Professional Documents
Culture Documents
Dari beberapa referensi bisa saya simpulkan, baja adalah paduan ferrous (Fe) yang
mempunyai kandungan karbon dibawah 2%serta ada tambahan unsur-unsur pemadu
lainnya seperti Mn, Si, V, Ti, W, dan lain sebagainya. Untuk hubungannya dengan karbon,
bisa diliat dari diagram fasanya:
Jadi kalo karbonnya diatas 2%, udah ga disebut baja lagi, tapi disebutnya besi cor.
karbonnya itu mempunyai pengaruh:
meningkatkan hardness
meningkatkan tensile strength
menurunkan ductility dan weldability
Sedangkan kalo unsur-unsur pemadu itu punya fungsinya masing-masing. Tiap unsur punya
kelebihannya masing-masing, misalnya nikel mempunyai fungsi meningkatkan kekerasan
dan ketangguhan dan chrom mempunyai fungsi untuk meningkatkan terhadap ketahanan
korosi.
Baja dan Aplikasinya
Agar lebih mudah dicerna, kita mulai dengan pengenalan baja dalam hal aplikasinya. Semua
orang pasti sudah bersentuhan dengan baja, baik disadari maupun tidak. baja bisa
diaplikasikan menjadi banyak hal. Semuanya itu didukung oleh sifat baja yang sendiri yang
mempunyai kelebihan dibanding material lainnya, diantaranya:
Tangguh dan ulet (tidak mudah rusak/pecah namun mudah untuk dibentuk)
Mudah dibentuk menjadi berbagai macam aplikasi
Sifat mekanisnya mudah dirubah dengan perlakuan panas ataupun penambahan
unsur pemadu
Murah dan mudah didapat
Dapat didaur ulang
Kelebihan-kelebihan baja itulah yang membuat baja bisa diaplikasikan untuk banyak
keperluan.
Peralatan di Dapur
Senjata
Infrastruktur Industri
Dan masih banyak lagi penggunaanya yang berhubungan dengan kehidupan kita sehari-
hari. Karena banyaknya kaitan baja dengan kehidupan sehari-hari inilah, maka konsumsi
baja tiap kapita atau suatu negara, selalu dikaitkan dengan kemajuan pertumbuhan
ekonomi negara tersebut. Untuk alasan itu juga, industri baja dikategorikan sebagai industri
strategis.
Proses Pembuatan Baja (1): Gambaran Umum
Gambaran pembuatan baja secara umum terangkum dalam gambar di atas. Pada awalnya,
bahan baku merupakan bijih besi yang didapatkan dari hasil penambangan. bijih besi ini
biasanya mempunyai kandungan Fe (besi yang rendah). Dengan proses benefisiasi hingga
mempunyai kandungan Fe yang lebih tinggi, bisa dalam bentuk pellet atau sinter.
Kandungan Fe yang tinggi itu bisa diatas 90%. Setelah bijih besi mencapai kandungan Fe
yang tinggi tersebut, proses selanjutnya adalah peleburan untuk menjadikan besi tersebut
menjadi baja.
Secara umum, ada dua metode peleburan jika dilihat dari prosesnya. Pertama,
menggunakan blast furnace yang menggunakan batubara sebagai bahan bakarnya. Kedua
adalah proses direct reduction yang menggunakan natural gas sebagai reduktornya untuk
kemudian dilanjutkan ke furnace (biasanya electric arc furnace). Selama proses peleburan
inilah, kandungan karbon dikurangi menjadi dibawah 2% dan ditambahkan unsur-unsur
pemadu untuk memberikan baja tersebut sifat yang diinginkan. produk yang dihasilkan
adalah baja cair. Maka proses selanjutnya adalah casting yang berfungsi merubah baja cair
tersebut menjadi padatan yang berbentuk lembaran baja tebal yang biasanya disebut slab.
Proses berikutnya adalah merubah fisik lembaran baja tebal tersebut menjadi lebih tipis lalu
kemudian merubahnya lagi menjadi bentuk yang lebih spesifik sesuai dengan kegunaannya.
Naaaah, itulah gambaran umum pembuatan baja. Sederhana sekali yang saya tulis disini.
Namun pada kenyataannya, cukup rumit karena melibatkan parameter-parameter proses
yang spesifik dan kontrol yang harus ketat terhadap proses pembuatan baja tersebut.
Bahan Baku Baja
Karena baja adalah produk yang melalui suatu proses terlebih dahulu, maka ada material
yang harus menjadi bahan baku dalam pembuatannya. Bahan baku untuk pembuatan baja
ini adalah bijih besi. secara umum, ada 3 jenis bijih besi yang umum digunakan, yaitu:
Umumnya berupa bijih hematite (Fe2O3) atau magnetite (Fe3O4) atau campuran diantara
keduanya. Kandungan Fe nya bervariasi (tinggi dan rendah). Jenis bijih besi primer ini
merupakan bahan baku utama untuk memproduksi besi dunia. Di Indonesia, bijih besi
primer ada di Aceh, Sumbar, Bengkulu, Lampung, Kalbar, Kalsel.
Jenis batuan ini berupa goethite dan limonite. Kadar Fe sekitar 40-58% karena mengandung
air kristal. Di Indonesia, terdapat di Pulau Sebuku, Gunung Kukusan (Kalsel), Pomala,
Halmahera, dll.
Pasir Besi
Jenis batuannya adalah Titanomagnetite dan bersifat magnet kuat. Kandungan Fe sekitar
59%. Pengolahan bijih sampai menjadi besi baja secara komersial sudah dilakukan di New
Zealand dan China.
Tapi selama ini, sumber bahan baku bijih besi sangat jarang ditambang di Indonesia. Hal ini
dikarenakan kandungan Fe nya kecil dan lokasi bijih mempunyai sedikit cadangan namun
tersebar. Selain itu juga ditunjang dengan proses pembuatan baja di Indonesia yang tidak
menggunakan blast furnace, sehingga memerlukan bahan baku bijih yang harus diproses
terlebih dahulu.
AC Vs. DC Furnace
Yang namanya Electric Arc Furnace atau tanur untuk keperluan peleburan di pabrik besi
baja, sumber bahan bakar atau tenaganya adalah listrik. Arus listrik ini disampaikan oleh
elektrode. Terkait dengan sistem kelistrikan ini, EAF terbagi dua, yaitu AC dan DC Furnace.
Ilustrasi/layout secara gambar, perbedaan antara AC dan DC adalah sebagai berikut:
AC Furnace
DC Furnace
Berdasarkan pengamatan dan hasil tanya-tanya di lapangan, yang paling umum dan banyak
digunakan saat ini adalah AC Furnace. AC Furnace ini bisa menghasilkan listrik yang lebih
besar yang terkait dengan kapasitas EAF nya. Namun tentu saja konsumsi elektrodenya juga
lebih banyak
Slag dalam Proses Pembuatan Baja
Slag adalah kumpulan oksida (CaO, SiO2, FeO, Al2O3, MgO, P2O5, dll) dalam keadaan lebur
dan terpisah dari fasa logam cair selama proses peleburan.
Fungsi slag:
Titik lebur yang rendah dan fluiditas yang tinggi, sehingga mampu menutupi seluruh
permukaan logam cair secara merata
Berat jenisnya lebih rendah dibandingkan dengan logam cair, sehingga akan selalu
berada pada permukaan logam cair dan mampu menyerap unsur pengotor yang lebih ringan
Komposisinya sesuai kebutuhan sehingga mudah menyerap pengotor logam cair
Parameter slag:
Ditentukan oleh komposisi oksida basa (CaO, MgO) dan oksida asam (SiO2, FeO)
dalam larutan slag
Secara praktis, perbandingan oksida basa dengan oksida asam disebut rasio
kebasaan (basicity). Rasio yang umum digunakan adalah (MgO+CaO)/SiO2 = 1,8 - 2,5
Kekentalan slag
Keausan refraktori
Kelarutan FeO
Sejak tahun 1997 s.d 2006 produksi baja dunia hampir 60% menjadi 1,2 milyar ton.
sementara produksi baja nasional baru mencapai 3,8 juta ton atau sekitar 0,3% produksi
baja dunia.
Definisi Besi Baja
Besi, merupakan elemen kimia dengan rumus Fe, yang secara teknik merupakan
material dengan kandungan Fe 99,8% sampai 99,9% (electrolitic iron)
Baja adalah besi yang mengandung karbon di bawah 2%. Sedangkan besi dengan
kadar karbon diatas 2% disebut besi kasar (wrought iron), termasuk di dalamnya besi
cor dan pig iron.
Bahan baku pembuatan besi:
Sumber Fe: dalam bentuk pelet, sinter, lump ore dan scrap
Reduktor: kokas, batubara, dan gas alam
Batu kapur dan dolomit, untuk membentuk slag sebagai pengikat kotoran
dan senyawa oksida
Udara dan oksigen untuk membakar kokas
Prinsip pembuatan besi: Mengambil unsur oksigen dari bijih besi Fe2O3, Fe3O4, dll
dengan penambahan reduktor sehingga dihasilkan logam Fe (proses reduksi). Bahan
reduktor bisa dari gas alam maupun batu bara.
Prinsip pembuatan baja: Mengatur kandungan unsur terlarut dalam besi cair serta
penambahan unsur paduan dan meningkatkan kebersihannya sampai menghasilkan baja
dengan kualitas yang diinginkan.
Peran Strategis Baja
Termodinamika Pembuatan Baja
Raw Material untuk Pembuatan Baja
Sumber Fe
Bahan Flux
Pengaruh Kandungan Unsur Pada Sifat Baja
Penggunaan Oksigen Pada Electric Arc Furnace
Pada posting kali ini, saya ingin menulis tentang penggunaan oksigen pada Electric Arc
Furnace (EAF). Sebenarnya materi ini merupakan terjemahan dan ringkasan dari paper yang
dibuat oleh UCAR Carbon Europe S.A, yaitu produsen electrode. Tulisannya terbagi menjadi
beberapa bagian dan ini bagian pertamanya.
Introduction
Saat ini EAF digunakan untuk sekitar 30% produksi baja dunia dengan grade baja
yang bervariasi
Perkembangan teknologi baru untuk EAF terkait dengan fleksibilitas raw material
dan waktu operasi
Salah satu karakter EAF modern adalah dengan subtitusi energy listrik oleh bentuk
energy lain dan dengan meningkatkan input oksigen
10-15 tahun yang lalu, input oksigen antara 8-10 Nm3/t sudah cukup. Saat ini, input
oksigen berkisar pada 40-50 Nm3/t adalah hal yang wajar
Oxygen lances
Injeksi Oksigen digunakan untuk keperluan refining dan pembentukan foaming slag.
Process lancing ini bisa dilakukan secara manual menggunakan pipa panjang yang
akan terkonsumsi seiring dengan waktu dan kemudian didorong ke dalam melalui slag door.
Selain itu bisa menggunakan lance yang didukung oleh water cooled sehingga lance tersebut
tidak terkonsumsi
Untuk consumables lances, kelemahannya adalah terkait safety karena harus ada
pekerja yang berada di depan furnace untuk mendorong oxygen lance seiring dengan waktu,
selain itu, lance yang terkonsumsi merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan
, dan terakhir , diperlukan tempat di lantai area furnace tempat menyimpan lance cadangan.
Tetapi karena consumable lances didesain untuk penetrasi hingga ke baja cair, maka akan
efektif dalam membentuk reaksi kimia yang diinginkan. Namun juga oksigen harus dibatasi
karena bisa berpengaruh pada kehilangan iron yield akibat dari over oksidasi. Namun tentu
saja jumlah karbon juga mempengaruhi oksidasi ini
Untuk water cooled lance, walaupun compact dan simple, salah satu kelemahan
utamanya adalah pada air tersebut. Karena diperlukan air yang banyak dan tekanan yang
besar dan jika terjadi kebocoran pada lance tersebut maka akan menjadi sangat berbahaya.
Proses melting di awal harus diperhatikan agar tidak merusak ujung dari lance.
Kekurangan terbesar dari lancing lewat slag door adalah meningkatnya kemungkinan
infiltrasi udara yang menyebabkan tiga masalah utama:
1. Penurunan pada produktivitas furnace dan konsumsi energy akibat
keluarnya panas
2. Peningkatan pada kebutuhan system offgas
3. Kandungan nitrogen pada udara akan menyebabkan pembentukan
NOx
Burners
Slag door burners: biasanya digunakan untuk furnaces ukuran kecil ke medium
dengan single burner bisa memanaskan ke hamper semua area
Sidewall burners: mempunyai kelebihan mudah dipindahkan ketika tidak digunakan
dan efektif untuk pemanasan spot dingin. Namun rentan terhadap percikan slag atau metal
Roof burners: kelebihannya adalah menghindari kerusakan atau clogging oleh slag
dan percikan metal
Post combustion
Dalam energy balance pada modern EAF, sebanyak lebih dari 40% energy losses
yaitu ke slag enthalpy, hilang ke cooling system furnace, radiasi, dan yang terpenting: energy
losses oleh off-gas.
Kehilangan energy pada off-gas ini terbagi jadi 2 kategori yaitu sensible heat dan
potential energy.
Sensible heat adalah komponen fisik (misal: temperature, dll) di dalam energy off-
gas. Energi ini dimanfaatkan dengan scrap preheating.
Potensial energy pada uap, adalah penting untuk membakar CO dan H2 di dalam
furnace dan ditransfer hasil panasnya ke baja cair
Tahap secondary combustion dari CO ke CO2 pada fasa gas di dalam furnace ini
disebut post combustion. Selain itu juga oksidasi proporsional H2 menjadi H2O
Untuk menggambarkan komposisi off gas terkait dengan pencapaian post
combustion, diperoleh dari “post combustion ratio” (PCR) dengan persamaan berikut:
Dengan asumsi reaksi utama pada post combustion pada EAF adalah pembentukan
CO2 oleh reaksi antara oksigen dan CO di atmosfer furnace, post combustion ration, ditulis
sebagai:
Selain meningkatkan PCR, yang juga penting adalah memastikan heat transfer ke
baja cair atau scrap secara efektif (HTE).
Pertimbangan praktis dan teknis terkait dan efek pembatasan PCR dan HTE adalah:
CO cenderung bereaksi dengan NO pada temperature tinggi
Jika level CO di furnace dikurangi hingga di bawah 5%, akan sulit menyelesaikan
pembakaran CO pada offgas system.
CO2 mempunyai kapasitas panas lebih besar dari CO sehingga pada temperature
offgas yang sama, CO2 akan membuang heat per Nm3yang lebih besar
Dengan tingginya input oksigen, oksidasi slag akan meningkat. Untuk meminimalisir
slag reduction oleh carbon atau CO.
Viskositas slag (terkait foamability) menjadi rendah dengan meningkatnya
temperature.
Post combustion pada EAF mengurangi heatload di system offgas tetapi
meningkatkan heatload di furnace shell.
Ada dua jenis teknik yang dikembangkan untuk post combustion pada EAF, yaitu
“foamy slag” dan “free space”.
“Foamy slag” dilakukan dengan menyemburkan oksigen di bagian bawah furnace di
daerah dimana CO dihasilkan dan di dekat slag.
“free space” dilakukan dengan menyemburkan oksigen di bagian atas furnace dan
panas diperoleh dari transfer melalui scrap.
Masih menjadi perdebatan apakah “foamy slag” atau “free space” yang menjadi
metode terbaik. Namun referensi cenderung menulis foamy slag sebagai metode yang lebih
baik terkait dengan hasilnya. Namun post combustion pada slag adalah proses yang rumit
dan sulit untuk dikontrol.
Dimana:
Formula tersebut mengalami perubahan pada saat Electric Steelmaking Conference (1999):
Dimana:
GDRI, GHBI, dan GHM adalah berat dari DRI, HBI, dan hot metal [t]
tS = power on time [min]
tN = power off time [min]
CON adalah +1 untuk continous operation dan -1 untuk discontinuous operation
Conclusion
Oksigen dan aplikasi oksigen/fuel adalah alat untuk mencapai target EAF yang
mempunyai produktivitas tinggi, biaya rendah, dan efektif.
Fungsi utama oxygen lancing adalah untuk dekarburisasi dan refining, burners untuk
tambahan input energy, pemanasan cold spot dan post combustion system untuk
pemanfaatan energy potensial yang terbuang.
Perbedaan Kondisi di Arc Furnace dan Ladle Furnace Serta Pengaruhnya Terhadap
Elektroda
Arc Furnace dan Ladle Furnace mempunyai fungsi yang berbeda dalam proses pembuatan
baja. Arc Furnace berfungsi sebagai tempat peleburan baja, sedangkan Ladle Furnace fungsi
utamanya adalah Alloying atau pengaturan komposisi.
Perbedaan fungsi tersebut tentu saja berpengaruh terhadap elektrode yang digunakan.
Kenapa elektrodanya dibedakan? berikut adalah kondisi yang membedakan Arc Furnace dan
Ladle Furnace.
Slab yang dihasilkan dari mesin continuous casting tidak semuanya menghasilkan slab yang
baik. tetapi akan ada beberapa slab yang cacat, baik itu di permukaan slab maupun di dalam
slab.
Umumnya, cacat di permukaan bisa dihilangkan dengan cara dikupas. tetapi untuk cacat
slab di dalam, tidak bisa diperbaiki.