You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Hardenability adalah ukuran kemampuan suatu material untuk membentuk fasa martensite.
Hardenability dapat diukur dengan beberapa metode. Diantaranya metode jominy dan metode
grossman. Dari metode tersebut kita akan mendapatkan kurva antara harga kekerasan dengan
jarak quenching dari pusat quench.
Asumsi :
 Laju pendinginan sangat lambat
 Laju Pemanasan lambat
 Terjadi mekanisme difusi (perpindahan atom secara individual dari konsentrasi tinggi ke
konsentrasi rendah)

Gambar 1.1 Estimation of Hardenability by Jomini test

Ilmu logam adalah ilmu mengenai bahan-bahan logam dimana ilmu ini berkembang bukan
berdasarkan teori saja melainkan atas dasar pengamatan, pengukuran dan pengujian.

Pengujian bahan logam saat ini semakin meluas baik dalam konstruksi, permesinan,
bangunan, maupun bidang lainnya. Hal ini disebabkan karena sifat logam yang bisa diubah,
sehingga pengetahuan tentang metalurgi terus berkembang.
Untuk mengetahui kualitas suatu logam, pengujian sangat erat kaitannya dengan pemilihan
bahan yang akan dipergunakan dalam konstruksi suatu alat, selain itu juga bisa untuk
membuktikan suatu teori yamg sudah ada ataupun penemuan baru dibidang metalurgi. Dalam
proses perencanaan, dapat juga ditentukan jenis bahan maupun dimensinya, sehingga apabila
tidak sesuai dapat dicari penggantinya yang lebih tepat. Disamping tidak mengabaikan
faktor biaya produksi dan kualitasnya.
Adapun pengujian yang akan kita lakukan adalah:
 Uji Kekerasan
 Uji Jomini
 Uji Struktur Mikro
 Uji Impak
 Uji Tarik
1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

1.2.1. Maksud Pengujian


Melalui praktikum ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Mengenal alat pengujian, mengetahui bagaimana cara menggunakan, kemampuan dan sifat-
sifatnya.
2. Untuk mengetahui parameter - parameter pengujian
3. Untuk mengetahui perhitungan suatu pengujian material yang dikaitkan dengan penggunaanya
didalam praktek.
4. Mengetahui sifat – sifat karakteristik dan spesifik dari material logam.
5. Mempratekkan teori – teori yang diperoleh dalam mata kuliah ilmu logam kedalam praktikum
pengujian material.
6. Melengkapi syarat mata kuliah dan syarat mengikuti Praktek Kerja Nyata.
7. Menambah pengetahuan dan kemampuan menyusun suatu laporan.

1.2.2. Tujuan Pengujian


Melalui pengujian ini diharapkan dapat mengetahui sifat – sifat logam seperti sifat
mekanik, sifat fisik dan lain sebagainya. Sifat mekanik adalah kemampuan suatu bahan untuk
menerima beban atau gaya tanpa menimbulkan kerusakan pada benda tersebut. Beberapa sifat
mekanik antara lain :

 KEKUATAN ( STRENGHT )
Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan bahan
menjadi patah, kekuatan ini terdiri dari : kekuatan tarik, kekuatan tekan, kekuatan geser, dan lain
sebagainya.

 KEKERASAN ( HARDNESS )

Menyatakan kemampuan bahan untuk tahan terhadap goresan, pengikisan ( abrasi ).Sifat
ini berkaitan terhadap sifat tahan aus ( wear resistance ).
 KEKENYALAN ( ELASTICITY )

Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya


perubahan bentuk yang permanent setelah tegangan dihilangkan. Tetapi apabila tegangan
melampaui batas maka perubahan bentuk akan terjadi walaupun beban dihilangkan.

 KEKAKUAN ( STIFNESS )

Adalah kemampuan bahan untuk menerima tegangan atau beban tanpa mengakibatkan
terjadinya perubahan bentuk atau defleksi.

 PLASTISITAS ( PLASTICITY )

Menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami sejumlah deformasi plastis ( yang


permanent ) tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Sifat ini sering disebut sebagai keuletan
( ductility ).

 KETANGGUHAN ( TOUGHNESS )

Menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah energi tanpa mengakibatkan


terjadinya kerusakan atau banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan suatu bahan.

 MERANGKAK ( CREEP )

Merupakan kecenderungan suatu logam untuk mengalami deformasi plastis yang besarnya
merupakan fungsi waktu pada saat menerima beban yang besarnya relatif besar.

 KELELAHAN ( FATIQUE )

Merupakan kecenderungan dari logam untuk patah bila menerima tegangan berulang –
ulang yang besarnya masih jauh dibawah batas kekuatan elastisnya.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Tujuan Pengujian

Salah satu sifat mekanik dahan yang penting adalah kekerasan. Untuk mengetahui nilai
kekerasan dari suatu bahan, dilakukan pengujian kekerasan menurut suatu metode tertentu.
Pengujian kekerasan ini bertujuan :
1. Untuk memperoleh harga kekerasan suatu logam.
2. Untuk mengetahui perubahan suatu sifat dan perubahan suatu kekerasan dari logam setelah
di Heat Treatment.
3. Untuk mengetahui kekerasan baja terhadap kecepatan pendinginan.
4. Untuk mengetahui perbedaan kekerasan yang disebabkan oleh media pendingin.

2.2. Dasar Teori


2.2.1. Pengertian Kekerasan

Kekerasan suatu bahan pada umumnya, menyatakan terhadap deformasi dan untuk logam
dengan sifat tersebut merupakan ukuran ketahanannya terhadap deformasi plastik atau deformasi
permanen. apabila yang menyatakan kekerasan sebagai ukuran terhadap lekukan dan ada pula
yang mengartikan kekerasan sebagai ukuran kemudahan dan kuantitas khusus yang
menunjukkan sesuatu mengenai kekuatan dan perlakuan panas dari suatu logam.

Gambar 2.1 Grafik Hardenability

Terdapat 3 jenis ukuran kekerasan secara umum, yang bergantung pada cara pengujian
ketiga jenis tersebut adalah:
1. Kekerasan goresan ( Stracht Hardness ), adalah kekerasan yang diukur dari hasil goresan yang
terdapat pada benda kerja. misalnya cara pengujian MOHS.
2. Kekerasan Lekukan ( Identation Hardness ), adalah harga kekerasan yang diukur dari hasil
lekukan yang terdapat pada benda kerja.
3. Kekerasan Pantulan ( Rebound ) atau kekerasan dinamik ( Dinamic Hardness ), adalah harga
kekerasan yang diukur dari hasil pantulan yang lakukan pada saat pengujian.
Misalnya cara penekanan : BRINELL, MEYER, VICKERS, ROCKWELL, dan lain-lain.

Penentuan kekerasan untuk keperluan industri biasanya digunakan metode. Pengukuran


ketahanan penetrasi bola kecil, kerucut atau piramida. Pengujian kekerasan adalah salah satu dari
sekian banyak pengujian yang dipakai. Karena dapat dilaksanakan pada benda uji yang kecil
tanpa kesukaran mengenai spesifikasinya.
Pengukuran kekerasan digolongkan dalam kelompok pengujian tak merusak. dan
diterapkan untuk inspeksi sebagai suku cadang karena kekerasan dengan kekuatan tarik sedang
ketahanan aus berbanding terbalik dengan kekerasan.

2.2.2. Pengaruh Proses Perlakuan Panas Terhadap Kekerasan

Macam-masam proses perlakuan panas


1. Thermal Treatments.

Gambar 2.2 Thermal Treatments

1. Thermochemical Treatment.
2. Inovatif Surface Treatment.

Pada tiap perlakuan panas diatas mempunyai pengaruh yang berbeda – beda pada kekerasan
misalnya thermochemical treatments, pengaruhnya terhadap kekerasan hanya pada kedalaman
tertentu dari benda kerja, sesuai dengan yang diinginkan pada pengujian kekerasan yang
dilakukan, perlakuan panas yang digunakan adalah thermal treatment yang meliputi : annealing
( full annealing, recrystalization annealing, stress relief annealing), normalizing, hardening,
tempering.
Tiap-tiap perlakuan panas memberikan efek yang berbeda pada bahan yang dikenai,
sedangkan pada thermal treatment prosesnya meliputi:

1. Hardening

Adalah proses pemanasan logam ( baja ) diatas temperature kritis untuk beberapa waktu,
lalu dicelupkan kedalam media pendingin, dengan cara seperti ini tingkat kekerasan akan
meningkat. Hardening juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang bertujuan untuk
mendapatkan struktur martensite yang keras dengan sifat kekerasan yang tinggi dan kekenyalan
yang rendah.

2. Tempering
Adalah memanaskan kembali baja yang telah dikeraskan untuk menghilangkan tegangan
dalam. Pada proses tempering baja yang telah diheat treatments dipanasi kembali pada suhu
150 oC - 650 oC.

Gambar 2.3 Grafik tempering

3. Anealing
Adalah proses heat treatment dimana pemanasannya dilakukan sampai mencapai
temperature tertentu, dan ditahan pada temperature tertentu yang diinginkan, kemudian
didinginkan perlahan. Tujuan anealing adalah untuk menghilangkan tegangan dalam. Pada
peristiwa ini dilakukan pemanasan sampai diatas suhu kritis ( ±60 oC ), kemudian setelah suhu
rata didinginkan diudara.

4. Normalizing
Adalah suatu proses heat treatments yang dilakukan untuk mendapatkan struktur butiran
yang halus dan seragam. Pada proses ini dilakukan pemanasan diatas suhu kritis 721 oC ( ±60 oC
), kemudian setelah merata didinginkan diudara.

Pada percobaan kita menggunakan proses annealing yang bertujuan :


 Melunakkan regangan sisa
 Menghaluskan ukuran butir
 Memperbaiki sifat kelistrikan
 Melunakkan dan memperbaiki keuletan

Secara khusus jenis annealing yang dipergunakan adalah full annealing. Full annealing
digunakan untuk membuat baja yang lebih lunak, menghaluskan butir dan dalam beberapa hal
dapat memperbaiki machineability. Baja dalam proses pengerjaan mengalami pemanasan sampai
temperatur yang tinggi. Biasanya butir kristalnya akan terlalu besar, sehingga sifat mekaniknya
kurang baik. Maka butiran kristal tersebut perlu dihaluskan dengan full annealing.
Pada baja hypoutektoid dipanaskan dengan range temperatur 30 oC - 60 oC diatas A1
pada dapur pemanas, ditahan pada temperatur itu dan didinginkan secara lambat ( dengan media
udara ), sedangkan pada baja hypotektoid perbedaannya hanya pada pemanasan pada range 30 oC
- 60oC diatas garis A1.

Pembentukan martensit terjadi karena baja yang telah dipanaskan sampai suhu
austenitnya didinginkan secara cepat/ diquench, sehingga atom karbon tidak sempat berdifusi
dan hanya sempat bergeser mengisi rongga-rongga tetrahedral dan oktahedral pada struktur FCC
austenit. Karena terisinya rongga-rongga tersebut sehingga mengakibatkan tidak teraturnya
bentuk struktur FCC (laticce site lebih panjang) sehingga terjadi distorsi latis menjadi BCT. Efek
ini disebut dengan “Efek Tetragonalitas”.

Proses Heat Treatment :

Full annealing adalahproses menaikan temperatur secara perlahan sekitar 50 ºC (90 ºF)
diatas Austenitic temperature line A3 atau ACM pada baja Hypoeutectoid (steels with < 0.77%
Carbon) dan 50 ºC (90 ºF) pada baja Hypereutectoid (steels with > 0.77% Carbon).
Spesimen ditahan sampai semua fasa berubah menjadi austenite. Kemudian secara
perlahan didinginkan degan laju pendinginan sekitar 20 ºC/hr (36 ºF/hr).
Butir hasil full annealing akan memiliki struktur coarse pearlite yang mengandung ferrite
atau cementite tergantung baja hypo atau baja hyper.baja hasil full annealing bersifat lunak dan
ulet

Normalizing adalah proses pemanasan melebihi temperatur 60 º C (108 ºF),diatas garis


A3 atau ACM sampai daerah Austenite. Agar pada temperatur ini seluruh fasa berubah menjadi
austenite. Kemudian dikeluarkan dari tungku dan didiamkan pada temperatur kamar. Struktur
butir yang didapat adalah fine pearlite dengan kelebihan ferrite atau cementite. Material hasil
normalizing lunak. Proses normalizing lebih murah daripada full annealing karena tidak ada
biaya untuk pengaturan pendinginan tungku.

Spheroidization adalah proses annealing dengan kadar karbon yang tinggi (Carbon >
0.6%) yang kemudian akan di cold working atau di machining. Panaskan spesimen sampai
temperatur dibawah garis A1 atau 727 ºC (1340 ºF) tahan temperatur dalam waktu yang lama lau
dinginkan perlahan. Metode ini akan menghasilkan struktur dimana semua cementite berada
dalam bentuk bulatan kecil (spheroids) yang terdispersi dalammatriks ferrite. Spheroidization
meningkatkan ketahanan terhadap abrasi.

ANALISIS DATA

Pada percobaan ini, benda kerja dipanaskan dulu pada temperatur austenisasinya untuk
mendapatkan austenit yang homogen, diatas 727oC, yaitu pada 875oC selama 30 menit, agar
panas merata ke seluruh bagian spesimen. Benda kerja dipanaskan sampai fasanya menjadi
austenit (g). Kemudian diquenching, didinginkan dengan cepat, melalui metode water jet pada
bagian bawah spesimen. Pendinginan cepat ini bertujuan untuk membentuk martensit yang
bersifat keras. Dari data hasil praktikum terlihat distribusi kekerasan yang tidak merata. Semakin
jauh dari pusat quench, kekerasan semakin rendah. Hal ini disebabkan oleh laju pendinginan
yang tidak merata. Daerah yang dekat dengan pusat quench akan memiliki kekerasan yang tinggi
karena laju pendinginan yang cepat sehingga banyak martensit yang terbentuk. Namun semakin
jauh dari pusat quench laju pendinginan melambat, sehingga martensit yang terbentuk tidak
sebanyak sebelumnya sehingga harga kekerasan menurun. Pada percobaan ini martensit yang
terbentuk tidak sempurna pada keseluruhan bagian spesimen.
Berbeda dengan metode quench celup, harga kekerasan akan merata, namun akan terjadi
vapour blanket di sekitar spesimen karena medium quench atau spesimennya statis. Vapour
blanket adalah uap air di sekitar spesimen yang terbentuk karena air menguap, fenomena ini
dapat dihilangkan dengan mengaduk medium quench atau menggoyangkan spesimen.
Martensit terbentuk dari fasa austenit. Pada awalnya baja memiliki fasa ferrite (BCC) kemudian
dipanaskan hingga fasanya menjadi austenite (FCC), jika didinginkan secara lambat akan
menghasilkan pearlite (BCC), namun dalam percobaan ini baja didinginkan dengan cepat
sehingga terbentuk martensite (BCT). Pada pembentukan martensite, yang terjadi bukanlah
difusi, melainkan mekanisme geser. Pada FCC, atom-atom C menempati rongga oktahedral. Jika
pendinginan dilakukan dengan lambat maka atom C tetap pada posisi oktahedral, namun ketika
didinginkan dengan cepat atom C menempati rongga tetragonal dengan mekanisme geser, dan
strukturnya menjadi BCT (Body Centered Tetragonal).
Pengaruh laju pendinginan terhadap pembentukan martensit dapat dilihat pada diagram
CCT. Spesimen pada percobaan ini adalah AISI 4142, baja dengan 0.4-0.45% C, 0.75-1.00% Mn
0.8-1.10% Cr, sehingga diagram CCT yang digunakan adalah diagram CCT hypoeutectoid.
AISI 4142 memiliki kadar karbon medium, implikasi pada diagram CCT nya adalah,
hidungnya tidak terlalu dekat dengan sumbu vertikal dan garis martensite start yang tidak terlalu
rendah, memungkinkan terjadinya martensite 100% walaupun pendinginan tidak terlalu cepat.
Hardenability band yang didapatkan dari literatur ditunjukkan pada gambar disamping.
Jika dibandingkan dengan data yang didapat pada hasil praktikum, pada jarak quenching awal
kurva hardenability terletak dibawah hardenability band, dibawah batas minimum hardenability
band. Artinya spesimen ini memiliki sifat hardenability yang kurang baik. Seharusnya secara
teoritis, baja karbon medium memiliki hardenability yang baik, dan kurva hardenability nya
berada pada hardenability band.
Kurva hardenability yang didapatkan lebih landai dibanding hardenability band nya. Hal
ini menunjukkan sifat hardenability spesimen yang kurang baik.
Penyimpangan ini terjadi mungkin karena kadar karbon yang tidak sesuai standar
sehingga menimbulkan perbedaan harga kekerasan dengan yang seharusnya. Namun, hanya
sebagian kurva yang berada dibawah hardenability band, sehingga kemungkinan faktor
penyebabnya bukan kadar karbon. Jika penyebabnya adalah kadar karbon, maka keseluruhan
kurva hardenability akan berada dibawah hardenability band.
Kemungkinan yang lain adalah ketidakhomogenan panas pada spesimen ketika di dalam
tungku, menyebabkan proses hardening tidak maksimal. Hal lain yang dapat mempengaruhi
adalah ketika akan melakukan proses quenching, spesimen terlalu lama berada di temperatur
ruangan sehingga sempat mengalami pendinginan lambat. Pendinginan lambat ini dapat
menyebabkan harga kekerasan menurun.
Jika dilihat hasil struktur mikro spesimen, pada titik 1 terlihat sangat banyak martensit
yang terbentuk. Fasa martensit adalah yang berwarna hitam. Pada titik 10 keberadaan martensit
mulai berkurang. Semakin jauh dari titik pusat quenching keberadaan martensite semakin
berkurang. Hal ini menunjukkan nilai kekerasan spesimen yang semakin berkurang.
Proses pendinginan secara langsung

Proses ini dilakukan dengan cara logam yang sudah dipanaskan hingga suhu austenite dan
setelah itu logam didinginkan dengan cara mencelupkan logam tersebut ke dalam media
pendingin cair, seperti air, oli, air garam dan lain-lain.
Gambar 2.4 Perlakuan panas dari jomini test
Pada percobaan Jominy, kecepatan pendinginan tidak merata. Hal tersebut disebabkan
karena hanya satu bagian/ujung (bagian bawah) dari benda uji diquench dengan semprotan air
sehingga kecepatan pendinginan yang terjadi menurun sepanjang benda uji, dimulai dari ujung
yang disemprot air.

Perlu dibedakan pengertian kekerasan dengan kemampukerasan. Kekerasan adalah


kemampuan dari suatu material untuk menahan beban samapai deformasi plastis. Sedangkan
kemampukerasan adalah kemampuan suatu material untuk dikeraskan.
Pada percobaan ini pelaksanaannya menggunakan dua metode, dimana cara pendinginan
untuk ujung yang bawah dengan cara menyemprotkan air langsung yaitu quench sedangkan
untuk ujung yang lain dilakukan dengan cara normalizing.
Pendinginan di ujung yang disemprot dengan air pendinginannya lebih cepat daripada
ujung yang satunya karena bantuan udara/suhu ruangan. Jadi laju pendinginan terbesar terjadi di
ujung benda uji yang disemprot air.

2. Proses pendinginan secara tidak langsung


Proses ini dilakukan dengan cara, logam yang telah dipanaskan sampai dengan suhu
austenite setelah itu logam didinginkan dengan cara menyemprotkan air pada salah satu ujung
dari logam tersebut atau dengan cara didinginkan pada udara terbuka atau temperature kamar.
Adapun metode-metode pendinginan sebagai berikut :
1. Quenching
Quenching merupakan suatu proses pendinginan yang termasuk pendinginan langsung.
Pada proses ini benda uji dipanaskan sampai suhu austenite dan dipertahankan beberapa lama
sehingga strukturnya seragam, setelah itu didinginkan dengan mengatur laju pendinginannya
untuk mendapatkan sifat mekanis yang dikehendaki. Pemilihan temperature media pendingin dan
laju pendingin pada proses quenching sangat penting, sebab apabila temperature terlalu tinggi
atau pendinginan terlalu besar, maka akan menyebabkan permukaan logam menjadi retak.
Hasil quench hardening
 menghasilkan produk yang keras tetapi getas
 Menghasilkan tegangan sisa
 Keuletan dan ketangguhan turun. Fluida yang ideal untuk media quench agar diperoleh struktur
martensit, harus bersifat:
1. Mengambil panas dengan cepat didaerah temperatur yang tinggi.
2. Mendinginkan benda kerja relatif lambat di daerah temperatur yang rendah, misalnya di bawah
temperatur 350˚C agar distorsi atau retak dapat dicegah.

1. Tempering
Tempering dimaksudkan untuk membuat baja yang telah dikeraskan agar lebih menjadi
liat, yaitu dengan cara memanaskan kembali baja yang telah diquench pada temperature antara
3000F sampai dengan 12000F selama 30 sampai 60 menit, kemudian didinginkan dengan
temperature kamar. Proses ini dapat menyebabkan kekerasan menjadi sedikit menurun tetapi
kekuatan logam akan menjadi lebih kuat.

2. Annealing
Proses ini dilakukan dengan memanaskan spesimen sampai di atas suhu transformasi,
dimana keseluruhannya menjadi fasa austenite lalu didinginkan perlahan-lahan di dalam tungku.
Pada proses annealing ini proses pendinginan secara perlahan-lahan sehingga tidak terdapat
martensit.

3. Normalizing
Proses memanaskan baja sehingga seluruh fasa menjadi austenite dan didinginkan pada
temperature suhu kamar, sehingga dihasilkan struktur normal dari perlit dan ferit.
Dapat disimpulkan bahwa dengan proses hardening pada baja karbon tinggi akan
meningkatkan kekerasanya. Dengan meningkatnya kekerasan, maka efeknya terhadap kekuatan
adalah sebagai berikut :
 Kekuatan impact (impact strength) akan turun karena dengan meningkatnya kekerasan, maka
tegangan dalamnya akan meningkat. Karena pada pengujian impact beban yang bekerja adalah
beban geser dalam satu arah , maka tegangan dalam akan mengurangi kekuatan impact.
 Kekuatan tarik (tensile sterngth) akan meningkat. Hal ini disebabkan karena pada pengujian
tarik beban yang
bekerja adalah secara aksial yang berlawanan dengan arah dari tegangan dalam, sehingga
dengan naiknya kekerasan akan meningkatkan kekuatan tarik dari suatu material.
Proses kombinasi pemanasan dan pendinginan yang bertujuan mengubah struktur mikro
dan sifat mekanis logam disebut Perlakuan Panas ( Heat Treatment) . Pada pengujian Jominy ini
kita melakukan proses pendinginan secara langsungkarena pendinginan dilakukan dengan cara
menyemprotkan logam dengan air pada salah satu ujungnya.
Pada proses ini kita sebaiknya menghindari laju pendinginan yang cepat karena, pada
prose pendinginan cepat akan mengakibatkan benda uji akan mengalami retak-retak, sedangkan
pada laju pendinginan yang lambat benda uji yang dihasilkan akan memiliki tingkat kekerasan
yang tinggi dan keuletan yang baik.
Logam yang didinginkan dengan kecepatan yang berbeda-beda misalnya dengan media
pendingin yang berbeda, air, udara atau minyak akan mengalami perubahan struktur mikro yang
berbeda. Setiap struktur mikro misalnya fasa martensit, bainit, ferit dan perlit merupakan hasil
transformasi fasa dari fasa austenit. Masing-masing fasa tersebut terjadi dengan kondisi
pendinginan yang berbeda-beda dimana untuk setiap paduan bahan dapat dilihat pada diagram
Continous Cooling Transformation (CCT) dan Time Temperature Transformation (TTT)
diagram. Masing-masing fasa di atas mempunyai nilai kekerasan yang berbeda. Dengan
pengujian Jominy maka dapat diketahui laju pendinginan yang berbeda akan menghasilkan
kekerasan bahan yang berbeda. Pada percobaan Jominy ini , mampu keras dari suatu baja yang
sama akan bervariasi karena dipengaruhi oleh komposisinya, dimana komposisi tersebut
merupakan komposisi kimia dan terdapat ukuran-ukuran dari setiap benda uji atau spesimen.
Spesimen yang biasa digunakan dalam percobaan Jominy test ini adalah baja karbon. Pada
baja,pendinginan yang cepat dari fasa austenit menghasilkan fasa martensit yang tinggi
kekerasannya. Untuk pendinginan lambat akan mendapatkan struktur
Laju pendinginan bergantung pada media pendinginnya juga. Adapun media pendingin
adalah sebagai berikut :
– Brine (air + 10 % garam dapur)
– Air
 Sangat umum digunakan sebagai quenching, dan juga mudah diperoleh sehingga tidak ada
 kesulitan dalam pengambilan dan penyimpanan.
 Panas jenis dan konduktivitas termal tinggi, sehingga kemampuan mendinginkannya tinggi.
 Dapat mengakibatkan distorsi
 Digunakan untuk benda−benda kerja yang simetris dan sederhana
– Salt bath, merupakan campuran nitrat dan nitrit (NaNO3 dan NaNO2)
– Larutan minyak dalam air
– Udara dimana pendinginan dilakukan dengan menyemprotkan udara bertekanan ke benda kerja
–Oli
 Banyak digunakan
 Laju pendinginan lebih lambat dibandingkan air
 Konduktivitas termal, panas laten penguapan rendah
 Viskositas tinggi, laju pendinginan menjadi rendah(pendinginan lambat)
 Viskositas yang rendah menyebabkan laju pendinginan tinggi dan menjadi mudah terbakar.
Metode hardening selain Jominy test adalah Grossman test. Hardenability suatu baja diuukur
oleh diamater suatu baja yang strukturmikro tepat di intinya adalah 50 % martensite setelah
dilakukan proses hardening dengan pendinginan tertentu. Baja berbentuk silinder (panjang min
5xD) dengan variasi diameter dilakukan pengerasan dengan media pendingin tertentu. Hasil
pengersan diuji metallography dan kekerasan, diameter baja tersebut yang intinya tepat 50 %
martensite dianyatakan sebagai diameter kritis (D0), pada suatu laju pendinginan tertentu Laju
pendinginan dinyatakan dengan koefisien of severity (H). Karena harga Do masih tergantung
dengan laju pendinginan tertentu maka dirumuskan Harga diameter baja tersebut (50%
martensite) dengan pendinginan Ideal (H=tak Hingga) yang disebut sebagai diameter ideal (Di).

BAB V Kesimpulan
Setelah melakukan praktek ini, kita dapat mengetahui perbedaan kekerasan baja karbon, sebelum
dan setelah dipanaskan

You might also like