Professional Documents
Culture Documents
Standar Ekstrak Etanol
Standar Ekstrak Etanol
, 11(2), 2006
Standarisation of the ethanol extract of Eugenia cumini Merr. leaves as a raw medical material has been
conducted. The test involved spesific and non spesific parameters according to standardisation method from
ilegitimate literature. Result Showed that on the extract as (a thick form, brown, spesific smell and brace taste),
with water content of (9.7% ± 0.115), content of compounds soluble in water (12.4% 0.551) and soluble in
ethanol (16% 0.924), ash content insoluble in acid (0.13% 0.085). The density ef extract at concentration of
5% (0,8293 m/v ± 2.10-4) and concentration of 10% (0,8489 m/v ± 5.10 -5). The results of bacterial count (2,7 x
104) coloni/g, fungi count (3,3 x 103) coloni/g and and no heavy metal detecyed. Thin layer chromatography
profile of the extract indicate to terpenoids, alkaloids and flavonoids.
88
Helmi A., et al J. Sains Tek. Far., 11(2), 2006
dibersihkan dan dirajang halus dengan etanol desikator, serta timbang berat abu. Kadar abu
96% selama 5 hari sambil sekali-sekali diaduk. dihitung dalam persen terhadap berat sampel
Maserat dikumpulkan lalu diuapkan dengan awal.
destilasi vakum, kemudian dikentalkan dengan
rotary evaporator sampai berat konstan. Kadar abu yang tidak larut dalam asam
Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu,
3. Penentuan parameter-parameter Standarisasi
didihkan dengan 25 ml asam klorida encer P
Parameter spesifik (Depkes RI, 1980) selama 5 menit, bagian yang tidak larut asam
1. Penetapan organoleptik ekstrak, meliputi bentuk, dikumpulkan, disaring melalui kertas saring
warna, bau, dan rasa. bebas abu, dicuci dengan air panas, disaring dan
2. Penetapan kadar senyawa terlarut dalam pelarut ditimbang, ditentukan kadar abu yang tidak
tertentu. larut asam dalam persen terhadap berat sampel
a. Kadar senyawa yang larut dalam air. awal.
Sejumlah 5 g ekstrak disari selama 24 jam
dengan 100 ml air-kloroform LP, 3. Penentuan Bobot Jenis (Depkes RI, 2000)
menggunakan labu bersumbat sambil berkali- Bobot jenis ekstrak ditentukan terhadap hasil
kali dikocok selama 6 jam pertama dan pengenceran ekstrak (5% dan 10%) dalam
kemudian dibiarkan selama 18 jam, saring. pelarut tertentu (etanol) dengan alat
Diuapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam piknometer.
cawan penguap, residu dipanaskan pada
suhu 105C hingga bobot tetap. Dihitung 4. Penentuan total bakteri dan total kapang
kadar dalam persen senyawa yang larut dalam (Depkes RI, 2000)
air terhadap berat ekstrak awal. a. Penetuan total bakteri
Dipipet dengan pipet steril 1 ml ekstrak dari
b. Kadar senyawa yang larut dalam etanol. pengenceran 10-4, ditanamkan dalam
Sejumlah 5 g ekstrak dimaserasi selama 24 medium NA, lalu diinkubasi pada suhu
jam dengan 100 ml etanol 95% menggunakan
37C selama 24 jam. Kemudian diamati dan
labu bersumbat sambil berkali kali dikocok
dihitung jumlah koloni yang tumbuh dan
selama 6 jam pertama dan kemudian
dikalikan dengan faktor pengenceran.
dibiarkan selama 18 jam. Disaring cepat
b. Penentuan total kapang
dengan menghindari penguapan etanol,
Dipipet dengan pipet steril 1 ml ekstrak dari
kemudian diuapkan 20 ml filtrat hingga
pengenceran 10-4 ditanam dalam medium
kering dalam cawan penguap yang telah
PDA, lalu diinkubasi pada suhu 25C
ditara, residu dipanaskan pada suhu 1050C
selama tiga hari. Kemudian diamati dan
hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam
dihitung jumlah koloni yang tumbuh dan
persen senyawa yang larut dalam etanol
dikalikan dengan faktor pengenceran.
terhadap berat ekstrak awal.
Parameter Non Spesifik (Depkes RI, 1980) 5. Penentuan Batas Logam Timbal (Pb).
1. Penetapan Kadar Air. Penentuan batas logam Pb di dalam ekstrak
Ditimbang seksama 1 g ekstrak dalam krus dilakukan secara destruksi basah ekstrak
porselen bertutup yang sebelumnya telah dengan asam nitrat dan hydrogen peroksida,
dipanaskan pada suhu 105C selama 30 menit kadar Pb ditentukan dengan spektrofotometri
dan telah ditara. Ratakan dengan serapan atom (Depkes RI, 1995; Raimon,
menggoyangkan hingga merupakan lapisan 1992; Slavi, 1978; Haswell, 1991).
setebal (5 mm – 10 mm) dan dikeringkan pada
suhu penetapan hingga bobot tetap, buka 4. Uji Kandungan Kimia Ekstrak.
tutupnya, biarkan krus dalam keadaan tertutup
a. Penapisan golongan kimia ekstrak (Soetarno dan
dan mendingin dalam desikator hingga suhu
Soediro, 1997; Depkes RI, 2000) diantaranya :
kamar, kemudian dicatat bobot tetap yang
diperoleh untuk menghitung persentase susut 1. Uji alkaloid
pengeringannya.
2. Penetapan Kadar Abu
Dengan plat KLT, dimana pada plat ditotolkan
Ditimbang 2 g ekstrak dengan seksama ke
ekstrak, lalu disemprotkan dengan reagen
dalam krus yang telah ditara, dipijarkan
Dragendorf. Apabila ada noda yang naik yang
perlahan lahan. Kemudian suhu di naikkan
memberikan perubahan warna menjadi orange
secara bertahap hingga 600 + 25C sampai
atau merah, diduga positif alkaloid.
bebas karbon, selanjutnya didinginkan dalam
89
Helmi A., et al J. Sains Tek. Far., 11(2), 2006
90
Helmi A., et al J. Sains Tek. Far., 11(2), 2006
suhu tinggi. Kemudian ekstrak di rotary evaporator unsur anorganik yang tidak larut dalam asam
untuk menguapkan pelarut dan air yang masih sebesar 0,13% ± 0,058.
tersisa sehingga didapatkan ekstrak kental dengan
berat konstan (Harborne, J.B., 1987). Dari hasil Bobot jenis ekstrak dihitung dengan menggunakan
maserasi ini diperoleh ekstrak sebanyak 6% dari piknometer. Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak
berat sampel segarnya. yang telah diencerkan 5% dan 10% menggunakan
etanol 96% sebagai pelarut. Dimana didapatkan
Setelah didapatkan ekstrak kental dilakukan hasil sebesar 0,8293 m/v ± 2.10-4 untuk
penetapan standar mutu dan kandungan kimia pengenceran 5% dan 0,8489 m/v ± 5.10-5 untuk
ekstrak. Persyaratan mutu ekstrak meliputi pengenceran 10%. Ini menggambarkan besarnya
parameter standar umum dan parameter standar massa persatuan volume untuk memberikan batasan
spesifik. Standardisasi ini dimaksudkan agar dapat antara ekstrak cair dan ekstrak kental, bobot jenis
menjamin bahwa produk ekstrak mempunyai nilai juga terkait dengan kemurnian dari ekstrak dan
parameter tertentu yang konstan (Depkes RI, 2000). kontaminasi (Depkes RI, 2000).
Pada pemeriksaan organoleptik ekstrak meliputi Pengujian cemaran bakteri termasuk salah satu uji
bentuk, warna, bau dan rasa. Dari pengamatan untuk syarat kemurnian ekstrak. Uji ini mencakup
didapatkan hasil : ekstrak berkosistensi kental, penentuan jumlah mikroorganisme yang
berwarna coklat tua, berbau khas dan berasa sepat. diperbolehkan dan untuk menunjukan tidak adanya
Penentuan organoleptik ini termasuk salah satu bakteri tertentu dalam ekstrak. Pada ekstrak
parameter spesifik yang ditentukan dengan terdapat cemaran bakteri 2,7 x 104 koloni/g. Ini
menggunakan panca indera dan bertujuan untuk berada dibawah batas maksimum yaitu 10 6 koloni/g
pengenalan awal secara sederhana dan subjektif. menurut SK Dirjen Pom No : 03726/B/SK/VII/89
tentang batasan maksimum mikroba dalam
Kadar senyawa yang terlarut dalam air dan dalam makanan. Rendahnya pertumbuhan bakteri ini juga
etanol dari ekstrak adalah 12,4% ± 0,551 untuk bisa disebabkan karena ekstrak yang digunakan
senyawa yang larut dalam air dan 16% ± 0,924 adalah ekstrak etanol, dimana etanol juga dapat
untuk senyawa yang larut dalam etanol. Ini berarti menghambat pertumbuhan bakteri atau mikroba
ekstrak lebih banyak terlarut dalam etanol dalam ekstrak. Begitu juga pada pengujian
dibandingkan dalam air. Kadar zat terlarut ini pencemaran kapang pada ekstrak didapat sebesar
merupakan uji kemurnian ekstrak yang dilakukan 3,3 x 103 koloni/g berada dibawah batas maksimum
untuk mengetahui jumlah terendah bahan kimia yaitu 104 koloni/g. Dimana tidak ditemukan ciri
kandungan ekstrak yang terlarut dalam pelarut mikroskopis biakan Aspergillus flavus, koloni yang
tertentu. Untuk syarat kemurnian dari simplisia tumbuh berwarna kuning muda dan hifa tidak
maupun ekstrak minimum harus dilakukan uji bersekat. Sehingga penentuan angka aflatoksin
penetapan kadar zat terekstraksi dalam air dan tidak dilanjutkan. Aflatoksin merupakan metabolit
etanol (Soetarno dan Soediro, 1997). sekunder yang dihasilkan oleh jamur. Aflatoksin
Kadar air dalam ekstrak diperoleh 9,7% ± dapat menyebabkan toksigenik (menimbulkan
0,115. Kadar air ditetapkan untuk menjaga kualitas keracunan), mutagenik (mutasi gen), teratogenik
ekstrak. Disamping untuk penentuan kadar air, (penghambatan pada pertumbuhan janin) dan
dapat juga untuk menentukan jumlah zat lain yang karsinogenik (menimbulkan kanker pada jaringan)
mudah menguap pada ekstrak. Menurut literatur (Rustian, 1993).
kadar air dalam ekstrak tidak boleh lebih dari 10%.
Hal ini bertujuan untuk menghindari cepatnya Penentuan kandungan logam timbal (Pb) pada
pertumbuhan jamur dalam ekstrak (Soetarno dan ekstrak berguna untuk dapat menjamin bahwa
Soediro, 1997). ekstrak tidak mengandung timbal melebihi batas
yang ditetapkan karena bersifat toksik terhadap
Penentuan kadar abu bertujuan untuk memberikan tubuh. Agar didapatkan data yang valid maka
gambaran kandungan mineral internal dan dianalisa dengan menggunakan metoda
eksternal, disini ekstrak dipanaskan hingga spektrofotometri serapan atom. SK Dirjen POM No
senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan 03725/B/SK/VII/89 tentang batas maksimum
menguap sampai tinggal unsur mineral dan cemaran logam dalam makanan menyatakan bahwa
anorganik saja. Kadar abu ekstrak didapat sebesar batas maksimum cemaran logam timbal pada
2,9 % ± 1,127 dan kadar abu yang tidak larut rempah – rempah sebesar 10 mg/kg, setelah
dalam asam sebesar 0,13% ± 0,058. Hal ini dilakukan pengujian diketauhi bahwa ektsrak tidak
menunjukan bahwa sisa anorganik yang terdapat mengandung logam timbal sehingga memenuhi
dalam ekstrak sebesar 2,9% ± 1,127 dan kadar persyaratan yang ditetapkan.
91
Helmi A., et al J. Sains Tek. Far., 11(2), 2006
92
Helmi A., et al J. Sains Tek. Far., 11(2), 2006
93
Helmi A., et al J. Sains Tek. Far., 11(2), 2006
94