You are on page 1of 9

Dalam sebuah negara terdapat istilah mengenai politik etis.

Jenis politik tersebut sering


digunakan dalam menyejahterakan rakyat dari penjajahan negara lain. Politik etis ini dibuat
dengan mencakup beberapa hal seperti isi politik etis, tujuan politik etis, pelaksanaan politik
etis, hingga tokoh tokoh pencetus politik etis. Ketika dibangku sekolah, para siswa diajarkan
mengenai materi politik etis dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Lalu apa itu politik
etis? Bagaimana bentuk pelaksanaannya?

Pada pembahasan kali ini saya akan menjelaskan tentang pengertian politik etis, isi politik
etis, tujuan politik etis, pelaksanaan politik etis, serta lengkap dengan tokoh tokoh pencetus
politik etis. Untuk lebih jelasnya dapat anda simak di bawah ini.
Politik Etis (Isi, Tujuan, Pelaksanaan, dan Pencetus)

Politik etis ialah jenis perjuangan politik dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat, efisiensi
daerah jajahan dan desentralisasi. Pada tahun 1890, muncul sebuah politik balas budi
bernama politik etis atas dasar desakan golongan liberal dalam pemerintahan Belanda.
Golongan parlemen yang berpikiran progresif memberikan usul kepada pihak Belanda agar
sedikit mencurahkan perhatian kepada masyarakat Indonesia karena telah membantu mengisi
keuangan Belanda dengan susah payah melalui tanam paksa. Desakan yang diberikan
tersebut didasarkan pemikiran bahwa Belanda memiliki hutang yang cukup banyak kepada
Indonesia karena telah menikmati kekayaan yang bukan miliknya. Maka dari itu terciptalah
pemikiran tersebut yang mencakup isi politik etis, tujuan politik etis, dan pelaksanaan politik
etis yang telah dibentuk oleh tokoh tokoh pencetus politik etis.

Politik etis dilaksanakan pada tahun 1901 yang mencakup tiga tindakan, yakni irigasi
(pengairan), transigrasi (perpindahan penduduk), dan eduksi (pendidikan). Tokoh pencetus
politik etis atau politik balas budi tersebut ialah Van Deventer. Beliau mengungkapkan isi
politik etis dalam karangannya yang berjudul Eeu Eereschuld (Hutang Budi). Karangan ini
diterbitkan dalam majalah De Grids dengan maksud memperjuangkan nasib bangsa
Indonesia. Tujuan politik etis ini untuk mengembalikan kesejahteraan rakyat Indonesia
dengan cara mencerdaskan, memakmurkan dan memperbaiki nasib dari rakyat Indonesia.
Dalam karangannya juga tertulis bahwa pihak Belanda berhutang budi kepada pihak
Indonesia.
Isi Politik Etis

Berdasarkan pendapat Van Deventer terdapat tiga isi politik etis yang dinamakan Trilogi Van
Deventer. Trilogi Van Deventer ini bertujuan untuk memperbaiki dan mengubah nasib rakyat
Indonesia. Berikut isi politik etis:

Edukasi atau Pendidikan

Isi politik etis yang pertama ialah edukasi atau pendidikan. Pendidikan sekolah kelas satu
diberikan kepada anak anak yang berkedudukan atau yang berharta dan anak dari pegawai
negeri. Pada tahun 1903 terdapat 29 sekolah kelas satu di Afdeling dan 14 di ibukota
karesidenan. Dalam hal ini anak anak di ajarkan mengenai ilmu bumi, sejarah, ilmu alam,
menggambar, membaca, berhitung dan menulis. Kemudian untuk pendidikan kelas dua
ditujukan untuk anak pribumi dari golongan bawah. Pada tahun 1903, sekolah pendidikan
kelas dua di Jawa dan Madura terdapat 245 sekolah bertaraf negeri serta di Fartikelir terdapat
326 sekolah yang diantaranya 63 sekolah dari Zending. Jumlah murid yang diterima pada
tahun 1892 terdapat 50.000 siswa. Lalu pada tahun 1902 terdapat 1.623 siswa dari pribumi
yang belajar di sekolah Eropa.

Isi politik etis dalam hal edukasi ini juga membedakan sekolah sekolah antara anak pribumi
golongan bawah dengan anak anak yang berharta. Untuk sekolah yang bertujuan menjadi
pamong praja terdapat tiga sekolah Osvia yang berada di Magelang, Probolinggo dan
Bandung. Dibawah ini terdapat nama sekolah bagi anak kaum pribumi dan anak anak Eropa
yakni:

1. His atau Hollandsch Indlandsche School yaitu setingkat SD.

2. MULO atau Meer Uitgebreid Lagare Onderwijs yaitu setingkat SMP.

3. AMS atau Algemeene Middlebare School yaitu setingkat SMU.

4. Kweek School atau Sekolah Guru bagi kaum bumi putra.

5. Technical Hoges School atau Sekolah Tinggi Teknik yang terdapat di Bandung.
Namun pada tahun 1902, didirikan sekolah pertanian yang terdapat di Bogor
(sekarang namanya menjadi IPB).
Irigasi atau Pengairan

Isi politik etis selanjutnya ialah irigasi atau pengairan. Pada tahun 1885 dibangunlah
pengairan oleh pihak pemerintah untuk sarana irigasi pertanian. Untuk bangunan irigasi yang
terdapat di Demak dan Beratas luasnya mencapai 96.000 bau. Tetapi pada tahun 1902
luasnya menjadi 173.000 bau. Dengan irigasi tersebut akan membuat tanah menjadi lebih
subur dan produksinya juga dapat bertambah.

Transmigrasi atau Perpindahan Penduduk

Isi politik etis yang terakhir ialah transmigrasi atau perpindahan penduduk. Dengan proses
transmigrasi, tanah luar Jawa yang belum diolah akan diubah menjadi ladang penghasilan.
Kemudian juga dapat mengurangi kepadatan penduduk di wilayah Jawa. Pada tahun 1865,
jumlah penduduk Madura dan Jawa ialah 14 juta jiwa. Namun pada tahun 1900 jumlahnya
berubah menjad dua kali lipat. Awal abad ke 19 terjadi migrasi penduduk dari wilayah Jawa
Tengah menuju Jawa Timur karena perluasan perkebunan tembakau dan tebu. Adapula
migrasi dari wilayah Jawa menuju Sumatera Utara karena besarnya permintaan tenaga kerja
diperkebunan Deli, Sumatera Utara. Sedangkan untuk migrasi yang menuju Lampung
memiliki maksud untuk menetap.

Tujuan Politik Etis

Tujuan politik etis ialah memajukan beberapa hal bidang kehidupan seperti edukasi yang
menyelenggarakan pendidikan, transmigrasi atau migrasi yang melakukan perpindahan
penduduk, dan irigasi yang membangun jaringan dan sarana pengairan. Pemerintahan
Belanda melakukan perbaikan dalam bidang pertanian, pendidikan, irigasi dan transmigrasi
ini memang terlihat mulia. Namun sebenarnya program program yang dilakukan tersebut
bertujuan untuk kepentingan Belanda sendiri.

Pelaksanaan Politik Etis

Pelaksanaan politik etis didasarkan kepada desakan politik liberal kepada pemerintah
Belanda. Pada tahun 1901, Wihelmina (Ratu Belanda) mengatakan pidatonya yang berbunyi :

“Negeri Belanda memiliki kewajiban untuk mengusahakan dan mewujudkan kemakmuran


dari penduduk Hindia Belanda”
Pidato tersebut merupakan asal mula terbentuknya kebijakan dalam memakmurkan Hinda
Belanda yang diberi nama "Politik Etis" atau "Politik Balas Budi". Sebenarnya usulan dari
kebijakan ini dilakukan oleh Van Devender dengan maksud yang baik. Namun untuk
pelaksanaan politik etis tersebut terdapat penyimpangan yang dilakukan oleh pegawai
Belanda. Dibawah ini terdapat beberapa penyimpangan dalam pelaksanaan politik etis yang
mencakup beberapa bidang yakni:

Pelaksanaan Bidang Irigasi

Pelaksanaan politik etis dilakukan untuk bidang irigasi atau pengairan. Namun pengairan ini
hanya ditujukan kepada perkebunan swasta Belanda yang subur saja. Sedangkan tanah milik
rakyat tidak dilakukan pengairan atau tidak dialiri air. Pada saat itu program irigasi memang
dilakukan perbaikan dan pembangunan. Tetapi tetap saja demi perkebunan milik pemerintah
kolonial dan swasa asing saja. Pembangunan tersebut bahkan tidak berdampak pada ladang
dan sawah milik rakyat.

Pelaksanaan Bidang Edukasi

Pelaksanaan politik etis selanjutnya dilakukan untuk bidang edukasi atau pendidikan.
Pemerintah Belanda melakukan program pembangunan sekolah dengan maksud memperoleh
tenaga kerja yang murah dan cakap. Namun pelaksanaan politik etis dalam bidang pendidikan
tersebut hanya ditujukan untuk anak anak yang mampu dan anak dari pegawai negeri saja.
Dalam hal ini timbulah diskriminasi pendidikan yakni pengajaran bagi sekolah kelas satu
untuk anak anak berharta dan anak pegawai negeri, kemudian untuk sekolah kelas dua
ditujukan kepada anak pribumi golongan bawah.

Pelaksanaan Bidang Transmigrasi/Migrasi

Adapula pelaksanaan politik etis dalam bidang transmigrasi atau migrasi. Untuk migrasi
keluar Jawa diperuntukkan untuk daerah pengembangan perkebunan Belanda. Migrasi ini
disebakan permintaan yang besar akan tenaga kerja untuk perkebunan Sumatera Utara seperti
di Deli, Suriname, dan sebagainya. Mereka hanya dijadikan sebagai kuli kontrak. Untuk
migrasi yang menuju Lampung memiliki maksud untuk menetap. Tidak sedikit pekerja yang
melarikan diri karena migrasi tersebut hanya ditujukan untuk kebutuhan tenaga kerja.
Mencegah adanya pelarian diri ini, pihak Belanda mengeluarkan Poenale Sanctie yakni
peraturan yang berisi tentang penetapan pekerja bahwa mereka yang melakukan tindakan
melarikan diri akan dicari dan ditangkap, setelah itu dikembalikan ke pengawasnya lagi.
Pelaksanaan migrasi tidak bertujuan untuk memeratakan dan menghidupi penduduk dengan
layak, melainkan untuk membuka hutan baru di luar Jawa menjadi perkebunan milik
perusahaan swasta asing. Dalam hal ini Belanda juga ingin memperoleh tenaga kerja dengan
upah yang murah.

Tokoh Pencetus Politik Etis

Tokoh tokoh pencetus politik etis mencakup beberapa bidang pekerjaan seperti fasilitator,
kritikus kebijakan tersebut, inisiator dan eksekutor. Berikut beberapa tokoh pencetus politik
etis:

1. Eduard Douwes Dekker (1820-1887)

2. Conrad Theodore van Deventer (1857-1915)

3. Dr. Douwes Dekker (1879-1950)

4. Pieter Brooshooft (1845-1921)

5. Jacques Henrij Abendanon (1852-1925)

Sebenarnya pencetus politik etis pertama ialah atas usulan dari Van Devender. Beliau
didukung oleh beberapa tokoh lainnya yakni:

 Mr. P. Brooshoof selaku redaktur surat kabar De Lokomotif, yang telah menerbitkan
buku yang berjudul De Ethische Koers In de Koloniale Politiek atau Tujuan Ethis
dalam Politik Kolonial pada tahun 1901.

 K.F. Holle yang telah banyak memberikan bantuan bagi kaum tani.

 Van Vollen Hoven melakukan pendalaman hukum adat dari beberapa suku di
Indonesia.

 Abendanon yakni tokoh yang memikirkan penduduk pribumi dalam hal pendidikan.

 Leivegoed yakni jurnalis yang banyak menulis karangan mengenai rakyat Indonesia.

 Van Kol seorang penulis keadaan dari pemerintahan Hindia Belanda.

 Douwes Dekker (Multatuli) yang menciptakan buku berjudul Max Havelaar, Saya dan
Adinda.
Usulan dari Van Devender memperoleh perhatian dari pihak Belanda namun harus
dilaksanakan dengan sistem kolonial Indonesia. Misalnya saja pelaksanaan pendidikan atau
edukasi hanya semata mata untuk memperoleh kebutuhan pegawai rendahan. Pelaksanaan
edukasi tersebut juga terjadi pemisahan antara rakyat, orang Belanda dan anak bangsawan.
Sekolah yang ditujukan bagi rakyat hanya sekolah rendahan saja yang memiliki maksud
untuk mendidik anak agar pandai administrasi, sanggup menjadi pegawai upah rendah dan
setia pada penjajah. Isi politik etis, tujuan politik etis yang jelas dan pelaksanaan politik etis
tersebut tetap saja tidak mengubah kehidupan bangsa Indonesia menjadi lebih berarti dan
layak. Walaupun begitu, politik etis juga melahirkan golongan terpelajar bagi bangsa
Indonesia. Golongan inilah yang nantinya akan membawa rakyat Indonesia dalam melawan
penjajahan Belanda hingga tercapailah kehidupan yang layak, sejajar, sejahtera dan maju
seperti bangsa lainnya.

Pintu terbuka

Dalam masa penjajahan Belanda terdapat beberapa kebijakan yang tercipta. Kebijakan
tersebut ialah sistem tanam paksa. Namun selain itu adapula kebijakan lain yang membuat
negara Indonesia menjadi semakin menderita. Pemerintahan Hindia Belanda telah
mengeluarkan kebijakan politik pintu terbuka atau Open Door Policy. Apa itu politik pintu
terbuka? Bagaimana isi kebijakannya? Lalu siapa saja tokoh yang berperan dalam kebijakan
politik pintu terbuka?

Pada kesempatan kali ini saya akan menjelaskan mengenai kebijakan politik pintu terbuka
dalam pemerintahan Hindia Belanda. Didalam pembahasan tersebut terdapat Undang Undang
Agraria tahun 1870, Undang Undang Gula atau Suiker Wet pada tahun 1870, serta terdapat
dampak akibat kebijakan politik terbuka. Untuk lebih jelasnya dapat anda simak di bawah ini.
Kebijakan Politik Pintu Terbuka Dalam Pemerintahan Hindia Belanda

Pengertian politik pintu terbuka ialah pemberlakukan politik kolonial liberal di negara
Indonesia. Dalam kebijakan politik pintu terbuka ini, pemerintahan Belanda berpendapat
bahwa pemerintah hanya berperan sebagai pengawas dalam bidang ekonomi, sedangkan
pihak swasta berperan dalam kegiatan ekonomi di negara Indonesia. Pada akhirnya terdapat
politik batig slog yang berfungsi untuk memperoleh keuntungan besar. Namun pada tahun
1860an politik tersebut ditentang oleh golongan humanitaris dan liberalis.
Kebijakan politik pintu terbuka dalam pemerintahan hindia belanda mengelurkan dua undang
undang yaitu Undang Undang Agraria tahun 1870 dan Undang Undang Gula atau Suiker Wet
pada tahun 1870. Kedua UU tersebut memiliki tujuan dan isi masing masing.

Undang Undang Agraria 1870

Pertama kali pemerintahan hindia belanda mengeluarkan kebijakan politik pintu terbuka yang
berupa Undang Undang Agraria pada tahun 1870. Pengeluaran Undang Undang tersebut
sebagai bukti taraf kehidupan rakyat kaum liberal yang semakin membaik pada jaman
penjajahan Belanda. Dibawah ini terdapat beberapa isi Undang Undang Agraria yaitu:

1. Rakyat pribumi diberikan kebebasan untuk memiliki hak tanah dan dapat disewakan
kepada pengusaha swasta.

2. Pengusaha dapat menyewa tanah selama 75 tahun dari pihak gubernemen.

Undang Undang Agraria dalam kebijakan politik pintu terbuka ini dibuat untuk tujuan
tertentu. Tujuan dari UU Agraria ialah untuk memberikan jaminan serta kesempatan pihak
swasta asing (Eropa) agar dapat membuka usaha perkebunan di negara Indonesia. Selain itu
adapula tujuan lain yaitu untuk melindungi hak tanah milik penduduk agar tidak terjual
maupun hilang.

Kebijakan politik pintu terbuka dalam pemerintahan hindia belanda sesuai dengan Undang
Undang Agraria memberikan dampak positif bagi rakyat. UU Agraria tersebut memberikan
dorongan dalam pelaksanaan politik di Pulau Jawa untuk membuka perusahaan swasta.
Bahkan pemerintahan kolonial juga memberikan kebebasan untuk pengusaha dalam
menyewa tanah. Selain itu pengusaha juga akan dijamin keamanan dan kebebasannya. Tanah
milik penduduk memang hanya boleh disewakan dan tidak diperbolehkan untuk dijual
kepada pihak asing. Hal ini bertujuan untuk melindungi tanah milik penduduk serta
memberikan lahan untuk memproduksi tanaman yang nantinya akan diekspor ke Eropa.

Undang Undang Gula (Suiker Wet)

Kebijakan politik pintu terbuka dalam pemerintahan hindia belanda juga mengeluarkan
Undang Undang Gula atau Suiker Wet pada tahun 1870. Undang Undang ini bertujuan untuk
memberikan kesempatan bagi pengusaha perkebunan gula agar lebih berkembang. Di bawah
ini terdapat beberapa isi Undang Undang Gula yang meliputi:
1. Penghapusan perusahanan gula milik pemerintahan yang dilakukan secara bertahap.

2. Pihak swasta akan mengambil alih seluruh perusahaan gula milik pemerintah pada
tahun 1891.

UU Agraria 1870 dan UU Gula 1870 yang terdapat dalam kebijakan politik pintu terbuka ini
memberikan dampak baik kepada Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari penanam modal pihak
asing yang semakin banyak, baik dalam bidang pertambangan maupun perkebunan. Dibawah
ini terdapat nama nama perkebunan asing yang ada di Indonesia:

 Perkebunan tebu yang terletak di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

 Perkebunan teh yang terletak di Jawa Barat dan Sumatra Utara.

 Perkebunan tembakau yang terletak di Deli, Sumatra Utara.

 Perkebunan karet yang terletak di Sumatra Timur.

 Perkebunan kelapa sawit yang terletak di Sumatra Utara.

 Perkebunan kina yang terletak di Jawa Barat.

Dampak Politik Pintu Terbuka

Selanjutnya saya akan menjelaskan mengenai dampak politik pintu terbuka dalam
pemerintahan hindia belanda, baik bagi Belanda maupun Indonesia. Pada dasarnya tujuan
kebijakan politik pintu terbuka ialah untuk menyejahterakan rakyat. Namun kenyataannya
malah membuat rakyat lebih menderita. Rakyat semakin sengsara dan menderita meskipun
eksploitasi sumber pertanian dan sumber tenaga manusia semakin hebat. Di bawah ini
terdapat beberapa dampak politik pintu terbuka bagi Belanda dan Indonesia.

Bagi Pihak Belanda :

 Pemerintahan Kolonial dan kaum swasta Belanda memperoleh keuntungan yang


cukup besar.

 Semakin banyak hasil produksi tambang dan perkebunan yang mengalir ke negara
Belanda.
 Belanda dijadikan sebagai pusat perdagangan karena hasil tanah dari negara
jajahannya.

Bagi Pihak Indonesia :

 Pada tahun 1885 terjadi krisis perkebunan yang mengakibatkan kondisi penduduk
semakin buruk karena harga gula dan kopi yang semakin jatuh.

 Pertumbuhan penduduk Jawa semakin meningkat pesat, namun kosumsi bahan


pangan seperti beras semakin menurun.

 Usaha kerajinan rakyat semakin menurun karena kalah saing dengan barang impor
Eropa.

 Penghasilan pengangkutan gerobak semakin menurun karena telah muncul angkutan


kereta api.

 Rakyat semakin menderita karena penerapan hukuman berat bagi pelanggaran


peraturan Penale Sanctie dan penerapan kerja rodi.

You might also like