You are on page 1of 33

LAPORAN KASUS

OD PSEUDOFAKIA DENGAN RETINOPATI DIABETIKUM

DAN OS MIOPIA

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan


Melengkapi Salah Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter

Bagian Ilmu Penyakit Mata


RSI SULTAN AGUNG SEMARANG

Disusun oleh :

Adli Ilham Akbar Hafidz

30101407115

Pembimbing :

dr. Hj. A.M. Sita Pritasari, Sp.M (K)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi salah satu syarat
menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di bagian Ilmu Penyakit Mata periode 12
November – 9 Desember 2018.

Nama : Adli Ilham Akbar Hafidz

NIM : 30101407115

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Bidang Pendidikan : Ilmu Penyakit Mata

Periode Kepaniteraan Klinik : 12 November – 9 Desember 2018.

Pembimbing : dr. Hj. A.M. Sita Pritasari, Sp.M (K)

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Hj. A.M. Sita Pritasari, Sp.M (K)

2
1. LAPORAN KASUS

1.1. IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. S
Usia : 60 tahun
Alamat : Manyaran
Status perkawinan : Sudah Menikah
Pekerjaan : Tidak bekerja
No RM : 1365060
Tanggal Pemeriksaan : 13 November 2018

1.2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 13 November 2018 di Poli
Mata RSI Sultan Agung

Keluhan Utama : Mata kanan terasa buram

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Poliklinik RS. Islam Sultan Agung pada hari Selasa, 13 November 2018
dengan keluhan mata kanan terasa buram sejak 1 bulan yang lalu..Rasa buram timbul
secara perlahan dan makin lama memburuk. Keluhan tidak berkurang dan terjadi menetap.
Keluhan disertai penglihatan pada mata kanan dirasakan membayang, dan apabila mata
digerakkan terasa nrocos yang bersifat hilang timbul. Pasien melakukan pemasangan lensa
tanam pada mata kanan 1 tahun yang lalu. Pasien saat ini menggunakan obat tetes mata
rutin. Keluhan lain pada mata kanan disangkal. Pada mata kiri, pasien tidak merasakan
keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu


Keluhan sakit serupa : disangkal
Hipertensi : pasien memiliki riwayat hipertensi sejak kurang lebih 5 tahun.
DM : pasien memiliki riwayat DM selama 12 tahun.
Alergi : disangkal
Asma : disangkal
Trauma : disangkal

3
Lainnya : pasien pernah melakukan histerektomi karena curiga adanya
lesi prakanker.

Riwayat Keluarga

Keluhan sakit serupa : disangkal


Hipertensi : disangkal
DM : disangkal
Alergi : disangkal
Asma : disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien menggunakan BPJS. Kesan ekonomi cukup.

1.3. PEMERIKSAAN FISIK


1.3.1. STATUS GENERALIS
 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Kompos mentis
 Tanda vital
 Tekanan Darah : tidak dilakukan pemeriksaan

1.3.2. STATUS OFTALMOLOGIS

OD OS

KETERANGAN OD OS
1. VISUS
Tajam penglihatan 1/60 6/18 f2
Koreksi No Correction S -1.00  6/12 f2 nbc, ph
negative
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
Eksoftalmus (-) (-)

4
Endoftalmus (-) (-)
Strabismus (-) (-)
Gerak bola mata (+) (+)
SUPRA SILIA Hitam, distribusi merata, Hitam, distribusi merata,
tidak rontok tidak rontok
3. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Edema (-) (-)
Tanda radang (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Entropion (-) (-)
Hordeolum (-) (-)
Kalazion (-) (-)
Massa (-) (-)
Dapat menutup mata (+) (+)
4. KONJUNGTIVA PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Hiperemis (-) (-)
Folikel (-) (-)
Papil (-) (-)
5. KONJUNGTIVA BULBI
Injeksi konjungtiva (-) (-)
Injeksi siliar (-) (-)
Injeksi episklera (-) (-)
Perdarahan subkonjungtiva (-) (-)
Papil (-) (-)
Cobble stone (-) (-)
6. SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik (-) (-)
7. KORNEA

5
Kejernihan Jernih, terdapat arcus Jernih, terdapat arcus senilis
senilis
Corpus alienum (-) (-)
Ulkus (-) (-)
8. BILIK MATA DEPAN
Kejernihan Jernih Jernih
Kedalaman Dalam Dalam
Hifema (-) (-)
Hipopion (-) (-)
9. IRIS
Warna Hitam Hitam
Kripte (+) (+)
PUPIL
Letak Sentral Sentral
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran ±3 mm ±3 mm
Reflek cahaya (+) normal (+) normal
LENSA
Kejernihan Pseudofakia Jernih
RETINA
Fundus reflek (+) terang (+) terang
Gambaran fundus Eksudat sulit dinilai Eksudat sulit dinilai
Bercak perdarahan sulit Bercak perdarahan sulit
dinilai dinilai
Adanya neovaskularisasi Adanya neovaskularisasi
sulit dinilai sulit dinilai
CORPUS VITREUS Sulit dinilai Sulit dinilai
PAPIL NERVUS II Sulit dinilai Sulit dinilai
MACULA Sulit dinilai Sulit dinilai
TIO DIGITAL Normal Normal

6
IRIS SHADOW TEST Tidak dilakukan Tidak dilakukan

1.3.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak ada pemeriksaan penunjang terkait yang dilakukan
1.4. RESUME
Subyektif:

Pasien datang ke Poliklinik RS. Islam Sultan Agung pada hari Selasa, 13 November
2018 dengan keluhan mata kanan terasa buram sejak 1 bulan yang lalu..Rasa buram timbul
secara perlahan dan makin lama memburuk. Keluhan tidak berkurang dan terjadi menetap.
Keluhan disertai penglihatan pada mata kanan dirasakan membayang, dan apabila mata
digerakkan terasa nrocos yang bersifat hilang timbul. Pasien melakukan pemasangan lensa
tanam pada mata kanan 1 tahun yang lalu. Pasien saat ini menggunakan obat tetes mata
rutin. Keluhan lain pada mata kanan disangkal. Pada mata kiri, pasien tidak merasakan
keluhan.

Obyektif:

Status Oftalmologi
OCULI DEXTRA PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA
1/60 VISUS 6/18 f2
Pseudofakia LENSA Jernih
Jernih, terdapat arcus senilis KORNEA Jernih, terdapat arcus senilis
(+) terang REFLEK FUNDUS (+) terang
Eksudat sulit dinilai GAMBARAN Eksudat sulit dinilai
Bercak perdarahan sulit dinilai FUNDUS Bercak perdarahan sulit dinilai
Adanya neovaskularisasi sulit Adanya neovaskularisasi sulit
dinilai dinilai
Sulit dinilai CORPUS VITREUS Sulit dinilai
Sulit dinilai PAPIL NERVUS II Sulit dinilai
Sulit dinilai MACULA Sulit dinilai
Normal TIO DIGITAL Normal

7
1.5. DIAGNOSA BANDING & DIAGNOSA KERJA
DX BANDING:
OD Pseudofakia dengan Retinopati Diabetikum
OD Pseudofakia dengan Retinopati Hipertensi
OS Miopia

DX KERJA
OD Pseudofakia dengan Retinopati Diabetikum
OS Miopia

1.6. TERAPI
ODS:
Terapi medikamentosa
1.7. EDUKASI
 Menjelaskan kepada pasien, bahwa rasa buram pada mata kanan disebabkan oleh
riwayat DM yang dimiliki.
 Menganjurkan kepada pasien untuk dilakukan kontrol rutin pada mata dan mengontrol
riwayat DM pada pasien.
1.8. PROGNOSA

Oculus Dextra

Quo Ad Vitam Dubia

Quo Ad Functionam Dubia ad malam

Quo Ad Kosmetikam Dubia

Quo Ad Sanationam Dubia

8
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. RETINA
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Retina merupakan suatu struktur yang sangat terorganisasi, dengan kemampuan
untuk memulai pengolahan informasi penglihatan sebelum informasi tersebut
ditransmisikan melalui nervus optik ke korteks visual. Struktur yang berlapis-lapis
memungkinkan lokalisasi fungsi atau gangguan fungsional pada suatu lapisan atau
sekelompok sel.

Retina merupakan jaringan transparan yang melekat pada ¾ dinding posterior bola mata.
Retina melebar dari makula di posterior hingga pada sekitar 5 mm dari ekuator anterior yakni
ora serrata dimana jaringan retina menyatu dengan epitel tak berpigmen dari pars plana silia.
Jaringan retina melekat longgar dengan lapisan RPE dibawahnya dan dapat dengan mudah
dipisahkan pada specimen postmortem. Retina melekat kuat pada daerah diskus optikus dan
ora serrata. Retina juga melekat pada vitreus base.

Topografi Retina

Ketebalan retina bervariasi pada setiap bagian, sekitar 0,1 mm – 0,5 mm. Hal ini sangat
penting diketahui dalam aplikasi klinis.
1. Area sentralis-Makula
Macula lutea atau bintik kuning merupakan bagian dari retina yang banyak mengandung
pigmen xantophil atau pigmen kuning. Daerah macula, secara histologis digambarkan sebagai
area yang terdiri atas 2 atau lebih lapisan ganglion dengan diameter 5-6 mm dan berada
ditengah antara arcade vascular nasal dan temporal. Makula lutea 1 mm ke lateral, 0.8 mm ke

9
atas dan di bawah fovea, 0.3 mm dibawah meridian horizontal serta 3.5 mm ke arah tepi nervus
optik.

Gambar 5. Gambaran fundus okuli normal, dengan pembagian regional pada macula.(1,2)

2. Fovea
Daerah sentral dari macula, berukuran ± 1,5 mm di sebut sebagai fovea atau fovea
sentralis, yang secara anatomis dan komposisi sel fotoreseptornya merupakan daerah untuk
ketajaman penglihatan dan penglihatan warna. Daerah ini memiliki tingkat kepadatan sel cones
tertinggi, yakni mencapai 143.000/mm3. Didalam fovea terdapat daerah yang tidak memiliki
vaskularisasi, jadi dipelihara oleh sirkulasi koriokapiler, yang disebut fovea avascular zone
(FAZ). Secara klinis dapat terlihat pada angiografi fluorosensi. Pada bagian tengah fovea di
kenal sebagai foveola, berukuran diameter 0.35 mm daerah yang berisi sel sel cone ramping
yang tersusun rapat.

10
Gambar 6. Distribusi sel rods dan cones

3. Parafovea
Di sekitar lingkaran fovea, terdapat area dengan lebar sekitar 0.5 mm dan diameter total
sekitar 2.5 mm disebut area parafoveal. Mengandung akumulasi neuron terbesar, terdapat
lapisan sel ganglion, lapisan inti dalam, dan lapisan pleksiform luar yang tebal. Di daerah ini
pula lapisan plexiform luar mengalami penebalan, yang disebut lapisan Henle, dibentuk oleh
berlapis-lapis axon fotoreseptor dari foveola. Pada bagian ini sudah mulai terlihat adanya rods

4. Perifovea
Diluar zona tersebut terdapat lingkaran dengan ukuran 1.5 mm yang kenal dengan
perifoveal zone, merupakan lingkaran terluar dari area sentralis. Daerah ini dimulai pada titik
dimana lapisan sel ganglion mulai memiliki empat baris nucleus dan berakhir diperifer dimana
sel ganglion hanya terdiri dari satu lapis sel. Dari pemeriksaan funduskopi, daerah perivofea
merupakan lingkaran dengan lebar 1,25- 2,75 mm dari foveola, dengan diameter horizontal
5.5 mm. Daerah perifovea ini berbeda dengan parafovea dikarenakan daerah ini memiliki sel
kepadatan sel cones yang jarang.

5. Diskus optik
Nervus optik meninggalkan retina sekitar 3 mm di sebelah medial makula lutea,
tepatnya pada diskus optik. Bagian tengah dari diskus optik sedikit terdepresi, dimana daerah
ini ditembus oleh arteri dan vena retina sentralis. Pada diskus optik sama sekali tidak terdapat
sel rod maupun sel cone, oleh karena itu daerah ini tidak sensitif terhadap rangsangan cahaya

11
dan disebut blind spot. Pada pemeriksaan funduskopi, diskus optik terlihat sebagai daerah
berwarna pink pucat, lebih pucat dari daerah di sekitarnya.

6. Ora Serrata
Merupakan daerah perbatasan retina. Ditandai dengan persambungan antara beberapa
lapis pars optic retina dengan satu lapis epitel non pigmen korpus siliaris. Karakteristik yang
menonjol dari area ini adalah lapisannya yang tipis, kurang vaskularisasi dan hubungan yang
rapat dengan vitreus base dan zonula fibers. Dinamakan ora serrata karena banyaknya takikan
yang dibentuk oleh elongasi jaringan retina kearah epitel siliaris.
.

Tabel 1. Terminologi pada makula

Retina terdiri atas 2 lapisan utama, yaitu lapisan Retina Pigment Epithelium (RPE) di
bagian luar, dan lapisan neurosensori dibagian dalam.

A. Retinal Pigment Epithelium (RPE)

RPE adalah selapis sel- sel hexagonal yang tersebar dari diskus saraf optik sampai ke ora
serrata dimana lapisan ini berbatasan dengan epitel non pigmen dari badan siliar. Strukturnya
disesuaikan dengan fungsinya, yaitu dalam metabolisme vitamin A, menyeimbangkan sawar

12
darah retina bagian luar, fagositosis segmen luar fotoreseptor, pertukaran panas, membentuk
lamina basalis, produksi matriks polisakarida yang mengelilingi segmen luar dan berperan
dalam transport aktif materi- materi yang masuk dan keluar dari RPE

Seperti sel epitel dan endotel lainnya, sel- sel RPE juga terpolarisasi. Permukaan basalnya
berlekuk- lekuk dan menyediakan permukaan yang luas sebagai tempat melekatnya lamina
basalis yang membentuk lapisan dalam dari membran Bruch. Apeksnya mempunyai tinjolan
vili- vili yang berbatasan dengan segmen luar lapisan fotoreseptor, ditautkan oleh matriks
mukopolisakarida (matriks inferoreseptor) yang mengandung kondroitin -6- sulfat, asam sialat
dan asam hyaluronat. Terpisahnya lapisan RPE dan lapisan neurosensori retina disebut ablasi
retina

(13)
Gambar 7. Retinal Pigmen Epithelium (RPE)

Sel – sel RPE melekat satu dengan lainnya melalui pertautan interseluler kompleks.
Zonula okludens dan zonula adheren tidak hanya berfungsi mempertahankan bentuk dan
stabilitas dari struktur RPE, tetapi juga memainkan peranan penting dalam menjaga
keseimbangan sawar darah retina bagian luar. Zonula okludens terdiri dari membran plasma
yang bersatu membentuk pita sirkular atau sabuk antara satu sel dengan yang lain. Pada ruang
interseluler terdapat zonula adherens.

Sel- sel neurosensori dan sel RPE memiliki perbedaan penting pada daerah- daerah
tertentu. Sel- sel neurosensori paling tebal pada daerah papillomacular bundle dekat dengan
saraf optik (0.23 mm) dan paling tipis pada foveola (0.10 mm) dan ora serrata (0.11 mm). Sel-
sel RPE mempunyai diameter yang bervariasi antara 10-60 um. Dibandingkan dengan sel- sel
RPE yang terletak di daerah perifer, sel- sel RPE di fovea lebih tinggi dan lebih tipis serta
mengandung melanosom yang lebih banyak dan lebih besar. Sel – sel RPE yang terletak

13
diperifer lebih pendek, lebar dan kurang mengandung pigmen. Tidak terlihat proses mitosis
dari sel- sel RPE pada mata dewasa normal.

Sitoplasma dari sel- sel RPE mengandung granula-granula pigmen yang bulat dan oval
(melanosom). Organel- organel ini berkembang selama pembentukan optic cup dan terlihat
pertama kali sebagai non melanin premelanosom. Sitoplasma dari sel-sel RPE juga
mengandung mitokondria , reticulum endoplasma, apparatus golgi dan sebuah nucleus yang
bulat dan besar

Seiring dengan pertambahan usia, badan sisa yang yang tidak terfagositosis sempurna,
pigmen lipofuchsin, fagosom dan material- material lain akan diekskresikan oleh RPE dibawah
lamina basalis RPE. Hal ini yang menyebabkan terbentuknya drusen. Drusen berada diantara
membrana basalis RPE dengan zona kolagen membrana Bruch.

B. Neurosensori Retina

Gambar 8. Lapisan retina dan komponen pembentuknya (10)

14
Elemen - Elemen Neurosensori Retina

Rods Cones
Used for night vision Used for day vision
Very light sensitive; sensitive to At least 1/10th of the rods light
scattered light (have more sensitive;sensitive only to direct
pigment than cones) light
Loss causes night blindness Loss causes legal blindness
Low visual acuity High visual acuity; better spacial
resolution
Not present in fovea Concentrated in fovea
Slow response to light, stimuli Fast response to light, can perceive
added over time more rapid change in stimuli
Stacks of membrane-enclosed Disks are attached to outer
disks are unattached to cell membrane
membrane
20 times more rods than cones in
the retina
One type of photosensitive Three types of photosensitive
pigment (monochrome vision) pigment in human (color vision)
Confer achromatic vision Confer color vision

Perbandingan struktur sel rod dan cones

Kelangsungan fotoreseptor dan koriokapiler tergantung pada RPE. Jika RPE


mengalami gangguan, baik secara kimiawi maupun mekanik, maka fotoreseptor dan
koriokapiler akan mengalami atrofi. RPE memproduksi sitokin, termasuk basic Fibroblast
Growth Factor (bFGF) yang mempertahankan kelangsungan fotoreseptor. Akan tetapi sampai
saat ini masih belum jelas berbagai senyawa yang dihasilkan oleh RPE dalam mendukung
kelangsungan fotoreseptor dan koriokapiler in vivo. RPE berperan dalam memperbaharui
segmen luar fotoreseptor, penyimpanan dan metabolisme vitamin A, transport dan barrier
epitel. Selain itu juga mengabsorpsi cahaya oleh pigmen melanin di epitel, menangkap redikal
bebas oleh pigmen melanin, dan detoksifikasi obat oleh sistein sitokrom P-450 retikulum
endoplasmik halus yang juga ditemukan pada sel RPE.

VASKULARISASI RETINA

15
Pembuluh darah retina berasal dari dua sumber, yaitu kapiler koroid dan arteri dan vena
sentralis. Kapiler koroid menyuplai 1/3 bagian luar termasuk sel rod dan cone, RPE dan lapisan
inti luar. Sedangkan arteri dan vena retina sentralis menyuplai 2/3 bagian dalam sampai dengan
tepi dalam lapisan inti dalam. Arteri retina sentralis merupakan cabang pertama arteri oftalmika
dengan diameter 0,3 mm dan berjalan menuju lapisan dura dari saraf optik dan memasuki
bagian inferior dan medial saraf optik sekitar 12 mm di posterior bola mata. Arteri retina
sentralis terbagi menjadi cabang superior dan inferior. Setelah beberapa millimeter, cabang ini
terbagi menjadi cabang superior dan inferior nasal dan temporal. Cabang dari arteri dan vena
retina sentralis muncul dari bagian tengah diskus optikus, biasanya kearah nasal. Tidak terdapat
overlap dan anastomosis pada semua pembuluh darah di semua kuadran. Cabang nasal berjalan
ke ora serrata. Sementara cabang temporal melengkung diatas dan didaerah fovea sentralis.

Sama halnya dengan pembuluh darah di seluruh tubuh, jika terjadi kondisi hipoksia pada

pembuluh darah retina, maka endotel dari pembuluh darah retina akan melepaskan faktor-
faktor angiogenesis seperti vascular endothelial growth factors (VEGF), basic Fibroblast
Growth Factor (bFGF), insulin-like Growth Factor-I (IGF-I) dan berbagai nukleosida seperti
adenosine

16
2.2 RETINOPATI DIABETIKUM

2.2.1 DEFINISI

Diabetic retinopati (DR) adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai


oleh kerusakan dan subatan pembuluh darah halus yang meliputi arteriol prekapiler
retina, kapiler-kapiler dan vena-vena.

Gambar Normal Retina dibanding Retinopati Diabetic

2.2.2 ETIOLOGI
Penyebab pasti DR belum diketahui. Tetapi diyakini bahwa lamanya terpapar
terhadap keadaan hiperglikemia dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan biokimia
yang akhirnya menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah. Hal ini didukung oleh
hasil pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati pada orang muda dengan diabetes tipe
1 paling sedikit 3-5 tahun setelah awitan penyakit ini. Hasil serupa telah diperleh pada
diabetes tipe 2, tetapi pada pasien ini onset dan lama penyakit lebih sulit ditentukan
secara tepat.

2.2.3 PATOFISIOLOGI
Perubahan histopatologis kapiler retina pada DR dimulai dari penebalan
membrane basalis, hilangnya perist dan proliferasi endotel dimana pada keadaan lanjut
perbandingan antara sel endotel dan sel perisit dapat mencapai 10:1.
Patofisiologi DR melibatkan 5 proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler:

17
 Pembentukan microaneurisma
 Peningkatan permeabilitas pembuluh darah
 Penyumbatan pembuluh darah
 Proliferasi pembuluh darah baru (neovasularisasi) dan jaringan fibrosa di retina
 Kontraksi dan jaringan fibrosis kapiler dan jaringan vitreus.
Penyumbatan dan hilangnya perfusi (nonperfusion) menyebabkan iskemia retina,
sedangkan kebocoran dapat terjadi karena peningkatan permeabilitas kapiler itu sendiri.
Kebutaan akibat DR dapat terjadi melalui beberapa mekanisme berikut
 Edema macula atau nonperfusi kapiler
 Pembentukan pembuluh darah baru pada DR proliferative dan kontraksi jaringan
fibrosis yang menyebabkan ablation retina (retinal detachment)
 Pembuluh darah batu yang terbentuk menimbulkan perdarahan preretina dan vitreus
 Pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaucoma
Mula-mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, dimana dindingnya menebal dan
mempunyai afinitas yang besar terhadap fluoresein. Keadaan ini menebal, untuk waktu
yang lama tanpa mengganggu penglihatan. Dengan melemahnya dinding kapiler, maka
akan mudah terbentuk mikroaneurisma. Mula-mula keadaan ini terlihat pada daerah
kapiler vena sekitar macula, yang tampak sebagai titik-titik merah (dots) pada
oftalmoskopi. Adanya 1-2 mikroaneurisma sudah cukup untuk mendiagnosis DR. Pada
keadaan lanjut mikroaneurisma didapatkan sama banyak pada kapiler retina maupun
arteri. Mikroaneurisma tersebut menimbulkan kebocoran, yang tempak sebagai edema,
eksudat, perdarahan (dots/ blots).
Adanya edema dapat mengancap ketajaman penglihatan jika terdapat pada daerah
macula. Edema yang ringan dapat diabsorbsi, tetapi yang hebat dan lama dapat
menimbulkan degenerasi kistoid. Bila degenerasi kistoid ini ditemukan pada makula
(cystoid macular edema). Kebutaan yang terjadi adalah ireversibel.
Perdarahan selain akibat kebocoran juga disebabkan oleh karena pecahnya
mikroaneurisma. Kebocoran akibat mikroaneurisma dapat disertai dengan bocornya
lipoprotein, yang tampak sebagai eksudat keras (hard exudates), menyerupai lilin putih
kekuning-kuningan berkelompok seperti lingkaran atau cincin disekitar macula.
Akibat dari perubahan isi dan dinding pembuluh darah, dapat menimbulkan
peyumbatan yang dimulai dikapiler, ke arteriol, dan pembuluh darah besar. Akibat dari
penyumbatan dapat tumbul hipoksia di ikuti dengan adanya iskemi kecil, dan timbulnya

18
kolateral. Hipoksia mempercepat timbulnya kebocoran, neovasularisasi,dan
mikroaneurisma yang baru. Akibat hipoksia, timbul eksudat lunak yang disebut cotton
wool spots/ patch yang merupakan bercak necrosis.
Pembuluh darah vena melebar dengan lumen dan diameter yang tidak teratur. Disini
juga terjadi kebocoran dan penyumbatan, sehingga dapat ditemukan perdarahan
disepanjang pembuluh darah vena. Gangguan aliran darah vena juga merangsang
timbulnya pembuluh darah baru yang dapat timbul dari pembuluh darah yang ada di
papil atau lengkung pembuluh darah, tetapi selanjutnya dapat timbul dimana saja.
Bentuknya dapat berupa gulungan atau berupa rete mirabile. Letaknya intraretina,
menjalar menjadi preretina, intravitreal. Neovaskularisasi preretina dapat diikuti oleh
proliferasi sel glia. Dapat juga timbul arterio-venous shunts yang abnormal akibat
pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi arteriol.
Neovaskularisasi disertai dengan tingkat kebocoran yang tinggi, kemudian diikuti
dengan jaringan proliferasi. Bila jaringan fibrovaskuler ini mengkerut dapat
menimbulkan perdarahan dan juga tarikan pada retina sehingga dapat menyebabkan
ablasi retina tipe tarikan, dengan atau tanpa robekan. Hal ini dapat menimbulkan
penurunan ketajaman penglihatan sampai kebutaan.
Perdarahan yang timbul dalam badan kaca dapat menyebabkan glaucoma
hemoragikum, yang sangat sakit dan cepat menimbulkan kebutaan. Neovaskularisasi
dapat timbul pada iris yang disebut dengan rubeosis iridis, yang dapat menimbulkan
glaucoma sudut terbuka akibat tertutupnya sudut iris oleh pembuluh darah baru atau
dapat juga karena pecahnya rubeoisis iridis.

2.2.4 KLASIFIKASI

Berkaitan dengan prognosis dan pengobatan, DR dibagi menjadi (menurut Early


Treatment Diabetic Retinopathy Study):

19
Gambar II.5 Stadium Retinopati Diabetik

1. Retinopati Diabetik Non Proliferatif, atau dikenal juga dengan Background Diabetic
retinopathy. Ditandai dengan: mikroaneurisma, perdarahan retina, eksudat, IRMA, dan
kelainan vena
a. Minimal: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena, mikroaneurisma, perdarahan
intraretina yang kecil atau eksudat keras
b. Ringan-sedang: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena derajat ringan,
perdarahan, eksudat keras, cotton wool spots, IRMA
c. Berat: terdapat ≥1 tanda berupa perdarahan dan mikroaneurisma pada 4 kuadran
retina, dilatasi vena pada 2 quadran atau IRMA pada 1 quadran
d. Sangat berat: ditamukan ≥ 2 tanda pada derajat berat.
2. Retinopati Diabetik Proliferatif. Ditandai dengan neovaskularisasi.
a. Ringan (tanpa resiko tinggi): bila ditemukan minimal adanya neovaskular pada
discus (NVD) yang mencakup < ¼ dari daerah diskus tanpa disertai perdarahan
preretina atau vitreus, atau neovaskularisasi dimana saja diretina (NVE) tanpa
disertai perdarahan preretina atau vitreus.
b. Berat (resiko tinggi): apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor resiko sebagai
berikut
i. Ditemukan NVE
ii. Ditemukan NVD

20
iii. Pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup
> ¼ daerah diskus
iv. Perdarahan vitreus
Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada discus opticus atau setiap adanya
pembuluh darah baru yang disertai perdarahan, merupakan 2 gambaran yang
paling seing ditemukan pada retinopati proliferative resiko tinggi.

Airlie House Convention membagi DR menjadi 3:


1. Stadium nonproliferatif
2. Stadium preproliferatif
3. Stadium proliferatif

Pembagian stadium menurut Daniel Vaughan dkk:


 Stadium I
Mikroaneurisma yang merupakan tanda khas, tampak sebagai perdarahan bulat kecil
didaerah papil dan macula
o Vena sedikit melebar
o Histologis didapatkan mikroaneurisma dikapiler bagian vena didaerah nuclear
luar

 Stadium II
o Vena melebar
o Eksudat kecil-kecil, tampak seperti lilin, tersebar atau terkumpul seperti bunga
(circinair/ rosette) yang secara histologist terletak didaerah lapisan plexiform
luar
 Stadium III
Stadium II dan cotton wool patches, sebagai akibat iskemia pada arteriol terminal.
Diduga bahwa cotton wool patches terdapat bila disertai retinopati hipertensif atau
arteriosklerose.
 Stadium IV
Vena-vena melebar, cyanosis, tampak sebagai sosis, disertai dengan sheathing
pembuluh darah. Perdarahan nyata besar dan kecil, terdapat pada semua lapisan retina,
dapat juga preretina.

21
 Stadium V
Perdarahan besar diretina dan preretina dan juga didalam badan kaca yang kemudian
diikuti dengan retinitis proliferans, akibat timbulnya jaringan fibrotic yang disebtai
dengan neovaskularisasi. Retinitis proliferans ini melekat pada retina yang bila
mengkerut dapat menimbulkan ablasi retina dan dapat mengakibatkan terjadinya
kebutaan total.

Klasifikasi menurut FKUI


 Derajat I: terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa fatty exudates pada fundus okuli
 Derajat II: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan atau tanpa
fatty exudates pada fundus okuli
 Derajat III: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak, neovaskularisasi,
proliferasi pada fundus okuli.
 Jika gambaran fundus dikedua mata tidak sama, maka penderita tergolong pada derajat
berat.

2.2.5 GEJALA KLINIS

Gejala subjekif yang dapat ditemui berupa:


 Kesulitan membaca
 Penglihatan kabur
 Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
 Melihat lingkaran cahaya
 Melihat bintik gelap dan kelap-kelip

Gejala objektif yang dapat ditemukan pada retina:


 Mikroaneurisma, merupakan penonjololan dinding kapiler terutama daerah vena
dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama
polus posterior
 Perdarahan dapat dalam bentuk titik, daris dan becak yang biasanya terletak dekat
mikroaneurisma di polus posterior.

22
o Retinal nerve fiber layer haemorrhage (flame shapped). Terletak superficial,
searah dengan nerve fiber.
o Intraretinal haemorrhages. Dot-blot haemorrhage terletak pada end artery,
dilapisan tengah dan compact.
 Dilatasi pembuluh darah dengan lumen yang ireguler dan berkelok-kelok
 Hard exudates yang merupakam infiltrasi lipid kedalam retina. Gamabarannya
kekuning-kuningan, pada permulaan eksudat pungtata, membesar kemudian
bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.
 Soft exudates (cotton wool patches). Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat
becak kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah
nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.
 Neovaskularisasi. Terletak pada permukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang
berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan ireguler. Mula-mula terletak pada jaringan
retina, kemudian berkembang kearah preretinal, ke badan kaca. Jika pecah dapat
menimbulkan perdarahan retian, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan
badan kaca.
 Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah macula
sehingga sangat mengganngu tajam pengelihatan.

2.2.6 PEMERIKSAAN KLINIS

Anamnesis
Pada tahap awal retinopathy DM tidak didapatkan keluhan. Pada tahap lanjut dari
perjalanan penyakit ini, pasien dapat mengeluhkan penurunan tajam penglihatan serta
pandangan yang kabur.

Pemeriksaan oftalmologi
Temuan pemeriksaan oftalmologi pada retinopathy DM dapat dibagi menurut Diabetic
Retinopathy Severity Scale :
 Tidak tampak adanya tanda-tanda retinopathy
 Nonproliferative retinopathy
Retinopathy DM merupakan progressive microangiopathy yang mempunyai
karakteristik pada kerusakan pembuluh darah kecil dan oklusi. Kelainan patologis yang

23
tampak pada awalnya berupa penebalan membran basement endotel kapiler dan reduksi
dari jumlah perisit. Kapiler berkembang dengan gambaran dot-like outpouchings yang
disebut mikroaneurisma. Perdarahan dengan gambaran flame-shaped tampak jelas
(Eva, Whitcher, 2007).
o Mild nonproliferative retinopathy ditandai dengan ditemukannya minimal 1
mikroaneurisma. Pada moderate nonproliferative retinopathy terdapat
mikroaneurisma ekstensif, perdarahan intra retina, venous beading, dan/
atau cotton wool spots (Eva, Whitcher, 2007). Kriteria lain juga
menyebutkan pada Mild nonproliferative retinopathy: kelainan yang
ditemukan hanya adanya mikroaneurisma dan moderate nonproliferative
retinopathy dikategorikan sebagai kategori antara mild dan severe
retinopathy DM (Ehlers, Shah, 2008).
o Severe nonproliferative retinopathy ditandai dengan ditemukannya cotton-
wool spots, venous beading, and intraretinal microvascular abnormalities
(IRMA). Hal tersebut didiagnosis pada saat ditemukan perdarahan retina
pada 4 kuadran, venous beading dalam 2 kuadran atau IRMA pada 1
kuadran (Eva, Whitcher, 2007). Kriteria lain menyebutkan proliferative
diabetic retinopathy dikategorikan jika terdapat 1 atau lebih:
neovaskularisasi (seperti pada : iris, optic disc, atau di tempat lain), atau
perdarahan retina/ vitreus (Ehlers, Shah, 2008).
 Proliferative Retinopathy
Komplikasi yang terberat dari DM pada mata pada proliferative diabetic
retinopathy. Iskemia retina yang progresif menstimulasi pembentukan pembuluh darah
baru yang menyebabkan kebocoran serum protein yang banyak. Early proliferative
diabetic retinopathy memiliki karakteristik munculnya pembuluh darah baru pada
papila nervi optikus (new vessels on the optic disk (NVD)) atau pada tempat lain di
retina. Kategori high-risk ditandai dengan pembuluh darah baru pada papila yang
meluas melebihi satu per tiga dari diameter papila, pembuluh darah tersebut
berhubungan dengan perdarahan vitreus atau pembuluh darah baru manapun di retina
yang meluas melebihi setengah diameter papila dan berhubungan dengan perdarahan
vitreus.
Pembuluh darah baru yang rapuh berproliferasi pada sisi posterior dari vitreus
dan tampak terangkat ketika vitreus mulai menarik retina. Apabila terjadi perdarahan
maka perdarahan vitreus yang masif akan menyebabkan hilangnya penglihatan yang

24
mendadak. Resiko berkembangnya neovaskularisasi dan perdarahan retina dimulai
ketika terjadinya complete posterior vitreous detachment. Pada mata dengan
proliferative diabetic retinopathy dan adhesi vitreoretinal yang persisten dapat
berkembang proses fibrotik dan membentuk ikatan fibrovaskular yang menyebabkan
traksi vitreoretina. Hal tersebut dapat menyebabkan progressive traction retinal
detachment atau apabila terjadi robekan retina maka telah terjadi rhegmatogenous
retinal detachment.
Perkembangan selanjutnya dari DM pada mata yaitu dapat terjadi kompllikasi:
iris neovascularization (rubeosis iridis) dan neovascular glaucoma. Proliferative
diabetic retinopathy berkembang pada 50% penderita diabetes tipe I dalam waktu 15
tahun sejak timbulnya penyakit sistemik mereka. Hal ini kurang lazim pada penderita
diabetes tipe II, tetapi karena ada lebih banyak pasien dengan diabetes tipe II, lebih
banyak pasien dengan proliferative diabetic retinopathy memiliki tipe II dari tipe I
diabetes (Eva, Whitcher, 2007).

Moderate nonproliferative diabetic retinopathy dengan mikroaneurisma dan cotton-


wool spots (Ehlers, Shah, 2008)

Proliferative Diabetic Retinopathy dengan neovaskularisasi dan scattered


microaneurysm (Ehlers, Shah, 2008)

25
Proliferative Diabetic Retinopathy dengan neovaskularisasi pada diskus optikus
(Ehlers, Shah, 2008)

 Diabetic maculopathy dan Diabetic macular edema (DME)


Diabetic maculopathy tampak sebagai penebalan retina fokal atau difus yang
diakibatkan oleh rusaknya inner blood–retinal barrier pada endotel kapiler retina yang
memicu terjadinya kebocoran plasma ke sekeliling retina. Hal tersebut lebih sering
ditemukan pada DM tipe II dan memmerlukan terapi. Diabetic maculopathy dapat
diakibatkan iskemia yang ditandai dengan edema makula, perdarahan yang dalam dan
eksudasi. FFA menunjukkan hilangnya kapiler retina dan bertambah luasnya daerah
avaskular pada fovea (Eva, Whitcher, 2007).
Dapat terjadi pada tiap tahapan dari retinopathy DM (Ehlers, Shah, 2008).
Edema makula yang signifikan secara klinis (Clinically significant macular
edema (CSME)) ditetapkan apabila teradapat satu dari beberapa kriteria berikut :
o Penebalan retina dalam jarak 500 µm (satu per tiga ukuran disc) dari fovea centralis.
o Hard exudates pada jarak 500 µm dari fovea centralis apabila berhubungan dengan
penebalan retina.
o Penebalan retina lebih besar dari ukuran disc dan bagian dari penebalan itu
mencakup area disc pada fovea centralis (Ehlers, Shah, 2008).

26
Nonproliferative Diabetic Retinopathy dengan edema macula signifikan
(Ehlers, Shah, 2008)

Gambaran edema makula (Ehlers, Shah, 2008)

2.2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium
Glukosa puasa dan Hemoglobin A1c (HbA1c) merupakan tes laboratorium yang sangat
penting yang dilakukan untuk membantu mendiagnosis diabetes. Kadar HbA1c juga
penting pada follow-up jangka panjang perawatan pasien dengan diabetes dan
retinopati diabetik. Mengontrol diabetes dan mempertahankan level HbA1c pada range
6-7% merupakan sasaran pada manajemen optimal diabetes dan retinopati diabetik.
Jika kadar normal dipertahankan, maka progresi dari retinopati diabetik bisa berkurang
secara signifikan.

27
Pencitraan
Angiografi fluoresensi fundus (Fundus Fluorescein Angiography (FFA)) merupakan
pemeriksaan tambahan yang tidak terhingga nilainya dalam diagnosis dan manajemen
retinopathy DM :
o Mikroaneurisma akan tampak sebagai hiperfluoresensi pinpoint yang tidak
membesar tetapi agak memudar pada fase akhir tes.
o Perdarahan berupa noda dan titik bisa dibedakan dari mikroaneurisma karena
mereka tampak hipofluoresen.
o Area yang tidak mendapat perfusi tampak sebagai daerah gelap homogen yang
dikelilingi pembuluh darah yang mengalami oklusi.
o IRMA (Intra Retinal Microvascular Abnormality) tampak sebagai pembuluh
darah yang tidak bocor, biasanya ditemukan pada batas luar retina yang tidak
mendapat perfusi.

Gambar II.11 Gambaran FFA pada Retinopathy DM

Tes lainnya
Tes yang lain meliputi optical coherence tomography (OCT), yang
menggunakan cahaya untuk menghasilkan bayangan cross-sectional dari retina. Uji
ini digunakan untuk menentukan ketebalan retina dan ada atau tidaknya
pembengkakan di dalam retina akibat tarikan vitreomakular. Tes ini juga digunakan
untuk diagnosis dan penatalaksanaan edema makular diabetik atau edema makular
yang signifikan secara klinis.

28
Optical Coherence Tomography Menunjukaan Abnormalitas Ketebalan Retina

2.2.8 DIFERENSIAL DIAGNOSIS

 Branch Retinal Vein Occlusion


 Central Retinal Vein Occlusion
 Macular drussen: Bilateral, titik kekuningan focal yang dapat di salah artikan sebagai hard
exudate. Namun pada kelainan ini, titik-titik tersebut tidak membentuk sebagai rosette.
 Hypertensive retinopathy: terdapat tanda khas yang berupa oedema retinal bilateral, terdapat
eksudat keras dan flame shapped haemorrages dan dapat bersamaan dengan adanya BDR
(background diabetic retinopathy). Namun hard exudates membentuk macular star dan tidak
membentuk cincin.
 Retinal artery macroaneurysm: terdapat oedem retina, hard exudates, dan haemorrhages,
namun biasanya unilateral dan perubahan lebih terlokalisir.
 Ocular Ischemic Syndrome (Bhavsar, 2009, Kanski, 2007)

2.2.9. PENATALAKSANAAN

Perawatan Medis
 Pengendalian glukosa: pengendalian glukosa secara intensif pada pasien dengan DM
tergantung insulin (IDDM) menurunkan insidensi dan progresi retinopathy
DM. Walaupun tidak ada uji klinis yang sama untuk pasien dengan DM tidak
tergantung insulin (NIDDM), sangat logis untuk mengasumsikan bahwa prinsip yang
sama bisa diterapkan. Faktanya, ADA menyarankan bahwa semua diabetes (NIDDM
dan IDDM) harus mempertahankan level hemoglobin terglikosilasi kurang dari 7%

29
untuk mencegah atau paling tidak meminimalkan kompilkasi jangka panjang dari DM
termasuk retinopathy DM.
 The Early Treatment for Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) menemukan bahwa 650
mg aspirin setiap harinya tidak memberikan keuntungan dalam pencegahan progresi
retinopati diabetik. Sebagai tambahan, aspirin tidak diobservasi dalam mempengaruhi
insidensi perdarahan vitreus pada pada pasien yang memerlukannya untuk penyakit
kardiovaskular atau kondisi yang lain.

Terapi Bedah
Diperkenalkannya fotokoagulasi laser pada tahun 1960an dan awal 1970an
menyediakan modalitas terapi noninvasif yang memiliki tingkat komplikasi yang relatif
rendah dan derajat kesuksesan yang signifikan. Metodenya adalah dengan
mengarahkan energi cahaya dengan fokus tinggi untuk menghasilkan respon koagulasi
pada jaringan target. Pada nonproliferative diabetic retinopathy (NPDR), terapi laser
diindikasikan pada terapi CSME. Strategi untuk mengobati edema macular tergantung
dari tipe dan luasnya kebocoran pembuluh darah.
 Jika edema adalah akibat dari kebocoran mikroaneurisma spesifik, pembuluh darah
yang bocor diterapi secara langsung dengan fotokoagulasi laser fokal.
 Pada kasus dimana fokus kebocoran tidak spesifik, pola grid dari laser diterapkan.
 Terapi lainnya yang potensial untuk diabetic macular edema (DME) meliputi
intravitreal triamcinolone acetonide (Kenalog) dan bevacizumab (Avastin). Kedua
medikasi ini bisa menyebabkan penurunan atau resolusi macular edema.
Fokus pengobatan bagi pasien retinopathy DM non proliferative tanpa edema makula
adalah pengobatan terhadap hiperglikemia dan penyakit sistemik lainnya. Terapi laser
argon fokal terhadap titik-titik kebocoran retina pada pasien yang secara klinis
menunjukkan edema bermakna dapat memperkecil resiko penurunan penglihatan dan
meningkatkan fungsi penglihatan. Sedangkan mata dengan edema makula diabetik
yang secara klinis tidak bermakna maka biasanya hanya dipantau secara ketat tanpa
terapi laser.
Untuk proliferative retinopathy DM biasanya diindikasikan pengobatan dengan
fotokoagulasi panretina laser argon, yang secara bermakna menurunkan kemungkinan
perdarahan masif korpus vitreum dan pelepasan retina dengan cara menimbulkan
regresi dan sebagian kasus dapat menghilangkan pembuluh-pembuluh baru tersebut.
Kemungkinan fotokoagulasi panretina laser argon ini bekerja dengan mengurangi

30
stimulus angiogenik dari retina yang mengalami iskemik. Tekniknya berupa
pembentukan luka-luka bakar laser dalam jumlah sampai ribuan yang tersebar berjarak
teratur di seluruh retina, tidak mengenai bagian sentral yang dibatasi oeh diskus dan
pembuluh vaskular temporal utama.
Di samping itu peran bedah vitreoretina untuk proliferative retinopathy DM masih tetap
berkembang, sebagai cara untuk mempertahankan atau memulihkan penglihatan yang
baik.

Gambar II.13 Laser Fotokoagulasi (emedicine.medscape.com)

Medikamentosa
Beberapa obat-obatan yang belum resmi digunakan untuk terapi retinopati
diabetik. Obat-obatan ini dimasukkan ke dalam mata melalui injeksi intravitreus.
Intravitreal triamcinolone digunakan dalam terapi edema makular diabetik.
Uji klinis dari Diabetic Retinopathy Clinical Research Network (DRCR.net)
menunjukkan bahwa, walaupun terjadi penurunan pada edema makular setelah

31
triamcinolone intravitreal tetapi efek ini tidak secepat yang dicapai dengan terapi laser
fokal. Sebagai tambahan, triamcinolone intravitreal bisa memiliki beberapa efek
samping, seperti respon steroid dengan peningkatan tekanan intraocular dan katarak.
Obat-obatan lain yang digunakan pada praktek klinis dan uji klinis meliputi
bevacizumab intravitreal (Avastin) dan ranibizumab (Lucentis). Obat-obatan ini
merupakan fragmen antibodi dan antibodi VEGF. Mereka bisa membantu mengurangi
edema makular diabetic dan juga neovaskularisasi diskus atau retina. Kombinasi dari
beberapa obat-obatan ini dengan terapi laser fokal sedang diinvestigasi dalam uji klinis.

2.2.10 PROGNOSIS

 Pasien DRNP minimal dengan hanya ditandai mikroaneurisma yang jarang memiliki
prognosis baik sehingga cukup dilakukan pemeriksaan ulang setiap 1 tahun.
 Pasien yang tergolong DRNP sedang tanpa disertai oedema macula perlu dilakukan
pemeriksaan ulang setiap 6-12 bulan karena sering bersifat progresif.
 Pasien DRNP derajat ringan sampai sedang dengan disertai edema macula yang secara
klinik tidak signifikan perlu dilakukan pemeriksaan ulang setiap 4-6 bulan karena dapat
berkembang menjadi clinically significant macular edema (CSME).
 Pasien DRNP berat beresiko tinggi untuk menjadi DRP. Separuh dari pasien DRNP
berat akan berkembang menjadi DRP dalam 1 tahun adalah 75% dimana 45%
diantaranya tergolong DRP resiko tinggi. Oleh sebab itu pasien DRNP sangat berat
perlu dilakukan pemeriksaan ulangan tiap 3-4 bulan.
 Pasien dengan DRP resiko tinggi harus segera diterapi fotokoagulasi. Teknik yang
dilakukan adalah scatter photocoagulation

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Khurana AK. Comprehensive ophthalmology. 4th ed. Anshan publishers 2007.


2. Ilyas HS, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. 4th 3 rev. ed. Badan penerbit FKUI. 2013.
3. Riordan-eva P, Cunningham E. Vaughan & Asbury general ophthalmology. 18th ed.
McGraw-Hill Professional. 2011.
4. Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: systemic approach. 7th ed. Saunders.2012
5. Bhavsar AR., Drouilhet JH. Proliferative Retinopathy Diabetic. e-medicine. 2009.
6. Park, S.S., Siegelman J., Gragoudas E.S.: The Anatomy and Cell Biology of the Retina on
Duane’s Clinical Ophthalmology., On CD ROM.,Lippincott and William Wilkins.
7. Ehlers JP., Shah CP. Wills Eye Manual, The: Office and Emergency Room Diagnosis and
Treatment of Eye Disease. 5th Edition. New York: Lippincott Williams & Wilkins.2008.

33

You might also like