You are on page 1of 59

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehamilan adalah masa dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin lamanya
adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid
terakhir (Saifudin, 2006). Namun, dalam kehamilan terpadat kelainan lama
kehamilan, kelainan tersebut antara lainprematur. Prematur adalah kehamilan yang
lama usianya kurang dari 37 minggu. Bayi yang lahir pada kehamilan ini disertai
dengan keadaan BBLR (berat bayi lahir rendah). (Kapita Selekta Kedokteran Jilid I
edisi III 2008)
Indonesia menempati peringkat kelima dunia negara dengan jumlah bayi prematur
terbanyak di dunia. Jika tak ditangani dengan benar, dalam jangka panjang, proses
tumbuh kembang bayi prematur itu akan terganggu. Akibatnya, kualitas manusia
Indonesia masa depan terancam. Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang
berjudul Born Too Soon, The Global Action Report on Preterm Birth menyebutkan
tahun 2010, Indonesia menempati peringkat kelima negara dengan bayi prematur
terbanyak di dunia (675.700 bayi) setelah India (3,5 juta bayi), Tiongkok (1,2 juta
bayi), Nigeria (773.600 bayi), dan Pakistan (748.100 bayi).
Direktur Bina Kesehatan Anak Kementerian Kesehatan Elizabeth Jane Soepardi,
Senin (27/4), saat dihubungi dari Jakarta, memaparkan, 50 persen bayi prematur lahir
dari ibu yang masih remaja. Padahal, di usia remaja, fisik dan otak seseorang masih
tumbuh sehingga butuh asupan nutrisi yang baik. Pada usia 10-18 tahun, fisik dan
otak tumbuh pesat. Kemudian, di usia 18-25 tahun, fisik dan otak tetap berkembang
meski tak sepesat periode sebelumnya. Pada masa ini, asupan nutrisi yang baik amat
diperlukan. Apabila di usia remaja seseorang sudah hamil, ia akan berebut nutrisi
dengan janin yang dikandungnya. Keduanya menjadi tidak mendapatkan asupan
nutrisi yang sesuai kebutuhan.
Bayi prematur yang tidak dirawat dengan benar dan kurang asupan nutrisi berisiko
mengalami lemah mental dan tingkat kecerdasan rendah. Penanganan dan pemberian
nutrisi yang baik pada bayi prematur akan membuat bayi prematur sehat dan cerdas.
Jangan sampai prematur menjadi ancaman masa depan generasi bangsa.

1
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa/i dapat meningkatkan wawasan dan ilmu pengetahuan serta
untuk pegangan dalam memberikan bimbingan dan asuhan keperawatan pada
klien dengan BBLR Prematur,Postmatur dan NRDS serta Untuk memenuhi tugas
mata kuliah keperawatan gawat darurat.
2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan dan tentang Bayi Baru
Lahir Prematur, Postmatur dan NRDS
b. Agar mahasiswa memahami konsep dari Bayi Baru Lahir Prematur, Postmatur
dan NRDS
c. Agar mahasiswa mampu membuat Asuhan Keperawatan pada penderita Bayi
Baru Lahir Prematur, Postmatur dan NRDS
d. Agar mahasiswa mampu mengaplikasikan nya di dalam kehidupan.

1.3 Manfaat
1. Diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam proses pembelajaran pada
khususnya dan pembaca tentang asuhan keperawatan pada pasien bayi dengan
Prematur.
2. Dapat menjadi referensi ilmu bagi fakultas keperawatan dalam rangka
pengembangan sumber daya manusia dalam menangani kasus bayi Prematur.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BBL PREMATUR

2.1.1 Definisi Bayi Baru Lahir Prematur

Persalinan prematur adalah persalinan saat kehamilan 28-36 minggu dengan berat
janin antara 500-1000 gram.(kapita selekta kedokteran 2001)
Persalinan prematur adalah seatu persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan
mencapai 37 minggu.(keperawatan maternitas 2005)
Persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi setelah janin mencapai periode
viabilitas atau sekitar 20 minggu gestasi tetapi sebelum selesai minggu ke 37 (Marlyn
E. Dungus 2001).
Persalinan prematur adalah kelahiran bayi disaat kehamilan kurang dari 259 hari
yang di hitung dari hari terakhir haid ibu. (Firmansyah 2006).
Menurut WHO, bayi prematur adalah bayi hidup sebelum usia kehamilan minggu
ke 37 (dihitung dari hari pertama haid terakhir).(WHO)
Bayi prematur atau bayi preterm adalah bayi yang berumur kehamilan 37 minggu
tanpa memperhatikan berat badan, sebagian besar lahir dengan berat badan kurang
dari 2500 gram adalah bayi premetur. (Surasmi Asrini, hal. 31)
2.1.2 Etiologi dan Faktor Risiko Bayi Baru Lahir Prematur
Penyebab kelahiran prematur dapat digolangkan menjadi penyebab fisiologis dan non
fisiologis.
1) Fisiologis
a. Infeksi
Beberapa ibu dapat menderita penyakit, seperti infeksi saluran kemih,
pielonefritis, appendisitis atau pneumonia, dan semuanya berkaitan dengan
persalianan prematur. Pada kasus tersebut, persalinan prematur mungkin
disebabkan oleh penyebaran infeksi melalui darah langsung ke rongga uterus,
penyebaran tak langsung melalui produk samping kimiawi, baik yang dari
mikroorganisme maupun dari respon peradangan tubuh.
b. Overdistensi

3
Overdistensi dapat menyebabkan pecah ketuban dini prapersalinan dan juga
meregangkan reseptor didalam miometrium, yang dapat menimbulkan
persepsi bahwa kehamilan telah cukup bulan dan bayi siap dilahirkan.
c. Masalah Vaskuler
Hemoragi antepartum dan solusio merupakan manifestasi yang sering kali
dilaporkan terjadi menjelang pelahiran prematur spontan. Darah yang
mengiritasi miometrium, melemahkan membran, dan akan menyebabkan
kontraksi uterus.
d. Lemah Serviks
Lemah serviks, atau yang dahulu disebut inkompetensi serviks, dapat
menyebabkan keguguran prematur. Mungkin akan ditemukan dilatasi serviks
dengan atau tanpa kontraksi uterus atau pecah ketuban spontan.
e. Penyebab Latrogenik
Hampir 30% kelahiran prematur disebabkan oleh indikasi medis atau induksi
persalianan atau perlahiran melalui prosedur bedah. Indikasi yang paling
sering ditemukan adalah preeklamsia fulminan pada ibu, atau tanda-tanda
hambatan pertumbuhan intrauterus yang serius pada janin tunggal atau salah
satu janin kembar.
f. Penyebab Idiopatik
Pada pelahiran dan persalinan prematur, penyebabnya tidak diketahui dan
dikatagorikan sebagai persalinan prematur idiopatik.
g. Prediktor Fisiologis Lain pada Persalinan Prematur
a) Panjang serviks
Pemendekan serviks yang segnifikan kerap disertasi dengan dilatasi dan
pencorongan membran menuju saluran serviks. Penelitian terkini
menemukan bahwa panjang serviks yang kurang dari 15 mm beresiko
menyebabkan pelahiran prematur spontan sebelum usia kehamilan 32
minggu.
b) Fibronektin
Fibronektin janin (fFN) adalah sejenis glikoprotein menyerupai lem yang
dihasilkan oleh sel-sel korion yang mengikat lapisan membran desidua.
Glikoprotein tersebut ditemukan dalam sekresi vagina sejak awal periode
kehamilan hingga usia kehamilan 22 minggu. Antara usia kehamilan 24
dan 34 minggu, kadar fFN ini sangat kecil, dan kadar tersebut terus
4
meningkat menjelang awitan persalinan. Jika terdapa gangguan pada antar
muka koriodesidua akibat adanya kerusakan, infeksi, atau pedarahan, fFN
dapat lebih dini ditemukan dalam sekresi saluran vagina. fFn ini dapat
digunakan untuk memprediksi persalonan dan perlahiran prematur.
2) Faktor Resiko Non Fisikologis
a. Usia Ibu
Usia ibu sangat mempengaruhi kemungkinan mereka menjalani persalinan
dan perlahiran prematur. Secara statistik, ibu yang sangat muda yang usia
kurang dari 18 tahun atau yang usia diatas 35 tahun terbukti memiliki insiden
persalinan prematur yang lebih tinggi. Pada pelahiran anak ke dua, ibu yang
berusia antara 15 dan 19 tahun beresiko tiga kali lebih tinggi mengalami
pelahiran yang sangat prematur dan bayi lahir mati dibandingkan ibu yang
berusia 20-29 tahun.
b. Faktor Ekonomi atau Kelas Sosial Rendah
Banyak faktor sosial ekonomi dinyatakan sebagai resiko prediposisi untuk
kelahiran prematur. Wanita yang berpenghasilan rendah, atau wanita yang
mendapat sedikit atau kurang mendapat dukungan finansial dari pasangan,
berisiko tinggi mengalami persalinan prematur dan melahirkan bayi kecil
masa kehamilan, serta mengalami komplikasi kehamilan yang lebih berat.
c. Wanita yang Belum Menikah atau Tidak Mendapat Dukungan
Pasangan yang tinggal bersama tanpa menikah dan kehidupan sebagai ibu
tunggal berisiko tinggi menyebabkan kelahiran prematur. Kurang
harmonisnya hubungan dengan suami atau pasangan menyebabkan ibu
berisiko tinggi melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.
d. Berat Badan Ibu Kurang atau Lebih
Ibu yang berat badannya kurang akibat anoreksia nervosa yang dialami lebih
rentan mengalami persalinan prematur dan melahirkan bayi dengan berat
rendah. Disisi lain ibu yang masuk kategori obes secara klinis juga berisiko
mengalami persalinan dan perlahiran prematur, sebab mereka cenderung
menyandang diabetes gestasional selama kehamilan. Terlebih, ibu juga
berisiko tinggi mengalami preeklamsia yang berkaitan erat dengan pelahiran
prematur.
e. Merokok, Penyalahgunaan Alkohol dan Obat-obatan
f. Persalinan Prematur Sebelumnya
5
Apabila ibu sebelumnya memiliki riwayat persalinan dan perlahiran prematur
yang tidak diketahui jelas penyebabnya, risiko ibu untuk kembali mengalami
perlahiran prematur akan meningkat tajam.
g. Stres dan Hasil Akhir Kelahiran
Sters maternal mungkin merupakan faktor utama yang memicu persalinan
prematur melalui satu atau dua alur fisiologis. Pertama, mereka menetapkan
bahwa stres maternal dapat mempengaruhi alur neurondokrin, yang akan
mengaktivasi sistem endokrin meternal plasenta janin yang mendorong
parturisi. Lockwood dan Kuczynksi (1999) berteori bahwa aktivasi aksis
hipotalamus hipofisis adrenal (HPA), yang disebabkan oleh stres, dapat
menginduksi persalinan dan kelahiran prematur. Kedua, alur imun inflamasi
mungkin turut berperan dalam proses ini. Stres maternal dapat mempengaruhi
imunitas sistemik dan lokal untuk meningkatkan kerentanan terhadap proses
infeksi inflamasi janin dan intrauterin, dan menyebabkan parturisi melalui
mekanisme proinflasmasi yang telah diidentifikasikan sebelumnya (Wadhwa
et al., 2001).
h. Pengaturan Jarak Kelahiran
Penelitian menemukan bahwa semakin dekat jarak antar kehamilan, semakin
besar risiko ibu mengalami persalinan dan perlahiran prematur.

2.1.3 Patofisiologi Bayi Baru Lahir Prematur

Secara umum, penyebab persalinan prematur dapat dikelompokan dalam 4 golongan


yaitu :
1) Aktivasi prematur dari pencetus terjadinya persalinan
2) Inflamasi/infeksi
3) Perdarahan plasenta
4) Peregangan yang berlebihan pada uterus
Mekanisme pertama ditandai dengan stres dan anxietas yang biasa terjadi pada
primipara muda yang mempunyai predisposisi genetik. Adanya stres fisik maupun
psikologi menyebabkan aktivasi prematur dari aksis Hypothalamus-Pituitary-Adrenal
(HPA) ibu dan menyebabkan terjadinya persalinan prematur. Aksis HPA ini
menyebabkan timbulnya insufisiensi uteroplasenta dan mengakibatkan kondisi stres
pada janin. Stres pada ibu maupun janin akan mengakibatkan peningkatan pelepasan
hormon Corticotropin Releasing Hormone (CRH), perubahan pada
6
Adrenocorticotropic Hormone (ACTH), prostaglandin, reseptor oksitosin, matrix
metaloproteinase (MMP), interleukin-8, cyclooksigenase-2 dehydroepiandrosteron
sulfate (DHEAS), estrogen plasenta dan pembesaran kelenjar adrenal.
Mekanisme kedua adalah decidua-chorio-amnionitis, yaitu infeksi bakteri yang
menyebar ke uterus dan cairan amnion. Keadaan ini merupakan penyebab potensial
terjadinya persalinan prematur. Infeksi intraamnion akan terjadi pelepasan mediator
inflamasi seperti pro-inflamatory sitokin (IL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α ). Sitokin
akan merangsang pelepasan CRH, yang akan merangsang aksis HPA janin dan
menghasilkan kortisol dan DHEAS. Hormon-hormon ini bertanggung jawab untuk
sintesis uterotonin (prostaglandin dan endotelin) yang akan menimbulkan kontraksi.
Sitokin juga berperan dalam meningkatkan pelepasan protease (MMP) yang
mengakibatkan perubahan pada serviks dan pecahnya kulit ketuban.
Mekanisme ketiga yaitu mekanisme yang berhubungan dengan perdarahan plasenta
dengan ditemukannya peningkatan hemosistein yang akan mengakibatkan kontraksi
miometrium. Perdarahan pada plasenta dan desidua menyebabkan aktivasi dari faktor
pembekuan Xa (protombinase). Protombinase akan mengubah protrombin menjadi
trombin dan pada beberapa penelitian trombin mampu menstimulasi kontraksi
miometrium.
Mekanisme keempat adalah peregangan berlebihan dari uterus yang bisa disebabkan
oleh kehamilan kembar, polyhydramnion atau distensi berlebih yang disebabkan oleh
kelainan uterus atau proses operasi pada serviks. Mekanisme ini dipengaruhi oleh IL-
8, prostaglandin, dan COX-2.
2.1.4 Manifestasi Klinis Bayi Baru Lahir Prematur

1) Berat badan <dari 2500gr, panjang badan kurang dari 45cm, lingkar kepala kurang
dari 33cm, lingkar dada kurang dari 30cm.

2) Masa gestasi kurang dari 37 minggu.

3) Kepala lebih besar daripada badan.

4) 4Kulit: tipis transparan, rambut lanugo banyak terutama pada dahi, pelipis,
telinga, dan lengan.

5) Lemak subkutan kurang.

6) Otot hipotonik lemah.

7
7) Reflex tonus otot masih lemah, reflek menghisap dan menelan serta reflek batuk
belum sempurna.

8) Tulang rawan dan daun telinga immature (elastic daun telinga masih kurang
sempurna).

9) Pernapasan tak teratur bisa terjadi apnea(gagal napas).

10) Ekstremitas: paha abduksi, sendi lutut/kaki fleksi-lurus.

11) Kepala tidak mampu tegak.

12) Pernapasan sekitar 45-50kali/menit, dan frekuensi nadi 100-140/menit.

13) Sering anemia.

14) Genetalia belum sempurna, labio minora belum tertutup oleh labia mayora dan
pada laki-laki testis belum turun.

15) Garis pada telapak kaki belum jelas dan kulit teraba halus.

Manifestasi juga bisa diketahui melalui beberapa penialaian berikut.


1) Ballard Score
Ballard Score adalah seperangkat prosedur yang dikembangkan oleh Dr. Jeanne L
Ballard, MD untuk menentukan Usia Gestasional melalui penilaian
neuromuskular dan fisik bayi yang baru lahir. Situs ini dimaksudkan untuk
memberikan informasi rinci tentang penilaian usia gestasional, yang secara khusus
difokuskan pada New Ballard Score. Di bagian Monograf masing-masing
manuver dan pemeriksaan dijelaskan dan diilustrasikan secara lengkap. Gunakan
lembar skor untuk mencatat hasil setiap pemeriksaan. (Ballard Score Terlampir)

Neuromuscular Maturity

SCORE SIGN
SIGN SCOR
-1 0 1 2 3 4 5 E

Posture

Square
Window

Arm
Recoil

Poplitea
l Angle

8
Scarf
Sign

Heel To
Ear

Physical Maturity

SCORE SIGN
SIGN
-1 0 1 2 3 4 5 SCORE
smooth superficial cracking, parchment,
Sticky, gelatinous, leathery,
pink, peeling &/or pale deep
Skin friable, red, cracked,
visible rash, few areas, rare cracking, no
transparent translucent wrinkled
veins veins veins vessels

Lanugo none sparse Abundant thinning bald areas mostly bald

heel-toe anterior
Plantar >50 mm faint red creases creases over
40-50mm: -1 transverse
Surface no crease marks ant. 2/3 entire sole
<40mm: -2 crease only
raised
stippled full areola
barely flat areola areola
Breast imperceptable areola 5-10 mm
perceptable no bud 3-4 mm
1-2 mm bud bud
bud
well-curved formed &
lids fused lids open sl. curved thick
pinna; soft firm
Eye / Ear loosely: -1 pinna flat pinna; soft; cartilage
but ready instant
tightly: -2 stays folded slow recoil ear stiff
recoil recoil
testes in testes
scrotum testes testes
Genitals scrotum flat, upper down,
empty, descending, pendulous,
(Male) smooth canal, good
faint rugae few rugae deep rugae
rare rugae rugae
prominent prominent majora & majora majora
clitoris
Genitals clitoris & clitoris & minora large, cover
prominent &
(Female) small labia enlarging equally minora clitoris &
labia flat
minora minora prominent small minora
TOTAL PHYSICAL MATURITY SCORE

Maturity Rating

TOTAL SCORE
WEEKS
(NEUROMUSCULAR + PHYSICAL)
-10 20
-5 22
0 24
5 26
10 28
15 30
20 32
9
25 34
30 36
35 38
40 40
45 42
50 44

2) Apgar Skor
Skor Apgar atau nilai Apgar adalah sebuah metode yang diperkenalkan pertama
kali pada tahun 1952 oleh Dr. Virginia Apgar sebagai sebuah metode sederhana
untuk secara cepat menilai kondisi kesehatan bayi baru lahir sesaat setelah
kelahiran. Apgar yang berprofesi sebagai ahli anestesiologi mengembangkan
metode skor ini untuk mengetahui dengan pasti bagaimana pengaruh anestesi
obstetrik terhadap bayi.
Skor Apgar dihitung dengan menilai kondisi bayi yang baru lahir menggunakan
lima kriteria sederhana dengan skala nilai nol, satu, dan dua. Kelima nilai kriteria
tersebut kemudian dijumlahkan untuk menghasilkan angka nol hingga 10. Kata
"Apgar" belakangan dibuatkan jembatan keledai sebagai singkatan dari
Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration (warna kulit, denyut jantung,
respons refleks, tonus otot/keaktifan, dan pernapasan), untuk mempermudah
menghafal
Lima kriteria Skor apgar:

Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2 Akronim

warna kulit tubuh


warna kulit tubuh,
normal merah muda,
seluruhnya tangan, dan kaki
Warna kulit tetapi tangan dan Appearance
biru normal merah muda,
kaki kebiruan
tidak ada sianosis
(akrosianosis)

Denyut jantung tidak ada <100 kali/menit >100 kali/menit Pulse

tidak ada
meringis/menangis meringis/bersin/batuk
respons
Respons refleks lemah ketika saat stimulasi saluran Grimace
terhadap
distimulasi napas
stimulasi

10
lemah/tidak
Tonus otot sedikit gerakan bergerak aktif Activity
ada

menangis kuat,
lemah atau tidak
Pernapasan tidak ada pernapasan baik dan Respiration
teratur
teratur

Tes ini umumnya dilakukan pada waktu satu dan lima menit setelah kelahiran, dan dapat
diulangi jika skor masih rendah.

Jumlah skor Interpretasi Catatan

7-10 Bayi normal

Memerlukan tindakan medis segera seperti penyedotan lendir


4-6 Agak rendah yang menyumbat jalan napas, atau pemberian oksigen untuk
membantu bernapas.

0-3 Sangat rendah Memerlukan tindakan medis yang lebih intensif

Jumlah skor rendah pada tes menit pertama dapat menunjukkan bahwa bayi yang baru
lahir ini membutuhkan perhatian medis lebih lanjut tetapi belum tentu mengindikasikan
akan terjadi masalah jangka panjang, khususnya jika terdapat peningkatan skor pada tes
menit kelima. Jika skor Apgar tetap dibawah 3 dalam tes berikutnya (10, 15, atau 30
menit), maka ada risiko bahwa anak tersebut dapat mengalami kerusakan syaraf jangka
panjang. Juga ada risiko kecil tapi signifikan akan kerusakan otak. Namun, tujuan tes
Apgar adalah untuk menentukan dengan cepat apakah bayi yang baru lahir tersebut
membutuhkan penanganan medis segera; dan tidak didisain untuk memberikan prediksi
jangka panjang akan kesehatan bayi tersebut.

2.1.5 Komplikasi Bayi Baru Lahir Prematur


1) Sindrom Gawat Napas (RDS)
Tanda Klinisnya : Mendengkur, nafas cuping hidung, retraksi, sianosis, peningkatan
usaha nafas, hiperkarbia, asiobsis respiratorik, hipotensi dan syok

11
2) Displasin bronco pulmaner (BPD) dan Retinopati prematuritas (ROP)
Akibat terapi oksigen, seperti perporasi dan inflamasi nasal, trakea, dan faring.
(Whaley & Wong, 1995)
3) Duktus Arteriosus Paten (PDA)
4) Necrotizing Enterocolitas (NEC) (Bobak. 2005)
5) Infeksi organ vital
2.1.6 Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir Prematur

1) Perawatan di Rumah Sakit


Mengingat belum sempurnanya kerja alat – alat tubuh yang perlu untuk pertumbuhan
dan perkembangan dan penyesuaian diri dengan lingkungan hidup di luar uterus maka
perlu diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian makanan dan bila perlu
pemberian oksigen, mencegah infeksi sertamencegah kekurangan vitamin dan zat
besi.
a. Pengaturan suhu
Bayi prematur mudah dan cepat sekali menderita hipotermia bila berada di
lingkungan yang dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bai
yang relative lebih luas bila dibandingkan dengan berat badan, kurangnya jaringan
lemak di bawah kulit dan kekurangan lemak coklat (brown flat). Untuk mencegah
hipotermia perlu diusahakan lingkunagn yang cukup hangat untuk bayi dan dalam
keadaan istirahat konsumsi okigen paling sedikit, sehingga suhu tubuh bayi tetap
normal. Bila bayi di rawat di dalam incubator maka suhu untuk bayi dengan berat
badan kurang dari 2 kg adalah 35 ˚C dan untuk bayi dengan berat badan 2 – 2,5 kg
adalah 34 ˚C agar ia dapta mempertahankan suhu tubuh sekitar 37 ˚C. Kelembapan
incubator berkisar antara 50% - 60%. Kelembapan yang lebih tinggi diperlukan pada
bayi dengan sindroma gangguan pernafasan. Suhu incubator dapat diturunkan 1˚C
perminggu untuk bayi dengan berat badan 2 kg dan secara berangsur – angsur ia
dapat di letakkan di dalam tempat tidur bayi dengan suhu lingkungan 27˚C - 29˚C.
Bila incubator tidak ada, pemanasan dapat dilakukan dengan membungkus bayi dan
meletakkan botol – botol hangat disekitarnya atau dengan memasang lampu
petromaks di dekat tempat tidur bayi. Cara lain untuk mempertahankan suhu tubuh
bayi sekitar 36˚C - 37˚C adalah dengan memakai alat “perspexheat shield” yang
diselimutkan pada bayi dalam incubator. Alat ini digunakan untuk menghilangkan
panas karena radiasi. Akhir – akhir ini telah mulai digunakan incubator yang

12
dilengkapi dengan alat temperature sensor (thermistor probe). Alat ini ditempelkan di
kulit bayi. Suhu incubator dikontrol oleh alat servomechanism. Dengan cara ini suhu
kulit bayi dapat dipertahankan pada derajat yang telah ditetapkan sebelumnya. Alat
ini sangat bermanfaat untuk bayi dengan lahir yang rendah.
Bayi dalam incubator hanya dipakaikan popok. Hal ini mungkin untuk pengawasan
mengenai keadaan umum, perubahan tingkah laku, warna kulit, pernafasan, kejang
dan sebagainya sehingga penyakit yang diderita dapat dikenal sedini – dininya dan
tindakan serta pengobatan dapat dilaksanakan secepatnya.
b. Pemberian ASI pada bayi premature
Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan yang terbaik yang dapat diberikan oleh ibu pada
bayinya, juga untuk bayi premature. Komposisi ASI yang dihasilkan ibu yang
melahirkan premature berbeda dengan komposisi ASI yang dihasilkan oleh ibu yang
melahirkan cukup bulan dan perbedaan ini berlangsung selama kurang lebih 4
minggu. Jadi apabila bayi lahir sangat premature (<30>
Sering kali terjadi kegagalan menyusui pada ibu yang melahirkan premature. Hal ini
disebabkan oleh karena ibu stres, ada perasaan bersalah, kurang percaya diri, tidak
tahu memerah ASI pada bayi prematur refleks hisap dan menelan belum ada atau
kurang, energi untuk menghisap kurang, volume gaster kurang, sering terjadi refluks,
peristaltik lambat.
Agar ibu yang melahirkan prematur dapat berhasil memberikan ASI perlu dukungan
dari keluarga dan petugas, diajarkan cara memeras ASI dan menyimpan ASI perah
dan cara memberikan ASI perah kepada bayi prematur dengan sendok, pipet ataupun
pipa lambung.
a) Bayi prematur dengan berat lahir >1800 gram (> 34 minggu gestasi) dapat
langsung disusukan kepada ibu. Mungkin untuk hari – hari pertama kalau ASI
belum mencukupi dapat diberikan ASI donor dengan sendok / cangkir 8 – 10 kali
sehari.
b) Bayi prematur dengan berat lahir 1500- 1800 gram (32 – 34 minggu), refleks
hisap belum baik, tetapi refleks menelan sudah ada, diberikan ASI perah dengan
sendok / cangkir, 10 – 12 kali sehari. Bayi prematur dengan berat lahir 1250 –
1500 gram (30 – 31 minggu), refleks hisap dan menelan belum ada, perlu
diberikan ASI perah melalui pipa orogastrik 12X sehari.
c) Bayi prematur dengan berat lahir <1250>
c. Makanan bayi
13
Pada bayi prematur, reflek hisap, telan dan batuk belum sempurna, kapasitas
lambung masih sedikit, daya enzim pencernaan terutama lipase masih kurang
disamping itu kebutuhan protein 3 – 5 gram/ hari dan tinggi kalori (110 kal/ kg/ hari),
agar berat badan bertambah sebaik – baiknya. Jumlah ini lebih tinggi dari yang
diperlukan bayi cukup bulan. Pemberian minum dimulai pada waktu bayi berumur 3
jam agar bayi tidak menderita hipoglikemia dan hiperbilirubinemia.
Sebelum pemberian minum pertama harus dilakukan penghisapan cairan lambung.
Hal ini perlu untuk mengetahui ada tidaknya atresia esophagus dan mencegah
muntah. Penghisapan cairan lambung juga dilakukan setiap sebelum pemberian
minum berikutnya. Pada umumnya bayi denagn berat lahir 2000 gram atau lebih
dapat menyusu pada ibunya. Bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram kurang
mampu menghisap air susu ibu atau susu botol, terutama pada hari – hari pertama,
maka bayi diberi minum melalui sonde lambung (orogastrik intubation).
Jumlah cairan yang diberikan untuk pertama kali adalah 1 – 5 ml/jam dan
jumlahnya dapat ditambah sedikit demi sedikit setiap 12 jam. Banyaknya cairan
yang diberikan adalah 60mg/kg/hari dan setiap hari dinaikkan sampai
200mg/kg/hari pada akhir minggu kedua.
d. Mencegah infeksi
Bayi prematur mudah sekali terserang infeksi. Ini disebabkan oleh karena daya tahan
tubuh terhadap infeksi kurang, relatif belum sanggup membentuk antibodi dan daya
fagositosis serta reaksi terhadap peradangan belum baik oleh karena itu perlu
dilakukan tindakan pencegahan yang dimulai pada masa perinatal memperbaiki
keadaan sosial ekonomi, program pendidikan (nutrisi, kebersihan dan kesehatan,
keluarga berencana, perawatan antenatal dan post natal), screening (TORCH,
Hepatitis, AIDS), vaksinasi tetanus serta tempat kelahiran dan perawatan yang
terjamin kebersihannya. Tindakan aseptik antiseptik harus selalu digalakkan, baik
dirawat gabung maupun dibangsal neonatus. Infeksi yang sering terjadi adalah
infeksi silang melalui para dokter, perawat, bidan, dan petugas lain yang
berhubungan dengan bayi.
Untuk mencegah itu maka perlu dilakukan :
a) Diadakan pemisahan antara bayi yang terkena infeksi dengan bayi yang tidak
terkena infeksi
b) Mencuci tangan setiap kali sebelum dan sesudah memegang bayi

14
c) Membersihkan temapat tidur bayi segera setelah tidak dipakai lagi (paling lama
seorang bayi memakai tempat tidur selama 1 minggu untuk kemudian
dibersihkan dengan cairan antisptik)
d) Membersihkan ruangan pada waktu – waktu tertentu
e) Setiap bayi memiliki peralatan sendiri
f) Setiap petugas di bangsal bayi harus menggunakan pakaian yang telah disediakan
g) Petugas yang mempunyai penyakit menular dilarang merawat bayi
h) Kulit dan tali pusat bayi harus dibersihkan sebaik – baiknya
i) Para pengunjung hanya boleh melihat bayi dari belakang kaca
e. Minum cukup
Selama dirawat, pihak rumah sakit harus memastikan bayi mengkonsumsi susu
sesuai kebutuhan tubuhnya. Selama belum bisa menghisap denagn benar, minum
susu dilakukan dengan menggunakan pipet.
f. Memberikan sentuhan
Ibu sangat disarankan untuk terus memberikan sentuhan pada bayinya. Bayi prematur
yang mendapat banyak sentuhan ibu menurut penelitian menunjukkan kenaikan berat
badan yang lebih cepat daripada jika si bayi jarang disentuh.
g. Membantu beradaptasi
Bila memang tidak ada komplikasi, perawatan di RS bertujuan membantu bayi
beradaptasi dengan limgkungan barunya. Setelah suhunya stabil dan dipastikan tidak
ada infeksi, bayi biasanya sudah boleh dibawa pulang. Namunada juga sejmlah RS
yang menggunakan patokan berat badan. Misalnya bayi baru boleh pulang kalau
beratnya mencapai 2kg kendati sebenarnya berat badan tidak berbanding lurus
dengan kondisi kesehatan bayi secara umum.(Didinkaem, 2007).
2) Perawatan di rumah
a. Minum susu
Bayi prematur membutuhkan susu yang berprotein tinggi. Namun dengan kuasa
Tuhan, ibu – ibu hamil yang melahirkan bayi prematur dengan sendirinya akan
memproduksi ASI yang proteinnya lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang
melahirkan bayi cukup bulan. Sehingga diusahakan untuk selalu memberikan ASI
eksklusif, karena zat gizi yang terkandung didalamnya belum ada yang
menandinginya dan ASI dapat mempercepat pertumbuhan berat anak.
b. Jaga suhu tubuhnya

15
Salah satu masalah yang dihadapi bayi prematur adalah suhu tubuh yang belum
stabil. Oleh karena itu, orang tua harus mengusahakan supaya lingkungan sekitarnya
tidak memicu kenaikan atau penurunan suhu tubuh bayi. Bisa dilakukan dengan
menempati kamar yang tidak terlalu panas ataupun dingin.
c. Pastikan semuanya bersih
Bayi prematur lebih rentan terserang penyakit dan infeksi. Karenanya orang tua harus
berhati – hati menjaga keadaan si kecil supaya tetap bersih sekaligus meminimalisir
kemungkinan terserang infeksi. Maka sebaiknya cuci tangan sebelum memberikan
susu, memperhatikan kebersihan kamar.
d. BAB dan BAK
BAB dan BAK bayi prematur masih terhitung wajar kalau setelah disusui lalu
dikeluarkan dalam bentuk pipis atau pup. Menjadi tidak wajar apabila tanpa diberi
susu pun bayi terus BAB dan BAK. Untuk kasus seperti ini tak ada jalan lain kecuali
segera membawanya ke dokter.
e. Berikan stimulus yang sesuai
Bisa dilakukan dengan mengajak berbicara, membelai, memijat, mengajak bermain,
menimang, menggendong, menunjukkan perbedaan warna gelap dan terang, gambar
– gambar dan mainan berwarna cerah.

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang Bayi Baru Lahir Prematur


1) Pemantauan glukosa darah terhadap hipoglikemia
Nilai normal glukosa serum : 45 mg/dl
2) Pemantauan gas darah arteri
Normal untuk analisa gas darah apabila kadar PaO2 50 – 70 mmHg dan kadar
PaCO2 35 – 45 mmHg dan saturasi oksigen harus 92 – 94 %.
3) Kimia darah sesuai kebutuhan
a. Hb (Hemoglobin) : Hb darah lengkap bayi 1 – 3 hari adalah 14,5 – 22,5 gr/dl
b. Ht (Hematokrit) : Ht normal berkisar 45% - 53%
c. LED darah lengkap untuk anak – anak
Menurut :
Westerfreen : 0 – 10 mm/jam
Wintrobe : 0 – 13 mm/jam
d. Leukosit (SDP) : Normalnya 10.000/ mm³. pada bayi preterm jumlah SDP
bervariasi dari 6.000 – 225.000/ mm³.
16
e. Trombosit : Rentang normalnya antara 60.000 – 100.000/ mm³.
f. Kadar serum / plasma pada bayi premature (1 minggu) adalah 14 – 27 mEq/ L
g. Jumlah eritrosit (SDM) darah lengkap bayi (1 – 3 hari) adalah 4,0 – 6,6 juta/mm³.
h. MCHC darah lengkap : 30% - 36% Hb/ sel atau gr Hb/ dl SDM
MCH darah lengkap : 31 – 37 pg/ sel
MCV darah lengkap : 95 – 121 µm³
i. Ph darah lengkap arterial prematur (48 jam) : 7,35 – 7,5
4) Pemeriksaan sinar sesuai kebutuhan
5) Penyimpangan darah tali pusat

2.1.8 Prognosis Bayi Baru Lahir Prematur

Prognosis bayi prematur tergantung dari berat ringannya. Masalah perinatal misalnya
masa gestasi (makin muda gestasi/ makin rendah berat bayi makin tinggi angka
kematian), asfiksia/iskemia otak, sindrom gangguan pernapasan, perdarahan
intraventrikuler, infeksi, gangguan metabolik (asidosis hipoglikemia,
hiperbilirubinia). Prognosis juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan
orang tua, dan perawatan pada masa kehamilan, persalinan dan postnatal (pengaturan
suhu lingkungan resusitasi, makanan, mencegah infeksi, mengatasi gangguan
pernapasan, asfiksia, hiperbilirubinia, hipoglikemia)
2.1.9 WOC

17
Faktor hamil: Stres hipotesis Faktor individu:

1. Pendarahan 1. Sosial ekonomi


antepartum 2. Infeksi kehamilan
2. PROM-preeklamsia (korioamnionitis,
3. Serviks inkompeten infeksi plasenta)
4. Hormon
esterogen/progresteron

Stres individu-sel

Fosfolipase A2, memicu


prostaglandin E-F2 dan
leukotrien B4

Reaksi serviks: Reaksi rahim:

Perlunakan karena Sensitivitas meningkat


prostaglandin, terhadap rangsangan,
relaksin, esterogen Ion Ca memicu IP3

Persalinan
prematur

Sistem pernapasan Sistem imun Sistem GI


imatur belum
sempurna
Reflek telan
imatur
Surfaktan Paru terisi Rentan terhadap
menurun cairan infeksi
Daya hisap
menurun
Ekspansi paru Cairan
BAB MK: Risiko infeksi
tidak 3 menumpuk
maksimal dijalan napas MK: Nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
MK: Pola nafas tidak MK: Gangguan bersihan
efektif jalan napas
18
2.2 BBL POSTMATUR

2.2.1 Definisi Bayi Baru Lahir Postmatur

Kehamilan yang berlangsung melebihi 42 minggu, antara lain kehamilan


memanjang, kehamilan lewat bulan, kehamilan postterm, dan pascamaturitas.
Kehamilan lewat bulan, suatu kondisi antepartum, harus dibedakan dengan
sindrom pasca maturitas, yang merupakan kondisi neonatal yang didiagnosis
setelah pemerikasaan bayi baru lahir. Definisi standar untuk kehamilan lewat
bulan adalah 294 hari setelah hari pertama menstruasi terakhir, atau 280 hari
setelah ovulasi. Istilah lewat bulan ( postdate) digunakan karena tidak menyatakan
secara langsung pemahaman mengenai lama kehamilan dan maturitas janin.
(Varney Helen, 2007).
Post-maturitas adalah suatu keadaan dimana bayi lahir setelah usia
kehamilan melebihi 42 minggu. Ketika usia kehamilan melewati usia 42 minggu
plasenta akan mengecil dan fungsinya menurun. Mengakibatkan kemampuan
plasenta untuk menyediakan makanan semakin berkurang dan janin akan
menggunakan persediaan lemak dan karbohidratnya sendiri sebagai sumber
energy. Sehingga laju pertumbuhan janin menjadi lambat. Jika plasenta tidak
dapat menyediakan oksigen yang cukup selama persalinan, bisa terjadi gawat
janin, sehingga janin menjadi rentan terhadap cedera otak dan organ
lainnya. Cedera tersebut merupakan resiko terbesar pada seorang bayi post-matur
dan untuk mencegah terjadinya hal tersebut, banyak dokter yang melakukan
induksi persalinan jika suatu kehamilan telah lebih 42 minggu.

2.2.2 Etiologi Bayi Baru Lahir Postmatur

Etiologinya masih belum pasti. Faktor yang dikemukakan adalah


hormonal yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah
cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang (Mochtar,
Rustam, 1999). Diduga adanya kadar kortisol yang rendah pada darah janin.
Selain itu, kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta juga diduga
berhubungan dengan kehamilan lewat waktu.
Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu,

19
kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen
dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya
dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh
kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%.Volume
air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini
merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian perinatal pada
bayi postmatur cukup tinggi : 30% prepartum, 55% intrapartum, 15% postpartum.

2.2.3 Patofisiologi Bayi Baru Lahir Postmatur

Penyebab daripada terjadinya bayi lahir postmatur adalah faktor hormonal,


yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan,
sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang (Mochtar, Rustam, 1999).
Diduga adanya kadar kortisol yang rendah pada darah janin. Selain itu, kurangnya
air ketuban dan insufisiensi plasenta juga diduga berhubungan dengan kehamilan
lewat waktu. Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu,
kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen
dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya
dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh
kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%.
Sehingga janin dapat mengalamo pengecilan ukuran janin dan kurang nutrisi.
Volume air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi pada organ
ginjal dan usus dari janin. Mekonium yang diaspirasi kembali oleh janin
mengakibatkan sindrom aspirasi mekonium yang dapat mengakibatkan
atelektasis. Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi yang tidak baik untuk
janin. Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi : 30%
prepartum, 55% intrapartum, 15% postpartum.

2.2.4 Manifestasi Klinis Bayi Baru Lahir Postmatur

Manifestasi yang mungkin terjadi antara lain :

1. Volume cairan amnion mengalami penurunan sekitar 300 ml


2. Cairan amnion keruh, terdapat feces bayi, resiko terjadi aspirasi
mekonium
3. O2 supply kepada jani mengalami penurunan: Resiko asfiksi
20
4. Hipoglikemy pada janin, akibat kurang asupan dan simpanan glukosa

Pada janin:
1. Janin tampak seperti berusia term/ cukup umur, namun terkadang tampak
telah tua 1-3 minggu
2. Janin panjang dan kurus (akumulasi lemak menurun), namun dapat pula
terjadi peningkatan berat janin
3. Kulit agak pucat dengan deskuamasi
4. Vernix casiosa menipis, kulit kering dan pecah-pecah
5. Kuku janin panjang terkadang terisi dengan mekonium
6. Terdapat akumulasi scalp pada rambut janin
7. Tali pusat layu dan berwarna kuning
8. Palpasi kepala janin mengeras

2.2.5 Komplikasi Bayi Bru Lahir Postmatur

Komplikasi yang dapat terjadi pada janin


1. Asfiksi
2. Sindroma aspirasi mekonium menyebabkan terhalangnya saluran napas
dan iritasi paru-paru sehingga pneumonia
3. Hipoglikemi, karena cadangan energy saat dilahirkan sangat rensdah
4. Status gizi janin buruk
5. Oligohidroamnion, amnion menjadi kentak karena aspirasi mekonium,
6. atelektasis
7. Makrosomia, apanila fungsi plasenta masih baik maka janin dapat
berkembang semakin besar hingga mencapai 4500 gram
8. Terjadi cacat kelahiran
Komplikasi pada Ibu
1. tulang tengkorak menjadi lebih keras yang menyebabkan terjadi distosia
persalinan, incoordinate uterina action, partus lama, meningkatkan
tindakan obstetrik dan persalinan traumatis / perdarahan postpartum akibat
bayi besar
2. Kecemasan terhadap kehamilan yang melewati taksiran persalinan,
menyebabkan peningkatan stress sehingga partus lama.
2.2.6 Penatalaksanaan Bayi Bru Lahir Postmatur
21
1. Setelah usia kehamilan lebih dari atau sama dengan 40-42 minggu
monitoring janin secara intensif
2. Nonstress test (NST) dapat dua kali dalam seminggu, yang dimulai saat
kehamilan berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan untuk
melakukan pilihan antara persalinan tanpa intervensi persalinan yang di
induksi atau secara sectio caesaria.
3. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan spontan
dapat ditunggu dengan pengawasan ketat
4. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau
sudah matang boleh dilakukan induksi persalinan spontan dengan
atau tanpa amniotomi. Bila :
a. Riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam
rahim. b. Terdapat hipertensi, pre-eklampsia.
c. Kehamilan ini adalah anak pertama karena
infertilitas. d. Pada kehamilan > 40-42 minggu

Pada persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa partus lama akan


sangat merugikan bayi, janin postmatur kadang-kadang besar dan
kemungkinan diproporsi sefalo-pelvik dan distosia janin perlu
dipertimbangkan (Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid I, 1998).

5. Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada :


a. Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum
matang
b. Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi
gawat janin, atau
c. Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-eklampsia,
hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas) dan kesalahan letak
janin.

6. Penatalaksanaan aktif pada kehamilan lewat bulan :


a. Induksi persalinan
Induksi persalinan adalah persalinan yang dilakukan setelah
servik matang dengan menggunakan prostaglandin E2 (PGE2) bersama
oksitosin, dan prostaglandin terbukti lebih efektif sebagai agens yang
mematangkan servik dibanding oksitosin.
Metode lain yang digunakan untuk menginduksi persalinan (
22
misalnya minyak jarak, stimulasi payudara, peregangan servik secara
mekanis), memiliki kisaran keberhasilan secara beragam dan atau
sedikit penelitian untuk menguatkan rekomendasinya.
b. Metode hormon untuk induksi persalinan :
a) Oksitosin yang digunakan melalui intravena dengan catatan
servik sudah matang.
b) Prostaglandin dapat digunakan untuk mematangkan
servik sehingga lebih baik dari oksitosin namun kombinasi
keduanya menunjukkan hal yang positif.
c) Misprostol adalah suatu tablet sintetis analog PGE1 yang
diberikan intravagina (disetujui FDA untuk mencegah ulkus
peptikum, bukan untuk induksi)
d) Predipil yakni suatu sintetis preparat PGE2 yang tersedia dalam
bentuk jel 0,5 mg deng diberika intraservik (disetujui FDA untuk
induksi persalinan pada tahun 1993)
e) Dinoproston
Merk dagang cervidil suatu preparat PGE2, tersedia dalam dosis 10
mg yang dimasukkan ke vagina ( disetujui FDA untuk induksi
persalinan pada tahun 1995).
c. Metode non hormon Induksi persalinan
1. Pemisahan ketuban
Prosedurnya dikenal dengan pemisahan atau mengusap ketuban
mengacu pada upaya memisahkan membran amnion dari bagian servik
yang mudah diraih dan segmen uterus bagian bawah.
Mekanisme kerjanya memungkinkan melepaskan prostaglandin ke
dalam sirkulasi ibu. Pemisahan hendaknya jangan dilakukan jika
terdapat ruptur membran yang tidak disengaja dan dirasa tidak aman
baik bagi ibu maupun bagi janin. Pemisahan memban serviks tidak
dilakukan pada kasus – kasus servisitis, plasenta letak rendah, maupun
plasenta previa, posisi yang tidak diketahui, atau perdarahan
pervaginam yang tidak diketahui.
2. Amniotomi yakni pemecahan ketuban secara sengaja
3. Pompa Payudara dan stimulasi puting.
Penggunaan cara ini relatif lebih aman karena menggunakan
23
metode yang sesuai dengan fisiologi kehamilan dan persalinan.
Penanganannya dengan menstimulasi putting selama 15 menit diselingi
istirahat dengan metode kompres hangat selama 1 jam sebanyak 3 kali
perhari.
4.Minyak jarak
Ingesti minyak jarak 60 mg yang dicampur dengan jus apel
maupun jus jeruk dapat meningkatkan angka kejadian persalinan
spontan jika diberikan pada kehamilan cukup bulan.
5. Kateter foley atau Kateter balon.
Secara umum kateter dimasukkan kedalam servik kemudian
balon di isi udara 25 hingg 50 mililiter untuk menjaga kateter tetap pada
tempatnya. Beberapa uji klinis membuktikan bahwa teknik ini sangat
efektif.
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Usia kehamilan ditentukan dengan menghitung HPHT (Hari Pertama


Haid Terakhir) di kurangi dengan hari pemeriksaan ibu. Usia kehamilan
diatas 42 minggu menandakan terjadinya Bayi Lahir Postmatur
2. Pemeriksaan antenatal yang teratur diikuti dengan tinggi dan naiknya
fundus uteri dapat membantu penegakan diagnosis Bayi Lahir Postmatur
3. Pemeriksaan rontgenologi pada janin dapat dijumpai telah terjadi
penulangan pada bagian distal femur, baguan proksimal tibia, tulang
kuboid diameter biparietal 9,8 atau lebih.
4. USG : ukuran diameter biparietal, gerakan janin yang mengalami
perubahan semakin aktif maupun semakin lemah dan jumlah air ketuban
mengalami penurunan.
5. Pemeriksaan sitologik air ketuban : air ketuban diambil dengan
amniosenteris baik transvaginal maupun transabdominal, kulit ketuban
akan bercampur lemak dari sel sel kulit yang dilepas janin setelah
kehamilan mencapai lebih dari 36 minggu. Air ketuban yang diperoleh
dipulas dengan sulfat biru Nil, maka sel – sel yang mengandung lemak
akan berwarna jingga.
- Melebihi 10% = kehamilan diatas 36 minggu
- Melebihi 50% = kehamilan diatas 39 minggu
24
6. Amnioskopi : melihat derajat kekeruhan air ketuban, tampak kekeruhan
karena bercampur mekonium
7. Kardiotografi: mengidentifikasi denyut jantung janin, penurunan DJJ
terjadi karena insufiensi plasenta
8. Uji oksitosin ( stress test), yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi
reaksi janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang
baik, hal ini mungkin janin akan berbahaya dalam kandungan dan dapat
segera dilakukan SC
9. Pemeriksaan kadar estriol dalam urin ibu
10. Pemeriksaan pH darah janin : menentukan derjat hipoksia,
mupun intrepretasi asidosis/alkalosis pada janin

2.2.8 Prognosis Bayi Baru Lahir Postmatur


Penyebab lahir matinya tidak mudah dipahami dan juga tidak ada
kesepakatan tentang pendekatan yang paling tepat guna mencegah kematian
tersebut. (Varney, Helen, 2007). Apabila kehamilan 42 minggu maka
prosentase kehidupan janin adalah 10,4 – 12%. Apabila kehamilan 43 minggu
prosentase kehidupan janin adalah 3,4 -4% ( Mochtar ,1998)

2.2.9 WOC

25
Faktor hormonal :
 Kadar progesteron
 Kortisol
Faktor herediter

Persalinan post matur

Bayi lahir post matur

Sindrom Aspirasi
Sindrom post maturitas
Mekonium

MK : Resiko Keracunan

Berat > 4000 Kehilangan Distress nafas Hipoksia akut


gram verniks kaseosa
dan maserasi

MK: Kelebihan MK: Gg. pola Kulit agak pucat


berat badan MK: Hipotermi napas
( Overweight )

MK :
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer

26
2.3 NRDS ( Neonatal Respiratory Disstres Syndrom )

2.3.1 Definisi NRDS

Respiratory Distress Syndrome ( RDS ) adalah perkembangan yang immatur pada


sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan
sebagai hyaline membran disease ( HMD ) (Suriadi, 2001).

Sindrom gawat napas (RDS) (juga dikenal sebagai idiopathic respiratory distress
syndrome) adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis, dan histologist yang terjadi
terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan yangkecil dan sulit
mengembang dan tidak menyisakan udara diantara usaha napas. Istilah-istilah Hyaline
Membrane Disease (HMD) sering kali digunakan saling bertukar dengan RDS (Bobak,
2005)

RDS adalah suatu sindrom kegawatan pada pernafasan yang terdiri atas gejala
dispneu, pernafasan cepat lebih dari 60 kali permenit, sianosis, merintih pada saat ekspirasi;
terdapat retraksi pada suprasternal, interkostal dan epigastrium. Pada penyakit ini terjadi
perubahan paru yaitu berupa pembentukan jaringan hialin pada membran paru yang rusak.
Kerusakan pada paru timbul akibat kekurangan komponen surfaktan pulmonal. Surfaktan
adalah suatu zat aktif yang memberikan pelumasan pada ruang antar alveoli sehingga dapat
mencegah pergesekan dan timbulnya kerusakan pada alveoli yang selanjutnya akan
mencegah terjadinya kolaps paru. (Yuliani, 2001).

Respiratory distress syndrome yang idiopatik atau hyaline membrane disease


merupakan keaadaan akut yang terutama ditemukan pada bayi premature saat lahir atau
segera saat lahir, lebih sering pada bayi dengan usia gestasi dibawah 32 minggu yang
mempunyai berat dibawah 1500 gram. Kira-kira 60% bayi yang lahir sebelum gestasi 29
minggu mengalami RDS.

2.3.2 Etiologi NRDS

RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan karena berbagai sebab yaitu:

1. kurangnya produksi surfaktan.


suatu zat aktif pada alveoli yang mencegah kolaps paru. Produksi surfaktan
ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin muda usia kehamilan, makin besar
pula kemungkinan terjadi RDS. Unsur utama surfaktan adalah

27
dipalmitilfosfatidilkolin (lesitin), fosfatidilgliserol,apoprotein (protein surfaktan = ps
A, B, C, D) dan kholesterol.

2. Kelainan bawaan/kongenital jantung atau paru-paru.


Bila bayi mengalami sesak napas begitu lahir atau 1-2 hari kemudian,
biasanya disebabkan adanya kelainan jantung atau paru-paru. Hal ini bisa terjadi
pada bayi dengan riwayat kelahiran normal atau bermasalah, semisal karena ketuban
pecah dini atau lahir prematur. Pada bayi prematur, sesak napas bisa terjadi karena
adanya kekurangmatangan dari organ paru-paru. Paru-paru harusnya berfungsi saat
bayi pertama kali menangis, sebab saat ia menangis, saat itu pulalah bayi mulai
bernapas. Tapi pada bayi lahir prematur, karena saat itu organnya tidak siap,
misalnya gelembung paru-paru tak bisa mekar atau membuka, sehingga udara tidak
masuk. Itu sebabnya ia tak bisa menangis. Ini yang namanya penyakit respiratory
distress syndrome (RDS). Tidak membukanya gelembung paru-paru tersebut karena
ada suatu zat, surfactan, yang tak cukup sehingga gelembung paru-paru atau unit
paru-paru yang terkecil yang seperti balon tidak membuka. Ibaratnya, seperti balon
kempis.

3. Kelainan pada jalan napas/trakea.


Kelainan bawaan/kongenital ini pun paling banyak ditemui pada bayi.
Gejalanya, napas sesak dan napas berbunyi “grok-grok”. Kelainan ini terjadi karena
adanya hubungan antara jalan napas dengan jalan makanan/esophagus. Kelainan ini
dinamakan dengan trackeo esophageal fistula. Akibat kelainan itu,ada cairan
lambung yang bisa masuk ke paru-paru. Tentunya ini berbahaya sekali. Sehingga
pada usia berapa pun diketahuinya, harus segera dilakukan tindakan operasi. Tak
mungkin bisa menunggu lama karena banyak cairan lambung bisa masuk ke paru-
paru. Sebelum operasi pun dilakukan tindakan yang bisa menolong jiwanya, misal
dengan dimasukkan selang ke jalan napas sehingga cairan dari lambung tak bisa
masuk. Biasanya sesak napasnya tampak begitu waktu berjalan 1-3 jam setelah bayi
lahir. Nah, bila ada sesak napas seperti ini, prosedur yang harus dilakukan adalah
dilakukan foto rontgen segera untuk menganalisanya.

4. Tersedak air ketuban.


Ada juga penyakit-penyakit kelainan perinatologi yang didapat saat kelahiran.
Karena suatu hal, misalnya stres pada janin, ketuban jadi keruh dan air ketuban ini
masuk ke paru-paru bayi. Hal ini akan mengakibatkan kala lahir ia langsung
28
tersedak. Bayi tersedak air ketuban akan ketahuan dari foto rontgen, yaitu ada
bayangan “kotor”. Biasanya ini diketahui pada bayi baru lahir yang ada riwayat
tersedak, batuk, kemudian sesak napasnya makin lama makin berat. Itulah mengapa,
pada bayi baru lahir kita harus intensif sekali menyedot lendir dari mulut, hidung
atau tenggorokannya. Bahkan jika tersedak air ketubannya banyak atau massive,
harus disedot dari paru-paru atau paru-parunya dicuci dengan alat bronchowash. Lain
halnya kalau air ketubannya jernih dan tak banyak, tak jadi masalah. Namun kalau
air ketubannya hijau dan berbau, harus disedot dan “dicuci” paru-parunya. Sebab,
karena tersedak ini, ada sebagian paru-parunya yang tak bisa diisi udara/atelektasis
atau tersumbat, sehingga menyebabkan udara tak bisa masuk. Akibatnya, jadi sesak
napas. Biasanya kalau di-rontgen,bayangannya akan terlihat putih. Selain itu, karena
tersumbat dan begitu hebat sesak napasnya,ada bagian paru-paru yang
pecah/kempes/pneumotoraks.

5. Pneumothoraks/pneumomediastinum
6. Aspirasi
2.3.3 Patofisiologi NRDS

Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat yang
disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas disebut
sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai
max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%). Peranan
surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan
mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan
menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :
1. Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan penimbunan asam
laktat asam organic > asidosis metabolic.
2. Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris > transudasi kedalam alveoli
> terbentuk fibrin > fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik > lapisan membrane
hialin.

Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantun, penurunan aliran darah
keparum, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang menyebabkan
terjadinya atelektasis.
2.3.4 Manifestasi Klinis NRDS

Menurut Martin, 1999 manifestasi klinis antara lain :

1. Kesulitan dalam memulai respirasi normal


29
2. Dengkingan (grunting) pada saat ekspirasi, diamati pada saat bayi tidak dalam
keadaan menangis (disebabkan oleh penutupan glotis) merupakan tanda/indikasi
awal penyakit, berkurangnya dengkingan mungkin merupakan tanda pertama
perbaikan.
3. Refraksi sternum dan interkosta
4. Nafas cuping hidung
5. Sianosis pada udara kamar
6. Respiarasi cepat atau kadang lambat jika sakit parah
7. Auskultasi; udara yang masuk berkurang
8. Edema ekstremitas
9. Pada foto rontgen ditemukan retikulogranular, gambaran bulat-bulat kecil dengan
corakan bronkogram udara.

 Kelainan-kelainan fisiologis:
 Daya kembang paru-paru berkurang hingga mencapai seperlima sampai
sepersepuluh nilai normal.
 Daerah paru-paru yang tidak mengalami perfusi luas mencapai 50-60%
 Aliran darah kapiler pulmonal kurang
 Ventilasi alveolus berkurang dan usaha nafas meningkat
 Volume paru-paru berkurang
Perubahan-perubahan ini menyebabkan hipoksemia, seringkali hiperkarbia
dan jika mengalami hipoksemia berat menimbulakan asidosis.

2.3.5 Komplikasi NRDS

Menurut Nelson, 2000 komplikasi yang dapat terjadi adalah :

1. Acidosis, baik respiratorik atau metabolik


2. Displasia bronchopulmonal
3. Apnoe
4. Merupakan penyabab kematian utama BBL dengan angka 30 % dari semua kematian
neonatus oleh RDS atau komplikasinya.
5. Ruptur alveoli Bila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi

30
dengan RDS yang tiba2 memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau
bradikardi.
2.3.6 Penatalaksanaan NRDS

a. Pemberian Surfaktan
Dosis yang digunakan bervariasi antara 100mg/kg sampai 200mg/kg. Dengan
dosis 100mg/kg sudah dapat memberikan oksigenasi dan ventilasi yang baik, dan
menurunkan angka kematian neonatus dibandingkan dosis kecil, tapi dosis yang
lebih besar dari 100mg/kg tidak memberikan keuntungan tambahan. Membaiknya
oksigenasi dan ventilasi lebih cepat dengan dosis 200mg/kg dibandingkan dosis
100mg/kg,tetapi pada penelitian yang dilakukan pada babi dengan RDS
berhubungan dengan meningkatnya perubahan aliran sistemik dan aliran darah ke
otak ( dikutip dari Moen,dkk 1998 ). Saat ini dosis optimum surfaktan yang
digunakan adalah 100mg/kg.
Sampai saat ini surfaktan diberikan secara injeksi bolus intratrakeal, karena
diharapkan dapat menyebarkan sampai saluran napas bagian bawah. Penyebaran
surfaktan kurang baik pada lobus bawah sehingga dapat menyebabkan penyebaran
yang kurang homogen (Oetomo,dkk 1990). Dengan pemberian secara bolus dapat
mempengaruhi tekanan darah pulmonar dan sistemik secara fluktuatif (Wagner,dkk
1996). Pemberian secara perlahan-lahan dapat mengurangi hal tersebut tapi dapat
menyebabkan inhomogen yang lebih besar dan memberikan respon yang kurang baik
(Segerer,dkk 1996). Menurut Henry,dkk 1996 pemberian surfaktan secara nebulasi
mempunyai beberapa efek samping pada jantung dan pernapasan tetapi kurang
dari 15% dosis ini akan sampai ke paru-paru. Berggren,dkk 2000 mengatakan bahwa
pemberian secara nebulasi pada neonatus kurang bermanfaat. Cosmi,dkk 1997
mengusulkan pemberian secara intra amnion akan tetapi tehnik tersebut sulit karena
harus memasukkan catheter pada nares anterior fetus dengan bantuan USG dan
penggunaan aminophilline pada ibu hamil tidak dianjurkan.
b. Memberikan Lingkungan yang Optimal

Suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan agar tetap dalam batas normal
(36,5°-37°C) dengan cara meletakkan bayi dalam inkubator. Kelembapan ruangan
juga harus adekuat

c. Pemberian Oksigen

31
Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati karena berpengaruh
kompleks pada bayi premature. pemberian oksigen yang terlalu banyak dapat
menimbulkan komplikasi seperti fobrosis paru,dan kerusakan retina. Untuk
mencegah timbulnya komplikasi pemberian oksigen sebaiknya diikuti dengan
pemeriksaan analisa gas darah arteri. Bila fasilitas untuk pemeriksaan analisis gas
darah arteri tidak ada, maka oksigen diberikan dengan konsentrasi tidak lebih dari
40% sampai gejala sianosis menghilang.
d. Pemberian Cairan dan Elektrolit
Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan
homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan glukosa 5-10%
dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat badan ialah 60-125
ml/kgBB/hari. Asidosis metabolic yang selalu dijumpai harus segera dikoreksi
dengan memberikan NaHCO3 secara intravena yang berguna untuk mempertahankan
agar pH darah 7,35-7,45. Bila tidak ada fasilitas untuk pemeriksaan analisis gas
darah, NaHCO3 dapat diberi langsung melalui tetesan dengan menggunakan
campuran larutan glukosa 5-10% dan NaHCO3 1,5% dalam perbandinagn 4:1
e. Pemberian antibiotic
Bayi dengan PMH perlu mendapat antibiotic untuk mencegah infeksi
sekunder. dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-100.000 U/kgBB/hari atau
ampisilin 100 mg/kgBB/hari, dengan atau tanpa gentamisin 3-5 mg/kgBB/hari.

2.3.7 Pemeriksaan Penunjang NRDS

1. Foto thoraks: Pemeriksaan radiologis, mula-mula tidak ada kelainan jelas pada foto
dada, setelah 12-24 jam akan tampak infiltrate alveolar tanpa batas yang tegas
diseluruh paru.
a. Pola retikulogranular difus bersama bronkhogram udara yang saling
b. tumpah tindih.
c. Tanda paru sentral batas jantung sukar dilihat, inflasi paru buruk.
d. Kemungkinan terdapat kardiomegali bila sistem lain juga terkena (bayi
e. dari ibu diabetes, hipoksia, gagal jantung kongestif ).
f. Bayangan timus yang besar.
g. Bergranul merata pada bronkhogram udara, yang menandakan penyakit
h. berat jika terdapat pada beberapa jam pertama.

32
2. Gas Darah Arteri menunjukan asidosis respiratory dan metabolik yaitu adanya
penurunan pH, penurunan PaO2, dan peningkatan PaCO2, penurunan HCO3.
3. Hitung darah lengkap,
4. Perubahan Elektrolit, cenderung terjadi penurunan kadar: kalsium, natrium, kalium
dan glukosa serum.
5. Biopsi paru , terdapat adanya pengumpulan granulosit secara abnormal dalam
parenkim paru.

2.3.8 Prognosis NRDS


Pada kasus RDS bila penanganan cepat dapat tertolong, bila tidak dapat terjadi komplikasi
dan kematian.
2.3.9 WOC

33
Persalinan prematur

Bayi prematur

Alveoli kecil
Reflek hisap
masih kurang
Produksi surfaktan
tidak adekuat
Intake nutrisi
tidak adekuat
Alveolus kolaps

MK: Nutrisi
kurang dari Ventilasi kurang
kebutuhan tubuh

Peningkatan usaha Hipoksia


napas

Cidera paru
Takipnea

Edema
MK: Pola nafas
tidak efektif
MK: Gangguan
pertukaran gas

34
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 ASKEP TEORI BBL PREMATUR

3.1.1 Pengkajian
1) Pengkajian Data
a. Nama Bayi : untuk menghindari kekeliruan
b. Tanggal lahir : untuk mengetahui usia neonatus
c. Jenis Kelamin : L/P
d. Umur
e. Alamat : untuk memudahkan dilakukan pengkajian
f. Identitas orang tua
Nama ibu/ ayah : untuk menghindari kekeliruan
Umur ibu : untuk mengetahui resiko tinggi kehamilan/ tidak
g. Agama : untuk memudahkan pemberian dukungan spiritual
h. Pendidikan : untuk memudahkan dalam pemberian KIE
i. Pekerjaan : untuk mengetahui tingkat sosial ekonomi
j. Alamat : untuk memudahkan pengkajian
2) Keluhan Utama
a. BB < 2500 gram
b. PB < 45 cm
c. UK < 37 minggu
3) Riwayat kesehatan sekarang
BBLR sering terjadi hipotermia, asfiksi dan infeksi.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Dalam keluarga klien ada yang menderita penyakit menular, menurun dan menahun
atau tidak.
5) Riwayat kehamilan dan persalinan
a. Riwayat prenatal
a) Hamil dengan hidramnion
b) Hamil ganda
c) Perdarahan antepartum
d) Komplikasi kehamilan, pre eklamsi, KPD

35
Pengkajian Primer

1) Sirkulasi
Nadi apikal mungkin cepat / tidak teratur dalam batas normal (120 sampai 160 dpm)
murmur jantung yang dapat menandakan duktus arteriosus paten
2) Makanan / Cairan
Berat badan kurang dari 2500 g
3) Neurosensori
a. Tubuh panjang, kurus, lemas dengan perut agak gendut
b. Ukuran kepala besar dalam hubungan dengan tubuh : sutura mungkin mudah di
gerakan, fontanel mungkin besar / terbuka lebar
c. Umumnya terjadi edema pada kelopak mata, mata mungkin merapat Reflek
tergantung pada usia gestasi
d. Pernafasan
e. Apgar score mungkin rendah
f. Pernafasan dangkal, tidak teratur, pernafasan diafragmatik intermiten (40-60 x/mnt)
mengorok, pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal subternal, sianosis ada.
g. Adanya bunyi ampelas pada auskultasi, menandakan sindrom distres pernafasan
(RDS)
4) Keamanan
a. Suhu berfluktuasi dengan mudah
b. Menangis mungkin lemah
c. Wajah mungkin memar, mungkin kaput suksedaneum
d. Kulit transparan
e. Lanugo terdistribusi secara luas diseluruh tubuh
f. Ekstremitas tampak edema
g. Garis telapak kaki terlihat
h. Kuku pendek
5) Seksualitas
Genetalia ; Labia minora lebih besar dari labia mayora dengan kritoris menonjol testis
pria tidak turun, rugae mungkin banyak / tidak ada pada skrotum
3.1.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik : Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram, panjang
badan sama dengan atau kurang dari 46 cm, lingkar kepala sama dengan atau kurang dari

36
33 cm, lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm, lingkar lengan atas, lingkar
perut, keadaan rambut tipis, halus, lanugo pada punggung dan wajah, pada wanita
klitoris menonjol, sedangkan pada laki-laki skrotum belum berkembang, tidak
menggantung dan testis belum turun., nilai APGAR pada menit 1 dan ke 5, kulit keriput.
1) Sistem sirkulasi/kardiovaskular : Frekuensi dan irama jantung rata-rata 120 sampai
160x/menit, bunyi jantung (murmur/gallop), warna kulit bayi sianosis atau pucat,
pengisisan capilary refill (kurang dari 2-3 detik).
2) Sistem pernapasan : Bentuk dada barel atau cembung, penggunaan otot aksesoris,
cuping hidung, interkostal; frekuensi dan keteraturan pernapasan rata-rata antara 40-
60x/menit, bunyi pernapasan adalah stridor, wheezing atau ronkhi.
3) Sistem gastrointestinal : Distensi abdomen (lingkar perut bertambah, kulit
mengkilat), peristaltik usus, muntah (jumlah, warna, konsistensi dan bau), BAB
(jumlah, warna, karakteristik, konsistensi dan bau), refleks menelan dan megisap
yang lemah.
4) Sistem genitourinaria : Abnormalitas genitalia, hipospadia, urin (jumlah, warna, berat
jenis, dan PH).
5) Sistem neurologis dan musculoskeletal : Gerakan bayi, refleks moro, menghisap,
mengenggam, plantar, posisi atau sikap bayi fleksi, ekstensi, ukuran lingkar kepala
kurang dari 33 cm, respon pupil, tulang kartilago telinga belum tumbuh dengan
sempurna, lembut dan lunak.
6) Sistem Integumen : Suhu kulit dan aksila, suhu lingkungan. Keadaan kulit (warna,
tanda iritasi, tanda lahir, lesi, pemasangan infus), tekstur dan turgor kulit kering,
halus, terkelupas.
3.1.3 Diagnosa Keperawatan
1) Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakadekutan kadar surfaktan
2) Ketidakefektifan pola nafas b.d imaturitas pusat pernafasan
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d imaturitas produksi enzim, reflek
lemah
4) Risiko tinggi kekurangan volume cairan b.d usia dan berat badan ekstrem (prematur,
dibawah 2500 g)
5) Risiko tinggi cidera kerusakan SSP b.d hipoksia jaringan
6) Risiko tinggi infeksi b.d respon imun imatur
7) Risiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d kulit tipis, kapiler rapuh dekan permukaan
kulit, tidak ada lemak subkutan di atas penonjolan tulang
37
8) Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan imatur sistem neurosensori
9) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia jaringan,
ketidakseimbangan metabolik (hiperbilirubin), hipoglikemia
3.1.4 Intervensi Keperawatan

Diagnosa 1. Kerusakan Pertukaran Gas b.d Ketidakadekutan Kadar


Surfaktan
KH : Mempertahankan kadar po2/pco2 dalam batas normal. Menderita RDS
minimal, dengann penuruna kerja pernapasan dan tidak ada morbiditas. Bebas dari
displasia bronkopulmonal
INTERVENSI RASIONAL

Mandiri 1. Persalinan yang lama meningkatakn resiko


hipoksia, dan depresi pernapasan dapat terjadi
1. Tinjau ulang informasi setelah pemberian atau pengunaan obat oleh ibu
yang berhubungan 2. Menandakan distres pernafasan, khususnya bila
dengan kondisi bayi, pernafasan lebih besar dari 60x/mnit setelah 5
seperti lama persalinan, jam pertama kehidupan pernafasan mengorok
tipe kelahiran, agar skor, menunjukan upaya untuk mempertahankan
kebutuhan tindakan ekspensi alveolar; pernafasan cuping hidung
resusitas saat kelahiran, adalah mekanisme kompensasi untuk
dan obat-obatan ibu yang menambah diameter hidung dan meningkatakan
di gunakan selama ke masukan oksigen. Krekels/ ronki dapat
hamilan / kelahirann, menandakan fasokontriksi pulmunal yang
termasuk betametason berhubungan dengan TDA, hipoksmia
2. Kaji status pernafasan, asedemia,atau imaturotas otot areterior, yang
perhatikan tanda-tanda gagal untuk kontriksi sebagai respons terhadap
disters pernafasan ( miss peningkatan lkdar oksigen
; retraksi, pernafasan 3. Memberika pemantaaun non infasiv konstan
cuping hidung , terhadap kadar oksigen, (catatan: insufisiensi
mengorok, retraksi, pulmonal biasanya memburuk 24-48 jam
ronki, atau krekels) pertama)
3. Gunakan pemantauan 4. Stres dingin menigkatkan konsumsi oksigen
oksigen transkuta atau bayi , dapat meningkatkan asidosis, dan
oksimeter nadi . catat selanjutnya kerusakan produksi surfaktan
kadar tiap jam, ubah sisi 5. Dehidrasi merusak kemampuan untuk
alat setiap 3-4 jam membersihkan jalan nafas saat mukus menjadi
4. Pertahankan kenetralan kental. Hidrasi berlebihan dapat memperberat
suhu dengan suhu tubuh infiltrat alveolar/ edema pulmonal. Penurunan
pada 97,7F (dalam 0,5F) berat badan dan peningkatan haluran irin daoat
5. Pantau masukan menandakan fase diuretik dari RDS, biasanya
haluaran cairan: timbang mulai pada 72-96 jam dan mendahului resolusi
berat badan sesuai kondisi
indikasi berdasarkan 6. Sianosis adalah tanda lanjut dari poa2 rendah
protokol dan tampak sampai ada sedikit lebih dari 3 g /dl.
6. Observasi terhadap Penurunan Hb pada darah arteri sentral atau 4-6
38
tanda-tanda vital dan g/dl pada darah kapiler, atau sampai satursai
lokasi sianosis oksigen hanya 75-85 % dengan kadar po2 42 -
41 mmHg
Kolaborasi 7. Kadar oksigen serum tinggi yang lama
7. Pantau pemberian diakibatkan dari IPPB dan PEEP(barotrauma)
oksigen dan durasi dapat meredisposisikan bayi pada displasia
pemberian bronkopulmonal
8. Berikan obat-obatan 8. Bila tindakan meningkatkan frekuensi
sesui indikasi: Natrrium pernapasan atau memperbaiki ventilasi tidak
bikarbonat cukup untuk memperbaiki asidosis. Penggunaan
natrium bikarbonat yang hati-hati dapat
mengembalikan ph ke dalam rentang normal.

Diagnosa 2. Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Imaturitas Pusat Pernafasan


KH : Mempertahankan pola pernafasan periodik ( periode apenik berakhir 5-10
dtk diikuti dengan periode pendek ventilasi cepat). Dengan membran mukosa
merah muda dan frekuensi jantung DBN.
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri 1. Menghilangkan mucus yang menyumbat
jalan napas
1. Hisap jalan nafas sesuai 2. Magnesium sulfat dan narkotik menekan
kebutuhan pusat pernafasan aktifitas SSP
2. Tinjau ulang riwayat ibu 3. Posisi ini dapat mempermudah pernafasan
terhadap obat-obatan yang dan menurunkan episode apneik, khususnya
dapat memperberat depresi pada adanya hipoksia, asidosis metabolik,
pernapasan pada bayi atau hiperkapnia
3. Posisikan bayi pada abdomen 4. Bahkan adanya sedikit peningkatan atau
atau posisi telentang dengan penurunan suhu lingkungan dapat
gulungan di bawah bahu menimbulkan apnea
untuk menghasilkan sedikit 5. Merangsang SSP untuk meningkatkan
hiperektensi gerakan tubuh dan kembalinya pernafasan
4. Pertahankan suhu tubuh spontan. Kadang-kadang, bayi mengalami
optimal kejadian apnea lebih sedikit atau tidak ada ,
5. Berikan rangsangan taktil atau bradikardia bila orangtua menyentuh
yang segera.( mis, gosokan dan bicara pada mereka
punggung bayi) bila terjadi
apnea. Perhatikan adanya
sianosis, bradikardi, atau
hipotonia. Anjurakan kontak
orang tua
Kolaborasi 6. Hipoksia, asidosis metabolik, hiperkapnia,
hipoglekimia, hipokalsemia,dan sepsis dapat
6. Pantau pemeriksaan memperberat serangan apneik. Toksisitas obat,
laboratorium (Mis,. GDA, yang menekan fungsi pernafasan dapat terjadi
glikosa serum, elekrolit, karena pernafasan dapat terjadi karena
kultur,mdan kadar obat) keterbatasan ekskresi dan waktu paruh obat
sesuai indikasi yang lama
7. Berikan oksigen sesuai 7. Perbaikan kadar oksigen dan
39
indikasi karbondioksida dapat meningkatkan
8. Berikan obat-obatan, sesuai pernfasan
indikasi: Natrium bikarbonat 8. Memperbaiki asidosis
9. Antibiotik 9. Mengatasi infeksi pernapasan atau sepsis
10. Kalsium glikonat 10. Hipokalsemia mempredisposisikan bayi
11. Aminoflin pada apnea
12. Pankuronium bromida 11. Dapat meningkat aktifitas pusat pernafasan
(pavulon) dan menurunkan sensitifitas terhadap
karbondiosida, menurunkan frekuensi
apnea
12. Mengakibatkan relaksasi otot rangka yang
mungkin perlu bila bayi scra mekanis
terventilasi
.
Diagnosa 3. Perubahan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh b.d
Imaturitas Produksi Enzim, Reflek Lemah
KH: Mempertahankan pertumbuhan dan peningkatan BB dalam kurva normal,
dengan penambahan BB tetap sedikitnya 20-30 g/hari. Mempertahankan glukosa
serum DBN dan keseimbangan nitrogen positif
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri 1. Menentukan metode pemberian makan
yang tepat untuk bayi
1. Kaji maturitas refleks 2. Pemberian makan pertama pada bayi stabil
berkenaan dengan pemberian yang memiliki peristaltik dapat dimulai 6-
makan (mis, menghisap, 12 jam setelah kelahiran. Bila distress
menelan, gag, dan batuk) pernapasan ada, cairan perenteral
2. Auskultasi terhadap adanya diindikasikan, dan cairan peroral harus
bising usus. Kaji status fisik ditunda
dan status pernapasan 3. Pemberian makan perselang mungkin perlu
3. Mulai pemberian makan untuk memberikan nutrisi yang adekuat
sementara atau dengan pada bayi yang telah mengalami koordinasi
menggunakan selang sesuai menghisap yang buruk dan refleks menelan
indikasi atau yang menjadi lebih selama pemberian
4. Kaji pernapasan yang tepat makan
dari selang pemberian makan 4. Pemasangan selang pada trakea yang tidak
pada bayi, gunakn prosedur tepat dapat menurunkan fungsi pernapasan.
pengkleman yang tepat untuk Bila 1 ml atau kurang aspirasi dari
mencegah masuknya udara lambung, penjumlahan ini harus dikurangi
kedalam lambung dari makanan yang akan diberi dan
5. Masukan ASI/formula dimasukan kembali kedalam selang. Bila >
dengan perlahan selama 20 2 ml diaspirasi, jadwal pemberian makan
menit pada kecepatan 1 perlu diubah
ml/menit 5. Pemasukan makanan ke dalam lambung
yang terlalu cepat dapat menyebabkan
respons balik cepat regurgitasi, peningkatan
resiko aspirasi, dan distensi abdomen,
semua ini menurunkan status pernapasan
40
Kolaborasi 6. Bayi < 1250g (2 lb 12 oz) diberi makan
setiap 2 jam, bayi antara 1500 dan 1800 d
6. Beri makan sesering (3 bl 8 oz – 4 lb) diberi makan setipa 3 jam
mungkin sesuai indikasi 7. Menggantikan simpanan nutrien rendah
berdasarkan BB bayi dan untuk meningkatkan keadekuatan nutrisi
perkiraan kapasitas lambung dan menurunkan resiko infeksi. Vitamin C
7. Berikan vitamin dan mineral, dapat menurunkan kerentanan pada anemia
khususnya vitamin A, C, D, hemolitik dan menghilangkan displasia
dan E, dan zat besi, sesuai bronkopulmonal dan fibroplasia retrolental.
indikasi Vitamin E membantu mencegah hemolisis
SDM

41
3.2 ASKEP TEORI BBL POSTMATUR

3.2.1 Pengkajian
1) Pengkajian Data
a. Nama Bayi : untuk menghindari kekeliruan
b. Tanggal lahir : untuk mengetahui usia neonatus
c. Jenis Kelamin : L/P
d. Umur
e. Alamat : untuk memudahkan dilakukan pengkajian
f. Identitas orang tua
a. Nama ibu/ ayah : untuk menghindari kekeliruan
b. Umur ibu : untuk mengetahui resiko tinggi kehamilan/ tidak
g. Agama : untuk memudahkan pemberian dukungan spiritual
h. Pendidikan : untuk memudahkan dalam pemberian KIE
i. Pekerjaan : untuk mengetahui tingkat sosial ekonomi
j. Alamat : untuk memudahkan pengkajian
2) Keluhan Utama
a. BB < 2500 gram
b. PB < 45 cm
c. UK > 42 minggu
3) Riwayat kesehatan sekarang
BBLR sering terjadi hipotermia, asfiksi dan infeksi.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Dalam keluarga klien ada yang menderita penyakit menular, menurun dan menahun
atau tidak.
5) Riwayat kehamilan dan persalinan
6) Riwayat prenatal
a. Hamil dengan hidramnion
b. Hamil ganda
c. Perdarahan antepartum
d. Komplikasi kehamilan, pre eklamsi, KPD

Pengkajian Primer

1) Sirkulasi

42
Nadi apikal mungkin cepat / tidak teratur dalam batas normal (120 sampai 160 dpm)
murmur jantung yang dapat menandakan duktus arteriosus paten
2) Makanan / Cairan
Berat badan kurang dari 2500 g
3) Neurosensori
a. Tubuh panjang, kurus, lemas dengan perut agak gendut
b. Ukuran kepala besar dalam hubungan dengan tubuh : sutura mungkin mudah di
gerakan, fontanel mungkin besar / terbuka lebar
c. Umumnya terjadi edema pada kelopak mata, mata mungkin merapat Reflek
tergantung pada usia gestasi
d. Pernafasan
e. Apgar score mungkin rendah
f. Pernafasan dangkal, tidak teratur, pernafasan diafragmatik intermiten (40-60 x/mnt)
mengorok, pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal subternal, sianosis ada.
g. Adanya bunyi ampelas pada auskultasi, menandakan sindrom distres pernafasan
(RDS)
4) Keamanan
a. Suhu berfluktuasi dengan mudah
b. Menangis mungkin lemah
c. Wajah mungkin memar, mungkin kaput suksedaneum
d. Kulit transparan
e. Lanugo terdistribusi secara luas diseluruh tubuh
f. Ekstremitas tampak edema
g. Garis telapak kaki terlihat
h. Kuku panjang
5) Seksualitas
Genetalia ; Labia minora lebih besar dari labia mayora dengan kritoris menonjol testis
pria tidak turun, rugae mungkin banyak / tidak ada pada skrotum

3.2.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik : Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram, panjang
badan sama dengan atau kurang dari 46 cm, lingkar kepala sama dengan atau kurang dari
33 cm, lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm, lingkar lengan atas, lingkar
perut, keadaan rambut tipis, halus, lanugo pada punggung dan wajah, pada wanita
43
klitoris menonjol, sedangkan pada laki-laki skrotum belum berkembang, tidak
menggantung dan testis belum turun., nilai APGAR pada menit 1 dan ke 5, kulit keriput.
7) Sistem sirkulasi/kardiovaskular : Frekuensi dan irama jantung rata-rata 120 sampai
160x/menit, bunyi jantung (murmur/gallop), warna kulit bayi sianosis atau pucat,
pengisisan capilary refill (kurang dari 2-3 detik).
8) Sistem pernapasan : Bentuk dada barel atau cembung, penggunaan otot aksesoris,
cuping hidung, interkostal; frekuensi dan keteraturan pernapasan rata-rata antara 40-
60x/menit, bunyi pernapasan adalah stridor, wheezing atau ronkhi.
9) Sistem gastrointestinal : Distensi abdomen (lingkar perut bertambah, kulit
mengkilat), peristaltik usus, muntah (jumlah, warna, konsistensi dan bau), BAB
(jumlah, warna, karakteristik, konsistensi dan bau), refleks menelan dan megisap
yang lemah.
10) Sistem genitourinaria : Abnormalitas genitalia, hipospadia, urin (jumlah, warna, berat
jenis, dan PH).
11) Sistem neurologis dan musculoskeletal : Gerakan bayi, refleks moro, menghisap,
mengenggam, plantar, posisi atau sikap bayi fleksi, ekstensi, ukuran lingkar kepala
kurang dari 33 cm, respon pupil, tulang kartilago telinga belum tumbuh dengan
sempurna, lembut dan lunak.
12) Sistem Integumen : Suhu kulit dan aksila, suhu lingkungan. Keadaan kulit (warna,
tanda iritasi, tanda lahir, lesi, pemasangan infus), tekstur dan turgor kulit kering,
halus, terkelupas.
3.2.3 Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakadekutan kadar surfaktan
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d imaturitas pusat pernafasan
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d imaturitas produksi enzim, reflek
lemah
4. Risiko tinggi kekurangan volume cairan b.d usia dan berat badan ekstrem (prematur,
dibawah 2500 g)
5. Risiko tinggi cidera kerusakan SSP b.d hipoksia jaringan
6. Risiko tinggi infeksi b.d respon imun imatur
7. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d kulit tipis, kapiler rapuh dekan permukaan
kulit, tidak ada lemak subkutan di atas penonjolan tulang
8. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan imatur sistem neurosensori

44
9. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia jaringan,
ketidakseimbangan metabolik (hiperbilirubin), hipoglikemia

3.2.4 Intervensi

1. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 berhubungan dengan asfiksia berat/ringan,


pernafasan tidak teratur, pernafasan cuping hidung, cyanosis, ada lendir pada hidung
dan mulut.

Tujuan : Kebutuhan O2 bayi terpenuhi.

Kriteria Hasil:

Pernafasan normal 40-60 kali permenit.


- Pernafasan teratur.
- Tidak cyanosis.
- Wajah dan seluruh tubuh
Berwarna kemerahan (pink variable).
- Gas darah normal
PH = 7,35 – 7,45
PCO2 = 35 mm Hg
PO2 = 50 – 90 mmHg
Intervensi Rasional
Letakkan bayi terlentang dengan alas Memberi rasa nyaman dan
yang data, kepala lurus, dan leher sedikit mengantisipasi flexi leher yang dapat
tengadah/ekstensi dengan meletakkan mengurangi kelancaran jalan nafas.
bantal atau selimut diatas bahu bayi
sehingga bahu terangkat 2-3 cm
Bersihkan jalan nafas, mulut, hidung bila
Jalan nafas harus tetap dipertahankan
perlu. bebas dari lendirdan mekonium untuk
menjamin pertukaran gas yang
sempurna.
Observasi TTV dan tanda-tanda cyanosis Deteksi dini adanya kelainan ataupun
tiap 4 jam penurunan kondisi pasien
Kolaborasi dengan team medis dalam Menjamin oksigenasi jaringan yang
pemberian O2 mask dan pemeriksaan kadar adekuat terutama untuk jantung dan otak
gas darah arteri. dan peningkatan pada kadar
P
C
O
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan keadaan umum lemah, 2
reflek menghisap lemah,
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi m
45 e
n
u
n
j
Kriteria Hasil:
- A : Berat badan normal sesuai usia
- B : Albumin 3,5 – 5,5 gr/dL
- C : Turgor elastic
- D : Kebutuhan ASI eksklusif terpenuhi

Intervensi Rasional
Monitor turgor dan mukosa mulut. Menentukan derajat dehidrasi dari
turgor dan mukosa mulut.
Monitor intake dan out put. Mengetahui keseimbangan cairan tubuh
(balance)
Beri ASI/PASI sesuai kebutuhan. Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara
adekuat.
Lakukan control berat badan setiap Penambahan dan penurunan berat badan
hari. dapat di monitor.
3. Gangguan hubungan interpersonal antara bayi dan ibu sehubungan
dengan perawatan intensif.

Tujuan :
Terjadinya hubungan batin antara bayi dan ibu.
Kriteria:
- Ibu dapat segera menggendong dan meneteki bayi.
- Bayi segera pulang dan ibu dapat merawat bayinya sendiri.

Intervensi Rasional
Jelaskan para ibu / keluarga tentang Ibu mengerti keadaan bayinya dan
keadaan bayinya sekarang. mengurangi kecemasan serta untuk
kooperatifan ibu/keluarga.
Bantu orang tua / ibu mengungkapkan Membantu memecah-kan permasalahan
perasaannya. yang dihadapi.
Orientasi ibu pada lingkungan rumah Ketidaktahuan memperbesar stressor
sakit.
Tunjukkan bayi pada saat ibu Menjalin kontak batin antara ibu dan
berkunjung (batasi oleh kaca pembatas). bayi walaupun hanya melalui kaca
pembatas.
Lakukan rawat gabung jika keadaan ibu Rawat gabung merupakan upaya
dan bayi jika keadaan bayi mempererat hubungan ibu dan
memungkinkan bayi/setelah bayi diperbolehkan pulang.

46
3.3 ASKEP TEORI NRDS

3.3.1 Pengkajian

1) Identitas : lengkap, termasuk orang tua bayi


2) Riwayat kesehatan :
a. Keluahan utama, terutama sistem pernafasan : cyanosis, grunting , RR,
cuping hidung
b. Riwayat kesehatan : terutama umur kehamilan dan proses persalinan

3.3.2 Pengkajian Fisik

1. Refleks

a. Refleks moro
Refleks moro adalah reflek memeluk pada saat bayi dikejutkan dengan tangan.
Pada By. C reflek moro (+) ditandai dengan ketika dikejutkan oleh bunyi yang
keras dan tiba – tiba bayi beraksi dengan mengulurkan tangan dan tungkainya
serta memanjangkan lehernya.
b. Refleks menggenggam
Reflek menggenggam pada By. C (+) tapi lemah, ditandai dengan membelai
telapak tangan,bayimenggenggam tangan gerakan tangan lemah.
c. Refleks menghisap
Reflek menghisap (+) ditandai dengan meletakan tangan pada mulut bayi, bayi
menghisap jari, hisapan lemah.
d. Refleks rooting
Reflek rooting (-) ditandai dengan bayi tidak menoleh saat tangan ditempelkan di
pipi bayi.
e. Refleks babynsky
Reflek babynsky (+) ditandai dengan menggerakan ujung hammer pada bilateral
telapak kaki.

2. Tonus otot
Gerakan bayi sangat lemah tetapi pergerakan bayi aktif ditandai dengan bayi sering
menggerek-gerakan tangan dan kakinya.

47
3. Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Letargi
Lingkar kepala : 33 Cm
Lingkar dada : 30 Cm
Panjang badan : 45 Cm
Berat badan : 2400 Gram
Suhu : 37,1 oC
Respiratory : 78 x/menit
Nadi : 154 x/menit
4. Kepala
Bentuk kepala Normochepal, lingkar kepala 33 cm, pertumbuhan rambut merata,
tidak ada lesi, tidak ada benjolan, fontanel anterior masih lunak, sutura sagital datar
dan teraba, gambaran wajah simetris terdapat larugo disekitar wajah dan badan.
5. Mata
Mata simetris, tidak ada pembengkakan pada kelopak mata, mata bersih tidak
terdapat sekret, mata bisa mengedip, bulu mata tumbuh, reflek kornea (+) reflek
terhadap sentuhan, reflek pupil (+) respon terhadap cahaya, replek kedip (+)
6. Telinga
Letak telinga kanan dan kiri simetris, lubang telinga bersih, tidak terdapat serumen,
tidak ada lesi, bentuk telinga baik, lunak dan mudah membalik, ( Cartilago car ) baik,
terdapat rambut larugo.
7. Hidung
Hidung bentuk simetris, terpasang O2 binasal 2 liter/menit, keadaan hidung bersih
tidak terdapat peradangan atau pembengkakan hidung, pernafasan cuping hidung
(PCH) (+).
8. Mulut
Bentuk bibir simetris, bibir terdapat bercak putih pada membran mukosa, Stomatitis
(-), refleks hisap (+),reflek rooting (-).
9. Dada dan Paru-paru
Dada simetris ( Sama antara kiri dan kanan ), bentuk dada menonjol, PX terlihat
jelas, bentuk dada burung ( pektus karinatum) pergerakan dada sama antara dada kiri
dan kanan, retraksi dinding dada (+), retraksi dinding epigastrium (+), frekuensi
nafas 78 x/menit, mamae bentuk datar, suara nafas rales (+)
48
10. Jantung
Nadi apikal 154 x/menit, bunyi jantung reguler BT1 + BT2, palapasi nadi brakhialis
(+) lemah, radialis (+) lemah, femoralis lemah dan nadi karotis (+)
11. Abdoment
Bentuk abdomen dan cekung pada bagian px, bising usus dapat terdengar 4x/menit,
tali pusay belum putus, keadaan kering, tidak terdapat kemerahan, tidak terdapat
haluaran nanah, perut diraba lunak, lingkar perut 38 cm tidak ada pembengkakan
hepar.
12. Genitalia
Lubang penis terdapat di gland penis, kedua testis dapat teraba pada scrorum.
13. Anus
Anus paten, ditandai dengan bayi sudah BAB, mekonium sudah keluar berwarna
hitam dan lembek
14. Punggung
Terdapat banyak rambut larugo, bentuk simetris, tidak terdapat ruam kemerahan atau
rush.
15. Ekstrimitas
Ekstrimitas dapat bergerak bebas, ujung jari merah muda/tidak sianosis, CRT dalam
waktu 2 detik, jumlah jari komplit, kaki sama panjang, lipatan paha kanan dan kiri
simetris, pergerakan aktif
16. Kulit
Warna kulit merah seluruh tubuh, sianosis (-), tidak terdapat tanda lahir, Skin Rush (-
), Ikterik (-), turgor kulit jelek, kulit longgar disebabkan karena lemak subkutan
berkurang, terdapat larugo.
17. Eliminasi
Eliminasi BAK 6-8 x/hari, BAB 2-4 x/hari
18. Suhu
Suhu tubuh 37,1 oC, Setting Inkubator 32 oC

3.3.3 Diagnosa
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis (defisiensi
surfaktan dan ketidakstabilan alveolar.
2) Hipotermia berhubungan dengan berada di lingkungan yang dingin

49
3) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-
alveolar
4) Resiko infeksi

3.3.4 Intervensi

DX1. Kerusakan pertukaran gas b.d perubahan mem-bran kapiler-alveoli


NOC NIC
Status Respirasi : Ventilasi (0403) Monitor Respirasi (3350) :
:
1. Monitor rata-rata irama, kedalaman dan usaha
- Pasien menunjukkan peningkatan untuk bernafas.
ventilasai dan oksigenasi adequat 2. Catat gerakan dada, lihat kesimetrisan,
berdasarkan nilai AGD sesuai penggunaan otot bantu dan retraksi dinding dada.
parameter normel pasien 3. Monitor suara nafas, saturasi oksigen, sianosis
4. Monitor kelemahan otot diafragma
5. Catat onset, karakteristik dan durasi batuk
6. Catat hasil foto rontgen
Menunjukkan fungsi paru yang
normal dan bebas dari tanda-tanda
distres pernafasan Terapi Oksigen (3320) :
1. Kelola humidifikasi oksigen sesuai peralatan
2. Siapkan peralatan oksigenasi
3. Kelola O2 sesuai indikasi
4. Monitor terapi O2 dan observasi tanda keracunan
O2

Manajemen Jalan Nafas (3140) :


1. Bersihkan saluran nafas dan pastikan airway
paten
2. Monitor perilaku dan status mental pasien,
kelemahan , agitasi dan konfusi
3. Monitor efek sedasi dan analgetik pada pola nafas
klien

Manajemen Asam Basa (1910) :


1. Kelola pemeriksaan laboratorium
Monitor nilai AGD dan saturasi oksigen dalam
batas normal
DX 2. Pola nafas tidak efektif b.d imaturitas (defisiensi surfaktan dan ketidak-stabilan
alveolar).

50
NOC NIC
Status Respirasi : Ventilasi (0403) Manajemen Jalan Nafas (3140) :
:
1. Bebaskan jalan nafas dengan posisi leher ektensi
1. Pernapasan pasien 30- jika memungkinkan.
60X/menit 2. Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Pengembangan dada simetris. dan mengurangi dispnea
3. Irama pernapasan teratur 3. Auskultasi suara nafas
4. Tidak ada retraksi dada saat 4. Monitor respirasi dan status oksigen
bernapas
5. Inspirasi dalam tidak ditemukan
Monitor Respirasi (3350) :
6. Saat bernapas tidak memakai
otot napas tambahan 1. Monitoring kecepatan, irama, kedalaman dan
7. Bernapas mudah upaya nafas.
8. Tidak ada suara napas tambahan 2. Monitor pergerakan, kesimetrisan dada, retraksi
dada dan alat bantu pernafasan
3. Monitor adanya cuping hidung
4. Monitor pola nafas : bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, respirasi kusmaul, apnea
5. Monitor adanya lelemahan otot diafragma
6. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan dan
ketidak adanya ventilasi dan bunyi nafas
DX 3. Hipotermia b.d berada di lingkungan yang dingin

NOC NIC
Termoregulasi Neonatus (0801) : Pengobatan Hipotermi (3800) :
1. Suhu axila 36-37˚C 1. Pindahkan bayi dari lingkungan yang dingin ke
2. RR : 30-60 X/menit dalam lingkungan / tempat yang hangat (didalam
3. Warna kulit merah muda inkubator atau lampu sorot)
4. Tidak ada distress respirasi 2. Segera ganti pakaian bayi yang dingin dan basah
5. Tidak menggigil dengan pakaian yang hangat dan kering, berikan
6. Bayi tidak gelisah selimut.
7. Bayi tidak letargi 3. Monitor gejala dari hopotermia : fatigue, lemah,
apatis, perubahan warna kulit
4. Monitor status pernafasan
5. Monitor intake dan output

51
3.4 Askep Kasus NRDS

KASUS RDS

Selasa, 5 january 2010 di rumah sakit Kartini Jepara , tepat pukul 00.00 Wib nyonya Diah
melahirkan anak pertamanya, seorang bayi perempuan dengan berat badan 1500 gram,
panjang 38 cm dan air ketuban berwarna jernih. Nyonya diah melahirkan secara spontan
dengan gravidarum II, usia kehamilan 28 minggu. Bayi lahir dalam keadaan yang
memperihatinkan, keadaan umum tampak lemah,gerakannya pun tampak lemah, mukosa
bibir tampak pucat, frekuensi nafas 55 X/menit dan terdengar suara meringis saat bernafas
dan bayi Nyonya Diah dimasukkan inkubator.

Setelah 5 hari dalam inkubator bayi menurut keterangan perawat yang merawat bayi kami,
mengalami penurunan, BB menjadi 1300 gram dan nafas 60 X/menit, Nadi 140 X/menit,
bayi tampak lemah dan oleh dokter dikatakan mengalami BBLR dan Distress pernafasan.
Dan denagn segera mendapat pertolongan. Bayi diberikan surfaktan melalui NGT. Sampai
saat ini belum ada kepastian dari pihak RS tentang bayi kami.

3.4.1 Pengkajian

Anamnesa
a. Biodata
Data bayi
Nama : By. N
Umur : 0 th
Jenis kelamin : perempuan
Tanggal Lahir : 5 Januari 2010
Tanggal MRS : 5 Januari 2010
Dx medis : BBLR dan Disstress Pernafasan
Alamat : Jepara
b. Keluhan Utama
Sesak, kelemahan
c. Riwayat penyakit sekarang
Bayi lahir dalam keadaan yang memperihatinkan, keadaan umum tampak
lemah,gerakannya pun tampak lemah, mukosa bibir tampak pucat,
frekuensi nafas 55 X/menit dan terdengar suara meringis saat bernafas

52
dan bayi Nyonya Diah dimasukkan inkubator.
d. Riwayat penyakit masa lalu
-
e. Riwayat penyakit keluarga
-
f. Riwayat alergi
-

3.4.2 Pemeriksaan Fisik

B1 : RR 55x/menit (dipsneu )
B2 : Pucat, ekebiruan, hipoksia, suhu badannya 360C, conjungtiva
anemis, CRT > 3 Detik, pucat, BP: 100/56 (bradicardy), nadi
140x/menit
B3 : Babinsky (+), Brudziski (-), Patella (+)
B4 : normal, lengkap, bayi telah mengeluarkan feces
B5 : BBLR = 1300 gr, bayi tampak lemah dan tidak kuat menghisap,
B6 : normal
Tanda-tanda Vital
T: 36 C N: 140x/menit R: 60x/menit BP:100/56

3.4.3 Analisa Data


Data fokus Etiologi Masalah
1. Do.
· Penurunan BB Imaturitas sistem Pemenuhan kebutuhan
bayi dari 1500 gram pencernaan nutrisi kurang
menjadi 1300 gram
· Bayi terlihat lemah
· Gerakan bayi
lemah
Ds.
· Perawat
mengatakan bayi
mengalami penurunan
BB

53
2. Do.
· Frekuensi nafas Defisiensi surfaktan Pola napas tidak efektif
60x/ menit
· Nadi 140 x/menit
· Pemberian
surfaktan
Ds.
· Suami nyonya
Diah mengatakan
terdengar Suara meringis
saat bernafas

3.4.4 Diagnosa

1. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan imaturitas


sistem pencernaan.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas paru dan defisiensi surfaktan

3.4.5 Intervensi

54
No Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
keperawatan hasil

1. Gangguan Setelah dilakukan 1. Pemberian minuman 1. Menghindari


pemenuhan nutrisi asuhan keperawatan dimulai pd waktu abyi terajdinya
kurang dari diharapkan bayi berumur 3 jam dengan hipoglikemi dan
kebutuhan mendapat nutrisi jumlah cairan pertama kali hiperbilirubinme
berhubungan dengan yang adekuat dan 1-5 ml/jam dan jumlahnya
imaturitas sistem menunujukan dapat ditambah sedikit-
pencernaan pertambahan BB yang demi sedikit setiap 12 jam.
tepat dengan kriteria
2. Sebelum pemberian 2. Untuk
hasil:
minuman pertama harus mengetahui ada
· Bayi menunjukan dilakukan penghisapan tidaknya atresia
penambahah BB yang cairan lambung. esophagus dan
mantap (20-30 gram) mencegah muntah.
per hari
3. Untuk
3. Pemberian minuman
· Otot kuat menghindari bayi
sebaiknya sedikit demi
tersedak.
· Lingkar lengan > sedikit tapi frekuensinya
9,5 cm lebih sering .
· Lingkar dada > 4. Banyaknya cairan yang
33 cm diberikan 60
ml/kg/BB/hari sampai 4. Untuk menjaga
akhir minggu kedua. nutrisi yang ade
kuat

5. Bila bayi belum dapat


ASI, ASI dipompa dan
dimasukan kedalam botol 5. Agar bayi tidak
steril. mengalami diare
dan susu bisa lebih
dicerna.

6. Bila ASI tidak ada


maka diganti dengan susu
buatan yang mengandung 6. Untuk menjaga
lemak dan mudah dicerna nutrisi dan cairan
yang mengandung 0 kalori bayi yang ade kuat.
/ 30ml air atau 110
kkal/kg/BB/hari
7. Gunakan makanan
nasogastrik bila bayi
mudah lelah, mengalami

55
penyakit hisapan, reflek 7. Agar susu lebih
muntah dan menelan yang mudah dicerna.
lemah.

2. 1. Pola napas tidak Tujuan : 1. Posisikan untuk 1. Karena posisi


efektif berhubungan pertukaran udara yang ini menghasilkan
Setelah dilakukan
dengan imaturitas optimal: perbaikan
asuhan keperawatan
paru dan defisiensi oksigenasi,
diharapkan bayi · Tempatkan pada
surfaktan mengatur pola tidur
mampu posisitelungkup bila
atau istirahat dan
mungkin
1. menunjukan pola mencegah adanya
napas yang adekuat. · Tempatkan pada posisi penyempitan jalan
terlentang pada posisi napas.
2. Menunjukan
mengendus dengan leher
frekuensi dan pola
sedikit ekstensi dan hidung
napas dalm batas yang
menghadap keatas.
sesuai usia dan BB
dengan kriteria hasil. 2. Karena akan
mengurangi
· BBL frek napas 30- 2. Hindari heperektensi
diameter trachea
60x/menit leher
3. Untuk
· Frek napas saat 3. Observasi adanya
mengenali tanda-
tidur 35x/menit penyimpangan dari fungsi
tanda disetress
pernapasan misal
mengorok, sianosis,
pernapasan cuping
4. Untuk
hidung,apnea.
menghilangkan
4. Lakukan penghisapan mukus yang
terakumulasi dari
nasofaraing trachea
dan selang
endotracheal
5. Untuk
memastikan jalan
napas bersih.

5. Penghisapan
endotracheal sebelum 6. Untuk
pemberian surfaktan menghemat
penggunaan O2

6. Petahankan suhu
lingkungan yang netral

56
Kolaborasi: 1. Untuk
menurunkan
1. Beri surfaktan sesuai
tegangan
222petunjuk pabrik.
permukaan alveolar
2. Untuk
meningkatkan
absorbsi kedalam
2. Hindari penghisapan alveolar
sedikitnya 1 jam setelah
pemberian surfaktan 3. Untuk
mempertahankan
3. Lakukan regimen yang konsentrasi O2
diresepkan untuk terapi
suplemental
4. Untuk
memantau respon
4. Pantau pertukaran gas bayi terhadap terapi

57
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Persalinan premature adalah persalinan dengan berat bayi kurang dari 2500
gram dan usia kehamilannya antara 22 – 37 minggu serta dengan organ vital yang belum
sempurna. Penyebab persalinan prematur dapat dibagi menjadi dua kelomok, yaitu
penyebab fisiologis dan non fisiologis. Factor predisposisi dari persalinan prematur antara
lain : riwayat persalinan preterm sebelumnya, amnionis, infeksi saluran kencing, bayi
kembar, anomaly uterus, fibroid, SC, factor biological, riwayat perdarahan, peningkatan
BB tidak adekuat, AKDR masih didalam rahim, penaykit resus, kematian fetus, social
ekonomi, psikologi dan adat istiadat. Klasifikasi persalinan prematur dibagi berdasarkan
periode gestasi dan berdasarkan berat lahir. Penampilan bayi prematur dapat dilihat dari
ukuran fisik dan penampilan fisik. Angka kelangsungan hidup bayi premature bergantung
pada etiologi, hasil akhir, dan resiko kekambuhan. Akan tetapi, persalinan prematur dapat
dicegah. Penatalaksanaan persalinan prematur harus berada di tempat yang memiliki
fasilitas perawatan neonatus. Model pelahiran bergantung pada presentasi janin. Seksio
sesarea juga diindikasikan apabila ditemukan ganguan pada ibu atau janin.
4.2 Saran
a. Menghindari faktor resiko yang dapat menyebabkan BBLR Prematur, Postmatur dan
NRDS.
b. Apabila gejala BBLR Prematur, Postmatur dan NRDS mulai muncul sesegera
mungkin bawalah ke rumah sakit terdekat untuk mendapat pertolongan lebih lanjut
agar tidak terjadi komplikasi pada hati dan ginjal.

58
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Alwinsyah dkk. 2014. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS).

Asrining S et al 2002, Perawatan Bayi Risiko Tinggi, Jakarta, EGC

Boback 2004, Keperawatan Maternitas, Ed. 4, Jakarta, EGC.


Doenges, Marilynn E 2001, Rencana Perawatan Maternal, Ed. 2, Jakarta, EGC.
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan: RSHAM
Harris LL, Stark AR. Meconium aspiration. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR,
penyunting. Manual of neonatal care. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincot Williams &
Wilkins;2008. h.403-6.

Holmes, Debie 2011, Buku Ajar Ilmu Kebidanan, Jakarta, EGC

Hudak & Gallo, ( 1997 ), Keperawatan kritis : suatu pendekatan holistic, EGC, Jakarta

Manuaba, I.B.G.et al 2007, Pengantar Kuliah Obstetri, Jakarta, EGC

Muttaqin, Arif. 2009.Buku Ajar Asuhan Keperawata Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan; Salemba Medika.

Saccharin, Rossa M 2004, Prinsip Keperawatan Pediatrik, Ed. 2, Jakarta, EGC.


Smeltzer, S C. et al 2010, Brunner & Suddarth’s textbook of medical-surgical nursing,
Wolters Kluwer Health / Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia

Soepardan, Suryani 2008, Konsep Kebidanan, Jakarta, EGC

Wheeler, D S. et al 2014, Pediatric Critical Care Medicine, Springer, Verlag London

Wong, Donna, L 1990, Wong & Whaley’s Clinical Man

59

You might also like