You are on page 1of 8

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT

TERHADAP PRAKTIK PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH


DENGUE DI KOTA BANDA ACEH

Agung Prabowo1, Muhsin2, Saminan3


1) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala; 2) Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas
Syiah Kuala; 3)Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

ABSTRAK
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi akibat virus dengue yang ditularkan
dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes. Saat ini Kota Banda Aceh tercatat sebagai
salah satu daerah endemis DBD di Indonesia. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk
mencegah penyebaran DBD, namun diperlukan pengetahuan dan sikap aktif oleh masyarakat
untuk melakukannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap praktik pencegahan DBD di Kota Banda Aceh.
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan cross-sectional dan telah
dilakukan pada tanggal 1 Desember 2016 sampai 14 Desember 2016. Hasil analisis korelasi
dengan menggunakan uji spearman menunjukkan tidak adanya hubungan antara pengetahuan
masyarakat dengan praktik pencegahan DBD (p = 0,147) tetapi terdapat adanya hubungan
antara sikap masyarakat dengan praktik pencegahan DBD (p = 0,001). Penelitian ini
diharapkan menjadi informasi dan dasar untuk mengoptimalkan upaya pencegahan penyakit
DBD dengan mengikutsertakan seluruh komponen masyarakat di Kota Banda Aceh.
Kata Kunci: DBD, pengetahuan, sikap, praktik pencegahan
ABSTRACT
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an infectious disease caused by dengue virus which is
transmitted from one to another by Aedes mosquito. Banda Aceh is currently listed as one of
the endemic areas of DHF in Indonesia. Much can be done to prevent the spread of the DHF,
but it requires knowledge and active attitude by society to do so. The purpose of this study was
to determine the relationship of knowledge and attitudes towards prevention practice of dengue
in the city of Banda Aceh. This type of research is an analytic study with cross-sectional design
and was carried out on 1 December 2016 until 14 December 2016. The results of correlation
analysis using Spearman test showed no association between people's knowledge with DHF
prevention practices (p = 0.147) but there is an association between people's attitudes with
DHF prevention practices (p = 0.001). This research is expected to be the basis for optimizing
the information and prevention of dengue disease by involving the entire community.

Keywords: Dengue Hemorrhagic Fever, knowledge, attitude, prevention practice


PENDAHULUAN sebagai kecamatan terendah penderita DBD
Demam Berdarah Dengue/DBD dengan 9 kasus.4
adalah penyakit infeksi yang disebabkan Pengetahuan atau kognitif merupakan
oleh virus dengue dengan manifestasi klinis salah satu peran yang sangat penting dalam
demam, nyeri otot, dan/atau nyeri sendi membentuk tindakan seseorang.
yang disertai leukopenia, ruam, Pengetahuan yang rendah dapat
limfadenopati, trombositopenia dan diatesis berpengaruh pada sikap yang dilakukan
hemoragik. Pada DBD terjadi pembesaran karena pengetahuan merupakan salah satu
plasma yang ditandai dengan faktor predisposisi untuk terjadinya
hemokosentrasi (peningkatan hematokrit) prilaku.5,6 Perilaku masyarakat merupakan
atau penumpukan cairan di rongga tubuh. suatu respon sesorang terhadap stimulus
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau rangsangan yang berkaitan dengan
merupakan penyakit yang ditularkan dari penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
orang ke orang melalui gigitan nyamuk makanan, serta lingkungan. Respon atau
Aedes.1 reaksi manusia, dapat bersifat pasif
Ada sekitar 2,5 miliar orang yang (pengetahuan, persepsi, dan sikap) maupun
berisiko di dunia untuk infeksi virus bersifat aktif (tindakan nyata atau praktik).7
dengue. Hampir 100 negara dan wilayah DBD merupakan suatu penyakit yang dapat
memiliki risiko untuk infeksi virus dengue dicegah dengan adanya pengetahuan dan
dalam negeri. Data dari seluruh dunia sikap yang positif oleh masyarakat. Namun,
menunjukkan Asia menempati urutan apabila tidak dicegah, maka DBD dapat
pertama dalam jumlah penderita DBD menyebabkan morbiditas dan mortalitas
setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung yang cukup tinggi di masyarakat. Hal ini
sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, bisa dilihat bahwa angka kejadian DBD
tercatat negara Indonesia sebagai negara khusunya di Kota Banda Aceh terus
dengan kasus DBD tertinggi di Asia meningkat setiap tahunnya.
Tenggara.2
Menurut Departemen Kesehatan Republik METODOLOGI PENELITIAN
Indonesia, pada tahun 2014, sampai Penelitian ini merupakan penelitian
pertengahan bulan Desember tercatat analitik dengan desain cross sectional.
penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia Penelitian ini dilakukan di seluruh
sebanyak 71.668 orang, dan 641 kecamatan di Kota Banda Aceh pada bulan
diantaranya meninggal dunia. Angka Desember 2016.
tersebut lebih rendah dibandingkan tahun Sampel pada penelitian ini adalah
sebelumnya, yakni tahun 2013 dengan masyarakat yang berdomisili di Gampong
jumlah penderita sebanyak 112.511 orang Lampaseh Aceh, Gampong Lamtemen
dan jumlah kasus meninggal sebanyak 871 Timur, Gampong Lhong Raya, Gampong
penderita.3 Ateuk Jawo, Gampong Blang Cut,
Berdasarkan profil kesehatan Banda Gampong Bandar Baru, Gampong
Aceh tahun 2013, Banda Aceh berada di Lampaseh Kota, Gampong Jeulingke, dan
urutan ke 3 sebagai kota dengan incidence Gampong Lamteh
rate tertinggi di Aceh. Tercatat ada 120 Pengambilan sampel dilakukan
kejadian DBD selama tahun 2013 per secara probability sampling dengan teknik
100.000 penduduk. Untuk daerah tertinggi cluster sampling.Instrumen yang
yaitu Aceh Tengah sebesar 182 kasus per digunakan dalam penelitian ini adalah
100.000 penduduk dan paling rendah yaitu kuesioner pengetahuan, sikap, dan praktik
Gayo Lues dengan 0 kasus. Untuk kota pencegahan DBD serta data kependudukan
Banda Aceh, Kecamatan tertinggi penderita setiap kecamatan di Kota Banda Aceh.
DBD yaitu kecamatan Baiturahman dengan Analisis yang digunakan pada
65 kasus, sedangkan kecamatan Lampaseh penelitian ini adalah analisis univariat
untuk distribusi variabel yang diteliti dan HASIL DAN PEMBAHASAN
analisis bivariat untuk melihat ada tidaknya Total responden selama penelitian
pengaruh antara variabel menggunakan uji sebanyak 67 responden penelitian.
korelasi spearman. Dengan penilaian Distribusi frekuensi karakteristik pasien
korelasi melalui nilai p-value, jika p-value DBD yang dibagi atas 4 karakteristik, yakni
<0,05 maka terdapat korelasi yang jenis kelamin, umur, pendidikan dan
bermakna sedangkan jika p-value >0,05 pekerjaan. Karakteristik responden
maka tidak terdapat korelasi yang ditunjukkan pada Tabel 1.
bermakna antara dua variabel yang diuji.
Tabel 1 Karakteristik Responden
Kategori Frekuensi (n) Persentase (%)
Jenis Kelamin
Perempuan 52 77,6
Laki-laki 15 22,4
Umur
18-30 26 39,0
31-40 22 33,0
41-50 9 13,0
51-60 10 15,0
Pendidikan
Lulus SD atau sederajat 3 4,5
Lulus SMP atau sederajat 6 9,0
Lulus SMA atau sederajat 24 35,8
Lulus perguruan tinggi 34 50,7

Pekerjaan
Ibu rumah tangga 23 34,3
PNS 10 14,9
Wiraswasta 14 20,9
Karyawan swasta 5 7,5
Lainnya 15 22,4
Total 67 100,0

(50,7%). Tingkat pendidikan merupakan


Tabel 1 menunjukkan distribusi salah satu faktor yang dapat menentukan
karakteristik umum responden di Kota tingkat pengetahuan seseorang,
Banda Aceh. Berdasarkan tabel tersebut berdasarkan teori dapat disimpulkan bahwa
untuk karakteristik jenis kelamin, mayoritas semakin tinggi pendidikan semakin tinggi
sampel adalah perempuan (77,6%) dan pula kepedulian terhadap kesehatan. Hal ini
berdasarkan karakteristik umur, distribusi sesuai dengan penelitian oleh Ayu (2010),
terbanyak adalah golongan 18-30 tahun yang melakukan penelitian di Kota
(39,0%). Hal ini dapat terjadi karena Surakarta yang menyatakan bahwa terdapat
pengambilan sampel dilakukan secara acak, hubungan antara pendidikan dengan
dimana orang yang ditemui saat melakukan perilaku pencegahan DBD pada keluarga.8
pengambilan data, apabila sesuai dengan Berdasarkan karakteristik pekerjaan
kriteria inklusi, maka akan menjadi terbanyak adalah ibu rumah tangga
responden penelitian. (34,3%). Pada penelitian yang dilakukan
Berdasarkan karakteristik pendidikan oleh Awida (2008) di Kota Pekanbaru
terakhir terbanyak adalah perguruan tinggi
menyatakan bahwa masyarakat yang tidak Tabel 3 Distribusi Sikap Masyarakat
bekerja cenderung lebih beresiko menderita
DBD dibandingkan yang bekerja. Hal ini Sikap Frekuensi Persentase
disebabkan bahwa orang yang tidak bekerja (n) (%)
cenderung memiliki keadaan ekonomi yang
Positif 10 14,9
lebih rendah dan asumsi bahwa masyarakat
Netral 37 55,2
yang tidak bekerja memiliki tingkat
Negatif 20 29,9
pendidikan yang lebih rendah.9
Total 67 100,0
1. Pengetahuan Masyarakat
Variabel pengetahuan masyarakat Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan
dikelompokkan dalam 3 kategori, yaitu bahwa sebagian besar responden memiliki
baik, sedang dan buruk. Distribusi sikap yang netral (55,2%) mengenai DBD
frekuensi dan persentase pengetahuan di Kota Banda Aceh.
masyarakat mengenai DBD dapat dilihat
3. Praktik Pencegahan DBD
pada Tabel 2 berikut ini :
Variabel pencegahan masyarakat
Tabel 2 Distribusi Pengetahuan
dapat dikelompokkan dalam 3 kategori,
Masyarakat
yaitu baik, sedang dan buruk. Distribusi
Pengetahuan Frekuensi Persentase frekuensi dan persentase praktik
(n) (%) pencegahan masyarakat terhadap DBD
dapat dilihat pada Tabel 4 berikut :
Baik 12 17,9
Sedang 33 49,3 Tabel 4 Distribusi Praktik Pencegahan
Buruk 22 32,8 DBD
Total 67 100,0 Praktik Frekuensi Persentase
Pencegahan (n) (%)
Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan Baik 29 43,3
bahwa sebagian besar responden memiliki Sedang 21 31,3
pengetahuan yang sedang (49,3%) Buruk 17 25,4
mengenai DBD di Kota Banda Aceh.
Total 67 100,0
2. Sikap Masyarakat Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan
Variabel sikap masyarakat dapat bahwa sebagian besar responden
dikelompokkan dalam 3 kategori, yaitu melakukan praktik pencegahan yang baik
positif, netral dan negatif. Distribusi (43,3%) mengenai DBD di Kota Banda
frekuensi dan persentase sikap masyarakat Aceh.
mengenai DBD dapat dilihat pada Tabel 3
berikut ini :
Hubungan Pengetahuan Masyarakat terhadap Praktik Pencegahan DBD
Hubungan pengetahuan masyarakat terhadap praktik pencegahan DBD di Kota Banda
Aceh dapat dilihat pada Tabel 5 berikut:
Tabel 5 Hubungan Pengetahuan terhadap Praktik Pencegahan DBD
Praktik Pencegahan Total
Pengetahuan Baik Sedang Buruk p-value r
N % N % N % n %
Baik 7 58,3 4 33,3 1 8,3 12 100,0
Sedang 15 45,5 8 24,2 10 30,3 33 100,0 0,147 0,179
Buruk 7 31,8 9 40,9 6 27,3 22 100,0
*menggunakan uji korelasi spearman dengan signifikasi α 0,05

perilaku respon terhadap pencegahan da


Berdasarkan hasil tabulasi silang data pemberantasan DBD.12
pada tabel 5 di atas menunjukkan bahwa Menurut Notoatmodjo (2010),
pengetahuan masyarakat yang baik pengetahuan merupakan respon seseorang
sebanyak 12 orang (17,9%) dengan praktik terhadap stimulus atau rangsangan yang
pencegahan DBD yang baik sebanyak 7 masih bersifat terselubung. Pengetahuan itu
orang (58,3), kemudian pengetahuan sendiri dipengaruhi oleh tingkat
masyarakat yang sedang sebanyak 33 orang pendidikan, dimana pengetahuan kesehatan
(49,2%) dengan praktik pencegahan DBD akan berpengaruh kepada perilaku sebagai
yang baik sebanyak 15 orang (45,5), dan hasil jangka menengah, selanjutnya
pengetahuan masyarakat yang buruk perilaku kesehatan akan berpengaruh pada
sebanyak 22 orang (32,8) dengan praktik meningkatnya indikator kesehatan
pencegahan DBD yang sedang sebanyak 9 masyarakat sebagai keluaran dari
orang (40,9%). Berdasarkan hasil uji pendidikan. Semakin tinggi pendidikan
statistik dengan uji korelasi spearman untuk seseorang, maka wawasan yang dimilikinya
variabel pengetahuan masyarakat juga akan semakin luas sehingga
menunjukkan nilai p-value adalah 0,147 pengetahuan pun juga akan meningkat,
yang berarti p-value > 0,05 sehingga begitu pun sebaliknya.13 Responden yang
hipotesis ditolak. Hal ini bermakna bahwa berpendidikan tinggi akan cenderung
tidak terdapat hubungan antara memiliki wawasan yang luas serta mudah
pengetahuan masyarakat dengan praktik dalam menerima informasi dari luar, seperti
pencegahan DBD di Kota Banda Aceh. Hal dari televisi, koran dan majalah.
ini sesuai dengan penelitian oleh Aryani Masyarakat yang memiliki tingkat
(2007), yang melakukan penelitian di pendidikan lebih akan berorientasi pada
Kelurahan Kutowinangun Kota Salatiga tindakan preventif. Selain itu, pengetahuan
yang menyatakan bahwa tidak terdapat dan perilaku seseorang tidak selalu saling
hubungan antara pengetahuan masyarakat berkaitan, menurut Hairil (2003) orang
dengan praktik pencegahan DBD.10 dengan pengetahuan baik belum tentu dapat
Penelitian oleh Fathi (2005) juga menunjukkan perilaku yang baik pula.14
menyatakan tidak adanya peran tingkat Dalam penelitian ini, tingkat
pengetahuan masyarakat terhadap kejadian pengetahuan masyarakat cenderung sedang
KLB penyakit DBD di Kota Mataram.11 dan buruk. Sebagian besar masyarakat
Berbeda dengan penelitian oleh Rosdiana cenderung tidak mengetahui karakteristik
(2010) yang menyatakan ada hubungan dari vektor DBD, seperti ciri-ciri fisik dan
yang bermakna antara pengetahuan dengan kapan nyamuk tersebut menggigit manusia.
Selain itu masyarakat juga tidak bisa yang sudah ada di lingkungannya, baik dari
menjawab ketika peneliti menanyakan keluarga ataupun tetangga.
mengenai 3M Plus dan berapa lama bubuk Ada beberapa faktor yang dapat
abate dapat digunakan. Tingkat mempengaruhi tingkat pemahaman
pengetahuan seseorang dapat dibagi dalam seseorang mengenai praktik pencegahan
6 tahapan, yaitu tahu, memahami, aplikasi, DBD diantaranya informasi yang bersifat
analisis, sintesis dan evaluasi. Berdasarkan spesifik seperti karakteristik vektor DBD,
hasil penelitian, sebagian besar responden penggunaan istilah tertentu seperti 3M Plus,
mengetahui dan memahami praktik sumber informasi bagi masyarakat seperti
pencegahan DBD dengan baik, namun televisi atau orang terdekat dan cara
tidak mencapai tahap aplikasi dalam penyampaian informasi mengenai DBD
mempraktikkan pencegahan DBD. tersebut. Selain itu, peran para tokoh
Masyarakat cenderung melakukan kegiatan masyarakat di masing-masing lingkungan
pencegahan tanpa memiliki pengetahuan dalam mengingatkan dan meningkatkan
yang baik. Hal ini bisa disebabkan bahwa pengetahuan masyarakat akan berdampak
masyarakat cenderung mengikuti kebiasaan pada rendahnya pengetahuan masyarakat
dan praktik pencegahan masyarakat

Hubungan Sikap Masyarakat terhadap Praktik Pencegahan DBD


Hubungan sikap masyarakat terhadap praktik pencegahan DBD di Kota Banda Aceh
dapat dilihat dan Tabel 6 berikut:
Tabel 6 Hubungan Sikap terhadap Praktik Pencegahan DBD
Praktik Pencegahan
Total
Sikap Baik Sedang Buruk p-value r
N % n % n % n %
Positif 7 70,0 3 30,0 0 0,0 10 100,0
Netral 18 48,6 11 29,7 8 21,6 37 100,0 0,001 0,389
Negatif 4 20,0 7 35,0 9 45,0 20 100,0
*menggunakan uji korelasi spearman dengan signifikasi α 0,05
terdapat hubungan antara sikap masyarakat
Berdasarkan hasil tabulasi silang dengan praktik pencegahan DBD di Kota
data pada tabel 6 di atas terlihat bahwa Banda Aceh. Nilai r = 0,389 menunjukkan
sikap masyarakat yang positif sebanyak 10 bahwa korelasi rendah antar variabel
orang (14,9%) dengan praktik pencegahan penelitian. Hal ini sesuai dengan penelitian
DBD yang baik sebanyak 7 orang (70,0%), oleh Putri pada tahun 2013, yang
kemudian sikap masyarakat yang netral melakukan penelitian di Kelurahan
sebanyak 37 orang (55,2%) dengan praktik Malayang 1 Barat Kota Manado yang
pencegahan DBD yang baik sebanyak 18 menyatakan bahwa terdapat hubungan
orang (48,6%), dan sikap masyarakat yang antara sikap masyarakat dengan praktik
negatif sebanyak 20 orang (29,8%) dengan pencegahan DBD.15 Penelitian oleh Fathi
praktik pencegahan DBD yang buruk (2005) juga menyatakan bahwa sikap
sebanyak 9 orang (45,0%). Berdasarkan masyarakat berpengaruh terhadap
hasil uji statistik dengan uji korelasi penularan penyakit DBD, jika masyarakat
spearman untuk variabel sikap masyarakat tida berhati-hati terhadap faktor penularan
menunjukkan nilai p-value adalah 0,001 DBD maka semakin meningkta pula resiko
yang berarti p-value < 0,05 sehingga terjadinya penularan DBD tersebut.11
hipotesis diterima. Hal ini bermakna bahwa
Berdasarkan hasil penelitian, sikap kepercayaan akan suatu objek, dan
responden umumnya netral untuk 3)perilaku yaitu tingkah laku nyata. Secara
pencegahan penyakit. Indikasi ini berarti sederhana, sikap dapat dikatakan adalah
bahwa masyarakat belum mendukung respons terhadap stimuli sosial yang telah
upaya pencegahan DBD di lingkungan terkondisikan. Disimpulkan bahwa
sekitarnya secara rutin. Sikap terbentuk dari semakin kurang sikap seseorang atau
3 komponen utama yaitu 1)afektif yakni masyarakat terhadap penanggulangan dan
komponen yang berhubungan dengan pencegahan penyakit DBD maka akan
perasaan/emosi seseorang akan sesuatu, semakin besar kemungkinan timbulnya
2)kognitif, berhubungan dengan penyakit DBD.16

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
1. Tingkat pengetahuan mayoritas masyarakat Kota Banda Aceh mengenai DBD
cenderung sedang dengan jumlah 33 orang (49,3%) dan buruk dengan jumlah 22 orang
(32,8%)
2. Sikap masyarakat Kota Banda Aceh mengenai DBD mayoritas memiliki sikap netral
sebanyak 37 orang (55,2%), diikuti sikap negatif sebanyak 20 orang (29,9%)
3. Praktik pencegahan DBD yang dilakukan oleh masyarakat Kota Banda Aceh mayoritas
melakukan pencegahan yang baik sebanyak 29 orang (43,3%) dan diikuti pencegahan
yang sedang sebanyak 21 orang (31,3%).
4. Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan masyarakat terhadap praktik
prencegahan DBD, namun terdapat hubungan antara sikap masyarakat dengan praktik
pencegahan DBD di Kota Banda Aceh
Saran
Adapun saran dari penelitian ini adalah :
1. Bagi pemerintah dan dinas terkait agar dapat menindaklanjuti hal ini dengan melakukan
kegiatan seperti penyuluhan dan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat
dan membasmi penyebaran nyamuk penyebab DBD.
2. Bagi puskesmas agar dapat menyediakan dan menyebarkan informasi mengenai DBD
serta melakukan berbagai kegiatan untuk meningkatkan pencegahan DBD.
3. Bagi tokoh masyarakat agar dapat mengingatkan dan mengajak masyarakat untuk
melakukan kegiatan pencegahan DBD, seperti gotong royong terutama pada musim
puncak insidensi DBD.
4. Bagi masyarakat agar dapat selalu melakukan praktik pencegahan DBD di lingkungan
masing-masing agar angka kesakitan dan kematian DBD dapat dicegah.

DAFTAR PUSTAKA
1. Suhendro. Nainggolan, L. Chen, K. Pohan, HT. Demam Berdarah Dengue dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. 5th ed. Jakarta : Interna Publishing. 2009 ; 2773-
2774.
2. World Health Organizations. Dengue : Guidelines For Diagnosis, Treatment,
Prevention and Control. New Edition. 25-106. Geneva : World Health Organizations
office. 2009.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Penanggulangan Demam Dengue dan
Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Depkes RI. 2014
4. Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh. Profil Kesehatan Kota Banda Aceh Tahun 2013.
Banda Aceh : Dinkes Kota Banda Aceh. 2014.
5. Sungkar, S. Winata, R. Kurniawan, A. Pengaruh Penyuluhan terhadap Pengetahuan
Masyarakat dan Kepadatan Aedes aegypti di Kecamatan Bayah, Provinsi Banten,
Makara Kesehatan Vol 14 No.2. Jakarta : Fakultas Kedoteran Universitas Indonesia.
2010; 81-85
6. Sigarlaki, H. Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Penyakit Demam
Berdarah Dengue. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia. 2007;
148-153
7. Suyasa, I N G. Putra, N.A. Aryanta, I W R. Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku
Masyarakat dengan Keberadaan Vektor Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja
Puskesmas I Denpasar Selatan. Bali : Program Doktor Ilmu Kedokteran Program
Pascasarjana Universitas Udayana. 2008; 1
8. Sari, A.M. 2010. Hubungan Pendidikan Formal Ibu dengan Perilaku Pencegahan
Demam Berdarah Dengue pada Keluarga. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret
9. Roose, A. 2008. Hubungan Sosiodemografi dan Lingkungan dengan Kejadian Penyakit
Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru Tahun 2008.
Tesis. Sarjana Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
10. Pujiyanti, A. Trapsilowati, W. 2007. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Rumah
Tangga dalam Pencegahan Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Kutowinangun
Kota Salatiga. Jurnal Vektora Vol. II No.2; 102-115
11. Fathi. Keman, S. Wahyuni, C.U. 2005. Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku terhadap
Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 2 No.1;
1-9
12. Rosdiana. 2010. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk DBD Desa Loa Janan Ulu Puskesmas Loa Jana Ketanegara
Kalimantan Timur. Universitas Sebelas Maret
13. Notoatmodjo, S. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. Jakarta : Penerbit Rineka
Cipta. 2010; 50-55
14. Hairil F et all. 2003. A Knowledge, Attitude and Practice (KAP) Study of Dengue
among Selected Rural Communities in the Kuala Kangsar District. Pacific Journal of
Public Health;37-43
15. Ayudhya, P. Ottay, R I. Kaunang, W P.J. Kandou, G D. Pandelaki, A.J. 2014.
Hubungan Pengetahuan dan Sikap Masyarakat tentang Penyakit Demam Berdarah
Dengue dengan Pencegahan Vektor di Kelurahan Malalayang 1 Barat Kota Manado.
Jurnal Ilmu Kedokteran Komunitas dan Tropik Vol.2 No.1; 9-13
16. Niven, N. Psikologi Kesehatan Edisi Ke-2. Jakarta : EGC. 2002

You might also like