Professional Documents
Culture Documents
1. Pengantar
Indonesia yang terletak di antara 6° LU – 11° LS dan diantara 95° BT – 141° BT, telah memposisikan
negara ini dalam posisi yang rawan bencana secara geologis. Dalam posisi ini Indonesia berada
dalam wilayah perbenturan tiga lempeng kerak bumi yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik dan
lempeng India Australia yang membawa dampak kerawanan Indonesia terhadap berbagai aktivitas
seismic yang kuat dan intensif. Letak ini pun ternyata merupakan wilayah yang rawan bencana
karena ternyata selain pertemuan lempeng benua, wilayah ini juga merupakan zone pertemuan dua
jalur gempa yaitu jalur Sirkum Pasifik dan jalur gempa Alpide Transasiatic yang menyebabkan
kerawanan terhadap aktivitas gempa bumi yang cukup tinggi dan tsunami apabila gempa tersebut
terjadi dalam kekuatan yang besar dan pusat gempanya berada dalam jarak yang tidak jauh dari
dasar laut.
Keberadaan gunung berapi yang berderet hampir melingkari seluruh wilayah kepulauan di Indonesia
telah menambah faktor kerawanan wilayah Indonesia. Selain itu kondisi iklim Indonesia dengan curah
hujan yang tinggi dan juga musim kemarau yang cukup panjang juga sangat potensial untuk
menghantarkan penduduk Indonesia pada bencana banjir, longsor dan kekeringan serta kelaparan.
Kondisi sistem sosial yang sangat plural dalam berbagai dimensinya pun selain menjadi kekayaan
yang sangat bernilai juga ternyata dapat mempertinggi kerawanan bencana sosial semacam konflik
sosial, apabila tidak dikelola dengan baik. Umumnya bencana yang terjadi tersebut mengakibatkan
penderitaan bagi masyarakat, baik berupa korban jiwa manusia kerugian harta benda, maupun
kerusakan lingkungan serta musnahnya hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai (BAKORNAS PBP,
JAKARTA, 2002).
Bencana yang beruntun menimpa tanah air kita, semakin meningkatkan kesadaran akan perlunya
suatu sistim informasi kebencanaan yang berbasis data spasial. Sistim informasi spasial ini sangat
diperlukan pada segala tahapan manajemen bencana, dari mulai aktifitas pra-bencana seperti studi
tentang resiko suatu daerah terhadap suatu bencana dan penyusunan berbagai scenario bencana;
aktifitas sesaat setelah bencana terjadi seperti pemetaan sebaran kerusakan dan kebutuhan
pengungsi yang sangat diperlukan oleh para petugas dan relawan pemberi bantuan; sampai ke
aktifitas rehabilitasi dan rekonstruksi suatu daerah pasca bencana. Dengan adanya sistim informasi
spasial ini, maka keputusan akan dapat diambil lebih tahapan pada segala tahapan tersebut
(Bakosurtanal, 2010).
Kejadian bencana alam merupakan kejadian yang tak beraturan dalam 3 (tiga) hal : (a) Frekuensi
(Kapan?); (b) Lokasi (Dimana?); (c) Intensitas (Bagaimana?). Kejadian yang tak beraturan ini
mengakibatkan bencana alam rumit untuk diramalkan, sehingga untuk mencegah, mengurangi,
menghindari dan memulihkan diri dari dampak bencana perlu serangkaian kegiatan baik sebelum,
saat dan sesudah terjadi bencana yang disebut sebagai manajemen bencana alam (penanggulangan
bencana).
Pada masa lalu, manusia mengunakan paham Fatalism ketika berhadapan dengan bencana,
yaitu “tidak ada yang dapat dilakukan melawan bencana-bencana, orang-orang harus hidup dengan
dan menerima bencana”. Dimasa sekarang, manusia berusaha mengurangi kerugian nyawa dan harta
jika terjadi bencana dengan persiapan sebelum bencana yang terukur dengan managemen
bencana/resiko bencana.
Secara umum kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam penanggulangan bencana atau managemen
bencana adalah sebagai berikut: pencegahan, pengurangan dampak bahaya, kesiapsiagaan, tanggap
darurat, pemulihan (rehabilitasi dan rekonstruksi), dan pembangunan berkelanjutan yang mengurangi
risiko bencana. Siklus penganggulangan bencana dapat ditunjukkan pada Gambar 1.
Sebelum Bencana Sesudah Bencana
Privatisasi
keselamatan
Pembangunan
Perencanaan
GIS Pelatihan pendidikan Pengerahan sumber Rekonstruksi
Dana-dana kontingensi (utiliti
(pembangunan dan kesadaran akan daya komponen-komponen
bencana compani/pelayanan
basisdata SIG bencana recovery/kesembuhan peringanan bencana
publik)
dan model)
Pencegahan (prevention) adalah upaya yang dilakukan untuk menghilangkan sama sekali atau
mengurangi ancaman. Mitigasi atau pengurangan (mitigation) merupakan upaya untuk mengurangi
atau meredam risiko. Kegiatan mitigasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu fisik dan
nonfisik. Kesiapsiagaan (preparedness) adalah upaya menghadapi situasi darurat serta mengenali
berbagai sumber daya untuk memenuhi kebutuhan pada saat itu. Hal ini bertujuan agar warga
mempunyai persiapan yang lebih baik untuk menghadapi bencana. Tanggap darurat (rescue and
relief) dilakukan segera setelah bencana terjadi untuk mengurangi dampak bencana, seperti
penyelamatan jiwa dan harta benda. Pemulihan (rehabilitation) adalah upaya yang dilakukan untuk
mengembalikan kondisi hidup dan kehidupan masyarakat seperti semula atau lebih baik dibanding
sebelum bencana terjadi melalui kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi. Pembangunan berkelanjutan
(recontruction) adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan
mempertimbangkan faktor risiko bencana sehingga masyarakat akan mampu mencegah, mengurangi,
menghindari ancaman atau bahaya dan memulihkan diri dari dampak bencana.
Belajar dari bencana gempa bumi dan tsunami di Aceh, diperlukan kesiapan pengelolaan data dan
informasi geospasial untuk meminimalkan kerugian dan mempercepat proses rehabilitasi dan
rekontruksi pada areal terkena bencana. Informasi geospasial/spasial atau informasi bereferensi
geografis memang telah banyak digunakan untuk mendukung pengambilan keputusan dalam
perencanaan dan pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya alam, managemen bencana,
lingkungan, transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya. Tingkat pentingnya data spasial
dalam siklus manajemen bencana digambarkan pada Tabel 1 elemen kunci manajemen bencana
(Key elements of Disaster Management) oleh Worldbank, DMF & USAID.
PP15/2010 membakukan skala-skala pemetaan. Skala minimum ditetapkan diterapkan untuk berbagai
tingkat perencanaan yang berbeda sebagai berikut :
Wilayah Provinsi skala 1:250.000, atau skala 1:100.000 dan 1:50.000 untuk wilayah yang terstruktur
lebih rapat;
Wilayah Kabupaten skala 1:100.000, atau skala 1:50.000 dan 1:25.000 untuk wilayah yang
terstruktur lebih rapat;
Wilayah Kota skala 1:50.000, atau skala 1:25.000 dan 1:10.000 untuk wilayah yang terstruktur lebih
rapat;
Dalam memilih sistem penginderaan jauh yang sesuai dengan tujuan peneraannya, maka perlu
memahami adanya konsep resolusi. Resolusi sangat menentukan tingkat kerincian obyek, sifat
signatur spektral, periode ulang untuk monitoring dan tampilan datanya. Empat resolusi, yaitu : (a)
Resolusi spektral, (b) Resolusi spasial, (c) Resolusi temporal, dan (d) Resolusi radiometrik. Resolusi
spasial mencerminkan rincian data tentang obyek yang dapat disadap dari suatu sistem penginderaan
jauh, dalam bentuk ukuran obyek terkecil yang dapat disajikan, dibedakan, dan dikenali pada citra,
disebut pixel (picture element). Resolusi spektral menunjukkan kerincian spektrum elektromagnetik
yang digunakan dalam suatu sistem penginderaan jauh. Resolusi temporal merupakan frekuensi
perekaman ulang bagi daerah yang sama oleh suatu sistem penginderaan jauh, dan resolusi
radiometrik menunjukkan kepekaan suatu sistem sensor terhadap perbedaan terkecil kekuatan sinyal
yang sampai pada sensor tersebut.
Data penginderaan jauh yang diperoleh dari satelit adalah teknik yang baik dalam pemetaan daerah
bencana yang menggambarkan distribusi spasial pada suatu periode tertentu. Banyak satelit dengan
perbedaan sistem sekarang ini, dengan karakteristik resolusi spasial, temporal, dan spektral tertentu.
Data penginderaan jauh dapat direlasikan dengan data lain, sehingga dapat juga digunakan untuk
penyajian data bencana. Metode perolehan data dapat dengan 2 cara, yaitu dengan interpretasi
visual dan pengolahan citra digital seperti teknik klasifikasi.
Managemen bencana memerlukan disiplin pengetahuan lain dan perlu integrasi. Melalui integrasi data
dan disiplin bidang tertentu akan memperkuat SIG. Contoh aplikasi hasil integrasi tersebut antara
lain :
Data fenomena bencana seperti: tanah longsor, banjir, gempabumi, dengan informasi lokasi kejadian,
frekuensi, dan besarnya
Data lingkungan di mana kejadian bencana terjadi : topografi, geologi, geomorfologi, tanah,
hidrologi, penggunaan lahan, vegetasi, dan sebagainya
Data elemen yang hancur karena bencana : infrastruktur, permukiman, penduduk, sosial ekonomi
dan sebagainya
Data sumber-sumber pertolongan seperti rumah sakit, pemadam kebakaran, kantor pemerintahan,
dan sebagainya.
Penggunaan data satelit untuk managemen bencana banyak mengunakan satelit sumberdaya ( Earth
Resource Satellites) dan satelit cuaca/meteorologi (meteorological satellites). Satelit sumberdaya
dengan sistem orbit polar yang dapat digunakan, yaitu :
1. Satelit dengan sensor optik, yang tidak dapat menembus awan dengan resolusi rendah (AVHRR),
menengah (LANDSAT, SPOT, IRS), dan resolusi spasial tinggi (IKONOS)
2. Satelit dengan gelombang mikro, yang dapat menembus awan, dengan resolusi tinggi
seperti Synthetic Aperture Radar (SAR) (RADARSAT, ERS, JERS) dan sensor pasif resolusi rendah
(SSMI) .
Sedangkan satelit meteorologi yang sering digunakan untuk aplikasi kebencanaan antara lain:
1. Orbit geostasioner (GOES: METEOSAT, GMS, INSAT, GOMS) menghasilkan citra gelombang tampak
(VIS) dan inframerah (IR) setiap setengah jam
2. Orbit polar (POES: NOAA and SSM/I), memutari bumi dua kali satu hari dan menyediakan citra VIS
dan IR, serta gelombang mikro.
Dengan kemampuan merekam kejadian dan wilayah dengan tingkat kerincian dan kemampuan
tertentu serta periode ulang tertentu maka data penginderaan jauh dapat digunakan dalam
managemen bencana.
Berdasar beberapa kemampuan penginderaan jauh dan SIG di atas yang digunakan dalam
managemen bencana atau penanggulangan bencana, beberapa hal yang mendasar yang dapat
disimpulkan dari integrasi tersebut, adalah :
Data yang dihasilkan berbagai organisasi pada dasarnya dapat digunakan dan dibagi bersama.
1. Integrasi Penginderaan Jauh dan SIG dapat digunakan dalam mengelola dan visualisasi data
Mengetahui dengan baik lokasi yang merupakan daerah berbahaya melalui proses analisis dan
modeling.
Daftar Pustaka
Burrough P.A., 1987, Principles of Geographical Information Systems for Land Resources
Assessment, Clanderon Press Oxford London.
INDEP, 2007, Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat, Yayasan IDEP, Bali Indonesia
Jetten V., 2007, Spatial Modelling of Geohazard, Departement of Earth Systems Analysis ITC,
Enchede, Netherland.
Westen, C V., 2007, Geo-information for Disaster Management, Department Earth Systems
Analysis International Institute for Geo-Information Science and Earth Observation (ITC)
———–, 2010, Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Informasi
Geospasial.
1. Bank data terpadu, yaitu memadukan data spasial dan non spasial
dalam suatu Relational Database Management System.
2. Sistem modeling dan analisa, yaitu sebagai sarana evaluasi potensi
wilayah dan perencanaan spasial.
3. Sistem pengelolaan yang bereferensi geografis, yaitu untuk
mengelola operasional dan administrasi yang bereferensi posisi
geografi.
4. Sistem pemetaan berkomputer, yaitu sistem yang dapat menyajikan
peta sesuai dengan kebutuhan.
Input Data
Proses input data digunakan untuk menginputkan data spasial dan data non-spasial. Data
spasial biasanya berupa peta analog. Untuk SIG harus menggunakan peta digital sehingga
peta analog tersebut harus dikonversi ke dalam bentuk peta digital dengan menggunakan alat
digitizer. Selain proses digitasi dapat juga dilakukan proses overlay dengan melakukan proses
scanning pada peta analog.
Manipulasi Data
Tipe data yang diperlukan oleh suatu bagian SIG mungkin perlu dimanipulasi agar sesuai
dengan sistem yang dipergunakan. Oleh karena itu SIG mampu melakukan fungsi edit baik
untuk data spasial maupun non-spasial.
Manajemen Data
Setelah data spasial dimasukkan maka proses selanjutnya adalah pengolahan data non-
spasial. Pengolaha data non-spasial meliputi penggunaan DBMS untuk menyimpan data yang
memiliki ukuran besar.
Query adalah proses analisis yang dilakukan secara tabular. Secara fundamental SIG dapat
melakukan dua jenis analisis, yaitu:
o Analisis Proximity
Analisis Proximity merupakan analisis geografi yang berbasis pada jarak antar layer. SIG
menggunakan proses buffering (membangun lapisan pendukung di sekitar layer dalam jarak
tertentu) untuk menentukan dekatnya hubungan antar sifat bagian yang ada.
o Analisis Overlay
Overlay merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer yang berbeda. Secara sederhana
overlay disebut sebagai operasi visual yang membutuhkan lebih dari satu layer untuk
digabungkan secara fisik.
Visualisasi
Untuk beberapa tipe operasi geografis, hasil akhir terbaik diwujudkan dalam peta atau grafik.
Peta sangatlah efektif untuk menyimpan dan memberikan informasi geografis.
a. Data Vektor
Data vektor adalah data yang menampilkan pola keruangan dalam bentuk titik, garis,
kurva atau poligon. Data vektor sangat baik untuk merepresentasikan fitur-fitur jaringan jalan,
gedung, rel kereta dan letak koordinat. Kelemahan data ini adalah ketidakmampuannya dalam
mengakomodasi perubahan fenomena yang bersifat gradual.
Data vektor adalah data yang direkam dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan,
menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis atau area
(polygon). Ada tiga tipe data vector (titik, garis, dan polygon) yang bisa digunakan untuk
menampilkan informasi pada peta. Titik bisa digunakan sebagai lokasi sebuah kota atau posisi
tower radio. Garis bisa digunakan untuk menunjukkan route suatu perjalanan atau
menggambarkan boundary. Poligon bisa digunakan untuk menggambarkan sebuah danau atau
sebuah Negara pada peta dunia. Data vektor tentu memiliki kelebihan dan kekurangan, berikut
adalah kelebihan dan kekurangan data vektor.
Kelebihan
Kekurangan
4. Struktur data yang terlalu banyak tidak efektif dalam menampilkan banyak spasial
b. Data Raster
Data raster adalah data yang disimpan dalam bentuk kotak segi empat (grid)/sel
sehingga terbentuk suatu ruang yang teratur. Foto digital seperti areal fotografi atau foto satelit
merupakan bagian dari data raster pada peta. Raster mewakili data grid continue. Nilainya
menggunakan gambar berwarna seperti fotografi, yang di tampilkan dengan level merah, hijau,
dan biru pada sel. Pada data raster, obyek geografis direpresentasikan sebagai struktur sel grid
yang disebut sebagai pixel (picture element). Resolusi (definisi visual) tergantung pada ukuran
pixel-nya, semakin kecil ukuran permukaan bumi yang direpresentasikan oleh sel, semakin
tinggi resolusinya. Data raster dihasilkan dari sistem penginderaan jauh dan sangat baik untuk
merepresentasikan batas-batas yang berubah secara gradual seperti jenis tanah, kelembaban
tanah, suhu, dan lain-lain.Peta Raster adalah peta yang diperoleh dari fotografi suatu areal, foto
satelit atau foto permukaan bumi yang diperoleh dari komputer. Contoh peta raster yang
diambil dari satelit cuaca.
Kelebihan
· Struktur data yang sederhana.
· Mudah dimanipulasi dengan fungsi matematis sederhana.
· Teknologi yang digunakan cukup murah.
· Overlay data raster dengan data inderaja mudah dilakukan.
Kekurangan
· Memerlukan ruang penyimpanan yang besar.
· Transformasi koordinat dan proyeksi sulit dilakukan.
· Lebih sulit untuk merepresentasikan hubungan topologikal.
c. Data Atribut
Data atribut merupakan data yang mempresentasikan aspek-aspek deskripsi/penjelasan
dari suatu fenomena di permukaan bumi dalam bentuk kata-kata, angka, atau tabel. Data atribut
berfungsi untuk menggambarkan gejala topografi karena memiliki aspek deskriptif dan
kualitatif. Oleh karena itu, data atribut sangat penting dalam menjelaskan seluruh objek
geografi. Contohnya, atribut kualitas tanah terdiri atas status kepemilikian lahan, luas lahan,
tingkat kesuburan tanah dan kandungan mineral dalam tanah. Data atribut bisa berupa data
kuantitatif (angka) seperti data jumlah penduduk dan dapat berupa data kualitatif (mutu) seperti
data tingkat kesuburan tanah.
DAFTAR PUSTAKA
http://geograph88.blogspot.co.id/2014/12/data-raster-dan-data-vektor.html
http://sing-dadi-blog.blogspot.co.id/2015/08/pengertian-data-vektor-serta-kelebihan.
http://nilaamallia.blogspot.co.id/2011/01/data-vektor-dan-data-raster.html
Berdasarkan struktur keilmuannya, geografi adalah disiplin ilmu yang mengkaji tentang
fenomena permukaan bumi (geosfera). Objek materialnya berupa: lithosfer, atmosfer,
hidrosfer dan biosfer. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan keruangan,
kelingkungan dan komplek wilayah. Teknik kajian yang digunakan dengan cara identifikasi,
iventarisasi, analisis, sintesis, klasifikasi dan evaluasi, dengan teknik sajiannya menggunakan
media peta, penginderaan jauh, sistem informasi geografi. Berdasarkan karakteristik disiplin
ilmu geografi tersebut dan kemanfaatan ilmu geografi dalam kehidupan, antara lain:
1. Menganalisis gejala alam fisik dan perkembangan bentuk, muka bumi serta
pelestariannya.
2. Mengevaluasi gejala sosial di muka bumi, interaksinya, dan pengaruhnya terhadap
kehidupan.
3. Menganalisis gejala sosial di muka bumi, interaksinya, dan pengaruhnya terhadap
kehidupan dan perkembangan wilayah.
4. Menganalisis lokasi industri dan perkembangan wilayah serta menginformasikannya
dengan menggunakan konsep dan grafikasi.
5. Menggunakan konsep wilayah dan grafikasi dalam memahami lokasi, pola,
persebaran dan hubungan antara objek.
Beberapa contoh penerapan Sistem Informasi Geografi (SIG) dalam beberapa bidang, antara
lain:
Bidang Sumber Daya Alam: inventarisasi, manajemen SDA, kesesuaian lahan untuk
pertanian, perkebunan, kehutanan, perencanaan tata guna lahan, analisis daerah rawan
bencana, dan lain-lain.
Bidang Militer: penyediaan data spasial untuk analisis rute-rute perjalanan logistik,
peralatan perang, dan sebagai tools untuk kebutuhan war game, dan lain-lain.