You are on page 1of 70

HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN

PENYAKIT JANTUNG KORONER BERDASARKAN


SULLIVAN VESSEL SCORE

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH:
Danivan Fajari Ramandityo

1113103000031

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2016 M

i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan

untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta, 10 November 2016

Danivan Fajari Ramandityo

ii
iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT


JANTUNG KORONER BERDASARKAN SULLIVAN VESSEL SCORE

Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kedokteran (S.Ked)

Oleh:
Danivan Fajari Ramandityo
NIM: 1113103000031

Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dr. Dede Moeswir, Sp.PD, KKV

NIP. 19660629 199803 1 001

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2016 M

iii
iv

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Penelitian berjudul HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN


KEPARAHAN PENYAKIT JANTUNG KORONER BERDASARKAN
SULLIVAN VESSEL SCORE yang diajukan oleh Danivan Fajari Ramandityo
(NIM: 1113103000031), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan pada 10 November 2016. Laporan Penelitian ini telah diterima
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada
Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter.
Jakarta, 10 November 2016
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang

dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM


NIP. 19660629 199803 1 001

Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dr. Dede Moeswir, Sp.PD, KKV

NIP. 19660629 199803 1 001

Penguji 1 Penguji 2

dr. Femmy Nurul Akbar, Sp.PD, KGEH dr. Achmad Zaki, M. Epid, Sp.OT

NIP. 19731005 200604 2 001 NIP. 19780507 200501 1 005

PIMPINAN FAKULTAS
Dekan FKIK UIN Kaprodi PSKPD FKIK UIN

Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes dr. Achmad Zaki, M. Epid, Sp.OT
NIP. 19650808 198803 1 002 NIP. 19780507 200501 1 005

iv
v

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan
semesta alam yang atas ridho, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “HUBUNGAN HIPERTENSI
DENGAN KEPARAHAN PENYAKIT JANTUNG KORONER
BERDASARKAN SULLIVAN VESSEL SCORE” sebagai salah satu syarat
dalam menyelesaikan jenjang program sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini dapat terwujud karena adanya


dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin
menyampaikan penghargaan, rasa hormat, dan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT, selaku Ketua Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir, Sp.PD, KKV
selaku dosen pembimbing riset yang telah banyak menyediakan waktu,
tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dan membimbing penelitian dari
awal hingga terselesaikannya penelitian ini.
4. Kedua orangtua penulis, Ir. Djoko Setio Warmanto dan Dra. Indra
Siswarini Larasati, MA yang selalu mendoakan, memberi semangat dan
motivasi, serta memberikan dukungan baik moral maupun material.
5. Kakak penulis, Indina Sastrini Sekarnesia, yang selalu mendukung dan
memberi motivasi dalam menyelesaikan penelitian ini.
6. Para dosen dan staf Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Teman-teman seperjuangan riset, Rifa‟i Syarif Abdullah, Ana Khurnia
Rahmawati, Kartika Rosiana Dewi, Amaryllis Anandini, dan Safitri Nenik

v
vi

Agustin yang sejak awal hingga selesai selalu membantu dalam melewati
berbagai hal dalam penelitian ini.
8. Teman-teman sejawat Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
angkatan 2013 yang ikut memberi dukungan dalam penelitian ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga penelitian ini dapat memberi
banyak manfaat bagi kita semua.

Jakarta, 10 November 2016

Danivan Fajari Ramandityo

vi
vii

ABSTRAK

Danivan Fajari Ramandityo. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter.


Hubungan Hipertensi dengan Keparahan Penyakit Jantung Koroner Berdasarkan
Sullivan Vessel Score. 2016
Latar Belakang: Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko dalam terjadinya
penyakit jantung koroner (PJK). Hipertensi dapat menyebabkan terjadinya
aterosklerosis yang dapat menyebabkan stenosis pada pembuluh darah koroner,
yaitu LM (arteri koroner sinistra), LAD (arteri interventrikuler anterior), LCX
(arteri sirkumfleks sinistra), dan RCA (arteri koroner dekstra). Pada penelitian ini,
digunakan Sullivan vessel score yang merupakan salah satu skor untuk menilai
keparahan PJK yang mengelompokkan pembuluh darah koroner dengan stenosis
>70% menjadi skor 1, 2, dan 3. Tujuan: Untuk mengetahui apakah terdapat
hubungan antara hipertensi dengan keparahan PJK berdasarkan Sullivan vessel
score pada pasien PJK. Metode: Penelitian menggunakan desain kohort
retrospektif pada 86 pasien PJK di RS Hermina Bekasi. Dilakukan pengambilan
data hipertensi dan data angiografi koroner. Hasil: Pada analisis bivariat antara
hubungan hipertensi dengan keparahan PJK berdasarkan Sullivan vessel score
didapatkan p > 0,05. Kesimpulan: Pada penelitian ini, tidak didapatkan hubungan
antara hipertensi dengan keparahan PJK berdasarkan Sullivan vessel score.
Kata Kunci: Penyakit Jantung Koroner, Aterosklerosis, Hypertension, Sullivan
Vessel Score

ABSTRACT

Danivan Fajari Ramandityo. School of Medicine. Association between


Hypertension and Severity of Coronary Artery Disease based on Sullivan Vessel
Score. 2016
Background: Hypertension is one of risk factors for coronary artery disease
(CAD). Hypertension can cause atherosclerosis which can cause stenosis in
coronary arteries, such as LM, LAD, LCX, and RCA. In this study, we used
Sullivan vessel score which is one of the scores to assess severity of CAD which
divides the coronary arteries with stenosis >70% into score 1, 2, and 3. Aim: To
determine whether hypertension can be associated with severity of CAD based on
Sullivan vessel score in CAD patients. Methods: In this study, we used cohort
retrospective design on 86 CAD patients in Hermina Hospital Bekasi. We
collected hypertension and coronary angiography data. Results: In bivariate
analysis between the association of hypertension with severity of CAD based on
Sullivan vessel score, the p-value was > 0,05. Conclusion: In this study, there
was no association between hypertension and severity of CAD based on Sullivan
vessel score.
Keywords: Coronary Artery Disease, Atherosclerosis, Hypertension, Sullivan
Vessel Score

vii
viii

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL .................................................................................................. i


LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.............................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.....................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xiv
BAB I: PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
1.3 Hipotesis ....................................................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 3
1.4.1 Tujuan Umum ........................................................................................ 3
1.4.2 Tujuan Khusus ....................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 4
1.5.1 Manfaat Penelitian bagi Peneliti ............................................................ 4
1.5.2 Manfaat Penelitian bagi Institusi............................................................ 4
1.5.3 Manfaat di Bidang Pengembangan Penelitian ....................................... 4
1.5.4 Manfaat di Bidang Pelayanan Kesehatan............................................... 5
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 6
2.1 Landasan Teori ............................................................................................ 6
2.1.1 Penyakit Jantung Koroner ...................................................................... 6
2.1.1.1 Definisi ........................................................................................... 6
2.1.2.2 Epidemiologi .................................................................................. 6
2.1.2 Stable Angina Pectoris ........................................................................... 7

viii
ix

2.1.2.1 Definisi ........................................................................................... 7


2.1.2.2 Patogenesis ..................................................................................... 7
2.1.2.3 Manifestasi Klinis .......................................................................... 7
2.1.3 Sindrom Koroner Akut .......................................................................... 9
2.1.3.1 Definisi ............................................................................................ 9
2.1.3.2 Patogenesis ...................................................................................... 9
2.1.3.3 Manifestasi Klinis ......................................................................... 14
2.1.3.4 Klasifikasi ..................................................................................... 14
2.1.4 Tata Laksana Penyakit Jantung Koroner ............................................. 15
2.1.5 Hipertensi ............................................................................................. 18
2.1.5.1 Definisi .......................................................................................... 18
2.1.5.2 Epidemiologi ................................................................................. 19
2.1.5.3 Klasifikasi ..................................................................................... 19
2.1.5.4 Patogenesis .................................................................................... 20
2.1.5.5 Tata Laksana ................................................................................. 22
2.1.6 Anatomi Pembuluh Darah Jantung ...................................................... 23
2.1.7 Angiografi Koroner .............................................................................. 24
2.1.8 Sullivan Vessel Score ........................................................................... 25
2.2. Kerangka Teori .......................................................................................... 26
2.3. Kerangka Konsep ...................................................................................... 27
2.4. Definisi Operasional .................................................................................. 27
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 30
3.1 Desain Penelitian ........................................................................................ 30
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 30
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................. 30
3.3.1 Populasi Target .................................................................................... 30
3.3.2 Populasi Terjangkau ............................................................................. 30
3.2.3 Sampel Penelitian................................................................................. 30
3.2.4 Perkiraan Besar Sampel ....................................................................... 31
3.4 Kriteria Sampel ........................................................................................... 31
3.4.1 Kriteria Inklusi ..................................................................................... 31
3.4.2 Kriteria Eksklusi .................................................................................. 32
3.5 Cara Kerja Penelitian.................................................................................. 32
3.6 Alur Kerja Penelitian .................................................................................. 32
3.7 Manajemen Data ......................................................................................... 33

ix
x

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 34


4.1 Deskripsi Sampel Penelitian ....................................................................... 34
4.2 Karakteristik Sampel Penelitian ................................................................. 34
4.2.1 Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, dan Penyakit ...
………………………………………………………………………34
4.2.2 Karakteristik Sampel Berdasarkan Terapi Obat................................... 35
4.2.3 Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Laboratorium ....................... 36
4.3 Analisis Bivariat ......................................................................................... 37
4.3.1 Analisis Bivariat Pada Pasien Stable Angina Pectoris ........................ 37
4.3.2 Analisis Bivariat Pada Pasien Sindrom Koroner Akut ........................ 37
4.3.3 Analisis Bivariat Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner .................... 38
4.4 Pembahasan ................................................................................................ 39
4.5 Nilai Keislaman .......................................................................................... 40
4.6 Keterbatasan Penelitian .............................................................................. 41
BAB V: SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 42
5.1 Simpulan ..................................................................................................... 42
5.2 Saran ........................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 44

x
xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peran faktor-faktor risiko pada aterosklerosis ................................... 11


Gambar 2.2 Skema perkembangan plak aterosklerosis..........................................12
Gambar 2.3 Mekanisme pembentukan trombosis koroner ................................... 13
Gambar 2.4 Konsekuensi dari trombosis koroner ................................................. 15
Gambar 2.5 Langkah-langkah prosedur PCI ......................................................... 17
Gambar 2.6 Faktor-faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah ..... 21
Gambar 2.7 Anatomi pembuluh darah jantung ..................................................... 23

xi
xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Fungsional Canadian Cardiovascular Society ..................... 8


Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah .................................................................... 20
Tabel 2.3 Target Tekanan Darah dan Terapi Awal Hipertensi ............................. 23
Tabel 4.1 Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, dan Penyakit 35
Tabel 4.2 Karakteristik Sampel Berdasarkan Terapi Obat.................................... 35
Tabel 4.3 Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Laboratorium ........................ 36
Tabel 4.4 Analisis Bivariat Pada Pasien Stable Angina Pectoris.......................... 37
Tabel 4.5 Analisis Bivariat Pada Pasien Sindrom Koroner Akut ......................... 37
Tabel 4.6 Analisis Bivariat Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner ..................... 38

xii
xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulir Penelitian ........................................................................... 48


Lampiran 2. Hasil Analisis Data SPSS 22.0 ......................................................... 49
Lampiran 3. Daftar Riwayat Hidup ....................................................................... 55

xiii
xiv

DAFTAR SINGKATAN

WHO : World Health Organization


Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
CAD : Coronary Artery Disease
PJK : Penyakit Jantung Koroner
CT : Computed Tomography
RS : Rumah Sakit
SKA : Sindrom Koroner Akut
NSTEMI : Non-ST-Segment Elevation Myocardial Infarction
STEMI : ST-Segment Elevation Myocardial Infarction
EKG : Elektrokardiogram
LDL : Low Density Lipoprotein
AGEs : Advance Glycation End Products
NO : Nitrit Oksida
PAI : Plasminogen Activator Inhibitor
ROS : Reactive Oxygen Species
PDGF : Platelet Derived Growth Factor
TGF-β : Transforming Growth Factor Beta
IGF : Insulin-Like Growth Factor
PCI : Percutaneous Coronary Intervention
CABG : Coronary Artery Bypass Graft
ACC : The American College of Cardiology
AHA : American Heart Association
TIMI : Thrombolysis in Myocardial Infarction
CKMB : Creatinin Kinase Muscle Brain
DES : Drug Eluting Stent
JNC : Joint National Committee
ACEI : Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor
ARB : Angiotensin Receptor Blocker

xiv
xv

CCB : Calcium Channel Blocker


LM : Left Main Artery
LAD : Left Anterior Descending
LCX : Left Circumflex Artery
RCA : Right Coronary Artery
SD : Standard Deviation
ESH : European Society of Hypertension
ESC : European Society of Cardiology
IV : Intravenous

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini, penyakit kardiovaskular masih menjadi penyebab kesakitan dan


kematian nomor satu di dunia.1 Pada tahun 2012, menurut data World Health
Organization (WHO), tercatat 17.512.520 angka kematian di dunia disebabkan
oleh penyakit kardiovaskular. Penyakit kardiovaskular tersebut di antaranya,
penyakit jantung rematik, penyakit jantung iskemik, penyakit jantung hipertensi,
stroke, kardiomiopati, endokarditis, miokarditis, dan gangguan sirkulasi pembuluh
darah lainnya. Dari penyakit-penyakit tersebut, penyakit jantung akibat iskemik
merupakan penyakit jantung yang paling banyak menyebabkan kematian di dunia
dengan angka kejadian sebanyak 7.352.705.2 Di Indonesia, menurut data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi penyakit jantung sebesar
1,5% dan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Kemudian didapatkan
data provinsi yang memiliki prevalensi penyakit jantung terbesar terdapat pada
provinsi Nusa Tenggara Timur (4,4%), diikuti Sulawesi Tengah (3,8%) dan
Sulawesi Selatan (2,9%).3

Penyakit jantung akibat iskemik didefinisikan sebagai kondisi dimana


terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen jantung dan aliran darah
yang menuju jantung (iskemia).4 Gangguan keseimbangan ini terjadi pada
miokardium jantung. Penyebab dari gangguan ini di antaranya dapat disebabkan
oleh terjadinya penyempitan lumen arteri koroner oleh aterosklerosis, embolus
yang berasal dari vegetasi katup aorta atau mitral, vaskulitis koroner, hipotensi
sistemik yang parah, dan hipertrofi miokardium kiri.5 Terjadinya penyempitan
pada lumen arteri koroner pada jantung paling sering disebabkan oleh
aterosklerosis.17 Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan aliran darah dan
perfusi yang tidak adekuat dari miokardium yang disuplai olah pembuluh arteri
koroner yang mengalami aterosklerosis.4 Oleh karena itu, penyakit ini sering juga
disebut penyakit jantung koroner (Coronary Heart Disease) atau penyakit arteri
koroner (Coronary Artery Disease).5

1
2

Dalam perjalanan penyakitnya, penyakit jantung koroner memiliki


beberapa faktor risiko. Faktor-faktor risiko tersebut di antaranya hipertensi,
diabetes mellitus, dislipidemia, penuaan, merokok, obesitas, dan riwayat keluarga
dengan penyakit jantung koroner.7,8,10,11 Salah satu faktor risiko yang akan dibahas
adalah hipertensi. Hipertensi merupakan faktor risiko penting pada beberapa
penyakit seperti, penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskular, hipertrofi
jantung, gagal jantung, diseksi aorta, dan gagal ginjal. Hipertensi didefinisikan
sebagai kondisi tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik lebih dari 90 mmHg.5

Hipertensi dan penyakit jantung koroner dapat menyebabkan terjadinya


dan berkembangnya aterosklerosis pada pembuluh darah koroner melalui
mekanisme seperti, memengaruhi gaya dari aliran darah, fungsi endotel pembuluh
koroner, permeabilitas dari dinding pembuluh darah, sifat lekat dari trombosit, dan
remodelling pembuluh darah.8 Aterosklerosis ini kemudian akan menyebabkan
stenosis pada pembuluh darah koroner yang akan ditemukan pada penderita
penyakit jantung koroner dengan pemeriksaan penunjang berupa angiografi
koroner atau computed tomography (CT).7,8,10 Dari pemeriksaan tersebut, stenosis
dapat dinilai dari berapa persen berkurangnya diameter dari lumen pembuluh
darah koroner yang sebenarnya. Persentase stenosis dikelompokkan menjadi
ringan jika diameter lumen berkurang < 50%, sedang 50-70%, dan berat >70%.15

Terdapat beberapa parameter untuk menilai stenosis pada pembuluh darah


koroner. Salah satu parameter yang digunakan adalah Sullivan Vessel Score.
Sullivan vessel score adalah skor yang digunakan untuk menghitung jumlah
pembuluh darah koroner yang mengalami stenosis > 70% (≥50% di Left Main
Artery) dari diameter lumen. Skor memiliki nilai 0-3 bergantung pada jumlah
pembuluh darah yang mengalami stenosis.16

Pada penelitian Akanda tahun 2013, ditemukan prevalensi terjadinya


stenosis pada pasien yang memiliki gejala-gejala penyakit jantung koroner sebesar
78,8%.11 Pada penelitian ini, digunakan Sullivan vessel score untuk menilai
keparahan penyakit jantung koroner karena berdasarkan metode, jika
dibandingkan dengan skor lain, Sullivan vessel score memiliki metode penilaian
3

yang lebih sederhana dan mampu laksana. Berdasarkan latar belakang, prevalensi,
dan hipertensi sebagai faktor risiko dari penyakit jantung koroner maka peneliti
ingin mengetahui hubungan antara hipertensi dengan keparahan penyakit jantung
koroner berdasarkan Sullivan vessel score pada pasien penyakit jantung koroner.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian ini, permasalahan yang dibahas


adalah apakah terdapat hubungan antara hipertensi dengan keparahan
penyakit jantung koroner berdasarkan Sullivan vessel score?

1.3 Hipotesis

Terdapat hubungan antara hipertensi dengan keparahan penyakit jantung


koroner berdasarkan Sullivan vessel score.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara hipertensi dengan keparahan penyakit


jantung koroner berdasarkan Sullivan vessel score.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui data jumlah pasien penyakit jantung koroner di RS


Hermina Bekasi.

2. Mengetahui data jumlah pasien penyakit jantung koroner


dengan atau tanpa hipertensi di RS Hermina Bekasi.

3. Mengetahui proporsi keparahan penyakit jantung koroner


berdasarkan Sullivan vessel score pada pasien penyakit jantung
koroner di RS Hermina Bekasi.
4

4. Mengetahui hubungan hipertensi dengan tingkat keparahan


penyakit jantung koroner berdasarkan Sullivan vessel score
pada pasien penyakit jantung koroner di RS Hermina Bekasi.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Penelitian bagi Peneliti

1. Menjadi salah satu bentuk perwujudan peneliti dalam


melaksanakan kewajiban mahasiswa Tri Dharma Perguruan
Tinggi.

2. Memberi pengetahuan pada peneliti bahwa terdapat hubungan


antara hipertensi dengan keparahan penyakit jantung koroner
berdasarkan Sullivan vessel score.

1.5.2 Manfaat penelitian bagi Institusi

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan data referensi penelitian di


FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di bidang kedokteran.

2. Hasil penelitian dapat menjadi dasar untuk melakukan


penelitian yang lebih mendalam dengan tema serupa di masa
yang akan datang.

1.5.3 Manfaat di bidang pengembangan penelitian

Hasil penelitian dapat menjadi data untuk penelitian selanjutnya


dalam mengetahui hubungan hipertensi dengan keparahan
penyakit jantung koroner berdasarkan Sullivan vessel score.
5

1.5.4 Manfaat di bidang pelayanan kesehatan

Memberikan informasi terhadap risiko keparahan penyakit


jantung koroner berdasarkan Sullivan vessel score pada pasien
penyakit jantung koroner dengan hipertensi sehingga dapat
memberikan tata laksana yang lebih awal dan optimal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Penyakit Jantung Koroner

2.1.1.1 Definisi

Iskemia miokardium adalah apabila terjadi gangguan keseimbangan antara


kebutuhan oksigen dan aliran darah yang menuju jantung yang terjadi di
miokardium.4 Penyebab utama dari gangguan ini adalah terjadinya penyempitan
pada lumen atau stenosis pada arteri koroner di jantung yang paling sering
disebabkan oleh aterosklerosis, yaitu suatu kondisi pada pembuluh darah arteri
dimana terjadi penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit, dan
makrofag di seluruh kedalaman tunika intima (lapisan sel endotel) hingga ke
tunika media (lapisan otot polos).8,17 Oleh karena itu, penyakit ini disebut penyakit
jantung koroner (CHD) atau penyakit arteri koroner (CAD).5

2.1.1.2 Epidemiologi

Saat ini, penyakit kardiovaskular masih menjadi penyebab kesakitan dan


kematian nomor satu di dunia.1 Pada tahun 2012, menurut data WHO, tercatat
17.512.520 angka kematian di dunia disebabkan oleh penyakit kardiovaskular
dengan sebaran 8.819.893 terjadi pada wanita dan 8.692.627 terjadi pada laki-laki.
Penyakit jantung akibat iskemik merupakan penyakit jantung yang paling banyak
menyebabkan kematian di dunia dengan angka kejadian sebanyak 7.352.705.2 Di
Amerika Serikat, prevalensi penyakit jantung koroner sebesar 6,4% pada orang
dewasa berusia ≥20 tahun yaitu sekitar 15,4 juta orang.13 Sementara, di Jerman
Barat, prevalensi penyakit jantung koroner mencapai 7% pada populasi yang
berusia 45 hingga 75 tahun.19

6
7

2.1.2 Stable Angina Pectoris

2.1.2.1 Definisi

Pada kondisi iskemia miokardium dimana terjadi ketidakseimbangan


antara kebutuhan oksigen dan suplai oksigen ke jantung, dapat timbul nyeri dada
atau angina pectoris. Iskemia miokardium ini paling sering disebabkan oleh
aterosklerosis. Pada stable angina pectoris, nyeri dada dipicu oleh meningkatnya
kebutuhan oksigen jantung akibat peningkatan aktivitas fisik. Selain itu, dapat
juga disebabkan stres psikologi, kekurangan oksigen akibat anemia, hipoksia, atau
hipotensi. Nyeri dada terasa seperti rasa berat dan tertekan. Umumnya pada stable
angina pectoris, nyeri dada berlangsung kurang dari 10 menit.4

2.1.2.2 Patogenesis

Pada kondisi normal, miokardium akan mengontrol asupan darah kaya


oksigen ke jantung untuk mencegah gangguan perfusi dari miosit serta iskemia
dan infark. Pada kondisi aterosklerosis, diameter dari lumen pembuluh darah
koroner menyempit sehingga hal ini dapat membatasi aliran darah ke jantung.
Ketika kondisi seseorang sedang beraktivitas maka dibutuhkan asupan oksigen
dari darah yang lebih banyak. Namun jika terjadi aterosklerosis mekanisme
kompensasi miokardium untuk memenuhi kebutuhan oksigen terganggu sehingga
hal ini dapat menyebabkan iskemia miokardium yang kemudian bermanifestasi
menjadi nyeri dada atau angina pectoris. Pada beberapa pasien iskemia
miokardium tidak hanya disebabkan oleh aterosklerosis, tetapi juga dapat
disebabkan oleh peningkatan kebutuhan oksigen akibat hipertrofi ventrikel kiri
karena hipertensi, penurunan asupan oksigen karena anemia, dan gangguan
konstriksi dari pembuluh darah koroner.4

2.1.2.3 Manifestasi Klinis

Pada stable angina pectoris, pasien dapat merasa nyeri lokasi biasanya di
dada atau substernal dengan penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri sampai dengan
lengan dan jari-jari bagian ulnar, punggung atau pundak kiri. Kualitas nyeri
merupakan nyeri tumpul seperti rasa tertindih atau berat di dada, rasa desakan
8

yang kuat dari dalam atau dari bawah diafragma, seperti diremas-remas atau dada
mau pecah dan biasanya pada keadaan yang berat disertai keringat dingin dan
sesak napas. Nyeri berhubungan dengan aktivitas, hilang dengan istirahat. Nyeri
juga dapat dipresipitasi oleh stress fisik ataupun emosional.5,9 Nyeri biasanya
dirasakan kurang dari 10 menit.4

Nyeri dada dapat membuat aktivitas seseorang terganggu. Oleh karena itu.
Canadian Cardiovascular Society telah membuat klasifikasi fungsional untuk
menilai derajat keparahan dari nyeri dada berdasarkan keterbatasan aktivitas,
sebagai berikut:4,9,18

Tabel 2.1 Klasifikasi Fungsional Canadian Cardiovascular Society

Klasifikasi Fungsional Canadian Cardiovascular


Kelas Society

Aktivitas sehari-hari seperti jalan kaki dan naik tangga


1-2 lantai tidak menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada
1
baru timbul pada aktivitas fisik yang berat, berjalan
cepat, serta terburu-buru waktu kerja atau bepergian.

Aktivitas sehari-hari agak terbatas, misalnya nyeri dada


timbul bila melakukan aktivitas lebih berat dari
2
biasanya, seperti jalan kaki 2 blok, naik tangga lebih dari
1 lantai atau berjalan menanjak.

Aktivitas sehari-hari nyata terbatas. Nyeri dada timbul


3 bila berjalan 1-2 blok, naik tangga 1 lantai dengan
kecepatan biasa.

Nyeri dada dapat timbul saat isitirahat. Hampir semua


4
aktivitas dapat menimbulkan nyeri dada.

Sumber: Harrison, 2012


9

2.1.3 Sindrom Koroner Akut

2.1.3.1 Definisi

Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu kondisi mengancam nyawa


yang dapat terjadi pada pasien dengan penyakit jantung koroner.1 Sindrom
koroner akut didefinisikan sebagai suatu kondisi iskemik miokard akut
simtomatik yang disebabkan oleh ruptur plak dan pembentukan trombosis
intrakoroner, yang sering dihubungkan dengan aterosklerosis yang kronik.
Sindrom koroner akut diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu Unstable Angina
(Angina Pektoris tidak stabil), Non-ST-Segment Elevation Myocardial Infarction
(NSTEMI), dan ST-Segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI).
Klasifikasi ini dibedakan berdasarkan hasil pemeriksaan elektrokardiogram
(EKG) dan biomarker miokardium jantung yang nekrosis.13 Unstable Angina
adalah ketika gejala-gejala iskemia tidak disertai dengan peningkatan biomarker
jantung dan perubahan EKG. NSTEMI adalah ketika ditemukan peningkatan
biomarker jantung dan tidak terdapat elevasi segmen ST pada EKG, sedangkan
pada STEMI ditemukan elevasi segmen ST.

2.1.3.2 Patogenesis

Patogenesis dari sindrom koroner akut bermula dari aterosklerosis.


Aterosklerosis adalah suatu kondisi dimana terjadi pembentukan plak pada
dinding pembuluh darah arteri yang dapat menyebabkan penyempitan lumen dari
pembuluh darah yang kemudian menyebabkan gangguan aliran darah.
Pembentukan plak ini dapat terjadi di pembuluh darah arteri jantung yang
kemudian dapat menyebabkan sindrom koroner akut. Terdapat empat proses yang
mendasari pembentukan plak pada aterosklerosis yaitu, disfungsi endotel pada
pembuluh darah, inflamasi pada dinding sel vaskular, penumpukan lipid,
kolesterol, dan sel-sel inflamasi pada dinding pembuluh darah, dan akumulasi
debris selular pada lapisan intima dan subintima dari pembuluh darah.6
10

Proses awal yang memicu terjadinya aterosklerosis adalah disfungsi


endotel dari pembuluh darah. Terdapat beberapa hal yang merangsang terjadinya
disfungsi endotel karena pembuluh darah terpapar oleh zat-zat tertentu, yaitu:

 Toksin dari tembakau dari rokok

 Low density lipoprotein (LDL) yang teroksidasi

 Advanced glycation end products (AGEs)

 Peningkatan kadar Homosistein

 Agen-agen infeksius

Cedera dari sel-sel endotel akan mengawali kaskade yang kemudian


menyebabkan disfungsi selular. Disfungsi ini akan menyebabkan perubahan pada
keseimbangan produksi dari molekul-molekul vasoaktif dari endotel, yaitu:

 Penurunan bioavailabilitas dari Nitrit Oksida (NO), suatu agen vasodilator,


antitrombotik, antiproliferasi
 Penurunan kadar NO akan menyebabkan peningkatan aktivasi dan adhesi
platelet
 Peningkatan agen vasokonstriktor seperti, endothelin-1 dan angiotensin-II,
yang menyebabkan migrasi dan pertumbuhan sel

 Disfungsi sel-sel endotel menyebabkan ekspresi molekul adhesi dan


sekresi kemokin

 Peningkatan kadar Plasminogen activator inhibitor (PAI) dan Tissue


factor menyebabkan perubahan pada keseimbangan trombosis

Berbagai faktor risiko dapat menjadi pemicu bagi terjadinya disfungsi


endotel seperti, usia, hipertensi, merokok, diabetes, faktor genetik, sitokin,
reactive oxygen species (ROS), dan lain-lain. Faktor-faktor risiko ini kemudian
menjadi predisposisi terjadinya aterosklerosis yang jika kemudian terjadi ruptur
plak lalu terjadi trombosis maka akan menyebabkan sindrom koroner akut.6
11

Diabetes Merokok Diet


mellitus tipe 2
Faktor genetik

Hipertensi
Aktivasi dan Sitokin/inflamasi
disfungsi
Reactive oxygen endotel Penuaan
species

↓ Produksi NO Ekspresi molekul –


Adhesi Gangguan molekul adhesi dan
platelet fibrinolisis rekurensi monosit yang
(↓t-PA, bersirkulasi
↓PAI-1)

Aterosklerosis

Aktivasi plak dan


ruptur trombosis

Sindrom Koroner Akut

Gambar 2.1 Peran faktor-faktor risiko pada aterosklerosis

Sumber: Lilly, 2011

Pembentukan plak-plak aterosklerotik dimulai ketika sel leukosit, terutama


monosit, terikat pada sel endotel yang teraktivasi. Kemudian bermigrasi ke lapisan
subendotel dan berubah menjadi makrofag. Makrofag kemudian akan mengikat
LDL Cholesterol (LDL-C) yang bersirkulasi sehingga kemudian terbentuk foam
cells. Kumpulan dari makrofag yang mengandung lipid dan foam cells akan
membentuk „fatty streaks’, yaitu lesi awal dari aterosklerosis. Lesi ini kemudian
dapat berkembang menjadi plak fibrosa akibat dari akumulasi lipid lebih lanjut
yang diikuti oleh migrasi, proliferasi, dan transformasi fibrosa sel-sel otot polos.6
12

Gambar 2.2 Skema perkembangan plak aterosklerosis

Sumber: Kumar, 2007

Pembentukan dari plak fibrosa kemudian juga akan menyebabkan deposisi


dari matriks ekstraselular dari jaringan ikat sehingga terbentuk lah fibrous cap.
Proses pembentukan ini difasilitasi oleh platelet-derived growth factor (PDGF),
transforming growth factor-beta (TGF-β), dan insulin-like growth factor (IGF)
yang berasal dari makrofag, sel-sel endotel, dan platelet yang teraktivasi.
Pertumbuhan plak lebih lanjut akan menyebabkan terjadinya remodelling dari
13

dinding pembuluh darah sehingga dapat menurunkan kemampuan pembuluh


darah untuk mengalirkan darah. Akumulasi plak lebih lanjut menyebabkan
penyempitan pembuluh darah dan akhirnya terjadi obstruksi pada pembuluh
darah.6

Aterosklerosis

Ruptur plak
Disfungsi endotel

Perdarahan Pelepasan Paparan Turbulensi


intraplak tissue kolagen aliran
factor subendotel darah
↓ Efek ↓ Efek
vasodilator antitrombotik

Aktivasi dan
agregasi platelet
Vasokonstriksi
↓ Diameter Aktivasi
lumen kaskade
pembuluh pembekuan
darah darah

Trombosis Koroner

Gambar 2.3 Mekanisme pembentukan trombosis koroner

Sumber: Lilly, 2011

Namun, fibrous cap dari plak tersebut rentan untuk mengalami ruptur.
Ruptur ini akan menyebabkan faktor-faktor pembekuan darah akan berkontak
dengan kolagen trombogenik di matriks ekstraseluler pembuluh arteri dan tissue
factor yang dihasilkan oleh foam cells makrofag di inti lipid pada lesi tersebut.
Hal inilah yang kemudian menyebabkan pembentukan trombosis. Untuk
mencegah pembentukan trombosis lebih lanjut, tubuh memiliki mekanisme
fibrinolitik atau antitrombotik. Mekanisme antitrombotik tersebut melibatkan
14

molekul-molekul, seperti trombomodulin, tissue- dan urokinase- type


plasminogen activators, heparan sulphate proteoglycans, prostasiklin, dan Nitrit
Oksida. Ketika pembentukan trombosis sudah tidak dapat ditahan oleh mekanisme
antitrombotik, hal ini kemudian menyebabkan trombosis semakin menebal yang
kemudian menyebabkan oklusi pembuluh darah arteri.4

2.1.3.3 Manifestasi Klinis

Pasien-pasien sindrom koroner akut menunjukkan gejala-gejala iskemia.


Gejala-gejala klinis tersebut di antaranya nyeri dada (angina pectoris), rasa tidak
nyaman di epigastrium, ekstremitas atas, dispnea, diaphoresis, mual, rasa lelah,
dan sinkop. Rasa nyeri dan tidak nyaman pada sindrom koroner akut dapat terjadi
ketika istirahat dan sifatnya lebih sering difus disbanding terlokalisasi. Nyeri
dapat menjalar ke lengan kiri, bahu kanan, atau bahkan menjalar ke kedua
lengan.13

2.1.3.4 Klasifikasi

Berdasarkan trombus yang menyebabkan oklusi di pembuluh darah


jantung, sindrom koroner akut diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu Unstable
Angina (Angina Pektoris tidak stabil), Non-ST-Segment Elevation Myocardial
Infarction (NSTEMI), dan ST-Segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI).
Jika terjadi oklusi parsial akibat trombus maka dapat menyebabkan Unstable
angina atau NSTEMI. Unstable angina atau NSTEMI dapat dibedakan dengan
pemeriksaan biomarker enzim jantung. Pemeriksaan biomarker enzim jantung
negatif pada Unstable angina, namun positif pada NSTEMI. Oklusi trombus total
merupakan penyebab umum STEMI, dimana pada EKG akan ditemukan elevasi
segmen ST diikuti gelombang Q patologis dan hasil pemeriksaan biomarker
enzim jantung positif.14
15

Trombus Koroner

Trombus kecil Trombus Trombus oklusif


oklusif parsial
(Iskemia
sementara) (Iskemia
berkepanjangan)

Tidak ada
perubahan EKG Depresi segmen ST
Elevasi segmen ST
dan/atau inversi
(diikuti gelombang Q)
gelombang T

Penyembuhan dan
Biomarker Biomarker Biomarker
pembesaran plak
serum - serum + serum +

Unstable angina NSTEMI STEMI

Gambar 2.4 Konsekuensi dari trombosis koroner

Sumber: Lilly, 2011

2.1.4 Tata Laksana Penyakit Jantung Koroner

Untuk pasien-pasien penyakit jantung koroner terdapat beberapa terapi


farmakologis yang perlu diberikan. Terapi farmakologis biasanya diberikan
dimulai dari meringankan gejala nyeri dada, mencegah perburukan atau adverse
events, hingga terapi untuk mengobati faktor risiko. Untuk meringankan nyeri
dada, pasien biasanya diberikan nitrogliserin yang dapat memberi efek
vasodilatasi yang dapat menurunkan konsumsi oksigen di miokardium sehingga
keseimbangan oksigen di jantung kembali normal. Kemudian pasien diberikan
terapi untuk mencegah iskemia berulang, seperti β-blocker dan Calcium channel
blockers. Pasien juga diberikan aspirin dan atau clopidogrel sebagai antiagregasi
trombosit untuk mencegah terjadinya perburukan dari kondisi iskemia pasien.
Terapi lain adalah terapi untuk mengobati faktor risiko dari pasien, seperti
16

hipertensi, dislipidemia, dan diabetes mellitus. Terapi yang diberikan berupa


terapi farmakologi dan edukasi modifikasi gaya hidup.9,14

Pada pasien-pasien penyakit jantung koroner salah satu terapi yang


menjadi pilihan adalah terapi revaskularisasi pembuluh darah koroner.4 Intervensi
Koroner Perkutan atau Percutaneous Coronary Intervention (PCI) menjadi salah
satu terapi yang sering digunakan. Saat ini, lebih dari 4 juta tindakan PCI
dilakukan setiap tahunnya. PCI merupakan terapi yang invasif untuk
penatalaksanaan penyakit jantung koroner. PCI merupakan terapi alternatif dari
Coronary Artery Bypass Graft (CABG) yang merupakan tindakan lebih invasif.
Pada tindakan PCI dilakukan pemasangan stent yang dapat menyangga pembuluh
darah supaya tetap terbuka.9

Menurut pedoman The American College of Cardiology (ACC)/American


Heart Association (AHA), pasien-pasien stable angina, unstable angina,
NSTEMI, dan STEMI dapat diindikasikan untuk dilakukan Intervensi Koroner
Perkutan atau Percutaneous Coronary Intervention (PCI).4 Untuk pasien STEMI,
PCI perlu segera dilakukan dalam waktu kurang dari 90 menit dari saat pasien
datang ke rumah sakit (door to balloon time).14 Sedangkan untuk pasien unstable
angina atau NSTEMI, perlu dilakukan analisis faktor risiko terlebih dulu. Untuk
menetapkan perlu dilakukan PCI atau tidak bagi pasien unstable angina atau
NSTEMI maka digunakan instrument untuk menilai faktor risiko, yaitu dengan
skor Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI). Skor TIMI ini mencakup
tujuh indikator untuk menilai keparahan dari unstable angina atau NSTEMI:

1. Usia >65 tahun

2. Memiliki ≥3 faktor risiko untuk penyakit jantung koroner, termasuk


riwayat keluarga dengan penyakit jantung koroner, hipertensi,
hiperkolesterolemia, diabetes, atau perokok

3. Hasil pemeriksaan angiografi menunjukkan stenosis koroner ≥50%

4. Terdapat deviasi segmen ST pada pemeriksaan EKG

5. Terjadi 2 episode angina dalam 24 jam terakhir


17

6. Riwayat penggunaan Aspirin dalam 7 hari terakhir

7. Terjadi peningkatan nilai serum Troponin atau CK-MB

Jika didapatkan skor TIMI ≥ 3 maka pasien unstable angina atau NSTEMI
perlu dilakukan terapi revaskularisasi dengan sebelumnya perlu dilakukan
angiografi terlebih dulu dalam waktu 24 jam pertama.14

Gambar 2.5 Langkah-langkah prosedur PCI4

Sumber: Harrison, 2012

Prosedur PCI diawali dengan melakukan punksi jarum secara perkutan ke


pembuluh arteri perifer. Akses pembuluh arteri yang digunakan biasanya arteri
femoral, namun belakangan arteri radial lebih banyak digunakan. Arteri koroner
18

kemudian dilebarkan dengan kateter balon angioplasti. Cara kerja angioplasti


adalah dengan merentangkan pembuluh arteri dan menekan plak ke dinding
pembuluh sehingga keseluruhan ukuran dari pembuluh menjadi lebih lebar
Setelah pembuluh arteri dilebarkan dengan balon angioplasti, stent kemudian
diletakkan di tempat tersebut.4

Saat ini, 50-90% jenis stent yang digunakan adalah drug-eluting stent
(DES). Generasi pertama stent jenis DES diselubungi dengan sirolimus atau
paclitaxel. Sedangkan DES generasi kedua menggunakan everolimus, biolimus,
dan zotarolimus. DES generasi kedua ini dinilai lebih efektif dan memberi
kemungkinan komplikasi lebih rendah dibanding generasi pertama. Selain itu,
DES generasi kedua juga menunjukkan kemungkinan lebih rendah untuk
terjadinya trombosis stent dan infark miokard dibanding generasi pertama.
Prosedur PCI dilakukan dengan anestesi lokal dan sedasi rendah sehingga pasien
hanya perlu dirawat kurang lebih 1 hari di rumah sakit. Sehingga prosedur ini
relatif lebih ringan dari segi biaya dibandingkan CABG.4

2.1.5 Hipertensi

2.1.5.1 Definisi

Menurut The Seventh Report of Joint National Committee on Prevention,


Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7), hipertensi
adalah kondisi tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥
90 mmHg dan/atau penggunaan obat-obat antihipertensi.12 Berdasarkan
penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua jenis, yaitu hipertensi esensial dan
hipertensi sekunder.9 Hipertensi esensial didefinisikan sebagai hipertensi yang
tidak diketahui penyebabnya. Namun, genetik dipercaya memiliki peranan penting
dalam terjadinya hipertensi esensial. Sebagai contoh, hipertensi lebih sering
terjadi pada pasien yang di keluarganya memiliki riwayat hipertensi.
Polimorfisme gen yang terjadi pada angiotensinogen juga meningkatkan risiko
hipertensi. Selain itu, polimorfisme pada gen alpha-adducin juga dapat
menyebabkan hipertensi, dengan meningkatkan absorbsi natrium di tubulus
ginjal.14 Sedangkan hipertensi sekunder adalah hipertensi yang diketahui
19

penyebabnya, misalnya kelainan ginjal, hiperaldosteronisme, feokromositoma,


sindrom Cushing, koarktasio aorta, atau karena penggunaan obat-obatan tertentu.
Obat-obatan penyebab hipertensi sekunder di antaranya, kortikosteroid,
kontrasepsi oral, nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID), dekongestan,
kokain, dan amfetamin.20,21,22 Hipertensi juga meningkatkan risiko terjadinya
penyakit kardiovaskular, seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung
kongestif, stroke iskemik, stroke hemoragik, gagal ginjal, dan penyakit arteri
perifer.4

2.1.5.2 Epidemiologi

Hipertensi ditemukan mengenai 22% orang berusia 18 tahun ke atas dan


menyebabkan 9,4 juta kematian setiap tahunnya di seluruh dunia. Berdasarkan
data WHO, hipertensi lebih sering ditemukan pada negara berkembang dengan
dua pertiga penderita hidup di negara berkembang. Afrika memiliki prevalensi
hipertensi tertinggi dengan (29,6%), diikuti Mediterania Timur (26,9%), Asia
Tenggara (24,7%), Eropa (23,3%), Pasifik Barat (18,7%), dan Amerika (18,2%).23
Jika dilihat dari jenisnya, hipertensi esensial merupakan jenis hipertensi yang
paling sering ditemukan dengan 95% kasus hipertensi merupakan hipertensi
esensial.9

2.1.5.3 Klasifikasi

Menurut European Society of Hypertension and European Society of


Cardiology (ESH/ESC), klasifikasi tekanan darah terbagi menjadi kelompok
normal, normal-tinggi, hipertensi derajat 1, hipertensi derajat 2, dan hipertensi
derajat 3.31
20

Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah

Klasifikasi Tekanan Darah (menurut ESH/ESC)

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah


Tekanan Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal < 130 dan < 85

Normal-Tinggi 130-139 atau 85-89

Hipertensi Derajat 1 140-159 atau 90-99

Hipertensi Derajat 2 160-179 atau 100-109

Hipertensi Derajat 3 ≥ 180 atau ≥ 110

Sumber: ESH/ESC, 2013

Penentuan tekanan darah seseorang berdasarkan rerata dari dua atau lebih
hasil pemeriksaan tekanan darah. Jika tekanan darah sistolik atau diastolik berada
pada kategori klasifikasi yang berbeda maka penentuan tekanan darah berdasar
yang lebih tinggi tekanan darahnya.22

2.1.5.4 Patogenesis

Hipertensi adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena


interaksi antara faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor risiko yang mendorong
timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah:

1. Faktor risiko, seperti diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok,
genetik

2. Sistem saraf simpatis, tonus simpatis dan variasi diurnal

3. Keseimbangan antara pengaturan vasodilatasi dan vasokonstriksi; endotel


pembuluh darah berperan utama, tetapi remodelling dari endotel, otot
polos, dan interstitium juga memberikan kontribusi akhir
21

4. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin,


angiotensin, dan aldosteron.9

Faktor-faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah


digambarkan dalam diagram berikut:

Gambar 2.6 Faktor-faktor yang Berperan dalam Pengendalian Tekanan Darah

Sumber: Ilmu Penyakit Dalam, 2007

Pada pasien hipertensi, ditemukan terdapat defek dalam regulasi


pengendalian tekanan darah. Jantung dapat berkontribusi dalam terjadinya
hipertensi melalui mekanisme peningkatan cardiac output atau curah jantung
karena aktivitas berlebih dari saraf simpatis. Pembuluh darah berkontribusi dalam
hipertensi melalui resisten pembuluh darah perifer karena terjadi konstriksi akibat
(1) peningkatan aktivitas simpatis; (2) regulasi abnormal dari tonus vaskuler oleh,
Nitrit Oksida, endotelin, dan faktor-faktor natriuretik; (3) defek kanal ion di otot
polos pembuluh darah. Ginjal berkontribusi dalam hipertensi melalui peningkatan
22

volume darah akibat terjadi retensi air dan natrium akibat (1) gagal dalam
pengaturan aliran darah di ginjal; (2) defek kanal ion (contoh: Na+-K+-ATPase)
yang menyebabkan retensi natrium; (3) gangguan regulasi hormon, sebagai
contoh, aksis renin-angiotensin-aldosteron yang merupakan regulator hormonal
pada tahanan pembuluh darah perifer.14

2.1.5.5 Tata Laksana

Pada tahun 2014, the Eighth Joint National Committee (JNC 8) telah
mengeluarkan guideline algoritma terbaru dalam penanganan pasien hipertensi.
JNC 8 mempertimbangkan penanganan hipertensi berdasar usia, ras, dan juga
adanya penyakit penyerta seperti, gagal ginjal kronik dan diabetes mellitus. Untuk
jenis obat-obat hipertensi yang dianjurkan di antaranya golongan:

 Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) contohnya, captopril,


enalapril, lisinopril.

 Angiotensin receptor blockers (ARB) contohnya, eprosartan, candesartan,


valsartan, losartan, irbesartan.

 β-blockers contohnya, atenolol, metoprolol.

 Calcium channel blockers (CCB) contohnya, amlodipin, diltiazem,


nitrendipin.

 Diuretik thiazid contohnya, bendroflumethiazid, klortalidon,


hidoklorotiazid, indapamid.24

JNC 8 juga menjelaskan mengenai target tekanan darah bagi pasien


hipertensi dan terapi awal yang tepat untuk populasi tertentu sebagai berikut :
23

Tabel 2.3 Target Tekanan Darah dan Terapi Awal Hipertensi

Target Tekanan
Populasi Terapi Awal
Darah (mmHg)

Umum ≥ 60 tahun < 150/90 Pada orang kulit hitam:


diuretik thiazid atau CCB
Umum < 60 tahun < 140/90
Pada orang non kulit
Dengan Diabetes < 140/90
hitam: diuretik thiazid,
ACEI, ARB, CCB

Dengan Gagal Ginjal Kronik <140/90 ACEI atau ARB

Sumber: JNC 8, 2014

2.1.6 Anatomi Pembuluh Darah Jantung

Aorta

Vena Cava
Superior
Truncus Pulmonalis

Arteri Koroner Sinistra (LM)

Arteri Koroner Arteri Sirkumfleks (LCX)


Dekstra (RCA) Arteri Interventrikular
Anterior (LAD)
Arteri
Interventrikular
Posterior
Ramus Marginalis

Gambar 2.7 Anatomi Pembuluh Darah Jantung

Sumber: Ellis, 2006


24

Pembuluh darah arteri koroner mengalirkan darah ke miokardium jantung


melalui arteri koroner sinistra atau Left Main Coronary Artery (LM) dan arteri
koroner dekstra atau Right Coronary Artery (RCA). LM yang ukurannya lebih
besar dari RCA, kemudian bercabang menjadi 2, yaitu arteri interventrikuler
anterior atau Left Anterior Descending (LAD) dan arteri sirkumfleks atau Left
Circumflex Artery (LCX). LAD akan mengalirkan darah ke bagian anterior dari
kedua ventrikel dan sekitar apex jantung yang kemudian beranastomosis dengan
cabang interventrikular posterior dari RCA sedangkan LCX akan melingkari
jantung ke bagian interatrial posterior. RCA sebagai pembuluh darah sebelah
kanan dari jantung akan memperdarahi bagian kanan jantung hingga
atrioventrikular yang kemudian bercabang menjadi ramus marginalis dan cabang
interventrikular posterior yang kemudian beranatomosis dengan cabang dari
LM.25,26

2.1.7 Angiografi Koroner

Untuk menilai oklusi atau stenosis dari pembuluh darah jantung, maka
dapat dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang seperti, angiografi koroner dan
CT. Namun, yang merupakan pemeriksaan gold standard untuk menegakkan
diagnosis adalah angiografi koroner. Angiografi koroner adalah pemeriksaan yang
dilakukan untuk menilai struktur anatomi dan fisiologis dari jantung serta
pembuluh-pembuluh darah terkait. Angiografi koroner diindikasikan untuk
mengevaluasi luas dan tingkat keparahan dari penyakit jantung pada pasien yang
simtomatik dan menentukan apakah terapi yang diberikan berupa terapi
farmakologi, bedah atau intervensi dengan catheter. Prosedur ini dilakukan
menggunakan teknik perkutan yang melalui pembuluh darah arteri femoralis
untuk kateterisasi jantung kiri dan pembuluh darah vena femoralis untuk
kateterisasi jantung kanan sebagai akses masuk kateter. Namun, dapat digunakan
pembuluh darah lain, seperti arteri brachialis dan arteri radialis. Saat ini, akses
melalui arteri radialis sering digunakan karena menghasilkan komplikasi
perdarahan yang minimal.4

Prosedur dilakukan ketika pasien sudah berpuasa sekitar 6 jam dan


menerima sedasi IV agar pasien berada dalam kondisi sedasi namun tetap sadar
25

ketika prosedur. Pasien yang dicurigai memiliki PJK diterapi terlebih dahulu
dengan aspirin 325 mg. Jika pasien kemungkinan berlanjut untuk dilakukan PCI
maka pasien diberikan clopidogrel 600 mg loading dose dilanjutkan 75 mg
perhari. Pemberian warfarin dimulai 48 jam sebelum prosedur agar mengurangi
komplikasi perdarahan pada tempat akses. Prosedur dimulai dengan memasukkan
sheath fleksibel ke pembuluh darah melewati guidewire sehingga kateter
diagnostik dapat dimasukkan ke pembuluh darah menuju jantung dengan bantuan
fluoroskopi setelah sebelumnya diinjeksi kontras. Perlu dilakukan monitor status
hemodinamik pasien sebelum, ketika, dan setelah prosedur.4

2.1.8 Sullivan Vessel Score

Sullivan vessel score adalah skor yang digunakan untuk menghitung


jumlah pembuluh darah jantung yang mengalami stenosis >70% dari diameter
lumen pembuluh darah (>50% di LM). Pembuluh darah yang dimaksud adalah
LM, LAD, LCX, dan RCA. Skor berdasarkan pembuluh darah yang terlibat: 0 jika
tidak ada pembuluh darah dengan stenosis >70% atau no vessel disease, 1 untuk
single vessel disease, 2 untuk double vessel disease, 3 untuk triple vessel
disease.16 Stenosis pada pembuluh darah jantung dapat dilihat dengan melakukan
pemeriksaan penunjang berupa angiografi koroner atau CT.7,8,10 Persentase
stenosis dikelompokkan menjadi ringan jika diameter lumen berkurang < 50%,
sedang 50-70%, dan berat >70%.15

Selain dari Sullivan vessel score, terdapat skor-skor lain yang dapat
digunakan untuk menilai tingkat keparahan dari penyakit jantung koroner. Skor-
skor ini memiliki penghitungan nilai keparahan yang bervariasi dimulai dari
keparahan stenosis hingga jumlah daerah miokardium yang masih mendapat aliran
darah. Skor-skor lain yang dapat digunakan di antaranya, Bogaty score, Gensini
score, Jeopardy Duke score, dan Bari score.32
26

2.2 Kerangka Teori

Aterosklerosis
Faktor Risiko

Hipertensi Diabetes, Ruptur plak Disfungsi endotel


merokok, usia,
pola diet,
inflamasi,
ROS, genetik Trombosis koroner

Pembentukan Sindrom Koroner Akut


plak

Stable
Unstable Angina NSTEMI STEMI
Angina

Penyakit Jantung Koroner

Stenosis

Dilakukan angiografi
koroner

Jumlah pembuluh darah Derajat stenosis >70%


dengan stenosis bermakna

Sullivan Vessel Score

0 1 2 3
27

2.3 Kerangka Konsep

Hipertensi

Penyakit
Jantung Koroner

Angiografi koroner

Sullivan Vessel
Score

0 1 2 3

2.4 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Alat Cara Skala Hasil


Ukur Pengukuran Pengukuran Ukur

1. Penyakit Suatu kondisi Rekam  Sesuai yang Nominal  Ya


Jantung gangguan Medis tertulis di
 Tidak
Koroner keseimbangan antara rekam medis
kebutuhan oksigen
 Diagnosis
jantung dan aliran
berdasarkan
darah yang menuju
anamnesis,
jantung yang terjadi di
gambaran
miokardium.4
EKG, dan
28

Dapat terjadi Stable hasil


Angina Pectoris atau pemeriksaan
Sindrom Koroner biomarker
Akut yang jantung
diklasifikasikan
menjadi tiga, yaitu
Unstable Angina
(Angina Pektoris tidak
stabil), Non-ST-
Segment Elevation
Myocardial Infarction
(NSTEMI), dan ST-
Segment Elevation
Myocardial Infarction
(STEMI).1

2. Hipertensi Hipertensi adalah Rekam Sesuai yang Nominal  Ya


kondisi tekanan darah Medis tertulis di rekam
 Tidak
sistolik ≥ 140 mmHg medis
atau tekanan darah
diastolik ≥ 90 mmHg
dan/atau penggunaan
obat-obat
antihipertensi.12

3. Sullivan Sullivan vessel score Rekam  Sesuai yang Ordinal  Skor 0


Vessel adalah skor yang Medis tertulis di
 Skor 1
Score digunakan untuk rekam medis
menghitung jumlah  Skor 2
 Stenosis
pembuluh darah
dilihat  Skor 3
jantung yang
berdasarkan
mengalami stenosis
pemeriksaan
>70% dari diameter
29

lumen pembuluh angiografi


darah (>50% di LM). koroner
Skor berdasar
pembuluh darah yang
terlibat: skor 0 jika
tidak ada pembuluh
darah dengan stenosis
>70% atau no vessel
disease, skor 1 jika
terdapat 1 pembuluh
darah dengan stenosis
>70% atau single
vessel disease, skor 2
jika terdapat 2
pembuluh darah
dengan stenosis >70%
atau double vessel
disease, skor 3 jika
terdapat 3 pembuluh
darah dengan stenosis
>70% atau triple
vessel disease.16
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang akan digunakan adalah penelitian analitik


noneksperimental dengan pendekatan kohort retrospektif berbasis
penelitian prognostik.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Hermina Bekasi dalam rentang


waktu September-Oktober 2016

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Target

Populasi target pada penelitian ini adalah pasien penyakit jantung


koroner yang dilakukan angiografi koroner

3.3.2 Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pasien penyakit


jantung koroner yang dilakukan angiografi koroner di Rumah Sakit
Hermina Bekasi

3.3.3 Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah pasien penyakit jantung koroner


yang dilakukan angiografi koroner yang memenuhi kriteria inklusi
penelitian. Pemilihan sampel dilakukan dengan cara consecutive
sampling.

30
31

3.3.4 Perkiraan Besar Sampel

Perkiraan besar sampel minimal untuk penelitian ini dihitung


menggunakan rumus

n1 = n2 = (zα√2PQ + zβ √P1Q1 + P2Q2)2

(P1 - P2)2

n = besar sampel
zα = deviat baku alfa
zβ = deviat baku beta
P2 = proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya
(digunakan prevalensi stenosis pada PJK yaitu
78,8%11)
Q2 = 1 – P2
P1 = proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan
judgement peneliti
Q1 = 1 – P1
P1–P2 = selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna
P = proporsi total = (P1 + P2)/2
Q = 1–P
Sehingga didapatkan jumlah sampel:

n1 = n2 = 166 pasien

3.4 Kriteria Sampel

3.4.1 Kriteria Inklusi

1. Pasien penyakit jantung koroner yang dilakukan angiografi


koroner di Rumah Sakit Hermina Bekasi.

2. Terdapat data mengenai pembuluh darah koroner yang terlibat


dan persentase diameter stenosis angiografi koroner pada rekam
medis.
32

3. Terdapat data tekanan darah atau hipertensi atau penggunaan


obat-obatan antihipertensi di rekam medis.

3.4.2 Kriteria Eksklusi

1. Pasien dengan riwayat revaskularisasi seperti, intervensi koroner


perkutan (PCI) atau CABG.

3.5 Cara Kerja Penelitian

Penelitian dimulai dengan melakukan perizinan pengambilan data ke RS


Hermina Bekasi. Setelah mendapat izin, dimulai proses pengambilan data rekam
medis yang sesuai. Pengambilan data sesuai dengan baseline data yang telah
dibuat yang berisi data demografi, data penyakit, data riwayat pengobatan, data
laboratorium, dan data angiografi koroner. Data kemudian dimasukkan ke SPSS
versi 22.0. Kemudian data disajikan dalam bentuk tabel.

3.6 Alur Kerja Penelitian

Persiapan penelitian

Menentukan sampel penelitian: Pasien penyakit jantung koroner


yang dilakukan angiografi koroner yang berobat di Rumah Sakit
Hermina Bekasi

Sampel memenuhi kriteria inklusi dan tanpa kriteria eksklusi

Ya
Tidak

Diikutsertakan dalam penelitian


Tidak diikutsertakan dalam
Pengambilan data rekam medis
penelitian
Analisis dan pengolahan data

Kesimpulan hasil penelitian


33

3.7 Manajemen Data

Data dianalisis menggunakan SPSS versi 22.0, data merupakan data


kategorik dalam bentuk frekuensi dan persen. Kemudian dilakukan
penilaian mean ± standart deviation (rata-rata ± simpang baku). Kemudian
dilakukan analisis bivariat tabel 2x3 antara hubungan hipertensi dengan
variabel terkait keparahan penyakit jantung koroner berdasarkan Sullivan
vessel score menggunakan Chi-Square jika tidak memenuhi syarat uji Chi
Square maka dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov. P-value yang signifikan
adalah < 0,05.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil analisis univariat dan bivariat
dari data penelitian. Hasil analisis univariat akan ditampilkan dalam bentuk rata-
rata ± standard deviation (SD) atau frekuensi dan persentase. Hasil analisis
bivariat akan dilakukan uji Chi Square karena analisis berupa data kategorik-
kategorik dengan tabel 2x3. Jika data tidak memenuhi syarat uji Chi Square maka
akan digunakan uji Kolmogorov Smirnov. Jika hasil analisis bivariat didapatkan p-
value < 0,05 maka dianggap signifikan.28

4.1 Deskripsi Sampel Penelitian

Selama periode penelitian, data yang diambil adalah data pasien penyakit
jantung koroner yang dilakukan angiografi koroner yang berobat di Rumah Sakit
Hermina Bekasi berjumlah 88 orang. Skor 0 berdasarkan Sullivan vessel score
yang didapatkan dalam penelitian ini tidak diikutkan dalam uji analisis sehingga
sampel yang akan dianalisis berjumlah 86 sampel. Sampel ini tidak mencukupi
karena berdasarkan rumus perhitungan sampel minimal 166 sampel untuk setiap
kelompok sehingga total sampel berjumlah 332 sampel.

4.2 Karakteristik Sampel Penelitian

4.2.1 Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, dan


Penyakit

Dari sampel yang didapatkan, rata-rata usia dari sampel sebesar 57,32
tahun dengan simpang baku ± 8,345. Usia sampel tertua yaitu 79 tahun dan
termuda 36 tahun. Proporsi laki-laki sebanyak 64 orang (72,7%) sedangkan
perempuan 24 orang (27,3%). Pasien yang memiliki hipertensi sebanyak 77 orang
(87,5%) sedangkan yang non hipertensi sebanyak 11 orang (12,5%). Pasien
dengan diabetes mellitus sebanyak 21 orang (23,9%). Pasien dengan gagal jantung
sebanyak 60 orang (68,2%). Pada sampel yang keseluruhannya merupakan pasien
penyakit jantung koroner, proporsi pasien yang terdiagnosis stable angina

34
35

pectoris sebanyak 36 orang (40,9%), sedangkan pasien sindrom koroner akut


sebanyak 52 orang (59,1%).

Tabel 4.1 Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, dan Penyakit

Karakteristik Jumlah(%) Rata-rata ± SD

Usia - 57,32 ± 8,34

Jenis Kelamin

Laki-laki 64 (72,7%) -
Perempuan 24 (27,3%) -
Hipertensi 77 (87,5%) -
Diabetes 21 (23,9%) -
Gagal Jantung 60 (68,2%) -
Jenis PJK

Stable Angina Pectoris 36 (40,9%) -


Sindrom Koroner Akut 52 (59,1%) -

4.2.2 Karakteristik Sampel Berdasarkan Terapi Obat

Tabel 4.2 Karakteristik Sampel Berdasarkan Terapi Obat

Obat Jumlah(%)

ACE/ARB 46 (52,3%)

Nitrat 76 (86,4%)

Anti Platelet 88 (100%)


Statin 83 (94,3%)

Β-blocker 61 (69,3%)

ADO 14 (15,9%)
Insulin 9 (10,2%)

Dari sampel yang didapatkan, sebanyak 46 orang (52,3%) mendapat terapi


ACE atau ARB. Pasien yang mendapat terapi nitrat sebanyak 76 orang (86,4%).
Seluruh sampel mendapat terapi anti platelet (100%). Pasien yang mendapat terapi
36

statin sebanyak 83 orang (94,3%). Pasien yang mendapat terapi β-blocker


sebanyak 61 orang (69,3%). Pasien yang mendapat terapi anti diabetik oral
sebanyak 14 (15,9%). Pasien yang mendapat terapi insulin sebanyak 9 (10,2%).

4.2.3 Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Laboratorium

Tabel 4.3 Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Laboratorium

Data Laboratorium Rata-rata ± SD

Hemoglobin 14,08 ± 1,84

Hematokrit 40,60 ± 4,71

Leukosit 9.212 ± 2.910

Trombosit 264.886 ± 76.717

Kreatinin 1,09 ± 0,34

Dari sampel yang didapatkan, rata-rata nilai hemoglobin adalah 14,08


dengan SD ±1,84. Rata nilai hematokrit adalah 40,60 dengan SD ± 4,71. Rata-rata
nilai leukosit adalah 9.212 dengan SD ± 2.910. Rata-rata nilai trombosit adalah
264.886 dengan SD ± 76.717. Rata-rata nilai kreatinin adalah 1,09 dengan SD ±
0,34.
37

4.3 Analisis Bivariat

4.3.1 Analisis Bivariat pada Pasien Stable Angina Pectoris

Pada penelitian ini dilakukan uji hubungan antara hipertensi dengan


Sullivan vessel score pada pasien stable angina pectoris. Namun, hasil analisis
didapat p-value > 0,05 yang menunjukkan hasil tidak signifikan atau tidak
terdapat hubungan antara hipertensi dengan keparahan stenosis berdasarkan
Sullivan vessel score pada pasien stable angina pectoris.

Tabel 4.4 Analisis Bivariat pada pasien stable angina pectoris


Sullivan Vessel Score

1 2 3 p-value

n % n % n %

Hipertensi 14 38,9% 12 33,3% 6 16,7%

Non 1,000
Hipertensi 2 5,6% 1 2,8% 1 2,8%

Total 16 44,4% 13 36,1% 7 19,4%

4.3.2 Analisis Bivariat pada Pasien Sindrom Koroner Akut

Pada penelitian ini dilakukan uji hubungan antara hipertensi dengan


Sullivan vessel score pada pasien SKA. Namun, hasil analisis didapat p-value >
0,05 yang menunjukkan tidak terdapat hubungan antara hipertensi dengan
keparahan stenosis berdasarkan Sullivan vessel score pada pasien SKA.

Tabel 4.5 Analisis Bivariat pada pasien SKA


Sullivan Vessel Score

1 2 3 p-value
n % n % n %

Hipertensi 16 32% 18 36% 9 18%

Non 0,934
Hipertensi 2 4% 2 4% 3 6%
Total 18 36% 20 40% 12 24%
38

4.3.3 Analisis Bivariat pada Pasien Penyakit Jantung Koroner

Analisis bivariat pada penelitian ini adalah berupa data kategorik-


kategorik uji hipotesis pada 2 kelompok tidak berpasangan.27 Variabel independen
adalah hipertensi atau non hipertensi sedangkan variabel dependen adalah Sullivan
vessel score bernilai 1,2,3 sehingga tabel analisis yang digunakan berbentuk 2 x 3.
Oleh karena itu, uji yang digunakan adalah uji Chi Square. Setelah dianalisis,
ternyata hasil analisis tidak memenuhi syarat uji Chi Square, yaitu sel yang
mempunyai nilai expected kurang dari 5, maksimal 20% dari jumlah sel. Karena
dari analisis Chi Square pada penelitian ini ditemukan nilai expected kurang dari 5
mencapai 50%. Sehingga harus dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov.28

Tabel 4.6 Analisis Bivariat pada Pasien Penyakit Jantung Koroner


Sullivan Vessel Score

1 2 3 p-value

n % n % n %

Hipertensi 30 34,9% 30 34,9% 15 17,4%


Non 0,959
Hipertensi 4 4,7% 3 3,5% 4 4,7%

Total 34 39,5% 33 38,4% 19 22,1%

Dari tabel 4.4 di atas dapat dilihat persebaran data pasien hipertensi dan
non hipertensi terhadap Sullivan vessel score 1, 2, dan 3. Untuk pasien hipertensi
terdapat 30 orang dengan skor 1 (34,9%), 30 orang dengan skor 2 (34,9%), dan 15
orang dengan skor 3 (17,4%). Sedangkan untuk pasien non hipertensi terdapat 4
orang dengan skor 1 (4,7%), 3 orang dengan skor 2 (3,5%), 4 orang dengan skor 3
(4,7%).

Hasil dari uji Kolmogorov-Smirnov mendapatkan p-value sebesar 0,959.


Oleh karena p-value > 0,05 yang merupakan hasil tidak signifikan sehingga dapat
dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara hipertensi dengan keparahan
penyakit jantung koroner berdasarkan Sullivan vessel score pada pasien penyakit
jantung koroner.
39

4.4 Pembahasan

Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko pada penyakit jantung


koroner.5 Hipertensi dapat menyebabkan terjadinya aterosklerosis pada pembuluh
darah koroner melalui mekanisme seperti, memengaruhi gaya dari aliran darah,
fungsi endotel pembuluh koroner, permeabilitas dari dinding pembuluh darah,
sifat lekat dari trombosit, dan remodelling pembuluh darah.8 Aterosklerosis ini
kemudian akan menyebabkan stenosis pada pembuluh darah koroner yang
menyebabkan pasien mengalami gejala-gejala dari penyakit jantung koroner
contohnya angina pectoris7,8,10 Oleh karena itu pada penelitian ini ingin diketahui
apakah hipertensi dapat menjadi faktor prediktor dari keparahan penyakit jantung
koroner berdasarkan Sullivan vessel score yang mengelompokkan pembuluh
darah koroner dengan stenosis >70% menjadi skor 1, 2, dan 3.16

Namun pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan antara hipertensi


dengan keparahan dari penyakit jantung koroner.berdasarkan Sullivan vessel
score. Pada penelitian sebelumnya oleh Parsa dkk (2012), ditemukan hasil serupa
bahwa hipertensi tidak didapatkan hubungan dengan keparahan penyakit jantung
koroner. Penelitian tersebut menggunakan desain Case-Control dengan sampel
masing-masing 125 sehingga total sampel sebesar 250 pasien. Analisis antara
hipertensi dengan keparahan penyakit jantung koroner menggunakan Chi Square.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah dalam penelitian tersebut peneliti
memasukkan setiap pasien stenosis dengan stenosis >50%. Dan kelompok
keparahan penyakit jantung koroner dibagi dalam 2 kelompok, yaitu single-vessel
dan multi-vessel. Single-vessel apabila hanya 1 pembuluh darah koroner yang
mengalami stenosis bermakna, sedangkan multi-vessel apabila >1 pembuluh darah
koroner yang mengalami stenosis bermakna. Hasil penelitian Parsa ini serupa
dengan hasil penelitian dari Sposito dkk (2001).

Namun pada penelitian tersebut, peneliti juga membandingkan dengan


penelitian sebelumnya oleh Synkija dkk (2005) yang menemukan bahwa multi-
vessel lebih sering ditemukan pada pasien hipertensi dibandingkan dengan pasien
nonhipertensi (p < 0,0003). Hasil serupa juga didapatkan oleh Hong dkk (1991),
40

bahwa multi-vessel lebih sering ditemukan pada pasien hipertensi dibandingkan


pada pasien non hipertensi (p < 0,01).29

Hipertensi merupakan faktor risiko penting terjadinya penyakit jantung


koroner. Akan tetapi, jika dihubungkan dengan keparahan dari penyakit jantung
koroner, penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan hasil-hasil yang bervariasi
seperti yang sudah dijelaskan di atas. Faktor-faktor risiko lain menunjukkan
memiliki hubungan yang lebih besar dalam menilai keparahan dari penyakit
jantung koroner. Sebagai contoh pada penelitian Zhang dkk (2016) bahwa usia,
diabetes, hiperlipidemia, jenis kelamin laki-laki memiliki nilai keparahan penyakit
jantung koroner yang lebih besar dibandingkan hipertensi.8 Hal serupa juga
ditemukan pada penelitian Tomizawa dkk (2014) bahwa diabetes lebih berperan
dalam terjadinya keparahan pada penyakit jantung koroner dibandingkan
hipertensi.30 Oleh karena itu, dari hasil penelitian ini tidak didapatkan hubungan
antara hipertensi dengan keparahan penyakit jantung koroner berdasarkan Sullivan
vessel score.

4.5 Nilai Keislaman

Penyakit jantung sangat erat kaitannya dengan gaya hidup seseorang. Gaya
hidup orang yang berlebih-lebihan baik dalam hal pola diet dan aktivitas dapat
memicu terjadinya penyakit jantung. Seperti yang tertuliskan pada Q.S. Al Hadid
57 : 20 mengenai larangan untuk hidup berlebih-lebihan:

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan


suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta
berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-
tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan
kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada
azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan
dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”
41

4.6 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, di antaranya:

 Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif menggunakan


data rekam medis. Apabila data rekam medis tidak sesuai kriteria
inklusi penelitian maka data tersebut tidak dapat dijadikan sampel
penelitian.

 Sampel penelitian

Sampel yang didapatkan pada penelitian ini tidak mencukupi


berdasarkan perhitungan rumus minimal sampel. Selain itu proporsi
pasien hipertensi dan non hipertensi tidak seimbang.

 Waktu penelitian

Karena adanya keterbatasan waktu dalam melakukan penelitian maka


sampel yang didapatkan tidak mencukupi berdasarkan perhitungan
rumus minimal sampel.

 Asal populasi

Penelitian ini hanya mengambil sampel di satu rumah sakit

 Data yang tersedia

Karena keterbatasan dari data yang tersedia, maka pada penelitian ini
tidak dapat dibedakan antara pasien yang memiliki hipertensi derajat 1
ataupun memiliki hipertensi derajat 2 sehingga hanya dibedakan
antara pasien hipertensi dan non hipertensi. Kemungkinan pada
penelitian ini terjadi bias karena tidak dibedakan antara hipertensi
derajat 1 dan hipertensi derajat 2 (dose-response relationship).
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Pada penelitian ini, proporsi pasien penyakit jantung koroner yang


terdiagnosis stable angina pectoris sebanyak 36 orang (41,9%),
sedangkan pasien sindrom koroner akut sebanyak 50 orang (58,1%).

2. Pada penelitian ini, pasien penyakit jantung koroner dengan hipertensi


sebanyak 75 orang (87,2%) sedangkan yang non hipertensi sebanyak 11
orang (12,8%).

3. Pada penelitian ini, didapatkan persebaran data pasien hipertensi dan


non hipertensi tehadap Sullivan vessel score, yaitu pada pasien
hipertensi terdapat 30 orang dengan skor 1 (34,9%), 30 orang dengan
skor 2 (34,9%), dan 15 orang dengan skor 3 (17,4%). Sedangkan untuk
pasien non hipertensi terdapat 4 orang dengan skor 1 (4,7%), 3 orang
dengan skor 2 (3,5%), 4 orang dengan skor 3 (4,7%).

4. Pada penelitian ini, tidak didapatkan hubungan antara hipertensi dengan


keparahan penyakit jantung koroner berdasarkan Sullivan vessel score
pada pasien penyakit jantung koroner (p>0,05).

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan desain penelitian lain


yang memiliki proporsi antara pasien hipertensi dengan non hipertensi
yang seimbang.
2. Perlu dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar
sehingga hasil penelitian memiliki validitas tinggi.
3. Perlu dilakukan pengambilan data di lebih dari 1 rumah sakit sehingga
lebih dapat mewakili populasi dan mendapat sampel lebih banyak.
4. Perlu dilakukan penelitian faktor-faktor risiko lain selain hipertensi
terhadap keparahan penyakit jantung koroner.

42
43

5. Untuk penelitian dengan tema serupa di masa yang akan datang, dapat
digunakan skor lain yang dapat menilai keparahan penyakit jantung
koroner selain Sullivan vessel score, contohnya, Gensini score dan
Bogaty score.
6. Untuk penelitian dengan tema serupa, dapat dipisahkan antara pasien
dengan hipertensi derajat 1 dan hipertensi derajat 2 karena
diperkirakan terdapat proses yang berbeda dalam menyebabkan
terjadinya keparahan penyakit jantung koroner.
44

DAFTAR PUSTAKA

1. Mo-Sik Lee, Andreas J, Jing Li, Ryan L, Sinny D, et al. Comparison of


Time Trends of Cardiovascular Disease Risk Factors and Framingham
Risk Score Between Patients With and Without Acute Coronary Syndrome
Undergoing Percutaneous Intervention Over the Last 17 Years: From the
Mayo Clinic Percutaneous Coronary Intervention Registry. Clin Cardiol
2015; 38:747-756.
2. World Health Organization. Mortality and Global Health Estimates:
Causes of Death 2012. World Health Organization Global Health
Observatory Data Repository; 2016 [cited 2016 July 26]. Available from:
http://apps.who.int/gho/data/node.main.CODWORLD?lang=en.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia; 2013.
4. Dan LL, Dennis LK, Anthony SF, et al. Harrison‟s Principles of Internal
Medicine. 18th ed. United States: The McGraw-Hill Companies; 2012
5. Vinay Kumar, Ramzi S. Cotran, dan Stanley L. Robbins. Buku Ajar
Patologi Robbins edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007
6. Punit Ramrakha dan Jonathan Hill. Oxford Handbook of Cardiology 2nd
ed. New York: Oxford University Press; 2012.
7. Yang X, Huang H, Liu H, Zeng ZY, Zhang J. Computed Tomography
Imaging of Early Coronary Lesions in Stable Individuals with Multiple
Cardiovascular Risk Factors. Clinics. 2015;70(4):242-246.
8. Zhang JX, Dong HZ, Chen BW, Cong HL, Xu J. Characteristics of
Coronary Arterial Lesions in Patients with Coronary Heart Disease and
Hypertension. SpringerPlus. 2016;5:1208.
9. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus S, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
45

10. Oliveira JLM, Hirata MH, Sousa AG, Gabriel FS, Hirata TDC, Tavares
IDS, et al. Male Gender and Arterial Hypertension are Plaque Predictors at
Coronary Computed Tomography Angiography. Arq Bras Cardiol. 2015;
104(5):409-416.
11. Akanda MAK, Choudhury KN, Ali MZ, Kabir MK, Begum LN, Sayami
LA. Serum Creatinine and Blood Urea Nitrogen Levels an Patients with
Coronary Artery Disease. Cardiovasc. j. 2013; 5(2): 141-145.
12. Rosendorff C, Lackland DT, Allison M, Aronow WS, Black HR,
Blumenthal RS, et al. Treatment of Hypertension in Patients With
Coronary Artery Disease: A Scientific Statement From the American
Heart Association, American College of Cardiology, and American
Society of Hypertension. Hypertension. 2015;65:1372–1407.
13. Smith JN, Jenna MN, Megha BM, Emily MH, and Anthony JV. Diagnosis
and Management of Acute Coronary Syndrome: An Evidence Based
Update. J Am Board Fam Med 2015;28:283-293.
14. Lilly LS. Pathophysiology of Heart Disease: A Collaborative Project of
Medical Students and Faculty. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams
and Wilkins; 2011.
15. Mohammad AM, Jehangeer HI, Shaikhow SK. Prevalence and Risk
Factors of Premature Coronary Artery Disease in Patients Undergoing
Coronary Angiography in Kurdistan, Iraq. BMC Cardiovascular Disorders
2015;15:155.
16. Meutia F, Putranto JNE. Correlation Between Plasma Nitric Oxide Level
and Coronary Artery Stenosis Severity Based on Sullivan Scoring System
in Stable Angina Patients. FMI 2015;51:22-30.
17. Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2009.
18. Christensen HW, Haghfelt T, Vach W, Johansen A, Hoilund-Carlsen PF.
Observer Reproducibility and Validity of Systems for Clinical
Classification of Angina Pectoris: Comparison with Radionuclide Imaging
and Coronary Angiography. Clin Physiol Funct Imaging 2006;26:26–31.
46

19. Erbel R, Mahabadi AA, Kalsch H. The Coronary Calcium Score for Risk
Prediction. Car Med 2015;18(3):75–82
20. Puar THK, Mok Y, Debajyoti R, Khoo J, How CH, Ng AKH. Secondary
Hypertension in Adults. Singapore Med J 2016;57(5):228-232.
21. Grossman E, Messerli FH. Drug-induced Hypertension: An Unappreciated
Cause of Secondary Hypertension. The American Journal of Medicine
2012;125:14-22.
22. Bell K, Twiggs J, Olin BR, Hypertension: The Silent Killer: Updated JNC
8 Guideline Recommendations. 2015 [cited 2016 Oct 27]; Available from:
https://www.aparx.org/resource/resmgr/CEs/CE_Test_Hypertension.pdf
23. Dungana RR, Pandey AR, Bista B, Joshi S, Devkota S. Prevalence and
Associated Factors of Hypertension: A Community-Based Cross-Sectional
Study in Municipalities of Kathmandu, Nepal. Int J Hypertens. 2016;
2016:1-10.
24. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Himmelfarb CD, Handler
J, et al. 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High
Blood Pressure in Adults: Report from the Panel Members Appointed to
the Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA. 2014;311(5):507-
520.
25. Ellis H. Clinical Antomy: Applied Anatomy for Students and Junior
Doctors. 11th ed. Massachusetts: Blackwell Publishing; 2006. p. 33-34.
26. Uflacker R. Atlas of Vascular Anatomy: an Angiographic Approach. 2nd
ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
27. Sastroasmoro S. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 5.
Jakarta: Sagung Seto; 2014.
28. Dahlan MS. Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel Dalam
Penelitian Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika; 2010.
29. Parsa AZ, Ziai H, Haghighi L. The Impact of Cardiovascular Risk Factors
on the Site and Extent of Coronary Artery Disease. Cardiovasc J Afr 2012;
23: 197–199.
30. Tomizawa N, Nojo T, Inoh S, Nakamura S. Difference of Coronary Artery
Disease Severity, Extent and Plaque Characteristics Between Patients with
47

Hypertension, Diabetes Mellitus or Dyslipidemia. Int J Cardiovasc


Imaging 2015; 31: 205-212.
31. Fagard R, Mancia G, Narkiewicz K, Redon J, Zanchetti A, Bohm M, et al.
2013 ESH/ESC Guidelines for The Management of Arterial Hypertension.
Eur Heart J 2013;34:2159-219. \
32. Gaudino M, Niccoli G, Roberto M, Cammertoni F, Cosentino N, Falcion
E, et al. The Same Angiographic Factors Predict Venous and Arterial Graft
Patency. Medicine 2015;95(1):e2068.
48

Lampiran 1

Formulir Penelitian

Hipertensi Sebagai Faktor Prediktor Keparahan Penyakit Jantung Koroner


Berdasarkan Sullivan Vessel Score Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner

Data dasar

Nama

No Rekam Medis

Usia

Jenis Kelamin

Faktor risiko PJK Diabetes/hipertensi,


merokok/dislipidemia/obesitas

Riwayat penyakit lain

Riwayat Terapi

Diagnosis Stable Angina/ SKA

Pemeriksaan Laboratorium

Hemoglobin

Hematokrit

Leukosit

Trombosit

Ureum

Kreatinin

Sullivan vessel score 0/1/2/3


49

Lampiran 2

1. Hasil analisis data SPSS 22.0


a. Karakteristik sampel
50

(Lanjutan)
51

(Lanjutan)
52

(Lanjutan)
b. Analisis uji bivariat pada pasien stable angina pectoris
53

(Lanjutan)
c. Analisis uji bivariat pada pasien sindrom koroner akut
54

(Lanjutan)
d. Analisis uji bivariat pada pasien penyakit jantung koroner
55

Lampiran 3

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Danivan Fajari Ramandityo

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 15 Februari 1994

Agama : Islam

Alamat : Jalan Bambu Ampel blok G1, Komplek PAMINDA,


Pasar Minggu, Jakarta Selatan, DKI Jakarta

Monor Hp : 085692936794

Email : danivanramandityo@yahoo.com

Riwayat Pendidikan:

- SDI Al-Azhar 2 Pasar Minggu (2000-2006)


- SMP Negeri 115 Jakarta (2006-2009)
- SMA Negeri 8 Jakarta (2009-2012)
- PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2013-sekarang)

You might also like