You are on page 1of 5

TERAPI HIPERBARIK PADA LUKA BAKAR

Luka bakar merupakan salah satu jenis luka yang dapat didefinisikan sebagai

rusaknya sebagian jaringan tubuh akibat terpapar benda atau sesuatu yang panas, zat

kimia, dan sengatan listrik (Perdanakusuma DS, 1998). Luka bakar dapat mengenai

lapisan epidermis atau dermis bahkan jaringan subkutan. Tingkat kedalaman luka

bakar ini sangat ditentukan oleh suhu, lamanya paparan, dan jenis kulit yang terpapar.

Kedalaman luka bakar ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan, yaitu:

superficial, partial thickness dan full thickness (Perdanakusuma DS, 1998). Kerusakan

jaringan pada luka bakar terjadi karena beberapa faktor, termasuk kegagalan jaringan

sekitar menyediakan oksigen dan nutrien untuk mempertahankan kelangsungan hidup

sel-sel yang berbatasan dengan daerah cedera. Hambatan sirkulasi pada jaringan di

bawah daerah cedera mengakibatkan luka menjadi kurang kelembabannya yang dapat

menghambat proses penyembuhan luka secara alami (Cianci P et al, 2013).

Penggunaan terapi oksigen hiperbarik dalam pengobatan luka bakar termal

dimulai pada 1965 ketika Ikeda dan Wada mengamati penyembuhan lebih cepat dari

luka bakar tingkat dua dalam kelompok penambang batubara yang sedang dirawat

karena keracunan karbon monoksida. Mereka mengikuti observasi kebetulan ini

dengan serangkaian percobaan hewan yang menunjukkan penurunan edema dan

peningkatan penyembuhan. Pengalaman Jepang mendorong minat di negara lain, yang

diikuti serangkaian laporan pengalaman klinis dengan hasil yang menguntungkan.

Pemberian terapi oksigen hiperbarik (TOHB) pada luka bakar memiliki

mekanisme kerja yaitu tekanan O2 yang melebihi 1 atmosfer akan menyebabkan

peningkatan tekanan O2 pada jaringan, sehingga gradien difusi oksigen ke dalam

jaringan akan meningkat. Selain itu, oksigen dapat larut dalam cairan plasma darah
secara fisika yamg turut membantu membawa oksigen ke daerah yang mengalami

hipoksia. Oksigen yang larut tersebut akan keluar ke ekstravaskuler dan ruang intrasel

dengan cara difusi dan kemudian digunakan oleh sel yang selanjutnya akan

meningkatkan metabolisme enzimatik intrasel dan aktifitas penyembuhan luka akan

meningkat.

Cianci et al pada tahun 2013 melaporkan data dari beberapa studi penelitian

yang dilakukan terhadap manusia maupun hewan mengenai penggunaan TOHB pada

luka bakar dengan hasil yang nyata dan konsisten dalam perlangsungan proses

penyembuhan luka, yaitu antara lain mencegah iskemi pada kulit, mengurangi edema,

memodulasi zona stasis, mencegah penambahan kerusakan derajat luka bakar,

memelihara metabolisme selular, dan selanjutnya mempercepat penyembuhan.

Menurut acuan pustaka, pada luka bakar terjadi perubahan respon imunologik

yang mencakup perubahan fungsi makrofag dan gangguan imunitas baik seluler

maupun humoral. Terjadi kerusakan mikrosirkulasi lokal sampai batas terluas selama

12-24 jam pasca luka bakar. Periode dinamis ini dapat terjadi sampai 72 jam setelah

cedera yang kemudian secara cepat diikuti dengan iskemi dan nekrosis. Edema

merupakan ciri yang paling menonjol, dan cepat terjadi pada daerah cedera sebagai

akibat peningkatan permeabilitas kapiler, penurunan tekanan onkotik, peningkatan

tekanan onkotik interstitial, perubahan pada ruang interstisial, dan kerusakan sitem

limfatik. Proses progresif ini dapat berkembang secara drastis selama hari-hari

pertama setelah cedera. Kerusakan yang sedang berlangsung pada cedera termal terjadi

karena beberapa faktor, termasuk kegagalan jaringan sekitar menyediakan oksigen dan

nutrien untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel-sel yang berbatasan dengan

cedera. Hambatan sirkulasi pada jaringan di bawah cedera karena edema mengganggu
kelembaban luka karena cairan tidak dapat melalui kapiler yang mengalami trombus

dan obstruksi Netrofil merupakan sumber utama dari oksidan dan cedera dalam

mekanisme iskemia/reperfusi (Cianci P et al, 2013). Terapi oksigen hiperbarik

(TOHB) dapat meningkatkan jumlah oksigen yang terlarut dalam darah, hal ini

menyebabkan peningkatan oksigen yang dilepaskan pada daerah yang terlibat di

sirkulasi plasma darah sehingga dapat mengurangi hipoperfusi pada daerah luka yang

mengalami edema dan vasokonstriksi (Moenadjat, 2000).

Mekanisme kerja oksigen hiperbarik yaitu dengan tekanan O2 yang melebihi

dari 1 atmosfer akan menyebabkan peningkatan tekanan O2 pada jaringan, sehingga

gradien difusi oksigen ke dalam jaringan akan meningkat. Selain itu oksigen dapat

larut ke dalam cairan plasma darah secara fisika sehingga turut membantu membawa

oksigen ke daerah yang mengalami hipoksia. Oksigen yang larut tersebut akan keluar

ke ekstra vaskuler dan ruang intra seluler dengan cara difusi dan kemudian digunakan

oleh sel. Selanjutnya akan meningkatkan metabolisme enzimatik dalam sel dan

aktifitas penyembuhan luka akan meningkat.

Pengobatan yang tepat dari luka bakar yang akut dengan oksigen hiperbarik

dapat memperlambat perkembangan luka bakar derajat kedua (pelepuhan) ke luka

bakar derajat ketiga (kerusakan jaringan dalam). HBOT meningkatkan penyembuhan

dan mengurangi kemungkinan infeksi, komplikasi serius dan sering berhubungan

dengan luka bakar. Pembentukan pembuluh darah baru dan jaringan kulit dipercepat.

Pembengkakan, reperfusi cedera, dan shock bakar berkurang.

HBOT dini dapat memulihkan jaringan lebih cepat dan mencegah dari yang

secara tidak sengaja dihilangkan oleh jaringan luka bakar derajat ketiga. Hal ini bisa

menjadi penting untuk wajah terbakar, telinga, tangan dan kaki dimana pemulihan
jaringan yang optimal dapat memfasilitasi upaya rekonstruksi. Dengan demikian,

HBOT memangkas biaya pengobatan dan mempersingkat waktu pengobatan luka

bakar.

Pada korban kebakaran biasanya diberikan oksigen melalui sungkup muka

(masker) untuk membantu menghadapi efek dari karbon monoksida (gas beracun yang

sering terbentuk di lokasi kebakaran). Di ruang emergensi, dilakukan pemeriksaan

terhadap fungsi pernafasan, luka lainnya di tubuh serta dilakukan pengobatan untuk

menggantikan cairan yang hilang dan untuk mencegah infeksi.

Jika terjadi cedera pada saluran udara dan paru-paru akibat kebakaran, untuk

membantu fungsi pernafasan bisa dipasang sebuah selang yang dimasukkan ke dalam

tenggorokan. Selang tersebut perlu dipasang jika cedera menimpa wajah atau jika

pembengkakan pada tenggorokan menyebabkan terganggunya fungsi pernafasan. Jika

tidak terjadi gangguan pada sistem pernafasan maka yang perlu dilakukan hanya

memberikan oksigen tambahan melalui sungkup muka.

Penerapan terapi hiperbarik pada luka bakar derajat tiga yang luas seringkali di

gabungkan dengan bedah kulit untuk proses pencangkokan (skin graft). HBOT

mempercepat proses penyembuhan dan regenerasi kulit. Penderita harus

mengkonsumsi sejumlah kalori dan gizi yang cukup yang diperlukan untuk proses

pemulihan. Jika usus tidak berfungsi akibat cedera atau pembedahan berulang, zat gizi

biasa diberikan melalui infus.

Secara signifikan dapat disimpulkan bahwa HBOT meningkatkan morbiditas

dan mortalitas, mengurangi lama tinggal dan biaya di rumah sakit, dan mengurangi

kebutuhan operasi. Ini telah dibuktikan aman di tangan orang-orang yang dididik
secara menyeluruh dalam memberikan HBOT dalam pengaturan perawatan kritis dan

dengan tindakan pencegahan monitoring yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Cianci P, Slade JB, Sato RM, Faulkner J. Adjunctive hyperbaric oxygen therapy in the
treament of thermal burns. Undersea Hyperb Med. 2013;40(1):89-108

http://hmshyperbaric.com/2013/06/tohb-dan-luka-bakar/

Moenadjat RY. Luka Bakar Pengetahuan Klinis Praktis (1st ed). Jakarta: Farmedia, 2000.

Perdanakusuma DS. Skin grafting. Surabaya: Airlangga University Press, 1998; p. 3-9.

You might also like