayanan
kesehatan yang memiliki fasilitas tersebut. Syok hipovolemik akibat
kehamilan ektopik sering terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan
ektopik pada pasien dengan hasil tes kehamilan negatif jarang, namun
pernah dilaporkan.

G. Komplikasi Syok Hipovolemik


Komplikasi yang terjadi apabila pasien syok hipovolemik tidak segera
ditangani (Nugroho, 2016):

14
1. Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia
jaringan yang berkepanjangan.
2. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus
kapiler karena hipoksia.
3. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian
jaringan yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang
koagulasi.
H. Pengkajian Kegawatdaruratan
Salah satu kondisi yang memerlukan tindakan segera di IGD adalah
syok hipovolemik. Pasien syok sangat memerlukan pemantauan ketat terhadap
tanda-tanda klinis serta status hemodinamik dan status intravaskular. Karena
bantuan sirkulasi dan medikasi pada pasien gawat darurat diberikan
berdasarkan ketepatan menilai status volume intravaskular pasien (Hutabarat,
2014).
Kemungkinan besar yang dapat mengancam nyawa pada syok
hipovolemik berasal dari penurunan volume darah intravascular, yang
menyebabkan penurunan cardiac output dan tidak adekuatnya perfusi
jaringan. Kemudian jaringan yang anoxia mendorong perubahan metabolisme
dalam sel berubah dari aerob menjadi anaerob. Hal ini menyebabkan
akumulasi asam laktat yang menyebabkan asidosis metabolic.
Ketika mekanisme kompensasi gagal, syok hipovolemik terjadi pada
rangkaian keadaan di bawah ini (Hutabarat, 2014) :

1. Penurunan volume cairan intravascular


2. Pengurangan venous return, yang menyebabkan penurunan preload dan
stroke volume
3. Penurunan cardiac output
4. Penurunan Mean Arterial Pressure (MAP)
5. Kerusakan perfusi jaringan

15
6. Penurunan oksigen dan pengiriman nutrisi ke sel
7. Kegagalan multisistem organ.
Secara khas, riwayat pasien meliputi kondisi-kondisi yang menyebabkan
penurunan volume darah, seperti gastrointestinal hemoragi, trauma, diare
berat dan muntah. Pengkajian yang didapatkan meliputi: kulit pucat,
penurunan sensori, pernafasan cepat dan dangkal, urin output kkurang dari
25ml/jam, kulit teraba dingin, clammy skin, MAP dibawah 60 mmHg dan
nadi melemah, penurunan CVP, penurunan tekanan atrial kanan, penurunan
PAWP, dan penurunan cardiac output.

Indikasi parameter pada pemeriksaan/ pengkajian dalam mengestimasi


kehilangan volume cairan:

16
Gambar 2. Parameter kehilangan cairan (Hardisman, 2013)

Prinsip pengelolaan dasar yang harus dipegang ialah menghentikan


perdarahan dan mengganti kehilangan volume. Pemeriksaan jasmani diarahkan
kepada diagnosis cedera yang mengancam nyawa dan meliputi penilaian dari
ABCDEFG. Mencatat tanda vital awal (baseline recording) penting untuk memantau
respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital,
produksi urin, dan tingkat kesadaran.

1. Primary Survey

17
Primary survey adalah pemeriksaan cepat untuk menentukan kondisi
mengancam jiwa. Hal ini untuk membuat keputusan kondisi kritis,
tindakan, dan kecepatan transport :
a. Airway (pertahankan jalan napas dengan kontrol spinal cord dan
cedera servical)
b. Breathing (menjamin ventilasi pasien)
c. Circulation.
1) Posisi shock
Angkat kedua tungkai dengan menggunakan papan setinggi ±
45°. 300 cc – 500 cc darah dari kaki pindah ke sirkulasi sentral.

Gambar 3. Posisi shock (Hutabarat, 2014)

2) Cari dan hentikan perdarahan, ganti volume kehilangan darah


Menghentikan perdarahan (prioritas utama)
a) Tekan sumber perdarahan
b) Tekankan jari pada arteri proksimal dari luka
c) Bebat tekan pada seluruh ekstremitas yang luka
d) Pasang tampon sub fasia (gauza pack)
e) Hindari tourniquet (torniquet = usaha terakhir)

Perdarahan permukaan tubuh ekstremitas lakukan penekanan,


gunakan sarung tangan atau plastik sebagai pelindung. Perdarahan 20
cc/menit = 1200 cc / jam. Pemasangan infus dan pergantian volume
darah dengan cairan/darah (resusitasi cairan). Cari sumber
perdarahan yang tersembunyi seperti rongga perut (hati, limpa,

18
arteri), rongga pleura, panggul atau pelvis, tulang paha (femur), kulit
kepala (anak)
Lokasi dan Estimasi perdarahan
a) Fraktur femur tertutup : 1,5-2 liter
b) Fraktur tibia tertutup : 0,5 liter
c) Fraktur pelvis : 3 liter
d) Hemothorak : 2 liter
e) Fraktur iga (tiap satu) : 150 cc
f) Luka sekepal tangan : 500 cc
g) Bekuan darah sekepal : 500 cc.7
2. Secondary Survey
a. Disability – Pemeriksaan neurologi
Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat
kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan
sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak,
mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan
pemulihan. Perubahan fungsi system syaraf sentral tidak selalu
disebabkan cedera intracranial tetapi mungkin mencerminkan perfusi
dan oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat
dianggap berasal dari cedera intracranial.
b. Exposure – Pemeriksaan lengkap
Setelah mengutamakan prioritas untuk menyelamatkan jiwa
pasien, penderita harus diperiksa dari ubun-ubun sampai ke jari kaki
sebagai bagian dari mencari cedera, sangat penting mencegah
hypothermia.
Penatalaksanaan sebelum di tempat pelayanan kesehatan harus
memperhatikan prinsip-prinsip tahapan resusitasi. Selanjutnya bila
kondisi jantung, jalan nafas dan respirasi dapat dipertahankan,
tindakan selanjutnya adalah adalah menghentikan trauma penyebab
perdarahan yang terjadi dan mencegah perdarahan berlanjut.

19
Menghentikan perdarahan sumber perdarahan dan jika
memungkinkan melakukan resusitasi cairan secepat mungkin.
Selanjutnya dibawa ke tempat pelayaan kesehatan, dan yang perlu
diperhatikan juga adalah teknik mobilisai dan pemantauan selama
perjalanan. Perlu juga diperhatikan posisi pasien yang dapat
membantu mencegah kondisi syok menjadi lebih buruk, misalnya
posisi pasien trauma agar tidak memperberat trauma dan perdarahan
yang terjadi, pada wanita hamil dimiringkan kearah kiri agar
kehamilannya tidak menekan vena cava inferior yang dapat
memperburuh fungsi sirkulasi. Sedangkan saat ini posisi tredelenberg
tidak dianjurkan lagi karena justru dapat memperburuk fungsi
ventilasi paru.
Pada pusat layanan kesehatan atau dapat dimulai sebelumnya
harus dilakukan pemasangan infus intravena. Cairan resusitasi yang
digunakan adalah cairan isotonik NaCl 0,9% atau ringer laktat.
Pemberian awal adalah dengan tetesan cepat sekitar 20 ml/KgBB
pada anak atau sekitar 1-2 liter pada orang dewasa. Pemberian cairan
terus dilanjutkan bersamaan dengan pemantauan tanda vital dan
hemodinamiknya. Jika terdapat perbaikan hemodinamik, maka
pemberian kristaloid terus dilanjutnya. Pemberian cairan kristaloid
sekitar 5 kali lipat perkiraan volume darah yang hilang dalam waktu
satu jam, karena istribusi cairan koloid lebih cepat berpindah dari
intravaskuler ke ruang intersisial. Jika tidak terjadi perbaikan
hemodinamik maka pilihannya adalah dengan pemberian koloid, dan
dipersiapkan pemberian darah segera.
Pada pengkajian secondary survey, setelah anamnesis dan
pemeriksaan fisik dlakukan, langkah diagnosis selanjutnya
tergantung pada penyebab yang mungkin pada hipovolemik, dan
stabilitas dari kondisi pasien itu sendiri. Pemeriksaan laboratorium

20
awal yang sebaiknya dilakukan antara lain: analisis Complete Blood
Count (CBC), kadar elektrolit (Na, K, Cl, HCO3, BUN, kreatinin,
kadar glukosa), PT, APTT, AGD, urinalisis (pada pasien yang
mengalami trauma), dan tes kehamilan. Darah sebaiknya ditentukan
tipenya dan dilakukan pencocokan. Pasien dengan hipotensi dan/atau
kondisi tidak stabil harus pertama kali diresusitasi secara adekuat.
Penanganan ini lebih utama daripada pemeriksaan radiologi dan
menjadi intervensi segera dan membawa pasien cepat ke ruang
operasi (Hutabarat, 2014).
Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta
gejala hipovolemia langsung dapat ditemukan kehilangan darah pada
sumber perdarahan. Pasien trauma dengan syok hipovolemik
membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi di unit gawat darurat jika
dicurigai terjadi aneurisma aorta abdominalis. Jika dicurigai terjadi
perdarahan gastrointestinal, sebaiknya dipasang selang nasogastrik,
dan gastric lavage harus dilakukan.
Foto polos dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus
perforasi atau Sindrom Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan
(biasanya setelah pasien tertangani) untuk selanjutnya mencari
sumber perdarahan. Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua
pasien perempuan usia subur. Jika pasien hamil dan sementara
mengalami syok, konsultasi bedah dan ultrasonografi pelvis harus
segera dilakukan pada pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas
tersebut. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik sering terjadi.
Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan hasil
tes kehamilan negatif jarang, namun pernah dilaporkan.
Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan
penemuan dari foto polos dada awal, dapat dilakukan transesofageal
echocardiography, aortografi, atau CT-scan dada. Jika dicurigai
terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan FAST

21
(Focused Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa dilakukan
pada pasien yang stabil atau tidak stabil. CT-Scan umumnya
dilakukan pada pasien yang stabil. Jika dicurigai fraktur tulang
panjang, harus dilakukan pemeriksaan radiologi (Dewi, 2010).
Hasil pemeriksaan yang dapat mendukung diagnosis,
diantaranya: penurunan HCT, penurunan Hb, penurunan RBC dan
jumlah platelet, peningkatan serum potassium, sodium, lactate
dehydrogenase, creatinin, dan BUN, peningkatan berat jenis urin (>
1.020) dan osmolalitas urin; sodium urin < 50 mEq/L, penurunan
creatinin urin, penurunan pH, peningkatan PaCO2, gastroskopi, X-
Ray, aspirasi (Hardisman, 2013).

I. Penanganan Kegawatdaruratan
Tujuan utama dalam mengatasi syok hipovolemik adalah (1)
memulihkan volume intravascular untuk membalik urutan peristiwa sehingga
tidak mengarah pada perfusi jaringan yang tidak adekuat. (2) meredistribusi
volume cairan, dan (3) memperbaiki penyebab yang mendasari kehilangan
cairan secepat mungkin. Jika pasien sedang mengalami hemoragi, upaya
dilakukan untuk menghentikan perdarahan. Mencakup pemasangan tekanan
pada tempat perdarahan atau mungkin diperlukan pembedahan untuk
menghentikan perdarahan internal (Thaib, 2012).
Pemasangan dua jalur intra vena dengan jarum besar dipasang untuk
membuat akses intra vena guna pemberian cairan. Maksudnya memungkinkan
pemberian secara simultan terapi cairan dan komponen darah jika diperlukan.
Contohnya : Ringer Laktat dan Natrium clorida 0,9 %, Koloid (albumin dan
dekstran 6 %). Pemberian posisi trendelenberg yang dimodifikasi dengan
meninggikan tungkai pasien, sekitar 20 derajat, lutut diluruskan, trunchus
horizontal dan kepala agak dinaikan. Tujuannya, untuk meningkatkan arus
balik vena yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi (Thaib, 2012).
Medikasi akan diresepkan untuk mengatasi dehidarasi jika penyebab
yang mendasari adalah dehidrasi. Contohnya, insulin akan diberikan pada

22
pasien dengan dehidrasi sekunder terhadap hiperglikemia, desmopresin
(DDVP) untuk diabetes insipidus, preparat anti diare untuk diare dan anti
emetic untuk muntah muntah.
Military anti syoc trousersn (MAST) adalah pakain yang dirancang
untuk memperbaiki perdarahan internal dan hipovolemia dengan memberikan
tekanan balik disekitar tungkai dan abdomen. Alat ini menciptakan tahanan
perifer artificial dan membantu menahan perfusi coroner. Penatalaksanaan pra
rumah sakit pada pasien dengan syok hipovolemik sering dimulai pada tempat
kejadian atau di rumah. Tim yang menangani pasien sebelum ke rumah sakit
sebaiknya bekerja mencegah cedera lebih lanjut, membawa pasien ke rumah
sakit sesegera mungkin, dan memulai penanganan yang sesuai (Thaib, 2012).
Intervensi sebelum ke rumah sakit terdiri dari immobilisasi (pada
pasien trauma), menjamin jalan napas yang adekuat, menjamin ventilasi, dan
memaksimalkan sirkulasi. Dalam penanganan syok hipovolemik, ventilasi
tekanan positif dapat mengurangi aliran balik vena, mengurangi cardiac
output, dan memperburuk status/keadaan syok. Walaupun oksigenasi dan
ventilasi penting, kelebihan ventilasi tekanan positif dapat merusak pada
pasien dengan syok hipovolemik.
Penanganan yang sesuai biasanya dapat dimulai tanpa keterlambatan
transportasi. Beberapa prosedur, seperti memulai pemberian infus atau fiksasi
ekstremitas, dapat dilakukan ketika pasien sudah dibebaskan. Namun,
tindakan yang memperlambat pemindahan pasien sebaiknya ditunda.
Keuntungan pemberian cairan intravena segera pada tempat kejadian tidak
jelas. Namun, infus intravena dan resusitasi cairan harus dimulai dan
dilanjutkan dalam perjalanan ke tempat pelayanan kesehatan.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain (Thaib, 2012) :
1. Kaji jumlah kehilangan volume cairan dan mulai lakukan penggantian
cairan sesuai order. Pastikan golongan darah untuk pemberian terapi
transfusi
2. Kaji AGD/Analisa Gas Darah, jika pasien mengalami cardiac atau
respiratory arrest lakukan CPR

23
3. Berikan terapi oksigen sesuai order. Monitor saturasi oksigen dan hasil
AGD untuk mengetahui adanya hypoxemia dan mengantisipasi
diperlukannya intubasi dan penggunaan ventilasi mekanik. Atur posisi
semi fowler untuk memaksimalkan ekspansi dada. Jaga pasien tetap
tenang dan nyaman untuk meminimalkan kebutuhan oksigen.
4. Monitor vital sign, status neurologis, dan ritme jantung secara
berkesinambungan. Observasi warna kulit dan cek capillary refill.
5. Monitor parameter hemodinamik, termasuk CVP, PAWP, dan cardiac
output, setiap 15 menit, untuk mengevaluasi respon pasien terhadap
treatmen yang sudah diberikan.
6. Monitot intake dan output.pasang dower cateter dan kaji urin output
setiap jam. Jika perdarahan berasal dari gastrointestinal maka cek feses,
muntahan, dan gastric drainase. Jika output kuranng dari 30 ml/jam pada
pasien dewasa pasang infuse, tetapi awasi adanya tanda kelebihan cairan
seperti peningkatan PAWP. Lapor dokter jika urin output tidak meningkat
7. Berikan transfuse sesuai lorder, monitor Hb secara serial dan HCT
8. Berikan Dopamin atau norepineprin I.V., sesuai order untuk
meningkatkan kontraktilitas jantung dan perfusi renal
9. Awasi tanda-tanda adanya koagulopati seperti petekie, perdarahan, catat
segera
10. Berikan support emosional
11. Siapkan pasien untuk dilakukan pembedahan, jika perlu.

Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus:


Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia. Tekanan darah: bila
tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi atau tekanan darah turun >
40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan masih perlunya transfusi
cairan. Produksi urin. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur
produksi urin. Produksi urin harus dipertahankan minimal 1/2 ml/kg/jam. Bila
kurang, menunjukkan adanya hipovolemia. Cairan diberikan sampai vena
jelas terisi dan nadi jelas teraba. Bila volume intra vaskuler cukup, tekanan
darah baik, produksi urin < 1/2 ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 20-40 mg

24
untuk mempertahankan produksi urine. Dopamin 2-5 µg/kg/menit bisa juga
digunakan pengukuran tekanan vena sentral (normal 8-12 cmH2O), dan bila
masih terdapat gejala umum pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak, pucat,
dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih perlu transfusi cairan (Thaib,
2012).

BAB III

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

A. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang kemungkinan muncul pada pasien syok hipovolemik
(Herdman,2015) :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi

3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi

4. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan faktor risiko diseksi


arteri

5. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan kehilangan volume


darah yang berlebih

6. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan ketidaknorm

25
N Diagnosa NOC NIC
o
1. 1 Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji status volume
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 cairan ( TD, FJ, FP,
kehilangan cairan aktif. jamdiharapkan kekurangan suhu, bunyi jantung)
volume cairan klien dapat setiap 1 jam.
teratasi, dengan kriteria hasil : 2. Berikan cairan IV
1. Terbebas dari kelelahan, sesuai instruksi.
kecemasan atau 3. Monitor irama
kebingungan jantung
4. Berikan obat dan
2. Menjelaskan indicator
elektrolit sesuai
kelebihan cairan
instruksi.
3. Memelihaara tekanan 5. Berikan pengobatan
vena sentral, tekanan β-adrenerjik sesuai
kapiler paru, output instruksi
jantung dan vital sing
dalam batas normal

2. 2 Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan NIC:


napas berhubungan dengan keperawatan 1x8 jam Monitor Pernapasan
hiperventilasi diharapkan Pola Napas (0601) Manajemen Jalan
tercapai dengan indikator : Napas
NOC: Status Pernapasan
1. Peningkatan frekuensi 1. (6680) monitor
pernafasan dari (2) cukup tanda-tanda vital
berat menjadi (3) sedang dari pasien
kisaran normal. Rasional :
2. Peningkatan irama mengetahui keadaan
pernafasan dari (2) cukup umum pasien
berat menjadi (3) sedang dari 2. (3350) monitor
kisaran normal. kecepatan, irama,
3. Peningkatan suara auskultasi kedalaman, dan
nafas dari (2) cukup berat kesulitan bernapas
menjadi (3) sedang dari Rasional: memantau
kisaran normal. pola pernafasan
4. Peningkatan pernafasan pasien
cuping hidung dari (2) cukup 3. (3140) posisikan
berat menjadi (3) sedang pasien untuk
dalam kisaran normal. memaksimalkan
ventilasi

26
Rasional:
memaksimalkan
potensial ventilasi
4. (3140) identifikasi
kebutuhan
aktual/potensial
pasien untuk
memasukkan alat
membuka jalan
napas
Rasional: mengatasi
sumbatan pernafasan
5. (6200) buat atau
mempertahankan
jalan napas terbuka
Rasional:
mempertahankan
jalan nafas tetap
terbuka
6. (6200) berikan obat
(bronkodilator)
sesuai kebutuhan
Rasional:
mendukung volume
sirkulasi
.
3. 3 Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tanda dan gejala
jaringanperifer keperawatan selama 3 x 24 yang menunjukkan
berhubungan dengan jam diharapkan perfusi jaringan gangguan perfusi
hipertensi tidak efektif dapat teratasi jaringan
dengan criteria hasil: 2. Pertahankan tirah
1. Perfusi jaringan kembali baring penuh
efektif (bedrest total)
2. Tekanan darah dalam dengan
batas normal posisi ekstremitas
3. Nadi perifer > 2 kali memudahkan
suhu tubuh sirkulasi
3. Pertahankan terapi
parenteral sesuai
dengan program
terapi, seperti darah
lengkap, plasmanat,

27
tambahan volume
4. Ukur intake dan
output setiap jam
5. Berikan obat-obatan
sesuai dengan
program terapi dan
kaji efek obat serta
tanda toksisitas
6. Pertahankan klien
hangat dan kering

Risiko ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan NIC: Perawatan


4 perfusi jaringan otak keperawatan 1x8 jam Insufisiensi Arteri
dengan faktor risiko diseksi diharapkan Risiko 1. Monitor tanda-tanda
arteri ketidakefektifan perfusi jaringan vital
otak berkurang dengan indikator Rasional:
: Memperlihatkan
NOC: keadaan umum
Perfusi Jaringan: Serebral. pasien
Status Neurologi 2. Monitor adanya
kebingungan,
1. Memperlihatkan tekanan perubahan pikiran,
darah sistolik diastolic dalam keluhan pusing,
batas normal pingsan.
2. Pasien mampu melaporkan Rasional:
sakit kepala ringan/tidak ada, memperlihatkan
gelisah tidak ada, muntah status neurologi
tidak ada dalam syok
3. Memperlihatkan kesadaran, hipovolemik
fungsi sensorik dan motoric 3. Berikan posisi
kranial, fungsi sensorik dan tempat tidur 45
motoric spinal, komunikasi derajat atau lebih
yang tepat dengan situasi, dengan posisi kaki
orientasi kognitif, status lebih tinggi dari
kognitif tidak terganggu. kepala
Rasional:
mempertahankan
aliran darah balik
4. Anjurkan pasien
untuk tetap
istirahat/tirah baring.

28
Rasional:
mengurangi
perdarahan
tambahan
Resiko penurunan curah Setelah dilakukan tindakan 1. kaji dan pantau status
5 jantung berhubungan keperawatan selama …. Jam kardiovaskuler setiap
dengan kehilangan volume diharapkan penurunan curah 1-4 jam atau sesuai
darah yang berlebih jantung klien dapat teratasi, indikasi ; warna
dengan kriteria hasil : kulit, denyut nadi,
Mempertahankan curah jantung TD, parameter
untuk menjamin perfusi jaringan 2. hemodinamik,
denyut nadi perifer
dan irama jantung.
3. Berikan cairan IV
sesuai instruksi.
4. Berikan dopamine,
dobutamin atau
ephinephrin sesuai
instruksi untuk
mempertahankan TD
yang memadai ( > 90
mmHg sistolik).
5. Pantau Hb dan Ht.
6. Pantau Asidosis
dengan AGd setiap
hari

Gangguan eliminasi urin Setelah dilakukan tindakan NIC: Kateterisasi Urin


6 berhubungan dengan keperawatan 1x8 jam Sementara
penyebab multiple diharapkan gangguan eliminasi 1. Pasang alat dengan
urin teratasi dengan indikator : tepat dengan
NOC: Eliminasi Urin mempertahankan
1. Bau urine khas teknik aseptik
2. Jumlah urine per hari dalam Raisonal :
rentan normal mencegah
3. Warna urine tidak pekat terjadinya infeksi
pada jalan masuk
kateter
2. Monitor intake dan
output cairan
Rasional : sebagai
indikator

29
keseimbangan
antara masuk dan
keluarnya cairan
3. Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
perawatan kaketer
yang tepat
Rasional :
mencegah
terjadinya infeksi
dan meningkatkan
rasa nyaman untuk
pasien

30
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Syok merupakan gangguan system sirkulasi dimana system
kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan
darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai yang menyebabkan tidak
adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Syok terjadi akibat berbagai
keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan
jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume darah yang
rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan darah
(misalnya karena reaksi alergi atau infeksi).

Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan


mengenal gejala-gejala syok, mengetahui penyebab syok, mengetahui, dan
mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada
saat-saat/ menit-menit pertama pasien mengalami syok. Peran perawat dalam
penanganan managemen syok hipovolemik sangat diperlukan yaitu perawat
harus mampu mengenali gejala pada syok hipovolemik, mengetahui
bagaimana manegemen syok hipovolemik agar tidak menimbulkan resiko
lebih lanjut.
B. Saran
1. Perawat harus melalukan tindakan keperawatan dengan baik pada pasien
penderita syok hipovolemik sehingga kesembuhan pasien dapat tercapai.
2. Perawat maupun calon perawat harus memahami konsep dasar dari syok
hipovelemik dan ruang lingkupnya sehingga dalam proses memberikan
asuhan keperawatan pada pasien penderita syok hipovelemik dapat
terlaksana dengan baik.

31
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Enita dan Sri Rahayu. 2010. “Kegawatdaruratan Syok Hipovolemik”. Berita
Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697, Vol. 2.(2).Hal 93-96.

Diantoro, Dimas Gatra. 2014. Syok Hipovolemik. RSUD Margono Soekarjo.


http://www.scribd.com/mobile/doc/217057551?width=602#fullscreen. Diakses
tanggal 05 Oktober 2018.
Hardisman. 2013. “Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik:
Update dan Penyegar”. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol.2(3).
http://jurnal.fk.unand.ac.id [accessed : 5 Oktober 2018].
Hardisman. 2014. Gawat Darurat Medis Praktis. Yogyakarta : Pustaka Baru Badan
POM RI, 2014. Reaksi Anafilaktif Volume 32 No. 2
Herdman, T.Heather. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-
2017. Jakarta : EGC.
Hutabarat, Evangeline M. 2014. “Perbedaan Hemodinamik Sebelum dan Sesudah
Passive Leg Raising Dan Pemberian Cairan Infus Pada Pasien Syok
Hipovolemik Di Instalasi Gawat Darurat RS Dustira Cimahi”.
http://pustaka.unpad.ac.id/archives /130596/. Diakses tanggal 5 Oktober 2018.
Nugroho, Taufan dkk. 2016. Teori Asuhan Keperawatan Gawat Darurat, Yogyakarta:
Nuha medika
Maryunani anik,dkk. 2009. Asuhan Kegawatan Dan Penyulit Pada Neonatus. Jakarta:
Trans Info Medika.
Thaib, Roesli. 2012. Syok Hipovolemik dan Terapi Cairan. Kumpulan Naskah Temu
Nasional dokter PTT, FKUI, Simposisum hal 17-32

32

You might also like