You are on page 1of 14

ARTIKEL

PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS


(SIG) DALAM MANAJEMEN BENCANA ALAM
August 6, 2016 By mitgeoft_admin 0 3237
Oleh : Dr. Agung Setianto

Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada

1. Pengantar

Indonesia yang terletak di antara 6° LU – 11° LS dan diantara 95° BT – 141° BT, telah memposisikan
negara ini dalam posisi yang rawan bencana secara geologis. Dalam posisi ini Indonesia berada
dalam wilayah perbenturan tiga lempeng kerak bumi yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik dan
lempeng India Australia yang membawa dampak kerawanan Indonesia terhadap berbagai aktivitas
seismic yang kuat dan intensif. Letak ini pun ternyata merupakan wilayah yang rawan bencana
karena ternyata selain pertemuan lempeng benua, wilayah ini juga merupakan zone pertemuan dua
jalur gempa yaitu jalur Sirkum Pasifik dan jalur gempa Alpide Transasiatic yang menyebabkan
kerawanan terhadap aktivitas gempa bumi yang cukup tinggi dan tsunami apabila gempa tersebut
terjadi dalam kekuatan yang besar dan pusat gempanya berada dalam jarak yang tidak jauh dari
dasar laut.

Keberadaan gunung berapi yang berderet hampir melingkari seluruh wilayah kepulauan di Indonesia
telah menambah faktor kerawanan wilayah Indonesia. Selain itu kondisi iklim Indonesia dengan curah
hujan yang tinggi dan juga musim kemarau yang cukup panjang juga sangat potensial untuk
menghantarkan penduduk Indonesia pada bencana banjir, longsor dan kekeringan serta kelaparan.
Kondisi sistem sosial yang sangat plural dalam berbagai dimensinya pun selain menjadi kekayaan
yang sangat bernilai juga ternyata dapat mempertinggi kerawanan bencana sosial semacam konflik
sosial, apabila tidak dikelola dengan baik. Umumnya bencana yang terjadi tersebut mengakibatkan
penderitaan bagi masyarakat, baik berupa korban jiwa manusia kerugian harta benda, maupun
kerusakan lingkungan serta musnahnya hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai (BAKORNAS PBP,
JAKARTA, 2002).

Bencana yang beruntun menimpa tanah air kita, semakin meningkatkan kesadaran akan perlunya
suatu sistim informasi kebencanaan yang berbasis data spasial. Sistim informasi spasial ini sangat
diperlukan pada segala tahapan manajemen bencana, dari mulai aktifitas pra-bencana seperti studi
tentang resiko suatu daerah terhadap suatu bencana dan penyusunan berbagai scenario bencana;
aktifitas sesaat setelah bencana terjadi seperti pemetaan sebaran kerusakan dan kebutuhan
pengungsi yang sangat diperlukan oleh para petugas dan relawan pemberi bantuan; sampai ke
aktifitas rehabilitasi dan rekonstruksi suatu daerah pasca bencana. Dengan adanya sistim informasi
spasial ini, maka keputusan akan dapat diambil lebih tahapan pada segala tahapan tersebut
(Bakosurtanal, 2010).

2. Kebutuhan Informasi Spasial dalam Manajemen Bencana Alam

Kejadian bencana alam merupakan kejadian yang tak beraturan dalam 3 (tiga) hal : (a) Frekuensi
(Kapan?); (b) Lokasi (Dimana?); (c) Intensitas (Bagaimana?). Kejadian yang tak beraturan ini
mengakibatkan bencana alam rumit untuk diramalkan, sehingga untuk mencegah, mengurangi,
menghindari dan memulihkan diri dari dampak bencana perlu serangkaian kegiatan baik sebelum,
saat dan sesudah terjadi bencana yang disebut sebagai manajemen bencana alam (penanggulangan
bencana).

Pada masa lalu, manusia mengunakan paham Fatalism ketika berhadapan dengan bencana,
yaitu “tidak ada yang dapat dilakukan melawan bencana-bencana, orang-orang harus hidup dengan
dan menerima bencana”. Dimasa sekarang, manusia berusaha mengurangi kerugian nyawa dan harta
jika terjadi bencana dengan persiapan sebelum bencana yang terukur dengan managemen
bencana/resiko bencana.

Secara umum kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam penanggulangan bencana atau managemen
bencana adalah sebagai berikut: pencegahan, pengurangan dampak bahaya, kesiapsiagaan, tanggap
darurat, pemulihan (rehabilitasi dan rekonstruksi), dan pembangunan berkelanjutan yang mengurangi
risiko bencana. Siklus penganggulangan bencana dapat ditunjukkan pada Gambar 1.
Sebelum Bencana Sesudah Bencana

Identifikasi Mitigasi/Peringanan Perpindahan Rehabilitasi dan


Kesiap siagaan Respons darurat
resiko Bencana resiko Rekonstruksi

Pemetaan Pekerjaan Sistem Peringatan


Rehabilitasi dan
Asuransi/tidak Asistensi/per-
Bahaya fisikal/struktural Dini. Sistem
Rekonstruksi
asuransi
Bencana mitigasi Komunikasi tolongan infrastruktur

Pemetaan Perencanaan Instrumen- Perbaikan dan


Monitoring dan Macroeconomic dan
Kerawanan Pengguaan lahan dan instrumen pemulihan sementara
meramalkan manajemen anggaran
Bencana aturan bangunan pasar uang pelayanan

Privatisasi

pelayanan Perencanaan Revitalisasi sektor-


Pemetaaan
publik dengan fasilitas-fasilitas sektor yang
Resiko Insentif ekonomi Penilaian kerusakan
peraturan- darurat/ tempat dipengaruhi (ekspor,
Bencana
peraturan perlindungan turisme)

keselamatan
Pembangunan
Perencanaan
GIS Pelatihan pendidikan Pengerahan sumber Rekonstruksi
Dana-dana kontingensi (utiliti
(pembangunan dan kesadaran akan daya komponen-komponen
bencana compani/pelayanan
basisdata SIG bencana recovery/kesembuhan peringanan bencana
publik)
dan model)

Gambar 1. Siklus penganggulangan bencana/manajemen bencana secara umum

Pencegahan (prevention) adalah upaya yang dilakukan untuk menghilangkan sama sekali atau
mengurangi ancaman. Mitigasi atau pengurangan (mitigation) merupakan upaya untuk mengurangi
atau meredam risiko. Kegiatan mitigasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu fisik dan
nonfisik. Kesiapsiagaan (preparedness) adalah upaya menghadapi situasi darurat serta mengenali
berbagai sumber daya untuk memenuhi kebutuhan pada saat itu. Hal ini bertujuan agar warga
mempunyai persiapan yang lebih baik untuk menghadapi bencana. Tanggap darurat (rescue and
relief) dilakukan segera setelah bencana terjadi untuk mengurangi dampak bencana, seperti
penyelamatan jiwa dan harta benda. Pemulihan (rehabilitation) adalah upaya yang dilakukan untuk
mengembalikan kondisi hidup dan kehidupan masyarakat seperti semula atau lebih baik dibanding
sebelum bencana terjadi melalui kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi. Pembangunan berkelanjutan
(recontruction) adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan
mempertimbangkan faktor risiko bencana sehingga masyarakat akan mampu mencegah, mengurangi,
menghindari ancaman atau bahaya dan memulihkan diri dari dampak bencana.

Belajar dari bencana gempa bumi dan tsunami di Aceh, diperlukan kesiapan pengelolaan data dan
informasi geospasial untuk meminimalkan kerugian dan mempercepat proses rehabilitasi dan
rekontruksi pada areal terkena bencana. Informasi geospasial/spasial atau informasi bereferensi
geografis memang telah banyak digunakan untuk mendukung pengambilan keputusan dalam
perencanaan dan pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya alam, managemen bencana,
lingkungan, transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya. Tingkat pentingnya data spasial
dalam siklus manajemen bencana digambarkan pada Tabel 1 elemen kunci manajemen bencana
(Key elements of Disaster Management) oleh Worldbank, DMF & USAID.

Tabel 1. Elemen Kunci Manajemen Bencana (Key elements of Disaster Management)


Informasi spasial penting tetapi dikombinasikan dengan informasi lain

Sumber : Worldbank, DMF & USAID

Informasi spasial sangat penting

Informasi spasial kurang penting dibandingkan dengan informasi lain

1. Pengertian tentang data spasial untuk perencanaan dan penanggulangan bencana

2. Sumber-sumber data spasial

PP15/2010 membakukan skala-skala pemetaan. Skala minimum ditetapkan diterapkan untuk berbagai
tingkat perencanaan yang berbeda sebagai berikut :

 Wilayah Nasianal skala 1:1.000.000;

 Wilayah Provinsi skala 1:250.000, atau skala 1:100.000 dan 1:50.000 untuk wilayah yang terstruktur
lebih rapat;

 Wilayah Kabupaten skala 1:100.000, atau skala 1:50.000 dan 1:25.000 untuk wilayah yang
terstruktur lebih rapat;

 Wilayah Kota skala 1:50.000, atau skala 1:25.000 dan 1:10.000 untuk wilayah yang terstruktur lebih
rapat;

3. Peranan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi


Geografis (SIG) dalam Managemen Bencana Alam

Dalam memilih sistem penginderaan jauh yang sesuai dengan tujuan peneraannya, maka perlu
memahami adanya konsep resolusi. Resolusi sangat menentukan tingkat kerincian obyek, sifat
signatur spektral, periode ulang untuk monitoring dan tampilan datanya. Empat resolusi, yaitu : (a)
Resolusi spektral, (b) Resolusi spasial, (c) Resolusi temporal, dan (d) Resolusi radiometrik. Resolusi
spasial mencerminkan rincian data tentang obyek yang dapat disadap dari suatu sistem penginderaan
jauh, dalam bentuk ukuran obyek terkecil yang dapat disajikan, dibedakan, dan dikenali pada citra,
disebut pixel (picture element). Resolusi spektral menunjukkan kerincian spektrum elektromagnetik
yang digunakan dalam suatu sistem penginderaan jauh. Resolusi temporal merupakan frekuensi
perekaman ulang bagi daerah yang sama oleh suatu sistem penginderaan jauh, dan resolusi
radiometrik menunjukkan kepekaan suatu sistem sensor terhadap perbedaan terkecil kekuatan sinyal
yang sampai pada sensor tersebut.

Data penginderaan jauh yang diperoleh dari satelit adalah teknik yang baik dalam pemetaan daerah
bencana yang menggambarkan distribusi spasial pada suatu periode tertentu. Banyak satelit dengan
perbedaan sistem sekarang ini, dengan karakteristik resolusi spasial, temporal, dan spektral tertentu.
Data penginderaan jauh dapat direlasikan dengan data lain, sehingga dapat juga digunakan untuk
penyajian data bencana. Metode perolehan data dapat dengan 2 cara, yaitu dengan interpretasi
visual dan pengolahan citra digital seperti teknik klasifikasi.

Managemen bencana memerlukan disiplin pengetahuan lain dan perlu integrasi. Melalui integrasi data
dan disiplin bidang tertentu akan memperkuat SIG. Contoh aplikasi hasil integrasi tersebut antara
lain :

 Data fenomena bencana seperti: tanah longsor, banjir, gempabumi, dengan informasi lokasi kejadian,
frekuensi, dan besarnya

 Data lingkungan di mana kejadian bencana terjadi : topografi, geologi, geomorfologi, tanah,
hidrologi, penggunaan lahan, vegetasi, dan sebagainya

 Data elemen yang hancur karena bencana : infrastruktur, permukiman, penduduk, sosial ekonomi
dan sebagainya

 Data sumber-sumber pertolongan seperti rumah sakit, pemadam kebakaran, kantor pemerintahan,
dan sebagainya.

Penggunaan data satelit untuk managemen bencana banyak mengunakan satelit sumberdaya ( Earth
Resource Satellites) dan satelit cuaca/meteorologi (meteorological satellites). Satelit sumberdaya
dengan sistem orbit polar yang dapat digunakan, yaitu :

1. Satelit dengan sensor optik, yang tidak dapat menembus awan dengan resolusi rendah (AVHRR),
menengah (LANDSAT, SPOT, IRS), dan resolusi spasial tinggi (IKONOS)

2. Satelit dengan gelombang mikro, yang dapat menembus awan, dengan resolusi tinggi
seperti Synthetic Aperture Radar (SAR) (RADARSAT, ERS, JERS) dan sensor pasif resolusi rendah
(SSMI) .

Sedangkan satelit meteorologi yang sering digunakan untuk aplikasi kebencanaan antara lain:

1. Orbit geostasioner (GOES: METEOSAT, GMS, INSAT, GOMS) menghasilkan citra gelombang tampak
(VIS) dan inframerah (IR) setiap setengah jam

2. Orbit polar (POES: NOAA and SSM/I), memutari bumi dua kali satu hari dan menyediakan citra VIS
dan IR, serta gelombang mikro.

Dengan kemampuan merekam kejadian dan wilayah dengan tingkat kerincian dan kemampuan
tertentu serta periode ulang tertentu maka data penginderaan jauh dapat digunakan dalam
managemen bencana.

Berdasar beberapa kemampuan penginderaan jauh dan SIG di atas yang digunakan dalam
managemen bencana atau penanggulangan bencana, beberapa hal yang mendasar yang dapat
disimpulkan dari integrasi tersebut, adalah :

1. Data bencana alam (natural disaster) dapat di spasialkan

 Mayoritas informasi adalah spasial/ruang dan dapat direkam dan dipetakan

 Data yang dihasilkan berbagai organisasi pada dasarnya dapat digunakan dan dibagi bersama.
1. Integrasi Penginderaan Jauh dan SIG dapat digunakan dalam mengelola dan visualisasi data

 Data dapat dikumpulkan, ditata, dianalisa, dan ditayangkan

 Visualisasi situasi darurat atau bencana secara efektif

 Membawa banyak sumber informasi pada suatu fokus (konsolidasi data).

1. Integrasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis dapat digunakan


dalam analisis dan modeling spasial

 Analisa dan mengestimasi kondisi (sebelum, selama, setelah) bencana alam

 Mengetahui di mana dan bagaimana caranya menanggapi bencana

 Mengetahui dengan baik lokasi yang merupakan daerah berbahaya melalui proses analisis dan
modeling.

Daftar Pustaka

Burrough P.A., 1987, Principles of Geographical Information Systems for Land Resources
Assessment, Clanderon Press Oxford London.

INDEP, 2007, Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat, Yayasan IDEP, Bali Indonesia

Jetten V., 2007, Spatial Modelling of Geohazard, Departement of Earth Systems Analysis ITC,
Enchede, Netherland.

Westen, C V., 2007, Geo-information for Disaster Management, Department Earth Systems
Analysis International Institute for Geo-Information Science and Earth Observation (ITC)

————, 2008. PP RI, NOMOR 21 TAHUN 2008, Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan


Bencana

———–, 2010, Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Informasi
Geospasial.

Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis sesungguhnya mempunyai arti yang sangat


luas dan sukar untuk didefinisikan secara tepat. Beberapa ahli telah
mencoba mendefinisikan dari sudut pandangnya masing-masing sehingga
muncul beberapa istilah tentang Sistem Informasi Geografis. Sistem
Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem perangkat yang dapat
melakukan pengumpulan, penyempurnaan, pengambilan kembali,
transformasi dan visualisasi dari data spasial bumi untuk kebutuhan
tertentu (Burrough, P.A., 1986).

Menurut Aronoff (1989) secara umum Sistem Informasi Geografis


merupakan sekumpulan prosedur secara manual maupun berbasis
komputer yang digunakan untuk menyimpan dan menganalisis data
bereferensi geografik.

Dari definisi tersebut maka Sistem Informasi Geografi pada hakekatnya


dapat berfungsi sebagai :

1. Bank data terpadu, yaitu memadukan data spasial dan non spasial
dalam suatu Relational Database Management System.
2. Sistem modeling dan analisa, yaitu sebagai sarana evaluasi potensi
wilayah dan perencanaan spasial.
3. Sistem pengelolaan yang bereferensi geografis, yaitu untuk
mengelola operasional dan administrasi yang bereferensi posisi
geografi.
4. Sistem pemetaan berkomputer, yaitu sistem yang dapat menyajikan
peta sesuai dengan kebutuhan.

Fungsi-fungsi tersebut di atas dapat berjalan karena GIS memiliki


kemampuan dalam mendeskripsi data geografi, data-data geografi yang
dapat dideskripsikan oleh GIS adalah :

1. Data spasial yang berkaitan dengan posisi pada koordinat tertentu.


2. Data non spasial (atribut) yang tidak berkaitan dengan posisi berupa
warna, nama, dan sebagainya.
3. Hubungan antara data spasial, non spasial dan waktu.

Sistem Informasi Geografis menghubungkan data spasial dengan informasi


geografis mengenai feature tertentu pada peta. Feature yang dimaksud
adalah kenampakan obyek dalam peta yang berbentuk titik, garis, atau
poligon. Informasi ini disimpan sebagai atribut atau karakteristik dari
feature yang disajikan secara grafis (Team RePPMIT Bakosurtanal, 1991).

Komponen Sistem Informasi Geografis


Komponen dasar Sistem Informasi Geografik terdiri dari empat macam
(Arronoff, 1989) :

1. Pemasukan data (Input data). Pemasukan data merupakan suatu


prosedur pengkodean data ke dalam suatu bentuk yang dapat dibaca
komputer dan menuliskannya ke dalam basis data Sistem Informasi
Geografis. Pemasukan data dengan jalan mengubah data dari format
analog ke format digital. Data yang dimasukkan dalam SIG
mempunyai dua tipe data yaitu data spasial dan data atribut (data
non-spasial). Data spasial menyajikan lokasi geografis suatu
kenampakan muka bumi (feature). Titik, garis dan luasan dipakai
untuk menyajikan feature geografis seperti jalan, hutan, persil tanah
dan lain-lain. Data atribut menyajikan informasi diskriptif seperti
nama jalan, komposisi hutan atau nama pemilik persil. Adapun cara
pemasukaan data yang umum digunakan dalam SIG yaitu melalui
keyboard, digitasi dengan perangkat digitizer, scanning, koordinat
geometri, konversi file data digital.
2. Manajemen data (Data management). Komponen ini berisikan
fungsi-fungsi untuk menyimpan dan memanggil kembali data. Data-
data masukan dalam SIG dikelola sedemikian rupa dalam suatu
sistem basis data. Basis data didefinisikan sebagai kumpulan data
yang saling berhubungan yang disimpan bersama dengan sedikit
redundansi serta mampu melayani lebih dari satu pemakai.
Organisasi konseptual dalam suatu basis data disebut dengan model
data. Ada tiga model data yang dipergunakan dalam mengorganisasi
data atribut yaitu : model data hirarki, jaringan dan relasional.
Sedangkan model data spasial dapat berupa data vektor dan data
raster.
3. Manipulasi dan analisis data (Data manipulation dan
analysis). Dalam fungsi manipulasi dan analisis ini data diolah
sedemikian rupa guna memperoleh informasi yang diinginkan dari
Sistem Informasi geografis. Manipulasi dan analisis dengan membuat
algoritma dari data grafis dan atribut yang berupa tumpang-susun
(overlaying) data grafis maupun pengkaitan data grafis dan atribut.
4. Penyajian Data (Output data). Penyajian data merupakan
prosedur untuk menyajikan informasi dari SIG dalam bentuk yang
diinginkan pemakai. Output data disajikan dalam hardcopy dan
softcopy. Output dalam format hardcopy berupa tampilan permanen,
biasanya dicetak pada kertas, film fotografik atau material lain.
Output dalam softcopy disajikan melalui layar komputer baik berupa
teks atau grafik maupun sebagai langkah guna melihat hasil analisis
sebelum dicetak secara permanen.

Ruang Lingkup Sistem Informasi Geografis (SIG)

Pada dasarnya pada SIG terdapat lima (5) proses yaitu:

 Input Data

Proses input data digunakan untuk menginputkan data spasial dan data non-spasial. Data
spasial biasanya berupa peta analog. Untuk SIG harus menggunakan peta digital sehingga
peta analog tersebut harus dikonversi ke dalam bentuk peta digital dengan menggunakan alat
digitizer. Selain proses digitasi dapat juga dilakukan proses overlay dengan melakukan proses
scanning pada peta analog.

 Manipulasi Data

Tipe data yang diperlukan oleh suatu bagian SIG mungkin perlu dimanipulasi agar sesuai
dengan sistem yang dipergunakan. Oleh karena itu SIG mampu melakukan fungsi edit baik
untuk data spasial maupun non-spasial.
 Manajemen Data

Setelah data spasial dimasukkan maka proses selanjutnya adalah pengolahan data non-
spasial. Pengolaha data non-spasial meliputi penggunaan DBMS untuk menyimpan data yang
memiliki ukuran besar.

 Query dan Analisis

Query adalah proses analisis yang dilakukan secara tabular. Secara fundamental SIG dapat
melakukan dua jenis analisis, yaitu:


o Analisis Proximity

Analisis Proximity merupakan analisis geografi yang berbasis pada jarak antar layer. SIG
menggunakan proses buffering (membangun lapisan pendukung di sekitar layer dalam jarak
tertentu) untuk menentukan dekatnya hubungan antar sifat bagian yang ada.


o Analisis Overlay

Overlay merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer yang berbeda. Secara sederhana
overlay disebut sebagai operasi visual yang membutuhkan lebih dari satu layer untuk
digabungkan secara fisik.

 Visualisasi

Untuk beberapa tipe operasi geografis, hasil akhir terbaik diwujudkan dalam peta atau grafik.
Peta sangatlah efektif untuk menyimpan dan memberikan informasi geografis.

DATA VEKTOR, DATA RASTER DAN DATA ATRIBUT

a. Data Vektor
Data vektor adalah data yang menampilkan pola keruangan dalam bentuk titik, garis,
kurva atau poligon. Data vektor sangat baik untuk merepresentasikan fitur-fitur jaringan jalan,
gedung, rel kereta dan letak koordinat. Kelemahan data ini adalah ketidakmampuannya dalam
mengakomodasi perubahan fenomena yang bersifat gradual.
Data vektor adalah data yang direkam dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan,
menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis atau area
(polygon). Ada tiga tipe data vector (titik, garis, dan polygon) yang bisa digunakan untuk
menampilkan informasi pada peta. Titik bisa digunakan sebagai lokasi sebuah kota atau posisi
tower radio. Garis bisa digunakan untuk menunjukkan route suatu perjalanan atau
menggambarkan boundary. Poligon bisa digunakan untuk menggambarkan sebuah danau atau
sebuah Negara pada peta dunia. Data vektor tentu memiliki kelebihan dan kekurangan, berikut
adalah kelebihan dan kekurangan data vektor.

Kelebihan

1.Struktur datanya lebih rumit

2. Efisiensi untuk analisis

3. Sebagai sarana representasi yang baik

4. Transformasi proyeksi lebih efisien

5. Ketelitian, akurat dan lebih presisi

6. Relasi atribut langsung dengan DBMS (database)

Kekurangan

1. Sulit dalam melakukan proses overlay

2. Tidak bisa menampilkan data image/foto udara

4. Struktur data yang terlalu banyak tidak efektif dalam menampilkan banyak spasial

5. Memerlukan algoritma dan proses yang sangat kompleks

6. Kualitas (output) sangat bergantung dengan printer dan kartografi

7. Sulit dilakukan simulasi.

b. Data Raster
Data raster adalah data yang disimpan dalam bentuk kotak segi empat (grid)/sel
sehingga terbentuk suatu ruang yang teratur. Foto digital seperti areal fotografi atau foto satelit
merupakan bagian dari data raster pada peta. Raster mewakili data grid continue. Nilainya
menggunakan gambar berwarna seperti fotografi, yang di tampilkan dengan level merah, hijau,
dan biru pada sel. Pada data raster, obyek geografis direpresentasikan sebagai struktur sel grid
yang disebut sebagai pixel (picture element). Resolusi (definisi visual) tergantung pada ukuran
pixel-nya, semakin kecil ukuran permukaan bumi yang direpresentasikan oleh sel, semakin
tinggi resolusinya. Data raster dihasilkan dari sistem penginderaan jauh dan sangat baik untuk
merepresentasikan batas-batas yang berubah secara gradual seperti jenis tanah, kelembaban
tanah, suhu, dan lain-lain.Peta Raster adalah peta yang diperoleh dari fotografi suatu areal, foto
satelit atau foto permukaan bumi yang diperoleh dari komputer. Contoh peta raster yang
diambil dari satelit cuaca.
Kelebihan
· Struktur data yang sederhana.
· Mudah dimanipulasi dengan fungsi matematis sederhana.
· Teknologi yang digunakan cukup murah.
· Overlay data raster dengan data inderaja mudah dilakukan.
Kekurangan
· Memerlukan ruang penyimpanan yang besar.
· Transformasi koordinat dan proyeksi sulit dilakukan.
· Lebih sulit untuk merepresentasikan hubungan topologikal.

c. Data Atribut
Data atribut merupakan data yang mempresentasikan aspek-aspek deskripsi/penjelasan
dari suatu fenomena di permukaan bumi dalam bentuk kata-kata, angka, atau tabel. Data atribut
berfungsi untuk menggambarkan gejala topografi karena memiliki aspek deskriptif dan
kualitatif. Oleh karena itu, data atribut sangat penting dalam menjelaskan seluruh objek
geografi. Contohnya, atribut kualitas tanah terdiri atas status kepemilikian lahan, luas lahan,
tingkat kesuburan tanah dan kandungan mineral dalam tanah. Data atribut bisa berupa data
kuantitatif (angka) seperti data jumlah penduduk dan dapat berupa data kualitatif (mutu) seperti
data tingkat kesuburan tanah.

DAFTAR PUSTAKA

http://geograph88.blogspot.co.id/2014/12/data-raster-dan-data-vektor.html
http://sing-dadi-blog.blogspot.co.id/2015/08/pengertian-data-vektor-serta-kelebihan.
http://nilaamallia.blogspot.co.id/2011/01/data-vektor-dan-data-raster.html
Berdasarkan struktur keilmuannya, geografi adalah disiplin ilmu yang mengkaji tentang
fenomena permukaan bumi (geosfera). Objek materialnya berupa: lithosfer, atmosfer,
hidrosfer dan biosfer. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan keruangan,
kelingkungan dan komplek wilayah. Teknik kajian yang digunakan dengan cara identifikasi,
iventarisasi, analisis, sintesis, klasifikasi dan evaluasi, dengan teknik sajiannya menggunakan
media peta, penginderaan jauh, sistem informasi geografi. Berdasarkan karakteristik disiplin
ilmu geografi tersebut dan kemanfaatan ilmu geografi dalam kehidupan, antara lain:

1. Menganalisis gejala alam fisik dan perkembangan bentuk, muka bumi serta
pelestariannya.
2. Mengevaluasi gejala sosial di muka bumi, interaksinya, dan pengaruhnya terhadap
kehidupan.
3. Menganalisis gejala sosial di muka bumi, interaksinya, dan pengaruhnya terhadap
kehidupan dan perkembangan wilayah.
4. Menganalisis lokasi industri dan perkembangan wilayah serta menginformasikannya
dengan menggunakan konsep dan grafikasi.
5. Menggunakan konsep wilayah dan grafikasi dalam memahami lokasi, pola,
persebaran dan hubungan antara objek.

Beberapa contoh penerapan Sistem Informasi Geografi (SIG) dalam beberapa bidang, antara
lain:

 Bidang Sumber Daya Alam: inventarisasi, manajemen SDA, kesesuaian lahan untuk
pertanian, perkebunan, kehutanan, perencanaan tata guna lahan, analisis daerah rawan
bencana, dan lain-lain.

 Bidang Perencanaan: perencanaan wilayah, perencanaan pemukiman transmigran,


perencanaan lokasi industri, dan lain-lain.

 Bidang Pertanahan: sistem informasi pertanahan, manajemen pertanahan, dan lain-


lain

 Bidang Kependudukan: penyusunan data pokok, penyediaan informasi


kependudukan/sensus sosial ekonomi, sistem informasi Pemilu, dan lain-lain.
 Bidang Ekonomi, Bisnis & Marketing: penentuan lokasi-lokasi yang prosfektif untuk
Bank, Pasar swalayan, Kantor ATM, dan lain-lain.

 Bidang Militer: penyediaan data spasial untuk analisis rute-rute perjalanan logistik,
peralatan perang, dan sebagai tools untuk kebutuhan war game, dan lain-lain.

 Bidang Pendidikan: penentuan lokasi pendidikan, sistem informasi


pendidikan/akademis, dan lain-lain.

 Bidang Transportasi: inventaris jaringan transportasi, analisis kesesuaian dan


penentuan rute-rute alternatif transportasi, analisis lokasi rawan kemacetan dan
bahaya kecelakaan, dan lain-lain.

You might also like