You are on page 1of 26

Bab III

Teori Dasar

3.1. Mekanisme Aliran Fluida Reservoir


3.1.1. Productivity Index
Productivity Index adalah suatu indeks atau derajat pengukuran
kemampuan produksi suatu sumur yang didefinisikan sebagai
perbandingan antara laju alir produksi terhadap tekanan drawdown,
dinyatakan dalam stock tank barrel per day.
Secara khusus, PI didasarkan pada gross liquid production, tapi
ada juga yang berdasarkan dengan rate produksi minyak (qo). Secara
matematis bentuknya dapat dituliskan sebagai berikut :
q
PI = J = .................................................................... (3-1)
(Ps − Pwf )
dimana :
q = gross liquid rate, STB/day
Ps = tekanan statik reservoir, psi
Pwf = tekanan aliran di dasar sumur, psi
(Ps-Pwf)= drawdown, psi

Persamaan Darcy untuk aliran radial dinyatakan dalam STB/hari ialah:


7.082 x10-3 k o h(Ps − Pwf )
qo = ................................................. (3-2)
r
μ o Bo ln e
rw
Bila Ps – Pwf pada persamaan 3-2 dipindah ruas maka akan diperoleh
nilai PI,
qo 7.082 x10-3 k o h
J= = ................................................ (3-3)
(Ps − Pwf ) r
Bo μ o ln e
rw
3.1.2.Inflow Performance Relationship
Productivity index yang diperoleh secara langsung maupun
secara teoritis hanya merupakan gambaran secara kualitatif mengenai
kemampuan suatu sumur untuk berproduksi. Dalam kaitannya dengan
perencanaan suatu sumur, ataupun untuk melihat kelakuan suatu sumur
untuk berproduksi, maka harga PI dapat dinyatakan secara grafis, yang
disebut dengan grafik Inflow Performance Relationship (IPR).
Berdasarkan definisi produktivity index, maka variabelnya adalah laju
produksi (q) dan tekanan aliran dasar sumur (Pwf). Oleh karena itu
pesamaan tersebut dapat diubah menjadi :
q
Pwf = Ps − ............................................................................. (3-4)
PI

Gambar 3.1. Kurva Inflow Performace Relationship


(Brown, Kermit E., 1977)

Arah lengkungan menunjukkan bahwa PI akan berkurang dengan


naiknya laju produksi. Hal ini terutama pada reservoir yang
mempunyai mekanisme pendorong solution gas drive, sedangkan pada
water drive reservoir harga PI-nya relatif konstan. Arah lengkungan
yang terjadi seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.2., disebabkan
karena harga Pwf berada di bawah bubble point pressure, sewaktu
minyak mendekati sumur, tekanan akan turun terus dan akan
mengakibatkan terlepasnya gas dari minyak. Jadi gas bebas yang
terjadi akan meningkat jumlahnya, sehingga menaikkan saturasinya,
juga permeabilitas efektif gas naik, maka akibatnya akan menurunkan
permeabilitas efektif minyak. Harga GOR (Gas Oil Ratio) pada rate
produksi yang tinggi akan naik, karena dengan naiknya drawdown,
permeabilitas efektif akan naik pula. Alasan-alasan inilah yang
menyebabkan kurva IPR tidak lurus apabila Pwf berada di bawah
tekanan bubble point atau pada kondisi ini diketahui bahwa ada 2 fasa
fluida yang mengalir. Untuk membuat kurva IPR pada kondisi 2 fasa
ada sebuah persamaan yang terkenal yang disebut dengan persamaan
Vogel.

3.1.3. Kurva IPR 2 fasa


Pembuatan grafik IPR untuk aliran dua fasa pada mulanya
dikembangkan oleh Weller, dimana Weller menurunkan persamaan
Productivity Index atau J untuk reservoir gas. melihat persamaan yang
digunakan serta cara pemecahannya, ternyata cara Weller tersebut
cukup rumit dan tidak praktis serta memerlukan komputer. Selanjutnya
Vogel mengemukakan suatu cara yang lebih sederhana dibandingkan
dengan metode Weller. Dasar pengembangan metode Vogel adalah
persamaan Weller, yang menghasilkan suatu bentuk persamaan sebagai
berikut :
2
q P  P 
= 1 − 0.2  wf  − 0.8 wf 
q max  Ps   Ps  ............................................... (3-5)

Umumnya di sekitar lubang sumur terjadi kerusakan formasi,


baik sebagai akibat invasi lumpur pemboran, maupun sebagai akibat
peningkatan saturasi gas dan air di sekitar lubang bor. Apabila hal ini
ditemui, maka kondisi pengembangan persamaan Vogel tidak bisa lagi
dipergunakan.
3.1.4. Future Inflow Performance Relationship
Muskat menunjukkan bahwa perbandingan indek produktivitas
antara satu waktu dengan waktu yang lain dapat dinyatakan sebagai
hubungan :
J 1  k ro   k ro 
=    ........................................................ (3-6)
J 2  μ o B o 1  μ o Bo 2

Dengan perhitungan material balance untuk reservoir bertenaga


pendorong gas terlarut, Fetkovich menunjukkan bahwa hubungan
antara permeabilitas relatif minyak dengan tekanan reservoir
merupakan hubungan yang linier. Dengan demikian perbandingan
antara permeabilitas relatif minyak untuk waktu yang berbeda dapat
dinyatakan sebagai perbandingan tekanan reservoirnya. Hal ini dapat
dituliskan sebagai berikut :

( )
k ro P r =
Pr
P ri
........................................................................... (3-7)

Dengan demikian perubahan kinerja aliran fluida dari formasi ke


lubang sumur dari suatu waktu tertentu ke waktu berikutnya, akan
sebanding dengan perbandingan tekanan reservoirnya. Hal ini
dinyatakan dalam persamaan :
 P r2 
q o = J 'o1  (
 P r2 2 − P wf 2
 ) ....................................................
n
(3-8)
 P r1 

Persamaan tersebut di atas dapat digunakan untuk meramalkan


kurva IPR di waktu yang akan datang.
Eckmeir mencatat bahwa jika kita menggunakan persamaan
Fetkovich untuk static pressure pada waktu 1 dan dibagi dengan inflow
equation untuk static pressure pada waktu 2 kita akan mendapatkan
persamaan untuk menentukan qo max pada waktu 2. Bisa dilihat pada
persamaan 3-9 merupakan persamaan untuk kondisi awal.
(
q o = J 'o1 P r2 − P wf
2 2 n
) .............................................................. (3-9)

Jika pada persamaan 3-8 dan persamaan 3-9 di cari qmax nya
(asumsikan n = 1 dan Pwf = 0) kemudian kita bagi. Maka akan
didapatkan persamaan seperti berikut
3
 q o max1   P r1 
  =   .................................................................. (3-10)
 
 q o max2   P r 2 

Persamaan ini disebut persamaan kombinasi dari Fetkovich dan


Vogel untuk peramalan kurva IPR, karena dengan menggunakan
persamaan diatas, kita hanya butuh satu test pada kondisi saat ini
dimana kita bisa mendapat qo max1. Dengan mengetahui qo max1 dan Pr1,
kita akan mendapatkan qo max2 pada kondisi static pressure yang kita
inginkan, dan setelah itu kita menggunakan persamaan Vogel untuk
membuat kurva IPR.

3.2. Artificial Lift


3.2.1 Pengertian Dan Pemilihan Artificial Lift
Selama berlangsungnya produksi tekanan reservoir akan
mengalami penurunan. Bila pada suatu saat tekanan reservoir sudah
tidak mampu lagi untuk mengalirkan minyak sampai permukaan atau
laju aliran yang dihasilkan sudah sangat tidak ekonomis lagi, maka
untuk mengangkat minyak dari dasar sumur digunakan cara yang
disebut pengangkatan buatan atau artificial lift .
Artificial lift adalah metode pengangkatan fluida sumur dengan
cara memasukkan tenaga tambahan kedalam sumur(bukan kedalam
reservoir) dimana metodeini diterapkan apabila tenaga alami reservoir
sudah tidak mampu lagi mendorong fuida kepermukaan atau untuk
maksud meningkatkan produksi .
Jenis jenis artificial lift untuk pengangkatan buatan sumur ada
banyak di antara yaitu :
• Sucker Rod Pump ialah jenis ariticial lift yang menggunakan
pompa electikcal mechanical yang dipasang di permukaan
dengan prinsip menggunakan katup searah,yang pergerakan nya
naik turun seperti menggangguk
• Electrical Submesible Pump ialah jenis artifial lift yang
menggunakan pompa sentrifugal bertingkat (stages) yang
digerakan oleh motor listrik dan di pasang di dalam sumur.
• Gas Lift ialah jenis artificial lift yang menggunakan gas ke dalam
kolom minyak di dalam sumur sehingga berat minyak menjadi
lebih ringan dan dapat mengalir ke permukaan.
• Progressive Cavity Pump ialah jenis artificial lift menggunakan
pompa yang dipasang di dalam sumur tetapi motor di pasang di
permukaan yang proses pemompaannya menggunakan sucker
rod sebagai penghubung antara motor dengan pompa di bawah
permukaan.
• Jet Pump ialah jenis artificial lift mneggunakan fluida yang
nantinya akan di pompakan kedalam sumur lalu di semprotkan
lewat nozle ke dalam kolom minyak.

3.2.2 Electrical Submersible Pump


3.2.2.1. Prinsip kerja Electrical Submersible Pump
Electric Submergsible Pump (ESP) merupakan salah
satu metode pengangkatan buatan yang banyak dipakai oleh
perusahaan minyak untuk memaksimalkan perolehan
minyak.
Pada dasarnya Pompa Benam Listrik adalah pompa
sentrifugal bertingkat banyak, dimana setiap tingkat terdiri
dari dua bagian, yaitu impeller (bagian yang berputar) dan
diffuser (bagian yang diam) serta memiliki poros yang
dihubungkan langsung dengan motor penggerak. Motor
penggerak ini menggunakan tenaga listrik yang di supplai
dari permukaan dengan perantaraan kabel listrik. Sedangkan
sumber listrik diambil dari power plant yang ada di lapangan
minyak.
Prinsip kerja pompa esp Motor listrik berputar pada
kecepatan relatif konstan, memutar pompa (impeller)
melewati poros (shaft) yang disambungkan dengan bagian
protektor. Power disalurkan ke peralatan bawah permukaan
melalui kabel listrik konduktor yang di klem pada tubing.
Cairan memasuki pompa pada bagian intake dan dilepas ke
tubing ketika pompa sedang beroperasi. Kelakuan pompa
berada pada harga efisiensi tertinggi apabila hanya cairan
yang terproduksi. Tingginya volume gas bebas menyebabkan
operasi pompa tidak efisien.

Gambar 3.2 ESP


3.2.2.2. Peralatan Pompa Benam Listrik
Secara umum peralatan Pompa Benam Listrik dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu peralatan di bawah
permukaan dan peralatan di atas permukaan. Peralatan
Bawah Permukaan Peralatan ini dalam satu kesatuan di ujung
tubing produksi dan dibenamkan ke dalam fluida sumur.
3.2.2.2.1. Peralatan di bawah Permukaan pada artificial
lift ESP
a. PSI Unit (Pressure Sensing Instruments)
PSI (Pressure Sensing Instrument) adalah
suatu alat yang mencatat tekanan dan temperatur
dalam sumur. Secara umum PSI unit
mempunyai 2 komponen pokok, yaitu:

Gambar 3.3 PSI Unit

1). PSI Down Hole Unit


Dipasang di bawah Motor Type Upper
atau Center Tandem, karena alat ini
dihubungkan pada Wye dari Electric Motor
yang seolah-olah merupakan bagian dari
motor tersebut.
2). PSI Surface Readout
Merupakan bagian dari sistem
yang mengontrol kerja Down Hole Unit
serta menampakkan (display) informasi
yang diambil dari Down Hole Unit.

b. Motor
Motor ini berfungsi sebagai tenaga
penggerak bagi unit pompa (prime mover).
Merupakan motor induksi tiga fasa yang
terdiri dari dua kumparan, yaitu stator
(bagian yang diam) dan rotor (bagian yang
bergerak) .

Gambar 3.4 Motor

Rotor ini dihubungkan dengan poros


yang terdapat pada pompa (shaft) sehingga
impeller pompa akan berputar. Karena
diameter luarnya terbatas (tergantung
diameter casing), maka untuk mendapatkan
horse power yang cukup maka motor dibuat
panjang dan berganda (tandem). Motor ini
diisi dengan minyak yang mempunyai
tahanan listrik (dielectric strength) tinggi.
Minyak tersebut selain berfungsi sebagai
pelumas juga berfungsi sebagai tahanan
(isolasi) dan sebagai penghantar panas
motor yang ditimbulkan oleh perputaran
rotor ketika motor tersebut bekerja. Panas
tersebut dipindahkan dari rotor ke housing
motor yang selanjutnya dibawa ke
permukaan oleh fluida sumur yang
terproduksi.

c. Protektor
Protektor dipasang di antara intake
dan motor listrik yang mempunyai 4
(empat) fungsi utama, yaitu: untuk
mengimbangi tekanan motor dengan
tekanan di annulus, sebagai tempat
duduknya Thrust Bearing (yang mempunyai
bantalan axial dari jenis marine type) untuk
meredam gaya axial yang ditimbulkan oleh
pompa, sebagai penyekat masuknya fluida
sumur ke dalam motor listrik serta
memberikan ruang untuk pengembangan /
penyusutan minyak motor sebagai akibat
dari perubahan temperatur dalam motor
listrik pada saat bekerja atau saat dimatikan.
Gambar 3.5 Protektor

d. Intake (Gas Separator)


Intake / Gas Separator dipasang di
bawah pompa dengan cara
menyambungkan sumbunya (shaft)
memakai coupling. Intake ada yang
dirancang untuk mengurangi volume gas
yang masuk ke dalam pompa, disebut Gas
Separator, tetapi ada juga yang tidak yang
disebut Intake atau Standart Intake.

Gambar 3.6 Intake


e. Unit Pompa
Unit pompa merupakan Multistage
Centrifugal Pump, yang terdiri dari:
impeller, diffuser, shaft (tangkai) dan
housing (rumah pompa). Di dalam housing
pompa terdapat sejumlah stage, dimana tiap
stage terdiri dari satu impeller dan satu
diffuser. Jumlah stage yang dipasang pada
setiap pompa akan dikorelasi langsung
dengan Head Capacity dari pompa tersebut.
Pemasangannya bisa menggunakan lebih
dari satu (tandem) tergantung dari Head
Capacity yang dibutuhkan untuk menaikkan
fluida dari lubang sumur ke permukaan.
Impeller merupakan bagian yang bergerak,
sedangkan diffuser adalah bagian yang
diam. Seluruh stage disusun secara vertikal,
dimana masing-masing stage dipasang
tegak lurus pada poros pompa yang berputar
pada housing. Prinsip kerja pompa ini, yaitu
fluida yang masuk ke dalam pompa melalui
intake akan diterima oleh stage paling
bawah dari pompa, impeller akan
mendorongnya masuk, sebagai akibat
proses sentrifugal maka fluida akan
terlempar keluar dan diterima oleh diffuser.
Oleh diffuser, tenaga kinetis (velocity)
fluida akan diubah menjadi tenaga potensial
(tekanan) dan diarahkan ke stage
selanjutnya. Pada proses tersebut fluida
memiliki energi yang semakin besar
dibandingkan pada saat masuknya.
Kejadian tersebut terjadi terus menerus
sehingga tekanan head pompa berbanding
linier dengan jumlah stages, artinya
semakin banyak stages yang dipasangkan,
maka semakin besar kemampuan pompa
untuk mengangkat fluida.

Gambar 3.7 Unit Pompa

f. Unit Kabel Listrik


Power cable gunanya untuk
mengalirkan arus listrik dari switchboard ke
motor. Power yang dibutuhkan oleh motor
disalurkan dari permukaan melalui kabel
listrik yang dilapisi dengan penyekat. Kabel
ini ditempatkan sepanjang tubing dengan
Clamp. Unit kabel ini terdiri atas tiga buah
kabel tembaga yang satu sama lain
dipisahkan dengan pembalut terbuat dari
karet dan keseluruhannya dibungkus
dengan pelindung baja. Ada dua jenis kabel,
yaitu flat cable (pipih) dan round cable
(bulat), yang penggunaannya tergantung
pada besarnya ruang (clearances) yang
tersedia.

Gambar 3.8 Unit Kabel Listrik

g. Check Valve dan Bleeder Valve


Check valve dipasang 2 – 3 joint di
atas pompa, gunanya untuk menahan liquid
agar tidak turun ke bawah yang mana
mengakibatkan pompa berputar terbalik
sewaktu pompa mati. Bleeder valve berada
1 joint di atas check valve digunakan untuk
mengeringkan fluida ke annulus bila suatu
bar (besi) dijatuhkan dalam tubing untuk
membukanya.
h. Centralizer
Berfungsi untuk menjaga kedudukan
pompa agar tidak bergeser atau selalu
ditengah-tengah pada saat pompa
beroperasi, sehingga kerusakan kabel
karena gesekan dapat dicegah.

3.2.2.2.2. Peralatan di Atas Permukaan pada artificial


lift ESP
Peralatan di atas permukaan terdiri atas:
Wellhead, Junction Box, Switchboard dan
Transformer.

a. Wellhead
Wellhead atau kepala sumur
dilengkapi dengan tubing hanger khusus
yang mempunyai lubang untuk cable pack
off atau penetrator. Cable pack off ini
biasanya tahan sampai tekanan 3000 psi.
Tubing hanger dilengkapi juga dengan
lubang untuk hidraulic control line, yaitu
saluran cairan hidraulik untuk menekan
subsurface ball valve agar terbuka.

b. Junction Box
Junction Box merupakan suatu tempat
yang terletak antara switchboard dan
wellhead yang berfungsi untuk tempat
sambungan kabel atau penghubung kabel
yang berasal dari dalam sumur dengan kabel
yang berasal dari Switchboard. Junction
Box juga digunakan untuk melepaskan gas
yang ikut dalam kabel agar tidak
menimbulkan kebakaran di switchboard.

c. Switchboard
Berfungsi sebagai pengendali atau
kontrol peralatan pompa yang
ditenggelamkan ke dalam sumur. Alat ini
merupakan kombinasi dari motor starter,
alat pelindung dari overload / underload,
alat pencatat tegangan serta kuat arus listrik
selama dalam kondisi operasi atau ammeter
recording.
d. Transformer
Berfungsi sebagai pengubah tegangan
dari primary voltage menjadi voltage yang
disesuaikan dengan kebutuhan motor yang
digunakan. Alat ini terdiri dari core atau inti
yang dikelilingi oleh coil dari lilitan kawat
tembaga. Keduanya baik core maupun coil
direndam dengan minyak trafo sebagai
pendingin dan isolasi. Perubahan tegangan
akan sebanding dengan jumlah lilitan
kawatnya.

3.2.3. Sucker Rod Pump


3.2.3.1. Prinsip Kerja Sucker Rod Pump
SRP umumnya digunakan didunia perminyakan karena
relatif murah dan mudah pengoperasiannya. Sumur dengan
laju produksi dari yang sangat rendah sampai menengah
(moderate) (lebih rendah dari 2000 bpd) sangat cocok
menggunakan pompa SRP dalam pengangkatan fluida
produksi ke permukaan.
SRP dapat dikelompokkan berdasarkan lokasi
counterbalance, yaitu :
a. Cank balanced-conventional dan Mark II
Pompa angguk jenis Mark II adalah pompa yang
fungsinya agar gaya yang dihasilkan pada saat up stroke
lebih besar dari pada down stroke akan tetapi pompa tipe ini
tidak dapat membuat walking beam bergerak lebih dari
160o.
b. Beam balanced – conventinal
Pompa angguk tipe konvensional adalah pompa yang
paling banyak di pakai di perusahaan perminyakan. Titik
mampu pompa konvensional adalah di dekat pusat walking
beam dan pitman yang berfungsi mengangkat dengan
menarik kebawah di bagian belakang walking beam. Jenis
pumping unit ini adalah jenis desain terbaru dalam pumping
unit, dalam unit ini titik tumpu dekat dengan pusat center
dari walking beam dan memiliki gerak up stroke yang tinggi
(lebih dari 1860). Dengan kondisi tersebut mengakibatkan
beban torsi lebih rendah yang diterima pompa angguk dan
dengan kapasitas angkat yang lebih tinggi.
c. Air balanced- front mounted
Air Balanced Unit Dengan kompresi udara lebih cepat
pada counter weight yang terbuat dari baja tuang dan dapat
menunjukkan control yang akurat dari counter balanced.
Disamping itu berat dari unit dapat dikurangi biaya dan
transportasi serta instalasi dapat ditekan lebih rendah. Air
balanced unit memiliki kuntungan pada skala yang lebih
besar dengan langkah (stroke) yang panjang. Pumping unit
jenis ini memiliki ciri yaitu adanya kompresi (tabung udara)
yang berfungsi sebagai counter balanced.

Gambar 3.9 Jenis-Jenis Sucker Rod Pump

Prinsip kerjanya dengan mengangkat fluida dengan


energi dari prime mover permukaan yang ditransfer ke
subsurface pump yang diletakkan di dalam sumur. Prinsip
kerja sucker rod pump adalah ketika gerakan plunger
kebawah ( downstroke ), standing valve akan tertutup
karena ditekan fluida di atasnya, travelling valve terbuka
karena mendapat dorongan dari fluida di workingbarrel,
fluida bergerak masuk dari barrel ke plungernya. Pada
gerakan ke atas ( up stroke ), travelling valve tertutup,
standing valve terbuka karena efek penghisapan, fluida
masuk dari sumur ke working barrel karena effek
penghisapan tersebut. working barrel digunakan untuk
tempat naik dan turunnya plunger dan sebagai tempat
pengumpul cairan.
Gambar 3.10 Prinsip Kerja Sucker Rod Pump

Gambar 3.11 Upstroke dan Downstroke


Gambar di atas adalah gambar ketika kegiatan
upstroke dan downstroke ter jadi pada sucker rod
pump.

3.2.3.2. Peralatan Sucker Rod Pump

Gambar 3.12 Unit Peralatan Sucker Rod Pump

3.2.3.2.1. Prime Mover


Fungsi dari prime mover adalah mengalirkan
sumber tenaga yang dapat menggerakkan pompa
sehinga fluida dapat naik ke permukaan. Je nis prime
mover ada dua macam, yaitu elektrik dan engine.
Pemilihan jenis prime mover yang akan digunakan
disesuaikan dengan keberadaan listrik dan sumber
gas yang ada.

3.2.3.2.2. Peralatan di atas permukaan pada artificial lift


SRP
Fungsi dari surface equipment adalah
memindahkan sumber energy dari prime mover ke
unit peralatan pompa di dalam sumur sehingga gerak
putar prime mover diubah menjadi gerak naik turun
sucker rod dan diperoleh kecepatan pompa yang
diinginkan.
Adapun bagian-bagian dari surface equipment :

a. Gear Reduce
Merupakan rangkaian roda gigi yang
berfungsi untuk mengurangi kecepatan prime
mover. Hal ini penting karena kecepatan putar
motor pada prime mover akan mempengaruhi
kecepatan pompa.
b. V-Belt
Merupakan sabuk untuk memindahkan
gerak dari prime mover ke gear reducer.

c. Crank
Fungsinya menghubungkan crank shaft
pada gear reducer dengan counter weight untuk
mengatur stroke length dengan mengubah posisi
dari pitman bearing.

d. Counter Weight
Berfungsi sebagai menyeimbangkan
gerakan saat upstroke dan downstroke dengan
cara menyimpan tenaga prime mover pada saat
down stroke dimana tenaga yang diperlukan
minimum dan mengeluarkan tenaga pada saat
upstroke sehingga terjadi perataan pembebanan.

e. Pitman
Fungsinya untuk menghubungkan pitman
bearing dengan walking beam yang berfungsi
mengubah gerak putar menjadi gerak naik turun.
f. Walking Beam
Fungsinya untuk meneruskan gerak naik
turun yang dihasilkan oleh rangkaian pitman-
counter weight-crank ke rangkaian yang ada di
dalam sumur melalui polished rod.

g. Carrier Bar

Fungsinya sebagai tempat bergantungnya


polished rod dan rangkaian sucker rod yang ada di
dalam sumur.

f. Polished Rod
Merupakan bagian teratas dari rangkaian rod
yang muncul di permukaan dan berfungsi
menghubungkan antara rangkaian rod di dalam
sumur dengan peralatan-peralatan dipermukaan

g. Stuffing Box

Merupakan tempat kedudukan polished rod


sehingga polished rod dapat naik turun dengan
bebas dan berfungsi untuk mengisolasi sumur dan
mencegah agar fluida tidak ikut keluar waktu naik
turunnya polished rod.

h. Sampson Post
Sampson post berfungsi sebagai penyangga
Walking Beam.

i. Briddle
Bridle nerfungsi sebagai tempat
menggantungkan Carrier Bar.
j. Flow Tee
Flow Tee berfungsi untuk mengalirkan fluida
ke flowline.

k. Flow Line
Flow Line berfungsinya sebagai tempat
mengalirnya fluida hasil pemompaan.

3.2.3.2.3. Peralatan di bawah permukaan pada artificial lift SRP


Peralatan bawah permukaan berfungsi sebagai pompa
untuk mengangkat fluida pada formasi ke permukaan. Bagian
peralatan bawah permukaan sebagai berikut :

a. Working Barrel
Merupakan tempat dimana plunger dapat bergerak
naik turun dan berfungsi sebagai tempat menampung
fluida sebelum fluida diangkat plunger pada saat upstroke.
Pompa di bawah permukaan berdasarkan working barrel
ada dua macam, yaitu tubing pump dan rod pump (insert
pump). Dikatakan tubing pump karena posisi barrel dari
pompa menyatu dengan tubi ng sehingga waktu sucker rod
dicabut pada saat servis maka barrel tetap berada di bawah
tidak ikut tercabut. Sedangkan rod pump, posisi dari barrel
menyatu dengan sucker rod sehingga bila sucker rod
dicabut saat servis maka barrel akan ikut tercabut.

b. Plunger
Merupakan bagian dari pompa yang terdapat di
dalam working barrel yang berfungsi untuk mengangkat
fluida dari reservoir ke permukaan .
c. Travelling Valve
Merupakan katup yang berada di bawah plunger
yang bergerak sesuai dengan pergerakan plunger, dimana
posisinya akan terbuka pada saat downstroke sehingga
fluida dapat masuk ke dalam plunger. Posisinya akan
tertutup pada saat upstroke sehingga dapat menahan fluida
yang sudah masuk ke dalam plunger agar tidak keluar.

d. Standing Valve
Merupakan katup yang berada pada bagian bawah
working barrel dimana posisinya akan terbuka pada saat
upstroke sehingga fluida dari dalam sumur dapat masuk ke
dalam working barrel. Posisinya akan tertutup pada saat
downstroke sehingga menahan fluida yang sudah masuk ke
dalam working barrel agar tidak keluar.

e. Sucker Rod
Merupakan batang besi yang menjadi tempat
bergantungnya plunger dan berfungsi meneruskan gerak
naik turun dari surface equipment ke unitpompa di bawah
permukaan. Dalam perencanaan sucker rod diusahakan
agar rod yang dipakai ringan sehingga untuk kedalaman
yang besar pemakaian rod harus dikombinasikan (tapered
rod string).

f. Seating Nipple
Merupakan tempat dudukan dari standing valve
sehingga standing valve tidak terlepas pada saat upstroke
atau downstroke.

g. Tubing
Berfungsi mengalirkan fluida dari dasar sumur ke
permukaan dimana fluida mengalir melalui ruang antar
sucker rod dan tubing.

3.2.3.3. Faktor-Faktor Penting Dalam Perencanaan Sucker Rod Pump


Faktor-faktor penting dalam perencanaan sucker rod pump adalah
pump displacement yang sesuai dengan laju produksi yang diharapkan dan
efisiensi pompa. Adapun parameter yang mempengaruhi banyaknya
volume fluida yang diangkatoleh pompa adalah diameter plunger, stroke
length dan kecepatan pompa.
Hubungan ketiga parameter tersebut dapat dilihat pada persamaan di
bawah ini :

PD = 0,1166 x Sp x N x Dp2

dimana :
PD = kapasitas pompa (B/D)
Sp = stroke length effective (in)
N = kecepatan pompa (stroke/ menit)
Dp = diameter plunger (in)
Besarnya kapasitas pompa akan menunjukkan laju produksi yang
dihasilkan.
Akan tetapi, besarnya kapasitas pompa di bawah permukaan
ternyata tidak sama dengan produksi yang dihasilkan waktu sampai di
permukaan. Hal ini dikarenakan adanya kapasitas yang hilang saat fluida
mengalir ke permukaan. Oleh karena itu, untuk memperoleh nilai yang
objektif dari laju produksi yang dihasilkan oleh pompa, maka kapasitas
pompa dikalikan dengan ef isiensi pompa. Efisiensi pompa biasanya
dinyatakan dalam bentuk persen dan umumnya kurang dari 100% yaitu
antara 70% - 80%.
Hubungan laju produksi, kapasitas pompa dan efisiensi pompa
dapat dilihat pada persamaan berikut
Qf = Ev x PD

dimana :
Qf = laju produksi fluida (BFPD)
Ev = efisiensi pompa
PD = kapasitas pompa (BFPD)

You might also like