You are on page 1of 37

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II


“CONDENSING VAPOR”

GRUP N
1. DORIST VLANY ( 1631010015 )
2. RIF’ATUL FIRDA ERFANI ( 1631010041 )

TANGGAL PERCOBAAN 24 OKTOBER 2018

LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA


PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
SURABAYA
2018
CONDENSING VAPOR

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIKUM
OPERASI TEKNIK KIMIA II

“ CONDENSING VAPOR ”

GROUP N

1. DORIST VLANY 1631010015


2. RIF’ATUL FIRDA ERFANI 1631010041

Tanggal Percobaan : 24 Oktober 2018

Kepala Laboratorium OTK Dosen Pembimbing

(Ir. CaeciliaPujiastuti, MT) Ir. Sukamto NEP. MT


NIP 19630305 198803 2 001 NIP. 19541019 198503 1 001

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II i


CONDENSING VAPOR

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikanLaporan Resmi Operasi Teknik
Kimia I ini dengan judul “ Leaching”.
Laporan Resmi ini merupakan salah satu tugas mata kuliah praktikum Operasi
Teknik Kimia II yang diberikan pada semester V. Laporan ini disusun berdasarkan
pengamatan, perhitungan dan dilengkapi dengan teori dari literatur serta petunjuk
asisten pembimbing yang dilaksanakan pada tanggal 26 September 2018 di
Laboratorium Operasi Teknik Kimia Universitas Pembangunan Nasional
‘VETERAN’ Jawa Timur.
Laporan hasil praktikum ini tidak dapat tersusun sedemikian rupa tanpa
bantuan baik sarana, prasarana, pemikiran, kritik dan saran. Oleh karena itu, tidak
lupa kami ucapkan terima kasih kepada:
1. Ir. C. Pujiastuti,MT selaku Kepala Laboratorium Operasi Teknik Kimia
Universitas Pembangunan Nasional ‘VETERAN’ Jawa Timur.
2. Ir. Sukamto NEP, MT selaku Dosen Pembimbing Praktikum
3. Seluruh asisten dosen yang membantu dalam pelaksanaan praktikum.
4. Rekan – rekan mahasiswa yang membantu dalam memberikan masukan-
masukan dalam praktikum.
Kami sangat menyadari dalam penyusunan laporan ini masih banyak
kekurangan. Maka dari itu, kami selalu mengharapkan kritik dan saran, seluruh
asisten dosen yang turut membantu dalam kesempurnaan laporan ini. Sehingga
penyusun berharap penyusun mengharapkan semua laporan praktikum yang telah
disusun ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Teknik khususnya jurusan
Teknik Kimia.
Surabaya, 24 Oktober 2018

Penyusun

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II ii


CONDENSING VAPOR

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
INTISARI ............................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
I.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
I.2 Tujuan ..................................................................................................... 2
I.3 Manfaat ................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 3
II.1 Secara Umum ........................................................................................ 3
II.2 Sifat Bahan ............................................................................................ 18
II.4 Diagram Alir ......................................................................................... 19
BAB III PELAKSANAAN PRAKTIKUM ....................................................... 20
III.1 Bahan.................................................................................................... 20
III.2 Alat ....................................................................................................... 20
III.3 Gambar Alat ........................................................................................ 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 23
IV.1 Tabel Pengamatan .............................................................................. 23
IV.2 Tabel Hasil Perhitungan .................................................................... 25
IV.3 Grafik ................................................................................................... 27
IV.4 Pembahasan ........................................................................................ 28
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 29
V.1 Simpulan ................................................................................................ 29
V.2 Saran ...................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 30
APPENDIX .......................................................................................................... 31

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II iii


CONDENSING VAPOR

INTISARI
Kondensasi atau pengembunan adalah perubahan wujud benda ke wujud
yang lebih padat, seperti gas atau uap yang menjadi cairan. Kondensasi terjadi
ketika uap di dinginkan menjadi cairan, tetapi dapat juga terjadi bila sebuah uap
dikompresi menjadi cairan, atau mengalami kombinasi dari pendingin dan
kompresi. Cairan yang telah terkondensasi dari uap disebut kondensat, sedangkan
sebuah alat yang digunakan untuk mengkondensasi uap menjadi cairan disebut
kondensor. Uap air di udara yang terkondensasi secara alami pada permukaan yang
dingin dinamakan embun. Berdasarkan jenis embun yang terbentuk, ada dua
macam pengembunan dari uap jenuh murni yaitu terbentuk titik-titik dan berbentuk
lapisan. Tujuan dari praktikum ini diantaranya yang pertama untuk menentukan
koefisien perpindahan panas atau koefisien pengembunan dari uap pada pipa
pengembunan vertikal dan horizontal menggunakan persamaan Nusselt. Tujuan
kedua untuk mengetahui jenis embun yang terbentuk pada proses kondensasi.
Tujuan yang ketiga yaitu untuk mengetahui hubungan antara tekanan (P) dengan
koefisien perpindahan panas (h).`
Prosedur dari percobaan condensing vapor ini adalah pertama, mengisi
tangki penampung air pendingin sampai over flow. Kemudian memanaskan tangki
pembangkit uap yang berisi air kurang lebih ¾ bagian, tunggu hingga terbentuk
uap yang cukup. Mengalirkan uap dengan cara membuka kran aliran uap bersamaan
dengan mengalirkan uap, alirkan juga air pendingin dengan cara membuka pula
kran aliran air pendingin sesuai dengan variabel bukaan kran (½ , 1 ½, dan 1 3⁄4) ke
pipa pengembunan, dengan laju alir yang telah ditentukan. Lalu mencatat suhu uap
masuk dan keluar, suhu air pendingin masuk dan keluar. Selanjutnya mencatat pula
laju alir pendingin dan kondensat yang terbentuk tiap selang waktu yang ditentukan
dan amati jenis (embun) yang terbentuk. Ulangi percobaan diatas dengan variasi
diameter pipa, letak pipa (vertikal dan horizontal) dan variabel tekanan 10 psi, 11
psi dan 12 psi serta variabel bukaan kran ½ , 1 ½, dan 1 3⁄4
Percobaan dilakukan dengan cara menguapkan air berada dalam tangki
pemanas yang selanjutnya uap tersebut ditampung dalam kolom penampung uap
sampai tercapai tekanan yang diinginkan. Pada percobaan ini tekanan yang

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II iv


CONDENSING VAPOR

diinginkan adalah 10 Psi, 11 Psi dan 12 Psi. Bukaan kran yang digunakan yaitu ½ ,
1 , dan 2. Pada bukaan kran ½ kondesnsor vertikal, didapatkan nilai koefisien
perpindahan panas pengembunan sebesar 11.4473 Btu/ft2 hr °F ( 10 psia), 11.4678
Btu/ft2 hr °F (11 psia), 11.5066 Btu/ft2hr°F (12 psia) sedangkan pada kondensor
horizontal nilai koefisien perpindahan panasnya sebesar 8.7621 Btu/ft2 hr °F ( 10
psia), 8.7832 Btu/ft2 hr °F (11 psia), 8.8070Btu/ft2hr°F (12 psia). Pada bukaan 1
diperoleh harga koefisien perpindahan panas pengembunan sebesar 11.4705
Btu/ft2hr°F (10 psia), 11.5774 Btu/ft2 hr°F (11 psia), 11.5097 Btu/ft2 hr°F (12 psia)
sedangkan pada kondensor horizontal nilai koefisien perpindahan panasnya sebesar
8.8295 Btu/ft2 hr °F ( 10 psia), 8.8658 Btu/ft2 hr °F (11 psia), 8.8682 Btu/ft2hr°F
(12 psia). Pada bukaan 2 diperoleh harga koefisien perpindahan panas
pengembunan sebesar 11.5985 Btu/ft2hr°F (10 psia), 11.6223 Btu/ft2 hr°F (11 psia),
11.6693 Btu/ft2 hr°F (12 psia) sedangkan pada kondensor horizontal nilai koefisien
perpindahan panasnya sebesar 8.8673 Btu/ft2 hr °F ( 10 psia), 8.8802 Btu/ft2 hr °F
(11 psia), 8.8817 Btu/ft2hr°F (12 psia).. Dari praktikum ini, hasil yang didapat
adalah semakin besar bukaan kran, maka nilai koefisien perpindahan panas yang
dihasilkan semakin besar pula. Dan juga jenis embun yang dihasilkan berupa Film
Wise.

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II v


CONDENSING VAPOR

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kondensasi atau pengembunan merupakan perubahan wujud benda ke
wujud yang lebih padat , seperti gas atau uap yang menjadi cairan. Kondensasi
terjadi ketika uap di dinginkan menjadi cairan, tetapi dapat juga terjadi bila sebuah
uap dikompresi menjadi cairan, atau mengalami kombinasi dari pendingin dan
kompresi. Cairan yang telah terkondensasi dari uap disebut kondensat, sedangkan
sebuah alat yang digunakan untuk mengkondensasi uap menjadi cairan disebut
kondensor. Uap air di udara yang terkondensasi secara alami pada permukaan yang
dingin dinamakan embun. Berdasarkan jenis embun yang terbentuk, ada dua
macam pengembunan dari uap jenuh murni yaitu terbentuk titik-titik dan berbentuk
lapisan.
Prosedur yang dilakukan dalam percobaan ini, pertama yaitu mengisi tangki
penampung air dingin sampai over flow, kemudian lakukan pemanasan terhadap
tangki pembangkit uap yang berisi air kurang lebih ¾ bagian, selanjutnya tunggu
hingga terbentuk uap yang cukup. Selanjutnya, alirkan uap dengan cara membuka
kran aliran uap. Bersamaan dengan mengalirkan uap, alirkan juga air pendingin
dengan cara membuka kran aliran air pendingin ke pipa pengembunan dengan
variabel bukaan kran yang ditentukan. Langkah selanjutnya, catat suhu uap masuk
dan suhu uap keluar, suhu air pendingin masuk dan suhu pendingin keluar, catat
pula laju alir pendinginan dan kondensat yang terbentuk tiap selang waktu yang
ditentukan, serta amati jenis embun. Ulangi percobaan diatas dengan variasi letak
pipa (vertikal dan horizontal) dan bukaan kran, dan tekanan.
Dalam percobaan ini bertujuan untuk menentukan koefisien perpindahan
panas (koefisien pengembunan) dari uap pada pipa pengembunan vertikal dan
horizontal dengan menggunakan persamaan Nusselt. Selain itu, mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi dalam percobaan condensing vapour. Serta mengetahui
macam-macam jenis pengembunan dari uap jenuh murni.

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 1


CONDENSING VAPOR

I.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui macam-macam jenis pengembunan dari uap jenuh
murni.
2. Untuk menentukan koefisien perpindahan panas pada pipa vertikal dan
horizontal menggunakan persamaan Nusselt.
3. Untuk mengetahui hubungan antara tekanan (P) dengan koefisien
perpindahan panas (h)

I.3 Manfaat
1. Agar praktikan dapat menentukan laju dari perpindahan panas air pendingin
yang melewati fase uap.
2. Agar praktikan dapat mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dalam
percobaan condensing vapor
3. Agar praktikan dapat mengaplikasikan proses dari condensing vapour
dalam bidang industri.

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 2


CONDENSING VAPOR

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Secara Umum
Kondensasi adalah peristiwa perubahan wujud zat dari gas menjadi
cair. Kondensasi dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni kondensasi eksterior dan
kondensasi interior. Kondensasi eksterior terjadi ketika udara lembab menyentuh
permukaan dingin seperti kaca. Kondensasi akan terjadi jika suhu permukaan
tersebut berada di bawah titik embun udara (dew point). Sedangkan Titik embun
udara adalah suhu/temperatur di mana uap air dalam udara mengembun menjadi air
pada kecepatan yang sama dengan kecepatan air itu menguap, pada tekanan udara
konstan. Kondensasi seperti ini biasa terlihat ketika malam hari yang dingin diikuti
dengan siang hari yang hangat. Di sisi lain, kondensasi interior dapat terjadi ketika
kelembaban udara terlalu berlebihan dalam suatu ruang tertutup. Kelembaban udara
yang berlebihan ini biasa menyebabkan pengembunan pada kaca jendela.
Banyaknya pengembunan berbanding lurus dengan banyaknya udara hangat dalam
ruang. Semakin banyak udara hangat maka semakin banyak pula uap air yang
dimiliki, sehingga semakin banyak pula pengembunan yang terjadi pada permukaan.
( Budisma, 2015 )

II.1.1 Kondensasi Berdasarkan Jenis Embun


Kondensasi uap jenuh dilakukan dengan membawa uap ke dalam kontak
dengan permukaan yang suhunya di bawah titik embun dari uap. Kondensat zat
organik umumnya permukaan logam basah, membentuk sebuah film cairan pada
permukaan dingin yang disebut "Kondensasi Filmwise." Biasanya air kondensat
membasahi permukaan metalik, tetapi dalam beberapa kondisi mungkin tidak dan
dalam kasus seperti "kondensasi tetes mata / dropwise" terjadi.
1. Film wise condensation
Saturated Vapor
Ketebalan lapisan kondensat dalam film kondensasi tergantung pada
konfigurasipermukaan, laju kondensasi, dan laju pada yang mengalir cairan dari

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 3


CONDENSING VAPOR

permukaan. Dalam dari film kondensat pada permukaan vertikal dan horizontal
terdapat pada gambar 1 dibawah ini.

Gambar 1. Diagram yang mewakili kondensasi film pada


tabung horisontal atau vertikal.
Efeknya pada kondensat ketebalan film yang disebabkan oleh kecepatan uap
atau oleh aliran turbulensi cairan pada tabung vertikal panjang diabaikan.
Penurunan ketebalan film akan meningkatkan koefisien kondensasi. Untuk
permukaan vertical :
𝑘𝑓3 𝜌𝑓2 𝑔(∆𝐻)
ℎ = 0,943 [ ]…………………..………………..(1)
𝐿µ𝑓 ( 𝑇𝑎𝑣 − 𝑇𝑎

Keterangan :
Tav : Suhu uap jenuh ( ° F )
Ta : Suhu Permukaan ( ° F )
ΔH : Panas Laten Kondensasi ( Btu/lb )
L : Panjang tabung atau permukaan vertikal (ft).
G : Akselerasi karena gravitasi [ft/(hr)(hr)]
Untuk tabung horisontal, persamaan berikut mungkinditurunkan
berdasarkan asumsi yang sama dibuat dalam memperoleh persamaan dibawah ini :
𝑘𝑓3 𝜌𝑓2 𝑔(∆𝐻) 1/4
ℎ = 0,725 [ ] ……………………...………..(2)
𝑁𝐷µ𝑓 ( 𝑇𝑎𝑣 − 𝑇𝑎

Keterangan :
Tav : Suhu uap jenuh ( ° F )
Ta : Suhu Permukaan ( ° F )

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 4


CONDENSING VAPOR

ΔH : Panas Laten Kondensasi ( Btu/lb )


G : Akselerasi karena gravitasi [ft/(hr)(hr)]
N : Jumlah Tubes

Gambar 2. Diagram menunjukkan akumulasi kondensat pada tabung


horizontal ditempatkan secara vertical baris.
Variasi ketebalan kondensat dari atas ke bagian bawah tabung menyebabkan
suhu dari permukaan tabung sangat bervariasi.1 Suhu rata-rata teratur baik secara
melingkar dan memanjang biasanya digunakan. Penurunan rata-rata koefisien
kondensasi untuk beberapa tabung dalam baris vertikal berikut langsung dari
peningkatan jumlah cairan yang mengalir di atas tabung itu. Ketebalan dari film
kondensat meningkat dengan tabung berturut-turut sampai dasarnya hanya
kondensat cair yang mengalir tabung-tabung tersebut.
Kondensasi uap super panas melibatkan langkah tambahan untuk
mengurangi suhu uap ke suhu jenuh sebelum kondensasi terjadi. Selama
pengurangan panas super turun ke suhu di mana tabung basah dengan kondensat,
uap berfungsi dalam cara diprediksi untuk cairan mengalir di luar atau di dalam
tabung. Dalam hal ini koefisien konveksi adalah relatif rendah ( 10 sampai 40 btu
/(hr)(°f)(sq)(ft) ). Untuk bagian kondensasi dari perpindahan panas, perbedaan suhu
adalah suhu jenuh dikurangi suhu permukaan. Ketika tingkat superheat kecil
dibandingkan dengan panas laten, koefisien untuk uap jenuh dapat digunakan untuk
uap super panas, dengan ketentuan perbedaan suhu antara suhu saturasi dan suhu
permukaan digunakan.
Gas yang tak terkondensasi pada kondensor suhu dapat menyebabkan
penurunan kondensor yang parah kapasitas dengan menyelimuti permukaan

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 5


CONDENSING VAPOR

kondensasi. Udara dalam uap adalah ilustrasi umum ini. Untuk kondensor yang
beroperasi pada sistem tertutup seperti sistem pendingin, gas yang tidak dapat
dikondensasikan seharusnya benar-benar dihapus pada saat refrigeran dibebankan
ke sistem. Penghapusan udara secara terus-menerus juga diperlukan jika ada
kebocoran ke dalam system mencegah menyelimuti permukaan kondensasi dengan
akumulasi udara, meskipun konsentrasi udara sangat rendah. Untuk kondensor uap
yang beroperasi pada tekanan subatmosfir, diperlukan pompa vakum untuk
menghapus non kondensibilitas secara terus menerus
2. Drop wise condensation
Kondensasi dropwise terjadi ketika kondensasi sate tidak membasahi
permukaan tetapi membentuk tetesancairan yang menggulung permukaan.
Sebenarnya cairan membentuk sudut kontak yang pasti dengan permukaan yang
padat, yang telah digambarkan dibawah ini :

Gambar 3. Sudut kontak dalam kondensasi tetes demi tetes.


Jika sudut kontak (yang sudut diukur melalui cair) menjadi jauh lebih sedikit
daripada 50 derajat, tetesannya menyebar tidak merata dan area akan diatur
ditambah dengan film yang terus menerus. Biasanya, zat organik membentuk film
yang terus menerus, dan air mengembun ke film kecuali pada permukaan tertutup
asam lemak atau sejenisnya bahan tidak basah oleh air. Dengan demikian
pengetahuan tentang kondensasi tetes mata adalah terbatas pada eksperimen dengan
uap pada permukaan logam yang mengandung beberapa teradsorpsi zat organik
seperti asam lemak untuk mengontrol sudut kontak antara kondensat cair dan yang
solid.
Suatu studi tentang kondensasi uap tetes demi tetespermukaan vertikal dan
miring di bawah kondisi dinamis menunjukkan mekanisme berikut. Uap
mengembun di permukaan dalam tetes kecil yang umumnya berukuran seragam dan
bentuk. Itu tetes kecil tumbuh baik oleh kondensasi pada permukaan mereka dan

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 6


CONDENSING VAPOR

dengan perpaduan sampai satu atau lebih tetes mencapai ukuran maksimum yang
mungkin untuk mengikuti permukaan. Tetes besar ini kemudian bergulir dan
tumbuh dengan cepat dengan menggabung dengan tetesan lain.
( Brown, 1896 )
II.1.2 Kondensasi pada Kondensat Vertikal
Kondensasi tipe film pada dinding vertikal atau tabung bisa dianalisis
menggunakan asumsi alirannya dan termasuk aliran laminer pada kondensat yang
jatuh ke bawah tembok. Nusselt mengasumsikan bahwa proses perpindahan panas
dari kondensing uap pada Tw, oK yang berupa cairan dengan dinding pada Tw, oK
adalah kondensasi. Untuk laju dari air pendingin diberikan persamaan yaitu :
𝑄 𝑘 (𝑡 ′ −𝑡)
= = 𝜆 𝜔′ = ℎ (𝑡 ′ − 𝑡)...............................................(3)
𝐴 𝑦′

Dimana : λ = panas laten dari penguapan


w’ = berat kondensat (lbm/hr.ft)
y’ = tebal dari lapisan kondensat

Sedangkan kondensating vapour diberikan persamaan :


𝜆(𝑡 ′ −𝑡)
𝑊′ = ...............................................................................(4)
𝑘𝑦′

Untuk persamaan pada gaya :

𝑑𝑣
(𝜕 − 𝑦)(𝑑𝑥)(𝜌ℓ − 𝜌𝑣 )𝑔 = 𝜇 (𝑑𝑥) ......................................(5)
𝑑𝑦

𝑔(𝜌ℓ − 𝜌𝑣 ) 𝑦2
𝑉= (𝜕𝑦 − )...........................................................(6)
𝜇 2

Masa aliran yang ada pada aliran lapisan kondensat pada titik x adalah :

𝜌ℓ 𝑔 (𝜌ℓ −𝜌𝑣 ) 𝜕3
𝑚= ...................................................................(7)
3𝜇ℓ

Rate perpindahan panas jika didistribusikan pada temperatur linier diasumsikan


pada liquid diantara dinding dan uap :
𝑑𝑇 𝑇𝑠𝑎𝑡 −𝑇𝑤
𝑞𝑥 = −𝑘1 (𝑑𝑥. 1) ) = 𝑘1 𝑑𝑥 ............................(8)
𝑑𝑦 𝑦=0 𝜕𝑤

Neraca panas untuk jarak dx, rate massa aliran dm waktu panas laten hfg bisa
menggunakan qx dari persamaan (6) :

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 7


CONDENSING VAPOR

𝜌ℓ 𝑔 (𝜌ℓ −𝜌𝑣 ) 𝜕2 𝑑𝜕 𝑇𝑠𝑎𝑡 −𝑇𝑤


ℎ𝑓𝑔 = = 𝑘ℓ 𝑑𝑥 ...................................(9)
𝜇ℓ 𝜕

Jika 𝜕 = 0 pada x = 0 dan 𝜕 = 𝜕 pada x = x

1⁄
4 𝜇ℓ 𝑘ℓ 𝑥 (𝑇𝑠𝑎𝑡 − 𝑇𝑤 4
𝜕=[ ] ......................................................(10)
𝑔 ℎ𝑓𝑔 𝜌ℓ (𝜌ℓ −𝜌𝑣 )

Neraca panasnya :
𝑇𝑠𝑎𝑡 −𝑇𝑤
ℎ𝑥 = (𝑑𝑥. 1)(𝑇𝑠𝑎𝑡 − 𝑇𝑤 ) = 𝑘ℓ (𝑑𝑥. 1) .....................(11)
𝜕

Menjadi,
𝑘ℓ
ℎ𝑥 = .................................................................................(12)
𝜕

Dari persamaan (8) dan (10) menjadi :


1⁄
𝑔 ℎ𝑓𝑔 𝜌ℓ (𝜌ℓ −𝜌𝑣 )𝑘ℓ 3 4
ℎ𝑥 = [ ] .....................................................(13)
4 𝜇ℓ 𝑥 (𝑇𝑠𝑎𝑡 – 𝑇𝑤 )

Dimana : hx = koefisien perpindahan panas


Tsat = suhu kondensasi uap
Tw = suhu pada dinding
Dari total panjang L, nilai rata-rata, rata-rata h, diperoleh
1 𝐿
ℎ = 𝐿 ∫0 ℎ 𝑑𝑥......................................................................(14)

1⁄
𝑔 ℎ𝑓𝑔 𝜌ℓ (𝜌ℓ −𝜌𝑣 ) 𝑘ℓ 4
ℎ = 0,943 [ ] .........................................(15)
𝜇ℓ 𝐿 (𝑇𝑠𝑎𝑡 – 𝑇𝑤 )

Dimana :

μ = Viskositas liquid (gr/cm.s)


μv = Viskositas uap (gr/cm.s)
g = Percepatan gravitasi (cm/s2)
ρ = Densitas liquid (g/cm3)
ρv = Densitas uap (g/cm3)
L = Tinggi dari surface vertikal (cm)
kℓ = Konduktivitas thermal (W/m.K)
hfg = Panas laten dari kondensasi (Joule/kg)

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 8


CONDENSING VAPOR

Bilangan Nusselt Laminar :


1⁄
ℎ𝐿 𝑔 ℎ𝑓𝑔 𝜌ℓ (𝜌ℓ −𝜌𝑣 ) 𝐿3 4
𝑁𝑁𝑊 = = 1,13 [ ] ...................................(16)
𝑘ℓ 𝜇ℓ 𝑘ℓ (𝑇𝑠𝑎𝑡 – 𝑇𝑤 )

Dimana untuk menghitung suhu dengan cara :

∆T = Tsat – Tw , pada suhu oK

(𝑇𝑠𝑎𝑡 + 𝑇𝑤)
𝑇𝑓 =
2

Sedangkan untuk Bilangan Nusselt Turbulen :


1⁄
ℎ𝐿 𝑔 𝜌ℓ 𝐿3 4
𝑁𝑁𝑊 = = 0,0077 [ ] (𝑁𝑅𝑒)0,4..................................(17)
𝑘ℓ 𝜇ℓ 2

Keterangan :

h = koefisien heat transfer (W/m2K)


L = total panjang (cm)
μℓ = Viskositas liquid (gr/cm.s)
ρ = Densitas liquid (g/cm3)
hfg = Panas laten dari kondensasi (Joule/kg)

(McCabe, 2005)

II.1.3. Kondensasi pada Kondensat Horizontal

Aliran massa dari uap menuju lapisan y’ dihubungkan dengan persamaan


konduktivitas :

𝑘(𝑡 ′ −𝑡)𝑟 𝑑𝑥
𝑊′ = 𝜆 𝑦′
....................................................................(18)

Maka pertukaran panas lokal pada tiap saat adalah :

𝑘 1 𝑘 3 𝜃2 𝑘𝑔
ℎ ∝ = 𝑦 ′ = 𝜑 [3𝜆𝑘(𝑡 ′ −𝑡)𝑟]......................................................(19)

Rata-rata koefisien perpindahan panas dari ℎ ∝ dari segment antara α1 dan α2


adalah :
α1 𝑘 α1 𝑑𝛼
ℎ ∝ ∫α2 = 1 (𝛼1 − 𝛼2 ) ∫α2 .............................................(20)
𝜓
𝑚4

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 9


CONDENSING VAPOR

Menurut metodha grafik, Do adalah diameter luar pipa . Koefisien perpindahan


panas rata-ratanya dicari dengan :
1
90𝑜 𝑘 3 𝜃 2 𝑘𝑔 4
ℎ∝ ∫00 = 0,860 [𝜆 𝐷𝑜 Δ𝑇𝑓] ..................................................(21)

1
180𝑜 𝑘 3 𝜃 2 𝑘𝑔 4
ℎ∝ ∫900 = 0,589 [𝜆 𝐷𝑜 Δ𝑇𝑓] .................................................(22)

Dari 0o sampai 180o hanya untuk satu pipa, sedangkan untuk yang lain sama.

𝑘𝑓 3 𝜃 2 𝑘𝑔
ℎ = 0,725 ⌈𝜆 𝐷𝑜 Δ𝑇𝑓⌉.....................................................(23)

Dimana :
h = Koefisien perpindahan panas (W/m2K)
kg = Panas laten dari penguapan (Joule/kg)
g = Percepatan gravitasi (cm/s2)
Do = Diameter luartube (ft)
Δtf = Penurunan titik beku
Kf = Panas laten dari kondensasi (Joule/kg)
(Modul OTK II, 2018)
II.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kondensasi
1) Suhu
Kondensasi menigkat jika suhu gas berkurang.
2) Kelembaban
Kondensasi meningkat jika kelembaban berkurang.
3) Luas Permukaan
Tingkat kondensasi meningkat jika luas permukaan cairan menurun.
4) Angin
Kondensasi meningkat jika udara tidak bergerak diatas permukaan cairan.

(Fajri, 2013)
II.1.5 Aplikasi di Industri
Proses kondensasi juga penting dalam industri yang menggunakan bahan
kimia destilasi atau zat. Komponen kimia misalnya dapat dipisahkan atau diisolasi

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 10


CONDENSING VAPOR

melalui proses distilasi yang menggunakan kondensasi sebagai salah satu cara
utamanya.
Percobaan kimia juga menggunakan kondensasi dalam memeriksa dan/atau
mengisolasi komponen yang berbeda dari zat. Menjadi proses alami, kondensasi
kadang-kadang dianggap sebagai proses yang tidak diinginkan karena efeknya pada
properti. Dalam kasus bangunan dan lukisan misalnya, konversi udara lembab ke
dalam cairan akan berarti kemungkinan kelembaban ekstra yang tidak diinginkan
dan pembentukan noda.
( Budisma, 2015 )
II.1.6 Panas Laten
Apabila suatu zat padat, misalnya es, dipanaskan, ia akan menyerap kalor dan
berubah wujud menjadi zat cai. Perubahan wujud zat dari padat menjadi cair ini
disebut melebur. Suhu dimana zat mengalami peleburan disebut titik lebur zat.
Kejadian yang sebaliknya adalah membeku, yaitu perubahan wujud zat dari cair
menjadi padat. Suhu dimana zat mengalami pembekuan disebut titik beku.
Jika zat cair ini kita panaskan terus, ia akan menguap dan berubah wujud
menjadi gas. Perubahan wujud zat dari cair menjadi uap ( gas ) disebut menguap.
Pada peristiwa penguapan dibutuhkan kalor. Hal ini dapat kita buktikan, ketika kita
mencelupkan jari tangan kita kedalam cairan spirtus atau alcohol. Spirtus atau
alcohol adalah zat cair yang mudah menguap, untuk melakukan penguapan ini
spirtus atau alcohol menyerap panas dari jari tangan kita, sehingga jari tangan kita
terasa dingin. Peristiwa lain yang memperlihatkan bahwa proses penguapan
membutuhkan kalor adalah mendidih. Menguap hanya terjadi pada permukaan zat
cair dan dapat terjadi pada sembarang suhu, sedangkan mendidih terjadi pada
seluruh bagian zat cair dan hanya terjadi pada suhu tertentu yang disebut titik
didih. Proses kebalikan dari meguap adalh mengembun, yaitu perubahan wujud dari
uap menjadi cair.
Ketika sedangkan berubah wujud, baik melebur, membeku, menguap dan
mengembun, suhu zat tetap, walaupun ada pelepasan atau penyerapan kalor.
Dengan demikian, ada sejumlah kalor yang dilepaskan atau diserap pada saat
perubahan wujud zat, tetapi tidak digunakan untuk menaikkan atau menurunkan

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 11


CONDENSING VAPOR

suhu. Kalor semacam ini disebut kalor laten dan disimbulkan dengan huruf L.
Besarnya kalor ini ternyata tergantung juga pada jumlah zat yang mengalami
perubahan wujud ( massa benda ). Jadi kalor laten adalah kalor yang dibutuhkan
oleh suatu benda untuk mengubah wujudnya persatuan massa. Dengan demikian,
dapat dirumuskan bahwa :
Q=m.L ……………………………..( 24 )
Keterangan :
Q = Jumlah Kalor yang di Serap ( Joule )
M = Massa Zat ( Kg )
L = Panas Laten ( Joule/Kg )
Kalor laten beku besarnya sama dengan kalor laten lebur dan biasanya disebut
dengan kalor lebur. Kalor lebur es Lf pada suhu dan tekanan normal sebesar 334
kJ / kg. Kalor laten uap besarnya sama dengan kalor laten embun dan bias any
disebut dengan kalor uap. Kalor uap air Lv pada suhu dan tekanan normal sebesar
2256 kJ/kg.
Disamping proses perubahan wujud yang telah disebutkan diatas, ada suatu
proses perubahan yang disebut menyublin, yaitu peristiwa perubahan wujud zat dari
padat langsung menjadi uap tanpa melalui zat cair. Peristiwa menyublin ini
dimamfaatkan dalam proses pengawetan makanan, yaitu proses pengeringan beku
( freeza drying ). Pada awal proses, bahan makanan yang akan diawetkan dibekukan
terlebih dahulu sehingga kandungan air dalam bahan makanan ini membeku.
Selanjutnyya, bahan makanan yang sudah dibekukan ini dipendahkan keruang yang
tekanannya sangat rendah. Akibatnya, kandunagn air yang sudah beku tersebut
menguap. Denagn demikian, diperoleh makanan yang kandungan gizinya tetap,
rasanya tetap, dan tidak mudah membusuk karena kandungan airnya sudah
ditiadakan. Ketika akan dikonsumsi, penambahan air akan mengembalikan
makanan ke kondisi semula.
( Djuanda, 2013 )
II.1.7 Asas Black
Berikut ini adalah bunyi dari asas black :

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 12


CONDENSING VAPOR

“Pada pencampuran dua zat, banyaknya kalor yang dilepaskan zat yang suhunya
lebih tinggi itu sama dengan banyaknya kalor yang diterima zat yang memiliki suhu
yang lebih rendah”
Secara umum rumus asas black ini adalah
Q lepas = Q terima
(M1 X C1) (T1-Ta) = (M2 X C2) (Ta-T2)………………….………………..(25)
Ta = (M1 X T1 + M2 X T2) / (M1 + M2)………………………………...…..(26)
Keterangan :
Q lepas = jumlah dari kalor yang dilepaskan oleh zat
Q terima = jumlah dari kalor yang diterima oleh zat
M1 = masa dari benda yang memiliki tingkat temperatur yang lebih tinggi
C1 = kalor jenis benda yang memiliki tingkat temperatur yang lebih tinggi
T1 = temperatur benda yang memiliki tingkat temperatur yang lebih tinggi
Ta = temperatur akhir dari pencampuran kedua buah benda
M2 = massa dari benda yang memiliki tinggkat temperatur yang lebih rendah
C2 = kalor jenis benda yang memiliki tingkat temperatur yang lebih rendah
T2 = temperatur dari benda yang memiliki tingkat temperatur yang lebih rendah
Pencampuran antara dua zat itu sesungguhnya memiliki kalor yang hilang
ke lingkungan sekitarnya, misalkan wadah atau tempat yang digunakan untuk
mencampurkan benda itu menyerap kalor sebesar hasil kali antara massa, kenaikan
suhu, dan juga jenis kalor, dan rumus asas black diatas itu hanya berlaku kepada
dua jenis zat cair yang sejenis misalkan air dengan air, dan tempat pencampuran
atau wadahnya tidak ikut menyerap.
(Ami, 2017)
II.1.8 Jenis Jenis Penukar Kalor
1. Penukar kalor pipa ganda ( Concentric tube heat exchanger )
Penukar kalor pipa ganda ( Concentric tube heat exchanger ) Penukar kalor
pipa ganda merupakan jenis penukar kalor yang paling sederhana, biasanya
digunakan untuk fluida cair pada laju aliran yang relatif rendah. Salah satu
fluida terdapat dalam ruang annulus dan fluida yang lainnya di dalam pipa.
Berdasarkan arah aliran, penukar kalor pipa ganda dibagi menjadi:

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 13


CONDENSING VAPOR

 Aliran paralel ( Parallel flow )


 Aliran berlawanan arah ( Counter flow )

Gambar 4. Penukar panas pipa ganda, paralel dan berlawanan arah


2. Penukar panas selongsong dan pipa ( Shell and Tube )
Jenis penukar kalor ini dapat digunakan pada laju aliran fluida yang relatif
besar,banyak digunakan di industri. Pada penukar kalor ini salah satu fluida
akan mengalir di dalam pipa-pipa sedangkan fluida yang lainnya dialirkan
melalui selongsong melintasi luar pipa. Biasanya dalam selongsong dipasang
sekat-sekat atau baffles untuk menjamin fluida mengalir melalui selongsong
dan melintasi tabung, sehingga perpindahan panas yang terjadi akan lebih
tinggi. Menurut jenis selongsongnya, TEMA (Tabular Exchanger M
anufacturers Association – Asosiasi Pembuat Penukar Panas Pipa Amerika
Serikat) membagi jenis selongsong menurut Gambar VIII.2. Tiap-tiap betuk
memiliki kegunaan, sesuai dengan kekurangan dan kelebihannya masing-
masing. Menurut susunan pipa, penukar panas selongsong-pipa dapat dibagi
menjadi:
1. Lintasan tunggal pada pipa dan selongsong, dengan sambungan toroid
untuk mengakomodasi ekspansi termal.
2. Dua lintasan pipa berbentuk U, dan lintasan tunggal selongsong
3. Dua lintasan pipa, dan lintasan tunggal, untuk memudahkan pebersihan
pada sisi pipa.
4. Penukar panas dengan kepala mengambang untuk
mengakomodasi perbedaan ekspansi termal antara pipa dan selongsong.
5. Selain itu masih ada kemungkinan untuk membuat susunan dua lintasan
pada selongsong.
Pengaturan deretan pipa, masing-masing yaitu:
1. Segi tiga, yang memberikan susunan yang lebih kompak, akan tetapi

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 14


CONDENSING VAPOR

menyulitkan dalam pembersihan.


2. Segi empat, memudahkan pembersihan.
3. Segi empat diputar.

Gambar 5. Pengaturan pipa


3. Penukar kalor arus silang (cross flow heat exchanger)
Penukar kalor arus silang banyak digunakan dalam pemanasan dan
pendinginan udara atau gas. Ada 2 jenis penukar kalor arus silang, yaitu:
a. Kedua fluida tidak tercampur
Gas dialirkan menyilang berkas tabung dengan dibatasi oleh dinding
dinding pemisah atau sering dikenal sebagai sirip/fin dan fluida lain berada
di dalam tabung. Penukar kalor jenis ini merupakan jenis yang khas
dipakai untuk mesin pendingin udara (AC).3.
b. Satu fluida tercampur & yang lain tak tercampur
Gas dikatakan bercampur karena dapat bergerak dengan bebas di dalam
alat itu sambil menukar kalor dan fluida lain berada dalam tabung, tidak
dapat bercampur selama proses perpindahan kalor.
4. Penukar Kalor Kompak (Compact heat exchanger)
Penukar kalor jenis ini merupakan pengembangan konstruksi dari penukar
kalor yang biasa digunakan dengan berdasarkan beberapa pertimbangan,
misalnya memperluas permukaan perpindahan panas, penurunan tekanan yang
lebih kecil, meningkatkan efisiensi alat, efisiensi dimensi, memperbesar
kapasitas dan masih banyak pertimbangan lainnya. Penukar kalor kompak yang
sering digunakan di industri antara lain:
 Tabung-tabung rata dengan sirip datar kontinu (flat tubes, continuous plate
fins)

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 15


CONDENSING VAPOR

 Tabung tabung bundar dengan sirip datar kontinu (circular tubes,


continuous plate fins)
 Tabung bundar bersirip bundar ( circular tubes, circular fins )
 Pelat datar dengan satu laluan ( Plate fin single pass )
 Pelat datar dengan multi laluan ( Plate fin multipass )
II.1.9 Prinsip dan Jenis Perpindahan panas
Pada dasarnya perpindahan panas terjadi akibat adanya ketidakseimbangan
(adanya perbedaan temperatur) termal. Proses perpindahan panas yang sebenarnya
terjadi adalah sangat rumit dan memerlukan pengkajian yang cukup sulit. Oleh
karena itu dilakukan berbagai cara penyederhanaan dalam peninjauan proses
tersebut yaitu dengan jalan memperhatikan hal-hal yang kurang berpengaruh
terhadap proses keseluruhan. Dengan dasar penyederhanaan tersebut, maka
mekanisme perpindahan panas dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu: konveksi,
konduksi dan radiasi.
1. Konduksi
Perpindahan panas konduksi, di mana proses perpindahan panas terjadi antara
benda atau partikel-partikel yang berkontak langsung, melekat satu dengan
yang lainnya; tidak ada pergerakkan relatif di antara benda-benda tersebut.
Misalnya panas yang berpindah di dalam sebuah batang logam akibat
pemanasan salah satu ujungnya Ujung A menjadi naik temperaturnya
walaupun yang dipanasi adalah ujung B.
2. Konveksi
Perpindahan panas konveksi, di mana perpindahan panas terjadi di antara
permukaan sebuah benda padat dengan fluida (cairan atau gas) yang mengalir
menyentuh permukaan tadi. Misalnya dinding pipa logam yang menjadi panas
atau dingin akibat fluida panas atau dingin yang mengalir di dalamnya.
3. Radiasi
Perpindahan panas radiasi adalah proses perpindahan panas terjadi di antara
dua permukaan yang terjadi tanpa adanya media perantara. Misalnya
perpindahan panas antara matahari dengan mobil berwarna hitam yang diparkir
di tempat yang terik. Udara bukanlah perantara dalam perpindahan panas ini

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 16


CONDENSING VAPOR

karena temperatur udara di sekitar mobil tersebut lebih rendah daripada


temperatur mobil tersebut.
( Haryadi, 2012 )
II.1.10 Kelebihan Kondensor Horizontal dan Vertikal
A. Horizontal Condensor
Air pendingin masuk kondensor melalui bagian bawah, kemudian
masuk ke dalam pipa-pipa pendingin dan keluar pada bagian atas
sedangkan arus panas masuk lewat bagian tengah kondensor dan keluar sebagai
kondensat pada bagian bawah kondensor. Kelebihan Kondensor horizontal
adalah :
1. Dapat dibuat dengan pipa pendingin bersirip sehingga relaif berukuran
kecil dan ringan
2. Pipa pendingin dapat dibuat dengan mudah
3. Bentuk sederhana dan mudah pemasangannya
4. Pipa pendingin mudah dibersihkan
B. Vertical Condensor
Air pendingin masuk konddensor melalui bagian bawah, kemudian
masuk ke dalam pipa-pipa pendingin dan keluar pada bagian atas
Sedangkan arus panas masuk lewat bagian atas kondensor dan keluar sebagai
kondensat pada bagian bawah kondensor. Kelebihan Kondensor vertical
adalah :
1. Harganya murah karena mudah pembuatannya.
2. Kompak karena posisinya yang vertikal dan mudah pemasangan
3. Bisa dikatakan tidak mungkin mengganti pipa pendingin,
4. Pembersihan harus dilakukan dengan menggunakan deterjen
(Utomo, 2018)

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 17


CONDENSING VAPOR

II.2 Sifat Bahan


1. Aquadest
a. Sifat Fisika
1) Fase = cair
2) TIdak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna
3) Densitas = 1 g/cm3
4) Titik didih = 100oc
5) Titik beku = 0oC
b. Sifat Kimia
1) Rumus molekul = H2O
2) Berat molekul = 18,02 g/cm3
3) PH netral
4) Tidak korosif
5) Bersifat stabil
(MSDS, 2013“Water”)
c. fungsi : sebagai bahan yang dialirkan

II.3 Hipotesa
Semakin besar tekanan uap kondensat maka nilai perpindahan panas
semakin besar pula. Sedangkan makin besar laju alir air pendingin maka nilai
koefisien perpindahan panas semakin besar.

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 18


CONDENSING VAPOR

II.4 Diagram Alir

Isi tangki air pendingin sampai overflow

Panaskan tangki berisi air ¾ bagian, tunggu hingga terbentuk uap

Buka kran aliran uap dan alirkan air pendingin ke pipa pengembunan

Catat suhu uap dan air pendingin serta laju alir pendingin dan kondensat

Ulangi percobaan dengan variasi tekanan dan bukaan kran yang berbeda

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 19


CONDENSING VAPOR

BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

III.1 Bahan
1. Aquadest

III.2 Alat
1. Thermometer
2. Stopwatch
3. Gelas ukur
4. Beaker alat
5. Satu unit peralatan condensing vapor

III.3 Gambar Alat

Stopwatch Thermometer

Gelas Ukur Ember

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 20


CONDENSING VAPOR

III.4 Rangkaian Alat

1
7 5B 7 7

7 7

2
7
4B 4A

7
7 7
7
6
5A

83

Satu unit peralatan condensing vapor

Keterangan :

1. Penampung Air 5A. dan 5B. Kondensor Horizontal


2. Penampung Uap 6. Barometer
3. Bejana Penguap 7. Termometer
4A. dan 4B. Kondensor Vertikal 8. Elemen Pemanas

III.5 Prosedur
1. Mengisi tangki penampung air pendingin sampai overflow.
2. Memanaskan tangki pembangkit uap yang berisi air kurang lebih ¾ bagian,
tunggu hingga terbentuk uap yang cukup.
3. Selanjutnya mengalirkan uap dengan cara membuka kran aliran uap. Bersamaan
dengan mengalirkan uap, alirkan juga air pendingin dengan cara membuka pula
kran aliran air pendingin ke pipa pengembunan, dengan variable bukaan kran
yang berbeda.

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 21


CONDENSING VAPOR

4. Mencatat suhu uap masuk dan keluar, suhu air pendingin masuk dan keluar.
5. Mencatat pula laju alir pendingin dan kondensat yang terbentuk tiap selang
waktu yang ditentukan dan amati jenis (embun) yang terbentuk.
6. Mengulangi percobaan di atas dengan variasi diameter pipa, letak pipa (vertikal
dan horizontal) dan laju alir fluida yang berbeda (dengan bukaan/putaran kran
(valve)) yang berbeda.

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 22


CONDENSING VAPOR

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Tabel Pengamatan


Table 1. Pengamatan pada Kondensor Vertikal

T AIR (ᵒC) T UAP (ᵒC) V Debit (cm3/s)


Tekanan V air Waktu
Bukaan kondensat
(Psi) t1 t2 T1 T2 (ml) (s)
(ml) Air Kondensat
(masuk) (keluar) (masuk) (keluar)
10 28 40.5 94.7 91.3 470 254 5 94 50.8
1/2 11 28 40.9 95.1 91.7 530 268 5 106 53.6
12 28 41.6 95.7 93.1 580 277 5 116 55.4
10 28 40.9 95 94.3 560 271.2 5 112 54.24
1 11 28 42.1 95 93 600 282 5 120 56.4
12 28 42.5 98.6 97.2 621 291 5 124.2 58.2
10 28 43.6 98.3 96.8 610 319 5 122 63.8
2 11 28 44.2 98.9 97.2 650 387 5 130 77.4
12 28 44.7 101 98.1 720 412 5 144 82.4

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 23


CONDENSING VAPOR

Table 2. Pengamatan pada Kondensor Horizontal

T AIR (ᵒC) T UAP (ᵒC) V Debit (cm3/s)


Tekanan V air Waktu
Bukaan t1 t2 T1 T2 kondensat
(psi) (ml) (s) Air Kondensat
(masuk) (keluar) (masuk) (keluar) (ml)
10 28 39.5 93.7 90.8 469 253.4 5 93.8 50.68
1/2 11 28 40.1 94.4 91.4 529.7 267.5 5 105.94 53.5
12 28 40.6 94.7 92.8 579.4 276.4 5 115.88 55.28
10 28 40.4 94.8 94 559 271 5 111.8 54.2
1 11 28 41.1 94.9 92.9 599.5 281.6 5 119.9 56.32
12 28 42.4 97.6 96.7 620.2 290.5 5 124.04 58.1
10 28 42.2 97.2 96.5 609.3 318.2 5 121.86 63.64
2 11 28 42.8 98 96.8 649 386.1 5 129.8 77.22
12 28 43.5 99.5 97.6 719.6 411.8 5 143.92 82.36

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 24


CONDENSING VAPOR

IV.2 Tabel Hasil Perhitungan


Table 3. Perhitungan pada Kondensor Vertikal
T air (ᵒC) T uap (ᵒC) µf kf
Tekanan tf Δtf ρf λf g h
Bukaan t1 t2 T1 T2 (lbm/ft (Btu/ft2
(Psi) (ᵒC) (ᵒC) (lbm/ft3) (btu/lbm) (ft/hr2) (Btu/ft2hrᵒf)
(masuk) (keluar) (masuk) (keluar) hr) hr ᵒf)
10 28 40.5 94.7 91.3 67.6 27.1 61.1201 1.0228 1000 0.3821 4.169 11.4473
1/2 11 28 40.9 95.1 91.7 68 27.1 61.1064 1.0168 1000 0.3823 4.169 11.4678
12 28 41.6 95.7 93.1 68.65 27.05 61.0842 1.0070 1000 0.3827 4.169 11.5066
10 28 40.9 95 94.3 67.95 27.05 61.1081 1.0175 1000 0.3823 4.169 11.4705
1 11 28 42.1 95 93 68.55 26.45 61.0968 1.0085 1000 0.3831 4.169 11.5774
12 28 42.5 98.6 97.2 70.55 28.05 61.0212 0.9767 1000 0.3838 4.169 11.5097
10 28 43.6 98.3 96.8 70.95 27.35 61.0061 0.9720 1000 0.3839 4.169 11.5985
2 11 28 44.2 98.9 97.2 71.55 27.35 60.9834 0.9649 1000 0.3842 4.169 11.6223
12 28 44.7 101 98.1 72.85 28.15 60.9596 0.9251 1000 0.3846 4.169 11.6693

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 25


CONDENSING VAPOR

Table 4. Perhitungan pada Kondensor Horizontal

T air (ᵒC) T uap (ᵒC) µf kf


Tekanan tf Δtf ρf λf g h
Bukaan t1 t2 T1 T2 (lbm/ft (Btu/ft2
(psi) (ᵒC) (ᵒC) (lbm/ft3) (btu/lbm) (ft/hr2) (Btu/ft2hrᵒf)
(masuk) (keluar) (masuk) (keluar) hr) hr ᵒf)
10 28 39.5 93.7 90.8 66.6 27.1 61.1543 1.0378 1000 0.3816 4.169 8.7621
1/2 11 28 40.1 94.4 91.4 67.25 27.15 61.1321 1.0281 1000 0.3819 4.169 8.7832
12 28 40.6 94.7 92.8 67.65 27.05 61.1184 1.0221 1000 0.3821 4.169 8.8070
10 28 40.4 94.8 94 67.6 27.2 61.1327 1.0113 1000 0.3827 4.169 8.8295
1 11 28 41.1 94.9 92.9 68 26.9 61.1176 1.0066 1000 0.3829 4.169 8.8658
12 28 42.4 97.6 96.7 70 27.6 61.0420 0.9831 1000 0.3836 4.169 8.8682
10 28 42.2 97.2 96.5 69.7 27.5 61.0533 0.9866 1000 0.3835 4.169 8.8673
2 11 28 42.8 98 96.8 70.4 27.6 61.0269 0.9784 1000 0.3837 4.169 8.8802
12 28 43.5 99.5 97.6 71.5 28 60.9853 0.9655 1000 0.3841 4.169 8.8817

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 26


CONDENSING VAPOR

IV.3 Grafik

Grafik Tekanan (P) vs Koefisien


Perpindahan Panas (h)
11.7000
11.6500
h (Btu/ft2hrᵒf)

11.6000
11.5500 Bukaan 1/2
11.5000 Bukaan 1
11.4500 Bukaan 2
11.4000
8 9 10 11 12
P (Psi)

Grafik 1. Hubungan antara Tekanan (P, Psi) dengan Koefisien Perpindahan Panas
Pengembunan (h, Btu/ft2 hr ˚F) pada kondensor vertikal

Grafik Tekanan (P) vs Koefisien


Perpindahan Panas (h)

8.9000
8.8800
h (Btu/ft2hrᵒf)

8.8600
8.8400
8.8200 Bukaan 1/2
8.8000
Bukaan 1
8.7800
Bukaan 2
8.7600
8.7400
8 8.5 9 9.5 10 10.5 11 11.5 12
P (Psi)

Grafik 2. Hubungan antara Tekanan (P, Psi) dengan Koefisien Perpindahan Panas
Pengembunan (h, Btu/ft2 hr ˚F) pada kondensat horizontal

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 27


CONDENSING VAPOR

IV.4 Pembahasan
Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa semakin tinggi tekanan maka nilai
koefisien perpindahan panas pengembunan yang didapat semakin tinggi. Pada
percobaan ini tekanan yang diinginkan adalah 10 Psi, 11 Psi dan 12 Psi. Bukaan
kran yang digunakan yaitu ½ , 1, dan 2. Pada bukaan kran ½ kondesnsor vertikal,
didapatkan nilai koefisien perpindahan panas pengembunan sebesar 11.4473 Btu/ft2
hr °F ( 10 psia), 11.4678 Btu/ft2 hr °F (11 psia), 11.5066 Btu/ft2hr°F (12 psia)
sedangkan pada kondensor horizontal nilai koefisien perpindahan panasnya sebesar
8.7621 Btu/ft2 hr °F ( 10 psia), 8.7832 Btu/ft2 hr °F (11 psia), 8.8070Btu/ft2hr°F (12
psia). Pada bukaan 1 diperoleh harga koefisien perpindahan panas pengembunan
sebesar 11.4705 Btu/ft2hr°F (10 psia), 11.5774 Btu/ft2 hr°F (11 psia), 11.5097
Btu/ft2 hr°F (12 psia) sedangkan pada kondensor horizontal nilai koefisien
perpindahan panasnya sebesar 8.8295 Btu/ft2 hr °F ( 10 psia), 8.8658 Btu/ft2 hr °F
(11 psia), 8.8682 Btu/ft2hr°F (12 psia). Pada bukaan 2 diperoleh harga koefisien
perpindahan panas pengembunan sebesar 11.5985 Btu/ft2hr°F (10 psia), 11.6223
Btu/ft2 hr°F (11 psia), 11.6693 Btu/ft2 hr°F (12 psia) sedangkan pada kondensor
horizontal nilai koefisien perpindahan panasnya sebesar 8.8673 Btu/ft2 hr °F ( 10
psia), 8.8802 Btu/ft2 hr °F (11 psia), 8.8817 Btu/ft2hr°F (12 psia).
Berdasarkan literatur, semakin tinggi temperatur maka semakin besar harga
koefisien perpindahan panas pengembunan. Sedangkan kenaikan temperatur
dipengaruhi oleh besar tekanan, semakin besar tekanan maka semakin besar pula
temperaturnya. Pada praktikum ini, hasil yang kami dapat sesuai dengan literatur.
Harga koefisien perpindahan panas pengembunan juga dipengaruhi oleh bukaan
kran (laju alir), semakin besar bukaan semakin besar pula koefisien perpindahan
panas pengembunan yang diperoleh.
Tekanan yang besar mengakibatkan bertambahnya suhu yang menyebabkan
besarnya panas laten dan koefisien konduktivitas termal liquid pada persamaan
Nusselt. Pada percobaan ini, secara pengamatan terjadi pengembunan berbentuk
lapisan (Film Wise Condensation) pada dinding pipa kondensat vertikal.

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 28


CONDENSING VAPOR

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

V.1 Simpulan
1. Dari pengamatan dapat diketahui bahwa jenis embun yang terbentuk berupa
Film Wise pada kondensor vertikal
2. Semakin tinggi tekanan maka nilai koefisien perpindahan panas
pengembunan yang didapat semakin naik
3. Semakin besar bukaan kran maka nilai koefisien perpindahan panas
pengembunan yang didapat juga semakin besar
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien perpindahan panas yaitu
tekanan dan bukaan kran

V.2 Saran
1. Praktikan diharapkan lebih teliti pada saat mengamati suhu pada termometer
dan mengukur debit aliran segerair sehingga tidak berpengaruh terhadap
perhitungah koefisien perpindahan panas
2. Praktikan diharapkan lebih berhati-hati dalam melakukan praktikum
Condensing Vapour karena air yang keluar dari kondensat panas.

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 29


CONDENSING VAPOR

DAFTAR PUSTAKA

Ami.2017.” rumus asas black,bunyi,pengertian, dan contoh


soalnya”.( https://rumusrumus.com/rumus-asas-black/).diakses pada tanggal
10 Oktober 2018 pukul 10.55 WIB
Brown, George Granger.1950.”Unit Operations”.USA : Modern Asia Edition
Budisma.2015”Pengertian dan Proses Kondensasi”. (https://budisma.net/2015/
06/pengertian-dan-proses-kondensasi-2.html). Diakses pada tanggal 9
september 2018 pukul 22:00 WIB
Djuanda, Dede. 2013. “Kalor dan Perpindahan”. (https://www.academia.edu/
35121383/kalor-dan-perpindahan). Diaskes pada tanggal 9 Oktober 2018
pukul 12.15 WIB.
Fajri,Nurul.2013.”Kondensasi dan Faktor-Faktornya”. (https:// academia. Edu
12458559/kondensasi-dan-faktor-faktornya.html). Diaskes pada tanggal 9
Oktober 2018 pukul 09.15 WIB.
Haryadi. 2012. “Perpindahan Panas”. Bandung : Politeknik Negeri Bandung
Mc Cabe.1993.”unit operation of chemical engineering”.USA:Mc Graw Hill
MSDS.2013. ”water”.(http://www.sciencelab.com/msdslist.php). Diakses pada ta-
Nggal 8 Oktober 2018 pukul 09.50 WIB
Modul Operasi Teknik Kimia II. 2018. ”Condensing Vapour”. Surabaya:
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Utomo,Frandhoni. 2018. “Macam-macam kondensor” (http://frandhoni.
blogspot.com/2015/06/macam-macam-kondensor). Diaskes pada tanggal 22
Oktober 2018 pukul 19.15 WIB.

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 30


CONDENSING VAPOR

APPENDIX

Bukaan Kran 1/21, P = 10 Psi


L= 44 cm=1,4435 ft
𝑉 𝑎𝑖𝑟
a. Q air pendingin 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 = 94 cm3/s

𝑉 𝑘𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛𝑠𝑎𝑡
b. Q kondensat = 50.8 cm3/s
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢

Suhu uap masuk (T1) = 94.7°C


Suhu uap keluar (T2) = 91.4°C
Suhu air pendingin masuk (T1) = 28°C
Suhu air pendingin keluar (T2) = 40.5°C
tf = ½ (T1 uap + T2 air) = ½ (94.7+40.5) = 67.6°C
∆tf = tf – T2 air = 67.6 – 40.5 = 27.1°C
Data dari Literatur : Pada ∆tf = 27°C = 80,78°F
 pf = 61.1201 lbm/ft3 (App.14 Mc.Cabe)
 μf = 1.0228 lbm/ft hr (Fig. 14 Kern)

 λf = 1000 Btu/lbm (Fig.12 Kern)

 kf = 0.3821 Btu/ft2 hr 0F (Tabel 5 Kern)

 g = 4.169 ft/s2 . 36002 s2/hr2 = 4,169 ft/hr2

Menghitung nilai koefisien perpindahan panas


ħ = 0,943 ((0.3821043 𝑥 61.12012 𝑥 1000 x 4.169)/( 1.0228 x 27.1 x 1,4435))1/4
ħ = 14.32354 Btu/ft2hr°F

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II 31

You might also like