Professional Documents
Culture Documents
GRUP N
1. DORIST VLANY ( 1631010015 )
2. RIF’ATUL FIRDA ERFANI ( 1631010041 )
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM
OPERASI TEKNIK KIMIA II
“ CONDENSING VAPOR ”
GROUP N
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikanLaporan Resmi Operasi Teknik
Kimia I ini dengan judul “ Leaching”.
Laporan Resmi ini merupakan salah satu tugas mata kuliah praktikum Operasi
Teknik Kimia II yang diberikan pada semester V. Laporan ini disusun berdasarkan
pengamatan, perhitungan dan dilengkapi dengan teori dari literatur serta petunjuk
asisten pembimbing yang dilaksanakan pada tanggal 26 September 2018 di
Laboratorium Operasi Teknik Kimia Universitas Pembangunan Nasional
‘VETERAN’ Jawa Timur.
Laporan hasil praktikum ini tidak dapat tersusun sedemikian rupa tanpa
bantuan baik sarana, prasarana, pemikiran, kritik dan saran. Oleh karena itu, tidak
lupa kami ucapkan terima kasih kepada:
1. Ir. C. Pujiastuti,MT selaku Kepala Laboratorium Operasi Teknik Kimia
Universitas Pembangunan Nasional ‘VETERAN’ Jawa Timur.
2. Ir. Sukamto NEP, MT selaku Dosen Pembimbing Praktikum
3. Seluruh asisten dosen yang membantu dalam pelaksanaan praktikum.
4. Rekan – rekan mahasiswa yang membantu dalam memberikan masukan-
masukan dalam praktikum.
Kami sangat menyadari dalam penyusunan laporan ini masih banyak
kekurangan. Maka dari itu, kami selalu mengharapkan kritik dan saran, seluruh
asisten dosen yang turut membantu dalam kesempurnaan laporan ini. Sehingga
penyusun berharap penyusun mengharapkan semua laporan praktikum yang telah
disusun ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Teknik khususnya jurusan
Teknik Kimia.
Surabaya, 24 Oktober 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
INTISARI ............................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
I.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
I.2 Tujuan ..................................................................................................... 2
I.3 Manfaat ................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 3
II.1 Secara Umum ........................................................................................ 3
II.2 Sifat Bahan ............................................................................................ 18
II.4 Diagram Alir ......................................................................................... 19
BAB III PELAKSANAAN PRAKTIKUM ....................................................... 20
III.1 Bahan.................................................................................................... 20
III.2 Alat ....................................................................................................... 20
III.3 Gambar Alat ........................................................................................ 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 23
IV.1 Tabel Pengamatan .............................................................................. 23
IV.2 Tabel Hasil Perhitungan .................................................................... 25
IV.3 Grafik ................................................................................................... 27
IV.4 Pembahasan ........................................................................................ 28
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 29
V.1 Simpulan ................................................................................................ 29
V.2 Saran ...................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 30
APPENDIX .......................................................................................................... 31
INTISARI
Kondensasi atau pengembunan adalah perubahan wujud benda ke wujud
yang lebih padat, seperti gas atau uap yang menjadi cairan. Kondensasi terjadi
ketika uap di dinginkan menjadi cairan, tetapi dapat juga terjadi bila sebuah uap
dikompresi menjadi cairan, atau mengalami kombinasi dari pendingin dan
kompresi. Cairan yang telah terkondensasi dari uap disebut kondensat, sedangkan
sebuah alat yang digunakan untuk mengkondensasi uap menjadi cairan disebut
kondensor. Uap air di udara yang terkondensasi secara alami pada permukaan yang
dingin dinamakan embun. Berdasarkan jenis embun yang terbentuk, ada dua
macam pengembunan dari uap jenuh murni yaitu terbentuk titik-titik dan berbentuk
lapisan. Tujuan dari praktikum ini diantaranya yang pertama untuk menentukan
koefisien perpindahan panas atau koefisien pengembunan dari uap pada pipa
pengembunan vertikal dan horizontal menggunakan persamaan Nusselt. Tujuan
kedua untuk mengetahui jenis embun yang terbentuk pada proses kondensasi.
Tujuan yang ketiga yaitu untuk mengetahui hubungan antara tekanan (P) dengan
koefisien perpindahan panas (h).`
Prosedur dari percobaan condensing vapor ini adalah pertama, mengisi
tangki penampung air pendingin sampai over flow. Kemudian memanaskan tangki
pembangkit uap yang berisi air kurang lebih ¾ bagian, tunggu hingga terbentuk
uap yang cukup. Mengalirkan uap dengan cara membuka kran aliran uap bersamaan
dengan mengalirkan uap, alirkan juga air pendingin dengan cara membuka pula
kran aliran air pendingin sesuai dengan variabel bukaan kran (½ , 1 ½, dan 1 3⁄4) ke
pipa pengembunan, dengan laju alir yang telah ditentukan. Lalu mencatat suhu uap
masuk dan keluar, suhu air pendingin masuk dan keluar. Selanjutnya mencatat pula
laju alir pendingin dan kondensat yang terbentuk tiap selang waktu yang ditentukan
dan amati jenis (embun) yang terbentuk. Ulangi percobaan diatas dengan variasi
diameter pipa, letak pipa (vertikal dan horizontal) dan variabel tekanan 10 psi, 11
psi dan 12 psi serta variabel bukaan kran ½ , 1 ½, dan 1 3⁄4
Percobaan dilakukan dengan cara menguapkan air berada dalam tangki
pemanas yang selanjutnya uap tersebut ditampung dalam kolom penampung uap
sampai tercapai tekanan yang diinginkan. Pada percobaan ini tekanan yang
diinginkan adalah 10 Psi, 11 Psi dan 12 Psi. Bukaan kran yang digunakan yaitu ½ ,
1 , dan 2. Pada bukaan kran ½ kondesnsor vertikal, didapatkan nilai koefisien
perpindahan panas pengembunan sebesar 11.4473 Btu/ft2 hr °F ( 10 psia), 11.4678
Btu/ft2 hr °F (11 psia), 11.5066 Btu/ft2hr°F (12 psia) sedangkan pada kondensor
horizontal nilai koefisien perpindahan panasnya sebesar 8.7621 Btu/ft2 hr °F ( 10
psia), 8.7832 Btu/ft2 hr °F (11 psia), 8.8070Btu/ft2hr°F (12 psia). Pada bukaan 1
diperoleh harga koefisien perpindahan panas pengembunan sebesar 11.4705
Btu/ft2hr°F (10 psia), 11.5774 Btu/ft2 hr°F (11 psia), 11.5097 Btu/ft2 hr°F (12 psia)
sedangkan pada kondensor horizontal nilai koefisien perpindahan panasnya sebesar
8.8295 Btu/ft2 hr °F ( 10 psia), 8.8658 Btu/ft2 hr °F (11 psia), 8.8682 Btu/ft2hr°F
(12 psia). Pada bukaan 2 diperoleh harga koefisien perpindahan panas
pengembunan sebesar 11.5985 Btu/ft2hr°F (10 psia), 11.6223 Btu/ft2 hr°F (11 psia),
11.6693 Btu/ft2 hr°F (12 psia) sedangkan pada kondensor horizontal nilai koefisien
perpindahan panasnya sebesar 8.8673 Btu/ft2 hr °F ( 10 psia), 8.8802 Btu/ft2 hr °F
(11 psia), 8.8817 Btu/ft2hr°F (12 psia).. Dari praktikum ini, hasil yang didapat
adalah semakin besar bukaan kran, maka nilai koefisien perpindahan panas yang
dihasilkan semakin besar pula. Dan juga jenis embun yang dihasilkan berupa Film
Wise.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kondensasi atau pengembunan merupakan perubahan wujud benda ke
wujud yang lebih padat , seperti gas atau uap yang menjadi cairan. Kondensasi
terjadi ketika uap di dinginkan menjadi cairan, tetapi dapat juga terjadi bila sebuah
uap dikompresi menjadi cairan, atau mengalami kombinasi dari pendingin dan
kompresi. Cairan yang telah terkondensasi dari uap disebut kondensat, sedangkan
sebuah alat yang digunakan untuk mengkondensasi uap menjadi cairan disebut
kondensor. Uap air di udara yang terkondensasi secara alami pada permukaan yang
dingin dinamakan embun. Berdasarkan jenis embun yang terbentuk, ada dua
macam pengembunan dari uap jenuh murni yaitu terbentuk titik-titik dan berbentuk
lapisan.
Prosedur yang dilakukan dalam percobaan ini, pertama yaitu mengisi tangki
penampung air dingin sampai over flow, kemudian lakukan pemanasan terhadap
tangki pembangkit uap yang berisi air kurang lebih ¾ bagian, selanjutnya tunggu
hingga terbentuk uap yang cukup. Selanjutnya, alirkan uap dengan cara membuka
kran aliran uap. Bersamaan dengan mengalirkan uap, alirkan juga air pendingin
dengan cara membuka kran aliran air pendingin ke pipa pengembunan dengan
variabel bukaan kran yang ditentukan. Langkah selanjutnya, catat suhu uap masuk
dan suhu uap keluar, suhu air pendingin masuk dan suhu pendingin keluar, catat
pula laju alir pendinginan dan kondensat yang terbentuk tiap selang waktu yang
ditentukan, serta amati jenis embun. Ulangi percobaan diatas dengan variasi letak
pipa (vertikal dan horizontal) dan bukaan kran, dan tekanan.
Dalam percobaan ini bertujuan untuk menentukan koefisien perpindahan
panas (koefisien pengembunan) dari uap pada pipa pengembunan vertikal dan
horizontal dengan menggunakan persamaan Nusselt. Selain itu, mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi dalam percobaan condensing vapour. Serta mengetahui
macam-macam jenis pengembunan dari uap jenuh murni.
I.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui macam-macam jenis pengembunan dari uap jenuh
murni.
2. Untuk menentukan koefisien perpindahan panas pada pipa vertikal dan
horizontal menggunakan persamaan Nusselt.
3. Untuk mengetahui hubungan antara tekanan (P) dengan koefisien
perpindahan panas (h)
I.3 Manfaat
1. Agar praktikan dapat menentukan laju dari perpindahan panas air pendingin
yang melewati fase uap.
2. Agar praktikan dapat mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dalam
percobaan condensing vapor
3. Agar praktikan dapat mengaplikasikan proses dari condensing vapour
dalam bidang industri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Secara Umum
Kondensasi adalah peristiwa perubahan wujud zat dari gas menjadi
cair. Kondensasi dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni kondensasi eksterior dan
kondensasi interior. Kondensasi eksterior terjadi ketika udara lembab menyentuh
permukaan dingin seperti kaca. Kondensasi akan terjadi jika suhu permukaan
tersebut berada di bawah titik embun udara (dew point). Sedangkan Titik embun
udara adalah suhu/temperatur di mana uap air dalam udara mengembun menjadi air
pada kecepatan yang sama dengan kecepatan air itu menguap, pada tekanan udara
konstan. Kondensasi seperti ini biasa terlihat ketika malam hari yang dingin diikuti
dengan siang hari yang hangat. Di sisi lain, kondensasi interior dapat terjadi ketika
kelembaban udara terlalu berlebihan dalam suatu ruang tertutup. Kelembaban udara
yang berlebihan ini biasa menyebabkan pengembunan pada kaca jendela.
Banyaknya pengembunan berbanding lurus dengan banyaknya udara hangat dalam
ruang. Semakin banyak udara hangat maka semakin banyak pula uap air yang
dimiliki, sehingga semakin banyak pula pengembunan yang terjadi pada permukaan.
( Budisma, 2015 )
permukaan. Dalam dari film kondensat pada permukaan vertikal dan horizontal
terdapat pada gambar 1 dibawah ini.
Keterangan :
Tav : Suhu uap jenuh ( ° F )
Ta : Suhu Permukaan ( ° F )
ΔH : Panas Laten Kondensasi ( Btu/lb )
L : Panjang tabung atau permukaan vertikal (ft).
G : Akselerasi karena gravitasi [ft/(hr)(hr)]
Untuk tabung horisontal, persamaan berikut mungkinditurunkan
berdasarkan asumsi yang sama dibuat dalam memperoleh persamaan dibawah ini :
𝑘𝑓3 𝜌𝑓2 𝑔(∆𝐻) 1/4
ℎ = 0,725 [ ] ……………………...………..(2)
𝑁𝐷µ𝑓 ( 𝑇𝑎𝑣 − 𝑇𝑎
Keterangan :
Tav : Suhu uap jenuh ( ° F )
Ta : Suhu Permukaan ( ° F )
kondensasi. Udara dalam uap adalah ilustrasi umum ini. Untuk kondensor yang
beroperasi pada sistem tertutup seperti sistem pendingin, gas yang tidak dapat
dikondensasikan seharusnya benar-benar dihapus pada saat refrigeran dibebankan
ke sistem. Penghapusan udara secara terus-menerus juga diperlukan jika ada
kebocoran ke dalam system mencegah menyelimuti permukaan kondensasi dengan
akumulasi udara, meskipun konsentrasi udara sangat rendah. Untuk kondensor uap
yang beroperasi pada tekanan subatmosfir, diperlukan pompa vakum untuk
menghapus non kondensibilitas secara terus menerus
2. Drop wise condensation
Kondensasi dropwise terjadi ketika kondensasi sate tidak membasahi
permukaan tetapi membentuk tetesancairan yang menggulung permukaan.
Sebenarnya cairan membentuk sudut kontak yang pasti dengan permukaan yang
padat, yang telah digambarkan dibawah ini :
dengan perpaduan sampai satu atau lebih tetes mencapai ukuran maksimum yang
mungkin untuk mengikuti permukaan. Tetes besar ini kemudian bergulir dan
tumbuh dengan cepat dengan menggabung dengan tetesan lain.
( Brown, 1896 )
II.1.2 Kondensasi pada Kondensat Vertikal
Kondensasi tipe film pada dinding vertikal atau tabung bisa dianalisis
menggunakan asumsi alirannya dan termasuk aliran laminer pada kondensat yang
jatuh ke bawah tembok. Nusselt mengasumsikan bahwa proses perpindahan panas
dari kondensing uap pada Tw, oK yang berupa cairan dengan dinding pada Tw, oK
adalah kondensasi. Untuk laju dari air pendingin diberikan persamaan yaitu :
𝑄 𝑘 (𝑡 ′ −𝑡)
= = 𝜆 𝜔′ = ℎ (𝑡 ′ − 𝑡)...............................................(3)
𝐴 𝑦′
𝑑𝑣
(𝜕 − 𝑦)(𝑑𝑥)(𝜌ℓ − 𝜌𝑣 )𝑔 = 𝜇 (𝑑𝑥) ......................................(5)
𝑑𝑦
𝑔(𝜌ℓ − 𝜌𝑣 ) 𝑦2
𝑉= (𝜕𝑦 − )...........................................................(6)
𝜇 2
Masa aliran yang ada pada aliran lapisan kondensat pada titik x adalah :
𝜌ℓ 𝑔 (𝜌ℓ −𝜌𝑣 ) 𝜕3
𝑚= ...................................................................(7)
3𝜇ℓ
Neraca panas untuk jarak dx, rate massa aliran dm waktu panas laten hfg bisa
menggunakan qx dari persamaan (6) :
1⁄
4 𝜇ℓ 𝑘ℓ 𝑥 (𝑇𝑠𝑎𝑡 − 𝑇𝑤 4
𝜕=[ ] ......................................................(10)
𝑔 ℎ𝑓𝑔 𝜌ℓ (𝜌ℓ −𝜌𝑣 )
Neraca panasnya :
𝑇𝑠𝑎𝑡 −𝑇𝑤
ℎ𝑥 = (𝑑𝑥. 1)(𝑇𝑠𝑎𝑡 − 𝑇𝑤 ) = 𝑘ℓ (𝑑𝑥. 1) .....................(11)
𝜕
Menjadi,
𝑘ℓ
ℎ𝑥 = .................................................................................(12)
𝜕
1⁄
𝑔 ℎ𝑓𝑔 𝜌ℓ (𝜌ℓ −𝜌𝑣 ) 𝑘ℓ 4
ℎ = 0,943 [ ] .........................................(15)
𝜇ℓ 𝐿 (𝑇𝑠𝑎𝑡 – 𝑇𝑤 )
Dimana :
(𝑇𝑠𝑎𝑡 + 𝑇𝑤)
𝑇𝑓 =
2
Keterangan :
(McCabe, 2005)
𝑘(𝑡 ′ −𝑡)𝑟 𝑑𝑥
𝑊′ = 𝜆 𝑦′
....................................................................(18)
𝑘 1 𝑘 3 𝜃2 𝑘𝑔
ℎ ∝ = 𝑦 ′ = 𝜑 [3𝜆𝑘(𝑡 ′ −𝑡)𝑟]......................................................(19)
1
180𝑜 𝑘 3 𝜃 2 𝑘𝑔 4
ℎ∝ ∫900 = 0,589 [𝜆 𝐷𝑜 Δ𝑇𝑓] .................................................(22)
Dari 0o sampai 180o hanya untuk satu pipa, sedangkan untuk yang lain sama.
𝑘𝑓 3 𝜃 2 𝑘𝑔
ℎ = 0,725 ⌈𝜆 𝐷𝑜 Δ𝑇𝑓⌉.....................................................(23)
Dimana :
h = Koefisien perpindahan panas (W/m2K)
kg = Panas laten dari penguapan (Joule/kg)
g = Percepatan gravitasi (cm/s2)
Do = Diameter luartube (ft)
Δtf = Penurunan titik beku
Kf = Panas laten dari kondensasi (Joule/kg)
(Modul OTK II, 2018)
II.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kondensasi
1) Suhu
Kondensasi menigkat jika suhu gas berkurang.
2) Kelembaban
Kondensasi meningkat jika kelembaban berkurang.
3) Luas Permukaan
Tingkat kondensasi meningkat jika luas permukaan cairan menurun.
4) Angin
Kondensasi meningkat jika udara tidak bergerak diatas permukaan cairan.
(Fajri, 2013)
II.1.5 Aplikasi di Industri
Proses kondensasi juga penting dalam industri yang menggunakan bahan
kimia destilasi atau zat. Komponen kimia misalnya dapat dipisahkan atau diisolasi
melalui proses distilasi yang menggunakan kondensasi sebagai salah satu cara
utamanya.
Percobaan kimia juga menggunakan kondensasi dalam memeriksa dan/atau
mengisolasi komponen yang berbeda dari zat. Menjadi proses alami, kondensasi
kadang-kadang dianggap sebagai proses yang tidak diinginkan karena efeknya pada
properti. Dalam kasus bangunan dan lukisan misalnya, konversi udara lembab ke
dalam cairan akan berarti kemungkinan kelembaban ekstra yang tidak diinginkan
dan pembentukan noda.
( Budisma, 2015 )
II.1.6 Panas Laten
Apabila suatu zat padat, misalnya es, dipanaskan, ia akan menyerap kalor dan
berubah wujud menjadi zat cai. Perubahan wujud zat dari padat menjadi cair ini
disebut melebur. Suhu dimana zat mengalami peleburan disebut titik lebur zat.
Kejadian yang sebaliknya adalah membeku, yaitu perubahan wujud zat dari cair
menjadi padat. Suhu dimana zat mengalami pembekuan disebut titik beku.
Jika zat cair ini kita panaskan terus, ia akan menguap dan berubah wujud
menjadi gas. Perubahan wujud zat dari cair menjadi uap ( gas ) disebut menguap.
Pada peristiwa penguapan dibutuhkan kalor. Hal ini dapat kita buktikan, ketika kita
mencelupkan jari tangan kita kedalam cairan spirtus atau alcohol. Spirtus atau
alcohol adalah zat cair yang mudah menguap, untuk melakukan penguapan ini
spirtus atau alcohol menyerap panas dari jari tangan kita, sehingga jari tangan kita
terasa dingin. Peristiwa lain yang memperlihatkan bahwa proses penguapan
membutuhkan kalor adalah mendidih. Menguap hanya terjadi pada permukaan zat
cair dan dapat terjadi pada sembarang suhu, sedangkan mendidih terjadi pada
seluruh bagian zat cair dan hanya terjadi pada suhu tertentu yang disebut titik
didih. Proses kebalikan dari meguap adalh mengembun, yaitu perubahan wujud dari
uap menjadi cair.
Ketika sedangkan berubah wujud, baik melebur, membeku, menguap dan
mengembun, suhu zat tetap, walaupun ada pelepasan atau penyerapan kalor.
Dengan demikian, ada sejumlah kalor yang dilepaskan atau diserap pada saat
perubahan wujud zat, tetapi tidak digunakan untuk menaikkan atau menurunkan
suhu. Kalor semacam ini disebut kalor laten dan disimbulkan dengan huruf L.
Besarnya kalor ini ternyata tergantung juga pada jumlah zat yang mengalami
perubahan wujud ( massa benda ). Jadi kalor laten adalah kalor yang dibutuhkan
oleh suatu benda untuk mengubah wujudnya persatuan massa. Dengan demikian,
dapat dirumuskan bahwa :
Q=m.L ……………………………..( 24 )
Keterangan :
Q = Jumlah Kalor yang di Serap ( Joule )
M = Massa Zat ( Kg )
L = Panas Laten ( Joule/Kg )
Kalor laten beku besarnya sama dengan kalor laten lebur dan biasanya disebut
dengan kalor lebur. Kalor lebur es Lf pada suhu dan tekanan normal sebesar 334
kJ / kg. Kalor laten uap besarnya sama dengan kalor laten embun dan bias any
disebut dengan kalor uap. Kalor uap air Lv pada suhu dan tekanan normal sebesar
2256 kJ/kg.
Disamping proses perubahan wujud yang telah disebutkan diatas, ada suatu
proses perubahan yang disebut menyublin, yaitu peristiwa perubahan wujud zat dari
padat langsung menjadi uap tanpa melalui zat cair. Peristiwa menyublin ini
dimamfaatkan dalam proses pengawetan makanan, yaitu proses pengeringan beku
( freeza drying ). Pada awal proses, bahan makanan yang akan diawetkan dibekukan
terlebih dahulu sehingga kandungan air dalam bahan makanan ini membeku.
Selanjutnyya, bahan makanan yang sudah dibekukan ini dipendahkan keruang yang
tekanannya sangat rendah. Akibatnya, kandunagn air yang sudah beku tersebut
menguap. Denagn demikian, diperoleh makanan yang kandungan gizinya tetap,
rasanya tetap, dan tidak mudah membusuk karena kandungan airnya sudah
ditiadakan. Ketika akan dikonsumsi, penambahan air akan mengembalikan
makanan ke kondisi semula.
( Djuanda, 2013 )
II.1.7 Asas Black
Berikut ini adalah bunyi dari asas black :
“Pada pencampuran dua zat, banyaknya kalor yang dilepaskan zat yang suhunya
lebih tinggi itu sama dengan banyaknya kalor yang diterima zat yang memiliki suhu
yang lebih rendah”
Secara umum rumus asas black ini adalah
Q lepas = Q terima
(M1 X C1) (T1-Ta) = (M2 X C2) (Ta-T2)………………….………………..(25)
Ta = (M1 X T1 + M2 X T2) / (M1 + M2)………………………………...…..(26)
Keterangan :
Q lepas = jumlah dari kalor yang dilepaskan oleh zat
Q terima = jumlah dari kalor yang diterima oleh zat
M1 = masa dari benda yang memiliki tingkat temperatur yang lebih tinggi
C1 = kalor jenis benda yang memiliki tingkat temperatur yang lebih tinggi
T1 = temperatur benda yang memiliki tingkat temperatur yang lebih tinggi
Ta = temperatur akhir dari pencampuran kedua buah benda
M2 = massa dari benda yang memiliki tinggkat temperatur yang lebih rendah
C2 = kalor jenis benda yang memiliki tingkat temperatur yang lebih rendah
T2 = temperatur dari benda yang memiliki tingkat temperatur yang lebih rendah
Pencampuran antara dua zat itu sesungguhnya memiliki kalor yang hilang
ke lingkungan sekitarnya, misalkan wadah atau tempat yang digunakan untuk
mencampurkan benda itu menyerap kalor sebesar hasil kali antara massa, kenaikan
suhu, dan juga jenis kalor, dan rumus asas black diatas itu hanya berlaku kepada
dua jenis zat cair yang sejenis misalkan air dengan air, dan tempat pencampuran
atau wadahnya tidak ikut menyerap.
(Ami, 2017)
II.1.8 Jenis Jenis Penukar Kalor
1. Penukar kalor pipa ganda ( Concentric tube heat exchanger )
Penukar kalor pipa ganda ( Concentric tube heat exchanger ) Penukar kalor
pipa ganda merupakan jenis penukar kalor yang paling sederhana, biasanya
digunakan untuk fluida cair pada laju aliran yang relatif rendah. Salah satu
fluida terdapat dalam ruang annulus dan fluida yang lainnya di dalam pipa.
Berdasarkan arah aliran, penukar kalor pipa ganda dibagi menjadi:
II.3 Hipotesa
Semakin besar tekanan uap kondensat maka nilai perpindahan panas
semakin besar pula. Sedangkan makin besar laju alir air pendingin maka nilai
koefisien perpindahan panas semakin besar.
Buka kran aliran uap dan alirkan air pendingin ke pipa pengembunan
Catat suhu uap dan air pendingin serta laju alir pendingin dan kondensat
Ulangi percobaan dengan variasi tekanan dan bukaan kran yang berbeda
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
III.1 Bahan
1. Aquadest
III.2 Alat
1. Thermometer
2. Stopwatch
3. Gelas ukur
4. Beaker alat
5. Satu unit peralatan condensing vapor
Stopwatch Thermometer
1
7 5B 7 7
7 7
2
7
4B 4A
7
7 7
7
6
5A
83
Keterangan :
III.5 Prosedur
1. Mengisi tangki penampung air pendingin sampai overflow.
2. Memanaskan tangki pembangkit uap yang berisi air kurang lebih ¾ bagian,
tunggu hingga terbentuk uap yang cukup.
3. Selanjutnya mengalirkan uap dengan cara membuka kran aliran uap. Bersamaan
dengan mengalirkan uap, alirkan juga air pendingin dengan cara membuka pula
kran aliran air pendingin ke pipa pengembunan, dengan variable bukaan kran
yang berbeda.
4. Mencatat suhu uap masuk dan keluar, suhu air pendingin masuk dan keluar.
5. Mencatat pula laju alir pendingin dan kondensat yang terbentuk tiap selang
waktu yang ditentukan dan amati jenis (embun) yang terbentuk.
6. Mengulangi percobaan di atas dengan variasi diameter pipa, letak pipa (vertikal
dan horizontal) dan laju alir fluida yang berbeda (dengan bukaan/putaran kran
(valve)) yang berbeda.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.3 Grafik
11.6000
11.5500 Bukaan 1/2
11.5000 Bukaan 1
11.4500 Bukaan 2
11.4000
8 9 10 11 12
P (Psi)
Grafik 1. Hubungan antara Tekanan (P, Psi) dengan Koefisien Perpindahan Panas
Pengembunan (h, Btu/ft2 hr ˚F) pada kondensor vertikal
8.9000
8.8800
h (Btu/ft2hrᵒf)
8.8600
8.8400
8.8200 Bukaan 1/2
8.8000
Bukaan 1
8.7800
Bukaan 2
8.7600
8.7400
8 8.5 9 9.5 10 10.5 11 11.5 12
P (Psi)
Grafik 2. Hubungan antara Tekanan (P, Psi) dengan Koefisien Perpindahan Panas
Pengembunan (h, Btu/ft2 hr ˚F) pada kondensat horizontal
IV.4 Pembahasan
Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa semakin tinggi tekanan maka nilai
koefisien perpindahan panas pengembunan yang didapat semakin tinggi. Pada
percobaan ini tekanan yang diinginkan adalah 10 Psi, 11 Psi dan 12 Psi. Bukaan
kran yang digunakan yaitu ½ , 1, dan 2. Pada bukaan kran ½ kondesnsor vertikal,
didapatkan nilai koefisien perpindahan panas pengembunan sebesar 11.4473 Btu/ft2
hr °F ( 10 psia), 11.4678 Btu/ft2 hr °F (11 psia), 11.5066 Btu/ft2hr°F (12 psia)
sedangkan pada kondensor horizontal nilai koefisien perpindahan panasnya sebesar
8.7621 Btu/ft2 hr °F ( 10 psia), 8.7832 Btu/ft2 hr °F (11 psia), 8.8070Btu/ft2hr°F (12
psia). Pada bukaan 1 diperoleh harga koefisien perpindahan panas pengembunan
sebesar 11.4705 Btu/ft2hr°F (10 psia), 11.5774 Btu/ft2 hr°F (11 psia), 11.5097
Btu/ft2 hr°F (12 psia) sedangkan pada kondensor horizontal nilai koefisien
perpindahan panasnya sebesar 8.8295 Btu/ft2 hr °F ( 10 psia), 8.8658 Btu/ft2 hr °F
(11 psia), 8.8682 Btu/ft2hr°F (12 psia). Pada bukaan 2 diperoleh harga koefisien
perpindahan panas pengembunan sebesar 11.5985 Btu/ft2hr°F (10 psia), 11.6223
Btu/ft2 hr°F (11 psia), 11.6693 Btu/ft2 hr°F (12 psia) sedangkan pada kondensor
horizontal nilai koefisien perpindahan panasnya sebesar 8.8673 Btu/ft2 hr °F ( 10
psia), 8.8802 Btu/ft2 hr °F (11 psia), 8.8817 Btu/ft2hr°F (12 psia).
Berdasarkan literatur, semakin tinggi temperatur maka semakin besar harga
koefisien perpindahan panas pengembunan. Sedangkan kenaikan temperatur
dipengaruhi oleh besar tekanan, semakin besar tekanan maka semakin besar pula
temperaturnya. Pada praktikum ini, hasil yang kami dapat sesuai dengan literatur.
Harga koefisien perpindahan panas pengembunan juga dipengaruhi oleh bukaan
kran (laju alir), semakin besar bukaan semakin besar pula koefisien perpindahan
panas pengembunan yang diperoleh.
Tekanan yang besar mengakibatkan bertambahnya suhu yang menyebabkan
besarnya panas laten dan koefisien konduktivitas termal liquid pada persamaan
Nusselt. Pada percobaan ini, secara pengamatan terjadi pengembunan berbentuk
lapisan (Film Wise Condensation) pada dinding pipa kondensat vertikal.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
V.1 Simpulan
1. Dari pengamatan dapat diketahui bahwa jenis embun yang terbentuk berupa
Film Wise pada kondensor vertikal
2. Semakin tinggi tekanan maka nilai koefisien perpindahan panas
pengembunan yang didapat semakin naik
3. Semakin besar bukaan kran maka nilai koefisien perpindahan panas
pengembunan yang didapat juga semakin besar
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien perpindahan panas yaitu
tekanan dan bukaan kran
V.2 Saran
1. Praktikan diharapkan lebih teliti pada saat mengamati suhu pada termometer
dan mengukur debit aliran segerair sehingga tidak berpengaruh terhadap
perhitungah koefisien perpindahan panas
2. Praktikan diharapkan lebih berhati-hati dalam melakukan praktikum
Condensing Vapour karena air yang keluar dari kondensat panas.
DAFTAR PUSTAKA
APPENDIX
𝑉 𝑘𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛𝑠𝑎𝑡
b. Q kondensat = 50.8 cm3/s
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢