You are on page 1of 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)


2.1.1 Definisi
Infeksi Saluran Pernapasan Akut atau dikenal dengan istilah
Acute Respiratory Infection (ARI). Infeksi ialah peristiwa masuk dan
penggandaan mikroorganisme (agen) di dalam tubuh pejamu (host),
sedangkan penyakit infeksi merupakan manifestasi klinik bila terjadi
kerusakan jaringan dan atau fungsi bila reaksi radang pejamu terpanggil.
ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai
14 hari, dimana secara klinis suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi
yang terjadi di setiap bagian saluran pernafasan dengan berlangsung
tidak lebih dari 14 hari.1
2.1.2 Etiologi
Penyakit ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, atau
protozoa. Virus yang termasuk penggolong ISPA adalah Rinovirus,
Coronavirus, Adenovirus, dan Coksakievirus, Influenza, Virus Sinsisial
Pernapasan. Virus yang mudah ditularkan melalui ludah yang
dibatukkan atau dibersinkan oleh penderita adalah virus Influenza, virus
sinsisial pernapasan, dan Rinovirus. Etiologi ISPA terdiri dari 300 lebih
jenis virus, bakteri dan riketsia serta jamur. Virus penyebab ISPA antara
lain golongan miksovirus (termasuk didalamnya virus influensa, virus
para-influensa dan virus campak), adenovirus. Bakteri penyebab ISPA
misalnya streptokokus hemolitikus, stafilokokus, pneumokokus,

hemofilus influenza, Bordetella pertussis, Korinebakterium difteria.1


2.1.3 Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya ISPA adalah terdapatnya bakteri-bakteri
penyebab ISPA dan menyerang manusia. Faktor genetik dalam keadaan
umum seperti keadaan kesehatan, sosial, dan kondisi lingkungan. Faktor
lainnya adalah makanan yang tidak mencukupi, perumahan yang buruk,
dan kepadatan penduduk berkontribusi dalam berkurangnya ketahanan
tubuh. Faktor risiko terjadinya ISPA secara umum yaitu:
a. Faktor individu
Penyakit kronis pada saluran nafas terutama penyakit paru
obstruksi kronis (PPOK) dan asthma meningkatkan resiko pneumonia
sebanyak 3-4 kali lipat. Sebanyak 1/3-1/2 kasus pneumonia didahului
dengan riwayat infeksi saluran nafas atas dan infeksi virus dengan
prognosis yang lebih buruk. Teknik diagnostik dan terapeutik pada
saluran nafas dapat menyebabkan kontaminasi, mengganggu
penghalang aspirasin alami yaitu epiglotis dan mendestruksi epitel
saluran nafas sehingga menfasilitasi infeksi.2
Pasien refleks gastroesofagus dan ulkus gastroduodenum
dengan resiko pneumonia harus menghindari atau merendahkan dosis
obat pengurangan asam lambung terutama PPI karena pengurangan
asam lambung yang berfungsi dalam bakteriosidal dapat menfasilitasi
kolonisasi patogen di saluran cerna atas dan saluran nafas atas. Pasien
HIV dan AIDS sering menderita pneumonia oleh kuman pneumocystis
jarovicii, Mycobakterium, Cytomegalovirus, Aspergillus dan
Toxoplasma gondii. Penyakit imunodefisiensi lain termasuk kanker
terutama leukemia dan Hodgkin’s limfoma, kemoterapi dan
transplantasi organ. Pasien dengan riwayat operasi misalnya operasi
yang mengganggu mekanisme batuk, splenektomi, aneurisme aorta
abdomen juga beresiko. 2
Efek imunosupresif kortikosteroid oral yang meningkatkan
resiko dan keparahan infeksi juga berhubungan dengan terjadinya
pneumonia. Pasien yang mendapat terapi antibiotik dalam 90 hari
terakhir juga beresiko karena penggunaan antibiotik yang tidak benar
dapat meningkatkan resistensi bakteri terhadap antibiotik dan
mengganggu flora normal bakteri pada tubuh manusia. Riwayat rawat
inap mempunyai resiko pneumonia yang tinggi jika keadaan
kemungkinan terjadinya aspirasi misalnya gangguan kesadaran,
penderita yang sedang diintubasi, penderita stroke, pasien dengan
disfagia atau posisi pasien yang salah. Dementia juga menyebabkan
disfagia dan sulit menelan sehingga dapat terjadi pneumonia. 2

b. Faktor lingkungan
Kondisi lingkungan (polutan udara, kepadatan anggota
keluarga, keterbatasan tempat penukaran udara bersih /ventilasi,
kelembaban, kebersihan, musim, temperatur), ketersediaan dan
efektivitas pelayanan kesehatan dan langkah pencegahan infeksi
untuk mencegah penyebaran.7
1) Pencemaran udara dalam rumah
Pajanan terhadap gas emisi industri atau jalan
raya juga merupakan ancaman yang signifikan.7
Pencemaran udara dalam rumah (indoor pollution)
disebabkan oleh berbagai macam zat kimia seperti
Carbon monoksida (gas yang tidak berbau), Nitrogen
dioksida (asap yang ditimbuklan oleh emisi bahan bakar
masak), asap rokok atau asap yang di keluarkan
seseorang dengan campuran partikel yang bersifat
toksik, radon (zat radioaktif), formaldehyde (zat yang
dikluarkan saat membuat suatu produk consumer5,6
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan
bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat
merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan
memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada
rumah yang ventilasinya kurang dan dapur terletak di
dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur.1,7
2) Ventilasi rumah
Ventilasi udara yang dibuat serta pencahayaan di dalam
rumah sangat diperlukan karena akan mengurangi polusi
asap yang ada di dalam rumah sehingga dapat mencegah
seseorang menghirup asap tersebut yang lama kelamaan
bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA. Luas
penghawaan atau ventilasi rumah yang permanen
minimal 10% dari luas lantai.1
3) Kepadatan hunian rumah
Aturan luas rumah yang sehat untuk memenuhi
kebutuhan minimal 9 m2 untuk per jiwa atau per orang,
sehingga jika dalam satu rumah berisi 4 orang maka luas
rumah yang ideal berkisar 36 m2. Kepadatan tempat
tinggal atau keadaan rumah yang sempit dengan jumlah
penghuni rumah yang banyak akan berdampak
kurangnya oksigen di dalam rumah. 8,9

Semakin banyak jumlah penghuni ruangan tidur


atau dengan penghuni lebih dari 2 orang dalam ruang tidur
maka semakin cepat udara ruangan mengalami
pencemaran gas atau bakteri, selain itu juga
memperhambat proses penukaran gas udara bersih yang
dapat menyebabkan penyakit ISPA.10
c. Faktor perilaku
Perilaku sehat adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan
berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan

kesehatan.11 Klasifikasi perilaku kesehatan dibagi menjadi 3

bagian yaitu perilaku pemeliharaan kesehatan dengan


mengusahakan seseorang untuk menjaga kesehatannya agar tidak
sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit seperti perilaku
pencegahan dan penyembuhan serta perilaku meningkatkan gizi
agar tidak mudah terserang penyakit. Perilaku pencarian dan
penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau perilaku
pencarian pengobatan, serta perilaku kesehatan lingkungan yaitu
dengan menjaga lingkuangan agar lingkungaan tetap bersih dan

sehat.12

Faktor risiko yang dimiliki pada pasien ini yaitu dari aspek
lingkungan tempat tinggal, pekerjaan dan kebiasaan. Pasien tinggal
pada lingkungan rumah di perkebunan sawit dan terletak di pinggir
jalan sehingga polusi dari debu dan kendaraan masuk ke rumah.
Serta ventilasi dan pencahayaan di rumah pasien kurang baik,
sehingga polusi dan debu yang masuk terperangkap di rumah.
Berdasarkan aspek pekerjaan, pasien berkerja sebagai buruh tani
sawit,, dimana pasien melakukan pekerjaan seperti memupuk sawit,
menyemprot rumput ilalang dan memanen sawit dimana pekerjaan
pasien tersebut kontak dengan zat-zat kimia.
Berdasarkan aspek kebiasaan, pasien memiliki kebiasaan
merokok sejak kurang lebih 10 tahun yang lalu sebanyak 1 bungkus
(16 batang) per hari. Indeks Brinkman (IB) pada pasien ini dihitung
berdasarkan jumlah batang rokok yang dikonsumsi per hari dikali
lama merokok. IB pada pasien ini 160, sehingga pasien
dikategorikan sebagai perokok ringan.24

2.1.4 Penularan
Penularan ISPA adalah melalui udara yang tercemar dan masuk
ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan. Penyebaran di udara
umumnya berbentuk aerosol yakni suatu suspensi yang melayang di
udara. Aerosol merupakan bentuk dari penyebab penyakit tersebut ada
dua, yakni: droplet nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan yang
dikeluarkan dari tubuh berupa droplet dan melayang di udara) dan dust
(campuran antara bibit penyakit yang melayang di udara).1 Cara
penularan utama sebagian besar ISPA adalah melalui droplet, tapi
penularan melalui kontak (termasuk kontaminasi tangan yang diikuti
oleh inokulasi tak sengaja) dan aerosol pernapasan infeksius berbagai
ukuran dan dalam jarak dekat dapat juga terjadi untuk sebagian
patogen.7
Pada kasus ini tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan
keluhan yang serupa. Namun pasien diberikan edukasi tentang etika
batuk dan cuci tangan yang benar serta menggunakan masker selama
masih sakit untuk mencegah penularan kepada anggita keluarga yang
lain.

2.1.5 Klasifikasi
Infeksi saluran pernapasan akut memiliki berbagai macam
jenisnya. Berdasarkan letaknya terbagi menjadi infeksi di saluran
pernapasan atas, sindrom croup (terdiri dari epiglotis, laring dan trakea),
dan saluran pernapasan bawah (terdiri dari bronkus dan bronkiolus.
Infeksi saluran pernapasan atas terdiri dari pilek (nasofaring), faringitis,
influenza. Sindrom croup terdiri dari laringitis akut, laringitis
spasmodik akut, epiglotitis akut, dan trakeitis akut. Infeksi saluran
pernapasan bawah terdiri dari bronchitis pneumoni, TBC, dan aspirasi
substansi asing.13

2.1.6 Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya
mikroorganisme seperti virus atau bakteri dengan tubuh. Masuknya
mikroorganisme sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan
silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas
mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks
spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak
lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan.14,15,16
Iritasi mikroorganisme pada kedua lapisan tersebut
menyebabkan timbulnya batuk kering. Kerusakan stuktur lapisan
dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar
mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga
terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan
cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga
pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah
batuk.14,15,17
Adanya infeksi mikroorganisme merupakan predisposisi
terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi
kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme
perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga
memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran
pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus
influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut.
Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah
banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas
dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini
dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan
malnutrisi. 14
Mikroorganisme yang menyerang saluran nafas atas dapat
menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat
menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas
bawah. Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas
bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam
saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi

paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri.14,15,18,19

Perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat


tahap, yaitu:,14,20
a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita
belum menunjukkan reaksi apa-apa.
b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan
mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan
daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.
c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.
Timbul gejala demam dan batuk.
d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat
sembuh sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis
dan dapat meninggal akibat pneumonia.
Pada kasus ini pasien awalnya pasien mengeluhkan batuk dan
demam keluhan ini disertai dengan nyeri kepala, badan terasa lemas
dan nafsu makan menurun.
keluhan tersebut berlangsung selama dua minggu kemudian pasien
merasakan sesak nafas yang semakin memberat saat pasien batuk.

2.1.7 Gambaran klinis


Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah
rinitis, nyeri tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental,
nyeri retrosternal dan konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7
hari disertai malaise, mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan
insomnia. Bila peningkatan suhu berlangsung lama biasanya
menunjukkan adanya penyulit.21

Tanda dan gejala menurut klasifikasi adalah:13


a. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan
dinding dada kedalam (chest indrawing).
b. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
c. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa
disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa
napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong
bukan pneumonia

Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis


dan tanda-tanda laboratorium.19
Tanda-tanda klinis :
1. Pada sistem respiratorik adalah: takipnea, napas tak
teratur (apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping
hidung, sianosis, suara napas lemah atau hilang, grunting
expiratory dan wheezing.
2. Pada sistem kardial adalah: takikardi, bradikardi,
hipertensi, hipotensi dan cardiac arrest.
3. Pada sistem serebral adalah : gelisah, mudah
terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung,
kejang dan koma.
4. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
2.1.8 Penegakan Diagnosis
Berdasarkan keluhan utama yang ada harus diketahui dan
didapatkan kronologi mengenai keadaan pasien sejak sebelum terdapat
keluhan sampai dibawa ke dokter. Setelah keluhan utama disampaikan,
selanjutnya perlu ditahui sudah sejak kapan keluhan itu berlangsung dan
sudah berapa lama sejak keluhan terjadi sampai saat datang ke dokter.
Kemudian mengetahui apakah keluhan terjadi mendadak atau perlahan atau
mungkin hilang timbul.17,20
Pada kasus ini, gejala klinis ISPA pada pasien ini yaitu batuk
berdahak selama 14 hari, demam terus menerus dan nyeri kepala. Pasien
memiliki komplikasi pneumonia dengan sesak nafas yang semakin
memberat pada saat batuk sejak 7 hari yang lalu.
Riwayat penyakit sebelumnya harus diketahui apakah pernah
mengalami keluhan seperti ini sebelumnya atau baru pertama kali,
riwayat pengobatan, apakah ada perbaikan setelah pengobatan yang
diterima, dan bagaimana dengan riwayat imunisasinya. Riwayat
keluarga pasien, apakah ada yang mengalami keluhan yang sama seperti
ini sebelumnya. Terakhir mengenai riwayat social, antara lain mengenai
tempat tinggal pasien, apakah ada penyakit menular disekitar tempat
tinggal.
Pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal
waktu bernafas dengan suara napas bronchial kadang-kadang melemah.
Didapatkan ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah
kasar.17,20 Pada pasien ini terdapat peningkatan laju pernafasan 30 kali
per menit, namun tidak disertai otot pernafasan tambahan seperti nafas
cuping hidung dan chest indrawing.
Pemeriksaan faring dan rongga mulut dengan lampu kepala
yang diarahkan ke rongga mulut, dilihat keadaan bibir, mukosa rongga
mulut, lidah, dan gerakan lidah. Kemudian menekan bagian tengah
lidah memakai spatula lidah maka bagian-bagian rongga mulut lebih
jelas terlihat. Pemeriksaan dimulai dengan melihat keadaan dinding
belakang faring serta kelenjar limfa, uvula, arkus faring serta
gerakannya, tonsil, mukosa pipi, gusi dan gigi geligi. Palpasi rongga
mulut diperlukan bila ada massa tumor, kista, dan lain-lain. Apakah ada
rasa nyeri di sendi temporo mandibula ketika membuka mulut.23 Pada
kasis ini, pemeriksaan faring dalam batas normal.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan
serologis dan diagnostik virus secara langsung. Sedangkan diagnosis
ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum,
biakan darah, biakan cairan pleura.

2.1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dilakukan dalam pelayanan sesuai
klasifikasinya dengan petunjuk bagan MTBS, untuk gejala batuk bukan
Pneumonia diberi pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman, jika
batuk lebih dari 3 minggu rujuk untuk pemeriksaan lanjutan, kunjungi
pelayanan kesehatan bila selama 5 hari tidak ada perbaikan. Klasifikasi
Pneumonia diberikan antibiotik yang sesuai, beri pelega tenggorokan
dan pereda batuk yang aman dan Pneumonia berat beri dosis pertama
antibiotik yang sesuai dan dirujuk ke sarana kesehatan yang lebih
memadai.
Pada kasus ini, tatalaksana pada pasien ini pemberian oksigen
3L/menit. Pemberian oksigen diberikan sebagai tatalaksana awal pada
sesak nafas akibat pneumonia. Pemberian antibiotik spektrum luas
seperti fluoroquinolon (ciprofloxacin) bertujuan membasmi bakteri
gram positif dan gram negatif. Pemberian mukolitik seperti ambroxol
bertujuan mengurangi keluhan batuk berdahak pada pasien ini. 25,26
Pasien indikasi rawat inap dikarenakan laju pernafasan lebih
dari 30 kali per menit. Namun pasien menolak untuk dirawat
dikarenakan tidak ada keluarga yang menemani pasien berobat sehingga
pasien hanya menjalani rawat jalan. Perawatan di rumah sangat penting
dalam penatalaksanaan pasien dengan penyakit ISPA, dengan cara :26
a. Pemberian makanan
1. Berilah makanan secukupnya selama sakit,
2. Tambahlah jumlahnya setelah sembuh,
3. Bersihkan hidung agar tidak mengganggu pemberian
makanan.
b. Pemberian cairan
c. Pemberian obat pelega tenggorokan dan pereda batuk dengan
ramuan yang aman dan sederhana;
d. Amati tanda‐tanda pneumonia
Bawalah kembali ke petugas kesehatan, bila nafas menjadi
sesak, nafas menjadi cepat, tidak mau minum, sakit lebih
parah.

2.1.10 Pencegahan
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
penyakit ISPA antara lain :18,23
1. Menjaga pola hidup bersih dan sehat, istirahat/tidur
yang cukup dan olah raga teratur
2. Membiasakan cuci tangan teratur menggunakan air dan
sabun atau hand sanitizer terutama setelah kontak
dengan penderita ISPA.
3. Hindari kontak yang terlalu dekat dengan penderita ISPA.
4. Hindari menyentuh mulut atau hidung setelah kontak
dengan flu. Segera cuci tangan dengan air dan sabun atau
hand sanitizer setelah kontak dengan penderita ISPA.
5. Apabila sakit, gunakan masker dan rajin cuci tangan
agar tidak menulari anak atau anggota keluarga lainnya.
6. Upayakan ventilasi yang cukup dalam ruangan / rumah.
.

You might also like