You are on page 1of 13

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam memberikan pelayanan keperawatan yang optimal dibutuhkan
komunikasi yang efektif. Kegiatan komunikasi yang kurang efektif
menyebabkan menurunnya intensitas dan durasi pemberian pelayanan
kepada pasien. Sehingga pemberian pelayanan menjadi monoton dan tidak
holistic (Sugiharto, Keliat, Sri, 2012).
Perawat yang berkomunikasi secara efektif lebih mampu membina
hubungan antara diri sendiri dengan orang lain. Komunikasi yang jelas dan
tepat sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan dan dapat
membantu tim perawat dalam memberikan perawatan yang efektif.
Komunikasi yang efektif juga dapat mencegah terjadinya kesalahan yang
berkaitan dengan praktik keperawatan (Blais, dkk, 2006).
Proses komunikasi meliputi pengirim, pesan yang disampaikan,
penerima dan respon atau umpan balik. Ketika pengirim mengirimkan pesan
atau informasi kepada penerima, pengirim pesan harus meyakinkan bahwa
pesan yang disampaikan juga dipahami oleh peerima pesan tersebut, maka
penerima harus memberi respon pemahaman kepada pengirim (Blais, dkk,
2006).
Kemampuan berkomunikasi dapat dilihat dari kualitas post conference
dan operan setiap pergantian shift. Post conference merupakan kegiatan
diskusi yang dilakukan oleh ketua tim dan perawat pelaksana megenai
kegiatan selama shif sebelum dilakukan operan shif berikutnya. Kegiatan
post conference sangat diperlukan dalam pemberian pelayanan keperawatan
karena ketua tim dan anggotanya harus mampu mendiskusikan pengalaman
klinik yang baru dilakukan, menganalisis, mengklarifikasi keterkaitan antara
masalah dan situasi yang ada, mengidentifikasi masalah, menyampaikan
dan membangun system pendukung antar perawat, dalam bentuk diskusi
formal dan professional. Proses diskusi pada post conference dapat

1
menghasilkan strategi yang efektif dan mengasah kemampuan berfikir kritis
untuk merencanakan kegiatan pada pelayanan keperawatan selanjutnya agar
dapat berkesinambungan (Sugiharto, Keliat, Sri, 2012).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Mahasiswa mampu mengetahui tentang operan
1.2.2 Tujuan khusus
a. Diketahuinya definisi operan
b. Diketahuinya tujuan dari operan
c. Diketahuinya komunikasi saat operan
d. Diketahuinya prosedur operan
e. Diketahuinya metode operan
f. Diketahuinya efek operan dalam shif jaga
g. Diketahuinya dokumentasi saat operan

2
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi operan


Melaporkan merupakan suatu bentuk penyampaian atau penuturan
tentang sesuatu yang dilihat, di dengar, atau dipertimbangkan. Sebagai contoh,
perawat dinas (shift) pagi melaporkan kondisi terakhir klien dan tindakan
keperawatan yang telah diberikan kepada perawat sore dalam pelaksanaan
operan (Agus priyanto, 2009).
Operan memiliki beberapa istilah lain. Beberapa istilah itu diantaranya,
handover, handoffs, shift repport, signout, signover, dan cross coverage.
Handover adalah komunikasi oral dari informasi tentang pasien yang
dilakukan oleh perawat pada pergantian shift jaga. Definisi dari handover
adalah transfer tentang informasi (termasuk tanggung jawab dan tanggung
gugat) selama perpindahan perawatan yang berkelanjutan yang mencakup
peluang tentang pertanyaan, klarifikasi dan konfirmasi tentang pasien.
Handoffs juga meliputi mekanisme transfer informasi yang dilakukan,
tanggung jawab utama dan kewenangan perawat dari perawat. Sebelumnya ke
perawat yang akan melanjutkan perawatan (friensen, 2008).
Operan sering disebut overhand pasien merupakan teknik atau cara untuk
menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan
keadaan pasien. Operan pasien harus dilakukan seefektif mungkin dengan
menjelaskan secra singkat, jelas dan lengkap tewntang tindakan mandiri
perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan atau belum, dan
perkembangan pasien saat itu. Informasi yang disampaikan harus akurat
sehingga kesinambungan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan
sempurna. Operan dilakukan oleh perawat primer (penanggung jawab) dinas
sore atau dinas malam secara tertulis dan lisan (Nursalam, 2007).

3
Operan merupakan kegiatan komunikasi yang terjadi antara shift satu
dengan shift yang lainnya (shift yang bertugas kepada shift berikutnya).
Komunikasi berlangsung untuk pergantian dinas. Isi laporan yang dilaporkan
kepada shift berikutnya menyangkut segala hal yang terbaik yang sudah
dilakukan, rencana tindakan berikutnya, dll (Asmuji, 2012).

2.2 Tujuan operan


Adapun tujuan umum dan tujuan khusus menurut Nursalam (2007)
1. Tujuan umum dari operan
a. Perawat dapat mengikuti perkembangan klien secara paripurna
b. Meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat
c. Menjalin hubungan kerja sama yang bertanggung jawab antar
anggota tim perawat
d. Pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap klien yang
berkesinambungan

2. Tujuan khusus dari operan


a. Menyampaikan kondisi dan keadaan pasien (data focus)
b. Menyampaikan hal yang sudah atau belum dilakukan dalam asuhan
keperawatan kepada pasien
c. Menyampaikan hal yang penting yang harus ditindaklanjuti oleh
perawat dinas berikutnya
d. Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya

2.3 Komunikasi saat operan


Menurut Stuart, G.W komunikasi dalam profesi keperawatan sangatlah
penting sebab tanpa komunikasi pelayanan keperawatan sulit untuk
diaplikasikan dalam proses keperawatan, komunikasi ditujukan untuk
mengubah perilaku klien guna mencapai tingkat kesehatan yang optimal
(Agus Triyanto, 2009).

4
Saat operan diperlakukan komunikasi yang jelas tentang kebutuhan klien,
intervensi apa yang telah dilakukan dan yang belum, serta respon pasien.
Perawat melakukan operan dengan berjalan bersama dengan poerawat lainnya
dan menyampaikan kondisi pasien secara akurat di dekat pasien. Cara ini akan
lebih efektif daripada harus menghabiskan waktu orang lain sekedar untuk
membaca dokumentasi yang telah kita buat, selain itu juga akan membantu
perawat dalam menerima operan secara nyata (Agus Triyanto, 2010).

2.4 Prosedur operan


Prosedur operan, selama ini sudah dilakukan pada setiap pergantian shif
jaga, namun cara penyampaian isi operan belum terungkap secara
konfrehensif, meliputi: isi operan (masalah keperawatan pasien lebih focus
pada diagnosis medis), dilakukan secara lisan tanpa ada pendokumentasian,
sehingga rencana tindakan yang belum dan sudah dilaksanakan dan hal-hal
penring masih ada yang terlewati untuk disampaikan pada shif berikutnya.
Selain itu, mekanisme operan belum sesuai dengan standard baku (Nursalam,
2007).
Adapun prosedur pelaksanaan operan menurut Nursalam (2007) :
1. Pra operan (diruang perawat)
a. Kedua kelompok dinas sudah siap
b. Masalah keperawatan dan intervensi keperawatan semua pasien telah
dilaksanakan dan didokumentasikan oleh perawat pada dinas
sebelumnya dan siap untuk ditimbang terimakan.
c. Hal-hal yang khusus dicatat, untuk diserahterimakan kepada perawat
(PP dan PA) yang berdinas berikutnya.
2. Operan (diruang perawat)
a. Karu atau penanggung jawab membuka acara operan
b. Perawat primer menyampaikan operan :
1) Identitas pasien dan diagnose medis
2) Masalah keperawatan yang muncul
3) Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan

5
4) Tindakan keperawatran yang belum dilakukan
5) Rencana dan persiapan yang perlu dilakukan (persiapan operasi,
pemeriksaan penunjang, konsultasi atau prosedur tidak rutin).
c. Perawat primer penerima operan melakukan klarifikasi
3. Operan (di ruang pasien)
a. Perawat primer dan perawat assosiat menerima operan melakukan
klarifikasi tanya jawab atau melakukan validasi terhadap hal hal yang
telah ditimbang terimakan.
b. Sedapatnya mengupayakan penyampaian yang jelas, singkat dan padat.
c. Lamanya operan tiap pasien tidak lebih dari 5 menit, kecuali dalam
kondisi khusus dan memerlukan keterangan yang lebih rinci.
4. Pasca operan (di ruang perawat)
a. Diskusi untuk membahas permasalahn bila ada (dipimpin karu atau
penanggunbg jawab)
b. Pelaporan untuk pelaporan untuk operan dituliskan secara langsung
pada format laporan ruangan
c. Penandatanganan oleh karu dan perawat primer masing-masing
kelompok dinas
d. Acara operan ditutup oleh karu atau penanggung jawab

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat operan yaitu sebagai
berikut :

1. Dilaksanakan tepat pada saat pergantian shift


2. Dipimpin oleh kepala ruangan atau penanggung jawab pasien
3. Diikuti olehg semua perawat yang telah dan yang akan dinas
4. Informasi yang disampaikan harus akurat, singkat, sistematis, dan
menggamabkan kondisi pasien saat ini serta menjaga kerahasiaan
pasien.
5. Operan harus berorientasi pada permasalahan pasien.
6. Pada saat operan di kamar pasien, menggunakan volume suara yang
cukup sehingga pasien disebelahnya tidak mendengar sesuatu yang

6
rahasia bagi klien. Sesuatu yang diaggap rahasia sebaiknya tidak
dibicarakan secara langsung di dekat pasien.
7. Sesuatu yang mungkin mebuat klien terkejut dan shok sebaiknya
dibicarakan di nurse station.

2.5 Metode operan


1. Operan dengan metode tradisional
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kassesan dan Jagoo (2005) di
sebutkan bahwa operan jaga (handover) yang masih tradisional adalah:
a. Dilakukan hanya di meja perawat.
b. Menggunakan satu arah komunikasi sehingga tidak memungkinkan
munculnya pertanyaan atau diskusi.
c. Jika ada pengecekan ke pasien hanya sekedar memastikan kondisi
secara umum
d. Tidak ada kontribusi atau feedback dari pasien dan keluarga,
sehingga proses informasi dibutuhkan oleh pasien terkait status
kesehatannya tidak up to date.
2. Operan dengan metode bedside handover.
Menurut Kassean dan Jagoo (2005) operan yang dilakukan sekarang
sudah menggunakan model bedside handover yaitu handover yang
dilakukan di samping tempat tidur pasien dengan melibatkan pasien
atau keluarga pasien secara langsung untuk mendapatkan feedback.
Secara umum materi yang disampaikan dalam proses operan jaga
baik secara tradisional maupun bedside handover tidak jauh berbeda,
hanya saja pada bedside handover memiliki beberapa kelebihan
diantaranya:
a. Meningkatkan keterlibatan pasien dalam mengambil keputusan
terkait kondisi penyakitnya secara up to date.
b. Meningkatkan hubungan caring dan komunikasi antara pasien
dengan perawat.

7
c. Mengurangi waktu untuk melakukan klarifikasi ulang pada
kondisi pasien secara khusus.

Bedside handover juga tetap memperhatikan aspek tentang


kerahasiaan pasien jika ada informasi yang harus ditunda terkait
adanya komplikasi penyakit atau persepsi medis yang lain. Operan
memiliki beberapa metode pelaksanaan diantaranya:

a. Menggunakan Tape recorder


Melakukan perekaman data tentang pasien kemudian
diperdengarkan kembali saat perawat jaga selanjutnya telah datang.
Metode itu berupa one way communication.
b. Menggunakan komunikasi Oral atau spoken
Melakukan pertukaran informasi dengan berdiskusi
c. Menggunakan komunikasi tertulis –written
Melakukan pertukaran informasi dengan melihat pada medical
record saja atau media tertulis lain.
Berbagai metode yang digunakan tersebut masih relevan untuk
dilakukan bahkan beberapa rumah sakit menggunakan ketiga
metode untuk dikombinasi. Menurut Joint Commission Hospital
Patient Safety, menyusun pedoman implementasi untuk operan,
selengkapnya sebagai berikut:
a. Interaksi dalam komunikasi harus memberikan peluang untuk
adanya pertanyaan dari penerima informasi tentang informasi
pasien.
b. Informasi tentang pasien yang disampaikan harus up to date
meliputi terapi, pelayanan, kodisi dan kondisi saat ini serta yang
harus diantipasi.
c. Harus ada proses verifikasi tentang penerimaan informasi oleh
perawat penerima dengan melakukan pengecekan dengan
membaca, mengulang atau mengklarifikasi.

8
d. Penerima harus mendapatkan data tentang riwayat penyakit,
termasuk perawatan dan terapi sebelumnya.
e. Handover tidak disela dengan tindakan lain untuk
meminimalkan kegagalan informasi atau terlupa (Frisen, A. M.,
White, V. S., & Byers, F. J, 2008).
2.6 Efek operan dalam shift jaga
Operan jaga memiliki efek-efek yang sangat mempengaruhi diri seorang
perawat sebagai pemberi layanan kepada pasien. Efek-efek dari shift kerja
atau operan adalah sebagai berikut:
1. Efek Fisiologi
Kualitas tidur termasuk tidur siang tidak seefektif tidur malam, banyak
gangguan dan biasanya diperlukan waktu istirahat untuk menebus kurang
tidur selama kerja malam. Menurunnya kapasitas fisik kerja akibat
timbulnya perasaan mengantuk dan lelah. Menurunnya nafsu makan dan
gangguan pencernaan.
2. Efek Psikososial
Efek ini berpengeruh adanya gangguan kehidupan keluarga, efek
fisiologis hilangnya waktu luang, kecil kesempatan untuk berinteraksi
dengan teman, dan mengganggu aktivitas kelompok dalam masyarakat.
Saksono (1991) mengemukakan pekerjaan malam berpengaruh
terhadap kehidupan masyarakat yang biasanya dilakukan pada siang atau
sore hari. Sementara pada saat itu bagi pekerja malam dipergunakan
untuk istirahat atau tidur, sehingga tidak dapat berpartisipasi aktif
dalam kegiatan tersebut, akibat tersisih dari lingkungan masyarakat.
3. Efek Kinerja
Kinerja menurun selama kerja shift malam yang diakibatkan oleh efek
fisiologis dan efek psikososial. Menurunnya kinerja dapat
mengakibatkan kemampuan mental menurun yang berpengaruh
terhadap perilaku kewaspadaan pekerjaan seperti kualitas kendali dan
pemantauan.

9
4. Efek Terhadap Kesehatan
Shift kerja menyebabkan gangguan gastrointestinal, masalah ini
cenderung terjadi pada usia 40-50 tahun. Shift kerja juga dapat menjadi
masalah terhadap keseimbangan kadar gula dalam darah bagi
penderita diabetes.
5. Efek Terhadap Keselamatan Kerja
Survei pengaruh shift kerja terhadap kesehatan dan keselamatan kerja
yang dilakukan Smith et. Al (dalam Adiwardana, 1989), melaporkan
bahwa frekuensi kecelakaan paling tinggi terjadi pada akhir rotasi shift
kerja (malam) dengan rata-rata jumlah kecelakaan 0,69% per tenaga
kerja. Tetapi tidak semua penelitian menyebutkan bahwa kenaikan
tingkat kecelakaan industri terjadi pada shift malam. Terdapat suatu
kenyataan bahwa kecelakaan cenderung banyak terjadi selama
shift pagi dan lebih banyak terjadi pada shift malam (Anita Nuur
Lailiyyati, 2013).

2.7 Dokumentasi Dalam Operan


Komunikasi keperawatan digunakan untuk memvalidasi asuhan
keperawatan, sarana komunikasi antar tim kesehatan, dan merupakan
dokumen pasien dalam pemberian asuhan keperawatan. Keterampilan
dokumentasi yang efektif memungkinkan perawat untuk mengkomunikasikan
kepada tenaga kesehatan lainnya dan menjelaskan apa yang sudah,
sedang, dan akan dikerjakan oleh perawat dan perlu di dokumentasikan
dalam operan antara lain:
1. Identitas pasien.
2. Diagnosa medis pesien.
3. Dokter yang menangani.
4. Kondisi umum pasien saat ini.
5. Masalah keperawatan
6. Intervensi yang sudah dilakukan dan belum dilakukan.
7. Tindakan kolaborasi.

10
8. Rencana umum dan persiapan lain.
9. Tanda tangan dan nama terang
Manfaat pendokumentasian adalah:

1. Dapat digunakan lagi untuk keperluan yang bermanfaat.


2. Mengkomunikasikan kepada tenaga perawat dan tenaga kesehatan
lainnya tentang apa yang sudah dan akan dilakukan kepada pasien.
3. Bermanfaat untuk pendataan pasien yang akurat karena berbagai
informasi mengenai pasien telah dicatat (Suarli & Yayan B, 2009).

11
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Operan sering disebut overhand pasien merupakan teknik atau cara
untuk menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan
dengan keadaan pasien. Operan pasien harus dilakukan seefektif mungkin
dengan menjelaskan secra singkat, jelas dan lengkap tewntang tindakan
mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan atau belum,
dan perkembangan pasien saat itu. Informasi yang disampaikan harus
akurat sehingga kesinambungan asuhan keperawatan dapat berjalan
dengan sempurna. Operan dilakukan oleh perawat primer (penanggung
jawab) dinas sore atau dinas malam secara tertulis dan lisan (Nursalam,
2007). Tujuan dari operan meliputi Meningkatkan kemampuan
komunikasi antar perawat, menjalin hubungan kerja sama yang
bertanggung jawab antar anggota tim perawat, pelaksanaan asuhan
keperawatan terhadap klien yang berkesinambungan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Priyanto, Agus. 2009. Komunikasi Dan Konseling, Aplikasi Dalam Sarana


Pelayanan Kesehatan Untuk Perawat Dan Bidan, Salemba Medika, Jakarta.

Asmuji, 2012. Manajemen keperawatan: konsep dan aplikasi. Jogjakarta: Ar-ruzz


Media.

Triyanto, Agus. 2010. Implikasi perkembangan teknologi computer dan internet


bagi konselor sekolah. J. Paradigma, No. 09 Th. V. ISSN 1907-297X.

Kaasean M, Jagoo ZB (2005). Managing change in the nursing handover from


traditional to bedside handover- a case study from Mauritius. BMC Nursing 4
(1) : 1.

Suarli, S & Bachtiar. (2009). Manajemen keperawatan dengan pendekatan


praktik. Jakarta :Erlangga.

Nursalam. 2007. Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional, edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

13

You might also like