You are on page 1of 6

Giok

dan Ety | Penatalaksanaan yang Tepat pada Meningitis Tuberkulosa

Penatalaksanaan yang Tepat pada Meningitis Tuberkulosis



Giok Pemula, Ety Apriliana
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak
Meningitis tuberkulosis (MTB) merupakan salah satu bentuk tuberkulosis ekstrapulmoner yang paling mengancam jiwa.
Penyakit ini memiliki prevalensi hingga mencapai 70-80% dari seluruh kasus tuberkulosis ekstrapulmoner dengan angka
kematian hingga 50%. Manifestasi klinis meningitis tuberkulosis sama seperti tanda dan gejala meningitis lainnya, seperti
nyeri kepala, demam dan kaku kuduk, dengan atau tanpa kelainan neurologis lainnya. Dalam laporan kasus ini, seorang
wanita berusia 27 tahun datang dengan penurunan kesadaran mendadak, dan didapatkan riwayat nyeri kepala
sebelumnya, batuk lama, keringat malam dan demam. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran atau Glasgow Coma
Scale (GCS) 10 (E3V2M5), ronkhi pada kedua lapang paru, kaku kuduk (+), refleks babinsky (+/+), refleks fisiologis meningkat.
Rontgen toraks menunjukkan adanya tuberkulosis lesi luas. Karena risiko mortalitas yang tinggi, meningitis tuberkulosis
membutuhkan penanganan cepat dan tepat, yaitu dengan pemberian obat anti tuberkulosa dan kortikosteroid. Manfaat
pemberian kortikosteroid adalah untuk mengurangi tingkat komplikasi dan angka kematian melalui penekanan respon
inflamasi dalam ruang subaraknoid.

Kata kunci: meningitis tuberkulosis, penurunan kesadaran, tuberkulosis ekstrapulmoner

Prompt Treatment of Tuberculosis Meningitis

Abstract
Tuberculosis meningitis (TBM) is the most threatening form of extrapulmonary tuberculosis. The prevalence of this disease
is up to 70-80% of all cases of extrapulmonary tuberculosis with a mortality rate up to 50%. Clinical manifestations of
tuberculosis meningitis as same as signs and symptoms of other type meningitis, such as headache, fever and stiff neck,
with or without other neurological disorders. In this case report, a 27 years old woman came to a sudden loss of
consciousness, and obtained a history of previous headaches, prolong cough, night sweats and fever. On physical
examination obtained or Glasgow Coma Scale (GCS) 10 (E3V2M5), rhonchi in both lung fields, stiff neck (+), Babinsky reflex
(+/+), increased physiological reflex. Chest X-ray showed extensive tuberculosis lesions. Due to the high risk of mortality,
tuberculosis meningitis require prompt treatment, i.e. antituberculose drugs and corticosteroid. Benefit of cortiocosteroid
giving is decrease complication and mortality rate by suppress inflammation rensponse in subarachnoid space.

Keywords: extrapulmonary tuberculosis, loss of consciousness, tuberculosis meningitis

Korespondensi: Giok Pemula, alamat Soekarno Hatta No.3 Tanjung Senang, Bandar Lampung, HP 082182074434, e-mail
giokpemulaas@yahoo.com


Pendahuluan jumlah tersebut, sebanyak 10% kasus
Tuberkulosis (TB) merupakan infeksi merupakan infeksi oportunistik dari infeksi
global dengan prevalensi tinggi yang HIV. Tingkat kematian akibat penyakit ini
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium sekitar 40 dari 100.000 jiwa.2
tuberculosis. Sepertiga dari populasi dunia Meningitis adalah suatu inflamasi pada
terinfeksi dengan tuberkulosis laten, dengan membran araknoid, piamater, dan cairan
risiko 10% mengalami bentuk aktif dari serebrospinal. Proses inflamasi terjadi dan
tuberkulosis sepanjang hidupnya.1 menyebar melalui ruangan subaraknoid di
Diperkirakan 9,6 juta kasus tuberkulosis terjadi sekeliling otak dan medula spinalis serta
di seluruh dunia sepanjang tahun 2014, ventrikel.3 Meningitis tuberkulosis merupakan
dengan angka kematian mencapai 1,5 juta bentuk tuberkulosis ekstra paru dengan
jiwa. Indonesia merupakan negara dengan adanya kelainan neurologis yang mencapai 70-
jumlah kasus tuberkulosis tertinggi kedua 80% dari seluruh kasus tuberkulosis
setelah India dengan jumlah kasus 10% dari neurologis, 5,2% dari seluruh tuberkulosis
total kasus di seluruh dunia.2 ekstrapulmoner dan 0,7% dari seluruh kasus
Data dari World Health Organization tuberkulosis. Walaupun telah diberikan terapi
(WHO) menunjukkan angka insidensi yang adekuat, penyakit ini masih memiliki
tuberkulosis di Indonesia pada tahun 2015 tingkat mortalitas yang tinggi hingga mencapai
mencapai 395 kasus per 100.000 jiwa. Dari 50%, bahkan di negara maju seperti Amerika


J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|50
Giok dan Ety | Penatalaksanaan yang Tepat pada Meningitis Tuberkulosa

Serikat sekalipun. Umumnya meningitis pernapasan 20 x/menit, suhu 38,9 oC. Berat
tuberkulosis berhubungan erat dengan ko- badan 40 kg. Status generalis: kepala:
infeksi HIV.4-6 konjungtiva anemis, toraks: ronkhi pada kedua
Pasien dengan meningitis tuberkulosis lapang paru, abdomen dan ekstremitas: tidak
akan mengalami tanda dan gejala meningitis ditemukan kelainan. Status neurologis: kaku
yang khas, seperti nyeri kepala, demam dan kuduk (+), refleks babinsky (+/+), refleks
kaku kuduk, walaupun tanda rangsang fisiologis meningkat, pemeriksaan sistem
meningeal mungkin tidak ditemukan pada motorik dan sensorik sulit dinilai.
tahap awal penyakit. Durasi gejala sebelum Hasil pemeriksaan laboratorium
ditemukannya tanda meningeal bervariasi dari didapatkan kadar Hemoglobin 7,5 g/dL,
beberapa hari hingga beberapa bulan. Namun Hematokrit 23%, leukosit 19.100/uL, hitung
pada beberapa kondisi, meningitis jenis 0/0/0/91/5/4 dan trombosit 199.000/ul.
tuberkulosis dapat muncul sebagai penyakit Kadar ureum 31 mg/dL, kreatinin 0,8 mg/dL,
yang berat, dengan penurunan kesadaran, natrium 134 mmol/L, kalium 3,3 mmol/L,
palsi nervus kranial, parese dan kejang.4 kalsium 8,1 mg/dL, klorida 100 mmol/L.
Beratnya gejala dan risiko kematian Rontgen toraks menunjukkan adanya kavitas
yang tinggi akibat meningitis tuberkulosis pada lobus superior pulmo sinistra dan infiltrat
mendorong perlunya pengetahuan mengenai pada lobus inferior pulmo dekstra sehingga
tatalaksana yang adekuat. Oleh karena itu, disimpulkan sebagai tuberkulosis paru lesi
dalam artikel ini kami akan memaparkan luas.
penanganan meningitis tuberkulosis yang Pasien dalam kasus ini didiagnosis
tepat. sebagai meningitis tuberkulosa. Terapi yang
diberikan berupa terapi farmakologis dan non-
Kasus farmakologis. Pemberian terapi farmakologis
Seorang pasien wanita berusia 27 tahun meliputi cairan intravena Ringer Laktat,
dibawa keluarganya datang ke IGD RS dengan kortikosteroid deksametason intravena 5mg /
keluhan penurunan kesadaran sejak 1 hari 8 jam, obat anti tuberkulosis (OAT) berupa
sebelum masuk rumah sakit. Keluhan ini rifampisin 450 mg, isoniazid 200 mg,
terjadi pertama kali pada pagi hari saat pasien pirazinamid 1000 mg, etambutol 750 mg,
bangun tidur, pasien terlihat lemas dan tidak streptomisin injeksi 750 mg, dan parasetamol
ada respon saat diajak berkomunikasi. 3x500 mg per Naso Gastric Tube (NGT). Terapi
Sebelumnya pasien mengeluhkan sakit non farmakologis meliputi observasi tanda-
kepala, demam, mual muntah, lemas dan tidak tanda vital dan tirah baring serta diet cair per
nafsu makan sejak 1 minggu sebelum masuk NGT. Prognosis pada pasien ini adalah dubia
rumah sakit. Demam dirasakan hilang timbul ad malam.
tetapi tidak disertai dengan kejang. Nyeri Satu hari setelah dirawat, terdapat
kepala dirasakan menetap sepanjang hari di perbaikan klinis pasien yaitu GCS meningkat
seluruh bagian kepala. Pasien juga mengeluh menjadi 12 (E4V2M6). GCS pasien dua hari
sering mengalami batuk berdahak sejak 1 setelah dirawat adalah 14 (E4V4M6). Pada hari
tahun sebelum masuk rumah sakit. Pasien ketiga setelah dirawat, GCS pasien 15.
selama ini mengeluhkan adanya keringat di Kemudian, selama tiga hari setelahnya pasien
malam hari dan penurunan berat badan. Tidak dirawat untuk observasi keadaan pasien dan
ada riwayat trauma dan riwayat kontak komplikasi yang mungkin terjadi.
tuberkulosis di keluarga. Pasien pernah
mengonsumsi obat anti tuberkulosis namun Pembahasan
hanya 2 bulan dan tidak dilanjutkan karena Infeksi bakteri Mycobacterium
merasa batuk telah berkurang. Pasien tuberculosis pada sistem saraf pusat meliputi
mengatakan tidak memiliki riwayat hipertensi meningitis tuberkulosis, tuberkuloma
dan diabetes melitus. intrakranial, araknoiditis tuberkular spinal dan
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan ensefalopati tuberkulosis. Meningitis
keadaan umum tampak sakit berat, kesadaran tuberkulosis merupakan bentuk paling berat
somnolen dengan Glasgow Coma Scale (GCS) dan paling sering dari tuberkulosis neurologis.7
E3V2M5= 10. Tanda-tanda vital: tekanan darah Manifestasi klinis meningitis tuberkulosis sama
100/80 mmHg, nadi 84 x/menit, laju dengan meningitis subakut lainnya. Apabila

J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|51


Giok dan Ety | Penatalaksanaan yang Tepat pada Meningitis Tuberkulosa

gejala kelainan neurologis berat telah presumtif tuberkulosis adalah orang dengan
ditemukan (misalnya, koma, kejang, gejala atau tanda sugestif tuberkulosis, yaitu
peningkatan tekanan intrakranial dan batuk produktif lebih dari dua minggu yang
hemiparese), maka diagnosis dapat ditegakkan disertai gejala pernapasan seperti sesak napas,
dan prognosisnya buruk.8 nyeri dada, batuk darah dan/atau gejala
Meningitis tuberkulosis diklasifikasikan tambahan seperti menurunnya nafsu makan,
menjadi tiga derajat oleh British Medical menurun berat badan, keringat malam dan
Research Council. Meningitis tuberkulosis mudah lelah.11-13
derajat 1 ditandai dengan GCS 15 tanpa Sebagian besar pasien meningitis
kelainan neurologis fokal, derajat 2 ditandai tuberkulosis memiliki riwayat sakit kepala
dengan GCS 15 dengan defisit neurologis dengan keluhan tidak khas selama 2-8 minggu
fokal, atau GCS 11-14, dan derajat 3 ditandai sebelum timbulnya gejala iritasi meningeal.
dengan GCS ≤10. Sistem klasifikasi ini Gejala nonspesifik ini meliputi malaise,
digunakan untuk memisahkan pasien dan juga anoreksia, rasa lelah, demam, mialgia dan
untuk menentukan prognosis.8 sakit kepala. Pada dewasa biasanya terdapat
Patogenesis penyakit ini diduga terjadi gejala klasik meningitis, yaitu demam, sakit
dalam dua tahap. Pada tahap awal, kepala dan kaku kuduk yang disertai defisit
bakteremia membawa basil tuberkulosis ke neurologis fokal, perubahan perilaku dan
sirkulasi serebral dan menyebabkan penurunan kesadaran. Riwayat tuberkulosis
terbentuknya lesi primer tuberkulosis di otak hanya didapatkan pada sekitar 10% pasien.
yang dapat mengalami dorman dalam waktu Foto toraks yang menunjukkan tuberkulosis
lama. Pada tahap kedua, meningitis paru ditemukan pada 30-50% dari seluruh
tuberkulosis terjadi akibat pelepasan basil pasien.13-15
Mycobacterium tuberculosis ke dalam ruang Pemeriksaan rontgen juga mendukung
meningen dari lesi subependimal atau subpial kecurigaan ini dengan kesan tuberkulosis paru
(terutama di fisura Sylvii).8,9 Proses patologi lesi luas. Oleh karena itu, pasien dalam kasus
yang menyebabkan defisit neurologis pada ini diduga mengalami tuberkulosis
meningitis tuberkulosis adalah (1) eksudat ekstrapulmoner yaitu meningitis tuberkulosis
dapat menyebabkan obstruksi aliran CSS derajat 3 sebagai penyebaran dari tuberkulosis
sehingga terjadi hidrosefalus, (2) granuloma paru primer (yang telah didiagnosis
dapat bergabung membentuk tuberkuloma berdasarkan klinis). Definisi kasus tuberkulosis
atau abses sehingga terjadi defisit neurologis diagnosis klinis adalah kasus tuberkulosis yang
fokal, dan (3) vaskulitis obliteratif yang dapat tidak dapat memenuhi kriteria konfirmasi
menyebabkan infark dan sindrom stroke.8 bakteriologis walau telah diupayakan
Berdasarkan anamnesis, terdapat defisit maksimal tetapi ditegakkan diagnosis
neurologis berupa penurunan kesadaran tuberkulosis aktif oleh klinisi yang
mendadak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. memutuskan untuk memberikan pengobatan
Sebelumnya pasien mengeluhkan sakit kepala tuberkulosis berdasarkan foto toraks
dan demam. Pada pemeriksaan fisik abnormal, histologi sugestif dan kasus
didapatkan kesadaran somnolen dengan GCS ekstraparu.11-13
10 (E3V2M5) dan temperatur tubuh 38,9 oC, Pemeriksaan radiologi berupa CT Scan
serta ditemukan kaku kuduk, refleks patologis tidak selalu spesifik menggambarkan adanya
(Babinsky) di kedua tungkai dan peningkatan kelainan pada meningitis tuberkulosis.
refleks fisiologis. Data dari anamnesis dan Gambaran obliterasi sisterna basalis oleh
pemeriksaan fisik di atas telah memenuhi trias eksudat isodens atau hiperdens ringan sebagai
meningitis, yaitu nyeri kepala, demam dan temuan yang paling umum ditemukan.
kaku kuduk.10 Gambaran yang lebih baik dapat ditemukan
Selain itu, pasien memiliki riwayat batuk dari pemeriksaan MRI, khususnya MRI dengan
1 tahun, demam, penurunan berat badan dan kontras yang menunjukkan penebalan
keringat malam. Dari pemeriksaan fisik leptomeningeal dan eksudat sisterna.
ditemukan ronkhi pada kedua lapang paru. Manifestasi lainnya yang dapat ditemukan
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pada gambaran radiologi meningitis
tersebut, diduga pasien ini juga menderita tuberkulosis adalah komplikasi yang mungkin
tuberkulosis paru. Suspek tuberkulosis atau


J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|52
Giok dan Ety | Penatalaksanaan yang Tepat pada Meningitis Tuberkulosa

terjadi, yaitu hidrosefalus, vaskulitis, infark umumnya diperpanjang hingga 7 atau 10


dan neuropati kranial.16 bulan. Namun, pada pasien ini diberikan terapi
Diagnosis pasti meningitis ditegakkan OAT awal berupa RHZES. Penambahan
melalui analisis, pewarnaan dan kultur cairan streptomisin merupakan tatalaksana tepat
serebrospinal (CSS). Pada prinsipnya, prosedur karena tuberkulosis dengan kondisi berat atau
pengambilan sampel cairan serebrospinal mengancam nyawa dapat diberikan
melalui pungsi lumbal sebaiknya dikerjakan streptomisin.5,19
pada setiap kecurigaan meningitis dan/atau Pada dewasa, dosis obat harian OAT
ensefalitis.10 Kelainan CSS klasik pada adalah isoniazid 5 (4-6) mg/kgBB, maksimum
meningitis tuberkulosis adalah sebagai 300 mg/hari; rifampisin 10 (8–12) mg/kgBB,
berikut: (1) peningkatan tekanan lumbal; (2) maksimum 600 mg/hari; pirazinamid 25 (20–
peningkatan jumlah hitung leukosit antara 10- 30) mg/kgBB, maksimum 2.000 mg/hari;
500 sel/mm3 dengan dominan limfosit; (3) etambutol 15 (15–20) mg/kgBB, maksimum
peningkatan konsentrasi protein berkisar 100- 1.600 mg/hari; streptomisin 12-18 mg/kgBB.
500 mg/dl; (4) penurunan konsentrasi glukosa Dosis kortikosteroid antara lain deksametason
(konsentrasi glukosa rata-rata sekitar 40 0,4 mg/kgBB atau prednison 2,5
mg/dl); dan (5) kultur positif Mycobacterium mg/kgBB.4,12,20,21
tuberculosis pada 75% pasien setelah 3-6 Pada anak, dosis obat harian OAT
minggu biakan. Pemeriksaan lain yang dapat adalah isoniazid 10 (7–15) mg/kgBB,
dilakukan adalah pemeriksaan dengan teknik maksimum 300 mg/hari; rifampisin 15 (10–20)
PCR dan diagnostik molekular lainnya. mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari;
Sensitivitas teknik PCR untuk deteksi DNA pirazinamid 35 (30–40) mg/kgBB, maksimum
Mycobacterium tuberculosis dalam CSS sekitar 2.000 mg/hari; etambutol 20 (15–25)
54%, namun hasil positif-palsu juga dapat mg/kgBB, maksimum 1.000 mg/hari. Dosis
terjadi sekitar 3-20% kasus.17 kortikosteroid antara lain deksametason 0,6
Pemberian terapi tidak perlu menunggu mg/kgBB atau prednison 2-4 mg/kgBB.4,12,20,21
hasil pemeriksaan basil tahan asam melalui Pemberian deksametason intravena
apusan atau kultur, baik dari sputum, darah (kortikosteroid) pada pasien ini terbukti
maupun CSS.13,17 Hal ini karena bahkan memperbaiki klinis pasien. Hal ini terlihat pada
pemeriksaan terbaik sekalipun mungkin tidak peningkatan kesadaran pasien setiap harinya.
dapat menemukan basil tuberkulosis pada Peran kortikosteroid pada terapi
pasien meningitis tuberkulosis, infeksi HIV dan meningitis tuberkulosis telah dilaporkan
anak kecil. Oleh karena itu, pada kondisi bermanfaat dalam sejumlah penelitian. Angka
seperti ini atau pada pasien dengan sakit berat mortalitas menurun dengan pemberian
dimana dicurigai tuberkulosis, maka penilaian kortikosteroid intravena. Terapi dengan
klinis dapat digunakan untuk memulai deksametason atau prednisolon yang di-
pemberian terapi empiris sembari menunggu tappering off selama 6-8 minggu
hasil akhir pemeriksaan seperti kultur yang direkomendasikan pada pasien meningitis
membutuhkan waktu lama atau bahkan ketika tuberkulosis. Kortikosteroid sebaiknya
hasil pemeriksaan negatif.18 diberikan intravena pada awalnya dan
Tuberkulosis paru dan ekstraparu dilanjutkan dengan pemberian per oral sesuai
ditatalaksana dengan regimen antituberkulosis klinis pasien.20
yang sama, yaitu rifampisin, isoniazid, Respon jaringan terhadap inflamasi
pirazinamid, etambutol selama 2 bulan fase pada meningitis tuberkulosis adalah eksudat
intensif dan rifampisin, isoniazid selama 4 inflamasi mendorong struktur pada bagian
bulan fase lanjutan (2RHZE/4RH). Para ahli dasar otak, nervus dan pembuluh darah di
merekomendasikan pemberian terapi obat daerah ini. Vaskulopati mempengaruhi sirkulus
anti tuberkulosis pada meningitis tuberkulosis Willisi, sistem vertebrobasiler, dan cabang
selama minimal 9 hingga 12 bulan.12 WHO dan kecil dari arteri serebri media menyebabkan
PDPI mengklasifikasikan meningitis infark. Selanjutnya, eksudat di basal
tuberkulosis (tuberkulosis ekstra paru, kasus menghambat aliran cairan serebrospinal
berat) ke dalam kategori I terapi tuberkulosis. setinggi tentorium menyebabkan peningkatan
Pemberian rifampisin dan isoniazid pada fase tekanan intrakranial dan hidrosefalus.21
lanjutan dalam kasus meningitis tuberkulosis

J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|53


Giok dan Ety | Penatalaksanaan yang Tepat pada Meningitis Tuberkulosa

Proses patofisiologi pada meningitis


tuberkulosis ini yang mendorong penggunaan Simpulan
antiinflamasi kortikosteroid untuk Meningitis tuberkulosis merupakan
memodifikasi kerusakan jaringan yang terjadi. bentuk tuberkulosis ekstraparu neurologis
Pemberian kortikosteroid dapat menekan tersering yang mengancam jiwa. Penegakkan
respons inflamasi dalam ruang subaraknoid diagnosis dapat dilakukan dengan adanya trias
sehingga mengurangi risiko edema serebral, meningitis dan kecurigaan tuberkulosis secara
peningkatan tekanan intrakranial, gangguan klinis. Pemberian terapi harus segera dan
aliran darah otak, vaskulitis, dan cedera tepat untuk mengurangi tingkat mortalitas.
neuron. Selain itu, pemberian kortikosteroid Terapi berupa obat anti tuberkulosis, dan
terbukti memperbaiki outcome dengan kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi
penurunan tingkat mortalitas dan keparahan dalam subaraknoid.
dari komplikasi neurologis.5,22,23
Deksametason dengan dosis 0,6 Daftar Pustaka
mg/kg/hari (anak) dan 0,4 mg/kg/hari 1. Zumla A, Raviglione M, Hafner R, von Reyn
(dewasa) ekuivalen dengan prednisolon dosis CF. Current concepts: tuberculosis. N Engl
2-4 mg/kg/hari (anak) dan 2,5 mg/kg/hari J Med. 2013; 368:745-55.
(dewasa). Keduanya merupakan kortikosteroid 2. World Health Organization. Global
injeksi pilihan untuk diberikan pada kasus tuberculosis report 2016. USA: World
meningitis tuberkulosis. Durasi pemberian Health Organization; 2016 [disitasi tanggal
selama 4 minggu dengan tapering 2-4 minggu 21 Oktober 2016]. Tersedia dari:
setelahnya.21,24 http://www.who.int/tb/publications/glob
Prognosis pada kasus ini adalah dubia al_report/en/index.html.
ad malam. Prognosis berdasarkan diagnosis 3. Swartz MN, Nath A. Meningitis: bacterial,
pasien saat ini yaitu meningitis tuberkulosis viral and other. Dalam: Goldman L, Schafer
derajat 3 dengan GCS 10 memiliki risiko AI, editor. Goldman’s-Cecil Medicine. Edisi
kematian yang tinggi. Mortalitas pada pasien ke-25. Philadelphia, PA: Elsevier Saunders;
meningitis tuberkulosis terkait dengan 2016. hlm. 2480.
hidrosefalus, resistensi obat, gagal terapi, 4. Chin JH. Tuberculous Meningitis:
lanjut usia, kejang, penurunan kesadaran, Diagnostic and theurapeutic challenges.
derajat 3 saat masuk rumah sakit dan infeksi Neurol Clin Prac. 2014; 4(3):199-205.
HIV.25,26 5. Thamrin APY. Pria 31 tahun dengan suspek
Pasien dengan meningitis tuberkulosis meningitis tuberkulosis dan AIDS.
yang bertahan hidup sebagian besar MEDULA. 2015; 4(1):1-7.
mengalami sekuele neurologis. Defisit 6. Thwaites GE, Bhavnani SM, Chau TT,
neurologis pada 1 tahun follow up diketahui Hammel JP, Torok ME, Van Wart SA, et al.
berhubungan dengan defisit saat pasien Randomized pharmacokinetic and
masuk rumah sakit. Stroke terjadi pada 30- pharmacodynamic comparison of
45% pasien meningitis tuberkulosis.26 Stroke fluoroquinolones for tuberculous
pada meningitis dapat terjadi karena meningitis. Antimicrob Agents Chemother.
gangguan aliran darah akibat inflamasi pada 2011; 55(7):3244-53.
pembuluh darah yang meninggalkan 7. Sharma SR, Kyrshang GL, Nalina S,
meningen untuk masuk ke otak.27 Monaliza L. Directly observed treatment,
short course in tuberculous meningitis: 10. Meisadona G, Soebroto AD, Estiasari R.
Indian perspective. Annals of Indian Diagnosis dan tatalaksana meningitis
Academy Neurology. 2013; 16:82-4. bakterialis. CDK. 2015; 42(1):15-9.
8. Török ME. Tuberculous meningitis: 11. World Health Organization. Definition and
advances in diagnosis and treatment. reporting framework for tuberculosis 2013
British Medical Bulletin. 2015; 113:117-31. revision. Geneva: WHO Press; 2010.
9. Isabel BE, Rogelio HP. Pathogenesis and 12. World Health Organization. Treatment of
immune response in tuberculous tuberculosis: guidelines. Edisi ke-4.
meningitis. Malays J Med Sci. 2014; 21(1): Geneva: WHO Press; 2010.
4-10. 13. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Pedoman nasional pelayanan


J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|54
Giok dan Ety | Penatalaksanaan yang Tepat pada Meningitis Tuberkulosa

kedokteran tata laksana tuberkulosis. treatment of drug-susceptible


Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2013. tuberculosis. Clin Infect Dis; 2016. hlm. 1-
14. Brancusi F, Farrar J, Heemskerk D. 4.
Tuberculous meningitis in adults: a review 21. Donald PR, Van Toorn RV. Use of
of a decade of developments focusing on corticosteroids in tuberculous meningitis.
prognostic factors for outcome. Future Lancet. 2016; 387:2585-87.
Microbiol. 2012; 7(9):1101-16. 22. Van De Beek D, Brouwer M, Thwaites G.
15. Cherian A, Thomas SV. Central nervous Advances in treatment of bacterial
system tuberculosis. Afr Health Sci. 2011; meningitis. Lancet. 2012; 380:1693-702.
11(1):116-27. 23. Thwaites GE, Bang ND, Dung NH et al.
16. Taheri MS, Mohammad AK, Hamidreza H, Dexamethasone for the treatment of
Ramin P, Mohammad S, Hosein Delavar K. tuberculous meningitis in adolescents and
Central nervous system tuberculosis: an adults. NEJM. 2004; 351(17):1741-5.
imaging- focused review of a reemerging 24. Thwaites GE, van Toorn R, Schoeman J.
disease. Radiology Research and Practice; Tuberculous meningitis: more questions,
2015. hlm. 1-8. still too few answers. Lancet Neurol. 2013;
17. Goetz CG. Textbook of clinical neurology. 12(10):999–1010.
Edisi ke-3. Philadelphia: Elsevier; 2007. 25. George EL, Iype T, Cherian A et al.
18. TB CARE I Organizations. International Predictors of mortality in patients with
standards for tuberculosis care. Edisi ke-3. meningeal tuberculosis. Neurol India.
TB CARE I, The Hague; 2014. hlm. 28. 2012; 60:18-22.
19. Persatuan Dokter Paru Indonesia. 26. Iype T, Ayyappan KP, AJITH c, Zinia TN,
Pedoman diagnosis & penatalaksanaan Chithra P, Dalus D, Vijayakumar K. Major
tuberkulosis di Indonesia. Jakarta: PDPI; outcomes of patients with tuberculous
2006. meningitis on directly observed thrice a
20. Nahid P, Dorman SE, Alipanah N, Barry week regime. Ann Indian Acad Neurol.
PM, et al. Official American Thoracic 2014; 17:281-6.
Society/Centers for Disease Control and 27. Wilkinson I, Graham L. Essential
Prevention/Infectious Diseases Society of neurology. Edisi ke-4. Oxford: Blackwell
America Clinical Practice Guidelines: Publishing Ltd; 2005.

J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|55

You might also like