Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
Penggantungan merupakan penyebab kematian yang paling sering
menimbulkan persoalan karena rawan terjadi kesalahan interpretasi baik oleh ahli
forensik maupun non forensik. Selain itu, penggantungan diri merupakan metode
bunuh diri yang paling sering ditemukan di banyak negara. Di Inggris, terdapat
lebih dari 2000 kasus bunuh diri dengan penggantungan dilaporkan setiap tahun.
Pada balita, biasanya terjadi accidental hanging yaitu penggantungan yang tidak
disengaja misalnya terjerat tali ayunan (Sharma, 2013; Ernoehazy, 2013).
Data statistik mengenai frekuensi dan distribusi variasi kasus gantung diri
di Indonesia masih sangat langka. Penelitian tentang gantung diri di Indonesia
juga masih sangat terbatas jumlahnya. Data yang dihimpun dari Polda Metro Jaya
diketahui bahwa pada tahun 2009 ada 90 kasus gantung diri, tahun 2010 ada 101
kasus dan tahun 2011 ada 82 kasus gantung diri (Felisiani, 2012).
Dalam kasus gantung diri diperlukan pemeriksaan yang teliti untuk
mencegah kemungkinan lain seperti pembunuhan atau kecelakaan. Oleh karena
itu, sangat diperlukan pemahaman lebih mendalam mengenai penggantungan
(hanging). Selain itu, dalam aspek medikolegal, dokter yang memeriksa perlu
memastikan apakah kasus penggantungan tersebut merupakan bunuh diri,
pembunuhan, atau kecelakaan sehingga dapat memperjelas suatu perkara pidana
khusunya penggantungan (Idries, 1997).
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.3. Mekanisme Terjadinya Kematian
Sebab kematian mati gantung adalah asfiksia, tetapi sering disertai
penyebab yang lain. Yang paling sering adalah kombinasi asfiksia dengan
obstruksi pada pembuluh darah. Dengan demikian, sebab kematian bisa terjadi
karena (Amir, 2013) :
Asfiksia
Apopleksia (kongesti pada otak)
Kombinasi dari asfiksia dengan apopleksia
Iskemia serebral
Syok vaso vagal
Fraktur atau dislokasi vertebra servikalis
Mekanisme kematian akibat hanging masih belum dimengerti sepenuhnya,
penelitian tentang mekanisme tersebut masih banyak dilakukan. Tanda klasik dari
asfiksia dapat tidak muncul meskipun terdapat penggantungan yang penuh,
keadaan ini menunjukkan adanya penyebab kematian lain yang lebih cepat
mendahului munculnya tanda klasik asfiksia. Fenomena tersebut memunculkan
kemungkinan adanya peran tekanan pada sinus karotis dan henti jantung
neurogenik dalam kematian akibat hanging (James, 2011). Secara umum kematian
akibat hanging termasuk ke dalam asfiksia kompresi pada leher seperti pada kasus
strangulasi (Dix, 1999).
Pada kematian hanging akibat asfiksia, dapat dijumpai beberapa fase
seperti yang ditemukan pada kasus asfiksia secara umum. Fase sekuensial ini yang
dijumpai pada “episode asfiksia” tersebut adalah; fase dispnea, fase konvulsif,
fase pernafasan pra-terminal, dan fase gasping yang diikuti fase terminal. Tanda
yang dapat dijumpai pada fase tersebut adalah (James, 2011):
1. Fase dispnea ditandai dengan sesak nafas, peningkatan laju pernafasan,
dan sianosis yang dapat berlangsung selama beberapa menit.
2. Fase konvulsif ditandai kehilangan kesadaran, penurunan gerakan
bernafas, kongesti wajah, bradikardi, dan hipertensi yang dapat
berlangsung selama beberapa menit.
4
3. Fase pernafasan pra-terminal ditandai tidak adanya pernafasan, kegagalan
pusat pernafasan dan sirkulasi, takikardi, dan hipertensi yang juga dapat
berlangsung selama beberapa menit.
4. Fase gasping ditandai refleks pernafasan.
5. Fase terminal ditandai terhentinya gerakan, hilangnya refleks, dan dilatasi
pupil.
Mekanisme kematian asfiksia pada hanging termasuk pada asfiksia
mekanis yang berhubungan dengan tekanan pada leher, tiga akibat dari tekanan
langsung pada leher yang penting dalam ilmu forensik adalah strangulasi manual,
strangulasi tali, dan hanging. Hampir tidak dapat ditentukan dengan pasti laju
proses kematian dalam keadaan hanging, pada kasus tertentu kematian dapat
terjadi relatif lambat dan menimbulkan tanda klasik asfiksia, sedangkan pada
kasus lain tanda klasik asfiksia tidak timbul. Tekanan langsung pada leher dapat
menimbulkan beberapa efek tergantung pada tipe, daerah, dan luas tekanan yang
terjadi pada leher, efek tersebut dijabarkan sebagai berikut (James, 2011):
1. Obstruksi pada vena jugular, mengakibatkan gangguan pada aliran balik
vena dari kepala ke jantung yang berakibat sianosis, kongesti, dan petekie.
2. Obstruksi arteri karotis yang menyebabkan hipoksia serebral.
3. Stimulasi baroreseptor sinus karotis pada daerah bifurkasio dan arteri
karotis komunis berakibat henti jantung neurologis.
4. Elevasi dari laring dan lidah yang menutup saluran nafas pada tingkat
faring.
5
Gambar 2.1. Gambaran lokasi sinus karotis pada bifurkasio arteri karotis
komunis di leher, tekanan pada leher dapat mengakibatkan kompresi sinus karotis
(James, 2011).
6
Pada keadaan dimana terdapat struktur di dekat tubuh yang digantung,
individu dapat menarik atau mendorong tubuhnya secara parsial sehingga terjadi
pembebasan tekanan dengan derajat bervariasi sebelum hilangnya kesadaran,
keadaan hanging ini akan menimbulkan keadaan serupa dengan strangulasi.
Sirkulasi vena membutuhkan tekanan yang relatif kecil untuk menimbulkan
oklusi, pada keadaan dimana terjadi oklusi vena tanpa hambatan pada sirkulasi
arteri – tekanan besar pada arteri akan mengakibatkan ruptur pada kapiler yang
menimbulkan gambaran petekie (Catanese, 2010).
Dari letak tubuh terhadap lantai, hanging dapat dibedakan menjadi 2 tipe
(Amir, 2013), yaitu:
1. Tergantung total (complete), dimana tubuh seluruhnya tergantung di atas lantai
2. Setengah tergantung (partial), dimana tidak seluruh bagian tubuh tergantung,
misalnya pada posisi duduk, bertumpu pada kedua lutut, dalam posisi
telungkup dan posisi lain. Sisa berat bdan 10-15 kg pada orang dewasa sudah
dapat menyebabkan tersumbat saluran nafas dan hanya diperlukan sisa berat
badan 5 kg untuk menyumbat arteri karotis. Partial hanging hampir selamanya
karena bunuh diri.
Ada dua jenis simpul yaitu simpul hidup (running noose) dan simpul mati
(satu atau lebih). Pemeriksaan jenis dan panjang bahan yang dipakai, serta jenis
7
simpul dapat membantu menentukan cara kematian. Pada waktu membebaskan
lilitan dari leher korban, tidak boleh membuka simpul, tetapi lilitan dipotong di
luar simpul, karena bentuk simpul bisa membantu penentuan kematian secara
medikolegal (Saisudheer et al, 2012).
8
Gambar 2.3. Gambaran petekie pada wajah dan subpleura yang dapat dijumpai
pada asfiksia mekanis (James, 2011).
Jejas luar pada leher kasus hanging bunuh diri lebih jelas daripada jejas
dalam. Tali atau penggantung yang menekan leher dapat meninggalkan bekas
pada leher, bila penggantung yang digunakan tipis (seperti tali) akan timbul tanda
depresi kulit yang jelas dan pola-nya dapat dicocokkan dengan penggantung
tersebut. Bila penggantungnya lebar (seperti handuk atau baju), tanda yang
ditimbulkan tidak spesifik (Dix, 1999). Bentuk jeratan pada leher umumnya
terputus pada bagian tertentu yang menunjukkan titik (garis) gantungan yang
umumnya ditemukan pada samping atau belakang leher. Bila tanda jeratan tampak
naik dari sisi leher (membentuk huruf v terbalik pada belakang kepala)
menunjukkan titik gantungan pada belakang kepala (Catanese, 2010).
9
Gambar 2.4. Gantung diri, dijumpai tanda jeratan yang terputus pada leher yang
menunjukkan titik gantungan (James, 2011).
Tabel 2.1. Perbedaan hanging pada antemortem dan post-mortem (Saisudheer, 2012)
10
5 Pada kulit di tempat jejas penjeratan Tanda parchmentisasi tidak ada atau
teraba seperti perabaan kertas tidak begitu jelas
perkamen, yaitu tanda
parchmentisasi
6 Sianosis pada wajah, bibir, telinga, Sianosis pada bagian wajah, bibir,
dan lain-lain sangat jelas terlihat telinga dan lain-lain tergantung dari
terutama jika kematian karena penyebab kematian
asfiksia
7 Wajah membengkak dan mata Tanda-tanda pada wajah dan mata
mengalami kongesti dan agak tidak terdapat, kecuali jika penyebab
menonjol, disertai dengan gambaran kematian adalah pencekikan
pembuluh dara vena yang jelas pada (strangulasi) atau sufokasi
bagian kening dan dahi
8 Lidah bisa terjulur atau tidak sama Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus
sekali kematian akibat pencekikan
9 Penis. Ereksi penis disertai dengan Penis. Ereksi penis dan cairan sperma
keluarnya cairan sperma sering tidak ada. Pengeluaran feses juga tidak
terjadi pada korban pria. Demikian ada
juga sering ditemukan keluarnya
feses
10 Air liur. Ditemukan menetes dari Air liur tidak ditemukan yang menetes
sudut mulut, dengan arah yang pada kasus selain kasus
vertikal menuju dada. Hal ini penggantungan.
merupakan pertanda pasti
penggantungan ante-mortem
Tabel 2.2. Perbedaan hanging pada gantung diri dan pembunuhan (Saisudheer, 2012)
11
samping leher tali tersebut terikat kuat
4 Riwayat korban. Biasanya korban Sebelumnya korban tidak
mempunyai riwayat untuk mencoba mempunyai riwayat untuk bunuh diri
bunuh diri dengan cara lain
5 Cedera. Luka-luka pada tubuh Cedera berupa luka-luka pada tubuh
korban yang bisa menyebabkan korban biasanya mengarah kepada
kematian mendadak tidak ditemukan pembunuhan
pada kasus bunuh diri
6 Racun. Ditemukannya racun dalam Terdapatnya racun berupa asam
lambung korban, misalnya arsen, opium hidrosianat atau kalium
sublimat korosif dan lain-lain tidak sianida tidak sesuai pada kasus
bertentangan dengan kasus gantung pembunuhan, karena untuk hal ini
diri. Rasa nyeri yang disebabkan perlu waktu dan kemauan dari
racun tersebut mungkin mendorong korban itu sendiri. Dengan demikian
korban untuk melakukan gantung maka kasus penggantungan tersebut
diri adalah karena bunuh diri
7 Tangan tidak dalam keadaan terikat, Tangan yang dalam keadaan terikat
karena sulit untuk gantung diri mengarahkan dugaan pada kasus
dalam keadaan tangan terikat pembunuhan
8 Kemudahan. Pada kasus bunuhdiri, Pada kasus pembunuhan, mayat
mayat biasanya ditemukan ditemukan tergantung pada tempat
tergantung pada tempat yang mudah yang sulit dicapai oleh korban dan
dicapai oleh korban atau di alat yang digunakan untuk mencapai
sekitarnya ditemukan alat yang tempat tersebut tidak ditemukan
digunakan untuk mencapai tempat
tersebut
9 Tempat kejadian. Jika kejadian Tempat kejadian. Bila sebaliknya
berlangsung di dalam kamar, dimana pada ruangan ditemukan terkunci
pintu, jendela ditemukan dalam dari luar, maka penggantungan
keadaan tertutup dan terkunci dari adalah kasus pembunuhan
dalam, maka kasusnya pasti
merupakan bunuh diri
10 Tanda-tanda perlawanan, tidak Tanda-tanda perlawanan hampir
ditemukan pada kasus gantung diri selalu ada kecuali jika korban sedang
tidur, tidak sadar atau masih anak-
anak.
Sekarang ini masih terdapat stigma dalam masyarakat bahwa kasus hanging
lebih menunjukkan kasus bunuh diri. Penyidik lebih cenderung yakin terhadap
kasus bunuh diri, terlebih lagi apabila peyidik tidak sadar terhadap tanda-tanda
yang membedakan antara hanging bunuh diri dengan hanging pada kasus
12
pembunuhan. Dalam hal ini, dokter dapat membantu menjelaskan kepada
penyidik mengenai tanda-tanda post-mortem tersebut dan membantu memberikan
suatu kesimpulan (Saukko, 2004).
Perbuatan bunuh diri dapat dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan dan
dari remaja hingga orang tua. Pemeriksaan TKP penting untuk menjelaskan luka
di tubuh korban. Pembunuhan dengan cara hanging jarang terjadi, kecuali pada
orang yang tidak berdaya atau dilemahkan terlebih dahulu dengan kekerasan atau
racun. Tidak jarang korban yang telah mati digantung untuk menghilangkan jejak
pembunuhan (Amir, 2013).
Accidental Hanging
Penggantungan yang tidak disengaja ini dapat dibagi dalam dua kelompok,
yaitu yang terjadi sewaktu bermain atau bekerja dan sewaktu melampiaskan nafsu
seksual yang menyimpang ( Auto – erotic Hanging ). Auto-erotic hanging atau
sexual asphyxia adalah salah satu bentuk dari accidental hanging. Disebutkan
bahwa penjeratan pada leher dapat meningkatkan rangsangan seksual. Korbannya
yang paling banyak adalah pria. Beberapa bahan lunak seperti handuk atau kabel
digunakan oleh korban dan kekuatan jeratannya ditingkatkan dengan tangan atau
digerakkan dengan kaki. Korbannya biasanya ditemukan dalam keadaaan
telanjang dengan gambar atau benda berisi hal-hal porno di sekitarnya. Jika
korban telah meminum alkohol, proses asfiksia menjadi lebih cepat terjadi.
Terkadang, korban tidak dapat melepaskan atau menurunkan kekuatan jeratan
tepat pada waktunya dan mungkin mati. Di dalam semua kasus seperti ini,
pemeriksaan tempat kejadian di sekitar korban sangat berguna (Bryan, 2005;
Sharma, 2005).
Homicidial Hanging
Pembunuhan dengan metode menggantung korbannya relatif jarang
dijumpai, cara ini baru dapat dilakukan bila korbannya anak – anak atau orang
dewasa yang kondisinya lemah, baik lemah oleh karena menderita penyakit, di
bawah pengaruh obat bius, alkohol atau korban yang sedang tidur. Pembunuhan
13
dengan cara penggantungan sulit untuk dilakukan oleh seorang pelaku (Bryan,
2005).
Judicial Hanging
Judicial hanging telah dilakukan sejak zaman dahulu sebagai bentuk
penghukuman. Pada judicial hanging, kematian berlangsung sangat cepat karena
fraktur di vertebra servikalis yang mengakibatkan perdarahan di medulla
oblongata. Sering didapati jantung masih berdenyut untuk beberapa saat
kemudian. Bila kematian karena penutupan arteri juga berlangsung cepat karena
iskemik otak, sedangkan kematian berlangsung lebih lambat pada penyumbatan
vena. Bila yang terobstruksi adalah saluran pernapasan, maka kematian dapat
berlangsung di bawah 5 menit (Amir, 2013).
14
BAB 3
KESIMPULAN
15
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Amri. 2013. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Kedua. Medan :
Percetakan Ramadhan.
Bryan, RW. 2005. Encyclopedia of Forensic and Legal Medicine Volume 1 First
Edition. USA : Academic Press.
Dix, J. & Calaluce, R., 1999. Asphyxia and Drowning. Guide to Forensic
Pathology. USA : CRC Press – Taylor and Francis Group.
James, J.P., et al., 2011. Asphyxia. Simpson’s Forensic Medicine. 13th ed. UK :
Hodder & Stoughton ltd.
16
Saukko, P, Knight, B. 2004. Fatal Pressure on the Neck. Knight’s Forensic
Pathology 3rd Edition. CRC Press. 391-392.
Sharma, S.K. 2013. Ligature Strangulation: Not very common but contested too
often. Available at: www.crimeandclues.com/ligature_strangulation.htm
Skhrum, J, et al. 2007. Forensic Pathology of Trauma, Common Problems for the
Pathologist. Tontowa, New Jersey : 81-107.
17