You are on page 1of 14

Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol 1. No 1.

November 2010: 1-13________________________ISSN 2087-4871

KESELAMATAN KAPAL PENANGKAP IKAN, TINJAUAN DARI


ASPEK REGULASI NASIONAL DAN INTERNASIONAL

(Fishing Vessel Safety from National and International


Regulations Point of View)

Djodjo Suwardjo1,2, John Haluan3, Indra Jaya3 dan Soen’an H. Poernomo4


Gedung Mina Bahari 3, Lt. 8, Jl..Medan Merdeka Timur No.16
021-3519070 Ext: 6089, 6078 Fax: 021-3500132
djodjosuwardjo@yahoo.com

ABSTRACT
Fishing is a high risk occupation compared to other occupations. Charachteristics of
the occupational in fishing vessel are dangerous, dirty and difficult, known as “3d”.
Generally, fishing vessels size is relatively small size, majority under 24 m length, sailing
and fishing in bad weather with rough sea with unskilled crews, so that those factors
can increase the fatality rate of the fishing vessel crews. Fishing vessel safety is a
complex interactions among human factor (skipper and crew’s members), machines
(fishing vessel and safety equipment) and environmental (weather and fisheries
management). Fishing safety problems emerge when minimum one of those elements of
human factor, machines or environment is misfucntion. The objectives of this research is
to identify national and international safety regulations for fishing vessel and also
relationship between fishing vessel and merchant vessel safety policies in Indonesia.
Research was carried out from May 2008 – March 2009. Data was collected from any
kind of source, such as Agency for Marine and Human Resource Development,
Directorate General of Capture Fisheries, Tegal Coastal Fishing Port, Pekalongan
Archipelago Fishing Port, Cilacap Ocean Fishing Port and Ministry of Communication.
Fishing vessel safety policy basically is based on fishing vessel’s seaworthiness,
watchkeeping/ship manning, safety equipment, and pollution prevention from the ship
activities in national level as well as international level. Fishing vessel seaworthiness
and watchkeeping/ship manning policies as a control function from the goverment to the
parties involved in fishing activities to increase safety of crews, fishing vessel and sea
environment from fishing vessel activities. Due to the characteristics of the working
conditions on fishing vessel, more complex social environment of the fishermen and
great number of fishermen in Indonesia, regulations on fishing vessel safety;
watchkeeping/ship manning; works in fishing; education, training and certification of
fishing vessel personnel; and fishing port, should be separated from the merchant ship
safety regulations as international organizations did.
Keywords: fishing vessel safety, watchkeeping/ship manning, human factor

ABSTRAK
Pekerjaan pada kapal penangkap ikan merupakan pekerjaan yang tergolong
membahayakan dibanding pekerjaan lain, maka profesi pelaut kapal penangkap ikan
memiliki karakteristik pekerjaan “3d” yaitu: membahayakan (dangerous), kotor (dirty)
dan sulit (difficult) dengan ketiga sifat pekerjaan tersebut ditambah faktor ukuran kapal
yang didominasi kapal-kapal berukuran relatif kecil, berlayar pada perairan gelombang
tinggi dengan kondisi cuaca tidak menentu sehingga dapat meningkatkan tingkat
kecelakaan kapal penangkap ikan. Keselamatan kapal penangkap ikan merupakan
interaksi faktor-faktor yang kompleks, yakni human factor (nakhoda dan anak buah
kapal), machines (kapal dan peralatan keselamatan) dan enviromental (cuaca dan skim
pengelolaan sumberdaya perikanan). Permasalahan keselamatan atau kecelakaan akan
timbul apabila salah satu elemen dari human factor, machines atau enviromental factor
tersebut tidak berfungsi. Penelitian bertujuan mengidentifikasi peraturan keselamatan

1
Corresponding author
2
Staf Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan BPSDMKP, Kementrian Kelautan dan Perikanan
3
Staf Departemen Pemanfatan Sumberdaya Perikanan, FPIK- IPB
4
Kepala Pusat Statistik dan Informasi, Sekjen Kementrian Kelautan dan Perikanan

Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, IPB________________________________________E-mail : jtpkipb@gmail.com


kapal penangkap ikan pada tingkat nasional dan internasional serta keterkaitan
kebijakan keselamatan kapal penangkap ikan dan kapal niaga. Penelitian dilaksanakan
Mei 2008 – Maret 2009. Data primer diperoleh dari berbagai sumber, seperti Badan
Pengembangan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap, Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegal Sari Kota Tegal, Pelabuhan
Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan, Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Cilacap
dan Kementerian Perhubungan. Kebijakan keselamatan kapal penangkap ikan pada
dasarnya mencakup kebijakan kelaikan kapal, dinas jaga kapal/pengawakan kapal, dan
pencegahan polusi laut dari kegiatan kapal penangkap ikan, baik pada tataran nasional
maupun internasional. Pengaturan kelaikan dan dinas jaga kapal/pengawakan kapal
penangkap ikan merupakan pengawasan atau kontrol dari pemerintah terhadap pihak
yang terlibat dalam kegiatan penangkapan ikan untuk meningkatkan keselamatan jiwa,
harta benda dan lingkungan laut. Mengingat karakteristik pekerjaan pada kapal
penangkap ikan membahayakan awak kapal dan lingkungan sosial lebih kompleks, serta
jumlah nelayan yang begitu banyak, maka di Indonesia, pengaturan tentang
kelaiklautan kapal, dinas jaga kapal/pengawakan kapal, pendidikan, pelatihan dan
sertifikasi awak kapal, kepelautan kapal perikanan dan pelabuhan perikanan sebaiknya
diatur tersendiri, sebagaimana pengaturan pada tataran internasional telah diatur
terpisah dari pengaturan kapal niaga.
Kata kunci: keselamatan kapal penangkapan ikan, dinas jaga kapal, kesalahan manusia
I. PENDAHULUAN Tingkat kecelakaan tersebut lebih tinggi dari
rata-rata kecelakaan fatal kapal penangkap
Kegiatan penangkapan ikan di laut ikan tingkat dunia 80 orang meninggal per
merupakan pekerjaan yang paling mem- 100.000 orang nelayan. Kerugian harta
bahayakan di dunia. Profesi pelaut kapal benda berupa kapal dan perlengkapannya
penangkap ikan memiliki karakteristik pe- serta alat tangkap ikan hilang di laut
kerjaan “3d” yaitu: membahayakan (dange- tercatat sebanyak 22 unit.
rous), kotor (dirty) dan sulit (difficult) (FAO, Penyebab kecelakaan fatal awak kapal
2000), dengan ketiga sifat pekerjaan ter- adalah rendahnya kesadaran awak kapal
sebut ditambah faktor ukuran kapal yang tentang keselamatan kerja pada pelayaran
umumnya relatif kecil pada kondisi cuaca dan kegiatan penangkapan, rendahnya pe-
dan gelombang laut besar yang semakin nguasaan kompetensi keselamatan pelaya-
tidak menentu akibat adanya pemanasan ran dan penangkapan ikan, kapal tidak
global maka tingkat kecelakaan kapal pe- dilengkapi peralatan keselamatan sebagai-
nangkap ikan semakin lebih tinggi. mana seharusnya, cuaca buruk seperti
Tingginya tingkat kecelakaan fatal gelombang besar dan menderita sakit keras
(meninggal) kapal penangkap ikan di dunia, dalam pelayaran.
rata-rata 80 orang per 100.000 orang awak Awak kapal perikanan laut termasuk
kapal meningkatkan perhatian badan inter- nelayan tradisional di Indonesia berjumlah
nasional seperti IMO, FAO dan ILO terhadap kurang lebih 2,78 juta orang mengawaki
pentingnya peningkatan keselamatan dan armada penangkapan sebanyak 555.940
ketenagakerjaan pada kapal penangkap unit kapal penangkap ikan (Dirjen Peri-
ikan. Badan–badan dunia tersebut dengan kanan Tangkap, 2008). Jumlah awak kapal
melibatkan pihak tripartit, yakni pihak pe- di Indonesia tersebut 10% dari populasi ne-
merintah, pemilik kapal dan pelaut per- layan seluruh dunia.
ikanan telah mengadopsi suatu konvensi Tingginya tingkat kecelakaan awak
yang berkaitan dengan ketenagakerjaan kapal penangkap ikan memerlukan per-
yang layak (decent work). hatian lebih serius melalui pengaturan
Di Indonesia, pendataan kecelakaan standar minimum pengetahuan dan kete-
kapal penangkap ikan belum dilaksanakan rampilan awak kapal penangkap ikan,
terstruktur. Hasil penelitian di PPP Tegal- standar kapal penangkap ikan, standar alat
sari, PPN Pekalongan dan PPS Cilacap pada tangkap ikan, standar pengawakan kapal
tiga tahun terakhir (2006-2008) telah terjadi penangkap ikan, standar operasi penang-
61 kecelakaan fatal (menyebabkan awak kapan ikan, standar ketenagakerjaan pada
kapal meninggal/ hilang) sebanyak 68 orang kapal penangkap ikan. Standar tersebut
nelayan dari sejumlah 58.919 nelayan aktif. harus disesuaikan dengan ukuran kapal,
Tingkat kecelakaan fatal di ketiga lokasi daya mesin utama kapal, daerah pelayaran
tersebut setara dengan 115 orang meninggal dan teknologi penangkapan yang diguna-
per 100.000 orang nelayan aktif pertahun. kan.

4 MARITEK. Vol 1. No 1. November 2010: 1-13


ISSN 2087-4871

Keselamatan kapal penangkap ikan Indonesia.


merupakan interaksi faktor-faktor yang 3. Keterkaitan kebijakan kapal penangkap
kompleks, yakni human factor (nakhoda dan ikan dan kapal niaga serta keterkaitan
Anak Buah Kapal), machines (kapal dan antara internasional dan nasional ten-
peralatan keselamatan) dan enviromental tang keselamatan kapal penangkap ikan.
(cuaca dan skim pengelolaan sumberdaya
perikanan). Permasalahan keselamatan II. METODOLOGI
atau kecelakaan akan timbul apabila mini-
mum satu elemen dari human factor, machi- Penelitian dilaksanakan Mei 2008–
nes atau enviromental factor tersebut tidak Maret 2009. Sumber data primer diperoleh
berfungsi (Lincoln et al., 2002). dari Badan Pengembangan Sumberdaya
Kebijakan pengaturan keselamatan Manusia Kelautan dan Perikanan, Direk-
kapal penangkap ikan pada dasarnya ada- torat Jenderal Perikanan Tangkap dan
lah kebijakan kelaikan kapal dan peng- Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegal Sari
awakan kapal penangkap ikan. Kapal pe- Kota Tegal, Pelabuhan Perikanan Nusantara
nangkap ikan harus memenuhi kelaiklautan (PPN) Pekalongan, Pelabuhan Perikanan
dan laik operasi penangkapan. Laiklaut Samudera (PPS) Cilacap dan Kementerian
meliputi laik kapal dan laik pengawakan Perhubungan.
kapal sementara laik operasi penangkapan Data primer diperoleh dengan meng-
meliputi laik alat tangkap, daerah penang- umpulkan dan menelaah dokumen-doku-
kapan dan penanganan hasil tangkap. men kebijakan nasional maupun interna-
Kebijakan internasional tentang kese- sional dan mengidentifikasi penerapan
lamatan jiwa dan kapal penangkap ikan peraturan keselamatan di lapangan oleh
lebih diutamakan penerapannya kepada awak kapal atau pemilik kapal.
awak kapal dan kapal-kapal penangkap Data primer kecelakaan kapal diper-
ikan berukuran panjang kapal pada garis oleh dari HNSI Cabang Kota Tegal dan
air (LWL) 24 m atau lebih, setara panjang Syahbandar PPP Tegalsari, Satpolair PPN
keseluruhan kapal (LOA) 26,5 m atau lebih. Pekalongan dan HNSI Cabang Kab. Cilacap.
Pada peraturan internasional Works in Sedangkan data sekunder diperoleh dari
Fishing Convention Nomor 188, panjang studi pustaka dari jurnal internasional,
kapal 24 m setara dengan 300 GT. internet dan laporan.
Permasalahan pengaturan kebijakan Identifikasi terhadap peraturan nasi-
kelaiklautan kapal penangkap ikan, peng- onal mencakup peraturan perundangan,
aturan pengawakan awak kapal, ketenaga- peraturan pemerintah, keputusan menteri,
kerjaan pada kapal penangkap ikan diatur keputusan direktur jenderal mengenai ke-
secara bersamaan dengan pengaturan awak laiklautan kapal penangkap ikan, penga-
kapal, keselamatan kapal dan ketenaga- wakan kapal penangkap ikan, pendidikan
kerjaan pada kapal niaga sehingga menim- dan pelatihan kepelautan kapal penangkap
bulkan persepsi yang beragam. Hal ini me- ikan, ujian kompetensi dan sertifikasi, ke-
rupakan permasalahan dalam implementasi tenagakerjaan pada kapal penangkap ikan,
di tingkat operasional. standar operasi penangkapan dan asuransi
Mengingat karakteristik pekerjaan awak kapal. Identifikasi terhadap kewa-
pada kapal penangkap ikan sangat berbeda jiban para pihak terkait dengan kese-
dengan lainnya maka upaya pencegahan lamatan kapal seperti nakhoda dan anak
dan mitigasi risiko kecelakaan melalui buah kapal, pemilik kapal, syahbandar dan
peraturan keselamatan disarankan penga- pihak lainnya.
turan standar minimum pengetahuan dan Identifikasi terhadap peraturan intern-
keterampilan nakhoda dan perwira jaga, asional mengenai keselamatan kapal pena-
pengawakan, pendidikan dan pelatihan, ngkap ikan, standar minimum pengeta-
ujian dan sertifikasi awak kapal, standar huan dan keterampilan awak kapal, standar
kelaiklautan kapal dan standar ketenaga- kapal penangkap ikan, lalulintas di laut dan
kerjaan pada kapal penangkap ikan diatur peraturan internasional lainnya dalam ben-
tersendiri. tuk konvensi, protokol, tata laksana dan
Penelitian bertujuan untuk : standar minimum. Analisis keterkaitan
1. Mengidentifikasi kebijakan keselamatan antara peraturan nasional dan interna-
kapal penangkap ikan pada tingkat sional.
nasional dan internasional. Peraturan nasional mestinya sudah
2. Menganalisis kebijakan nasional tentang mengacu dan mengakomodasi peraturan
keselamatan kapal penangkap ikan di internasional yang relevan mengingat sema-

Keselamatan Kapal Penangkapan Ikan,....................................(SUWARDJO, HALUAN, JAYA, dan POERNOMO) 3


kin diberlakukannya peraturan internasio- Berlayar (SIB) kapal perikanan diterbitkan
nal. Hal ini sangat penting dalam per- oleh syahbandar setelah mendapatkan SLO.
kembangan isu-isu global baik dalam hal Terbitnya SIB berarti kapal sudah dinya-
ekonomi, perdagangan, lingkungan dan ke- takan layak untuk berlayar dan beroperasi
tenagakerjaan. menangkap ikan.
Pengembangan sumberdaya manusia
III. HASIL PENELITIAN pelaut perikanan sebagai faktor dominan
dalam terwujudnya budaya keselamatan
A. Identifikasi Peraturan Nasional operasi penangkapan ikan, dalam Undang-
Menurut ILO (2000), peraturan per- Undang Nomor 31 Tahun 2004 Pasal 57, 58
undangan nasional tentang keselamatan dan 59 sebagaimana telah diubah dengan
dan kesehatan awak kapal penangkap ikan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009
sangat bervariasi. Hal yang dapat me- mengamanatkan bahwa pemerintah menye-
nyulitkan akibat adanya pendekatan ka- lenggarakan pendidikan, pelatihan dan pe-
tegori kapal yang berbeda seperti panjang nyuluhan perikanan untuk meningkatkan
kapal, tonase, tenaga mesin dan jangkauan pengembangan sumberdaya manusia
operasi. Di beberapa negara Eropa dan perikanan. Sekurang-kurangnya satu satu-
Jepang telah memiliki peraturan berkaitan an pendidikan dan/atau pelatihan untuk
dengan keselamatan dan kesehatan pada dikembangkan menjadi satuan pendidikan
industri perikanan tangkap, sementara di dan/atau pelatihan bertaraf internasional
beberapa negara lainnya kurang mengatur serta dapat bekerjasama dengan lembaga
seperti Philiphine, China dan Amerika terkait baik tingkat nasional maupun
Serikat. Umumnya, semakin kecil ukuran internasional.
kapal semakin kurang diatur. Implementasi pengembangan sum-
Peraturan perundangan tingkat nasio- berdaya manusia pelaut perikanan pada
nal tentang keselamatan kapal perikanan, pendidikan formal melalui Program Studi
sebagai berikut: Teknologi Penangkapan Ikan (TPI) dan
Program Studi Permesinan Perikanan
1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Akademi Perikanan/Politeknik Perikanan
tentang Perikanan dan Sekolah Tinggi Perikanan serta Program
Undang-Undang Nomor 31 Tahun Keahlian Nautika Perikanan Laut (NPL) dan
2004 sebagaimana telah diubah dengan Teknika Perikanan Laut (TPL). Pada pen-
Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 didikan menengah perikanan, yakni Seko-
tentang Perikanan pada Pasal 42 ayat (1), lah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) dan
mengamanatkan bahwa dalam rangka Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Kuri-
keselamatan operasional kapal perikanan, kulum pendidikan dan/atau pelatihan, staf
ditunjuk syahbandar di pelabuhan peri- pengajar, sarana prasarana, serta sistem
kanan. Ayat (2a) memiliki fungsi mener- mutu mengacu pada standar nasional dan
bitkan Surat Persetujuan Berlayar; Ayat (2d) internasional STCW-F 1995 dari IMO,
memeriksa teknis dan nautis kapal peri- melalui pelatihan peningkatan sumberdaya
kanan dan memeriksa alat penangkapan manusia pelaut perikanan atau nelayan
ikan dan alat bantu penangkapan ikan; melalui pelatihan fungsional kepelautan
Ayat (2n) memeriksa pemenuhan persya- kapal perikanan pada lembaga pelatihan
ratan pengawakan kapal perikanan. Pada yang berstandar. Kepada peserta pelatihan
Pasal 43 mengamanatkan bahwa setiap yang memenuhi syarat akan mendapatkan
kapal perikanan yang melakukan kegiatan sertifikat kompetensi kepelautan.
perikanan wajib memiliki surat laik operasi
kapal perikanan dari pengawas perikanan 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008
tanpa dikenai biaya. tentang Pelayaran
Setiap kapal yang akan berlayar wajib Undang-Undang Nomor 17 Tahun
memiliki Surat Ijin Berlayar (istilah Undang- 2008 diterbitkan sebagai pengganti Undang-
Undang No.17/2008: Surat Persetujuan Undang Nomor 21 Tahun 1992. Undang-
Berlayar) yang dikeluarkan oleh syah- Undang tersebut telah mengakomodasi per-
bandar. Pasal 43 mengamanatkan bahwa aturan internasional yang telah diratifikasi
setiap kapal perikanan yang akan oleh pemerintah seperti standar pelatihan
melakukan kegiatan perikanan wajib dan sertifikasi pelaut niaga (STCW-1995)
memiliki Surat Laik Operasi (SLO) kapal dan ketenagakerjaan di sektor maritim
perikanan dari pengawas perikanan. Pada untuk kapal niaga yakni Maritime Labor
Pasal 44 mengamanatkan Surat Ijin Convention 2006. Pada undang-undang ini

4 MARITEK. Vol 1. No 1. November 2010: 1-13


ISSN 2087-4871

pasal-pasal yang mengatur keselamatan Pelayaran yang sekarang sudah diganti


kapal penangkap ikan secara explisit sangat dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
terbatas. Secara umum undang-undang ini 2008 tentang Pelayaran. Mengingat belum
mengatur pelayaran niaga. Pada Bab IX terbitnya PP yang mengatur kepelautan
Pasal 124 sampai dengan Pasal 150 turunan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
mengatur kelaik-lautan kapal meliputi: 2008 tentang Pelayaran maka Peraturan
keselamatan kapal, pencegahan pence- Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tentang
maran dari kapal, pengawakan kapal, garis Kepelautan masih belum dicabut.
muat kapal dan pemuatan. Bab VI Pasal 41 sampai dengan Pasal
Setiap pengadaan, pembangunan dan 45 PP Nomor 7 Tahun 2000 mengatur
pengerjaan kapal termasuk perlengkapan- mengenai pengawakan kapal, ujian dan
nya serta pengoperasian kapal di perairan sertifikasi pelaut kapal penangkap ikan.
Indonesia harus memenuhi persyaratan Pengawakan kapal penangkap ikan
keselamatan kapal, meliputi: material; harus disesuaikan dengan :
konstruksi; bangunan; permesinan dan a. Daerah pelayaran;
perlistrikan; stabilitas; tata susunan serta b. Ukuran kapal;
perlengkapan termasuk perlengkapan alat c. Daya penggerak kapal (kilowatt/KW).
penolong dan radio; serta elektronika kapal.
Kapal yang dinyatakan memenuhi persya- 4. Peraturan Menteri Perhubungan KM 9
ratan keselamatan kapal diberi sertifikat, Tahun 2005 Tentang Pendidikan, Pe-
yakni: latihan, Ujian dan Sertifikasi Pelaut
1. Sertifikat keselamatan kapal penum- Perikanan
pang; Pendidikan dan pelatihan bagi pelaut
2. Sertifikat keselamatan kapal barang; dan kapal penangkap ikan sangat penting dalam
3. Sertifikat kelaikan dan pengawakan ka- peningkatan kapasitas sumberdaya manu-
pal penangkap ikan. sia awak kapal dan calon awak kapal.
Peraturan Menteri ini merupakan penja-
Undang-Undang No. 17 Tahun 2008
baran dari Peraturan Pemerintah Nomor 7
mengamanatkan kewajiban nakhoda seba-
Tahun 2000 tentang Kepelautan. Pada
gai pihak yang memiliki wewenang dan
Peraturan Kementerian Perhubungan KM 9
tanggungjawab dan wajib memberitahukan
Tahun 2005 Pasal 2 ayat (3) menyebutkan
kepada Pejabat Pemeriksa Keselamatan
bahwa pendidikan dan pelatihan pelaut
Kapal apabila mengetahui bahwa kondisi
kapal penangkap ikan diselenggarakan oleh
kapal atau bagian dari kapalnya, dinilai
Menteri yang bertanggungjawab dibidang
tidak memenuhi persyaratan keselamatan
perikanan dalam hal ini Menteri Kelautan
kapal. Kapal sesuai dengan jenis, ukuran
dan Perikanan setelah mendapatkan reko-
dan daerah pelayarannya wajib dilengkapi
mendasi dari Menteri Perhubungan.
dengan peralatan meteorologi dan apabila
Pendidikan dan pelatihan pelaut kapal
nakhoda mengetahui adanya cuaca buruk
penangkap ikan dilaksanakan oleh unit-unit
yang membahayakan keselamatan berlayar
pendidikan dan/atau pelatihan perikanan
wajib menyebarluaskannya kepada pihak
atau badan hukum pendidikan berdasarkan
lain.
sistem standar mutu sesuai dengan per-
Setiap kapal wajib diawaki oleh awak
aturan perundang-undangan yang berlaku.
kapal yang memenuhi persyaratan kuali-
Ketentuan mengenai sistem standar mutu
fikasi dan kompetensi sesuai dengan keten-
pendidikan dan pelatihan, ujian dan ser-
tuan nasional dan internasional. Nakhoda
tifikasi pelaut kapal penangkap ikan diatur
wajib memenuhi persyaratan pendidikan,
lebih lanjut dengan Peraturan Menteri yang
pelatihan, kemampuan, dan keterampilan
bertanggungjawab dibidang perikanan.
serta kesehatan dan dilarang mempe-
Pendidikan dan pelatihan pelaut
kerjakan seseorang di kapal dalam jabatan
perikanan digolongkan menjadi:
apapun tanpa disijil dan tanpa memiliki
kompetensi dan keterampilan serta doku- 1) Pendidikan dan Pelatihan Profesional
men pelaut yang dipersyaratkan. Pelaut Kapal Penangkap Ikan, merupa-
kan pendidikan formal tingkat menengah
3. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun dan pendidikan tinggi untuk menda-
2000 Tentang Kepelautan patkan Sertifikat Keahlian Pelaut Kapal
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Penangkap Ikan;
Tahun 2000 tentang Kepelautan meru- 2) Pendidikan dan Pelatihan Fungsional
pakan produk hukum dibawah Undang- Pelaut Kapal Penangkap Ikan, pendi-
Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang

Keselamatan Kapal Penangkapan Ikan,....................................(SUWARDJO, HALUAN, JAYA, dan POERNOMO) 5


dikan nonformal peningkatan jenjang f. Sertifikat Simulasi ARPA (ARPA Simulator
profesi pelaut kapal penangkap ikan; Certificate);
3) Pendidikan dan Pelatihan Keterampilan g. Sertifikat Operator Radio Umum untuk
Pelaut Kapal Penangkap Ikan pelaut GMDSS (General Radio Operator
kapal penangkap ikan yakni pendidikan Certificate/GOC for the GMDSS);
nonformal kecakapan untuk melakukan h. Sertifikat Operator Radio Terbatas untuk
pekerjaan tertentu pada kapal penang- GMDSS (Restricted Radio Operator
kap ikan. Certificate/ROC for the GMDSS);
Ujian Keahlian Pelaut Kapal Penang- i. Sertifikat Kecakapan Pesawat Luput
kap Ikan diselenggarakan oleh dewan Maut dan Skoci Penyelamat (Proficiency
mandiri, yakni Dewan Penguji Keahlian in Survival Craft and Rescue Boats
Pelaut (DPKP). DPKP dibentuk oleh dan Certificate);
bertanggungjawab kepada Direktur Jenderal j. Sertifikat Perwira Keamanan Kapal (Ship
Perhubungan Laut. Untuk pelaksanaan Security Officer Certificate).
ujian kepelautan kapal penangkap ikan di Sertifikat-sertifikat Pelaut Kapal Pe-
daerah dibentuk Panitia Ujian Keahlian nangkap Ikan diterbitkan oleh Ditjen Per-
Pelaut Kapal Penangkap Ikan (PUKP-KAPIN) hubungan Laut, Kementerian Perhubungan.
yang berdomisili di daerah seperti di Medan,
Pariaman, Jakarta, Tegal, Banyuwangi, 5. Surat Keputusan Menteri Perhubungan
Bitung, Ambon dan Sorong. Nomor 46 Tahun 1996
Sertifikasi Pelaut Kapal Penangkap Kementerian Perhubungan hingga
Ikan terdiri dari Sertifikat Keahlian Desember 2009 masih menggunakan Surat
(Certificate of Competency) Pelaut Kapal Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 46
Penangkap Ikan dan Sertifikat Keteram- tahun 1996 Pasal 2 dan 3 sebagai dasar
pilan (Certificate of Proviciency) Pelaut Kapal hukum untuk menerbitkan Pas Tahunan
Penangkap Ikan. Kapal Penangkap Ikan. Pas Tahunan
Jenis dan tingkat Sertifikat Keahlian dikeluarkan Adpel atas nama Direktur
Pelaut Kapal Penangkap Ikan, terdiri dari : Jenderal Perhubungan Laut. Pas Tahunan
a. Sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap Kapal Penangkap Ikan memuat data nama
Ikan Tingkat I (ANKAPIN-I); kapal, tanda panggilan, tempat pendaftaran,
b. Sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap tanda pendaftaran, ukuran kapal, tahun
Ikan Tingkat II (ANKAPIN-II); pembangunan, merek dan PK mesin, jumlah
c. Sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap geladak, bahan kapal dan jumlah baling-
Ikan Tingkat III (ANKAPIN-III); baling serta pemilik kapal dan kedudukan
d. Sertifikat Ahli Teknika Kapal Penangkap pemilik, menyatakan bahwa telah meme-
Ikan Tingkat I (ATKAPIN-I); nuhi persyaratan sebagai kapal penangkap
e. Sertifikat Ahli Teknika Kapal Penangkap ikan dan berhak berlayar dengan mengi-
Ikan Tingkat II (ATKAPIN-II); barkan bendera Republik Indonesia.
f. Sertifikat Ahli Teknika Kapal Penangkap Sertifikat Kelaikan dan Pengawakan
Ikan Tingkat III (ATKAPIN-III); Kapal Penangkap Ikan yang dilengkapi
g. Sertifikat Rating Kapal Penangkap Ikan. dengan lembaran tambahan mengenai
perlengkapan dan pengawakan kapal pe-
Sedangkan Jenis Sertifikat Keteram- nangkap ikan diterbitkan atas dasar Surat
pilan Pelaut Kapal Penangkap Ikan, ter- Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 46
diri dari : tahun 1996 Pasal 2 dan 4. Isi dokumen
a. Sertifikat Keselamatan Dasar Awak Ka- tersebut memuat data kapal (nama kapal,
pal Penangkap Ikan (Basic Safety Trainn- tanda panggilan, tempat pendaftaran,
ing for all Fishing Vessel Personnel/BST–F tonase kotor, tempat dan tanggal pem-
Certificate); bangunan dan panjang kapal), daerah
b. Sertifikat Lanjutan Penanggulangan Ke- pelayaran (lokal/restricted area, perairan
bakaran (Advanced Fire Fighting Cer- Indonesia/Indonesian waters atau semua
tificate); lautan/ocean going).
c. Sertifikat Pertolongan Medis Darurat Sertifikat tersebut menyatakan bahwa
(Medical Emergency First Aid Certificate); kapal sudah diperiksa sesuai dengan
d. Sertifikat Perawatan Medis di atas Kapal ketentuan dari aturan kelaikan kapal yang
(Medical Care on Board Certificate); berlaku dan peraturan perundangan lain-
e. Sertifikat Simulasi Radar (Radar Sim- nya yang terkait kepada kelaikan dan
ulator Certificate); pengawakan kapal penangkap ikan.
Selanjutnya dinyatakan hasil pemeriksaan

4 MARITEK. Vol 1. No 1. November 2010: 1-13


ISSN 2087-4871

menunjukkan bahwa kapal telah memenuhi 12. IMO: Model Course 7.06 Officer in
ketentuan tentang keselamatan konstruksi, Charge of A Navigational Watch on A
permesinan, perlengkapan navigasi, alat- Fishing Vessel;
alat penolong, alat pemadam kebakaran, 13. IMO: Model Course 7.07 Chief Engineer
perlengkapan radio, peralatan pencegah Officer and Second Engineer Officer on A
pencemaran dari kapal dan pencegahan Fishing Vessel;
pelanggaran di laut, serta kelengkapan- 14. IMO: Model Course 1.33 Safety of
kelengkapan lainnya yang terkait dengan Fishing Operations (support level).
aturan kelaikan dan pengawakan kapal pe-
Penjelasan beberapa konvensi interna-
nangkap ikan. Pemeriksaan kapal kembali
sional internasional di atas secara garis
dalam kurun waktu empat tahun. Sertifikat
besar, sebagai berikut:
diterbitkan adpel atas nama Dirjen Per-
hubungan Laut. Pada surat keputusan 1. IMO: The Torremolinos International
tersebut belum memberikan kelas kapal Convention for the Safety of Fishing
ikan dan alat keselamatan apa yang harus Vessels, 1977.
ada di kapal. Konvensi ini diadopsi IMO pada 2 April
1977. Konvensi mengatur standar kesela-
B. Identifikasi Peraturan Internasional matan kapal penangkap ikan yang ber-
Peraturan internasional yang dike- ukuran panjang 24 m atau lebih tidak
luarkan oleh masing-masing lembaga inter- termasuk kapal pengangkut ikan, kapal
nasional atau kerjasama diantara ketiga pengolah ikan, kapal latih, kapal patroli dan
badan tersebut, yakni International Maritime kapal penangkap ikan untuk tujuan
Organization (IMO), International Labor rekreasi dan olahraga. Konvensi ini diber-
Orga-nization ILO dan Food and Agriculture lakukan (entry into force) satu tahun setelah
Orga-nization (FAO) berkenaan dengan 15 negara mengesahkan (meratifikasi)
kesela-matan kapal penangkap ikan, dengan jumlah agregat kapal penangkap
sebagai berikut: ikan negara-negara tersebut sebanyak
1. IMO: The Torremolinos International 14.000 unit.
Convention for the Safety of Fishing Sampai dengan Februari 2009 kon-
Vessels, 1977; vensi ini sudah diratifikasi oleh 17 negara
2. FAO/ILO/IMO: Standard of Training namun agregat jumlah kapal penangkap
Certification and Watchkeeping for ikan dari negara-negara peserta baru men-
Fishing Vessel Personnel (STCW-F) 1995 capai 3.400 unit. Negara-negara yang telah
Convention; meratifikasi konvensi tersebut tersebut
3. IMO: Convention on the International adalah: Belanda, Bulgaria, Denmark,
Regulations for Preventing Collisions at Francis, Islandia, Irlandia, Italia, Jerman,
Sea, 1972 (COLREGs); Kiribati, Kroasia, Kuba, Liberia, Lithuania,
4. ILO: Work in Fishing Convention No.188 Norwegia, Saint Kitts and Nevis, Spanyol
and Recommendation No. 199; dan Swedia. Dari 17 negara yang telah
5. IMO: International Convention on meratifikasi konvensi tidak ada satupun
Maritime Search and Rescue, 1979; negara Asia.
6. FAO/ILO/IMO: Code of Safety for Negara-negara perikanan di Asia
Fishermen and Fishing Vessels, Part A termasuk Asia Tenggara pernah menye-
Safety and Health Practice; lenggarakan seminar di Beijing RRC pada
7. FAO/ILO/IMO: Code of Safety for tanggal 21–24 September 2004, mem-
Fshermen and Fishing Vessels, Part B bicarakan permasalahan dalam merespon
Safety and Health Requirements for the konvensi menghasilkan Guideline for The
Construction and Equipment of Fishing Safety of Fishing Vessels of 24 meters and
Vessels; over but less than 45 meters in length
8. FAO/ILO/FAO: Voluntary Guidelines for operating in the East and South-east Asia
the Design, Construction and Equipment Region.
of Small Fishing Vessels; Pengesahan oleh negara-negara yang
9. FAO: Code of Conduct for Responsible memiliki armada perikanan tangkap ter-
Fisheries dari FAO; masuk lambat, mengingat berbagai pertim-
10. FAO/ILO/IMO: Document for Guidance bangan teknik, diantaranya:
on Training and Certifications of Fishing a. Kapal-kapal berbadan ramping yang
Vessel Personnel, 1995; banyak dioperasikan di Asia, walaupun
11. IMO: Model Course 7.05 Skipper on a memiliki panjang kapal 24 m, sulit untuk
Fishing Vessel; memenuhi standar Konvensi tersebut

Keselamatan Kapal Penangkapan Ikan,....................................(SUWARDJO, HALUAN, JAYA, dan POERNOMO) 7


karena ruangan-ruangan di kapal sangat untuk meningkatkan keselamatan jiwa dan
terbatas. Lain halnya dengan kapal-kapal harta benda di laut serta perlindungan
Uni Eropa umumnya berbadan lebar lingkungan laut dengan menetapkan me-
sehingga memiliki cukup ruangan se- lalui kesepakatan bersama standar–standar
hingga mampu memenuhi konvensi ter- internasional pelatihan, sertifikasi dan
sebut. dinas jaga bagi orang yang bertugas di atas
b. Stabilitas kapal berbadan ramping sulit kapal penangkap ikan.
memenuhi standar stabilitas sebagai- Konvensi ini mengatur standar
mana diatur dalam konvensi. persyaratan pengetahuan dan keterampilan
c. Di beberapa negara mengunakan ukuran minimum sertifikasi awak kapal penangkap
kapal dengan panjang dalam meter dan ikan berukuran panjang 24 meter atau
ada yang menggunakan panjang kapal lebih, serta prinsip-prinsip dinas jaga laut.
atau GT, sedangkan dalam konvensi Pengaturan standar persyaratan minimum
tersebut belum ada kesetaraan antara untuk sertifikasi awak kapal penangkap
panjang kapal dan GT. ikan tersebut, yakni:
d. Pencegahan, pendeteksian dan pemada- 1. Persyaratan minimum yang diwajibkan
man kebakaran sebagaimana pada Kon- untuk sertifikasi nakhoda kapal penang-
vensi apabila diterapkan pada kapal kap ikan panjang 24 meter atau lebih
penangkap ikan dengan panjang 24 yang beroperasi di perairan tak terbatas;
meter atau lebih tetapi berbadan ramping 2. Persyaratan minimum yang diwajibkan
sulit untuk dipenuhi. untuk sertifikasi perwira yang melak-
e. Peralatan Keselamatan yakni penem- sanakan tugas jaga navigasi pada kapal
patan dewi-dewi utama untuk penem- penangkap ikan dengan panjang 24
8
patan skoci penolong (rescue boat) atau meter atau lebih yang beroperasi di
skoci keselamatan (survival boat) pada perairan tak terbatas;
kapal-kapal berbadan ramping. 3. Persyaratan minimum yang diwajibkan
f. Peralatan radio komunikasi dan per- untuk sertifikasi nakhoda kapal penang-
lengkapan navigasi modern sulit dipe- kap ikan dengan panjang 24 meter atau
nuhi untuk kapal-kapal penangkap ikan lebih yang beroperasi di perairan ter-
di negara sedang berkembang yang batas;
umumnya nelayan tradisional mengingat 4. Persyaratan minimum yang disyaratkan
peralatan tersebut cukup mahal. untuk sertifikasi perwira jaga navigasi di
Indonesia sampai saat ini belum kapal penangkap ikan dengan panjang
meratifikasi konvensi tersebut dengan 24 meter atau lebih yang beroperasi di
berbagai pertimbangan teknis dan non- perairan terbatas;
teknis diantaranya bahwa kapal-kapal 5. Persyaratan minimum yang diwajibkan
penangkap ikan di Indonesia menghadapi untuk sertifikasi Kepala Kamar Mesin
kesulitan teknis sebagaimana di atas juga dan Masinis II pada kapal penangkap
mempertimbangkan bahwa armada kapal ikan yang digerakkan oleh mesin peng-
penangkap ikan di Indonesia 94% berbobot gerak utama dengan daya dorong 750
kurang dari 5 GT. Apabila konvensi ini kW atau lebih;
diamandemen berkaitan dengan akan 6. Persyaratan minimum yang disyaratkan
dimasukkannya kesetaraan kriteria panjang untuk sertifikasi GMDSS bagi petugas
kapal dengan GT dimana panjang kapal radio di kapal penangkap ikan;
24m setara dengan 300 GT maka kapal- 7. Tambahan pengetahuan dan pelatihan
kapal di Indonesia yang terkena peraturan minimum yang disyaratkan bagi petu-
kurang lebih hanya 30 kapal penangkap gas radio GMDSS;
ikan. 8. Persyaratan wajib minimum untuk
menjamin keberlanjutan kecakapan
2. FAO/ILO/IMO Standard of Training
dan pemutakhiran pengetahuan bagi
Certification and Watchkeeping for Fish-
nakhoda, perwira dan perwira mesin;
ing Vessel Personnel (STCW-F) 1995
9. Pelatihan keselamatan tingkat dasar
Konvensi diadopsi pada konferensi
bagi seluruh awak kapal penangkap
yang diselenggarakan oleh IMO, dari
ikan (Basic Safety Training for all fishing
tanggal 26 Juni sampai 7 Juli 1995.
vessels personnel);
Konferensi yang dihadiri 74 negara
10. Prinsip dasar yang harus diamati dalam
termasuk Indonesia tersebut mengadopsi
jaga navigasi pada kapal penangkap
Konvensi STCW-F 1995 dan sembilan
ikan.
resolusi pada lampirannya. Tujuan diter-
bitkannya konvensi STCW-F 1995 adalah

4 MARITEK. Vol 1. No 1. November 2010: 1-13


ISSN 2087-4871

Dalam Konvensi STCW-F 1995 juga merupakan panduan pelatihan dan ser-
dimuat sembilan resolusi pada Lampiran 2 tifikasi sebagai turunan konvensi STCW-F
konvensi. Konvensi diberlakukan (entry into 1995.
force) 12 bulan setelah tidak kurang dari 15 Dokumen panduan pelatihan, serti-
negara menandatangani tanpa syarat fikasi dan dinas jaga, sebagai berikut:
sebagai ratifikasi, penerimaan atau per- Pada Bagian A memuat prinsip-
setujuan atau telah menyampaikan instru- prinsip umum standar dan program pe-
men ratifikasi, penerimaan, persetujuan latihan, tenaga pengajar, metode pelatihan,
atau penambahan anggota. pelatihan prakejuruan, kejuruan dan lan-
Pemerintah Indonesia hingga saat ini jutan, ujian dan minimum persyaratan
belum meratifikasi STCW-F 1995, namun untuk sertifikasi kepelautan termasuk
dalam pengembangan pendidikan dan umur minimum, kesehatan dan pelayanan
pelatihan bertaraf internasional bidang sertifikasi serta masalah kelelahan awak
kepelautan perikanan, kurikulum, sarana kapal kaitannya dengan dinas jaga.
prasarana dan tenaga pengajar telah Bagian B dokumen mengatur unit
mengacu kepada Konvensi STCW-F 1995 kompetensi minimum yang harus dipenuhi
dan sedang disiapkan dokumen-dokumen untuk sertifikasi pelaut kapal penangkap
pengesahan Konvensi STCW-F 1995. ikan bagi kapal-kapal penangkap ikan
Hingga Februari 2009 negara-negara berukuran kecil (panjang kapal < 12 meter).
yang telah mengesahkan STCW-F 1995 Terdapat 34 mata pelatihan yang harus
sudah 14 negara, yakni Denmark, Faroe diikuti oleh peserta pelatihan kepelautan
Islands, Federasi Russia, Francis, Islandia, kapal penangkap ikan berukuran kecil. Hal
Kiribati, Latvia, Maroko, Mauritania, tersebut dimuat dalam Bab III.
Norwegia, Spanyol, Sierra Leone, Syirian Bagian C memuat kapal penangkap
Arab Republic dan Ukraina. ikan yang memiliki dek dengan panjang 12
meter sampai dengan kurang dari 24
3. Convention on the International Regu-
meter, dimuat dalam Bab IV.
lations for Preventing Collisions at Sea,
Bagian D memuat kapal penangkap
1972 (COLREGs)
ikan dengan panjang 24 meter dan lebih
Konvensi mengatur tata lalulintas di
atau memiliki tenaga penggerak utama 750
laut dimaksudkan untuk mencegah tubru-
kw atau lebih.
kan di laut. Konvensi diadopsi IMO pada
Sedangkan pada lampiran memuat
tahun 1972 dan memasuki masa pember-
silabus 42 jenis pelatihan, diantaranya
lakuan 15 Juli 1977 sebagai pengganti
pelatihan: Pelatihan Prosedur Darurat bagi
Peraturan Pencegahan Tubrukan Tahun
nakhoda dan perwira jaga; Pelatihan
1960. Konvensi mengatur pelayaran pada
Automatic Radar Plotting Aids (ARPA);
berbagai kondisi perairan, kecepatan yang
Kursus Radar Simulator; Pelatihan bagi
aman, berlayar pada alur pelayaran dengan
nakhoda dan perwira jaga navigasi dalam
jalur pemisah, kapal berlayar saling
Penanganan dan Olah Gerak Kapal
melihat, berlayar pada jarak pandang
Penangkapan Ikan; Pelatihan Perwira Mesin
terbatas, tindakan-tindakan yang harus
dalam Penanganan dan Olah Gerak Kapal
dilakukan dalam menghindari tubrukan.
Penangkap Ikan; Perikanan yang Bertang-
Konvensi juga mengatur isyarat bunyi,
gungjawab; Prinsip-Prinsip Pengamatan pa-
cahaya dan sosok benda yang digunakan
da saat Tugas Jaga Mesin.
pada sistem lalulintas di laut. Indonesia
sudah menggunakan peraturan lalulintas 5. ILO, Work in Fishing Convention (Conven-
untuk mencegah tubrukan di laut tion No.188 and Recommen-dation 199)
sebagaimana dalam konvensi yang diadopsi Sidang Ketenagakerjaan Internasional
tahun 1960 maupun yang terbaru 1972. (ILC) ke-96 yang berlangsung pada tanggal
Tidak kurang dari 157 negara telah 29 Mei s.d. 15 Juni 2007 antara lain
meratifiksi konvensi ini. membahas rancangan Konvensi ILO tentang
Ketenagakerjaan di Sektor Perikanan Tang-
4. Document for Guidance on Training,
kap. Rancangan konvensi tersebut telah
Certification and Watchkeeping of Fishing
dibahas sejak Sidang ILC ke-93 tahun 2004
Vessel Personnel , 1995.
dan pada ILC ke-94 tahun 2005 .
Kelompok Kerja FAO/ILO/IMO meng-
Ruang lingkup konvensi dibatasi da-
hasilkan suatu dokumen yang telah ditinjau
lam lingkup commercial fishing yang men-
kembali berjudul Document for Guidance on
cakup semua kapal ikan yang beroperasi
Training, Certification and Watchkeeping of
untuk melakukan penangkapan ikan,
Fishing Vessel Personnel. Dokumen ini
kecuali kapal ikan untuk memenuhi

Keselamatan Kapal Penangkapan Ikan,....................................(SUWARDJO, HALUAN, JAYA, dan POERNOMO) 9


kebutuhan sehari-hari (subsistence fishing). ikanan yang ada saat ini. Sampai saat ini
Apabila istilah commercial fishing ini di- belum ada satu negarapun yang mera-
terapkan terhadap kapal-kapal ikan yang tifikasi konvensi tetapi masih dalam tahap
mempunyai ijin usaha penangkapan ikan di sosialisasi dan peneltian mendalam tentang
Indonesia, maka sebagian besar kapal-kapal manfaat konvensi.
ikan tersebut masuk dalam kategori kapal
6. IMO Model Course 7.05 Skipper on a
ikan komersial. Kapal penangkap ikan di
Fishing Vessel
Indonesia yang jumlahnya begitu besar
Model Course 7.05 merupakan skim
pada umumnya dirancang dan dibangun di
pelatihan untuk nakhoda kapal penangkap
galangan kapal lokal dengan teknologi
ikan berukuran panjang 24 meter atau lebih
sederhana (tradisional), sehingga tidak ada
yang beroperasi di perairan tak terbatas
jaminan bahwa kapal tersebut telah me-
atau laut dalam. Setelah peserta mengikuti
menuhi standar keamanan.
pelatihan dengan sempurna dan ditambah
Kapal-kapal berukuran 24 meter ke
pengalaman berdinas jaga, nakhoda akan
atas milik nelayan belum dirancang seba-
lebih mampu melaksanakan tugas dan
gaimana diatur dalam konvensi rancangan
tanggungjawab secara penuh tentang kese-
konstruksi kapal, tinggi langit-langit ruang-
lamatan kapal, awak kapal dan hasil
an, insulasi ruangan, getaran dan kebising-
tangkapan. Standar kopetensi yang harus
an, ventilasi, lampu penerangan, AC, luas
dipenuhi sesuai standar yang tertuang
lantai ruang tidur, tempat dan peralatan
dalam konvensi STCW-F 1995.
ruang tidur, sanitasi, akomodasi dan fasi-
litas rekreasi. 7. IMO Model Course 1.33 Safety of Fishing
Perjanjian Kerja (Work Agreement) Operations (support level)
yang didalamnya mengatur sistem pengu- Model pelatihan pendek bagi kelasi
pahan dan sistem bagi hasil, serta sistem (bukan perwira) yang dikembangkan IMO
hubungan kerja antara pekerja dan peng- dalam kaitannya dengan pemenuhan stan-
usaha, diwajibkan untuk dibuat secara dar kompetensi keselamatan kapal penang-
tertulis bagi kapal-kapal penangkap ikan kap ikan sesuai dokumen STCW-F 1995.
yang mempekerjakan awak kapal. Di sektor Struktur model pelatihan didasarkan pada
perikanan tangkap umumnya masih menga- peraturan STCW-F 1995 Regulation 1 yakni
nut sistem bagi hasil. Selama ini hubungan Basic Safety Training for All Fishing Vessel
antara pemilik kapal dan awak kapal dalam Personnel, bahwa awak kapal harus mem-
sistem bagi hasil masih didasarkan atas peroleh pelatihan keselamatan dasar yang
kesepakatan yang tidak tertulis. Banyak disetujui oleh Administration IMO, dalam
diantara pemilik kapal juga merangkap hal ini Dirjen Perhubungan Laut Kemen-
sebagai awak kapal. Oleh karena itu terian Perhubungan, meliputi:
tanggungjawab antara pemilik kapal 1) Teknik penyelamatan diri termasuk cara
(employyer), nahkoda (skipper), dan anak penggunaan jaket penolong dan bila
buah kapal (ABK) sebagaimana diatur memungkinkan pakaian cebur (personal
dalam konvensi belum dapat dilaksanakan survival techniques, including donning of
secara utuh. lifejackets and, as appropriate, immersion
Tingkat pendapatan nelayan sangat suits);
dipengaruhi oleh produktivitas yang diper- 2) Pencegahan dan pemadaman kebakaran
oleh berdasarkan sistem bagi hasil. Dalam (Fire prevention and fire fighting);
sistem bagi hasil ini, semua upaya dan 3) Prosedur darurat (Emergency procedur-
pengeluaran yang berkaitan dengan pening- es);
katan keamanan serta keselamatan dan 4) Pertolongan pertama pada kecelakaan
kesehatan kerja menjadi tanggungan sepe- (Elementary first aid);
nuhnya para nelayan. Konvensi juga meng- 5) Pencegahan polusi laut (prevention of
atur tentang kriteria pengawakan kapal-ka- marine polution);
pal penangkap ikan, yang dalam kondisi 6) Pencegahan kecelakaan di atas kapal
saat ini belum dapat dipenuhi oleh sebagian (prevention of shipboard accidents).
besar awak kapal yang memiliki sertifikasi
8. FAO/ILO/FAO Voluntary Guidelines for
kompetensi pelaut kapal penangkap ikan.
the Design, Construction and Equipment
Untuk melaksanakan pengawasan
of Small Fishing Vessels
penerapan konvensi dibutuhkan sumber-
Panduan ini bersifat voluntir, diter-
daya manusia pengawas ketenagakerjaan,
bitkan bersama pada tahun 1980 oleh IMO
hal ini dapat ditambahakan kepada tupoksi
atas nama ketiga lembaga PBB yakni
pengawas sumberdaya kelautan dan per-
FAO/ILO/IMO. Panduan ini mengatur

4 MARITEK. Vol 1. No 1. November 2010: 1-13


ISSN 2087-4871

desain, konstruksi dan perlengkapan kapal konstruksi dan bagian kapal yang harus
bagi kapal-kapal berukuran kecil yang baru. kedap air serta perlengkapan kapal.
Berukuran kecil menurut IMO adalah Sedangkan pada Bab III berkaitan dengan
kapal-kapal penangkap ikan yang beruku- stabilitas kapal dan kelaiklautan kapal.
ran panjang length of waterline (LWL) antara Pada Bab IV diatur mengenai instalasi
12 meter sampai kurang dari 24 meter. permesinan dan listrik kapal serta pena-
nganan ruang-ruangan mesin yang teri-
9. Code of Safety for Fshermen and Fishing
solasi. Bab V memuat masalah proteksi,
Vessels.
deteksi, dan pemadaman kebakaran. Pada
Part A: Safety and Health Practice 2005.
Bab VI memuat perlindungan awak kapal.
Tata laksana ini bersifat voluntir.
Sedangkan pada Bab VII sampai Bab X
Ketiga badan PBB yang terkait dengan
memuat informasi peralatan keselamatan
peraturan ini bersepakat sesuai dengan
dan penempatannya, prosedur darurat,
kompetensi masing-masing, yaitu:
radio komunikasi, peralatan navigasi dan
FAO, masalah perikanan secara umum;
akomodasi awak kapal.
ILO, masalah ketenagakerjaan dalam indus-
tri perikanan;
IMO, masalah keselamaatan jiwa, kapal dan C. Keterkaitan Peraturan Nasional deng-
perlengkapannya di laut. an Peraturan Internasional
Tata laksana bagian A (Part A) Ketentuan hukum bagi keselamatan
ditujukan kepada nakhoda dan anak buah kapal dan inspeksinya di setiap negara
kapal berkaitan dengan persyaratan ope- sering mendikte/kerangka program pelati-
rasional dan pekerjaan di atas kapal han. Jika kerangka tidak ada, maka perlu
penangkap ikan. Tata laksana dimaksudkan dibuat sebaiknya sebagai bagian integral
untuk menyediakan informasi dalam mem- dari pengelolaan perikanan dalam konteks
promosikan keselamatan dan kesehatan yang lebih luas. Kerangka untuk perun-
awak kapal pada kapal penangkap ikan, dang-undangan seperti itu dapat dikerjakan
definisi, kerjasama dan survei serta oleh pemerintah nasional dalam kerjasama
menjelaskan tugas dan tanggung jawab erat dengan para pemangku kepentingan
pihak yang berwenang (competent autho- seperti pemilik kapal, asosiasi nelayan dan
rities), pemilik kapal, nakhoda, anak buah kelompok-kelompok pengguna sesuai dan
kapal (ABK) dan lembaga pendidikan dan disesuaikan dengan kebutuhan spesifik dari
pelatihan yang berkenaan penyelenggara masing-masing Negara. Hal ini penting
pendidikan dan pelatihan keselamatan dan untuk memastikan bahwa peraturan telah
kesehatan bagi awak kapal/calon awak mempertimbangkan berbagai sifat kegiatan
kapal penangkap ikan. perikanan. Aturan yang mungkin sesuai
Pada Seksi II mengatur keselamatan untuk jenis pakan tertentu tidak selalu
kapal-kapal berukuran panjang kurang dari berlaku untuk jenis kapal atau perikanan
12 meter. Sedangkan pada Seksi III lain. Undang-undang yang tidak sesuai
mengatur keselamatan kapal berukuran adalah kontraproduktif, karena akan diang-
panjang kapal di atas 12 meter. gap sebagai hal yang tidak realistis dan
tidak dapat diterapkan, sehingga menim-
10. Code of Safety for Fishermen and Fishing bulkan ketidakpatuhan (Jeremy Tuner, FAO
Vessels. 2005). Tabel 1 menggambarkan beberapa
Part B: Safety and Health Require-ments for peraturan nasional tentang kapal penang-
the Construction and Equipment of Fishing kap ikan yang dikaitkan dengan peraturan
Vessels 2005. internasional.
Tata laksana bagian B ditujukan
kepada pihak pembangun kapal dan pemilik IV. KESIMPULAN DAN SARAN
kapal berkaitan dengan persyaratan kons-
truksi dan perlengkapan kapal penangkap 1. Hasil identifikasi peraturan perun-
ikan. Peraturan ini bersifat voluntir dan dangan tentang keselamatan kapal
diterbitkan dalam rangka menyediakan penangkap ikan mengacu kepada UU
informasi berkaitan dengan desain, kons- No.31/2004, UU No 45/2009, UU
truksi dan perlengkapan kapal penangkap No.17/2008, PP 7/2000, Peraturan
ikan dari titik pandang menggalakkan Menteri KM 9/2005, Surat Keputusan
keselamatan kapal penangkap ikan dan Menhub No.46/1996. Peraturan kese-
keselamatan serta kesehatan awak kapal. lamatan kapal penangkap ikan masih
Pada Bab I memuat tujuan, dan diwarnai peraturan yang diwajibkan bagi
definisi. Dilanjutkan Bab II mengatur kapal niaga dan belum mengacu

Keselamatan Kapal Penangkapan Ikan,....................................(SUWARDJO, HALUAN, JAYA, dan POERNOMO) 11


peraturan internasional untuk kapal ikan yakni IMO, ILO dan FAO baik
penangkap ikan. secara sendiri-sendiri atau saling beker-
2. Belum ada pengaturan standar kapal jasama.
penangkap, ketenagakerjaan, endor- 4. Peraturan nasional yang belum menga-
semen dan pengawakan pada kapal cu peraturan internasional yang relevan
penangkap ikan. mencakup pengaturan standar kapal
3. Identifikasi terhadap peraturan interna- penangkap ikan, ketenagakerjaan dan
sional yang mengatur keselamatan ka- pengawakan.
pal penangkap ikan paling tidak teri- 5. Mengingat karakteristik pekerjaan pada
dentifikasi lima konvensi, tiga Tata kapal penangkap ikan berbeda sekali
laksana dan satu panduan (guideline) dengan kapal lainnya maka disarankan
yang umumnya diwajibkan bagi kapal- pengaturan keselamatan awak kapal,
kapal berukuran panjang 24 m atau standar kapal penangkap ikan, penga-
lebih sementara armada perikanan wakan, persyaratan kerja pada kapal
dunia 80% kapal berukuran panjang penangkap ikan, pendidikan dan pela-
kurang dari 24 m. Pengaturan meliputi tihan serta ujian dan sertifikasi diatur
standar kapal, standar kualifikasi tersendiri.
nakhoda dan perwira jaga, ketenaga 6. Perlu pengkajian dan sosialisasi lebih
kerjaan, pendidikan dan pelatihan, ujian mendalam kemungkinan meratifikasi
dan sertifikasi, skim pelatihan nakhoda STCW-F 1995 dan Torremolinos Safety of
dan kelasi kapal, peraturan untuk men- Fishing Vessel Convention 1977.
cegah tubrukan di laut, dan penang- Perlu adanya harmonisasi antara per-
kapan ikan yang bertanggungjawab. aturan nasional terhadap peraturan inter-
Badan penerbit peraturan internasional nasional tentang kapal penangkap ikan.
untuk keselamatan kapal penangkap

No. Ruang lingkup Peraturan Peraturan Peraturan


peraturan Internasional Internasional Nasional Kapal Keterangan
Kapal Niaga Kapal Ikan Ikan
1. Standar Kapal SOLAS Torremolinos Rujukan masih Perlu mengembangkan pengaturan standar
Safety of SOLAS, nasional kapal penangkap ikan berukuran
Fishing Vessel kecil mengingat armada kapal didominasi
Convention kapal kecil, sedangkan untuk kapal > 300 GT
1977 perlu mengacu Konvensi Torremolinos Safety
of Fishing vessel Convension.
2. Standar STCW 1995 STCW-F 1995 Sudah mengacu Belum ratifikasi STCW-F 1995
kualifikasi (IMO/ILO) (FAO/ ke STCW-F 1995
awak kapal ILO/IMO)
3. Persyaratan Maritime Labor Works in Belum ada MLC dan STCW 1995 kapal niaga telah
Pekerjaan di Convention Fishing pengaturan diakomodasi dalam UU No.17/2008,
atas kapal (ILO) 2006 Convention ketenaga- sedangkan Konvensi 188 dan Recom 199
188 dan kerjaan untuk belum dimuat dalam peraturan nasional.
Recommen- perikanan
dation 199 tangkap dan
(ILO) perlu mengacu
Konvensi ILO
No.188 dan 199
4. Pengawakan STCW 1995 STCW-F 1995 Belum ada Perlu segera pengaturan pengawakan kapal
Kapal (IMO/ILO) (FAO/ILO/ pengaturan penangkap dan kapal pengangkut ikan.
IMO) pengawakan
kapal ikan yang
sesuai UU
No.17/2008
5. Endorsement Sudah diatur Sudah diatur Belum diatur Perlu pengaturan pada tingkat direktorat
pada KM 9/ pada tingkat jenderal dan penerbitan sertifikat
2005 tetapi direktorat endorsemen.
sertifikat jenderal
endorsemen
belum
diterbitkan
6. Identitas SID Konvnesi SID Dokumen pelaut BST-F lebih sesuai untuk dimiliki oleh para
Pelaut dan ILO 185 Konvensi ILO kapal penangkap pelaut kapal penangkap ikan bukan BST. Dan
sertifikat BST 185 ikan belum perlu penetapan BST-F khusus awak kapal-
sesuai. kapal penangkap ikan <60 GT
7. Ukuran kapal Nasional: GT Nasional: GT Belum ada Diperlukan ketetapan kesetaraan dalam
Konvensi Internasional:M kesetaraan peraturan mengingat peraturan nasional
STCW: GT eter ukuran kapal mengacu peraturan internasional

4 MARITEK. Vol 1. No 1. November 2010: 1-13


ISSN 2087-4871

dalam GT dan
meter pada
peraturan
nasional
Tabel 1. Pengaturan Internasional dan nasional tentang Kapal Niaga dan Kapal Penangkap
Ikan

DAFTAR PUSTAKA International Maritime Organization, 1996.


International Convention on Satandars
Departemen Kelautan dan Perikanan dan of Training, Certification and
Japan International Cooperation Watchkeeping for Fishing Vessel
Agency, 2009. Indonesian Fisheries Personnel, 1995. London.
Statistics Index 2009. Direktorat
Jenderal Perikanan Tangkap. International Maritime Organization,
Departemen Kelautan dan Perikanan. International Labor Organization, and
Food Agriculture Organization, 2006.
Departemen Perhubungan, 2008. Undang- Code of Safety for Fishermen and
Undang Nomor 17 Tahun 2008 Fishing Vessels 2005. Part B. Safety
Tentang Pelayaran. Peraturan and Health Requierements for The
Perundangan Bidang Transportasi. Construction and Equipment of Fishing
Jakarta. Vessel. London.

Departemen Perhubungan, 2005. Peraturan International Maritime Organization (2001).


Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 Document for Guidance on Training and
Tentang Kepelautan. Peraturan Certification of Fishing Vessel
Perundangan Bidang Transportasi. Personnel. 2001 Edition. FAO of United
Jakarta. Nations,ILO and IMO, International
Labor Organization, and Food
Departemen Perhubungan, 2006. Peraturan Agriculture Organization, 2006. Code of
Menteri Perhubungan Nomor 9 Tahun Safety for Fishermen and Fishing
2005 Teantang Pendidikan, Pelatihan, Vessels 2005.
Ujian dan Sertifikasi Pelaut Perikanan.
Peraturan Perundangan Bidang International Maritime Organization, 2005.
Transportasi. Jakarta. IMO Model Course 1.33. Safety of
Fishing Operations (Support Level).
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2005 Edition. Course + Compedium.
2008. Statistik Perikanan Tangkap London.
2008. Direktorat Jenderal Perikanan
Tangkap. Departemen Kelautan dan International Maritime Organization, 2005.
Perikanan. IMO Model Course 7.05. Skipper on a
Fishing Vessel. 2008 Edition. London.
Food and Agriculture Organization, 2000.
The State of World Fisheries and International Maritime Organization,
Aquaculture. Part 2. Selected Issues International Labor Organization, and
Facing Fishers and aquaculturists. Food Agriculture Organization, 2006.
Rome, Italy. Code of Safety for Fishermen and
Fishing Vessels 2005. Part A. Safety
Food and Agriculture Organization, 2007. and Health Practice. London.
Text Convention Works in Fishing
Sector. Provisional Record No.12A. International Labor Organization, and Food
Ninety-sixth Session. Geneva. Swiss. Agriculture Organization, 2006. Code of
Safety for Fishermen and Fishing
International Maritime Organization, 1995. Vessels 2005. Part B. Safety and
1993 Torremolinos Protocol and Health Requirements for the
Torremolinos International Convention Construction and Equipment of Fishing
for the Safety of Fishing Vessels, Vessels. London.
Consolidated Edition, 1995. London

Keselamatan Kapal Penangkapan Ikan,....................................(SUWARDJO, HALUAN, JAYA, dan POERNOMO) 13


Lincoln, Jennifer et al, 2002. Proceedings of Pekalongan. Direktorat Jenderal
the International Fishing Industry Perikanan Tangkap.Departemen
Safety and Health Conference. U.S. Kelautan dan Perikanan.
Department of Health and Human
Services, Public Health Service, Center PPP Tegalsari, 2007. Data Kapal Perikanan
for Disease Control and Prevention, Aktif. Kapal Lokal dan Kapal
National Institute for Occupational Pendatang, 2007. Pelabuhan
Safety and Health, Occupational Health Perikanan Pantai, Dinas Perikanan
Program, Department of Environmental dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah.
Health, Harvard School of Public PPS Cilacap, 2007. Laporan Tahunan,
Health. Massachusetts, U.S.A. Tahun 2007. Pelabuhan Perikanan
Samudera Cilacap. Direktorat Jenderal
PPN Pekalongan, 2007. Statistik Pelabuhan Perikanan Tangkap. Departemen
Perikanan Nusantara Pekalongan, Kelautan dan Perikanan.
2007. Pelabuhan Perikanan Nusantara

4 MARITEK. Vol 1. No 1. November 2010: 1-13

You might also like