You are on page 1of 40

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Pembimbing :
dr. Rosida Sihombing Sp.A

Disusun oleh :
Elfa Satri - 030.13.221

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 26 MARET – 02 JUNI 2018
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah yang berjudul:

“Kejang Demam Kompleks”

Yang disusun oleh

Elfa Satri

030.13.221

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing:

dr. Rosida Sihombing Sp. A

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak

Rumah Sakit Budhi Asih

Periode 26 Maret – 02 Juni 2018

Jakarta, 04 April 2018

Pembimbing I

dr. Rosida Sihombing Sp. A

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan segala
limpahan rahmat, kasih sayang dan ridho-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus ini yang berjudul ”Kejang Demam Kompleks”.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik departemen
Ilmu Kesehatan Anak Studi Pendidikan Dokter Universitas Trisakti di Rumah
Sakit Budhi Asih.
Dengan selesainya laporan kasus ini penulis mengucapkan terima kasih
yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu meyelesaikan
laporan kasus ini terutama kepada:
1. dr. Rosida Sihombing Sp.A selaku pembimbing yang telah memberi
masukan dan saran dalam penyusunan laporan kasus ini.
2. Teman-teman yang turut membantu penyelesaian laporan kasus ini.
3. Serta pihak-pihak lain yang bersedia meluangkan waktunya untuk
membantu penulis.
Karena keterbatasan yang ada, penulis menyadari bahwa laporan kasus ini
masih belum sempurna, oleh karena itu segala saran dan kritik yang bersifat
membangun sangatlah penulis harapkan untuk menyempurnakan laporan kasus ini
di kemudian hari, Terlepas dari segala kekurangan yang ada penulis berharap
semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Jakarta, April 2018

Penyusun

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi akibat


peningkatan suhu yang melebihi 38,80C. kenaikan suhu pada kejang demam harus
ditandai sebagai proses ektrakranial atau dapat dibuktikan bahwa tidak ada tanda
infeksi intrakranial. Kejang demam paling umum dan terjadi pada 2 - 4% dari
semua anak. Sekitar sepertiga anak – anak yang mengalami kejang demam
memiliki tingkat rekurensi yang tinggi dengan 15% memiliki angka rekurensi
lebih dari satu. Usia pada saat kejang demam pertama merupakan prediktor dalam
resiko rekurensi kejang demam. Semakin muda usia saat terjadi kejang demam
pertama maka angka rekurensi semakin tinggi. Sekitar 50% anak dengan usia
dibawah 1 tahun mengalami rekurensi lebih tinggi dibandingkan dengan anak
anak yang mengalami kejang demam di usia 3 tahun (20%), selain itu durasi
antara demam dan kejang yang kurang dari 1 jam dan temperature saat kejang
(<400C) dapat meningkatkan angka rekurensi.(1,2)
Kejang demam umumnya terjadi pada usia 3 bulan sampai 5 tahun.
Mayoritas kasus terjadi pada anak-anak antara usia 6 bulan dan 3 tahun, dengan
insiden puncak antara 18 dan 24 bulan. Penyebab utama terjadinya kejang demam
adalah kenaikan suhu diatas 38,80C. Faktor resiko yang dapat menyebabkan
kejang demam antara lain seperti adanya riwayat kejang demam dalam keluarga
maka resiko kejadian kejang demam meningkat sekitar 25% atau anak anak yang
memiliki gangguan neurologis.(3,4)
Prognosis jangka panjang untuk anak dengan kejang demam pertama
sangat baik. Meskipun prognosisnya baik, Orang tua tetap melihat kejang demam
sebagai kondisi yang berbahaya, oleh karena itu penting untuk memberikan
konseling kepada orang tua anak mengenai pengetahuan faktor resiko yang dapat
menyebabkan berulangnya kejang demam dan perawatan selama kejang serta
penggunaan antipiretik.(4)

1
BAB II

LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Pasien
Nama : An.B
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Cipinang muara RT/RW 10/01,
Jatinegara, Jakarta
Usia : 17 bulan
Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 21 Oktober 2018
Pendidikan : -

Ayah
Nama : Tn, S
Agama : Islam
Alamat : Jl. Cipinang muara RT/RW 10/01,
Jatinegara, Jakarta
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta

Ibu
Nama : Ny, C
Agama : Islam
Alamat : Jl. Cipinang muara RT/RW 10/01,
Jatinegara, Jakarta
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal masuk RS : 28 Maret 2018 pukul 04:43 WIB di IGD
RSUD Budhi Asih Jakarta

2
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara allo-anamnesis dengan ibu pasien pada tanggal
28 Maret 2018 pukul 20.00 WIB di Ruang Dahlia Timur lantai 6 RSUD
Budhi Asih Jakarta.

Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keluhan kejang sejak 2 hari SMRS.

Keluhan Tambahan :
Ibu pasien mengatakan pasien demam sejak 2 hari SMRS. Batuk
sejak 3 hari SMRS dan pilek sejak 3 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :


Pasien datang di antar orang tuanya ke IGD RSUD Budhi Asih
Jakarta pada hari Rabu tanggal 28 Maret 2018 dengan keluhan kejang
sejak 2 hari SMRS. Kejang terjadi pada pukul 00.30 saat pasien sedang
tertidur. Saat kejang pasien tidak sadar, awalnya ibu pasien mengatakan
gerakan dimulai dari tangan kanan lalu mata pasien mendelik ke atas,
mulutnya terbuka, lalu seluruh tubuh kaku. Kejang terjadi kurang lebih 5
menit. Setelah kejang pasien menangis dan mengantuk lalu tertidur.
Sebelum kejang ibu pasien mengatakan pasien demam tinggi mendadak.
Suhu saat demam 39,8oC. Demam sudah terjadi sejak siang hari. Ibu
pasien telah memberikan obat “paracetamol supp” untuk menurunkan
demam pasien.
Ibu pasien mengatakan, kejang sudah terjadi berulang sebanyak 2
kali, kejang pertama dan kedua terjadi 3 hari SMRS, kejang pertama
terjadi pukul 11.00 wib lalu kejang kedua terjadi pada pukul 15.00 wib.
saat kejang pasien juga tidak sadar, dan keadaan pasien saat kejang mata
mendelik ke atas, tangan dan kaki pasien kaku. Kejang pertama dan kedua
terjadi kurang lebih 5 menit. kejang juga didahului oleh demam yang
mendadak tinggi, suhu saat kejang 39oC. saat pasien kejang ibunya tidak

3
memberikan obat apapun untuk menghentikan kejangnya, setelah kejang
ibu pasien memberikan obat paracetamol. Ibu pasien mengatakan setelah
kejang pasien muntah 1 kali, gerak pasien aktif, tidak ada perubahan
perkembangan.
Ibu pasien juga mengatakan terdapat batuk berdahak sejak 3 hari
yang lalu. Dahak berwarna kuning kehijauan. Pilek dengan sekret cair dan
encer sejak 3 hari SMRS. BAK dan BAB normal.

Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita:


Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Penyakit
Alergi (-) Difteria (-) (-)
jantung
Penyakit
Cacingan (-) Diare (-) (-)
ginjal
Kejang Radang
DBD (-) (9 bulan) (-)
demam paru
Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)
Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain (-)

Kesimpulan riwayat penyakit yang pernah diderita: Pasien pernah


mengalami kejang demam pada usia 9 bulan. Kejang didahului oleh
demam, sifat kejang sama dengan keluhan pasien sekarang. Pasien
memiliki riwayat batuk, pilek dan demam yang sering.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :


Kehamilan Morbiditas kehamilan DM (-), HT (-),
TORCH (-)
Perawatan antenatal Rutin kontrol tiap
bulan ke puskesmas
dan dokter

4
Kelahiran Tempat persalinan Rumah Sakit
Penolong Dokter
Cara persalinan Sectio Caesaria a/i
Janin letak oblique
Penyulit Tidak ada
Masa gestasi 42 minggu
Keadaan bayi Berat lahir :3200 gram
Panjang badan: 49cm
Lingkar kepala : tidak
diketahui
Langsung menangis +
Kemerahan -
Kuning -
Nilai APGAR : tidak
diketahui
Kelainan bawaan :
Tidak ada
K
Kesimpulan Riwayat kehamilan/ kelahiran : Ibu pasien melakukan
kontrol kehamilan dengan baik, persalinan Sectio Caesaria atas indikasi
Janin letak oblique, cukup bulan, berat badan lahir sesuai dengan masa
kehamilan, bayi lahir langsung menangis.

Riwayat Tumbuh Kembang :


- Pertumbuhan gigi : 5 bulan (Normal: 5-9 bulan)
- Psikomotor :
Tengkurap : 4 bulan (Normal: 3-4 bulan)
Duduk : 6 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : 12 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : 14 bulan (Normal: 13 bulan)
Bicara : 12 bulan (Normal: 9-12 bulan)

5
Membaca dan menulis : belum
- Perkembangan pubertas : Belum mengalami masa pubertas
Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : Tidak terdapat
keterlambatan pada pertumbuhan dan perkembangan.

Riwayat Makanan :
Umur Buah /
ASI/PASI Bubur Susu Nasi Tim
(bulan) Biskuit
0–2 ASI - - -
2–4 ASI - - -
4–6 PASI + + -
6–8 PASI + + +
8 – 10 PASI + + +
10 -12 + + + +
Kesimpulan makan : Pasien tidak ada kesulitan untuk makan. Menu
makanan mengikuti makan dalam keluarga.

Riwayat Imunisasi :
Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )
Hepatitis B Saat lahir 1 bulan 6 bulan - - -
DPT / PT 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -

Polio 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -


BCG Saat lahir - - - - -
Campak 1 tahun - - - - -
MMR - - - - - -
Kesimpulan riwayat imunisasi: Imunisasi dasar lengkap sesuai usia.

6
Riwayat Keluarga :
a. Corak Reproduksi
Lahir Mati
No Usia JK Hidup Abortus Ket
mati (sebab)
48 Laki-
1. + - - - Sehat
bulan laki
17 Perem
2. + - - - Pasien
bulan puan

b. Riwayat Pernikahan

Ayah Ibu
Nama Tn. S Ny. C
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 21 19
Pendidikan terakhir SMA SMA
Agama Islam Islam
Suku bangsa Betawi Betawi
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas Tidak ada Tidak ada
Penyakit, bila ada Tidak ada Tidak ada

Kesimpulan Riwayat keluarga: Pasien merupakan anak kedua dari dua


bersaudara. Ayah dan ibu pasien sehat dan tidak ada riwayat penyakit
keluarga yang diturunkan.

Riwayat Lingkungan dan Perumahan :

Pasien tinggal bersama Ayah, Ibu dan kakak pasien. Lingkungan


rumah pasien tidak padat. Pasien dan keluarganya tinggal di rumah milik
sendiri. Ventilasi dan pencahayaan baik, sumber air menggunakan air
tanah dan minum air mineral isi ulang. Tempat pembuangan sampah

7
berada di dalam rumah dan di luar rumah. Di lingkungan tempat tinggal
pasien, tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.
Kesimpulan keadaan lingkungan: Keadaan lingkungan dan perumahan
baik.

Riwayat Sosial dan Ekonomi

Ayah pasien bekerja wiraswasta dengan pendapatan kurang lebih 2


juta rupiah perbulan. Ibu pasien sebagai ibu rumah tangga.

Kesimpulan sosial ekonomi: Sosioekonomi keluarga pasien saat ini


masih cukup.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Berat Badan : 10 kg
Panjang Badan : 77 cm

Status Gizi
BB/U : 10/10,8 x 100% = 92,5 % (gizi normal)
PB/U : 77/80 x 100% = 96,2 % (gizi normal)
BB/TB : 10/12 x 100% = 83,3 % (gizi kurang)

Kesan Gizi
Gizi kurang akut

Lingkar kepala : 38 cm
Lingkar dada : 40 cm
Lingkar Lengan Atas : 16 cm
Tanda vital : Tekanan darah : - mmHg
Nadi : 128 x/menit menit (kuat, isi cukup,
ekual kanan dan kiri, regular)

8
Pernapasan : 34 x/menit
Suhu: 38,6 °C (diukur dengan termometer
air raksa di aksila kiri)
SpO2 : 99%

STATUS GENERALIS

1. Kepala : normosefali, tidak ada deformitas

Mata
Bentuk : normal, kedudukan bola mata simetris
Palpebra :normal, tidak terdapat ptosis, lagoftalmus, oedem,
perdarahan, blepharitis, maupun xanthelasma
Gerakan : normal, tidak terdapat strabismus, nistagmus
Konjungtiva : tidak anemis
Sklera : tidak ikterik
Pupil : bulat, isokor, reflex cahaya langsung positif pada
mata kanan dan kiri, reflex cahaya tidak langsung
positif pada mata kanan dan kiri.

Telinga
Bentuk : normotia
Liang telinga : lapang
Serumen : tidak ditemukan serumen pada telinga kanan
maupun kiri
Nyeri tarik helix : tidak ada nyeri tarik pada helix kanan maupun kiri
Nyeri tekan tragus : tidak ada nyeri tekan pada tragus kanan maupun
kiri

9
Hidung
Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas, tidak hiperemis,
sekret cair berwarna bening, tidak ada nyeri tekan
Septum : simetris, tidak ada deviasi
Mukosa hidung : tidak hiperemis, konka nasalis tidak edema

Mulut dan tenggorok


Bibir : normal, tidak pucat, tidak sianosis
Gigi-geligi : tidak terdapat karies gigi
Mukosa mulut : normal, tidak hiperemis, tidak halitosis
Lidah : normoglosia, tidak tremor, tidak kotor
Tonsil : ukuran T1/T1, tidak hiperemis
Faring : tidak hiperemis, arcus faring simetris, uvula di
tengah

2. Leher
Bendungan vena : tidak ada bendungan vena
Kelenjar tiroid : tidak membesar
Trakea : di tengah

3. Kelenjar Getah Bening


Leher : tidak terdapat pembesaran di KGB leher
Aksila : tidak terdapat pembesaran di KGB aksila
Inguinal : tidak terdapat pembesaran di KGB inguinal

4. Thorax
- Sela iga tidak melebar, tidak ada efloresensi yang bermakna
Paru-paru
 Inspeksi : simetris, tidak ada hemithorax yang tertinggal,
tipe pernapasan abdomino-thorakal

10
 Palpasi : vocal fremitus sama kuat pada kedua hemithorax

 Perkusi : sonor pada kedua hemithorax

 Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak terdengar ronkhi pada


kedua lapang paru, tidak terdengar wheezing
pada kedua lapang paru.

Jantung
 Inspeksi : tidak tampak pulsasi ictus cordis

 Palpasi : terdapat pulsasi ictus cordis pada ICS V ± 1 cm


lateral dari linea midklavikularis sinistra

 Perkusi : -

 Auskultasi : bunyi jantung I&II regular, tidak terdengar gallop


maupun murmur

5. Abdomen
Inspeksi : datar, tidak terdapat kelainan kulit, tidak terdapat
pelebaran vena
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, tidak terdapat
nyeri tekan pada seluruh kuadran abdomen, tidak
teraba massa, pada pemeriksaan ballottement
negatif pada ginjal kanan dan kiri
Perkusi : timpani pada keempat kuadran abdomen
Auskultasi : bising usus positif 3x/menit

6. Ekstremitas Atas dan Bawah


Inspeksi : Tidak tampak deformitas
Palpasi : Akral hangat pada keempat ekstremitas, tidak
terdapat oedem pada keempat ekstremitas, CRT < 3
detik.

11
STATUS NEUROLOGIS

o Refleks Fisiologis
- Refleks superfisial : tidak dilakukan
- Refleks tendon dalam :
 biseps ++/++
 triseps ++/++

 patela ++/++

 achilles ++/++

o Refleks Patologis
- Refleks Babinzki (-)
- Refleks Oppenheim (-)
- Refleks Hoffmann (-)
- Refleks Gordon (-)
- Refleks Schaffer (-)

o Tanda Rangsang Meningeal


- Kaku kuduk (-)
- Brudzinski I & II (-)
- Kernig (-)
- Laseque (-)

o Saraf cranialis
- N. I : Tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. II dan III : Pupil isokor, RCL +/+, RCTL +/+
- N. IV dan VI : tidak ada kelainan
- N. V : refleks kornea +/+
Sensorik:
- cabang oftalmik : tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- cabang maksilaris : tidak dapat dilakukan pemeriksaan

12
- cabang mandibularis: tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. VII : Wajah simetris,
- Motorik : tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- Sensorik : tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. VIII :tidak ada kelainan
- N. IX, X :tidak ada kelainan
- N. XI : Tidak ada kelainan
- N. XII : Tidak ada kelainan

o Kekuatan Motorik
4444 4444
4444 4444

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 28 Maret 2018
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Darah Rutin
Leukosit 6.700 6 – 17.5 ribu/uL
Hematokrit 35 35 - 43 %
Hemoglobin 11,2 10.5 – 12.9 g/dl
Eritrosit 3.1 3.6 – 5.2 juta/µL
Trombosit 197.000 217.000 – 497.000 ribu/µL
GDS 90 50 – 80 mg/dL
Elektrolit
Natrium 130 135 – 155 mmol/L
Kalium 3,6 3.6 – 5.5 mmol/L
Klorida 103 98 – 109 mmol/L

13
V. RESUME
An. B, 17 bulan dengan keluhan kejang sejak 2 hari SMRS. Kejang terjadi
pada pukul 00.30. Saat kejang pasien tidak sadar, gerakan dimulai dari tangan
kanan lalu mata pasien mendelik ke atas, mulutnya terbuka, lalu seluruh tubuh
kaku. Kejang terjadi kurang lebih 5 menit. Sebelum kejang, pasien demam tinggi
mendadak dengan suhu 39,8oC. Kejang berulang 2 kali. kejang pertama pukul
11.00 dan kedua pukul 15.00 terjadi sejak 3 hari SMRS, saat kejang pasien tidak
sadar, terjadi kurang lebih 5 menit. juga didahului oleh demam yang mendadak
tinggi dengan suhu 390C. muntah 1 kali, gerak aktif, tidak ada perubahan
perkembangan. Terdapat batuk berdahak dan pilek 3 hari yang lalu. Pasien pernah
mengalami kejang pada usia 9 bulan disertai dengan demam tinggi. Riwayat
trauma sebelumnya disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, berat badan 10 kg, panjang badan 77 cm, didapatkan
status gizi kurang (83,3%) berdasarkan BB/TB. Tanda vital yaitu nadi didapatkan
128x/menit, pernapasan 34x/menit, suhu 38,6°C dan spO2 99%. Pada pemeriksaan
status generalis pada regio hidung terdapat sekret cair berwarna bening. Pada
pemeriksaan status neurologis tidak ditemukan defisit neurologis.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan hiponatremi ringan
(Na+ 130 mmol/L).

VI. DIAGNOSIS BANDING


1. Kejang demam simpleks
2. Kejang anak simptomatik
3. Epilepsi yang di provokasi demam

VI. DIAGNOSIS KERJA


1. Kejang Demam Kompleks
2. ISPA
3. Hiponatremia ringan
4. Gizi kurang

14
VII. PENATALAKSANAAN
o UGD
 Medikamentosa:
 Oksigenasi spontan
 IVFD Assering 3cc/kgBB/jam
 Paracetamol 3 x 100mg
 Diazepam 1 mg
 Ambroxol syr 3 x 2,5cc
 Cefixime 2 x 40mg

 Non medikamentosa:
 Bedrest
 Edukasi orang tua bila anak demam tinggi (> 38,50C), segera
diberikan obat anti kejang.
 Diet: pemberian nutrisi adekuat sesuai kebutuhan gizi anak

VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : Ad Bonam
Ad Fungtionam : Dubia Ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam

IX. FOLLOW UP
 Kamis, 29 Maret 2018 (ruang Dahlia Timur)
S : kejang (-), demam (-), batuk (+) dahak kuning kehijauan, mual
muntah (-). BAB BAK normal
O : Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : - mmHg
Nadi : 122 kali/menit
Pernapasan : 32 kali/menit
Suhu : 37,3 ˚C

15
Mata : CA +/+, SI -/-
Leher : KGB tidak membesar, kelenjar tiroid
normal.
Thorax
Paru : SNV +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung : SI dan SII reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : BU (+), supel, tidak ada nyeri tekan
Ekstremitas atas : Akral hangat +/+, oedem -/-, CRT < 3detik
Ekstremitas bawah : Akral hangat +/+, oedem -/-, CRT < 3 detik

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 29 Maret 2018


Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Darah Rutin
Leukosit 7.600  6 – 17.5 ribu/uL
Hematokrit 35 35 - 43 %
Hemoglobin 11,9  10.5 – 12.9 g/dl
Eritrosit 5,2  3.6 – 5.2 juta/µL
Trombosit 232.000  217.000 – 497.000 ribu/µL
Elektrolit
Natrium 134  135 – 155 mmol/L
Kalium 3,6 3.6 – 5.5 mmol/L
Klorida 103 98 – 109 mmol/L

A :
 Kejang Demam kompleks
 ISPA
 Hiponatremia ringan
 Gizi kurang

16
P :
 Medikamentosa:
 IVFD KAEN 1B 3cc/kg/BB/jam
 Paracetamol 3 x 100mg
 Diazepam 1 mg
 Ambroxol syr 3 x 2,5cc

 Non medikamentosa:
 Edukasi orang tua bila anak demam tinggi (> 38,50C),
segera diberikan dizepam 1 mg
 Diet: pemberian nutrisi adekuat sesuai kebutuhan gizi
anak

 Jumat, 30 Maret 2018


S : kejang (-), demam (-), batuk (+), nafsu makan baik, BAB BAK
normal
O : Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : - mmHg
Nadi : 123 kali/menit
Pernapasan : 28 kali/menit
Suhu : 37,5 ˚C
Mata : CA +/+, SI -/-
Leher : Tidak ada kelainan
Thorax
Paru : SNV +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung : SI dan SII reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : BU (+), supel, tidak terdapat nyeri tekan
Ekstremitas atas : Akral hangat +/+, oedem -/-, CRT < 3 detik
Ekstremitas bawah : Akral hangat +/+, oedem -/-, CRT < 3 detik

17
A :
 Kejang Demam kompleks
 ISPA Perbaikan
 Riwayat hiponatremia ringan
 Gizi kurang

P :
 Medikamentosa:
 IVFD KAEN 1B 3cc/kg/BB/jam
 Diazepam 1 mg
 Ambroxol syr 3 x 2,5cc
 Non medikamentosa:
 Edukasi orang tua bila anak demam tinggi (> 38,50C),
segera diberikan dizepam 1 mg
 Diet: pemberian nutrisi adekuat sesuai kebutuhan gizi
anak

 Sabtu, 31 Maret 2018


S : kejang (-), demam (-), batuk (+) berdahak, nafsu makan baik,
BAK BAB dalam batas normal
O : Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : - mmHg
Nadi : 118 kali/menit
Pernapasan : 26 kali/menit
Suhu : 36,8 ˚C
Mata : CA +/+, SI -/-
Leher : Tidak ada kelainan
Thorax
Paru : SNV +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung : SI dan SII reguler, murmur (-), gallop (-)

18
Abdomen : BU (+), supel, tidak terdapat nyeri tekan
Ekstremitas atas : Akral hangat +/+, oedem -/-, CRT < 3detik
Ekstremitas bawah : Akral hangat +/+, oedem -/-, CRT < 3 detik

A :
 Kejang Demam kompleks
 ISPA Perbaikan
 Gizi kurang

P :
 Medikamentosa:
 IVFD KAEN 1B 3cc/kg/BB/jam
 Diazepam 1 mg
 Ambroxol syr 3 x 2,5cc
 Non medikamentosa:
 Edukasi orang tua bila anak demam tinggi (> 38,50C),
segera diberikan dizepam 1 mg
 Diet: pemberian nutrisi adekuat sesuai kebutuhan gizi
anak
 R/ rawat jalan, kontrol poli anak RS budhi asih tanggal 3
april 2018
 Terapi rawat jalan : Ambroxol syr 3 x 2,5cc

19
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Kejang / convulsion / seizure / insult adalah perubahan aktivitas motorik
dan atau perilaku yang bersifat bangkitan (paroxysmal) dalam waktu terbatas
akibat dari adanya aktivitas listrik abnormal di dalam otak.(1)
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan
suhu tubuh dengan cepat hingga 38,8oC dan kenaikan suhu tubuh diakibatkan oleh
proses ekstrakranial. Pada kejang demam, kejang harus di dahului dengan
demam.(1,3,7)

3.2 Epidemiologi
Kejang demam merupakan penyebab kejang tersering pada anak. Kejang
demam umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan – 5 tahun, puncaknya adalah usia
14 – 18 bulan.(3)
Insidens terjadinya kejang demam sekitar 5 – 10% di India, 8,8% di
Jepang, 0,35% di Hongkong, 0,5-1,5% di China dan 2 - 5 % di Amerika Serikat.
Berdasarkan ras dapat terjadi pada semua jenis ras. Kejang demam lebih
cenderung terjadi pada anak laki-laki di banding anak perempuan.(4)

3.3 Faktor Resiko


Terdapat faktor resiko sehingga kejang demam dapat berulang, yaitu(5,7) :
3.3.1 Mayor
 Umur kurang dari 1 tahun
 Durasi demam kurang dari 24 jam
 Demam dengan suhu 38 – 39oC (dibawah suhu 400C)

3.3.2 Minor
 Riwayat keluarga dengan kejang demam
 Riwayat keluarga dengan epilepsy

20
 Kejang demam kompleks
 Laki – laki
 Hiponatremia

3.4 Etiologi
Penyebab kejang demam adalah lepasnya sitokin inflamasi (IL-1-beta)
atau hiperventilasi yang menyebabkan alkalosis dan meningkatkan pH otak
sehingga terjadi kejang. Demam yang memicu terjadinya kejang disebabkan oleh
proses ekstrakranial biasanya karena infeksi saluran pernapasan akut, otitis media
akut, roseola, infeksi saluran kemih dan infeksi saluran cerna.(3,7)

3.5 Klasifikasi Kejang Demam

3.5.1 Kejang Demam Simpleks


 Kejang umum tonik, klonik, atau tonik-klonik
 Berlangsung singkat < 15 menit
 Tidak berulang dalam 24 jam
 Tanpa kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang(3)

3.5.2 Kejang Demam Kompleks


 Kejang fokal/parsial atau kejang fokal menjadi umum
 Berlangsung > 15 menit
 Berulang dalam 24 jam
 Ada kelainan neurologis sebelum atau sesudah kejang(3)

21
3.6 Manifestasi Klinis
Kejang selalu didahului oleh naiknya suhu tubuh dengan cepat. Kejang
demam simpleks berupa kejang umum klonik atau tonik-klonik, berlangsung < 15
menit. Kejang demam kompleks menunjukkan tanda kejang demam fokal atau
parsial atau kejang parsial yang menjadi umum selama maupun sesudah kejang.(3)
Anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mencari fokus infeksi penyebab
demam. Pada kejang demam ditemukan status neurologis yang normal.(3)

3.8 Diagnosis
Untuk menanggulangi masalah kejang pada anak perlu di pastikan apakah
anak masih dalam keadaan kejang atau tidak. Jika masih kejang berikan terapi
awal kejang. Jika sudah tidak kejang, maka di lajutkan langkah untuk
mendiagnosis kejang. Sebelumnya diperlukan informed consent kepada orang tua
atau wali pasien.(1)

3.8.1 Anamnesis
3.8.1.1 Identitas
Identitas perlu di lengkapi mulai dari nama, usia, jenis kelamin, agama dan
suku bangsa anak. Lalu nama, usia, pendidikan dan pekerjaan orang tua.(2)

22
3.8.1.2 Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang disusun secara kronologis mulai dari keadaan
kesehatan anak sejak sebelum terdapat keluhan sampai ia dibawa berobat.(2) Jika
keluhan utama adalah kejang maka untuk melengkapi riwayat penyakit sekarang
perlu ditanyakan sifat-sifat kejang yaitu berapa lama kejang berlangsung, meliputi
seluruh tubuh atau hanya pada bagian tubuh tertentu.(1) Jika kejang umum
melibatkan kedua sisi tubuh, jika kejang fokal melibatkan sisi kanan atau sisi kiri
tubuh.(2) Sifat kejang apakah tonik (kaku) atau klonik (kelojotan), kegiatan anak
sebelum dan sesudah kejang, apakah menangis, diam tidur atau dapat
dibangunkan atau tidak sadar.(1) Ditanyakan pula suhu saat kejang, lama serangan,
interval antara dua serangan dan kesadaran saat kejang dan pasca kejang. (2)
Apakah kejang terjadi pertama kali atau kesekian kali dalam kurun waktu
tertentu.(1)
Ditanyakan keluhan-keluhan lain dari sistem saraf seperti iritabel, nyeri
kepala, kesadaran menurun, kejang, lumpuh layu/kaku. Keluhan lain yang non-
spesifik yaitu demam, lesu, nyeri otot, nyeri kepala, lemah, anak rewel, tidak mau
main. Keluhan spesifik pada organ respirasi seperti batuk, pilek, nyeri
tenggorokan, sesak nafas, nafas berbunyi, nyeri dada. Pada sistem digestif di
tanyakan mual, tidak mau makan, muntah, mencret, tidak buang air, nyeri perut
dan nyeri epigastrium. Pada sistem kemih di tanykan nyeri kencing, nyeri
pinggang, sembab dan kemih bedarah. Sistem sirkulasi ditanyakan nyeri dada
prakordial, sesak nafas, kebiruan, posisi jongkok, sembab, bengkak sendi
berpindah. Sistem hematologi di tanyakan pucat, perdarahan dari hidung, gusi
termasuk kebiruan di bawah kulit, warna kuning. Sistem muskulo-skeletal seperti
nyeri dan bengkak pada otot atau tulang atau persendian.(1)
Dalam riawayat penyakit sekarang perlu di lengkapi riwayat penyakit yang
pernah di derita, riwayat kehamilan ibu, riwayat kelahiran, riwayat makanan,
riwayat imunisasi, riwayat pertumbuhan dan perkembangan, riwayat keluarga dan
data perumahan.(2)
Kejang demam sering di jumpai pada bayi dan anak. Oleh karena itu perlu
di bedakan kejang yang disertai demam tersebut merupakan kejang demam atau

23
epilepsi yang di bangkitkan serangannya oleh demam atau perlu dicurigai adanya
infeksi sistem saraf pusat.(2)
Pada kejang demam terdapat karakteristik tertentu seperti sebagian besar
terjadi pada usia 6 bulan sampai 5 tahun, demam mendahului kejang, kejang
umumnya terjadi dalam 24 jam setelah anak mulai demam (tersering dalam 16
jam pertama), sebelum dan sesudah kejang anak sadar dan tidak terdapat kelainan
neurologis. Pasien juga tidak pernah mengalami kejang tanpa demam.(2)

3.9 Pemeriksaan Fisik


3.9.1 Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan umum diperiksa mulai dari keadaan umum, tanda vital (tekanan
darah, nadi, pernapasan), data antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkar
kepala, tebal lapisan lemak bawah kulit, lingkar lengan atas).(1)

3.9.2 Pemeriksaan Organ


Pemeriksaan organ atau sistem seperti kepala, leher, toraks (jantung dan
paru-paru), abdomen, genitalia, anggota badan, sistem saraf, kelenjar getah bening
dan kulit.(1)
Kepala meliputi besar / bentuk, ubun-ubun besar, sutura, rambut, bentuk
wajah apakah simetris kanan dan kiri.(1)
Mata, dinilai ketajaman dan lapangan penglihatan, hipertelorisme,
supersilia, silia, eksoptalmus, strabismus, nystagmus, miosis, midriasis, warna dan
bercak di iris, reflex cahaya langsung dan tidak langsung dan pemeriksaan retina
dengan funduskopi.(1,2)
Hidung, bentuk sadel, jembatan hidung, napas cuping hidung, sianosis,
deviasi septum dan sekresi.(1)
Mulut dan tenggorok, ulkus, lidah berselaput, tonsil membesar dan
hiperemi, pseudomembran, warna dan pembengkakan gingiva, lengkung palatum,
trismus, edema peritonsilar dan parafaring, pertumbuhan atau jumlah atau
morfologi atau kerapatan gigi.(1,2)

24
Telinga, letak atau posisi telinga, sekresi, tanda otitis media, dan nyeri
tekan mastoid. Leher, di nilai tiroid, kelenjar getah bening, skrofuloderma,
retraksi, murmur, bendungan vena, tekanan vena sentral, refluks hepatojugular,
fistel, ulkus, sayap leher, letak trakea dan kaku kuduk.(1,2)
Toraks, di nilai bentuk, asimetrik, pembengkakan, nyeri, posisi scapula,
fraktur, tasbeh dan kelainan payudara. Jantung, adakah tonjolan precordial,
pulsasi, iktus, bunyi jantung, murmur, irama gallop, getaran, bising gesek
perikard, batas jantung atau kardiomegali, sterna lift, pulsasi epigastrium. Paru-
paru, asimetri, pekak, hipersonor, fremitus, batas paru-hati, suara nafas, ronki
basah, ronkhi kering, bising gesek pleura dan bronkofoni. Abdomen, bentuk,
kolateral atau arah aliran, smiling umbilicus, distensi, gerakan peristaltic, rigiditas,
nyeri tekanan, masa abdomen, pembesaran hati/limpa, bising usus, dan tanda-
tanda asites.(2)
Anogenitalia, adakah atresia, sekresi, vesikel, eritema, ulkus, papula,
hidrokel, kriptorkismus, epispadia, hipospadia, edema dan benjolan pada lipat
inguinal.(1)
Ekstremitas, tonus atau trofi otot, jari tabuh, sianosis, bengkak dan nyeri
otot atau tulang atau sendi, tonus, edema pretibial dan cacat bawaan.(1)
Tulang belakang, apakah kifosis, scoliosis, lordosis, tanda spina bifida dan
gibus.
Susunan saraf, sistem motoric dan sensorik, refleks fisiologik, refleks
patologik, uji saraf otak, uji tekanan itrakranial dan tanda rangsang meningeal
(kaku kuduk, kernig dan brudzinski).(2)
Kelenjar getah bening, adakah pembesaran atau bengkak, konsistensi,
permukaan, dan nyeri spontan atau tekan.(1)
Kulit, keringat atau kelembapan, ruam, pigmentasi, fibroma, angioma,
ptekie, hematoma, infeksi jaringan bawah kulit dan keadaan rambut.(1)
Pada kejang demam di lihat kesadaran apakah terdapat penurunan
kesadaran. Suhu tubuh, apakah terdapat demam. Tanda rangsang meningeal,
biasanya negative. Bila perlu dilakukan pemeriksaan saraf kranialis. Periksa juga
tanda-tanda peningkatan intracranial seperti ubun-ubun besar menonjol, papil

25
edema. Tanda infeksi ekstrakranial seperti ISPA, OMA dan ISK. Pemeriksaan
neurologi seperti tonus, motoric, refleks fisiologis dan refleks patologis.(6)

3.10 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah tepi (hematologi)
yaitu jumlah sel darah merah (eritrosit), kadar haemoglobin (Hb), hematokrit (Ht),
jumlah sel darah putih (leukosit), hitung jenis leukosit, jumlah keeping darah
(trombosit), laju endap darah (LED) dan morfologi sel darah tepi.(1)
Pemeriksaan urin dan feses seperti pemeriksaan makroskopik,
mikroskopik, fisis dan kimia serta biakan.
Pemeriksaan kimia darah, untuk uji fungsi berbagai organ atau sistem
seperti hati, ginjal, keseimbangan elektrolit, pH dan asam basa.
Analisis cairan serebrospinal pada kasus kejang penting untuk menilai
apakah ada infeksi pada sistem saraf pusat. Juga di perlukan pemeriksaan
mikrobiologik termasuk serologi serta biakan dari bakteri dan virus.(1)
Pemeriksaan pencitraan seperti foto rontgen paru, elektrokardiografi
(EKG), ekokardigrafi, elektroensefalografi (EEG), elektromiografi (EMG),
computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI), angiografi dan
lain-lain.(1)

3.11 Diagnosis Banding


Berdasarkan data-data yang di kumpulkan dari anamnesis sampai
pemeriksaan penunjang maka selanjutnya adalah menetapkan menetapkan
beberapa diagnosis banding, menentukan diagnosis kerja dan diagnosis pasti yang
ditetapkan berdasarkan uji identifikasi penyebab penyakitnya. (1)
Penyakit kejang pada anak di bagi menjadi akut, subakut dan kronik. Pada
anak yang mengalami kejang pertama perlu di tentukan apakah kejang timbul
dengan atau tanpa provokasi. Penyebab kejang dengan provokasi atau kejang anak
simtomatik adalah termasuk infeksi seperti meningitis dan ensefalitis, gangguan
metabolisme seperti hipoglikemia, hipokalsemia, hypernatremia, trauma kepala
seperti konkusi serebral, perdarahan intracranial, structural abnormal yaitu cacat

26
bawaan, tumor dan iskemia. Penyebab lain adalah keracunan terhadap camphor,
carbamazepine, carbon-monoxide, cocaine, cyanide, aminopyline, amphetamine,
anticholinergic, antidepressant cyclic, plumbum, lithium, propoxyphene,
salicylate, strychnine. Kejang juga dapat terjadi pada bayi baru lahir dengan
hipoksia iskemia yang berakibat terjadinya ensefalopati yang menimbulkan edema
otak, kejang dapat berat dan refrakter terhadap pemberian antikonvulsan.(1)

3.12 Penatalaksanaan
Tindakan utama kejang pada anak adalah secara stimultan mengatasi
kejang (simtomatik) sekaligus juga menghilangkan penyebab penyakit primer
(kausatif). Bila penyakit primer sudah dapat diatasi maka diharapkan gejala
kejang akan hilang dan tidak mengalami eksaserbasi. Terapi lain bersifat suportif
atau resusitatif sesuai indikasi.(1,8)
1. Tindakan untuk anak kejang saat sebelum dan sesudah di tempat
pelayanan kesehatan
- Tetap tenang dan tidak panik. 

- Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher. 

- Bila anak tidak sadar, posisikan anak miring. Bila terdapat muntah,
bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. 

- Walaupun terdapat kemungkinan (yang sesungguhnya sangat
kecil) lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.

- Ukur suhu, observasi, dan catat bentuk dan lama kejang. 

- Tetap bersama anak selama dan sesudah kejang. 

- Berikan diazepam rektal bila kejang masih berlangsung lebih dari
5 menit. Jangan berikan bila kejang telah berhenti. Diazepam
rektal hanya boleh diberikan satu kali oleh orangtua. 

- Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit
atau lebih, suhu tubuh lebih dari 40 derajat Celsius, kejang tidak
berhenti dengan diazepam rektal, kejang fokal, setelah kejang anak
tidak sadar, atau terdapat kelumpuhan.(1)

27
2. Obat anti konvulsi di berikan sesuai indikasi
obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam
intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan
kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10
mg. Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti algoritma kejang pada
umumnya. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah
(prehospital) adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75
mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12
kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg.(1,8)

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat


diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila
setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah
sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena. Jika kejang masih
berlanjut, lihat algoritme tatalaksana status epileptikus. Bila kejang telah berhenti,
pemberian obat selanjutnya tergantung dari indikasi terapi antikonvulsan
profilaksis. (1,8)

 Antikonvulsan intermiten

Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat


antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis intermiten
diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor risiko di bawah ini:

a. Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral 



b. Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun 

c. Usia <6 bulan 

d. Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius

e. Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh
meningkat dengan cepat. (!)

28
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal 0,5
mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat badan >12 kg),
sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam
intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan pada
orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia,
iritabilitas, serta sedasi. (1)

 Antikonvulsan rumatan

Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan


penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan, maka
pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka
pendek. Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat
untuk kejang demam tidak membutuhkan tapering off, namun dilakukan pada saat
anak tidak sedang demam.

Indikasi pengobatan rumat:

a. Kejang fokal 

b. Kejang lama >15 menit 

c. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis. 


Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang .Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat
menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat
pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang
berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi
hati. Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan
fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis. (!)

3. Terapi simtomatik
Pada kasus kejang yang disertai demam yang tinggi maka diperlukan antipiretik

29
seperti acetaminophen (paracetamol). Antipiretik dapat diberikan jika suhu anak
lebih dari 38oC atau bila anak terganggu karena demamnya seperti anak tidak
tenang, tidak dapat tidur dan tidak mau makan. Tidak ditemukan bukti bahwa
penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam. Meskipun
demikian, dokter neurologi anak di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap
dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali
diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. (8)

4. Terapi kausal
Penyebab utama adalah infeksi yaitu lebih dari 80%. Terapi kausal yang
lain adalah terapi sulih hormon untuk kasus kejang dengan penyakit defisiensi
hormon sebagai penyakit primernya seperti pada defisiensi ACTH atau defisiensi
hormon adrenal. (1,8)

5. Terapi lainnya
Terapi yang lain bersifat suportif dengan tujuan memperbaiki dan
mempertahankan keadaan umum pasien yaitu memberi kecukupan akan
kebutuhan nutrisi, cairan dan elektrolit, inhalasi oksigen, dan lainnya.(8)

30
Algoritma tatalaksana kejang akut(1)

3.13 Pencegahan
1. Vaksinasi
Sampai saat ini tidak ada kontraindikasi untuk melakukan vaksinasi pada
anak dengan riwayat kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi
sangat jarang. Suatu studi kohort menunjukkan bahwa risiko relatif kejang demam
terkait vaksin (vaccine-associated febrile seizure) dibandingkan dengan kejang
demam tidak terkait vaksin (non vaccine-associated febrile seizure) adalah 1,6
(IK95% 1,27 sampai 2,11). Angka kejadian kejang demam pascavaksinasi DPT
adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi, sedangkan setelah vaksin
MMR adalah 25-34 kasus per 100.000 anak. Pada keadaan tersebut, dianjurkan
pemberian diazepam intermiten dan parasetamol profilaksis.

2. Edukasi
Kejang pada anak dapat menimbulkan bangkitan kejang oleh karena itu
diperlukan pengamatan serta tindakan yang adekuat serta memahami karakteristik
kejang. Perlunya edukasi kepada orang tua terutama dalam penanganan dan
pecegahan kejang demam agar tidak berulang, antara lain:

31
 Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumya mempunyai
prognosis baik. 

 Memberikan pengetahuan tentang kapan munculnya kejang sehingga
dapat melakukan pencegahan segera
 Menganjurkan orang tua agar mempunyai alat pengukur suhu
(thermometer)
 Memberitahukan cara penanganan kejang. 

 Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali. 

 Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang
efektif, tetapi harus diingat adanya efek samping obat. (1)

3.14 Prognosis
anak dengan kejang demam memiliki kemungkinsn 30 – 50% mengalami
kejang demam berulang, dan 75% nya terjadi dalam satu tahun setelah awitan
yang pertama. Resiko rekurensi meningkat apabila:
 Kejang demam terjadi < 1 tahun, resiko berulang adalah 50%. Kejang
demam terjadi >1 tahun, resiko berulangnya adalah 28%
 Riwayat keluarga kejang demam atau epilepsi
 Cepat kejang setelah demam
 Kejang yang terjadi pada suhu yang tidak tinggi
Adanya keempat faktor tersebut meningkatkan resiko kejang berulang hingga
80% namun apabila tidak ada faktor yang ditemukan, maka kemungkinan
berulang 10 – 15%. Anak yang mengalami kejang demam simpleks tidak
memiliki resiko lebih tinggi epilepsi dibandingkan populasi normal. Resiko
epilepsi dikemudian hari meningkat bila terdapat:
 Kejang demam kompleks
 Riwayat keluarga epilepsi

32
 Kejang demam sebelum usia 9 bulan
 Ada nya perkembangan yan terlambat atau terdapat kelainan neurologis
sebelumnya.
Kematian setelah kejang demam adalah hal yang sangat jarang terjadi, bahkan
pada anak yang mempunyai resiko tinggi sekalipun.(4)

33
BAB IV
PEMBAHASAN

An. B, 17 bulan dengan keluhan kejang sejak 2 hari SMRS. Kejang terjadi
pada pukul 00.30 saat pasien sedang tertidur. Saat kejang pasien tidak sadar,
awalnya ibu pasien mengatakan gerakan dimulai dari tangan kanan lalu mata
pasien mendelik ke atas, mulutnya terbuka, lalu seluruh tubuh kaku. Kejang
terjadi kurang lebih 5 menit. Setelah kejang pasien menangis dan mengantuk lalu
tertidur. Sebelum kejang, pasien demam tinggi mendadak dengan suhu 39,8oC.
Kejang berulang 3 kali. kejang pertama dan kedua terjadi 3 hari SMRS, saat
kejang pasien tidak sadar, terjadi kurang lebih 5 menit. juga didahului oleh
demam yang mendadak tinggi dengan suhu 390C. setelah kejang pasien muntah 1
kali, gerak aktif, tidak ada perubahan perkembangan. Terdapat batuk berdahak
dan pilek 3 hari yang lalu. Dahak berwarna kuning kehijauan. BAK dan BAB
normal. Pasien pernah mengalami kejang pada usia 9 bulan disertai dengan
demam tinggi. Riwayat trauma sebelumnya disangkal. Hal tersebut merupakan
karakteristik kejang demam kompleks yaitu bentuk kejang parsial yang menjadi
umum, dan kejang berulang kurang dari 24 jam. Pada pasien ini dilakukan
pemeriksaan neurologis seperti kesadaran, pemeriksaan saraf kranialis, motorik ,
tanda rangsang meningeal dan refleks patologis namun tidak ditemukan defisit
neurologis. Sebelumnya juga pasien tidak mempunyai riwayat kelainan
neurologis. Kejang demam biasanya terjadi pada anak dengan usia 6 bulan dampai
5 tahun dan puncaknya pada usia 16-24 bulan sesuai dengan usia pasien yaitu 17
bulan. Penyebab dari kejang demam pada kasus ini adalah kenaikan suhu 39,80C
yang disebabkan oleh adanya infeksi pada saluran nafas atas.
Riwayat kehamilan dan kelahiran pasien lahir secara SC a/i janin letak
oblique. segera menangis dengan berat badan lahir 3200 gram. Riwayat
pertumbuhan dan pekembangan pasien normal sesuai dengan usia pasien. Riwayat
makanan baik pasien sudah mendapatkan ASI dan PASI serta makan dengan
menu makanan yang sama dengan keluarga. Riwayat imunisasi dasar lengkap.
Riwayat keluarga pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Ayah dan

34
ibu pasien tidak mempunyai riwayat penyakit tertentu. Riwayat lingkungan baik.
Riwayat sosioekonomi baik. Dari riwayat kehamilan, kelahiran, imunisasi,
makanan, pertumbuhan dan perkembangan, serta lingkungan sosial ekonomi
keluarga tidak menunjukan adanya faktor pencetus untuk menyebabkan terjadinya
kejang demam pada kasus ini.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, berat badan 10 kg, panjang badan 77 cm, didapatkan
status gizi kurang (83,3%) berdasarkan BB/TB. Lingkar kepala 38 cm, lingkar
dada 40 cm, lingkar lengan atas 16 cm. tanda vital yaitu nadi didapatkan
128x/menit, pernapasan 34x/menit, suhu 38,6°C dan spO2 99%. Pada pemeriksaan
status generalis didapatkan regio hidung terdapat sekret cair berwarna bening.
Pada pemeriksaan status neurologis tidak ditemukan defisit neurologis.
Dari hasil laboratorium didapatkan kadar natrium 130 mmol/L dimana
keadaan hiponatremi ini juga dapat menjadi penyebab terjadinya kejang pada
pasien ini, namun karena penurunan kadar yang tidak terlalu signifikan, diagnosis
hiponatremi sebagai penyebab utama kejang belum bisa ditegakan dengan jelas.
Harus diperlukan pemeriksaan berkala kadar natrium dalam darah.
Berdasarkan analisa diatas, didapatkan beberapa masalah pada pasien
antara lain yaitu kejang demam kompleks, ISPA, hiponatremia ringan dan gizi
kurang. Dengan banyaknya masalah yang terdapat pada pasien ini maka di
butuhkan penanganan yang komprehensif mulai dari asupan gizi, tatalaksana
infeksi yang diduga terdapat infeksi pada saluran napas atas dan observasi kejang
demam berulang dalam 2 x 24 jam.

35
BAB V
PENUTUP

Kejang demam merupakan salah satu keluhan yang sering muncul pada
anak. Jika terdapat kejang pada anak perlu ditatalaksana segera dengan obat-obat
anti kejang. Setelah stabil maka perlu di lanjutkan pemeriksaan – pemeriksaan
untuk mendiagnosis kejang dan pengobatan sesuai penyebab dari kejang agar
tidak berulang.
Kasus ini adalah kejang demam kompleks yang prognosisnya masih baik.
Namun dapat terjadi kejang demam berulang atau bahkan diagnosis berubah jika
ditemukan kelainan neurologi pada selanjutnya. Oleh sebab itu perlunya di
observasi kembali. Pada kejang demam juga perlu di tatalaksana penyebab dari
demamnya serta perlu di cari sumber infeksinya.
Jika pasien sudah dapat ditangani maka penting untuk memberikan
edukasi kepada orang tua untuk mengawasi apabila timbul serangan kejang
selanjutnya, orang tua perlu mengenali sifat dari kejang anak dan orang tua juga
harus dapat melakukan pencegahan apabila anak mulai demam.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Ismael S, Pusponegoro HD, Widodo DP. Et al. Rekomendasi


penatalaksanaan kejang demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Cetakan pertama. 2016
2. American Academy of Pediatrics, Subcommittee on Febrile Seizure.
Pediatrics. 2011;127:389 - 94.
3. Patel N, Ram D, Swiderska N, Mewasingh LD, Newton RW, Offringa M.
Febrile seizures. BMJ : British Medical Journal 2015. 18;351.
4. Shinnar S. Febrile seizure. Dalam: Swaiman KS, Ashwal S, penyunting.
Pediatric Neurology Principles and Practice. Elsevier Saunders. Ed 6.
2014.p.790-8. 

5. Kligmann, Stanton, Geme ST, Schor, Behrman. Nelson Textbook of
Pediatrics. 6th ed. Elsevier Saunders. United State of America: 2014.
6. Almojali AI, Ahmed AE, Baghac MY. Prognostic factors for epilepsy
following first febrile seizure in Saudi children. Annals of Saudi Medicine
2017 Nov;37(6):449-454.
7. Febrile Seizure. Available at http://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/febrile-seizure/basics/definition/con-20021016 Accessed on
April 18 2017.
8. Friedman JN. Emergency management of the paediatrics patients with
generalized convulsive status epilepticus. Pediatrics Child Health. United
States: 2011.

37

You might also like