You are on page 1of 17

LAPORAN PENDAHULUAN SIROSIS HEPATIS

A. DEFINISI
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya
proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan
ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan
perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan
jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare,
2001).

B. ETIOLOGI
1. Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab chirrosis hati,
apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam
darah penderita dengan penyakit hati kronis, maka diduga mempunyai peranan yang
besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi chirrosisi. Secara klinik telah
dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih
menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila
dibandingkan dengan hepatitis virus A
2. Zat hepatotoksik atau Alkoholisme.
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel
hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi
lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering
disebut-sebut ialah alcohol. Sirosis hepatis oleh karena alkoholisme sangat jarang, namun
peminum yang bertahun-tahun mungkin dapat mengarah pada kerusakan parenkim hati.
3. Hemokromatosis
Bentuk chirrosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya
hemokromatosis, yaitu:
a. Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
b. Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada penderita
dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan
menyebabkan timbulnya sirosis hati.

C. PATOFISIOLOGI
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini
menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus
hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus
dan nodul sel hati, walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama
atau hampir sama, septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan
berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta dengan sentral.
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai macam ukuran dan
ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah
porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis
alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan pada nekrosis
pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrinogenesis dan septa aktif.
Jaringan kolagen berubah dari reversible menjadi ireversibel bila telah terbentuk septa
permanen yang aseluler pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa ini
bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi
mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah
sentral. Sel limposit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin
sebagai mediator timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan
nekrosis aktif. Septal aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati.

D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala chirrosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver yang mulai
rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual, badan lemah,
kehilangan berat badan, nyeri lambung dan munculnya jaringan darah mirip laba-laba di
kulit (spider angiomas). Pada chirrosis terjadi kerusakan hati yang terus menerus dan

terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus.

Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:


1. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.
2. Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang
menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit dan
tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel
hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit
3. Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosis
4. Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk
pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan
tekanan hidrostatik pada kapiler usus. Edema umumnya timbul setelah timbulnya
asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.
5. Hati yang membesar
6. Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar
sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.
7. Hipertensi portal
8. Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap di atas
nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran
darah melalui hati.

E. KOMPLIKASI
1. Perdarahan
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan berbahaya pada chirrosis
hati adalah perdarahan akibat pecahnya varises esofagus. Sifat perdarahan yang
ditimbulkan ialah muntah darah atau hematemesis, biasanya mendadak tanpa didahului
rasa nyeri. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku
karena sudah bercampur dengan asam lambung. Penyebab lain adalah tukak lambung
dan tukak duodeni.
2. Koma hepatikum
Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak, sehingga
hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum mempunyai
gejala karakteristik yaitu hilangnya kesadaran penderita. Koma hepatikum dibagi
menjadi dua, yaitu: Pertama koma hepatikum primer, yaitu disebabkan oleh nekrosis
hati yang meluas dan fungsi vital terganggu seluruhnya, maka metabolism tidak dapat
berjalan dengan sempurna. Kedua koma hepatikum sekunder, yaitu koma hepatikum
yang timbul bukan karena kerusakan hati secara langsung, tetapi oleh sebab lain,
antara lain karena perdarahan, akibat terapi terhadap asites, karena obat-obatan dan
pengaruh substansia nitrogen.
3. Ulkus Peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila
dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan
diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi
yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi
makanan
4. Karsinoma Hepatoselular
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk
postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi
adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple

5. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita
sirosis, kondisi badannya menurun. Infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis,
diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru,
glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas
maupun septikemi.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus. Pada
penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine berkurang ( urine kurang dari 4
meq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.
b. Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus, ekskresi pigmen
empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam usus akan
diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna cokelat
atau kehitaman.
c. Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang –kadang dalam
bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau karena
splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal maka
baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya
trombositopeni.
d. Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi penderita yang
sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin menaik, sedangkan
albumin menurun. Pada orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada

orang dengan sirosis hanya dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari. 9 Kadar normal

albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dL38. Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing
diukur melalui proses yang disebut elektroforesis protein serum. Perbandingan normal

albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. 39 Selain itu, kadar asam empedu juga termasuk
salah satu tes faal hati yang peka untuk mendeteksi kelainan hati secara dini.

2. Sarana Penunjang Diagnostik


a. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan fototoraks,
splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP)
b. Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di hati, termasuk
sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada
tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati
tumpul, . Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan
permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam
batas nomal.
c. Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati akan jelas kelihatan
permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar atau kecil dan terdapatnya
gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.

G. PENATALAKSANAAN
Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000 kalori). Bila ada
asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2000 mg). Bila proses
tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3000 kalori) dan tinggi protein (80-125
gr/hari). Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam
makanan dihentikan (diet hati II) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit
sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan
pasien atau meningginya hasil metabolisme protein, dalam darah viseral dapat
mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup
perlu diperhatikan.
1. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan yang jelas tidak
hepatotoksik.
2. Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino esensial berantai
cabang dengan glukosa.
3. Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang
mengandung alkohol

Penatalaksanaan asitesis dan edema adalah :


1. Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan diet rendah garam (200-500 mg
perhari), kadang-kadang asitesis dan edema telah dapat diatasi. Adakalanya harus
dibantu dengan membatasi jumlah pemasukan cairan selama 24 jam, hanya sampai 1
liter atau kurang.
2. Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan diuretik berupa
spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila
setelah 3 – 4 hari tidak terdapat perubahan.
3. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi
medikamentosa yang intensif), dilakukan terapi parasentesis. Walupun merupakan cara
pengobatan asites yang tergolong kuno dan sempat ditinggalkan karena berbagai
komplikasinya, parasentesis banyak kembali dicoba untuk digunakan. Pada umunya
parasentesis aman apabila disertai dengan infus albumin sebanyak 6 – 8 gr untuk
setiap liter cairan asites. Selain albumin dapat pula digunakan dekstran 70 %
Walaupun demikian untuk mencegah pembentukan asites setelah parasentesis,
pengaturan diet rendah garam dan diuretik biasanya tetap diperlukan.
4. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1 kg/hari. Hati-
hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam suatu saat, dapat mencetuskan
ensefalopati hepatik

H. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian Keperawatan
Pengkajian pada klien dengan chirrosis hepatis dilakukan mulai dari pengumpulan data
yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat
kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji
pada klien degan chirrosis hepatis :
1. Aktivitas dan istirahat :
kelemahan, kelelahan, terlalu lelah, letargi, penurunan massa otot/tonus.
2. Sirkulasi
Riwayat Gagal jantung koroner kronis, perikarditis, penyakit jantung, reumatik, kanker
(malfungsi hati menimbulkan gagal hati), Distrimia, bunyi jantung ekstra (S3, S4).
3. Eliminasi
Flatus, Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), penurunan atau tidak
ada bising usus, Feces warna tanah liat, melena, urin gelap, pekat.
4. Nutrisi
Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat menerima, Mual, muntah,
Penurunan berat badan atau peningkatan cairan penggunaan jaringan, Edema umum
pada jaringan, Kulit kering,Turgor buruk, Ikterik, angioma spider, Nafas berbau/fetor
hepatikus, perdarahan gusi.
5. Neurosensori
Orang terdekat dapat melaporkan perubahan keperibadian, penurunan mental,
perubahan mental, bingung halusinasi, koma bicara lambat/tak jelas.
6. Nyeri
Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran atas, Pruritus, Neuritis Perifer, Perilaku berhati-
hati/distraksi, Fokus pada diri sendiri.
7. Respirasi
Dispnea Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, Ekspansi paru terbatas
(asites), Hipoksia
8. Keamanan
Pruritus, Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik), Ikterik, ekimosis, petekia.
Angioma spider/teleangiektasis, eritema palmar.
9. Seksualitas
Gangguan menstruasi/impoten, Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada,
bawah lengan, pubis).

Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan
2. Perubahan suhu tubuh: hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi pada sirosis
3. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan pembentukan edema.
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ikterus dan status imunologi yang
terganggu
5. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
dan gangguan gastrointestinal.
6. Resiko cedera berhubungan dengan hipertensi portal, perubahan mekanisme
pembekuan dan gangguan dalam proses detoksifikasi obat.
7. Nyeri kronis berhubungan dengan agen injuri biologi (hati yang membesar serta nyeri
tekan dan asites)
8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites dan pembentukan edema.
9. Perubahan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran fungsi hati dan
peningkatan kadar ammonia
10. Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan asites dan restriksi pengembangan
toraks akibat aistes, distensi abdomen serta adanya cairan dalam rongga toraks

Rencana Keperawatan
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan NOC NIC Rasional
Intoleransi Tujuan: Peningkatan 1. Tawarkan diet 1. Memberikan
aktivitas energi dan partisipasi tinggi kalori, tinggi kalori bagi tenaga
berhubungan dalam aktivitas protein (TKTP). dan protein bagi
dengan Kriteria Hasil: 2. Berikan suplemen proses
kelelahan dan · Melaporkan vitamin (A, B penyembuhan.
penurunan peningkatan kekuatan kompleks, C dan K) 2. Memberikan
berat badan dan kesehatan pasien. 3. Motivasi pasien nutrien tambahan.
· Merencanakan untuk melakukan 3. Menghemat
aktivitas untuk latihan yang tenaga pasien sambil
memberikan diselingi istirahat mendorong pasien
kesempatan istirahat 4. Motivasi dan untuk melakukan
yang cukup. bantu pasien untuk latihan dalam batas
· Meningkatkan melakukan latihan toleransi pasien.
aktivitas dan latihan dengan periode 4. Memperbaiki
bersamaan dengan waktu yang perasaan sehat secara
bertambahnya ditingkatkan secara umum dan percaya
kekuatan. bertahap diri
· Memperlihatkan
asupan nutrien yang
adekuat dan
menghilangkan
alkohol dari diet.
Perubahan Tujuan: Pemeliharaan 1. Catat suhu tubuh 1. Memberikan
suhu tubuh: suhu tubuh yang secara teratur. dasar untuk deteksi
hipertermia normal 2. Motivasi asupan hati dan evaluasi
berhubungan Kriteria Hasil: cairan intervensi.
dengan proses · Melaporkan 3. Lakukan 2. Memperbaiki
inflamasi pada suhu tubuh yang kompres dingin atau kehilangan cairan
sirosis normal dan tidak kantong es untuk akibat perspirasi
terdapatnya gejala menurunkan serta febris dan
menggigil atau kenaikan suhu tubuh. meningkatkan
perspirasi. 4. Berikan tingkat kenyamanan
· Memperlihatkan antibiotik seperti pasien.
asupan cairan yang yang diresepkan. 3. Menurunkan
adekuat. 5. Hindari kontak panas melalui proses
dengan infeksi. konduksi serta
6. Jaga agar pasien evaporasi, dan
dapat beristirahat meningkatkan
sementara suhu tingkat kenyaman
tubuhnya tinggi. pasien.
4. Meningkatkan
konsentrasi
antibiotik serum
yang tepat untuk
mengatasi infeksi.
5. Meminimalkan
resiko peningkatan
infeksi, suhu tubuh
serta laju metabolik.
6. Mengurangi laju
metabolik.
Gangguan Tujuan: Memperbaiki 1. Batasi natrium 1. Meminimalkan
integritas kulit integritas kulit dan seperti yang pembentukan edema.
yang proteksi jaringan diresepkan. 2. Jaringan dan kulit
berhubungan yang mengalami 2. Berikan yang edematus
dengan edema. perhatian dan mengganggu suplai
pembentukan Kriteria Hasil: perawatan yang nutrien dan sangat
edema. · Memperlihatkan cermat pada kulit. rentan terhadap
turgor kulit yang 3. Balik dan ubah tekanan serta trauma.
normal pada posisi pasien dengan 3. Meminimalkan
ekstremitas dan sering. tekanan yang lama
batang tubun. 4. Timbang berat dan meningkatkan
· Tidak badan dan catat mobilisasi edema.
memperlihatkan luka asupan serta 4. Memungkinkan
pada kulit. haluaran cairan perkiraan status
· Memperlihatkan setiap hari. cairan dan
jaringan yang normal 5. Lakukan pemantauan terhadap
tanpa gejala eritema, latihan gerak secara adanya retensi serta
perubahan warna atau pasif, tinggikan kehilangan cairan
peningkatan suhu di ekstremitas dengan cara yang
daerah tonjolan edematus. paling baik.
tulang. 6. Letakkan 5. Meningkatkan
· Mengubah posisi bantalan busa yang mobilisasi edema.
dengan sering. kecil dibawah tumit, 6. Melindungi
maleolus dan tonjolan tulang dan
tonjolan tulang meminimalkan
lainnya. trauma jika
dilakukan dengan
benar.
Gangguan Tujuan: Memperbaiki 1. Observasi dan 1. Memberikan
integritas kulit integritas kulit dan catat derajat ikterus dasar untuk deteksi
berhubungan meminimalkan iritasi pada kulit dan sklera. perubahan dan
dengan ikterus kulit 2. Lakukan evaluasi intervensi.
dan status Kriteria Hasil: perawatan yang 2. Mencegah
imunologi yang · Memperlihatkan sering pada kulit, kekeringan kulit dan
terganggu kulit yang utuh tanpa mandi tanpa meminimalkan
terlihat luka atau menggunakan sabun pruritus.
infeksi. dan melakukan 3. Mencegah
· Melaporkan tidak masase dengan ekskoriasi kulit
adanya pruritus. losion pelembut akibat garukan.
· Memperlihatkan (emolien).
pengurangan gejala 3. Jaga agar kuku
ikterus pada kulit dan pasien selalu pendek.
sklera.
· Menggunakan
emolien dan
menghindari
pemakaian sabun
dalam menjaga
higiene sehari-hari.
Perubahan Tujuan: Perbaikan 1. Motivasi pasien 1. Motivasi sangat
status nutrisi, status nutrisi untuk makan penting bagi
kurang dari Kriteria Hasil: makanan dan penderita anoreksia
kebutuhan · Memperlihatkan suplemen makanan. dan gangguan
tubuh asupan makanan yang 2. Tawarkan makan gastrointestinal.
berhubungan tinggi kalori, tinggi makanan dengan 2. Makanan dengan
dengan protein dengan porsi sedikit tapi porsi kecil dan
anoreksia dan jumlah memadai. sering. sering lebih ditolerir
gangguan · Mengenali 3. Hidangkan oleh penderita
gastrointestinal makanan dan makanan yang anoreksia.
. minuman yang menimbulkan selera 3.Meningkatkan
bergizi dan dan menarik dalam selera makan dan
diperbolehkan dalam penyajiannya. rasa sehat.
diet. 4. Pantang alkohol. 4. Menghilangkan
· Bertambah berat 5. Pelihara higiene makanan dengan
tanpa oral sebelum makan. “kalori kosong” dan
memperlihatkan 6. Pasang ice collar menghindari iritasi
penambahan edema untuk mengatasi lambung oleh
dan pembentukan mual. alkohol.
asites. 7. Berikan obat 5. Mengurangi
· Mengenali dasar yang diresepkan citarasa yang tidak
pemikiran mengapa untuk mengatasi enak dan
pasien harus makan mual, muntah, diare merangsang selera
sedikit-sedikit tapi atau konstipasi. makan.
sering. 8. Motivasi 6. Dapat
· Melaporkan peningkatan asupan mengurangi
peningkatan selera cairan dan latihan frekuensi mual.
makan dan rasa sehat. jika pasien 7. Mengurangi
· Menyisihkan melaporkan gejala
alkohol dari dalam konstipasi. gastrointestinal dan
diet. 9. Amati gejala yang perasaan tidak enak
· Turut serta dalam membuktikan pada perut yang
upaya memelihara adanya perdarahan mengurangi selera
higiene oral sebelum gastrointestinal. makan dan keinginan
makan dan terhadap makanan.
menghadapi mual. 8. Meningkatkan
· Menggunakna obat pola defekasi yang
kelainan normal dan
gastrointestinal mengurangi rasa
seperti yang tidakenak serta
diresepkan. distensi pada
· Melaporkan fungsi abdomen.
gastrointestinal yang 9. Mendeteksi
normal dengan komplikasi
defekasi yang teratur. gastrointestinal yang
· Mengenali gejala serius.
yang dapat
dilaporkan: melena,
pendarahan yang
nyata.
Resiko cedera Tujuan: Pengurangan 1. Amati setiap 1.
berhubungan resiko cedera feses yang Memungkinkan
dengan Kriteria Hasil: dieksresikan untuk deteksi perdarahan
hipertensi · Tidak memeriksa warna, dalam traktus
portal, memperlihatkan konsistensi dan gastrointestinal.
perubahan adanya perdarahan jumlahnya. 2. Dapat
mekanisme yang nyata dari 2. Waspadai menunjukkan tanda-
pembekuan dan traktus gejala ansietas, rasa tanda dini
gangguan gastrointestinal. penuh pada perdarahan dan syok.
dalam proses · Tidak epigastrium, 3. Mendeteksi
detoksifikasi memperlihatkan kelemahan dan tanda dini yang
obat. adanya kegelisahan, kegelisahan. membuktikan
rasa penuh pada 3. Periksa setiap adanya perdarahan.
epigastrium dan feses dan muntahan 4. Menunjukkan
indikator lain yang untuk mendeteksi perubahan pada
menunjukkan darah yang mekanisme
hemoragi serta syok. tersembunyi. pembekuan darah.
· Memperlihatkan 4. Amati 5. Memberikan
hasil pemeriksaan manifestasi dasar dan bukti
yang negatif untuk hemoragi: ekimosis, adanya hipovolemia
perdarahan epitaksis, petekie dan syok.
tersembunyi dan perdarahan gusi. 6. Meminimalkan
gastrointestinal. 5. Catat tanda- resiko perdarahan
· Bebas dari daerah- tanda vital dengan dan mengejan.
daerah yang interval waktu 7. Memudahkan
mengalami ekimosis tertentu. insersi kateter
atau pembentukan 6. Jaga agar kontraumatik untuk
hematom. pasien tenang dan mengatasi
· Memperlihatkan membatasi perdarahan dengan
tanda-tanda vital yang aktivitasnya. segera pada pasien
normal. 7. Bantu dokter yang cemas dan
· Mempertahankan dalam memasang melawan.
istirahat dalam kateter untuk 8.
keadaan tenang ketika tamponade balon Memungkinkan
terjadi perdarahan esofagus. deteksi reaksi
aktif. 8. Lakukan transfusi (resiko ini
· Mengenali rasional observasi selama akan meningkat
untuk melakukan transfusi darah dengan pelaksanaan
transfusi darah dan dilaksanakan. lebih dari satu kali
tindakan guna 9. Ukur dan catat transfusi yang
mengatasi sifat, waktu serta diperlukan untuk
perdarahan. jumlah muntahan. mengatasi
· Melakukan 10. Pertahankan perdarahan aktif dari
tindakan untuk pasien dalam varises esofagus)
mencegah trauma keadaan puasa jika 9. Membantu
(misalnya, diperlukan. mengevaluasi taraf
menggunakan sikat 11. Berikan vitamin perdarahan dan
gigi yang lunak, K seperti yang kehilangan darah.
membuang ingus diresepkan. 10. Mengurangi
secara perlahan- 12. Dampingi pasien resiko aspirasi isi
lahan, menghindari secara terus menerus lambung dan
terbentur serta selama episode meminimalkan
terjatuh, menghindari perdarahan. resiko trauma lebih
mengejan pada saat 13. Tawarkan lanjut pada esofagus
defekasi). minuman dingin dan lambung.
· Tidak mengalami lewat mulut ketika 11. Meningkatkan
efek samping perdarahan teratasi pembekuan dengan
pemberian obat. (bila diinstruksikan). memberikan vitamin
· Menggunakan 14. Lakukan larut lemak yang
semua obat seperti tindakan untuk diperlukan untuk
yang diresepkan. mencegah trauma : mekanisme
· Mengenali rasional a. Mempertahankan pembekuan darah.
untuk melakukan lingkungan yang 12. Menenangkan
tindakan penjagaan aman. pasien yang merasa
dengan menggunakan b. Mendorong cemas dan
semua obat. pasien untuk memungkinkan
membuang ingus pemantauan serta
secara perlahan- deteksi terhadap
lahan. kebutuhan pasien
c. Menyediakan selanjutnya.
sikat gigi yang lunak 13. Mengurangi
dan menghindari resiko perdarahan
penggunaan tusuk lebih lanjut dengan
gigi. meningkatkan
d. Mendorong vasokontriksi
konsumsi makanan pembuluh darah
dengan kandungan esofagus dan
vitamin C yang lambung.
tinggi. 14. Meningkatkan
e. Melakukan keamanan pasien.
kompres dingin jika a. Mengurangi
diperlukan. resiko trauma dan
f. Mencatat lokasi perdarahan dengan
tempat perdarahan. menghindari cedera,
g. Menggunakan terjatuh, terpotong,
jarum kecil ketika dll.
melakukan b. Mengurangi
penyuntikan. resiko epistaksis
15. Berikan obat sekunder akibat
dengan hati-hati; trauma dan
pantau efek samping penurunan
pemberian obat. pembekuan darah.
c. Mencegah trauma
pada mukosa oral
sementara higiene
oral yang baik
ditingkatkan.
d. Meningkatkan
proses penyembuhan
e. Mengurangi
perdarahan ke dalam
jaringan dengan
meningkatkan
vasokontriksi lokal.
f. Memungkinkan
deteksi tempat
perdarahan yang
baru dan pemantauan
tempat perdarahan
sebelumnya.
g. Meminimalkan
perambesan dan
kehilangan darah
akibat penyuntikan
yang berkali-kali.
15. Mengurangi
resiko efek samping
yang terjadi
sekunder karena
ketidakmampuan
hati yang rusak
untuk melakukan
detoksifikasi
(memetabolisasi)
obat secara normal.
Nyeri kronis Tujuan: Peningkatan 1. Pertahankan 1. Mengurangi
berhubungan rasa kenyamanan tirah baring ketika kebutuhan metabolik
dengan agen Kriteria Hasil: pasien mengalami dan melindungi hati.
injuri biologi · Mempertahankan gangguan rasa 2. Mengurangi
(hati yang tirah baring dan nyaman pada iritabilitas traktus
membesar serta mengurangi aktivitas abdomen. gastrointestinal dan
nyeri tekan dan ketika nyeri terasa. 2. Berikan nyeri serta gangguan
asites) · Menggunakan antipasmodik dan rasa nyaman pada
antipasmodik dan sedatif seperti yang abdomen.
sedatif sesuai indikasi diresepkan. 3. Memberikan
dan resep yang 3. Kurangi asupan dasar untuk
diberikan. natrium dan cairan mendeteksi lebih
· Melaporkan jika diinstruksikan. lanjut kemunduran
pengurangan rasa keadaan pasien dan
nyeri dan gangguan untuk mengevaluasi
rasa nyaman pada intervensi.
abdomen. 4. Meminimalkan
· Melaporkan rasa pembentukan asites
nyeri dan gangguan lebih lanjut.
rasa nyaman jika
terasa.
· Mengurangi
asupan natrium dan
cairan sesuai
kebutuhan hingga
tingkat yang
diinstruksikan untuk
mengatasi asites.
· Merasakan
pengurangan rasa
nyeri.
· Memperlihatkan
pengurangan rasa
nyeri.
· Memperlihatkan
pengurangan lingkar
perut dan perubahan
berat badan yang
sesuai.
Kelebihan Tujuan: Pemulihan 1. Batasi asupan 1. Meminimalkan
volume cairan kepada volume cairan natrium dan cairan pembentukan asites
berhubungan yang normal jika diinstruksikan. dan edema.
dengan asites Kriteria Hasil: 2. Berikan 2. Meningkatkan
dan · Mengikuti diet diuretik, suplemen ekskresi cairan lewat
pembentukan rendah natrium dan kalium dan protein ginjal dan
edema. pembatasan cairan seperti yang mempertahankan
seperti yang dipreskripsikan. keseimbangan cairan
diinstruksikan. 3. Catat asupan serta elektrolit yang
· Menggunakan dan haluaran cairan. normal.
diuretik, suplemen 4. Ukur dan catat 3. Menilai
kalium dan protein lingkar perut setiap efektivitas terapi dan
sesuai indikasi tanpa hari. kecukupan asupan
mengalami efek 5. Jelaskan cairan.
samping. rasional pembatasan 4. Memantau
· Memperlihatkan natrium dan cairan. perubahan pada
peningkatan haluaran pembentukan asites
urine. dan penumpukan
· Memperlihatkan cairan.
pengecilan lingkar 5. Meningkatkan
perut. pemahaman dan
· kerjasama pasien
Mengidentifikasi dalam menjalani dan
rasional pembatasan melaksanakan
natrium dan cairan. pembatasan cairan.

Perubahan Tujuan: Perbaikan 1. Batasi protein 1. Mengurangi


proses berpikir status mental makanan seperti sumber amonia
berhubungan Kriteria Hasil: yang diresepkan. (makanan sumber
dengan · Memperlihatkan 2. Berikan protein).
kemunduran perbaikan status makanan sumber 2. Meningkatkan
fungsi hati dan mental. karbohidrat dalam asupan karbohidrat
peningkatan · Memperlihatkan porsi kecil tapi yang adekuat untuk
kadar amonia. kadar amonia serum sering. memenuhi
dalam batas-batas 3. Berikan kebutuhan energi
yang normal. perlindungan dan
· Memiliki terhadap infeksi. “mempertahankan”
orientasi terhadap 4. Pertahankan protein terhadap
waktu, tempat dan lingkungan agar proses
orang. tetap hangat dan pemecahannya untuk
· Melaporkan pola bebas dari angin. menghasilkan
tidur yang normal. 5. Pasang bantalan tenaga.
· Menunjukkan pada penghalang di 3. Memperkecil
perhatian terhadap samping tempat resiko terjadinya
kejadian dan aktivitas tidur. peningkatan
di lingkungannya. 6. Batasi kebutuhan metabolik
· Memperlihatkan pengunjung. lebih lanjut.
rentang perhatian 7. Lakukan 4. Meminimalkan
yang normal. pengawasan gejala menggigil
· Mengikuti dan keperawatan yang karena akan
turut serta dalam cermat untuk meningkatkan
percakapan secara memastikan kebutuhan
tepat. keamanan pasien. metabolik.
· Melaporkan 8. Hindari 5. Memberikan
kontinensia fekal dan pemakaian preparat perlindungan kepada
urin. opiat dan barbiturat.pasien jika terjadi
· Tidak 9. Bangunkan koma hepatik dan
mengalami kejang. dengan interval. serangan kejang.
6. Meminimalkan
aktivitas pasien dan
kebutuhan
metaboliknya.
7. Melakukan
pemantauan ketat
terhadap gejala yang
baru terjadi dan
meminimalkan
trauma pada pasien
yang mengalami
gejala konfusi.
8. Mencegah
penyamaran gejala
koma hepatik dan
mencegah overdosis
obat yang terjadi
sekunder akibat
penurunan
kemampuan hati
yang rusak untuk
memetabolisme
preparat narkotik dan
barbiturat.
9. Memberikan
stimulasi kepada
pasien dan
kesempatan untuk
mengamati tingkat
kesadaran pasien.
Pola napas Tujuan: Perbaikan 1. Tinggalkan 1. Mengurangi
yang tidak status pernapasan bagian kepala tempat tekanan abdominal
efektif KriteriaHasil: tidur. pada diafragma dan
berhubungan · Mengalami 2. Hemat tenaga memungkinkan
dengan asites perbaikan status pasien. pengembangan
dan restriksi pernapasan. 3. Ubah posisi toraks dan ekspansi
pengembangan · Melaporkan dengan interval. paru yang maksimal.
toraks akibat pengurangan gejala 4. Bantu pasien 2. Mengurangi
aistes, distensi sesak napas. dalam menjalani kebutuhan metabolik
abdomen serta · Melaporkan parasentesis atau dan oksigen pasien.
adanya cairan peningkatan tenaga torakosentesis. 3. Meningkatkan
dalam rongga dan rasa sehat. a. Berikan ekspansi
toraks · Memperlihatkan dukungan dan (pengembangan) dan
frekuensi respirasi pertahankan posisi oksigenasi pada
yang normal (12- selama menjalani semua bagian paru).
18/menit) tanpa prosedur. 4. Parasentesis
terdengarnya suara b. Mencatat dan torakosentesis
pernapasan tambahan. jumlah dan sifat (yang dilakukan
· Memperlihatkan cairan yang untuk mengeluarkan
pengembangan toraks diaspirasi. cairan dari rongga
yang penuh tanpa c. Melakukan toraks) merupakan
gejala pernapasan observasi terhadap tindakan yang
dangkal. bukti terjadinya menakutkan bagi
· Memperlihatkan batuk, peningkatan pasien. Bantu pasien
gas darah yang dispnu atau frekuensi agar bekerja sama
normal. denyut nadi. dalam menjalani
· Tidak prosedur ini dengan
mengalami gejala meminimalkan
konfusi atau sianosis. resiko dan gangguan
rasa nyaman.
a. Menghasilkan
catatan tentang
cairan yang
dikeluarkan dan
indikasi keterbatasan
pengembangan paru
oleh cairan.
b. Menunjukkan
iritasi rongga pleura
dan bukti adanya
gangguan fungsi
respirasi oleh
pneumotoraks atau
hemotoraks
(penumpukan udara
atau darah dalam
rongga pleura).

Referensi:
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth,
EGC, Jakarta

Hermand, T. H., & Katmitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi
2015-2017. Edisi 10. Jakarta: EGC.

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 2006, Nursing Interventions Classification


(NIC), Mosby Year-Book, St. Louis

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA NIC NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Jakarta: Mediaction Jogja.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

You might also like