You are on page 1of 66

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang paling sempuna. Manusia


adalah mahluk hidup yang berbeda dengan mahluk hidup yang lain. Manusia
bisa dikatakan merupakan mahluk hidup paling sempurna. Manusia memiliki
akal budi, hati nurani, dan kehendak bebas dan bertanggung jawab. Tuhan
menciptakan segala mahluk hidup dengan spesial dan unik. Tidak ada saupun
yang sama satu sama lain, walaupun ada beberapa kemiripan. Begitu juga
dengan pemikiran manusia yang berbeda dengan yang lain. Setiap manusia
memiliki pola pikir atau mindset yang berbeda dengan sesamanya.

Perkembangan dunia pun digerakkan oleh pola pikir manusia, dari


mulanya yang merupakan mahluk yang hanya bisa berburu, makan, dan
berpindah tempat lalu bertani hingga menjadi mahluk yang mengenal simbol
dan tulisan. Selain itu manusia mulai memikikirkan apa yang dinamakan
irigasi. Irigasi merupakan salah satu hal yang terpenting dalam sistem
pertanian, salah satunya yaitu dalam pengairan sawah untuk mengairi lahan
pertanian. Tujuan irigasi adalah mengalirkan air secara teratur sesuai
kebutuhan tanaman pada saat persedian air tanah tidak mencukupi untuk
mendukung pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman bisa tumbuh secara
normal (Sosrodarsono, 2003).

Berbagai perubahan kebijakan terus dilakukan pemerintah dalam


pengelolaan irigasi. Alasan utama yang muncul perubahan kebijakan tersebut
adalah keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh pemerintah. Namun jika
dikaji lebih dalam, perubahan tersebut juga tidak terlepas perubahan model
kebijakan irigasi pada tingkatan internasional. Salah satu dari kegagalan
tersebut adalah ekspansi besar-besaran daerah irigasi tidak diimbangi dengan
ketersediaan dana untuk melakukan operasional dan pemeliharaan jaringan

1
2

Irigasi. Pembangunan saluran irigasi sangat diperlukan untuk menunjang


penyediaan bahan pangan, sehingga ketersediaan air di daerah irigasi akan
terpenuhi walaupun daerah irigasi tersebut berada jauh dari sumber air
(Sudjarwadi, 1990).

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana cara menentukan kebutuhan air dengan pola tanam padi-padi-
jagung dengan Daerah Irigasi Koresy?
b. Bagaimana menentukan ketersediaan air di Daerah Irigasi Koresy?
c. Bagaimana grafik neraca air Daerah Irigasi Koresy?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Mengetahui kebutuhan air dengan pola tanam padi-padi-jagung Daerah
Irigasi Koresy.
b. Mengetahui ketersediaan air di Daerah Irigasi Koresy.
c. Mengetahui grafik neraca air Daerah Irigasi Koresy.

1.4 Batasan Masalah


a. Data curah hujan mengunakan Data Hujan Stasiun Kendeng Lembu dari
tahun 2008-2017, sedangkan Data Klimatologi menggunakan Data
Klimatologi Karangploso dari tahun 2004-2005.
b. Menghitung curah hujan efektif (Re) dengan metode aljabar rata-rata.
c. Menghitung evapotranspirasi (ETo) dengan menggunakan rumus Penman-
Monteith.
d. Efisiensi irigasi pada tingkatan primer dan sekunder diambil 90%
sedangkan untuk tingkatan tersier adalah 80% sesuai dengan standar
kriteria perencanaan irigasi.
e. Menghitung kebutuhan air irigasi terhadap pola tanam padi-padi-jagung
dengan total daerah irigasi 4309 ha.
f. Menghitung ketersediaan air menggunakan metode F.J. Mock

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Irigasi

Irigasi adalah suatu usaha mendatangkan air dengan membuat bangunan


dan saluran-saluran ke sawah-sawah atau ke ladang-ladang dengan cara teratur
3

dan membuang air yang tidak diperlukan lagi, setelah air itu dipergunakan
dengan sebaik-baiknya. Irigasi merupakan salah satu hal yang terpenting
dalam sistem pertanian, salah satunya yaitu dalam pengairan sawah untuk
mengairi lahan pertanian. Tujuan irigasi adalah mengalirkan air secara teratur
sesuai kebutuhan tanaman pada saat persedian air tanah tidak mencukupi
untuk mendukung pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman bisa tumbuh
secara normal (Sosrodarsono, 2003).

2.2 Maksud dan Tujuan Irigasi

Irigasi memiliki maksud dan tujuan yang dibutuhkan untuk keperluan


tertentu.
2.2.1 Maksud Irigasi
Menurut Sosrodarsono, maksud irigasi adalah suatu sistem pemberian
air ketanah-tanah pertanian guna mencukupi kebutuhan tanaman agar
tanaman tersebut tumbuh dengan baik.
2.2.2 Tujuan Irigasi
Tujuan irigasi adalah mengalirkan air secara teratur sesuai kebutuhan
tanaman pada saat persedian air tanah tidak mencukupi untuk mendukung
pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman bisa tumbuh secara normal.
a. Tujuan Langsung, yaitu irigasi mempunyai tujuan untuk
membasahi tanah berkaitan dengan kapasitas kandungan
air dan udara dalam tanah sehingga dapat dicapai suatu
kondisi yang sesuai dengan kebutuhan untuk pertumbuhan
tanaman yang ada di tanah tersebut.
b. Tujuan Tidak Langsung yaitu irigasi mempunyai tujuan
yang meliputi mengatur suhu dari tanah, mencuci tanah
yang mengandung racun, mengangkut bahan pupuk dengan
melalui aliran air yang ada, menaikkan muka air tanah,
meningkatkan elevasi suatu daerah dengan cara
mengalirkan air dan mengendapkan lumpur yang terbawa
air, dan lain sebagainya.
4

2.3 Jenis-Jenis Irigasi

Pemilihan sistem irigasi untuk suatu daerah tergantung dari keadaan


topografi, biaya, dan teknologi yang tersedia.
Berikut ini terdapat empat jenis sistem irigasi:
2.3.1 Irigasi Permukaan
Irigasi macam ini umumnya dianggap sebagai irigasi paling kuno di
Indonesia. Tekniknya adalah dengan mengambil air dari sumbernya,
biasanya sungai, menggunakan bangunan berupa bendungan atau
pengambilan bebas. Air kemudian disalurkan ke lahan pertanian
menggunakan pipa atau selang memanfaatkan daya gravitasi, sehingga
tanah yang lebih tinggi akan terlebih dahulu mendapat asupan air.
Penyaluran air yang demikian terjadi secara teratur dalam ‘jadwal’ dan
volume yang telah ditentukan.
2.3.2 Irigasi Bawah Permukaan
Seperti namanya, jenis irigasi ini menerapkan sistem pengairan bawah
pada lapisan tanah untuk meresapkan air ke dalam tanah di bawah daerah
akar menggunakan pipa bawah tanah atau saluran terbuka. Digerakkan
oleh gaya kapiler, lengas tanah berpindah menuju daerah akar sehingga
dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Dengan demikian, irigasi jenis ini
menyasar bagian akar dengan memberinya asupan nutrisi sehingga dapat
disalurkan ke bagian lain tumbuhan dan dapat memaksimalkan fungsi akar
menopang tumbuhan.

2.3.4 Irigasi Pompa Air


Irigasi ini menggunakan tenaga mesin untuk mengalirkan
berbagai jenis jenis air dari sumber air, biasanya sumur, ke lahan pertanian
menggunakan pipa atau saluran. Jika sumber air yang digunakan dalam
jenis ini bisa diandalkan, artinya tidak surut pada musim kemarau, maka
kebutuhan air pada musim kemarau bisa di-backup dengan jenis irigasi ini.
5

2.3.5 Irigasi Tetes


Jenis irigasi tetes menjalankan tugas distribusi air ke lahan pertanian
menggunakan selang atau pipa yang berlubang dan diatur dengan tekanan
tertentu. Dengan pengaturan yang demikian, air akan muncul dari pipa
berbentuk tetesan dan langsung pada bagian akar tanaman. Teknik yang
demikian dimaksudkan agar air langsung menuju ke akar sehingga tidak
perlu membasahi lahan dan mencegah terbuangnya air karena penguapan
yang berlebih.

2.4 Klasifikasi Jaringan Irigasi

Berdasarkan Standar Perencanaan Irigasi KP-01 cara pengaturan


pengukuran aliran air dan lengkapnya fasilitas jaringan irigasi dapat dibedakan
ke dalam tiga tingkatan yakni:
2.4.1 Jaringan irigasi sederhana
Di dalam irigasi sederhana, pembagian air tidak diukur atau diatur, air
lebih akan mengalir ke saluran pembuang. Para petani pemakai air itu
tergabung dalam satu kelompok jaringan irigasi yang sama, sehingga tidak
memerlukan keterlibatan pemerintah di dalam organisasi jaringan irigasi
semacam ini. Persediaan air biasanya berlimpah dengan kemiringan
berkisar antara sedang sampai curam. Oleh karena itu hampir-hampir tidak
diperlukan teknik yang sulit untuk sistem pembagian airnya.
2.4.2 Jaringan irigasi semi teknis
Dalam banyak hal, perbedaan satu-satunya antara jaringan irigasi
sederhana dan jaringan semi teknis adalah bahwa jaringan semi teknis ini
bendungnya terletak di sungai lengkap dengan bangunan pengambilan dan
bangunan pengukur di bagian hilirnya. Mungkin juga dibangun beberapa
bangunan permanen di jaringan saluran. Sistem pembagian air biasanya
serupa dengan jaringan sederhana. Adalah mungkin bahwa pengambilan
dipakai untuk melayani/mengairi daerah yang lebih luas dari daerah
layanan pada jaringan sederhana. Oleh karena itu biayanya ditanggung
oleh lebih banyak daerah layanan. Organisasinya akan lebih rumit jika
6

bangunan tetapnya berupa bangunan pengambilan dari sungai, karena


diperlukan lebih banyak keterlibatan dari pemerintah.
2.4.3 Jaringan irigasi teknis
Salah satu prinsip dalam perencanaan jaringan teknis adalah
pemisahan antara jaringan irigasi dan jaringan pembuang/pematus. Hal ini
berarti bahwa baik saluran irigasi maupun pembuang tetap bekerja sesuai
dengan fungsinya masingmasing, dari pangkal hingga ujung. Saluran
irigasi mengalirkan air irigasi ke sawahsawah dan saluran pembuang
mengalirkan air lebih dari sawah-sawah ke saluran pembuang alamiah
yang kemudian akan diteruskan ke laut.
2.5 Parameter Hidrologi

2.5.1 Curah Hujan

Analisis curah hujan dilakukan dengan maksud untuk menentukan


curah hujan efektif untuk menghitung kebutuhan irigasi. Curah hujan
efektif atau andalan adalah bagian dari keseluruhan curah hujan yang
secara efektif tersedia untuk kebutuhan air tanaman. Curah hujan berlebih
(excess rainfall) dipakai untuk menghitung kebutuhan pembuangan atau
drainase dan debit (banjir). Untuk analisis curah hujan efektif, curah hujan
di musim kemarau dan penghujan akan sangat penting artinya. Untuk
curah hujan lebih, curah hujan di musim penghujan yaitu bulan-bulan
turun hujan. Untuk kedua tujuan tersebut data curah hujan harian akan
dianalisis untuk mendapatkan tingkat ketelitian yang dapat diterima. Data
curah hujan harian yang meliputi periode sedikitnya 10 tahun akan
diperlukan.
2.5.2 Evapotranspirasi

Analisis mengenai evapotraspirasi diperlukan untuk menentukan besarnya


laju evapotranspirasi tanaman yang akan dipakai untuk menghitung
kebutuhan air irigasi, dan kalau perlu untuk studi neraca air di daerah
aliran sungai. Studi ini mungkin dilakukan bila tidak tersedia data aliran
dalam jumlah yang cukup.
7

Data-data iklim yang diperlukan untuk perhitungan ini adalah yang


berkenaan dengan:
a. Suhu, yaitu suhu harian maksimum, minimum dan rata-rata.
b. Kelembaban relatif.
c. Sinar matahari yaitu lamanya matahari bersinar dalam
sehari.Kondisi angin, meliputi kecepatan dan arah angin.
d. Laju evaporasi yaitu evaporasi harian.
Data-data tersebut di atas adalah standar bagi stasiun-stasiun
agrometerologi. Jangka waktu pencatatan untuk keperluan analisis yang
cukup tepat dan andal adalah sekitar sepuluh tahun.

2.6 Kebutuhan Air Irigasi


Umur Dua Minggu Ke
No. Tanaman
Kebutuhan air irigasi(hari)
adalah
1 jumlah
2 3 volume
4 5 6air 7yang
8 diperlukan
9 10 11 12untuk
13
1 Padi (NEDECO/PROSIDA)
memenuhi kebutuhan
- Varietas Unggul evapotranspirasi,
90 1.20 1.27 1.33 kehilangan
1.30 1.30 0.00 air, dan kebutuhan air
- Varietas Biasa 120 1.20 1.20 1.32 1.40 1.35 1.24 1.12 0.00
untuk tanaman
Padi (FAO)dengan memperhatikan jumlah air yang diberikan oleh alam
- Varietas Unggul 1.10 1.10 1.05 1.05 0.95 0.00
90
melalui hujan danBiasa
- Varietas kontribusi
120air1.10
tanah.
1.10 1.10
1.10 1.10 1.05 0.95 0.00
2 Kedelai 85 0.50 0.75 1.00 1.00 0.82 0.45
Kebutuhan
3 J agung air ditentukan
80 0.50oleh faktor
0.59 0.96 penyiapan
1.05 1.02 0.95 lahan, penggunaan
4 Kacang tanah 130 0.50 0.51 0.66 0.85 0.95 0.95 0.95 0.55
5 Bawang
konsumtif, 70 0.50 0.51 pergantian
perkolasi dan rembesan, 0.69 0.90 0.95 lapisan air, dan curah hujan
6 Buncis 75 0.50 0.64 0.89 0.95 0.88
7 Kapas 195 0.50 0.50 0.58 0.75 0.91 1.04 1.05 1.05 1.05 0.87 0.65 0.65 0.65
efektif. Kebutuhan air dinyatakan dalam mm/hari atau lt/dt/ha.

2.6.1 Kebutuhan air konsumtif

Penggunaan konsumtif adalah jumlah air yang dipakai oleh tanaman untuk
proses fotosintesis dari tanaman tersebut. Penggunaan konsumtif dihitung
dengan rumus berikut:

ETc = Kc  ETo.................................................................(2.1)
Dengan:
ETc = Evapotrasnpirasi tanaman (mm/hari)
ETo = Evapotrannspirasi tanaman acuan (mm/hari)
Kc = Koefisien tanaman
Tabel 2.1 Harga–harga Koefisien Tanaman
8

Sumber : (Irigasi I, Mock Abcox, 2004)

2.6.2 Estimasi koefisien tanaman bulanan

Dalam menganalisa kebutuhan air normal kita tidak akan lepas dari
kemampuan tanaman berevapotranspirasi, maka dari itu dibuat suatu
estimasi koefisien tanaman bulanan dimana pertumbuhan tanaman
didasarkan kepada jenis tanaman padi serta umurnya saat itu bertitik tolak
dari kebutuhan tersebut, maka kebutuhan paling tinggi pada saat tanaman
tersebut telah mencapai umur pertengahan dari keseluruhan umur
produksi. Di lain pihak kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman ini
sangat dipengaruhi oleh evapotranspirasi pada tanamantersebut, akhirnya
dengan menggabungkan kedua kejadian diatas maka dibuatlahangka
koefisien tanaman bulanan yang bervariasi terhadap kondisi iklim.
Dibawah ini merupakan tabel koefisien tanaman bulanan.
Tabel 2.2 Koefisien Tanaman Bulanan

Sumber : (Irigasi I, Mock Abcox, 2004)

2.6.3 Kebutuhan air untuk penyiapan lahan


9

Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan


air irigasi pada suatu proyek irigasi, Faktor – faktor penting yang
menentukan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan adalah:
a. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
pekerjaan penyiapan lahan,
b. Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan.
Faktor–faktor yang menentukan lamanya jangka waktu penyiapan lahan
adalah:
a. Tersedianya tenaga kerja dan ternak penghela atau traktor
untuk menggarap tanah,
b. Perlu memperpendek jangka waktu tersebut agar tersedia
cukup waktu untuk menanam padi sawah atau padi ladang
kedua.
Faktor–faktor tersebut saling berkaitan, kondisi sosial, budaya yang ada di
daerah penanaman padi akan mempengaruhi lamanya waktu yang
diperlukan untuk penyiapan lahan. Untuk daerah irigasi baru, jangka
waktu penyiapan lahan akan ditetapkan berdasarkan kebiasaan yang
berlaku di daerah–daerah didekatnya. Sebagai pedoman diambil jangka
waktu 1,5 bulan untuk menyelesaikan penyiapan lahan di seluruh petak
tersier. Apabila penyiapan lahan diperkirakan akan dipakai peralatan mesin
secara luas, maka jangka waktu penyiapan lahan akan diambl 1 bulan.
Untuk perhitungan kebutuhan irigasi selama penyiapan lahan, digunakan
metode yang dikembangkan oleh Van dde Goor dan Zijlstra (1968).
Metode tersebut didasarkan pada laju air konstan dalam lt/dt selama
periode penyiapan lahan dan menghasilkan rumus sebagai berikut:

IR = .......................................................................(2.2)

Dengan:
IR = Kebutuhan air irigasi di tingak persawahan (mm/hari)
M = Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi
dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan, M = Eo + P (mm/hari)
10

Eo = Evaporasi air terbuka yang diambil 1.1 ETo selama penyiapan


lahan (mm/hari)
k = MT/S
T = Jangka waktu penyiapan lahan (30 hari)
S = Kebutuhan air, untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50
mm, yakni 200 + 50 = 250 mm.
2.6.4 Perkolasi

Laju perkolasi sangat tergantung kepada sifat–sifat tanah. Pada tanah


lempung berat dengan karakteristik pengolahan yang baik, laju perkolasi
dapat mencapai 1 – 3 mm/hari. Pada tanah – tanah yang lebih ringan, laju
perkolasi bisa lebih tinggi. Dari hasil – hasil penyelidikan tanah pertanian
dan penyelidikan kelulusan, besarnya laju perkolasi serta tingkat
kecocokan tanah untuk pengolahan tanah dapat ditetapkan dan dianjurkan
pemakaiannya. Guna menentukan laju perkolasi, tinggi muka air tanah
juga harus diperhitungkan. Perembesan terjadi akibat meresapnya air
melalui tanggul sawah.

2.6.5 Kebutuhan air untuk mengganti lapisan air (WLR)

Penggantian lapisan air dilakukan setelah pemupukan. Penggantian


Lapisan air dilakukan menurut kebutuhan. Jjika tidak ada penjadwalan
semacam itu, lakukan penggantian sebanyak 2 kali, masing–masing 50
mm (atau 3.3 mm/hari selama ½ bulan) selama sebulan dan dua bulan
setelah transplantasi.

2.6.6 Kebutuhan air bersih di sawah (NFR)

Kebutuhan total air disawah (GFR) mencakup beberapa faktor. Kebutuhan


bersih (netto) air disawah (NFR) juga memperhitungkan curah hujan
efektif. Besarnya kebutuhan air disawah bervariasi menurut tahap
pertumbuhan tanaman dan bergantung kepada cara pengolahan lahan.
11

Besarnya kebutuhan air disawah dinyatakan dalam mm/hari (Direktorat


Jenderal Pengairan, 1986).
NFR = Etc + P – Re + WLR ................................................... (2.3)
Keterangan :
NFR = Kebutuhan bersih air untuk padi (mm/ hari)
WLR = Penggantian Lapisan Air (mm/hari)
Re = Curah Hujan efektif (mm/hari)
Etc = Evapotransipirasi Tanaman (mm/hari)
P = Perkolasi (mm/hari)

2.6.7 Efisiensi irigasi

Kebutuhan bersih air di sawah (NFR) harus dibagi efisiensi irigasi untuk
memperoleh jumlah air yang dibutuhkan di intake. Dalam melaksanakan
pekerjaan ini kehilangan air diambil sebagai berikut :
a. Saluran tersier = 20%, sehingga efisiensi  80%
b. Saluran sekunder = 10%, sehingga efisiensi  90%
c. Saluran primer = 10%, sehingga efisiensi  90%

2.7 Ketersediaan Air (Metode Mock)

F.J. Mock pada tahun 1973 mengusulkan suatu model simulasi


keseimbangan air bulanan untuk daerah pengaliran di Indonesia. Mock
(1973) menjelaskan metode untuk menduga debit aliran sungai dengan
beberapa tahapan.

2.7.1 Evapotranspirasi Terbatas (Limited Evapotranspiration)

…………………………………………………………(2.4)

………...…………………….……………...………………..(2.5)
Keterangan
ETa = Evapotranspirasi terbatas/ actual (mm)
ETp = Evapotranspirasi potensial (mm)
E = Perbedaan ET potensial dgn ET terbatas (mm)
m = Bobot lahan yg tidak tertutup vegetasi (0–50%)
n = Jumlah hari tidak hujan tiap periode
12

Catatan:
m = 0 utk hutan lebat
m = 0 utk hutan sekunder pd akhir musim hujan, dan bertambah 10%
tiap bulan kering berikutnya
m = 10-40% utk lahan tererosi
m = 30-50% utk lahan pertanian
2.7.2 Keseimbangan Air (Water Balance)

……………………………………….………..…. (2.6)

……………………………………………….(2.7)

…………………………………………….... (2.8)

………………………………...………………... (2.9)

Keterangan :
DS = Hujan netto (mm)
P = Hujan selama periode waktu (mm)
SS = Perubahan kandungan air tanah (mm)
SM = Kelembaban tanah (mm)
SMC = Kapasitas kelembaban tanah (mm)
WS = Kelebihan air (mm)
Catatan:
Jika SMt-1 = SMC dan SMt-1 + DS > SMC, maka SS =0
Jika SMt-1< SMC dan SMt-1 + DS > SMC, maka SS = SMC-SMt-1
Jika tidak, maka SS = DS
2.7.3 Neraca Air di Bawah Permukaan
………………………………………………………..(2.10)

……………………………………………………..(2.11)

…………………………………………………………………….(2.12)

Keterangan :
I = Laju infiltrasi (mm)
13

I = Koefisien infiltrasi (0-1)


V = Kandungan air tanah (mm)
K = Koefisien resesi aliran air tanah (0-1)
dVt = Perubahan kandungan air tanah (mm)
2.7.4 Aliran Permukaan
……………...……………………..…………..(2.13)

………………………………………………(2.14)

……………………………………………………………….…………(2.15)

Keterangan :
BF = Aliran dasar/ aliran air tanah (mm)
DRo = Aliran langsung (mm)
Ro = Aliran permukaan

BAB 3

LANGKAH KERJA

3.1 Menghitung Kebutuhan Air Irigasi


3.1.1 Menghitung Curah Hujan Efektif (Re)
Curah hujan efektif adalah bagian dari curah hujan total yang
digunakan oleh akar-akar tanaman selama masa pertumbuhan.
Menghitung curah hujan efektif menggunakan data curah hujan
setengah bulanan.
a. Mengurutkan data curah hujan setengah bulanan (mm) dari kecil ke
besar pada tahun-tahun yang dibutuhkan. Dalam laporan ini
digunakan data hujan pada Stasiun Kendeng Lembu dari tahun
2008 hingga tahun 2017,
b. Membuat probabilitas pada setiap data hujan setengah bulan
dengan rumus sebagai berikut:

Probabilitas = × 100 %
c. Membuat grafik dari data curah hujan setengah bulanan dengan
angka probabilitas pada ms. excel, Dengan bantuan trendline
polynomial, akan didapatkan garis yang menghubungkan titik-titik
pada grafik dan koefisien determinasi (R2) yang baik nilainya
14

apabila sama dengan 0,9 hingga 1. Garis yang didapatkan melalui


trendline harus bagus dengan tidak menurun ke bawah, garis harus
naik secara konstan dengan cara mengganti orde polynomial.
d. Memasukkan x = 20 ke dalam persamaan di atas untuk mengetahui
besarnya R80,
e. Rumus dari curah hujan efektif (Re)
f. Curah hujan efektif dihitung setiap bulan Januari hingga Desember
dengan mengulang cara (a) hingga (g).

3.1.2 Menghitung Evapotranspirasi Acuan (ETo)


Acuan perhitungan ETo menggunakan metode Penman-Monteith
yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional. Penjabaran rumus
sudah dibahas pada tinjauan pustaka. Adapun langkah-langkah
perhitungan ETo adalah sebagai berikut:
a. Mengumpulkan data cuaca yang tersedia di lokasi stasiun beserta
data elevasi dan letak lintang stasiun,
b. Menghitung besarnya nilai tekanan uap jenuh berdasarkan data
suhu udara dengan persamaan (2.20),
c. Menghitung besarnya tekanan uap actual berdasarkan data
kelembaban udara dengan persamaan (2.21),
d. Mengurangkan nilai tekanan uap jenuh dengan nilai tekanan uap
actual atau hasil langkah (b) dengan langkah (c),
e. Menentukan nilai perkalian antara konstanta 4098 dengan tekanan
uap jenuh atau hasil langkah (b),
f. Menghitung perkalian antara konstanta 0,00163 dan data tekanan
udara di lokasi stasiun,
g. Menghitung besarnya nilai panas laten berdasarkan data suhu udara
dan menggunakan persamaan (2.25),
h. Menghitung nilai konstanta psikrometrik dengan membagikan hasil
nilai langkah (f) dengan langkah (g) atau menggunakan persamaan
(2.23),
i. Menghitung nilai dari (T + 237,3)2,
j. Menghitung nilai kemiringan kurva terhadap uap () dengan
membagikan hasil langkah (e) dengan langkah (i) atau
menggunakan persamaan (2.22),
15

k. Menentukan hasil pembagian antara konstanta 900 dengan suhu


kelvin,
l. Menentukan hasil perkalian data kecepatan angina, hasil langkah
(h), langkah (d), dan langkah (k),
m. Menghitung besarnya nilai sudut deklinasi () berdasakan
persamaan (8),
n. Menghitung besarnya jarak relative matahari dengan bumi (dr)
menggunakan persamaan (2.13),
o. Menentukan nilai sudut saat matahari terbenam (s) dengan
menggunakan persamaan (2.12) berdasarkan data letak lintang
stasiun,
p. Menentukan nilai radiasi matahari ekstraterestrial (Ra) berdasarkan
persamaan (2.11),
q. Menghitung nilai radiasi matahari (Rs) berdasarkann data langkah
(p) dengan data lama penyinaran matahari,
r. Menghitung faktor penutupan awan berdasarkan data lama
penyinaran matahari menggunakan persamaan (2.17),
s. Menghitung besarnya radiasi gelombang pendek (Rns) berdasarkan
hasil langkah (q) dan nilai albedo dengan menggunakan persamaan
(2.9),
t. Menghitung nilai emisivitas atmosfer berdasarkan persamaan
(2.18),
u. Menentukan nilai hasil perkalian antara konstanta Stefan –
Boltzman dan pangkat empat suhu Kelvin,
v. Menentukan nilai radiasi gelombang panjang (Rnl) berdasarkan
hasil perkalian langkah (r), langkah (t), dan langkah (u) atau
menggunakan persamaan (2.16),
w. Menghitung besarnya nilai radiasi netto dengan mengurangkan
hasil langkah (s) dengan langkah (v),
x. Menentukan perkalian antara konstanta 0,408, hasil langkah (j),
dan langkah (w),
y. Menjumlahkan hasil langkah (l) dan langkah (x),
z. Menghitung nilai dari ( +  (1 + 0,34 U2)) berdasarkan data
kecepatan angin, hasil langkah (j), dan langkah (h),
aa. Menghitung besarnya nilai ETo dengan membagi hasil langkah (y)
dengan hasil langkah (z).
16

3.1.3 Menghitung Kebutuhan Air Irigasi pada Padi


a. Kebutuhan Air Selama Pengolahan Lahan
1. Menghitung M (kebutuhan air pengganti kehilangan air)
dengan menggunakan persamaan (1,1  ETo) + P. P yang
digunakan adalah sebesar 2,
2. Menghitung nilai k dengan menggunakan persamaan (2.4a),
Dengan S sebesar 250 mm dan T adalah 30 hari,
3. Menghitung IR (kebutuhan air pengolahan lahan) dengan
mengunakan persamaan (2.4),
4. Kebutuhan air irigasi dapat dihitung dengan mengurangkan
kebutuhan air pengolahan lahan (IR) dengan curah hujan
efektif (Re).
b. Kebutuhan Air Selama Masa Tanam
1. Menghitung ETc (penggunaan konsumtif) dengan mengalikan
Kc dengan ETo,
2. WLR (penggantian lapisan air) dilakukan pada 2 minggu
kedua dalam 1 bulan penanaman sebesar 3,3 mm/hari. Pada 2
minggu pertama dalam 1 bulan tidak dilakukan penggantian
lapisan air, sehingga 0.
3. Kebutuhan air bersih di sawah (NFR) dapat dihitung dengan
persamaan (2.5)

3.1.4 Menghitung Kebutuhan Air Irigasi pada Palawija


1. Menghitung ETc (penggunaan konsumtif) dengan mangalikan Kc
dengan ETo,
2. Kebutuhan air bersih di sawah (NFR) dapat dihitung dengan
persamaan (2.6)

3.1.5 Menghitung Kebutuhan Air pada Saluran Irigasi


1. Menghitung pembobotan masa tanam golongan 1 dengan
membagikan luas golongan1 dengan total luas daerah lalu dikalikan
100%.
2. Menghitung pembobotan masa tanam golongan 2 dengan
membagikan luas golongan1 dengan total luas daerah lalu dikalikan
100%.
17

3. Menghitung k (mm/hari) dengan cara: (kebutuhan air Gol. I 


bobot Gol. I) + (kebutuhan air Gol II  bobot Gol. II)
4. Mengubah satuan k yang semula mm/hari menjadi liter/detik/ha
dengan cara mengalikan k (mm/hari) dengan 0,1157,
5. Menghitung k saluran tersier dengan cara langkah nomor 4 dibagi
dengan efisiensi di salurah tersier,
6. Menghitung k saluran sekunder dengan cara membagi k saluran
tersier dengan efisiensi di saluran sekunder,
7. Menghitung k saluran primer dengan cara membagi k saluran
sekunder dengan efisiensi di saluran primer,
8. Membuat grafik hubungan antara kebutuhan air pada saluran
primer dengan periode.

3.2 Menghitung Ketersediaan Air


3.2.1 Menghitung Evapotranspirasi Terbatas
1. Nilai P didapatkan dari mengambil dua nilai terkecil pada curah
hujan setengah bulanan,
2. Nilai n didapatkan dari jumlah hari hujan pada bulan dan tahun
yang sesuai dengan nilai P.
3. Menghitung ETp dengan cara mengalikan 1,1 dengan ETo,
4. Nilai m didapatkan dari bobot lahan yang tidak tertutup vegetasi,
nilainya berkisar antara 20% hingga 50%,
5. Menghitung E (Perbedaan ET potensial dengan ET terbatas)
dengan menggunakan persamaan (2.26),
6. Kemudian dalam menghitung ETa (evapotranspirasi terbatas)
menggunakan persamaan (2.27).

3.2.2 Menghitung Keseimbangan Air


1. Menghitung S menggunakan persamaan (2.28),
2. Menghitung SMt–1 dengan cara mengambil nilai kelembaban tanah
pada periode sebelumnya,
3. SMC (kapasitas kelembaban tanah) didapatkan dengan mengetahui
jenis tanah,
4. Mendapatkan nilai SS dengan syarat:
a. Jika SMt-1 = SMC dan SMt-1 + ∆S > SMC maka SS = 0
b. Jika SMt-1 < SMC dan SMt-1 + ∆S > SMC maka SS = SMC –
SMt-1
c. Jika tidak maka SS = ∆S
5. Menghitung SMt menggunakan persamaan (2.29)
18

6. Mendapatkan kelebihan air (WS) menggunakan persamaan (2.30).

3.2.3 Menghitung Neraca Air di Bawah Permukaan


1. Mengetahui koefisien infiltrasi (i) dan koefisien resesi (k)
berdasarkan jenis tanah,
2. Menghitung infiltrasi (I) menggunakan persamaan (2.31)
3. Mendapatkan Vt-1 dengan mengambil nilai Vt kandungan air tanah)
pada periode sebelumnya,
4. Menghitung Vt menggunakan persamaan (2.32),
5. Menghitung dVt (perubahan kadungan air tanah) menggunakan
persamaan (2.33),

3.2.4 Menghitung Aliran Permukaan


1. Mendapatkan BF (aliran dasar/aliran air tanah) menggunakan
persamaan (2.34),
2. Mendapatkan nilai DRo (aliran langsung) menggunakan persamaan
(2.35),
3. Mendapatkan Run Off (aliran permukaan) menggunakan persamaan
(2.36).

3.3 Menggambarkan Grafik Neraca Air


1. Mengubah satuan dari kebutuhan air di saluran primer yang semula
liter/detik/ha menjadi m3/detik,
2. Membuat grafik neraca air perbandingan antara kebutuhan air di saluran
primer, ketersediaan air/run off, dan periode.
19

BAB 4

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Uraian Umum

Dalam tugas besar rekayasa irigasi, diberi beberapa ketentuan yang


berbeda antara satu mahasiswa dengan mahasiswa yang lain. Data yang
digunakan adalah data hujan di stasiun Kendeng Lembu selama 10 tahun dari
tahun 2008 sampai 2017. Data klimatologi yang digunakan diambil dari
stasiun Karangploso tahun 2004 dan 2005. Luas daerah irigasi untuk
golongan 1 adalah 1400 ha diambil dari (1000 + NIM x 10 ) untuk golongan
2 adalah 2909 ha diambil dari ( DDMM yaitu tanggal dan bulan lahir
mahasiswa ). Pola tanam yang digunakan adalah padi – jagung – kedelai dan
awal masa tanam dimulai dari dua minggu kedua bulan Oktober untuk
golongan 1 dan dua minggu pertama bulan November untuk golongan 2.
Ketentuan tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Ketentuan Data D.I. Koresy

4.2 Menghitung Curah Hujan Efektif


20

4.2.1 Pengumpulan Data Hujan Setiap Periode (Dua Periode Tiap Satu
Bulan)

Data yang digunakan adalah data hujan 15 harian di stasiun Sedadi


selama 10 tahun dari tahun 2008 sampai 2017, Data hujan yang dipakai
berasal dari data hujan harian dari tahun 2008 – 2017 di Stasiun Kendeng
Lembu yang kemudian diolah menjadi data hujan 15 harian.

Tabel 4.2. Data Hujan Setengah Bulanan Stasiun Kendeng Lembu


Tahun 2008-2017 Januari-Juni (mm/hari)

Data Hujan
Januari Pebruari Maret April Mei Juni
Tahun Jan- Jan- Peb- Peb- Mar- Mar- Apr- Apr- Mei- Mei- Jun- Jun-
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
2008 44.0 108.0 94.0 59.0 178.0 109.0 110.0 36.0 19.0 53.0 19.0 0.0
2009 140.0 245.0 37.0 59.0 107.0 184.0 92.0 88.0 152.0 102.0 106.0 1.0
2010 118.0 282.0 332.0 71.0 134.0 92.0 104.0 153.0 196.0 170.0 120.0 51.0
2011 106.0 120.0 156.0 37.0 64.0 193.0 170.0 113.0 185.0 80.0 17.0 88.0
2012 328.0 247.0 148.0 155.0 340.0 63.0 15.0 79.0 64.0 14.0 8.0 44.0
2013 409.0 127.0 201.0 121.0 76.0 142.0 76.0 142.0 27.0 311.0 83.0 338.0
2014 159.0 128.0 72.0 92.0 249.0 73.0 90.0 154.0 28.0 39.0 4.0 17.0
2015 133.0 139.0 152.0 349.0 80.0 140.0 102.0 81.0 51.0 22.0 0.0 0.0
2016 84.0 192.0 242.0 278.0 135.0 129.0 57.0 12.0 125.0 45.0 175.0 88.0
2017 142.0 267.0 108.0 151.0 76.0 275.0 77.0 138.0 72.0 153.0 101.0 186.0

Tabel 4.3. Data Hujan Setengah Bulanan Stasiun Kendeng Lembu


Tahun 2008-2017 Juli-Desember (mm/hari)

Juli Agustus September Oktober Nopember Desember


Tahun Ags- Ags- Sep- Sep- Okt- Okt- Nop- Nop- Des- Des-
Jul-1 Jul-2
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
2008 2.0 0.0 29.0 0.0 8.0 0.0 60.0 117.0 48.0 128.0 187.0 85.0
2009 7.0 50.0 12.0 0.0 47.0 18.0 16.0 24.0 31.0 38.0 27.0 152.0
2010 68.0 123.0 165.0 198.0 184.0 223.0 48.0 165.0 133.0 170.0 165.0 51.0
21

2011 3.0 29.0 0.0 0.0 6.0 0.0 6.0 0.0 31.0 56.0 92.0 264.0
2012 14.0 107.0 0.0 0.0 16.0 2.0 8.0 3.0 164.0 70.0 199.0 321.0
2013 218.0 54.0 17.0 0.0 8.0 0.0 0.0 5.0 105.0 346.0 296.0 213.0
2014 93.0 12.0 18.0 4.0 0.0 0.0 0.0 0.0 50.0 90.0 191.0 173.0
2015 0.0 0.0 23.0 0.0 0.0 0.0 6.0 0.0 75.0 15.0 153.0 171.0
2016 149.0 169.0 137.0 46.0 89.0 177.0 125.0 84.0 199.0 186.0 163.0 30.0
2017 112.0 96.0 25.0 47.0 0.0 28.0 195.0 83.0 97.0 423.0 176.0 104.0

4.2.2 Mengurutkan data hujan tiap periode dari yang terkecil hingga yang
terbesar

Dari data hujan Stasiun Kendeng Lembu Tahun 2008-2017,


kemudian data tersebut dicari curah hujan efektifnya dengan
menggunakan grafik. Sebelum membuat grafik data dari setiap setengah
bulan harus diurutkan dari yang terkecil lalu ke terbesar.

Berikut adalah Contoh Data Hujan Bulan Januari sebelum dan


sesudah diurutkan.

Tabel 4.4. Tabel Data Hujan 15 Harian Bulan Januari Sebelum dan
Sesudah Diurutkan (mm/hari)

Januari Januari
Jan-1 Jan-2 Jan-1 Jan-2
44.0 108.0 44.0 108.0
140.0 245.0 84.0 120.0
118.0 282.0 106.0 127.0
106.0 120.0 118.0 128.0
328.0 247.0 133.0 139.0
409.0 127.0 140.0 192.0
159.0 128.0 142.0 245.0
133.0 139.0 159.0 247.0
84.0 192.0 328.0 267.0
142.0 267.0 409.0 282.0
22

4.2.3 Menghitung Probabilitas, R80, dan Re

Data yang sudah diurutkan dari terkecil ke terbesar dan dicari nilai
probabilitasnya, serta dibuat tabel seperti yang nampak pada tabel 4.4.
Misal probabilitas data terkecil :

Probabilitas data ke-1 = × 100 %

= × 100 % = 9.09 %

Kemudian dari tabel Probabilitas dan R bulan Januari I, dibuat grafik


seperti yang tampak pada Gambar 4.1.

Menghitung nilai curah hujan minimum tengah bulanan dengan


kemungkinan terpenuhi 80 %. (R80)
Dengan menggunakan trendline yang ada di Ms. Excel (Gambar 4.1.)
didapatkan persamaan
23

R80 = 6 x 10-6x 204 + 0.0012 x 203 – 0.2144 x 202 + 10.161 x 20 –


34.417 dengan R2 = 0.9656 dan dianggap baik Karena R 2 mendekati 1
sehingga diperoleh R80 sebesar 93.603 mm

Menghitung curah hujan efektif (Re)

Re = × 0.7 × R80

= × 0.7 × 93.603

= 4.368 mm/hari

Menghitung nilai curah hujan minimum tengah bulanan dengan


kemungkinan terpenuhi 80 % (R80) periode-periode selanjutnya sehingga
didapatkan R80 dan Re selama satu tahun.

Gambar 4.3 Tabel Data Curah Hujan Januari periode 1

Jan-
01 Probabilitas Data Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari
1 9.09 44.0 periode 1
2 18.18 84.0
3 27.27 106.0
4 36.36 118.0
5 45.45 133.0
6 54.55 140.0 Gambar 4.3 Tabel Data Curah Hujan Januari
7 63.64 142.0 periode 2
8 72.73 159.0
9 81.82 328.0 Jan-
10 90.91 409.0 02 Probabilitas Data
1 9.09 108.0
2 18.18 120.0
3 27.27 127.0
4 36.36 128.0
5 45.45 139.0
6 54.55 192.0
7 63.64 245.0
8 72.73 247.0
9 81.82 267.0
10 90.91 282.0
24

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 2

Gambar 4.3 Tabel Data Curah Hujan Januari periode 1

Feb-
01 Probabilitas Data Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari
1 9.09 37.0 periode 1
2 18.18 72.0
3 27.27 94.0
4 36.36 108.0
5 45.45 148.0
6 54.55 152.0 Gambar 4.3 Tabel Data Curah Hujan Januari
7 63.64 156.0
periode 1
8 72.73 Feb-
201.0
9 81.82 242.0 02 Probabilitas Data
10 90.91 332.0 1 9.09 37.0 Gambar 4.3 Grafik
Re & R80 Januari 2 18.18 59.0 periode 1
3 27.27 59.0
4 36.36 71.0
5 45.45 92.0
6 54.55 121.0
7 63.64 151.0
8 72.73 155.0
9 81.82 278.0
10 90.91 349.0
25

Gambar 4.3 Tabel Data Curah Hujan Januari periode 2

Mar-
01 Probabilitas Data
1 9.09 64.0
2 18.18 76.0
3 27.27 76.0
4 36.36 80.0
5 45.45 107.0
6 54.55 134.0
7 63.64 135.0
8 72.73 178.0
9 81.82 249.0
10 90.91 340.0

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1


26

Gambar 4.3 Tabel Data Curah Hujan Januari periode 2

Mar-
02 Probabilitas Data
1 9.09 63.0
2 18.18 73.0
3 27.27 92.0
4 36.36 109.0
5 45.45 129.0
6 54.55 140.0
7 63.64 142.0
8 72.73 184.0
9 81.82 193.0
10 90.91 275.0

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1

Gambar 4.3 Tabel Data Curah Hujan Januari periode 2


27

Apr-
01 Probabilitas Data
1 9.09 15.0
2 18.18 57.0
3 27.27 76.0
4 36.36 77.0
5 45.45 90.0
6 54.55 92.0
7 63.64 102.0
8 72.73 104.0
9 81.82 110.0
10 90.91 170.0

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1


28

Apr-
02 Probabilitas Data
1 9.09 12.0
2 18.18 36.0
3 27.27 79.0
4 36.36 81.0
5 45.45 88.0
6 54.55 113.0
7 63.64 138.0
8 72.73 142.0
9 81.82 153.0
10 90.91 154.0

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1


29

Mei-
01 Probabilitas Data
1 9.09 19.0
2 18.18 27.0
3 27.27 28.0
4 36.36 51.0
5 45.45 64.0
6 54.55 72.0
7 63.64 125.0
8 72.73 152.0
9 81.82 185.0
10 90.91 196.0

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1


30

Mei-
02 Probabilitas Data
1 9.09 14.0
2 18.18 22.0
3 27.27 39.0
4 36.36 45.0
5 45.45 53.0
6 54.55 80.0
7 63.64 102.0
8 72.73 153.0
9 81.82 170.0
10 90.91 311.0

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1


31

Jun-
01 Probabilitas Data
1 9.09 0.0
2 18.18 4.0
3 27.27 8.0
4 36.36 17.0
5 45.45 19.0
6 54.55 83.0
7 63.64 101.0
8 72.73 106.0
9 81.82 120.0
10 90.91 175.0

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1


32

Jun-
02 Probabilitas Data
1 9.09 0.0
2 18.18 0.0
3 27.27 1.0
4 36.36 17.0
5 45.45 44.0
6 54.55 51.0
7 63.64 88.0
8 72.73 88.0
9 81.82 186.0
10 90.91 338.0

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1


33

Jul-
01 Probabilitas Data
1 9.09 0.0
2 18.18 2.0
3 27.27 3.0
4 36.36 7.0
5 45.45 14.0
6 54.55 68.0
7 63.64 93.0
8 72.73 112.0
9 81.82 149.0
10 90.91 218.0

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1


34

Jul-
02 Probabilitas Data
1 9.09 0.0
2 18.18 0.0
3 27.27 12.0
4 36.36 29.0
5 45.45 50.0
6 54.55 54.0
7 63.64 96.0
8 72.73 107.0
9 81.82 123.0
10 90.91 169.0

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1


35

Aug-
01 Probabilitas Data
1 9.09 0.0
2 18.18 0.0
3 27.27 12.0
4 36.36 17.0
5 45.45 18.0
6 54.55 23.0
7 63.64 25.0
8 72.73 29.0
9 81.82 137.0
10 90.91 165.0

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1


36

Aug-
02 Probabilitas Data
1 9.09 0.0
2 18.18 0.0
3 27.27 0.0
4 36.36 0.0
5 45.45 0.0
6 54.55 0.0
7 63.64 4.0
8 72.73 46.0
9 81.82 47.0
10 90.91 198.0

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1


37

Sep-
01 Probabilitas Data
1 9.09 0.0
2 18.18 0.0
3 27.27 0.0
4 36.36 6.0
5 45.45 8.0
6 54.55 8.0
7 63.64 16.0
8 72.73 47.0
9 81.82 89.0
10 90.91 184.0

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1


38

Sep-
02 Probabilitas Data
1 9.09 0.0
2 18.18 0.0
3 27.27 0.0
4 36.36 0.0
5 45.45 0.0
6 54.55 2.0
7 63.64 18.0
8 72.73 28.0
9 81.82 177.0
10 90.91 223.0

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1


39

Okt-
01 Probabilitas Data
1 9.09 0.0
2 18.18 0.0
3 27.27 6.0
4 36.36 6.0
5 45.45 8.0
6 54.55 16.0
7 63.64 48.0
8 72.73 60.0
9 81.82 125.0
10 90.91 195.0

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1


40

Okt-
02 Probabilitas Data
1 9.09 0.0
2 18.18 0.0
3 27.27 0.0
4 36.36 3.0
5 45.45 5.0
6 54.55 24.0
7 63.64 83.0
8 72.73 84.0
9 81.82 117.0
10 90.91 165.0

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1


41

Nov-
01 Probabilitas Data
1 9.09 31.0
2 18.18 31.0
3 27.27 48.0
4 36.36 50.0
5 45.45 75.0
6 54.55 97.0
7 63.64 105.0
8 72.73 133.0
9 81.82 164.0
10 90.91 199.0

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1


42

Nov-
02 Probabilitas Data
1 9.09 15.0
2 18.18 38.0
3 27.27 56.0
4 36.36 70.0
5 45.45 90.0
6 54.55 128.0
7 63.64 170.0
8 72.73 186.0
9 81.82 346.0
10 90.91 423.0

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1


43

Dec-
01 Probabilitas Data
1 9.09 27.0
2 18.18 92.0
3 27.27 153.0
4 36.36 163.0
5 45.45 165.0
6 54.55 176.0
7 63.64 187.0
8 72.73 191.0
9 81.82 199.0
10 90.91 296.0

Gambar 4.3 Grafik Re & R80 Januari periode 1


44

Dec-
02 Probabilitas Data
1 9.09 30.0
2 18.18 51.0
3 27.27 85.0
4 36.36 104.0
5 45.45 152.0
6 54.55 171.0
7 63.64 173.0
8 72.73 213.0
9 81.82 264.0
10 90.91 321.0

Berikut hasil nilai R80 dan Re selama setahun (curah hujan efektif):

Tabel 4.6 Nilai R80 dan Re sepanjang satu tahun


45

Gambar 4.2 Grafik Curah Hujan Efektif sepanjang satu tahun

Dari Grafik Hujan Efektif (Re) dapat diketahui Re tertinggi terjadi pada
periode Desember 1 dengan nilai Hujan Efektif (Re) adalah 5.535 mm,
dikarenakan pada periode tersebut curah hujan tinggi. Sedangkan hujan
efektif terendah terjadi pada periode Juli 1, Agustus 2, dan Oktober 2
dengan nilai Hujan Efektif adalah 0 mm, dikarenakan pada periode
tersebut tidak terjadi hujan .
46

4.3 Menghitung Evapotranspirasi Rata-Rata Dengan Metode Penmann-


Monteith

Data Klimatologi Karangploso tahun 2004-2005


Berikut ini adalah tabel data klimatologis yang terdiri dari Data Suhu
Udara, Data Kelembaban, Data Kecepatan Angin, dan Data Lama Penyinaran.
Data suhu udara, Data Kelembaban, Data Kecepatan Angin, Data Lama
Penyinaran Matahari dari Stasiun Karangploso pada bulan Desember tahun
2005 tidak tersedia, digantikan dengan data dari bulan Desember tahun 2006.
Selain itu, data Tekanan Udara pada tahun 2004 dan 2005 tidak tersedia maka
digunakan Data Tekanan Udara tahun 2003 dan 2006.
 Nama Pos : Klimatologi Karangploso - Malang
 Koordinat : 07°45'5" LS 112°35'48" BT
 Kota : Malang
 Elevasi : 575 mdpl
Tabel 4.7 Tabel Data Klimatologi

Berikut ini adalah tabel data klimatologis yang terdiri dari Data Suhu
Udara, Data Kelembaban, Data Kecepatan Angin, dan Data Lama
Penyinaran. Data suhu udara, Data Kelembaban, Data Kecepatan Angin,
Data Lama Penyinaran Matahari dari Stasiun Karangploso pada bulan
47

Desember tahun 2005 tidak tersedia, digantikan dengan data dari bulan
Desember tahun 2006. Selain itu, data Tekanan Udara pada tahun 2004 dan
2005 tidak tersedia maka digunakan Data Tekanan Udara tahun 2003 dan
2006.

Nilai evapotranspirasi (Et0) dipengaruhi oleh beberapa faktor, di


antaranya adalah : suhu, kecepatan angin, kelembapan, lama penyinaran,
tekanan udara, ketinggian tempat tersebut (elevasi). Selain itu Letak lintang
dalam mencari evapotranspirasi (ETo) harus dikonversikan dulu satuannya
dalam bentuk radian. Apabila data letak lintang berada pada lintang utara
maka nilainya positif, pada lintang selatan nilainya negatif. Nilai J
merupakan urutan hari tiap setengah bulan (pada hari ke-15). Satuan juga
perlu diperhatikan konversinya dalam perhitungan agar mendapatkan nilai
yang sesuai (satuan untuk suhu udara, kecepatan angin, lama penyinaran,
tekanan udara). Dalam mencari kecepatan angin dalam ketinggian 2 m (U 2)
data ketinggian alat diasumsikan 2 m.

Elevasi acuan saat menghitung tekanan atomosfer pada suatu elevasi


tertentu diasumsikan 0 m. Faktor penutupan awan (f) besarnya nilai lama
matahari bersinar dalam satu hari dibandingkan lama maksimum matahari

dalam satu hari ( menggunakan nilai lama penyinaran. Setelah nilai ETo

dalam setiap bulan per tahun didapat kemudian barula dirata-rata per
bulannya, barulah didapatkan nilai ETo rata-rata.

Berikut ini adalah contoh perhitungan ETo bulan Januari tahun 2004

1. Menghitung tekanan uap jenuh (es)

es = 0.611 exp

= 0.611 exp
= 2.931 kPa
2. Menghitung tekanan uap aktual (ea)
ea = es x RH
48

= 2.931 x 0.83
= 2.432 kPa
3. Menghitung kemiringan kurva tekanan uap air terhadap suhu udara
(∆)

∆ =

= 0,176 kPa/°C
4. .Menghitung panas laten untuk penguapan (λ )
λ = 2.501 – (2.361 x 10-3) T
= 2.501 – (2.361 x 10-3) 23.7
= 2.445 MJ/kg
5. Menghitung Tekanan Udara (P)

P =

= 101.3
= 101.25 KPa
6. Menghitung konstantan psikometrik (γ )

γ = 0.00163

= 0.00163
= 0.067 kPa/°C
7. . Menghitung sudut deklinasi matahari (δ )
δ = 0.409 sin (0,0172 J – 1.39)/57.2975
= 0.409 sin (0,0172 (15) – 1.39)/57.2975
= -0.370 rad
8. . Menghitung jarak relatih antara bumi dan matahari (dr )
dr = 1 + 0.033 cos (2π/365 J)
= 1 + 0.033 cos (2π/365(15))
= 1.032
9. . Sudut saat matahari terbenam (ws )

φ = 07°45'5"

= 7,75° * 57.29575 rad


= -0.135 radian (minus karena berada di Lintang Selatan)
ws = arccos (-tan φ tan δ)
49

= arccos (-tan (-0.135) tan (-0.370))


=1.624 rad
10. Menghitung Radiasi matahari ekstraterestrial (Ra)
Ra = 37.6 dr (ws sin φ sin δ + cos φ cos δ sin ws)

= 37.6 x 1,032 (1.624 sin (-0.135) sin (-0.370) + cos (-


0.135) x cos(- 0.370) sin (1.624))

= 38.8 64 MJ/m2/hari

11. Menghitung Radiasi matahari (Rs)


Rs = (0.25 + 0,5 ) Ra
= (0.25 + 0.5 (0.490)) x 38.864
= 19.238 MJ/m2/hari
12. Menghitung radiasi gelombang pendek ( Rns )
Rns = (1 – α) Rs
= (1 – 0.23) x 19.238
= 14.813 MJ/m2/hari
13. Menghitung factor penutupan awan (f )
f = 0.9 + 0.1
= 0.9 (0.490) + 0.1
= 0.541
14. . Menghitung esimivitas (εa – εvs )
εa – εvs = 0.34 – 0.14 x

= 0.34 – 0.14 x
= 0.122
15. Menghitung radiasi gelombang panjang (Rnl )
Rnl = f (εa – εvs) x σ x T4
= 0.541(0.122) x 4.90 x 10-9 x (273+23.7)4
= 2.499 MJ/m2/hari
16. Menghitung radiasi matahari netto di atas permukaan tanah (Rn)
Rn = Rns - Rnl
= 14.813 – 2.499
= 12.314 MJ/m2/hari
17. Menghitung kecepatan angin pada ketinggian 2 m diatas permukaan
tanah (U2)
U2 = 2.718 km/jam

= 2.718 x m/s
= 0.755 m/s
50

18. . Menghitung nilai evapotranspirasi tanam acuan (ET0)

900
0.408  Rn  γ U (es  ea )
( T  273 ) 2
ETo 
  γ ( 1  0 ,34 U 2 )

ETo =0.408x0.176x12.314 +0.067x x 0.755 (2.931 – 2.432)

0,176 + 0.067(1 + 0,34 x 0.755)


= 3.687 mm / hari

Tabel Perhitungan ETo tahun 2004 & 2005


Berikut ini adalah contoh perhitungan ETo tahun 2004 :
Tabel 4.8 Tabel Perhitungan ET0 tahun 2004

Tabel 4.9 Tabel Perhitungan ET0 tahun 2005


51

Evapotranspirasi (ETo) Rata-Rata


Di bawah ini adalah Tabel Evapotranspirasi (ET0) rata- rata dari tahun 2004-
2005 dan grafik evapotranspirasi :
Tabel 4.10 Tabel Perhitungan Evapotranspirasi Rata-Rata
ET0 Tahun ET0 Tahun ET0 Rata-
Bulan 2004 2005 rata
(mm/hari) (mm/hari) (mm/hari)
Jan 3.687 3.870 3.779
Feb 3.548 4.128 3.838
Mar 3.433 3.948 3.691
Apr 4.201 3.761 3.981
Mei 3.431 3.921 3.676
Juni 3.531 3.272 3.402
Juli 3.527 3.647 3.587
Agt 3.926 3.738 3.832
Sept 4.438 4.416 4.427
Okt 4.978 4.337 4.657
Nov 4.259 4.373 4.316
Des 3.287 3.908 3.597

Gambar 4.3 Grafik Evapotranspirasi Rata-Rata


52

Dari tabel 4.10. dapat diketahui nilai Evapotranspirasi rata-rata dari


tahun 2004-2005, nilai evapotranspirasi (Et0) tertinggi terletak pada bulan
Oktober yaitu 4.657 mm/hari, sedangkan nilai evapotranspirasi terendah
terletak pada bulan Juni yaitu 3.402 mm/hari

4.4 Menghitung Kebutuhan Air Irigasi

4.4.1 Data kebutuhan air irigasi

Berikut ini adalah data Eto, perkolasi, penggantian lapisan air


(WLR), jangka waktu penyiapan lahan (T), kebutuhan air ditambah 50
mm (S), R80, Re, dan nilai Kc yang diperlukan untuk menghitung
kebutuhan air irigasi.
Tabel 4.11 Tabel ETo bulan Januari-Desember
ET0 Rata-rata
Bulan
(mm/hari)
Jan 3.779
Feb 3.838
Mar 3.691
Apr 3.981
Mei 3.676
Juni 3.402
Juli 3.587
Agt 3.832
Sept 4.427
Okt 4.657
53

Nov 4.316
Des 3.597

Tabel 4.12 Data Perkolasi, WLR, T, dan S


P= 2 mm/hari
S= 250 mm
T= 30 hari
WLR = 3.3 mm/hari

Tabel 4.13 Tabel Kc untuk Tanaman Padi dan Jagung


TABEL KOEFISIEN TANAMAN (Kc)
Umur Dua Minggu ke-
Masa Tanam Tanaman
(hari) 1 2 3 4 5 6
1 Padi 90 1.10 1.10 1.05 1.05 0.95 0.00
2 Padi 90 1.10 1.10 1.05 1.05 0.95 0.00
3 Jagung 80 0.50 0.59 0.96 1.05 1.20 0.95

4.4.2 NFR golongan I dan II

Perhitungan kebutuhan air irigasi dihitung dari awal masa tanam


yaitu pada bulan Oktober dua minggu kedua. Kebutuhan air irigasi
dihitung setiap setengah bulan atau 2 minggu sekali. Dalam tugas ini
dihitung masa tanam 2 golongan, sehingga apabila Golongan I dihitung
masa tanamnya Oktober dua minggu ke dua maka masa tanam
Golongan II dimulai setengah bulan berikutnya sehingga dimulai pada
bulan November dua minggu pertama kemudian lamanya masa tanam
mengikuti periode masa tanam tanaman yang ditanam.
Pada pola tanam padi, sebelum masa tanam padi dimulai maka
perlu diadakan pengolahan lahan selama satu bulan terhitung dari awal
masa tanam, setelah pengolahan lahan barulah masa tanam padi
dimulai. Namun untuk
Umur tanaman jagung tidak perlu pegolahan
Dua Minggu Ke lahan
No. Tanaman
(hari)perkolasi
terlebih dahulu. Data 1 2(P) 3menggunakan
4 5 6nilai72 mm.
8 Untuk
9 10 11 12 13
1 Padi (NEDECO/PROSIDA)
pergantian
- Varietas lapisan 90
Unggul air (WLR) dilakukan
1.20 1.27 1.33 1.30hanya pada saat tumbuhan
1.30 0.00
- Varietas
berumurBiasa bulan 1.20
1 dan 2 120 saja 1.20 1.32 dr
dimulai 1.40awal
1.35 masa
1.24 1.12 0.00tanaman
tanam
Padi (FAO)
tersebutUnggul
- Varietas dengan nilai903.3 1.10
mm/hari
1.10 dan
1.05 hanya untuk
1.05 0.95 0.00tanaman padi saja.
- Varietas Biasa 120 1.10 1.10 1.10 1.10 1.10 1.05 0.95 0.00
2 Kedelai 85 0.50 0.75 1.00 1.00 0.82 0.45
3 J agung 80 0.50 0.59 0.96 1.05 1.02 0.95
4 Kacang tanah 130 0.50 0.51 0.66 0.85 0.95 0.95 0.95 0.55
5 Bawang 70 0.50 0.51 0.69 0.90 0.95
6 Buncis 75 0.50 0.64 0.89 0.95 0.88
7 Kapas 195 0.50 0.50 0.58 0.75 0.91 1.04 1.05 1.05 1.05 0.87 0.65 0.65 0.65
54

Data waktu (T) menggunakan 30 hari, sedangkan nilai kebutuhuan air


(S) untuk tanah lempung menggunakan 250 mm.
Dalam menghitung kebutuhan air irigasi diperlukan data yang
diperlukan antara lain: data R80 agar bisa menghitung curah hujan
efektif (Re), data evapotranspirasi (ETo) yang sudah dicari sebelumnya
menggunakan metode Penmann Monteith, dan juga data koefisien
tanaman (Kc) tanaman yang akan kita tanam, dan pada tugas ini
tanaman yang digunakan yaitu padi dan kedelai. Berikut adalah data
koefisien tanaman (Kc) menurut FAO:

Tabel 4.37. Tabel daftar Kc untuk beberapa tanaman

Sumber : (Irigasi I, Mock Abcox, 2004)

Berikut ini adalah contoh perhitungan kebutuhan air di sawah :


 Pengolahan Lahan periode Oktober 2 (golongan 1)
1. Menghitung kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat
evaporasi dan perkolasi disawah yang sudah dijenuhkan (M)
M = (1.1 × Eto) + P
= (1.1 × 4.657) + 2
= 7.123 mm/hari
55

2. Menghitung koefisien k
k = M × T/S
= 7.123 × 30/250
= 0.855
3. Menghitung kebutuhan air untuk penyiapan lahan (IR)
IR = M ( ek /(ek-1))
= 7.123 (e0.855/(e0.855 -1))
= 12.396 mm/hari
 Periode November 2 (golongan 1)
1. Menghitung penggunaan komsumtif (Etc)
Etc = Kc × Eto
= 1.1 × 4.316
= 4.478 mm

2. Menghitung kebutuhan air bersih di sawah (NFR)


NFR = Etc + P – Re + WLR
= 4.478 + 2 – 1.993 + 0
= 4.755 mm/hari
56

Berikut ini adalah tabel hasil perhitungan kebutuhan air di sawah :

Tabel 4.38. Tabel Kebutuhan Air


57

4.4.3 Menghitung kebutuhan air di setiap saluran

Setelah Kebutuhan Air Bersih Di Sawah dihitung kemudian


Kebutuhan Air Irigasi total dihitung mulai dari awal periode masa
tanam (Desember-1) hingga berakhirnya masa tanam (Oktober-1).
Koversi satuan juga perlu diperhatikan agar memudahkan kita untuk
mengetahui kebutuhan airnya (dari mm/hari dikonversi ke
liter/detik/ha). Dalam kasus ini luas golongan I adalah 1010 ha dan luas
golongan II 2512 ha. Dalam menghitung kebutuhan air maka harus
digunakan pembobotan luas daerah irigasi setiap golongannya.
Pembobotan dihitung dari setiap golongan, contoh perhitungan
pembobotan Golongan :
Setelah diketahui pembobotan masing-masing golongan, setelah
itu menghitung kebutuhan air di sawah. Berikut ini adalah contoh
perhitungan kebutuhan air di sawah pada periode Desember I:
1. Menghitung kebutuhan air di sawah (k)
k = IR1 2 × bobot gol 1 + IR2 1 × bobot golongan 2
= 9.03 × 0.29 + 0 × 0.71 = 2.59 mm/hari
= 2.59 × 0.1157 = 0.30 liter/detik/ha
Kemudian setelah kebutuhan air irigasi di sawah diketahui,
barulah kita menghitung kebutuhan air pada setiap saluran dengan
memperhatikan efiensi di setiap saluran. Kebutuhan air di saluran
tersier yaitu kebutuhan air irigasi total dibagi efisiensi saluran irigasi
tersier (80%). Kebutuhan air di saluran sekunder yaitu kebutuhan air
irigasi di saluran tersier dibagi efisiensi saluran irigasi sekunder (90%).
Kebutuhan air di saluran primer yaitu kebutuhan air irigasi di saluran
sekunder dibagi efisiensi saluran irigasi primer (90%).
2. Menghitung kebutuhan air pada tiap saluran
k saluran tersier = 0.30/80% = 0.37 liter/detik/ha
k saluran sekunder = 0.37/90% = 0.42 liter/detik/ha
k saluran primer = 0.42/90% = 0.46 liter/detik/ha
Berikut ini adalah tabel perhitungan kebutuhan air di sawah, saluran
tersier, saluran, primer, dan saluran primer :
58

Tabel 4.39. Tabel Kebutuhan Air di Saluran

Selanjutnya membuat tabel kebutuhan air di saluran primer saja


sepanjang masa tanam. Kemudian barulah dibuat grafik hubungan
antara periode dengan kebutuhan air di saluran primer, karena
kebutuhan air di saluran primer membutuhkan air yang paling besar.
Tabel 4.40 Tabel Kebutuhan Air di Saluran Primer
59

Gambar 4.28 Grafik Batang Kebutuhan Air Irigasi di Saluran Tersier


Dari grafik di atas, pada Januari 1 memerlukan air yang cukup
tinggi karena pada saat itu sedang dilakukan penamanan padi. Bulan
April 1 sampai dengan bulan Juli 1 tidak memerlukan air yang banyak,
dikarenakan pada saat itu sedang dilakukan penamanan kedelai.
Kemudian pada bulan Juli 2 sampai dengan bulan Oktober 2
memerlukan air yang cukup untuk penanaman jagung.

4.5 Menghitung Ketersediaan Air

Dalam menghitung ketersediaan air maka memerlukan jumlah hari


hujan pada bulan tersebut. Data jumlah hari hujan diperoleh dari data asli
yang diberikan dengan melihat besarnya nilai P pada bulan tersebut
sedangkan nilai P sendiri didapat dari data hujan pada 80% terpenuhi pada
data curah hujan sebelumnya (yang sudah diurutkan) setiap setengah bulanan,
kemudian dihitung berapa jumlah hari hujannya pada bulan dan tahun yang
bersangkutan.
Langkah pertama dalam menghitung ketersediaan air yakni menghitung
Evapotranspirasi Potensial untuk menemukan berapa jumlah Evapotranspirasi
Terbatasnya (ETa). Dalam mengitung Evapotranspirasi Potensial ada nilai m
yang besarnya ditentukan sendiri dengan nila 20%-50%. Hal itu berdasarkan
ketertutupan lahan oleh vegetasi, semakin besar nilai data hujan maka nilai m
60

semakin kecil, semakin kecil nilai data hujan maka semakin besar nilai m.
Contoh perhitungan : (periode Desember-1)
1. Menghitung Evapotranspirasi potensial (Etp)
Etp = 1.1 × Eto
= 1.1 × 1.91 = 2.10 mm
2. Menghitung Perbedaan ET potensial dgn ET terbatas (E)
E = m/20 × (18-7) × Etp
= 0.3/20 × (18-7) × 2.10
= 0.35 mm
3. Menghitung Evapotranspirasi terbatas/ actual (Eta)
Eta = Etp – E
= 2.10 – 0.35
= 1.75 mm
4. Menghitung Hujan netto (∆S)
∆S = P – Eta
= 35 – 1.75 = 33.25 mm
Selanjutnya mencari keseimbangan air (Water Balance), pada
keseimbangan air ada nilai SMC yang didapat dari kemampuan jenis tanah
yang digunakan untuk menampung kapasitas air secara maksimal. Lalu untuk
nilai SS merupakan syarat yang sudah ditentukan nilainya dalam menghitung
Water Balance.
Syarat besarnya nilai SS:
Jika ΔS >= 0, maka SS = 0
Jika ΔS <= 0, maka SS = ΔS
(ganti syarat SS)
5. Menghitung Kapasitas Penyimpanan Tanah (SS)
SMt-1 = 200 mm (Kelembaban Tanah 1 Periode
Sebelumnya)
SMC = 200 mm
∆S = 33.25 mm
SMt-1 + ∆S = 200 + 33.25
= 233.25 mm
Dapat dihitung SMt-1 = SMC dan SMt-1 + ∆S > SMC, maka SS = 0
6. Menghitung Kelembaban tanah (SMt)
SMt = SMt-1 + SS
= 200 + 0
61

= 200
7. Menghitung Kelebihan air (WS)
WS = ∆S – SS
= 33.25 – 0
= 33.25 mm
Langkah yang terakhir yakni menghitung Run Off atau besarnya aliran
yang ada di permukaan. Nilai koefisien infiltrasi dan koefisien resesi
digunakan nilai 0.3 karena dipilih berdasarkan jenis tanah silt loam. Range
koefisien infiltrasi dan koefisien resesi berkisar antara 0.1 – 0.8. Satuan dalam
Run Off juga perlu diperhatikan konversinya. Untuk mendapatkan satuan
m3/detik maka juga perlu dikalikan dengan luas DAS yaitu sebesar 1 km 2
(didapat dari dua NIM terakhir) lalu dikonversikan ke m 2 menjadi 1.000.000
m2.
8. Menghitung Infiltrasi (I)
I = koefisien infiltrasi × WS
= 0.1 × 33.25
= 3.32 mm
9. Menghitung Kandungan air tanah (Vn)
Vn = 0.5 × (1 + k) × I + k × Vt-1
= 0.5 × (1 + 0.1) × 3.32 + 0.1 × 0
= 1.83 mm
10. Menghitung Perubahan kandungan air tanah (dVn)
dVn = Vn – Vn-1
= 1.83 – 0
= 1.83 mm
11. Menghitung Aliran dasar/ aliran air tanah (BF)
BF = I – dVn
= 3.32 – 1.83
= 1.49 mm
12. Menghitung Aliran langsung (Dro)
Dro = WS - I
= 33.25 – 3.32
62

= 29.93 mm
13. Menghitung Run Off (Ro)
Ro = BF + Dro
= 1.49 + 29.93
= 31.42 mm
Ro = 31.42/15
= 2.09 mm/hari
Ro = 3.14 × 1.2 × 10-8 × Luas DAS
= 3.14 × 1.2 × 10-8 × 1.000.000
= 0.02 m3/detik

Berikut ini adalah tabel-tabel yang berisi ketersediaan air untuk irigasi :

Tabel 4.30. Tabel Perencanaan Ketersediaan Air Desember-Mei


63

Tabel 4.31. Tabel Perencanaan Ketersediaan Air Juni-November


64

4.6 Membuat Grafik Neraca Air

a. Konversi satuan kebutuhan air

Sebelum membandingkan kebutuhan air di saluran primer dengan


ketersediaan air, terlebih dahulu merubah satuan dari liter/detik/ha menjadi
m3/detik agar dapat dibandingkan. Untuk mengubahnya maka kebutuhan
air di saluran primer di kali dengan total luas Daerah Aliran Sungai yaitu
100 ha, setelah itu dibagi 1000 agar satuanya menjadi m3/detik.
Menghitung kebutuhan air (Desember 1) :
65

k = 0.66 liter/detik/ha × Luas DI


k = 0.66 × 100 = 66.22 liter/detik
k = 66.22/1000 = 0.07 m3/detik

Tabel 4.32. Tabel Kebutuhan dan Ketersediaan Air di Saluran Primer


Desember-Mei

Tabel 4.33. Tabel Kebutuhan dan Ketersediaan Air di Saluran Primer Juni-
November

b. Neraca Air
Dari tabel 4.32.-4.33. dibuat grafik yang menunjukkan
perbandingan kebutuhan air di saluran primer dengan ketersediaan air.

Gambar 4.30. Grafik Neraca Air


66

Dari grafik Neraca Air tersebut dapat diketahui perbandingan


antara kebutuhan air dengan ketersediaan air, kebutuhan air paling besar
terdapat pada periode Februari dua minggu pertama (Februari 1) yaitu
sebesar 0.10 m3/detik dan kebutuhan air terendah terletak di periode Mei 1
yaitu sebesar 0 m3 /detik. Ketersediaan air tertinggi terletak pada periode
Februari minggu pertama (Februari 1) yaitu sebesar 0.08 m 3/detik
sedangkan ketersediaan air terendah terdapat pada periode Agustus 1-
September 2 dan Oktober 2 sebesar 0 m3/detik.

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a. Hasil perhitungan kebutuhan air terbesar ada pada xxx periode xxx, yaitu
sebesar xxx m3/s. Sedangkan kebutuhan air terkecil ada pada xxx periode
xxx, yaitu sebesar xxx m3/s.

b. Hasil perhitungan ketersediaan air terbesar ada pada xxx periode xxx,
yaitu sebesar xxx m3/s. Sedangkan ketersediaan air terkecil ada pada xxx
periode xxx, yaitu sebesar xxx m3/s.

c. Ketersediaan air hanya dapat mencukupi masa tanam pada beberapa


periode tertentu saja, yaitu pada bulan xxx periode xxx, xxx periode xxx,
dan xxx periode xxx.

5.2 Saran

a. (Optimalisasi pola tanam)

b. (Ketersediaan air)

c. (Ketersediaan air)

You might also like