Radiologi - Gagal Ginjal Kronik

You might also like

You are on page 1of 33

BAB.

I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Chronic Kidney Disease (CKD) atau gagal ginjal kronik adalah kehilangan atau
penurunan fungsi ginjal yang sudah lanjut dan bertahap serta bersifat menahun
sehingga ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik dan perlu dilakukan perawatan dan
pengobatan yang serius.1 CKD dapat berkembang cepat 2-3 bulan dan dapat pula
berkembang dalam waktu yang sangat lama 30-40 tahun. 2

Chronic Kidney Disease telah menjadi kekhawatiran yang berkembang di


dunia karena prevalensinya yang meningkat serta hasil akhirnya yang buruk. Di
Amerika serikat penderita CKD mencapai 20 juta yang berarti 1 dari 9 orang dewasa.
Meskipun teknik dialisis dan transplantasi makin berkembang namun prognosis gagal
ginjal tetap buruk. Sistem pendataan ginjal di Amerika Serikat pada tahun 2001
menunjukkan angka lebih dari 76.500 kematian pasien dengan End Stage Renal
Disease (ESRD), angka ini seakan tidak berubah selama satu dekade terakhir.
Morbiditas gagal ginjal juga cukup tinggi di mana pasien yang menjalani dialysis rata-
rata 4 (empat) kondisi komorbid, 15 (lima belas) hari perawatan Rumah Sakit (RS) per
tahun, dan kualitas hidup yang lebih rendah dari rata-rata populasi. Jumlah pasien
dengan tingkat CKD yang lebih dini lebih besar namun mortalitas, morbiditas, hari
perawatan RS per tahun, dan kualitas hidup belum diteliti lebih lanjut. Sebagian
besar penderita tidak menyadari penyakit tersebut karena CKD asimtomatik sampai
ia berkembang dengan signifikan.3

Menurut Rahardjo (1996) dalam Lubis (2006), diperkirakan jumlah penderita


gagal ginjal kronik terus meningkat dan diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10 %
setiap tahun. Saat ini belum ada penelitian epidemiologi tentang prevalensi penyakit
ginjal kronik di Indonesia. Dari data di beberapa pusat nefrologi di Indonesia
diperkirakan insidens dan prevalensi penyakit ginjal kronik masing-masing berkisar
100 - 150/ 1 juta penduduk dan 200 - 250/ 1 juta penduduk. Berdasarkan hasil studi
dokumentasi dari bagian pencatatan dan pelaporan di Ruang Melati Lantai 2 Rumah

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2


Sakit Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung, tercatat selama kurun waktu bulan Januari
sampai dengan April 2008, klien yang dirawat dengan gagal ginjal kronik mencapai 22
orang dengan persentase 27,5 %.2

Pendekatan diagnosis pada gagal ginjal kronik dapat menggunakan temuan


gambaran klinis, laboratoris, radiologis dan histopatologi ginjal.Temuan ginjal kecil
ekogenik bilateral (<10 cm) menggunakan USG mendukung dianosis CKD, meskipun
ginjal yang normal atau besar dapat pada gagal ginjal yang disebabkan penyakit ginjal
polikistik dewasa, nefropati diabetik, nefropati terkait HIV, mieloma multipel,
amiloidosis, dan uropati obstruktif. Bukti radiologis osteodistrofi ginjal merupakan
temuan lain yang bermakna, karena perubahan pada x-ray karena
hiperparatiroidisme sekunder tidak muncul kecuali jika tingkat paratiroid telah
meningkat selama 1 tahun.1

I.2 Tujuan Penulisan


 Sebagai syarat untuk mengikuti ujian akhir program pendidikan profesi di Bagian
kepaniteraan Radiologi di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan
 Untuk menambah ilmu pengetahuan gambaran radiologi pada Chronic Kidney
Disease (CKD) baik bagi petugas medis maupun masyarakat umum.

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2


BAB. II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi

Chronic Kidney Disease (CKD) menurut National Kidney Foundation (NKF) di


Amerika Serikat didefinisikan sebagai kerusakan ginjal atau laju filtrasi glomerolus
(GFR) < 60 mL/menit/1,73 m2 selama 3 bulan atau lebih.

Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin dalam darah dapat menjadi acuan
untuk mengetahui adanya suatu gangguan ginjal. Kadar ureum >40 mg/dl dan
kreatinin >1.5 mg/dl dapat menjadi suati tanda adanya gangguan fungsi ginjal.

Kerusakan ginjal sendiri didefinisikan sebagai abnormalitas patologis atau


marker (penanda) kerusakan, termasuk abnormalitas di uji darah atau urin ataupun
hasil pencitraan.3

II.2 Epidemiologi

Di Amerika serikat penderita CKD mencapai 20 juta yang berarti 1 dari 9 orang
dewasa. Meskipun teknik dialisis dan transplantasi makin berkembang namun
prognosis gagal ginjal tetap buruk. Sistem pendataan ginjal di Amerika Serikat pada
tahun 2001 menunjukkan angka lebih dari 76.500 kematian pasien dengan End Stage
Renal Disease (ESRD), angka ini seakan tidak berubah selama satu dekade terakhir.

Menurut Rahardjo (1996) dalam Lubis (2006), diperkirakan jumlah penderita


gagal ginjal kronik terus meningkat dan diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10 %
setiap tahun. Saat ini belum ada penelitian epidemiologi tentang prevalensi penyakit
ginjal kronik di Indonesia. Dari data di beberapa pusat nefrologi di Indonesia
diperkirakan insidens dan prevalensi penyakit ginjal kronik masing-masing berkisar
100 - 150/ 1 juta penduduk dan 200 - 250/ 1 juta penduduk. Berdasarkan hasil studi
dokumentasi dari bagian pencatatan dan pelaporan di Ruang Melati Lantai 2 Rumah
Sakit Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung, tercatat selama kurun waktu bulan Januari

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2


sampai dengan April 2008, klien yang dirawat dengan gagal ginjal kronik mencapai 22
orang dengan persentase 27,5 %.2

II.3 Anatomi dan Histologi Ginjal

Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang yang pada orang
dewasa berukuran panjang 10-13 cm (4 -5 inci), lebar: 5-7,5 cm (2-3 inci), dan berat +
150 gram. Persentase berat ginjal: 0,5% dari berat tubuh. Terdapat sepasang (masing-
masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal. Ginjal
kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini
disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri
adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi
bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus
transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah
ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat
bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.4

Batas Ginjal Ginjal Kanan Ginjal Kiri

Anterior Lobus kanan hati Dinding dorsal gaster

Duodenum pars descendens Pankreas

Fleksura hepatica Limpa

Usus halus Vasa lienalis

Usus halus

Fleksura lienalis

Posterior Diafragma, m.psoas major, m. quadratus lumborum, m. transversus


abdominis(aponeurosis), n.subcostalis, n.iliohypogastricus, a.subcostalis,
aa.lumbales 1-2(3), iga 12 (ginjal kanan) dan iga 11-12 (ginjal kiri).

Tabel 1. Batas-batas Ginjal

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2


Gambar 1. Batas-batas Ginjal

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2


Bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus

Korteks renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus


kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.

Terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus


Medula rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus
colligent).
Columna renalis Bagian korteks di antara pyramid ginjal
Processus renalis, Bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks
Suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf
Hilus renalis
atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
Bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan
Papilla renalis
calix minor.
Calix minor Percabangan dari calix major.
Calix major Percabangan dari pelvis renalis.
Disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan
Pelvis renalis
antara calix major dan ureter.
Ureter Saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

Tabel 2. Bagian-bagian Ginjal

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2


Gambar 2. Anatomi dan Histologi Ginjal

Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus


renalis/Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus
proksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang bermuara pada tubulus
pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh kapiler,yaitu
arteriol (yang membawa darah dari dan menuju glomerulus) serta kapiler peritubulus
(yang memperdarahi jaringan ginjal) Berdasarkan letakya nefron dapat dibagi
menjadi: (1) nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di
korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung Henle
yang terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu nefron di mana
korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki lengkung Henle yang terbenam

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2


jauh ke dalam medula dan pembuluh-pembuluh darah panjang dan lurus yang
disebut sebagai vasa rekta.

Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan dari


aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior. Setelah
memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri sublobaris
yang akan memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen
superior, anterior-superior, anterior-inferior, inferior serta posterior.

Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan


simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major,
n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen
viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus. 4

II.4 Fisiologi

Fungsi ginjal yaitu mengeluarkan zat-zat toksik atau racun; mempertahankan


keseimbangan cairan; mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari
cairan tubuh; mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam
tubuh; mengeluarkan sisa metabolisme hasil akhir sari protein ureum, kreatinin dan
amoniak. Tiga tahap pembentukan urine :5

II.4.a Filtrasi glomerular

Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus,


seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat
impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel
terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino,
glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah
sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima
dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula
bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular
Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan
filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler
glomerulus dan kapsula bowman’s, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2


glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan
hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s serta tekanan osmotik koloid
darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan
koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.

II.4.b Reabsorpsi

Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non


elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi
selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.

II.4.c Sekresi

Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran


darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak
terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara
alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion
hidrogen.

Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga
telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan
ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa
hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali”
jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus
disekresi dan sebaliknya.

Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan


ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).
Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu
kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya.
Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat
menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi
penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik.

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2


I.5 Patofisiologi

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2


Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2
Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun
penyakit primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan adanya
mekanisme adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang
berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang menguatkan adanya
mekanisme tersebut adalah adanya gambaran histologik ginjal yang sama pada
penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer apapun. Perubahan dan
adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal akan menyebabkan
pembentukan jaringan ikat dan kerusakan nefron yang lebih lanjut. Demikian
seterusnya keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan gagal
ginjal terminal.3

II.6 Klasifikasi

CKD jarang reversibel dan mengarah pada penurunan progresif fungsi ginjal.
Hal ini terjadi bahkan setelah kejadian yang memicu telah disingkirkan. Pengurangan
massa ginjal menyebabkan hipertrofi nefron-nefron yang tersisa dengan hiperfiltrasi,
dan angka Glomerus Filtration Rate pada nefron-nefron tersebut di atas normal.
Adaptasi ini memberikan beban pada nefron-nefron tersisa dan menyebabkan
sklerosis glomerular progresif dan fibrosis intersisial, yang menunjukkan bahwa
hiperfiltrasi memperburuk fungsi ginjal.

Definisi tidak dapat berdasarkan nilai kreatinin serum (Creatinin Clearence


Test) semata karena korelasi non-linear antara nilai kreatinin serum dengan GFR.
Namun demikian prediksi GFR dapat dilakukan dengan memasukkan nilai kreatinin
serum ke dalam persamaan tertentu dengan mempertimbangkan pula jenis kelamin,
usia, ras, dan ukuran tubuh.

Caranya, cukup mengukur kadar kreatinin darah (sCr: serum Creatinin), bisa
diketahui persentase fungsi ginjal dari GFR-nya dengan rumus :

Laki-laki GFR = (140 - umur) x (BB)/ (serum Creatinin x 72)

Wanita GFR = (140 - umur) x (BB) x 0.85/ (serum Creatinin x 72)

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2


Literatur barat memiliki kecenderungan terkini adalah menggantikan
persamaan yang terdahulu yaitu persamaan Cockcroft-Gault dengan persamaan dari
studi Modification of Diet in Renal Disease (MDRD). Selain melibatkan lebih banyak
variabel persamaan MDRD juga memprediksi GFR lebih baik daripada persamaan
Cockcroft-Gault dengan bias dan dan sebaran yang lebih sedikit. Sebuah studi dalam
100 pasien menunjukkan bahwa persamaan Cockcroft-Gault memiliki bias –14%
sampai dengan +25% dan 75% perkiraan termasuk dalam 30% nilai GFR yang diukur.
Tiga penelitian mengenai persamaan MDRD menunjukkan bias –3% sampai dengan
+3% dan 90% perkiraan termasuk dalam 30% nilai GFR yang diukur. Terdapat
beberapa persamaan MDRD namun yang banyak diadopsi dalam Clinical Practice
Guidelines adalah versi singkat dengan empat variabel, yaitu

GFR (ml/menit/1,73 m2) = 186 x (SCr)-1,154 x (Usia dalam tahun)-0,203


dengan penyesuaian dikalikan 0,742 untuk perempuan dan 1,21 untuk ras kulit
hitam

Pengukuran klirens kreatinin menggunakan penampungan urin 24 jam tidak


memberikan perkiraan GFR yang lebih tepat dibandingkan menggunakan persamaan.
Klasifikasi CKD menurut National Kidney Foundation adalah sebagai berikut:3

Tingkat Deskripsi GFR Nilai

Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau menurun 90

Kerusakan ginjal dengan GFR menurun ringan 60-89

GFR menurun sedang 30-59

GFR menurun berat 15-29

Gagal ginjal < 15 (atau dialysis)

Tabel 3. Klasifikasi CKD menurut National Kidney Foundation

II.7 Etiologi dan Faktor Resiko

Meskipun CKD dapat disebabkan oleh kelainan atau penyakit dari ginjal itu
sendiri , namun penyebab utamanya adalah :1

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2


II.7.a Diabetes Melitus type 1 dan 2

Diabetes Melitus dapat menyebabkan kondisi diabetic nefrofathy dan


merupakan penyebabkan utama penyakit ginjal di Unted State. 1 Menurut
American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo (2005) diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator,
karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan
berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat
timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya
perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih
sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat
berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi
ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya. 3

II.7.b Hipertensi

Hipertensi jika tidak terkontrol dapat mengakibat kerusakan pada


ginjal.1 Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi.
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu
hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya
atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal. 3

II.7.c Glomerulonephritis

Glomerulonephritis adalah inflamasi dan kerusakan dari system


filtrasi di ginjal dan dapat menyebabkan gagal ginjal. Kondisi post infeksi dan
LUPUS adalah penyebab utama glomerulonephritis.1 Istilah glomerulonefritis
digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya tidak jelas, akan
tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi tertentu pada
glomerulus. Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis
dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2


dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder
apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes
melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau
amiloidosis.Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan
ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan
atau keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal
seperti dialisis.3

II.7.d Polycystic kidney diease

Polycystic kidney diease adalah contoh penyebab yang sifatnya


herediter dari CKD, dimana ginjal mempunyai multiple cystic. 1 Kista adalah
suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang
semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan
kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula.
Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai
keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang
paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah
penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena
sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata
kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah
dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal
polikistik dewasa.3

II.7.e Penggunaan analgetik

Penggunaan analgetik seperti asetaminofen (Tylenol ) dan ibuprofen


(motrin, advil ) secara reguler dan dalam waktu lama dapat menyebabkan
neprophaty analgetic. Beberapa jenis obat yang lain dapat pula menyebabkan
kerusakan di ginjal.

II.7.f Artherosclerosis

Artherosclerosis menyebabkan kondisi yang disebut ischemik neprophathy.

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2


II.7.g Obstruksi aliran urine

Obstruksi aliran urine oleh karena batu saluran kencing, pembesaran


prostat, stuktur atau cacer dapat menyebabkan kidney disease.

Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal
Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai
berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal
polikistik (10%).

Berdasarkan data dari National Kidney Foundation pada tahun 2009 faktor
risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau hipertensi,
obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat
penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga. 3

II.8 Diagnosis

II.8.a Gambaran Klinis

 Fatigue dan lemah

Fatigue dan lemah akibat anemia dan akumulasi dari produk


sisa metabolism.

 Loss of appetite, nausea & vomiting

Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari


sebagian pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal.
Patogenesis mual dan muntah masih belum jelas, diduga mempunyai
hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk
amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan
mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini
akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan
antibiotika.

 Edema

 Gatal, mear, kulit pucat

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2


Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum
jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder.
Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi.
Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan
kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost.

 Sakit kepala, peripheral neurophaty, gangguan tidur, gangguan status


mental (encephalopaty karena uremia)

 Kelainan Mata

Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada


sebagian kecil pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang
setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang
adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan
gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina
(retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang
sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau
deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye
syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin
juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit
hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.

 Hipertensi

 Edema pulmonal sehingga timbul sesak nafas

 Nyeri sendi, tulang dan fraktur

 Disfungsi seksual

II.8.b Pemeriksaan Penunjang

II.8.b.i Pemeriksaan Laboratorium

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2


 Ureum serum, nilai normal 20 – 40 mg/dl

 Kreatinin serum, nilai normal 0.5 – 1.5 mg/dl

 Asam urat serum, nilai normal pada pria berkisar 3,5 – 7 mg/dl
dan wanita 2,6 – 6 mg/dl.

 Kadar Hb, nilai normal pada pria adalah 13 gr% - 18 gr%, dan
wanita adalah 11,5 gr% - 16,5 gr%

II.8.b.ii Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan


tujuannya, yaitu:

 Foto polos abdomen

Pada foto polos abdomen perhatikan dan ukur kontur


ginjal. Pada foto polos kontur ginjal sering tidak tervisualisasi.
Pielografi retrograde

Pielografi retrograde adalah pemasukan zat kontras melalui


kateter ke dalam ureter dan pelvis ginjal yang dapat dilakukan
selama sistoskopi. Dilakukan untuk mendeteksi batu ginjal, tumor,
hyperplasia prostat, penyebab dari hematuria dan infeksi saluran
kemih, dan mengeluarkan batu ginjal.

 BNO-IVP

Pemeriksaan IVP untuk mengetahui adanya kelainan pada


sistem urinary, dengan melihat kerja ginjal dan sistem urinary
pasien. Dengan IVP dapat diketahui adanya kelainan pada sistem
tractus urinary dari batu ginjal, pembesaran prostat, dan tumor
pada ginjal, ureter dan blass Kontra Indikasinya adalah alergi
terhadap media kontras, pasien yang mempunyai kelainan atau
penyakit jantung, pasien dengan riwayat atau dalam serangan
jantung, neonates, diabetes mellitus tidak terkontrol, pasien yang

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2


sedang dalam keadaan kolik, dan hasil ureum dan kreatinin yang
tidak dalam batas normal

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2


Gambar 3. Conventional plain film of the abdomen
called a KUB (Kidneys, Ureters, Bladder) obtained
following adminstration of IV contrast for IV
urography shows normal collecting system. Calyces
(arrows), renal pelvis (P), ureters (*) and bladder(B).

 Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan penunjang radiologis yang umumnya dilakukan pada pasien


gagal ginjal adalah pemeriksaan dengan ultrasonografi. USG saat ini digunakan
sebagai pemeriksaan pertama secara rutin pada keadaan gagal ginjal yang
digunakan untuk memperoleh informasi tentang parenkim, sistem collecting dan
pembuluh darah ginjal.6 Gagal ginjal kronik pada umumnya diikuti dengan
kenaikan kadar kreatinin dan menimbulkan gambaran ultrasonografi gagal ginjal
kronik.1

Pemeriksaan ultrasonografi pada gagal ginjal untuk mengetahui adanya


pembesaran ginjal, kristal, batu ginjal, mengkaji aliran urin dalam ginjal. 3 USG
abdomen pada pasien gagal ginjal kronik biasanya ditandai dengan korteks yang
lebih hiperechoic hingga hampir sama dengan sinus renalis.Selain itu dapat
ditemukan pula ukuran ginjal yang mengecil dan batas korteks medula yang tidak
jelas. Pada pemeriksaan USG gambaran hiperechoic pada parenkim ginjal kanan
dapat menimbulkan kecurigaan adanya radang pada ginjal kanan. Normalnya,

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2


parenkim ginjal pada bagian korteks memiliki sonodensitas yang lebih rendah
dari pada hepar, sehingga bersifat hipoechoic.

Sonodensitas yang lebih tinggi dapat ditemukan pada parenkim sinus


renalis karena komposisi lemak yang dimilikinya. Gambaran sonodensitas
parenkim yang meningkat mungkin disebabkan proses inflamasi akibat riwayat
konsumsi jamu dan obat-obatan yang sangat mungkin bersifat nefrotoksik.

Besar kedua ginjal yang masih normal pada USG menandakan proses
penyakit ginjal kronik yang masih awal dimana berkurangnya massa ginjal belum
jelas terlihat. Gambaran PCS yang tidak melebar dan tidak ditemukannya batu
pada struktur ginjal kanan dan kiri dapat menyingkirkan kemungkinan proses
obstruktif sebagai etiologi.

Gambar 4. This elderly male patient presented with symptoms of medical renal disease.
Sonography of the kidneys revealed:

1) bilateral echogenic (hyperechoic renal cortex) kidneys

2) both kidneys appear small in size (atrophic)

3) reduced thickness (thinning) of renal cortex (10mm.)

4) reduction in cortico-medullary differentiation

These ultrasound images are diagnostic of chronic medical renal disease (or chronic renal
failure). All ultrasound images above (taken using Toshiba Nemio-XG Color Doppler
imaging Rsystem,
a d i o by
l o gJoe
i c Antony,
a l I m aMD,
g i nIndia.
g in Chronic Kidney Disease Page 2
 Nefrotomogram

Nefrotomogram adalah serangkaian gambar sinar-x dari ginjal. Sinar-x diambil


dari sudutyang berbeda dan menunjukkan ginjal dengan jelas, tanpa bayangan dari
organ-organ di sekitarnya.

Gambar 5. UPJO in a 24-year-old patient.

(a) Distal obstructive ureter was not displayed by IVU image.

(b) Oblique reconstructed imaging of CTU images showed


left side hydronephrosis and distal obstructive ureter.

(c) Detection of the ventral crossing artery at the


ureteropelvic junction by axial CTU image.

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2


 Nefrogram

Pemeriksaan Renograf dapat melihat adanya gejala kelainan ginjal. Hasil yang
diperoleh dari renograf adalah grafik renogram. Teknik Renografi untuk memeriksa
fungsi ginjal telah dikenal sejak tahun 1950-an. Alat renograf menggunakan
radioisotop sebagai perunut (tracer) yang dimasukkan ke dalam tubuh pasien.
Indikasi pemeriksaan renografi dapat dilakukan atas permintaan dokter untuk pasien
dengan berbagai latar belakang klinis gangguan fungsi ginjal. Renografi dalam sistem
pelayanan kesehatan dapat berperan sebagai sarana screening diagnostic maupun
sebagai sarana pemantauan hasil pengobatan atau tindakan medis.

Waktu yang diperlukan untuk persiapan dan pemeriksaan pasien relatif


singkat. Dosis isotop yang lebih aman (seperempat dari yang diperlukan pada
penggunaan kamera gamma), kelengkapan perangkat lunak (software) yang mudah
digunakan (user friendly) dan kesederhanaan alat yang tidak memerlukan personil
terdidik khusus (high skill personnel) untuk pengoperasian dan perawatan alat, serta
biaya investasi yang kurang dari sepersepuluh kamera gamma, sehingga biaya
operasional per pasien sangat ekonomis. Renograf Dual Probes sesuai untuk rumah
sakit kecil yang belum memiliki kamera gamma, ataupun rumah sakit sibuk yang
berusaha mengurangi beban penggunaan kamera gamma yang telah ada untuk
pemeriksaan ginjal.

Radioisotop yang dikandung oleh ginjal akan menjadi sumber radiasi bagi alat
renograf. Selanjutnya radiasi yang dipancarkan akan dideteksi oleh suatu detector
yang terdaoat pada alat renograf. Dalam kedokteran nuklir, pengamatan terhadap
perunut yang dilakukan dari luar tubuh penderita disebut pengamatan “in-vivo” yang
artinya memasukkan radioisotop γ ke dalam tubuh manusia.

Pada prinsipnya alat renograf bekerja sebagai alat pencacah aktivitas perunut
radioisotop yang terkandung oleh ginjal. Suatu perunut radioisotope I-131
disuntikkan pada tubuh pasien secara intravena. Parunut akan dibawa oleh darah ke
organ-organ tubuh dan disebarkan ke seluruh pembuluh darah yang ada di organ-
organ tersebut, yang berakhir di ginjal. Pada ginjal perunut dikumpulkan pada pelvis
renalis, kemudian bersama-sama zat lain yang tidak berguna dibuang melalui urine.

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2


Peristiwa mengalirnya perunut radioaktif dalam pembuluh-pembuluh ginjal dideteksi
oleh detector yang diletakkan tepat pada posisi organ ginjal. Dari pemantauan
detector dihasilkan laju cacahan atau jumlah pulse per detik

Tabel 4. Dosis Dewasa untuk Renogram

Persiapan pemeriksaan renografi yaitu yakinkan peralatan telah disiapkan


sesuai radiofarmaka yang akan digunakan (setting LLD-ULD) dan telah dilakukan uji
kesetabilan (chi-square test). Berikan kepada pasien air minum (hydrate) sebanyak
250 s/d 500 ml sebelum prosedur pemeriksaan. Pasien diminta buang air kecil
sebelum pengaturan posisi pemeriksaan. Isikan data pasien pada form file baru (pada
komputer).

Atur posisi pasien (duduk atau tiduran), arahkan masing-masing probe ke


ginjal kiri dan kanan, pasien diminta untuk tidak menggerakkan punggung selama
pemeriksaan. Ketepatan posisi dan pengaturan arah probe sangat menentukan
keberhasilan pengukuran. Kunci posisi kursi/tempat tidur pasien dan detektor probes
agar tidak berubah selama pengukuran. Injeksikan radiofarmaka secara intravena
pada lengan kanan atau lengan kiri pasien (gunakan bolus teknik), serentak dengan
injeksi mulailah pengukuran. Pengukuran berlangsung selama 18 s/d 20 menit dan
dapat diperpanjang sampai 40 menit apabila diperlukan.

Pada dasarnya metoda renografi adalah memonitor kedatangan, sekresi,


ekskresi (arrival, uptake, transit and elimination) dari radiofarmaka pada ginjal sesaat
setelah injeksi intravena. Pemonitoran dari luar tubuh ini dimungkinkan karena
radiofarmaka yang digunakan mengandung isotop yang memancarkan radiasi
gamma. Hasil pengukuran adalah berupa kurva renogram.

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2


Fisiologis renogram (normal) terdiri atas 3 segmen (fase) :

o Fase I : Memberikan informasi tentang kapasitas respon renovaskuler. Kurva


memiliki up-slope yang tajam dan berlangsung cepat (sekitar 30 detik).

o Fase II : Memberikan informasi tentang kapasitas uptake, konsentrasi dan


sekresi jaringan parenchym ginjal (nephron). Kurva memiliki up-slope yang
lebih landai dan berlangsung kurang dari 5 menit.

o Fase III : Memberikan informasi tentang kapasitas ekskresi atau eliminasi


kedua ginjal. Kurva menurun (downslope) dimulai dari puncak fase II sampai
akhir pemeriksaan.

Ketiga fase merupakan refleksi keadaan urodinamik kedua ginjal. Gangguan


pada masing-masing fase memiliki makna klinis yang berbeda. Walaupun secara
komprehensip dapat saling mempengaruhi. 8

Gambar 4. Pola renogram untuk kondisi ginjal tertentu

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2


II.9 Pencegahan

Berdasarkan National Kidney Foundation pada tahun 2009 upaya pencegahan


terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan pada stadium dini
penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat
dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi
(makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal),
pengendalian gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan
aktivitas fisik dan pengendalian berat badan. 3

II.10 Penatalaksanaan

II.10.a Terapi konservatif

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal


secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin
azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit.3

 Peranan diet

Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah


atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat
merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.

 Kebutuhan jumlah kalori

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat


dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif
nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.

 Kebutuhan cairan

Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya
jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.

 Kebutuhan elektrolit dan mineral

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2


Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung
dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).

II.10.b Terapi simtomatik

 Asidosis metabolik

Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium


(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik
dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat)
harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat
≤ 20 mEq/L.

 Anemia

Transfusi darah misalnya Packed Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi
darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian
mendadak.

 Keluhan gastrointestinal

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering


dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan
utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain
adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang
harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan
simtomatik.

 Kelainan kulit

Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.

 Kelainan neuromuskular

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2


Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis
reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal
paratiroidektomi.

 Hipertensi

Pemberian obat-obatan anti hipertensi.

 Kelainan sistem kardiovaskular

Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang


diderita.

II.10.c Terapi pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.3

 Hemodialisis

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah


gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh
terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan
memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu
indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam
indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik,
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan
diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic
Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif,
yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah,
dan astenia berat.

Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan


sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.
Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2


adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney).
Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang
tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya
yang mahal.

 Dialisis peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory


Peritoneal Dialysis(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di
Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua
(umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita
penyakit sistem kardiovaskular, pasienpasien yang cenderung akan
mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal
ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien
nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-
medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk
melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.

 Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal


(anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

 Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil


alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis
hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah

 Kualitas hidup normal kembali

 Masa hidup (survival rate) lebih lama

 Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama


berhubungan dengan obat imunosupresif untuk
mencegah reaksi penolakan

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2


II.11 Prognosis

Prognosis gagal ginjal kronis kurang baik, akibat terjadi komplikasi penyakit.
Faktor prognosis yang mempengaruhi meliputi komplikasi penyakit anemia, asidosis
metabolik, hiperkalemia, tekanan darah yang cenderung tidak normal, edema,
edema paru, fluktuasi berat badan, dan penyakit dasar batu ginjal, glomerulonefretis,
hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit dasar yang lainnya. Faktor umur, jenis
kelamin dan frekuensi hemodialisis juga perlu dipertimbangkan.

Penelitian dilakukan di laboratorium instalansi hemodialisis rumah sakit dr


Soetomo Surabaya, waktu studi 3 tahun dan Januari 1998 sampai dengan Desember
2000. Berdasar hasil pengamatan terhadap lembar observasi pasien gagal ginjal
kronis ditemukan 258 orang pasien yang digunakan sebagai anggota populasi ada 4
faktor prognosis gagal ginjal kronis yaitu penyakit dasar yang lain ( PDL), edema paru
(EP), frekuensi hemodialisis (FHD) dan fluktuasi berat badan (FBB) berpengaruh nyata
terhadap waktu survival berarti belum terkoreksi dengan baik oleh terapi
hemodialisis, sedangkan faktor prognosis lainnya sudah terkoreksi dengan baik.9

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2


BAB.III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

 Chronic Kidney Disease (CKD) menurut National Kidney Foundation (NKF) di


Amerika Serikat didefinisikan sebagai kerusakan ginjal atau laju filtrasi glomerolus
(GFR) < 60 mL/menit/1,73 m2 selama 3 bulan atau lebih. Kadar ureum >40 mg/dl
dan kreatinin >1.5 mg/dl dapat menjadi suati tanda adanya gangguan fungsi
ginjal.

 Menurut Rahardjo (1996) dalam Lubis (2006), diperkirakan jumlah penderita


gagal ginjal kronik terus meningkat dan diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10
% setiap tahun. Saat ini belum ada penelitian epidemiologi tentang prevalensi
penyakit ginjal kronik di Indonesia.

 Etiologi CKD dari yang terbanyak yaitu glomerulonefritis (25%), diabetes melitus
(23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%).

 Gambaran klinis pasien CKD yaitu lemas, penurunan nafsu makan, edema.

 Pemeriksaan laboratorium yang mendukung diagnosis CKD yaitu kadar ureum


>40 mg/dl dan kreatinin serum >1.5 mg/dl.

 Pemeriksaan penunjang radiologi berupa foto polos abdomen, BNO-IVP,


pielografi retrograde, ultrasonografi (USG), nefrotomogram, dan pemeriksaan
renografi.

 USG saat ini digunakan sebagai pemeriksaan pertama secara rutin pada keadaan
gagal ginjal yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang parenkim,
sistem collecting dan pembuluh darah ginjal. Sedangkan renogram dapat melihat
adanya gejala kelainan ginjal. Hasil yang diperoleh dari renogram adalah grafik
renografi.

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2


 Penatlaksanaan CKD berupa terapi konservatif, terapi simptomatik, dan terapi
pengganti ginjal dimana terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal
kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat
berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.

 Prognosis gagal ginjal kronis kurang baik, akibat terjadi komplikasi penyakit.

III.2 Saran

 Perlunya tindakan preventif berupa meningkatkan kesadaran terutama bagi


individu dengan faktor resiko Chronic Kidney Disease berupa pemeriksaan
kesehatan secara teratur dan berkala baik berupa konsultasi dengan dokter,
pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan radiologis jika dicurigai adanya
gangguan fungsi ginjal.

 Perlunya tindakan preventif dan kuratif bagi individu dengan gangguan saluran
kemih yang segera agar terhindar dari kerusakan fungsi ginjal lebih lanjut.

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2


DAFTAR PUSTAKA

1. Purwahyudi, Ari. Chronic Kidney Disease. Chronic Kidney Disease 2010 Mar 28 (citied
2012 Jan 30). Available at http://aripurwahyudi.com/intensive-care/chronic-kidney-
disease.htm
2. Hukari, Dwi. Leaflet Chronic Kidney Disease. Leaflet Manajemen Nyeri 2010 Apr 04
(citied 2012 Jan 30). Available at http://rentalhikari.word-
press.com/2010/04/04/leaflat-chronic-kidney-disease.htm
3. Nurdin HM. Chronic Kidney Disease. Be Smart and Educated 2010 Aug 16 (citied 2012
Jan 30). Available at http://coolhendra.blogspot.com/2010/08/chronic-kidney-
disease.html
4. Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill Companies; 2001
5. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2001.
6. Rasad, Sjahriar. (2005). Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta : Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
7. Antony, Joe. Chronic Renal Failure. Ultrasound Images of Diseases of the
Kidneys 2007 (citied 2012 Jan 30). Available at http://www.ultrasound-images.com
8. Wahid. Renograf Dual Probes Sebagai Pendeteksi Fungsi Ginjal. Instrumentasi Medis
Fisika UI 2011 Mei 21 (citied 2012 Feb 10). Available at http://medical-
instruments11.blogspot.com/2011/05/renograf-dual-probes.html
9. Suharto. Penerapan Model PH Cox pada Studi Pasien Gagal Ginjal Kronik 2004 Feb 19
(citied 2012 Feb 08). Available at http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunair-gdl-
s2-2004-suharto-969-cox

Radiological Imaging in Chronic Kidney Disease Page 2

You might also like