Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Apendisitis
Apendisitis akut dapat disebabkan oleh terjadinya proses radang bakteria yang
dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya hiperplasia jaringan limfe, fekalith,
tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal
dari kebanyakan penyakit ini. namun ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
radang apendiks, diantaranya : ( Sabiston , 2008 )
1. Faktor sumbatan (obstruksi)
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang
diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringanlymphoid sub
mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya
sumbatan oleh parasit dan cacing
2. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis akut. Adanya
fekalith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi,
karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan
terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu
Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang
menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob < 10%.
2.1.1. Anatomi
Posisi terbanyak dari apendiks adalah retrocaecal, namun demikian ada variasi dari
lokasi apendiks ini. 65 % dari posisi apendiks terletak intraperitoneal sementara sisanya
retroperitoneal. Disini variasi posisi apendiks menentukan gejala yang akan muncul saat
terjadi peradangan, Beberapa variasi posisi apendiks terhadap caecum adalah sebagai berikut
: ( Aschraff, 2000 )
1. Retrocaecal(65%)
2 . P e l v i c
3 . Ant e c a e c a l
4 . P r e i l e a l
5 . P o st i le a l
Posisi terbanyak adalah retrocaecal, namun demikian posisi apendiks dapat ditemukan
dengan menelusuri ket iga t aenia yang t erdapat pada caecum (dan colon), yait u
taenia co lica, taenia libra dan taenia omentalis.
Vaskularisasi appendik berasal dari arteri ileocolica yang merupakan cabang dari
arteri mesent erika superior. Cabang arteri ileokolika ini disebut art eri
appendicularis, dengan aliran venanya berasal dari vena ileocolica dan akan kembali ke vena mesenterika
superior. Art eri appendicular is ini t idak memiliki kolateral sehingga ket ika
terjadi oklusi a p a p u n p e n y e b a b n y a , m a k a m u d a h t e r j a d i i s k e m i a d a n
g a n g r e n , h i n g g a a k h i r n y a perforasi. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang
n . v a g u s yang mengikut i a.mesenterica superior dan a. appendicularis, sedangkan
persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di
sekitar umbilicus.
2.1.2. Fisiologi
Apendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch (analog dengan
Bursa Fabricus) membentuk produk immunoglobulin. Apendiks adalah suatu struktur kecil,
berbentuk seperti tabung yang berkait menempel pada bagian awal dari sekum. Pangkalnya
terletak pada posteromedial caecum. Pada Ileocaecal junction terdapat Valvula Ileocecalis
2.1.4. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya,
atau neoplasma.
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya
dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi. Obstruksi
tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama
mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya
sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60
cmH20 .
Gambar 3. Sel –sel radang akut di lapisan mukosa, submukosa dan muskularis
Gambar 4. Sel –sel radang akut dengan jaringan ikat fibrous dan daerah nekrotik
Gambar 5. Sel –sel radang akut pada seluruh ketebalan dinding apendiks disertai
disertai diskontinuitas jaringan
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah.
Nyeri ini merupakan gejala klasik appendisitis. Mula-mula nyeri dirasakan samar-
samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium atau sekitar
umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah
(titik Mc Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya sehingga berupa
nyeri somatik setempat. Bila terjadi perangsangan peritonium biasanya penderita akan
mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk.
2. Mual-muntah biasanya pada fase awal.
3. Nafsu makan menurun.
4. Obstipasi dan diare pada anak-anak.
5. Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi biasanya tubuh
belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,5º-38,5º C
Gejala apendisitis akut pada anak-anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel
dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Karena gejala yang
tidak spesifik ini sering diagnosis apendisitis diketahui setelah terjadi perforasi. ( Aiken et all ,
2007 )
2. C – Reaktif Protein
C -Reaktif Protein merupakan protein darah yang terikat dengan C-polisakarida,
pentamer 120 kDa. Kadarnya dapat meningkat 100 . 200 kali atau lebih tinggi pada inflamasi
sistemik yang menyebabkan kerusakan endotel. CRP merupakan penanda inflamasi yang
paling stabil. Suatu pemeriksaan C –reaktif protein adalah pemeriksaan darah yang
hsCRP dipakai untuk deteksi dini infeksi pada anak dan menilai resiko penyakit
jantung koroner. Hasil beberapa penelitian menyimpulkan bahwa hsCRP dipakai untuk
memprediksi resiko penyakit jantung koroner pada orang yang tampak sehat dan dapat
dipakai sebagai indikator prognosis. Oleh karena itu peningkatan kadar hsCRP tidak spesifik
dan tidak dapat dinilai tanpa ada pendapat klinis (keluhan). ( Bangert SK, 2004 )