Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
b. Faktor lingkungan
Kondisi lingkungan (polutan udara, kepadatan anggota
keluarga, keterbatasan tempat penukaran udara bersih /ventilasi,
kelembaban, kebersihan, musim, temperatur), ketersediaan dan
efektivitas pelayanan kesehatan dan langkah pencegahan infeksi
untuk mencegah penyebaran.7
1) Pencemaran udara dalam rumah
Pajanan terhadap gas emisi industri atau jalan
raya juga merupakan ancaman yang signifikan.7
Pencemaran udara dalam rumah (indoor pollution)
disebabkan oleh berbagai macam zat kimia seperti
Carbon monoksida (gas yang tidak berbau), Nitrogen
dioksida (asap yang ditimbuklan oleh emisi bahan bakar
masak), asap rokok atau asap yang di keluarkan
seseorang dengan campuran partikel yang bersifat
toksik, radon (zat radioaktif), formaldehyde (zat yang
dikluarkan saat membuat suatu produk consumer5,6
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan
bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat
merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan
memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada
rumah yang ventilasinya kurang dan dapur terletak di
dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur.1,7
2) Ventilasi rumah
Ventilasi udara yang dibuat serta pencahayaan di dalam
rumah sangat diperlukan karena akan mengurangi polusi
asap yang ada di dalam rumah sehingga dapat mencegah
seseorang menghirup asap tersebut yang lama kelamaan
bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA. Luas
penghawaan atau ventilasi rumah yang permanen
minimal 10% dari luas lantai.1
3) Kepadatan hunian rumah
Aturan luas rumah yang sehat untuk memenuhi
kebutuhan minimal 9 m2 untuk per jiwa atau per orang,
sehingga jika dalam satu rumah berisi 4 orang maka luas
rumah yang ideal berkisar 36 m2. Kepadatan tempat
tinggal atau keadaan rumah yang sempit dengan jumlah
penghuni rumah yang banyak akan berdampak
kurangnya oksigen di dalam rumah. 8,9
sehat.12
Faktor risiko yang dimiliki pada pasien ini yaitu dari aspek
lingkungan tempat tinggal, pekerjaan dan kebiasaan. Pasien tinggal
pada lingkungan rumah di perkebunan sawit dan terletak di pinggir
jalan sehingga polusi dari debu dan kendaraan masuk ke rumah.
Serta ventilasi dan pencahayaan di rumah pasien kurang baik,
sehingga polusi dan debu yang masuk terperangkap di rumah.
Berdasarkan aspek pekerjaan, pasien berkerja sebagai buruh tani
sawit,, dimana pasien melakukan pekerjaan seperti memupuk sawit,
menyemprot rumput ilalang dan memanen sawit dimana pekerjaan
pasien tersebut kontak dengan zat-zat kimia.
Berdasarkan aspek kebiasaan, pasien memiliki kebiasaan
merokok sejak kurang lebih 10 tahun yang lalu sebanyak 1 bungkus
(16 batang) per hari. Indeks Brinkman (IB) pada pasien ini dihitung
berdasarkan jumlah batang rokok yang dikonsumsi per hari dikali
lama merokok. IB pada pasien ini 160, sehingga pasien
dikategorikan sebagai perokok ringan.24
2.1.4 Penularan
Penularan ISPA adalah melalui udara yang tercemar dan masuk
ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan. Penyebaran di udara
umumnya berbentuk aerosol yakni suatu suspensi yang melayang di
udara. Aerosol merupakan bentuk dari penyebab penyakit tersebut ada
dua, yakni: droplet nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan yang
dikeluarkan dari tubuh berupa droplet dan melayang di udara) dan dust
(campuran antara bibit penyakit yang melayang di udara).1 Cara
penularan utama sebagian besar ISPA adalah melalui droplet, tapi
penularan melalui kontak (termasuk kontaminasi tangan yang diikuti
oleh inokulasi tak sengaja) dan aerosol pernapasan infeksius berbagai
ukuran dan dalam jarak dekat dapat juga terjadi untuk sebagian
patogen.7
Pada kasus ini tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan
keluhan yang serupa. Namun pasien diberikan edukasi tentang etika
batuk dan cuci tangan yang benar serta menggunakan masker selama
masih sakit untuk mencegah penularan kepada anggita keluarga yang
lain.
2.1.5 Klasifikasi
Infeksi saluran pernapasan akut memiliki berbagai macam
jenisnya. Berdasarkan letaknya terbagi menjadi infeksi di saluran
pernapasan atas, sindrom croup (terdiri dari epiglotis, laring dan trakea),
dan saluran pernapasan bawah (terdiri dari bronkus dan bronkiolus.
Infeksi saluran pernapasan atas terdiri dari pilek (nasofaring), faringitis,
influenza. Sindrom croup terdiri dari laringitis akut, laringitis
spasmodik akut, epiglotitis akut, dan trakeitis akut. Infeksi saluran
pernapasan bawah terdiri dari bronchitis pneumoni, TBC, dan aspirasi
substansi asing.13
2.1.6 Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya
mikroorganisme seperti virus atau bakteri dengan tubuh. Masuknya
mikroorganisme sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan
silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas
mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks
spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak
lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan.14,15,16
Iritasi mikroorganisme pada kedua lapisan tersebut
menyebabkan timbulnya batuk kering. Kerusakan stuktur lapisan
dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar
mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga
terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan
cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga
pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah
batuk.14,15,17
Adanya infeksi mikroorganisme merupakan predisposisi
terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi
kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme
perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga
memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran
pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus
influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut.
Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah
banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas
dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini
dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan
malnutrisi. 14
Mikroorganisme yang menyerang saluran nafas atas dapat
menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat
menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas
bawah. Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas
bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam
saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi
2.1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dilakukan dalam pelayanan sesuai
klasifikasinya dengan petunjuk bagan MTBS, untuk gejala batuk bukan
Pneumonia diberi pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman, jika
batuk lebih dari 3 minggu rujuk untuk pemeriksaan lanjutan, kunjungi
pelayanan kesehatan bila selama 5 hari tidak ada perbaikan. Klasifikasi
Pneumonia diberikan antibiotik yang sesuai, beri pelega tenggorokan
dan pereda batuk yang aman dan Pneumonia berat beri dosis pertama
antibiotik yang sesuai dan dirujuk ke sarana kesehatan yang lebih
memadai.
Pada kasus ini, tatalaksana pada pasien ini pemberian oksigen
3L/menit. Pemberian oksigen diberikan sebagai tatalaksana awal pada
sesak nafas akibat pneumonia. Pemberian antibiotik spektrum luas
seperti fluoroquinolon (ciprofloxacin) bertujuan membasmi bakteri
gram positif dan gram negatif. Pemberian mukolitik seperti ambroxol
bertujuan mengurangi keluhan batuk berdahak pada pasien ini. 25,26
Pasien indikasi rawat inap dikarenakan laju pernafasan lebih
dari 30 kali per menit. Namun pasien menolak untuk dirawat
dikarenakan tidak ada keluarga yang menemani pasien berobat sehingga
pasien hanya menjalani rawat jalan. Perawatan di rumah sangat penting
dalam penatalaksanaan pasien dengan penyakit ISPA, dengan cara :26
a. Pemberian makanan
1. Berilah makanan secukupnya selama sakit,
2. Tambahlah jumlahnya setelah sembuh,
3. Bersihkan hidung agar tidak mengganggu pemberian
makanan.
b. Pemberian cairan
c. Pemberian obat pelega tenggorokan dan pereda batuk dengan
ramuan yang aman dan sederhana;
d. Amati tanda‐tanda pneumonia
Bawalah kembali ke petugas kesehatan, bila nafas menjadi
sesak, nafas menjadi cepat, tidak mau minum, sakit lebih
parah.
2.1.10 Pencegahan
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
penyakit ISPA antara lain :18,23
1. Menjaga pola hidup bersih dan sehat, istirahat/tidur
yang cukup dan olah raga teratur
2. Membiasakan cuci tangan teratur menggunakan air dan
sabun atau hand sanitizer terutama setelah kontak
dengan penderita ISPA.
3. Hindari kontak yang terlalu dekat dengan penderita ISPA.
4. Hindari menyentuh mulut atau hidung setelah kontak
dengan flu. Segera cuci tangan dengan air dan sabun atau
hand sanitizer setelah kontak dengan penderita ISPA.
5. Apabila sakit, gunakan masker dan rajin cuci tangan
agar tidak menulari anak atau anggota keluarga lainnya.
6. Upayakan ventilasi yang cukup dalam ruangan / rumah.
.