Professional Documents
Culture Documents
Ym Porto Bab 2
Ym Porto Bab 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Skizofrenia Paranoid
Skizofrenia adalah pola penyakit bidang psikiatri yang merupakan sindroma klinis
dari berbagai keadaan psikopatologis yang sangat mengganggu, melibatkan proses pikir,
emosi, gerakan dan tingkah laku. Skizofrenia sebagai suatu gangguan kronik dengan
konsekwensi fisik, sosial dan ekonomik. Skizofrenia merupakan masalah utama dalam
kesehatan masyarakat yang berpengaruh pada sebagaian besar orang dan kerugian ekonomi
diseluruh dunia. Kerugian secara ekonomik yang diakibatkan skizofrenia diperkirakan 33
milyar dolar di Amerika Serikat pada tahun 1990. Kebanyakan biaya tersebut dihubungkan
dengankonsekwensi gejala psikosis yang mengalami relaps.
a. Skizofrenia paranoid adalah salah satu dari beberapa jenis skizofrenia, yaitu suatu penyakit
mental yang kronis di mana seseorangkehilangan kontak dengan kenyataan/ realitas
(psikosis). Gambaran umum dari skizofrenia paranoid adalah adanya delusi (waham) dan
mendengar hal-hal yang tidak nyata. Dari semua jenis skizofrenia, skizofrenia paranoid
mungkin yang paling sering didiagnosis. Jenis paranoid memiliki prognosis keseluruhan
terbaik.(Lane, 2013)
b. Karakteristik dan Gejala skizofrenia paranoid memiliki syarat untuk menentukan
diagnosis, dua kriteria utama yang harus dipenuhi (Lane, 2013):
2) Gejala-gejala berikut tidak menonjol: emosi tumpul atau tidak ada ekspresi, perilaku
tidak teratur, perilaku katatonik, atau berbicara yang tidak teratur.
1) Delusi sering disebut waham ialah keyakinan yang dipegang teguh tidak didasarkan
pada realitas. Contoh dari khayalan akan menjadi keyakinan bahwa alien telah
menghapus otak seseorang dan menggantinya dengan otak alien. Pada skizofrenia
paranoid, delusi sering terlibat keyakinan bahwa mereka adalah korban atau sasaran
penganiayaan. Mereka mungkin percaya seseorang memata-matai mereka atau
berencana menyakiti mereka. Khayalan mungkin juga megah di alam, misalnya,
keyakinan bahwa dia memiliki kekuatan supranatural atau pada misi untuk
menyelamatkan dunia. Jenis lain dari delusi juga dapat terjadi, seperti yang melibatkan
tubuh mereka.
a) Kebesaran: juga dikenal sebagai delusi keagungan, adalah rasa berlebihan kepentingan
atau diri.Sekarang sering disertai dengan keyakinan pemikiran magis.
c) Delusi kontrol: terjadi ketika orang percaya bahwa perasaan, impuls, pikiran, atau
tindakan tidak seseorang memiliki tetapi dipaksakan oleh kekuatan eksternal.
d) Waham agama melibatkan keyakinan palsu dengan agama atau tema spiritual.
e) Waham Erotomanic adalah keyakinan bahwa biasanya seseorang yang terkenal dan
status yang lebih tinggi, jatuh cinta dengan dia atau dia. Kadang-kadang berubah
kekerasan, bukan karena kebencian orang, tetapi karena orang tidak dapat memenuhi
delusi romantis.
f) Waham Somatik terjadi ketika orang percaya sesuatu abnormal dan berbahaya yang
terjadi pada tubuh mereka.
g) Ide referensi adalah pernyataan atau tindakan oleh seseorang lain yang sama sekali
tidak mengacu pada orang, tetapi yang ditafsirkan sebagai berkaitan dengan dia atau
dia.
h) pemikiran penyiaran terjadi ketika orang percaya bahwa pikiran mereka dapat didengar
oleh orang lain.
i) Penarikan Pikiran adalah keyakinan bahwa orang lain mampu menghilangkan pikiran
dari pikiran seseorang.
j) Pemikiran penyisipan adalah keyakinan bahwa orang lain mampu menempatkan pikiran
ke dalam pikiran seseorang.
a) Kebesaran: juga dikenal sebagai delusi keagungan, adalah rasa berlebihan kepentingan
atau diri.Sekarang sering disertai dengan keyakinan pemikiran magis.
c) Delusi kontrol: terjadi ketika orang percaya bahwa perasaan, impuls, pikiran, atau
tindakan tidak seseorang memiliki tetapi dipaksakan oleh kekuatan eksternal.
d) Waham agama melibatkan keyakinan palsu dengan agama atau tema spiritual.
e) Waham Erotomanic adalah keyakinan bahwa biasanya seseorang yang terkenal dan
status yang lebih tinggi, jatuh cinta dengan dia atau dia. Kadang-kadang berubah
kekerasan, bukan karena kebencian orang, tetapi karena orang tidak dapat memenuhi
delusi romantis.
f) Waham Somatik terjadi ketika orang percaya sesuatu abnormal dan berbahaya yang
terjadi pada tubuh mereka.
g) Ide referensi adalah pernyataan atau tindakan oleh seseorang lain yang sama sekali
tidak mengacu pada orang, tetapi yang ditafsirkan sebagai berkaitan dengan dia atau
dia.
h) pemikiran penyiaran terjadi ketika orang percaya bahwa pikiran mereka dapat didengar
oleh orang lain.
i) Penarikan Pikiran adalah keyakinan bahwa orang lain mampu menghilangkan pikiran
dari pikiran seseorang.
j) Pemikiran penyisipan adalah keyakinan bahwa orang lain mampu menempatkan pikiran
ke dalam pikiran seseorang cukup stabil dari waktu ke waktu. Dibandingkan dengan
subtipe lain, penderita skizofrenia paranoid sering lebih mungkin untuk dapat hidup
mandiri dan dan dapat mempertahankan bekerjan.
2. Konsep Keluarga
a. Definisi Keluarga
b. Fungsi Keluarga
Lima fungsi keluarga yang paling berhubungan erat saat mengkaji dan mengintervensi
keluarga menurut Friedman (1998) adalah:
1) Fungsi Afektif
Pada keluarga yang anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa peran ini
sangat penting dalam memberikan perawatan, perhatian dan kasih sayang yang
diberikan keluarga akan sangat membantu dalam proses penyembuhan secara
psikologis yang juga akan berpengaruh kepada fisik. Jika ada anggota keluarga yang
sakit diharapkan anggota keluarga yang lain memberikan perhatian dan kasih sayang
kepada yang sakit, bila anggota keluarga yang sehat tidak dapat menjalankan fungsi ini
tentu akan berpengaruh terhadap masalah psikososial keluarga seperti ansietas dan
beban keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
2) Fungsi Sosialisasi
Keluarga dengan anggotanya yang mengalami penyakit gangguan jiwa tentu akan
mengalami masalah dalam peran ini. Penyakit gangguan jiwa dapat menimbulkan
kecacatan bagi penderitanya misalnya ketidakmampuan bicara, kelemahan dan
kelumpuhan, hal ini tentu membuat anggota yang sakit gangguan jiwa ini tidak dapat
bersosialisasi karena keterbatasan tersebut. Lamanya waktu perawatan serta dampak
dari penyakit gangguan jiwa ini tentu akan membuat keluarga tidak banyak waktu
untuk bersosialisasi dengan orang-orang disekitarnya akibat waktu yang digunakan
tersita oleh perawatan yang diberikan kepada anggota yang sakit, sehingga fungsi
sosialisasi menjadi menurun.
3) Fungsi Reproduktif
Fungsi reproduksi ini adalah untuk menjamin kontinuitas keluarga antar generasi
dan masyarakat yaitu menyediakan tenaga kerja bagi masyarakat (Lislie & Korman,
1989, dalam Friedman, 1998). Penyakit gangguan jiwa dapat menyebabkan
kelumpuhan termasuk kemampuan untuk berproduksi. Kelumpuhan pada alat
reproduksi yang terjadi pada seorang suami yang diharapkan dapat memberikan
keturunan tentu akan berpengaruh terhadap kemampuan dalam meneruskan
keturunan. Sehingga bila hal ini terjadi tentu fungsi ini akan terganggu.
4) Fungsi Ekonomi
Selain dari fungsi perawatan kesehatan, ada faktor lain yang mempengaruhi
kesehatan keluarga. Menurut Notoatmodjo (2003) faktor umur, jenis kelamin, kelas
sosial, pekerjaan,jenis pekerjaan, penghasilan, etnis atau budaya, status perkawinan,
besar keluarga, struktur keluar dan paritas keluarga dapat mempengaruhi kesehatan
dalam keluarga, baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental.
Menurut Mohr (2006) ada lima peran dalam keluarga adalah memberikan respon
terhadap kebutuhan anggota keluarga, membantu mengatasi masalah dan stress dalam
keluarga secara aktif, memenuhi tugas dengan distribusi yang merata dalam keluarga,
menganjurkan interaksi terhadap sesama anggota keluarga dan komunitas,
meningkatkan kesehatan personal. Keluarga yang anggotanya menderita gangguan jiwa
tentu akan mengalami ansietas dan beban akibat dari penyakit yang diderita oleh
anggotanya. Keluarga dapat bekerja sama antara anggotanya dalam menjalankan
perannya masing-masing, bila peran dalam keluarga apat berjalan dengan baik tentu
fungsi keluarga dapat juga berjalan dengan baik karena sisem dalam keluarga akan
saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya dan saling ketergantungan.
Ketika gangguan jiwa dipandangan sebagai suatu beban sendiri bagi keluarga,
maka hal itu dapat dibedakan menjadi bersifat obyektif dan subyektif. Dikatakan
obyektif, maksudnya berupa tingkah laku pasien, peran pasien, bantuan untuk
memenuhi kebutuhan pasien, masalah keuangan dan lain-lain. Sedangkan beban
keluarga dikatakan bersifat subyektif, maksudnya berupa perasaan pasien karena
menjadi beban bagi keluarga.
Kategori respon keluarga terhadap anggota keluarga dengan gangguan jiwa menurut
Susana (2007):
1) Berduka (grief)
Berduka adalah respon wajar yang paling umum terjadi sehubungan dengan adanya
proses kehilangan seseorang yang awalnya dikenal sebelum sakit, untuk kemudian
hilangnya harapan pada pasien, hanya masalahnya, seberapa dalam dan lamanya
respon berduka ini dialami oleh keluarga, seawal mungkin perawat mampu
mengidentifikasinya, sehingga keluarga maupun pasien sendiri dapat pulih dengan
segera.
2) Marah (anger)
Respon berikutnya ketika berduka dialami keluarga, maka akan berhadapan dengan
respon kedua yaitu marah. Respon tersebut merupakan hal yang wajar namun jangan
sampai perilaku tersebut membawa keluarga kedalam penderitaan yang justru
semakin parah lagi.
Keluarga dengan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa merupakan suatu
beban tersendiri. Keluarga berupaya untuk mengobati atau menyembuhkan pasien
skizofrenia. Pada kenyataanya patologis gangguan jiwa itu sendiri semakin lama
diderita justru semakin sulit kesembuhannya, inilah yang menyebabkan keluarga
merasa tidak berdaya dan takut. Perasaan keluarga demikian, di negara kita juga
didukung oleh rata-rata keadaan ekonomi yang pas-pasan bahkan kekurangan,
sehingga sangat wajar, apabila tidak sedikit mereka yang terganggu jiwanya menjadi
gelandangan atau keluyuran dimana-mana atau tersangkut oleh razia dinas sosial
(Susana,2007).
d. Penerimaan keluarga
Rivai (1996) mengatakan bahwa rumah sakit jiwa seringkali mengalami kesulitan
memulangkan klien ke pihak keluarga, sebab setiap kali hanya dalam waktu beberapa
hari akan kambuh kembali, selain itu keluarga pasien sering menolak menerima
kembali dengan berbagai macam alasan serta kurangnya pengertian terhadap
penanganan dan perawatan pasien mantan gangguan jiwa. Pasien dengan perawatan
pasien dengan gangguan jiwa di rumah sakit jiwa memang memerlukan waktu yang
lama, terutama pasien dengan gangguan jiwa kronis (menahun), disebabkan kurangnya
keterlibatan keluarga untuk ikut serta cara perawatannya sehari-hari, sehingga keluarga
tidak siap dan tidak dapat beradaptasi dengan pasien lagi.
Proses perencanaan kepulangan klien gangguan jiwa dari Unit Psikiatri di awali
dengan pertemuan yang pada proses keperawatan disebut dengan proses pangkajian.
Proses pengkajian ini penting dilakukan untuk memperoleh data dari pasien dan
keluarga sehingga dapat ditemukan masalah yang dihadapi pasien dan keluarga
berhubungan dengan keadaan kesehatan pasien dan perawatannya di rumah. Biasanya
yang dikaji adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kesiapan mereka menerima
kepulangan pasien gangguan jiwa dan faktor-faktor tersebutlah yang paling banyak
menjadi alasan keluarga menolak kehadiran klien gangguan jiwa ditengah-tengah
keluarga mereka (Depkes RI, 1994).
Menurut Hawari (2003) salah satu kendala dalam upaya penyembuhan pasien
gangguan jiwa adalah pengetahuan masyarakat dan keluarga. Keluarga dan masyarakat
menganggap gangguan jiwa penyakit yang memalukan dan membawa aib bagi
keluarga. Penilaian masyarakat terhadap gangguan jiwa sebagai akibat dari
dilanggarnya larangan, guna –guna, santet, kutukan dan sejenisnya berdasarkan
kepercayaan supranatural. Dampak dari kepercayaan masyarakat dan keluarga, upaya
pengobatan pasien gangguan jiwa dibawa berobat ke dukun atau paranormal. Kondisi
ini diperberat dengan sikap keluarga yang cenderung memperlakukan pasien dengan
disembunyikan, diisolasi, dikucilkan bahkan sampai ada yang dipasung.
1) Pengetahuan keluarga
(a) Pendidikan
(b) Persepsi
Persepsi, mengenal dan memilih objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil. Persepsi keluarga tentang skizofrenia merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi kesembuhan pasien skizofrenia tersebut. Keluarga
menganggap skizofrenia merupakan penyakit yang memalukan dan membawa
aib bagi keluarga maka hal ini juga akan mempengaruhi kesembuhan
pasien skizofrenia.
(c) Motivasi
(d) Pengalaman
Kesedian keluarga untuk tetap merawat dan tetap mengakuinya sebagai bagian
dari orang yang disayangi sangatlah diperlukan agar mereka tetap merasa dihargai
sebagai manusia layaknya. Dukungan keluarga dan teman merupakan salah satu obat
penyembuhan yang sangat berarti bagi penderita. Dengan dibentuknya kelompok
keluarga gangguan jiwa dimasyarakat akan memungkin pasien dan keluarga
gangguan jiwa di masyarakat akan memungkinkan klien dan keluarga mengadakan
diskusi dan tukar pengalaman dalam mengatasi gejala yang timbul pada pasien
gangguan jiwa. Sayangnya masyarakat sendiri justru mengasingkan keberadaan
penderita gangguan jiwa sehingga hal ini turut mempengaruhi sikap keluarga
terhadap pasin bahkan gangguan jiwa dianggap sebagai penyakit yang membawa aib
bagi keluarga sehingga diputuskan untuk dibuang oleh keluarganya sendiri, akhirnya
factor lingkungan dalam keluarga justru tidak mendukung kesembuhan pasien
(Sumarjo, 2004).
Penyakit jiwa sampai saat ini memang masih dianggap sebagai penyakit yang
memalukan, menjadi aib bagi si penderita dan keluarganya sendiri. Masyarakat kita
menyebut penyakit jiwa pada tingkat yang paling parah seperti “gila”, sehingga
penderita harus disembunyikan atau dikucilkan, bahkan lebih parah lagi
ditelantarkan oleh keluarganya. Sebenarnya tidak ada alasan yang kuat secara etis
untuk melakukan diskriminasi dan perlakuan buruk terhadap penderita kelainan
jiwa. Karena pengucilan dan diskriminasi justru memperburuk kondisi penderita itu
sendiri. Tempat terbaik bagi penderita gangguan jiwa bukan di panti rehabilitasi atau
di rumah sakit jiwa, apalagi dijalanan. Tempat terbaik bagi mereka adalah berada di
tengah-tengah keluarganya, diantaranya orang-orang yang dicintainya. Yang mereka
butuhkan adalah perhatian, pengertian, dukungan, cinta dan kasih sayang. Perhatian
dan kasih sayang tulus dari keluarga dan orang-orang terdekatnya akan sangat
membantu proses penyembuhan kondisi jiwanya (Tarjum, 2004).
Keluarga (Caregive) di pandang sebagai suatu unit perawatan dan patner pada
intervensi maupun rehabilitas (Fountaine, 2003). Oleh karena itu perawat perlu
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik keluarga. Menurut
Stuart & Laria (2005).
Beberapa faktor sosiokultural yang dapat berfungsi sebagai factor resiko atau
pendukung dalam system keluarga yaitu :
a. Usia
b. Etnis
c. Jenis kelamin
d. Pendidikan
f. System keyakinan
c. Konsep Kecemasan
1. Pengertian
a. Faktor Predisposisi
1) Biologi
2) Psikologis
3) Sosial budaya
3. Stresor Presipitasi
a. Biologis
5. Tingkat Cemas
Tabel 2.1
Tingkat Kecemasan
Seorang akan mengalami stres dan ansietas berkaitan dengan sumber koping
dalam diri internal individu maupun dari lingkungan sekitarnya. Sumber-sumber
tersebut meliputi asset ekonomi, kemampan diri (kemampuan pemecahan masalah),
dukungan sosial dan keyakinan diri (Stuart & Laria, 2005). Kemampuan diri yang
dimiliki individu akan menetukan prilaku individu tersebut. Bloom (1908, dalam
Tufik, 2007) mengatakan ada tiga ranah atau domain prilaku yang cognitive, affective,
dan psychomotor . kogmitif berkaitan dengan knowledge (pengetahuan) merupakan
pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra.
Psikomotor berhubungan dengan tindakan (practice) yaitu kecenderungan untuk
bertindak
a. Mekanisme Koping
Reaksi yang berorientasi pada petugas yaitu upaya yang disadari dan
berorientasi pada tindakan untuk memenuhi tuntutan situasi stress secara
realistic. Perilaku menyerang digunakan untuk menghilangkan atau
mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan. Prilaku menarik diri
digunakan untuk menjauhkan diri dari sumber ancaman, baik secara fisik
maupun psikologis. Prilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara
yang biasa dilakukan individu, mengganti tujuan atau mengorbankan
aspek kebutuhan personal.
b. Penanganan Medis