You are on page 1of 18

ASUHAN KEPERAWATAN INTRACEREBRAL

HEMORHAGE (ICH)
ASUHAN KEPERAWATAN
INTRACEREBRAL HEMORHAGE

#
I. Konsep Dasar Medis
A. Definisi
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak
biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara
klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai
lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang
indikasi dilakukan operasi jika Single, Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya
pergeseran garis tengah.
Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi
otak.Hemorragi ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai
daerah kecil dapat terjadi pada luka tembak ,cidera tumpul.
Intra Cerebral Hematom (ICH) merupakan koleksi darah focus yang biasanya
diakibatkan oleh cidera regangan atau robekan rotasional terhadap pembuluh –
pembuluh darah dalam jaringan fungsi otak atau kadang kerena cidera tekanan
.ukuran hematom bervariasi dari beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter
dan dapat terjadi pada 2- 16 kasus cidera.
Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri .
hal ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala
terbuka .intraserebral hematom dapat timbul pada penderita strok hemorgik akibat
melebarnya pembuluh nadi.

B. Etiologi
Etiologi dari Intra Cerebral Hematom adalah :
1. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
2. Fraktur depresi tulang tengkorak
3. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba
4. Cedera penetrasi peluru
5. Jatuh
6. Kecelakaan kendaraan bermotor
7. Hipertensi
8. Malformasi Arteri Venosa
9. Aneurisma
10. Distrasia darah
11. Obat
12. Merokok.

C. Patofisiologi
ICH primer biasa terjadi pada kapsul internal dan hematoma meluas kemedial
kesubstansi kelabu dalam dan kelateral melalui substansi putih yang relatif aseluler
korona radiata. Pembuluh yang ruptur adalah satu dari arteria perforating kecil yang
meninggalkan arteria serebral media dekat pangkalnya dikarotid internal dan sering
dijelaskan sebagai arteria lentikulostriata. Pemeriksaan postmortem menunjukkan
pada arteria perforating pasien hipertensif terdapat banyak dilatasi aneurismal yang
sangat kecil yang diduga rupturnya menjadi sumber perdarahan. Lebih jarang
perdarahan terjadi pada fossa posterior yang dimulai pada pons atau hemisfer
serebeler.
ICH akut sering terjadi saat atau setelah latihan fisik. Sekitar duapertiga akan
mengalami perburukan neurologis progresif dan sepertiganya dalam defisit maksimal
saat datang kerumah sakit. Penurunan kesadaran terjadi pada 60% dan
duapertiganya jatuh kedalam koma. Nyeri kepala dan mual dengan muntah terjadi
pada 20-40% kasus. Gejala ini karena peninggian TIK akibat perdarahan. Kejang
kurang umum terjadi, sekitar 7-14%. Gejala dan tanda lainnya tergantung ukuran dan
lokasi spesifik dari bekuan darah. Tanda khas perdarahan ganglia basal, biasanya
putaminal, adalah defisit motor kontralateral dan gaze ipsi lateral dengan perubahan
sensori, visual dan tabiat. Perubahan pupil terjadi akibat ancaman herniasi unkal
lobus temporal akibat peninggian TIK dan pergeseran garis tengah. Gejala afasik bila
hemisfer dominan terkena.
Perdarahan menyebabkan kerusakan neurologis melalui dua carayaitu:
1. Kerusakan otak yang nyata terjadi pada saat perdarahan. Ini terutama pada kasus
dimana hematoma meluas kemedial dan talamus serta ganglia basal rusak.
2. Hematoma yang membelah korona radiata menyebabkan kerusakan yang kurang
selluler namun mungkin berukuran besar dan menyebabkan penekanan serta
gangguan fungsi neurologis yang mungkin reversibel.80% pasien adalah hipertensif
dan biasanya dalam eksaserbasi akut dari hipertensinya pada saat datang.
Kebanyakan kasus hematoma memecah kesistema ventrikuler atau rongga
subarakhnoid menimbulkan gambaran klinis PSA.
Pria terkena 5-20% lebih sering dari wanita dan 75-90% terjadi antara usia 45-
75 tahun. Pasien dengan koagulopatia lebih berisiko terhadap PIS seperti juga
penderita yang mendapat antikoagulan terutama Coumadin. Trombositopenia
dengan hitung platelet kurang dari 20.000, penyakit hati, leukemia, dan obat-obat
seperti amfetamin meninggikan risiko terjadinya PIS.
ICH terjadi pada teritori vaskuler arteria perforating kecil seperti lentikulostriata
pada ganglia basal, talamoperforator diensefalon, cabang paramedian basiler pada
pons. Karenanya kebanyakan terjadi pada struktur dalam dari hemisfer serebral.
Berikut ini struktur beserta frekuensi kejadiannya: putamen 30-50%, substansi putih
subkortikal 30%, serebelum 16%, talamus 10-15%, serta pons 5-12%. Arteria yang
paling sering menimbulkan perdarahan adalah cabang lentikulostriata lateral dari
arteria serebral media yang mencatu putamen.
ICH merupakan sekitar 10% dari semua strok. Seperti dijelaskan diatas, ia
disebabkan oleh perdarahan arterial langsung ke parenkhima otak. Ruptur vaskuler
dikira terjadi pada aneurisma milier kecil, dijelaskan oleh Charcot dan Bouchard
1868, dan/atau pada arteria lipohialinotik yang sering tampak pada otopsi pasien
dengan hipertensi. Minoritas kasus PIS kemungkinan disebabkan aneurisma, AVM,
malformasi kavernosa, amiloid serebral, atau tumor. Glioblastoma adalah tumor otak
primer yang paling sering mengalami perdarahan, sedangkan melanoma,
khoriokarsinoma dan ipernefroma adalah tumor metastatik yang tersering
menimbulkan perdarahan.
Kematian akibat ICH sekitar 50% dengan 3/4 pasien yang hidup, tetap dengan
defisit neurologis nyata. Penelitian memperlihatkan bahwa prognosis terutama
tergantung pada derajat klinis saat pasien masuk, lokasi serta ukuran perdarahan.
Pasien sadar tentu lebih baik dari pada pasien koma. Penelitian Dixon 1984
memperlihatkan bahwa satu-satunya prediktor terpenting atas outcome adalah Skala
Koma Glasgow. Pasien dengan hematoma lober superfisial cenderung lebih baik dari
perdarahan batang otak yang lebih dalam. Perluasan klot ke sistema ventrikuler
memperburuk outcome. Pasien dengan perdarahan dengan diameter lebih dari 3 cm
atau volumenya lebih dari 50 sk, lebih buruk. Pasien dengan kondisi medis buruk
dan yang berusia 70 tahun atau lebih cenderung mempunyai outcome buruk.

D. Manifestasi Klinis
Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah
orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas. Meskipun
begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada. Dugaan
gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk sebagaimana peluasan
pendarahaan.
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa,
seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan tidak
bisa berbicara atau menjadi pusing.
Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung perintah
yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau kecil.
Mual, muntah, serangan, dan kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di
dalam hitungan detik sampai menit.

Menurut Corwin 2000 manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom yaitu
:
1. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan membesarnya
hematom.
2. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal
3. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal
4. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium
5. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik
dapat timbul segera atau secara lambat
6. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan
tekanan intra kranium.

E. Penatalaksanaan Medis
Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan stroke
ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic, khususnya pada
orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis. Lebih dari setengah orang
yang mengalami pendarahan besar meninggal dalam beberapa hari. Mereka yang
bertahan hidup biasanya kembali sadar dan beberapa fungsi otak bersamaan
dengan waktu. Meskipun begitu, kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi otak
yang hilang.
Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke ischemic.
Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan obat-
obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan karena membuat pendarahan
makin buruk. Jika orang yang menggunakan antikoagulan mengalami stroke yang
mengeluarkan darah, mereka bisa memerlukan pengobatan yang membantu
penggumpalan darah seperti :
1. Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse
2. Transfusi atau platelet
3. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan pengangkatan platelet (plasma
segar yang dibekukan)
4. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam darah yang
membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan)
5. Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan tekanan di dalam
tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup, jarang dilakukan karena
operasi itu sendiri bisa merusak otak.
Corwin (2000) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra Cerebral Hematom
adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan tirah baring terlalu lama
2. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom secara
bedah
3. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis
4. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok
5. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk pemberian
diuretik dan obat anti inflamasi
6. Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan laboratorium lainnya
yang menunjang.

Penyimpangan KDM

Trauma/Kecelakaan
Perdarahan Intracerebral

Pecahnya Pembuluh Darah di Otak

Penekanan
Pergeseran Jaringan Otak

Suplai Darah Terganggu Gangguan Sistem


Neutologis Peningkatan Tekanan Intrkranial

(Sususnan Saraf Pusat)


Gangguan
Rasa
Nyaman
Nyeri

Perubahan Perfusi
Cerebral

Gangguan Motorik

Koordinasi
Pergerakan Tubuh Terganggu

Penurunan Tonus
Otot
Penurunan Tonus Otot
Gangguan Mobilisasi
Fisik
Defisit Perawatan Diri

Kelemahan
Otot
Kelemahan Tonus Otot

II. Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk
mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data,
pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan.
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan
klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif,
tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Riwayat psikososial
7. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
b. Pola nutrisi dan metabolisme
c. Pola eliminasi
d. Pola aktivitas dan latihan
e. Pola tidur dan istirahat
f. Pola hubungan dan peran
g. Pola persepsi dan konsep diri
h. Pola sensori dan kognitif
i. Pola reproduksi seksual
j. Pola penanggulangan stress
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
8. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
- Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
- Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak
bisa bicara
- Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
b. Pemeriksaan integumen
- Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan
maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3
minggu
- Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
- Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c. Pemeriksaan kepala dan leher
- Kepala : bentuk normocephalik
- Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
- Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
d. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks
batuk dan menelan.
e. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang
terdapat kembung.
f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
g. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h. Pemeriksaan neurologi
- Pemeriksaan nervus cranialis
- Pemeriksaan motorik
- Pemeriksaan sensorik
- Pemeriksaan refleks
9. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
- CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
- MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
- Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler.
- Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke.
b. Pemeriksaan laboratorium
- Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
- Pemeriksaan darah rutin
- Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah
dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur turun
kembali.
- Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan mobilisasi fisik b.d kondisi yang melemah
2. Gangguan intoleransi aktivitas b.d kelemahan tonus otot
3. Gangguan nyaman nyeri b.d peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
4. Gangguan defisit perawatan diri b.d kelemahan otot.

C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Gangguan mobilisasi Tujuan : setelah dilakukan tindakan 1. Observasi 1. Inspeksi kond
fisik b.d kondisi yang keperawatan selama waktu 4X24 kondisi awal pasien
melemah jam pasien diharapkan dapat fisik klien 2. Merencanaka
melakukan mibilisasi fisik secara 2. Rencanakan porsi latihan
optimal. proses latihan untuk menunja
Kriteria hasil: yang efisien kesembuhan
- Tonus otot bertambah bila perlu pasien
- Mobilisasi ROM pasif menjadi kolaborasikan
aktif dengan
- fisioterapi untuk
Tidak mengeram kesakitan dalam menambah 3. Memberikan
proses latihan proses latihan kenyamanan
3. Atur posisi
senyaman 4. Melakukan
mungkin tindakan
4. Mengajari keperawatan
pasien ROM 5. Monitoring
pasif dan aktif tindakan yang
5. Biarkan pasien sudah dilakuk
mempraktikan
kembali yang
sudah diajarkan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan tapi dengan
keperawatan dalam waktu 6X24 jam pengawasan 6. Mengetahui
diharapkan pasien dapt terpenuhi perawat perkembanga
aktivitas sehari hari dengan normal 6. Observasi latihan
Kriteria hasil : kembali 7. Memberikan
- Terjadi peningkatan tonus peningkatan informasi
otot gerak fisik kepada pasien
- Pasien 7. Berikan
dapat melakukan aktivitas sehari HE(healt
hari dengan mandiri education)tenta
- Tidak terasa sakit ng pentingnya 1. Inspeksi kond
bila melakukan latihan latihan ROM. awal pasien
2. Merencanaka
1. Observasi porsi latihan
Gangguan intoleransi kondisi untuk menunja
aktivitas b.d kelemahan fisik klien kesembuhan
tonus otot 2. Rencanakan pasien
proses latihan
yang efisien
bila perlu
kolaborasikan 3. Memberikan
dengan kenyamanan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan fisioterapi untuk
keperawatan dalam waktu 3X24 jam menambah 4. Melakukan
diharapkan rasa nyeri yang dirasak proses latihan tindakan
pasien dapat berkurang atau 3. Atur posisi keperawatan
bahkan hilang senyaman 5. Monitoring
Kriteria Hasil : mungkin tindakan yang
- Wajah tidak mengurung dan 4. Mengajari sudah dilakuk
menahan kesakitan pasien ROM
- Skala nyeri turun pasif dan aktif
- Pasien tidak memegangi bagian 5. Biarkan pasien
yang sakit mempraktikan
kembali yang 6. Melanjutkan
sudah diajarkan proses latihan
tapi dengan keperawatan
pengawasan
perawat
6. Bila sudah bisa
menyangga 7. Memberi
tubuh ajarkan semangat untu
berjalan tapi menambah
Tujuan : setelah dilakukan tindakan dengan latihan.
keperawatan dalam waktu 1X24 jam dammpingan
diharapkan pasien terpenuhi dalam perawat
perawatan dirinya secara optimal 7. Berikan
Kriteria Hasil : dukungan 1. Inspeksi skala
-.Wajah tidak lesu dalam setiap nyeri awal dar
Gangguan rasanyaman - Kulit tidak saling melengket tindakan yang pasien
Nyeri b.d peningkatan - Badan menjadi harum sudah
tekanan intrakranial dilakukan. 2. Memberikan r
(TIK) nyaman
3. Melakukan ter
perawatan

1. Observasi
secara
subjektiv skal
nyeri yang 4. Memantau
dirasakan adakah kelain
pasien dari pemeriksa
2. Beri posisi
yang nyaman 5. Membantu
3. Ajari metode mempercepat
relaksasi kesembuhan
seperti pasien
distraksi, nafas 6. Memberi
dalam, dan bila informasi seca
emosi ajarkan lengkap
imajinasi
terpimpin
4. Anjurkan
pasien untuk 7. monitoring
melakukan perkembanga
pemeriksaan setelah dilaku
CT-Scan tindakan
5. Kolaborasikan keperawatan
dengan pihak
Defisit perawatan diri medis untuk
b.d kelemahan otot terapi obat 1. Obsevasi kon
6. Berikan HE awal dari pasi
tentang
pentingnya
ambulansi saat 2. Menyiapkan a
emergensi dari suatu bag
7. Observasi tindakan
penurunan keperawatan
skala nyeri 3. Menghindari
yang dirasakan penolakan dri
tindakan
keperawatan
4. Menjaga priva
pasien
1. Observasi 5. Melakukan
kondisi awal tindakan
pasien keperawatan
terutama fisik 6. Monitoring
dan kebersihan tindakan yang
2. Siapkan alat sudah dilakuk
untuk 7. Membantu
melakukan PH memberikan
informasi seca
jelas.
3. Memberitahu
maksud dan
tujuan tindakan
yang dilakukan
4. Menutup
gorden

5. Melakukan PH
sambil
mengajari
keluarga
6. Observasi
tindakan yang
dilakukan
7. Beri HE
pentingnya
perawatan diri

D. Evaluasi
1. Tidak terjadi gangguan mobilisasi fisik
2. Tidak terjadi gangguan intoleransi aktivitas
3. Tidak terjadi gangguan nyaman nyeri
4. Tidak terjadi gangguan defisit perawatan diri.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi
3, EGC, Jakarta.
Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Rochani, Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Saraf
Indonesia, Surabaya.
Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu
Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN Dx MEDIS


CVA BLEEDING
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN Dx MEDIS CVA BLEEDING


A. KONSEP DASAR
I. DEFINISI
Cerebrovaskuler Accident ( CVA ) Bleeding yang disebut dengan nama lain stroke hemoragik
merupakan gangguan fungsi pada otak yang disebabkan oleh perdarahan intra serebral atau
perdarahan subarachnoid.
CVA Bleeding terbagi atas :
a. Perdarahan Intraserebral (ICH :Intra Cerebral Hemorage) adalah suatu disfungsi neurologis fokal
yang akut yang disebabkan oleh perdarahan primer didalam substantia otak, bukan karena trauma
kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh darah arteri, vena serta kapiter.
b. Perdarahan subarachoid (SAH : Sub Arachnoid Hemorage) adalah keadaan akut dimana terjadi
perdarahan otak ke dalam ruang subarachnoid.
( Kapita Selekta. Kedokteran, 1999 )
II. PATOFISIOLOGI
III. PENATALAKSANAAN

a. Perdarahan Intra serebral


Management non bedah dimulai dari menjaga jalan nafas, kateterisasi urinaria, tetapi hipertensi
penurunan tekanan arteri terlalu cepat harus dihindari. Turunkan sistol sampai 140 mmHg dan
diastol sampai 90 mmHg dengan anti hipertensi parental. Edema harus diterapi bila memang
menimbulkan gangguan kesadaran atau herniasi. Observasi adanya tekanan intrakronial yang
meningkat.
b. Perdarahan Subarachnoid
Perawatan umum meliputi menghindari tekanan darah yang mengikat fenoborbital menghindari
kegelisahan dan tensi yang meningkat. Bila kejang dapat diberikan anti konvulson yang efektif
dengan dosis 30 mg peroral 3 kali perhari. Untuk menghindari mengejang diberikan pelunak feses
misal dioksil suksinat sedium 100 mg peroral perhari. Ruangan perlu ketenangan, Pemberian anti
fibrolitik dianggap bermanfaat untuk memecah perdarahan ulang akibat lisis atau bekuan darah
ditempat yang mengalami perdarahan tadi. Operasi dilakukan dalam dua hari pertama setelah
perdarahan yang dianggap untuk mengurangi perdarahan ulang.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan darah untuk mengetahui sejauh mana terjadinya perdarahan.


b. CT Scan untuk mengetahui terjadinya perdarahan pada otak.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN

a. Pengumpulan Data
Adalah kegiatan dalam menghimpun informasi dari penderita dan sumber-sumber lain yang
meliputi unsure bio psiko sosio spiritual yang komprehensif dan dilakukan pada saat penderita
masuk.
1. Identitas Penderita
Identitas penderita meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, agama,
suku / bangsa, alamat, tanggal dan jam masuk RS, diagnosa medik.
2. Keluhan utama.
Penderita dengan CVA bleeding datang dengan keluhan kesadaran menurun, kelemahan /
kelumpuhan pada anggota badan (hemiparese / hemiplegi), nyeri kepala hebat.
3. Riwayat penyakit sekarang.
Adanya nyeri kepala hebat atau akut pada saat aktivitas, kesadaran menurun sampai dengan
koma, kelemahan / kelumpuhan anggota badan sebagian atau keseluruhan, terjadi gangguan
penglihatan, panas badan, tinitus.
4. Riwayat penyakit dahulu
Penderita punya riwayat hipertensi atau penyakit lain yang pernah di derita oleh penderita
seperti DM, tumor otak, infeksi paru, TB paru.
5. Riwayat penyakit keluarga.
Penyakit keturunan yang pernah dialami keluarga seperti DM, penyakit lain seperti hipertensi.
Pola-Pola Fungsi Kesehatan.
1. Pola persepsi dan tata laksana kesehatan
Penderita CVA bleeding mempunyai latar belakang hipertensi, DM, obesitas, merokok. Hal
tersebut berkaitan dengan ketidaktahuan dan kurangnya pengetahuan tentang persepsi hidup sehat,
biasanya penderita menolak dengan pengobatan yang dianjurkan.
2. Pola nutrisi
Dengan adanya perdarahan diotak dapat berpengaruh atau menyebabkan gangguan pemenuhan
kebutuhan nutrisi karena mual, muntah sehingga intake kurang atau menurun.
3. Pola eliminasi
Karena adanya CVA Bleeding terjadi perdarahan dibagian serebral atau subarachnoid, hal ini
dapat berpengaruh terhadap reflek atau mengalami hilangnya kontrol spingter sehingga terjadi
inkontinensia atau imobilisasi lama dapat menyebabkan terjadinya konstipasi.
4. Pola aktivitas dan latihan
Adanya perdarahan serebral dapat menyebabkan kekakuan motor neuron yang berakibat
kelemahan otot (hemiplegi / hemiplegi) sehingga timbul keterbatasan aktivitas.
5. Pola perawatan diri
Biasanya penderita dengan CVA Bleeding terjadi perubahan kesadaran dari ringan sampai berat,
paralise, hemiplegi sehingga penderita mengalami gangguan perawatan diri berupa self toilting self
eating.
6. Pola persepsi dan konsep diri
Penderita mengalami penurunan konsep diri akibat kecacatannya.

7. Pola persepsi sensori kognitif


Perdarahan intraserebral mempengaruhi saraf-saraf perifer dimana penderita kehilangan
sensoris (nyeri, panas, dingin).
8. Pola istirahat dan tidur
Penderita mengalami nyeri kepala karena adanya tekanan intrakronial yang meningkat sehingga
penderita mengalami gangguan pemenuhan.
9. Pola peran dan hubungan
Akibat perdarahan intraserebral terjadi gangguan bicara, penderita mengalami gangguan dalam
berkomunikasi dan melaksanakan perannya.
10. Pola tata nilai dan keyakinan diri
Penderita mengalami kesulitan dalam menjalankan ibadahnya karena adanya kelumpuhan.
Pemeriksaan fisik.
1. Breath (Pernafasan)
Pada dada berbentuk normal, sedangkan pernafasannya terdapat dyspnea suara ronchi dan
pada pernafasan tidak teratur.
2. Blood (Sirkulasi Darah)
Pada klien dengan CVA bleeding tekanan darah cenderung meningkat, sedangkan pada suhu
tubuh biasanya meningkat sedangkan denyut nadi juga normal.
3. Brain (Otak)
Kesadaran biasanya menurun dan kadang juga pada gangguan sensori tidak terjadi gangguan
sensori (penglihatan, pendengaran, pembicaraan) tetapi juga tergantung letak lesinya.
4. Bledder (Perkemihan)
Pada klien dengan CVA bleeding didapatkan incontinensia urine atau anuria tetapi pada bleder
terkadang penuh.
5. Bowel (Penemuan)
Pada perut terdapat kembung dan juga terdapat penurunan peristaltic usus.
6. Bone (Sistem Muskuluskeletal)
Terdapat kelemahan otot tetapi juga terdapat kontrktur sendi.

b. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan
konsep toeri prinsip yang relevan yang membuat kesimpulan dan menentukan masalah kesehatan
dan perawatan. (Nasrul Effendy 1995 : 20).

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Ganguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan perdarahan otak, pemutusan aliran darah
otak, vasospasmo otak, odema otak.
2. Potensial terjadi kurangnya penemuan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan melemahnya otot-otot
yang digunakan mengunyah dan menelan.
3. Potensial terjadi konstipasi atau gangguan eliminasi alvi sehubungan dengan immobilisasi yang
lama, intake cairan yang tidak adekuat dan intake nutrisi yang tidak adekuat.
4. Gangguan komunikasi verbal sehubungan dengan sirkulasi otak, ganngaun neuromuskuler,
kehilangan tonus otot muka atau mulut, kelemahan seluruh tubuh.
5. Potensial gangguan integritas kulit sehubungan dangan immobilisasi, incontinesia menurunnya
pergerakan dan sensori

III. PERENCANAAN
DX 1
Ganguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan perdarahan otak, pemutusan aliran darah
otak, vasospasmo otak, odema otak.
Tujuan :
Gangguan perfusi jaringan otak dapat diatasi.
Kriteria hasil :
a. Kesadaran normal.
b. Tidak ada tanda-tanda tekanan intrakanial meningkat atau tanda-tanda vital normal.
Rencana Tindakan :
a. Monitor dan catat status neurologis serta bandingkan dengan standart normal.
b. Monitor TTV adanya hipertensi atau hipotensi dan bandingkan antara tekanan darah lengan kanan
dan lengan kiri.
c. Ciptakan lingkungan tenang, batasi pengunjung.
d. Perawatan setempat / bedrest atau aktivitas jika ada indikasi.
e. Kolaborasi dengan dokter.
f. Observasi tanda-tanda TIK.

Rasional
a. Resolusi kerusakan ssp dan meluasnya lesi dengan mencegah peningkatan TIK.
b. Variasi tekanan darah akan terjadi karena tekanan intra serebral atau luka pada vasomotor.
c. Istirahat absolut dan tenang diperlukan untuk mengurangi peningkatan.
d. Hipertensi perlu tindakan hati-hati karena penatalaksanaan yang agesif menambah resiko kerusakan
jaringan.

IV. PELAKSANAAN / IMPLEMENTASI


Adalah mengelola dan mewujudkan dari rencana perawatan, meliputi tindakan yang direncanakan
oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dan ketentuan Rumah Sakit. (Nasrul Effendi, 1995).

V. EVALUASI
Evaluasi juga merupakan tahap akhir dari suatu proses perawatan juga merupakan perbandingan
yang sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan
dengan cara melibatkan pasien sesama tenaga kesehatan. (Nasrul Effendi, 1995).
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito Lynda Juail, Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta,2000.

FKUI, kapita Selekta Kedokteran edisi 3 jilid 1, Media Aesculapius, Jakarta, 1999
Lab / UPF Ilmu Penyakit Saraf, Pedoman Diagnosa dan Terapi, Rumah Sakit Umum Daerah Soetomo, Surabaya,
1994.
Marilyn E. Doengos, dkk, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi tiga, Buku Kedokteran, EGC, Jakarta, 2003.

You might also like