You are on page 1of 89

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indikator kemampuan pelayanan kesehatan di suatu negara bisa dilihat

dari jumlah angka kematian ibu. Hal ini sesuai dengan sambutan yang di

sampaikan Menteri Kesehatan RI dalam gelaran Rapat Kerja Kesehatan

Nasional (Rakerkesnas) 2016 di Jakarta, bahwa pelaksanaan dari Millenium

Development Goals (MDGs) telah berakhir pada tahun 2015 dilanjutkan

Sustainable Development Goals (SDGs) hingga tahun 2030. Kesehatan dalam

SDGs diintegrasikan dalam satu tujuan yakni tujuan nomor 3, yaitu menjamin

kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua orang di

segala usia, dan upaya penurunan Angka Kematian Ibu (AKI). Sektor

kesehatan untuk SDGs sangat tergantung kepada peran aktif seluruh

pemangku kepentingan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah1.

Sebagai upaya menurunkan angka kematian ibu dan kematian bayi

maka dilakukan pelayanan/penanganan komplikasi kebidanan. Pelayanan/

penanganan komplikasi kebidanan adalah pelayanan kepada ibu hamil,

bersalin, atau nifas untuk memberikan perlindungan dan penanganan definitif

sesuai standar oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar

dan rujukan. Dalam hal ini frekuensi kunjungan ANC ibu hamil selama

kehamilan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kaitannya dengan

1
Kemenkes RI, Profil Kesehatan Indonesia 2015. Tersedia dalam www.dinkesjabarprov.go.id,
2016.
2

kesehatan dan keselamatan ibu dan bayi yang terdapat dalam kandungan2

(Kemenkes RI, 2015).

Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2015 Angka

Kematian Ibu (AKI) di dunia yaitu 289.000 jiwa. Amerika serikat yaitu 9.300

jiwa, Afrika Utara 179.000 jiwa, dan Asia Tenggara 16.000 jiwa. Angka

Kematian Ibu di negara-negara Asia yaitu Indonesia 214 per 100.000

kelahiran hidup, Filipina 170 per 100.000 Kelahiran hidup, Vietnam 160 per

100.000 kelahiran hidup Thailand 44 per kelahiran hidup, brunai 60 per

100.000 kelahiran hidup, dan Malaysia 39 per 100.000 kelahiran hidup. dan

setiap hari sekitar 800 perempuan meninggal akibat komplikasi kehamilan dan

persalinan3.

Angka Kematian Ibu di Indonesia termasuk tinggi diantara negara-

negara ASEAN. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia

(SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi sebesar 359

per 100.000 kelahiran hidup. Data ini merupakan acuan untuk mencapai target

AKI sesuai Sustainable Development Goals yaitu 70 per 100.000 kelahiran

hidup pada tahun 20304.

Berdasarkan data Kemenkes RI tahun 2016 diketahui jumlah kasus

kematian ibu pada tahun 2014 mencapai 5.048 kasus, tahun 2015 berkurang

menjadi 897 kasus dan data terakhir di tahun 2016 ada 4.834 kasus. Angka

Kematian Ibu (AKI) pada tahun 2015 mencapai 305 per 100 ribu KH, hal ini

masih jauh dari target MDGs tahun 2015 yaitu angka kematian ibu 102 per

2
Kemenkes RI, Profil Kesehatan Indonesia 2014. Tersedia dalam www.kemenkesri.go.id. 2015.
3
WHO. Trends In Maternal Mortality : 1990 to 2015. World Health Organizazion. Geneva. 2016.
4
Kemenkes RI, Profil Kesehatan Indonesia 2014. Tersedia dalam www.kemenkesri.go.id. 2015.
3

100 ribu kelahiran hidup. Target SDGs sampai tahun 2030 adalah mengurangi

angka kematian ibu hingga di bawah 70 per 100.000 kelahiran hidup.

Penyebab kematian ibu adalah perdarahan pada waktu nifas, eklampsia pada

waktu bersalin, infeksi, komplikasi puerpurium, trauma obstetrik, emboli

obstetrik, partus lama, aborsi dan lain-lain5.

Angka kematian ibu melahirkan disebabkan oleh beberapa faktor,

diantaranya karena perdarahan. Perdarahan adalah penyebab utama kematian

ibu di Indonesia yaitu 28%. Penyebab kedua ialah eklamsia 24% lalu infeksi

11% disusul dengan komplikasi masa purperium 8%, abortus 5%, partus

lama/macet 5%, emboli obstetri 3% dan faktor-faktor lainnya yang tidak

diketahui sebanyak 11%6.

Penyebab kematian ibu di Indonesia di dominasi oleh perdarahan,

hipertensi dalam kehamilan dan infeksi. Penyebab kematian ibu terdiri dari

penyebab langsung yaitu perdarahan, hipertensi, infeksi, dan lain-lain.

Penyebab tidak langsung yaitu budaya, pendidikan, masyarakat, pengetahuan,

lingkungan, kecukupan fasilitas kesehatan, sumber daya manusia, dan lain

sebagainya. Berbagai upaya penurunan AKI telah dilakukan oleh pemerintah

antara lain mengatasi faktor penyebab langsung, tidak langsung, dan faktor

resiko. Upaya ini dapat memberikan hasil yang maksimal bila di dukung

dengan peningkatan pelayanan antenatal care, yaitu dengan memberikan

pelayanan sekurang-kurangnya empat kali selama masa kehamilan7.

5
Profil Kesehatan Indonesia 2014. Tersedia dalam www.kemenkesri.go.id. 2015.
6
Khairini,
7
Profil Kesehatan Indonesia 2014. Tersedia dalam www.kemenkesri.go.id. 2015.
4

Angka kelahiran mencerminkan kebutuhan wanita akan perawatan

kesehatan. Kehamilan melibatkan perubahan fisik maupun emosional dari ibu

serta perubahan sosial didalam keluarga. Pada umumnya kehamilan

berkembang dengan normal dan menghasilkan kelahiran bayi sehat cukup

bulan melalui jalan lahir namun kadang-kadang tidak sesuai dengan yang

diharapkan. Sulit diketahui sebelumnya bahwa kehamilan akan menjadi

masalah, sistem penilaian resiko tidak dapat memprediksi apakah ibu hamil

akan bermasalah selama kehamilannya8.

Setiap ibu hamil seharusnya mendapat perawatan kehamilanya secara

baik, dengan cara memeriksakan kehamilanya, tetapi pada kenyataanya masih

banyak ibu hamil belum mengerti yang lebih dalam tentang ANC dan sebagian

yang hanya mengalami keluhan-keluhan saja. Hal tersebut dapat disebabkan

karena kurangnya pengetahuan ibu hamil dalam masa perawatan kehamilanya,

sehingga dapat menyebabkan bertambahnya angka kematian ibu dan angka

kematian bayi.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2015, hampir seluruh ibu hamil

di Indonesia (95,4%) sudah melakukan pemeriksaan kehamilan (K1) dan

frekuensi kehamilan minimal 4 kali selama masa kehamilannya adalah 83,5

%. Cakupan K1 ideal secara nasional adalah 81,6 % dengan cakupan terendah

di Papua (56,3%) dan tertinggi di Bali (90,3%). Cakupan K4 secara nasional

adalah 70,4 persen dengan cakupan terendah adalah Maluku (41,4%) dan

tertinggi di DI Yogyakarta (85,5%). Berdasarkan penjelasan terebut, selisih

dari cakupan K1 ideal dan K4 secara nasional memperlihatkan bahwa terdapat

12% dari ibu yang menerima K1 ideal tidak melanjutkan ANC sesuai standar
8
Sarwono, Ilmu Kebidanan. EGC. Jakarta. 2015: 89.
5

minimal (K4).Cakupan ANC menurut karakteristik menunjukkan bahwa

semakin muda umur, semakin tinggi pendidikan ibu, semakin tinggi kuintil

indeks kepemilikan dan tinggal di perkotaan, maka ibucenderung untuk

melakukan ANC. Cakupan K1 ideal menurut karakteristik memiliki pola yang

hampir sama dengan cakupan K19.

Dari cakupan ibu hamil diwilayah Dinas Kesehatan Kabupaten Buol pada

tahun 2016 dimana sasaran ibu hamil berjumlah 4.806 orang, dari jumlah

tersebut yang melakukan pemeriksaan kehamilan K-1 berjumlah 3.768 orang

(92,22%) dari target 100% dan K-4 sebanyak 2.837 orang (69.43%) dari

target 95%. Tahun 2017 sasaran ibu hamil sebanyak 4.108 orang, dari jumlah

tersebut yang melakukan pemeriksaan kehamilan K-1 sebanyak 3.898 orang (

94.8%) dari target 100% dan K-4 sebanyak 2.854 orang (69.5%) dari target

95%. Dapat dilihat dari data diatas nampak cakupan K-1 dan K4 belum

memenuhi target.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Momunu Kabupaten

Buol diperoleh jumlah sasaran ibu hamil pada tahun 2016 sebanyak 374

orang, dari jumlah tersebut yang melakukan pemeriksaan kehamilan K-1

berjumlah 376 orang (101%) dari target 100% dan K-4 sebanyak 310 orang

(82.9%) dari target 95%. Tahun 2017 sasaran ibu hamil sebanyak 440 orang,

dari jumlah tersebut yang melakukan pemeriksaan kehamilan K-1 sebanyak

440 orang (100%) dari target 100% dan K-4 sebanyak 286 orang (65.0%) dari

target 95%. Puskemas Momunu memiliki angka cakupan K-1 yang baik yaitu

100 % dan K-4 sebesar 65% berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan

bahwa selisi angka cakupan K-1 dan K-4 dari ibu yang menerima K-1 tetapi
9
Profil Kesehatan Indonesia 2015. Tersedia dalam www.kemenkesri.go.id. 2016.
6

tidak melanjutkan ANC sesuai dengan standar minimal (K-4) sebesar (35%)

selisih tersebut dapat menunjukkan bahwa masih adannya ibu hamil yang

tidak teratur dalam melakukan kunjungan ANC di Puskesmas Momunu

Kabupaten Buol. 10.

Motivasi merupakan salah satu faktor yang mendorong ibu hamil untuk

melakukan pemeriksaan kehamilan, motivasi muncul karena ada beberapa

faktor yang mempengaruhinya diantaranya adalah keaktifan kader, media

informasi, dan keterjangkauan fasilitas kesehatan. Semakin aktif kader dalam

memberikan penyuluhan atau pendidikan kesehatan, informasi yang diperoleh

ibu hamil mengenai kehamilan, dan jarak yang dekat ke fasilitas kesehatan

akan meningkatkan ibu hamil dan keluarga untuk melakukan pemeriksaan

kehamilan. Penelitian yang dilakukan oleh Ermaya Nery menjelaskan bahwa

koefisien korelasi antara varibel motivasi dengan keteraturan antenatal care

sebesar r = 0,639 dengan signifikansi (sig) sebesar 0,000 (signifikansi < 0,05),

artinya ada hubungan yang kuat postiif antara varibel motivasi dengan

keteraturan antenatal care. Dengan kata lain, semakin tinggi motivasi ibu dan

semakin baik persepsi ibu terhadap pelayanan, maka ibu semakin teratur

melakukan antenatal care11.

Keaktifan kader kesehatan merupakan salah satu faktor yang dapat

memberikan motivasi kepada ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan

kehamilan, keaktifan merupakan suatu perilaku yang bisa dilihat dari

keteraturan dan keterlibatan seseorang untuk aktif dalam kegiatan. Selain

10
Dinkes Kabupaten Buol. Data Laporan Tahunan Kesehatan. Sulawesi Tengah. 2017.
11
Nery Ermaya dkk. Pengaruh Motivasi Dan Persepsi Pelayanan Terhadap Keteraturan Antenatal
Care Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Ngemplak Simongan Kota Semarang Pada Tri Wulan I Tahun
2015. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal) Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: 2356-
3346)
7

keaktifan kader, faktor yang mempengaruhi terhadap motivasi ibu hamil

adalah media informasi. Informasi yang diperoleh baik yang dari pendidikan

formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek

(immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan

pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedian bermacam-macam media

massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tenang inovasi

baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti

televise, radio, surat kabar, majalah, penyuluhan dan lain-lain mempunyai

pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam

penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula

pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang.

Adanya informs baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif

baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadaphal tersebut. Penelitian yang

dilakukan oleh Ermaya Nery menjelaskan bahwa koefisien korelasi antara

varibel persepsi pelayanan dengan keteraturan antenatal care sebesar r = 0,852

dengan signifikansi (sig) sebesar 0,000 (signifikansi < 0,05), artinya ada

hubungan yang sangat kuat postiif antara varibel persepsi pelayanan dengan

keteraturan antenatal care. Dengan kata lain, semakin baik persepsi ibu

terhadap pelayanan, maka akan semakin tinggi pula tingkat keteraturan dalam

memeriksakan kehamilannya (antental care)12.

Keterjangkauan ke fasilitas merupakan faktor lain yang mempengaruhi

terhadap motivasi ibu hamil, Jarak yang dimaksud adalah ukuran jauh antara

rumah tempat tinggal ibu dengan tempat pelayanan posyandu dimana ada

kegiatan pelayanan kesehatan didalamnya. Hasil penelitian yang dilakukan


12
Ibid11
8

oleh Pekabanda Kartini menjelaskan bahwa ada hubungan kemudahan

mencapai puskesmas dengan pemanfaatan pelayanan K4 di Puskesmas

Waingapu. Salah satu faktor pendukung utilisasi pelayanan kesehatan

dipengaruhi oleh faktor kemudahan mencapai fasilitas kesehatan. Kemudahan

mencapai Puskesmas adalah seberapa mudah ibu hamil dalam menjangkau

Puskesmas. Kemudahan mencapai Puskesmas ini diukur dengan seberapa jauh

jarak rumah pasien dengan Puskesmas dan alat trasportasi yang digunakan

menuju Puskesmas13.

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang ” Hubungan Keaktifan

Kader, Media Informasi, dan Keterjangkauan Fasilitas Kesehatan Terhadap

Motivasi Ibu Hamil dalam Melakukan Kunjungan ANC di Puskesmas

Momunu Kabupaten Buol Sulawesi Tengah Tahun 2018”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan studi pendahuluan yang didapatkan dari Puskesmas Momunu

Kabupaten Buol diketahui bahwa masih banyak ibu hamil yang tidak

melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur. Hal ini disebabkan karena

kurangnya media informasi dan jauhnya fasilitas kesehatan sehingga ibu hamil

jarang melakukan pemeriksaan kehamilan di Puskesmas Momunu. Pada tahun

2017 diperoleh jumlah sasaran jumlah sasaran ibu hamil sebanyak 440 orang,

dari jumlah tersebut yamelakukan pemeriksaan kehamilan K-1 sebanyak 440

13
Kartini Pekabanda, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Pelayanan K4 Oleh
Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Sumba Timur Tahun 2016. Jurnal Manajemen
Kesehatan Indonesia.
9

orang, dan K-4 sebanyak 286 orang. Berdasarkan data tersebut dapat

disimpulkan selisi angka K-1 dan K-4 dari ibu yang menerima K-1 dan tidak

melanjutkan ANC sesuai standar minimal (K-4)| sebanyak 154 orang sehingga

membuat peneliti tertarik untik melakukan penelitian apakah ada hubungan

keaktifan kader, media informasi dan keterjangkauan fasiltas kesehatan

terhadap motivasi ibu hamil dalam kunjungan ANC di Puskesmas Momunu

Kabupaten Buol 2018.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka pertanyaan penelitiannya

adalah apakah ada hubungan keaktifan kader, media informasi, dan

keterjangkauan fasilitas kesehatan terhadap motivasi ibu hamil dalam

melakukan kunjungan ANC di Puskesmas Momunu Kabupaten Buol Sulawesi

Tengah Tahun 2018?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan keaktifan kader, media informasi, dan

keterjangkauan fasilitas kesehatan terhadap motivasi ibu hamil dalam

melakukan kunjungan ANC di Puskesmas Momunu Kabupaten Buol

Sulawesi Tengah Tahun 2018.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. mengetahuinya gambaran keaktifan kader, media informasi,

keterjangkauan fasilitas kesehatan, dan motivasi ibu hamil dalam


10

melakukan kunjungan ANC di Puskesmas Momunu Kabupaten

Buol Sulawesi Tengah Tahun 2018.

2. Mengetahui hubungan keaktifan kader terhadap motivasi ibu hamil

dalam melakukan kunjungan ANC di Puskesmas Momunu

Kabupaten Buol Sulawesi Tengah Tahun 2018

3. Mengetahui hubungan media informasi terhadap motivasi ibu

hamil dalam melakukan kunjungan ANC di Puskesmas Momunu

Kabupaten Buol Sulawesi Tengah Tahun 2018.

4. Mengetahui hubungan keterjangkauan fasilitas kesehatan terhadap

motivasi ibu hamil dalam melakukan kunjungan ANC di

Puskesmas Momunu Kabupaten Buol Sulawesi Tengah Tahun

2018.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dalam penelitian ini adalah hanya menginformasikan

terhadap teori yang sudah ada mengenai pengertian keaktifan kader,

media informasi, dan keterjangkauan ke fasilitas kesehatan, serta

motivasi dalam melaksanakan ANC, tetapi dalam penelitian ini tidak

dapat memberikan konstribusi konsep teori baru.

2. Manfaat Metodologi

Manfaat metodologi dalam penelitian ini adalah tidak menghasilkan

konsep metodologi baru, karena penelitian hanya difokuskan pada


11

hubungan keaktifan kader, media informasi, dan keterjangkauan fasilitas

kesehatan terhadap motivasi ibu hamil dalam melakukan kunjungan ANC

di Puskesmas Momunu Kabupaten Buol Sulawesi Tengah Tahun 2018.

3. Manfaat Praktis

Penelitian ini menambah imfomasi untuk Puskesmas Momunu Kabupaten

Buol tentang keaktifan kader, media informasi, dan keterjangkauan

fasulitas kesehatan terhadap motivasi ibu hamil dalam kunjugan ANC,

sehingga dapat berguna sebagai bahan evaluasi dalam mengembangkan

dan meningkatkan mutu pelayana kesehatan ibu.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Momunu Kabupaten Buol yang

bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keaktifan kader, media

informasi, dan keterjangkauan fasilitas kesehatan terhadap motivasi ibu hamil

dalam kunjungan ANC di Puskesmas Momunu Kabupaten Buol 2018,

penelitian ini dilakukan karena masi banyaknya ibu hamil yang tidak

melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur. Penelitian ini dilakukan

pada bulan Desember 2018 dengan responden dalam penelitian ini adalah

seluruh ibu hamil yang melakakukan kunjungan ANC di Puskesmas Momunu

Kabupaten Buol. jenis penelitian kuantitatif yang bersifat Deskriptif Analitik

dengan rancangan Cross sectional yang bertujuan untuk melihat hubungan

atau korelasi atau pengaruh antara dua variabel penelitian. Variabel dependen

(terkait) yang akan diteliti adalah motivasi dan variabel independen(bebas)


12

yang akan diteliti adalah keaktivan kader, media informasi dan

keterjangkauan fasilitas kesehatan. Data yang digunakan adalah data primer

dengan menggunakan kuesioner sebagai alat ukur. Data diolah dengan

menggunakan SPSS. Hasilnya meliputi analisis univariat dan analisis bivariat.


13

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Kehamilan

2.1.1 Pengertian

Kehamilan mulai dari konsepsi sampai lahirnya janin, lamanya hamil

normal adalah 280 hari (40 minggu) atau 9 bulan 7 hari dihitung dari hari

pertama haid terakhir14.

Kehamilan merupakan suatu proses yang alamiah dan

fisiologis. Setiap wanita yang memiliki organ reproduksi sehat yang telah

mengalami menstruasi dan melakukan hubungan seksual dengan seorang

pria yang organ reproduksinya sehat sangat besar kemungkinanya akan

mengalami kehamilan15.

2.1.2 Perubahan Fisik dan Psikis pada Ibu Hamil

Perubahan fisiologis wanita hamil menurut Yeni Kusmiyati adalah sebagai

berikut16 :

a. Perubahan pada sistem reproduksi yang meliputi:

1) Vagina dan vulva

Akibat hormone estrogen dan progesteron, vagina dan vulva

mengalami perubahan, terjadinya hipervaskularisasi

14
Saifuddin, 2014. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta:
Yayasan Bina Sarwono Prawirohardjo.
15
Mandriwati, 2017. Asuhan Kebidanan Antenatal: penununtun belajar”. Jakarta: EGC
16
Yeni Kusmiyati, 2016. Perawatan Ibu Hamil. Fitramaya. Yogyakarta.
14

mengakibatkan vagina dan vulva tampak lebih merah dan agak

kebiruan (lividae) atau chatwick.

2) Serviks

Konsistensi serviks menjadi lunak dan kelenjar-kelenjar di

serviks akan berfungsi lebih dan akan mengeluarkan sekresi lebih

banyak.

3) Uterus

Uterus akan membesar pada bulan-bulan pertama dibawah

pengaruh estrogen dan progesterone, pembesaran ini pada dasarnya

disebabkan oleh adanya : peningkatan vaskularisasi dan dilatasi

pembuluh darah, hyperplasia dan hipertropi, peningkatan desidua.

4) Ovarium

Pada permulaan kehamilan masih terdapat korpus luteum

graviditatum, korpus luteum graviditatum berdiameter kira-kira 3

cm. kemudian mengecil setelah plasenta terbentuk. Setelah usia

kehamilan 16 minggu plasenta terbentuk dan menggantikan fungsi

korpus luteum graviditatum.

5) Payudara/mamae

Pada kehamilan 12 minggu keatas dari puting susu dapat

keluar cairan berwarna putih agak jernih disebut colustrum.

Colustrum ini berasal dari asinus yang mulai bersekresi. Selama

trimester kedua dan ketiga, pertumbuhan kelenjar mammae

membuat ukuran payudara meningkat secara progresif.


15

6) Sistem endokrin

Perubahan besar pada sistem endokrin yang penting terjadi

untuk mempertahankan kehamilan, pertumbuhan normal janin dan

pemulihan pasca partum (nifas). Perubahan-perubahan hormonal

selama kehamilan terutama akibat produksi estrogen dan

progesterone plasenta dan juga hormon-hormon yang dikeluarkan

oleh janin.

7) Sistem kekebalan

Peningkatan PH sekresi vagina wanita hamil membuat

wanita tersebut rentan terhadap infeksi vagina. Sistem pertahanan

tubuh selama kehamilan akan tetap utuh, kadar immunoglobulin

dalam kehamilan tidak berubah. Immunoglobulin G atau IgG

merupakan komponen utama dari immunoglobulin janin di dalam

uterus dan neonatal dini.

b. Perubahan pada organ dan sistem lainnya :

1) Sistem Perkemihan

Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kencing

tertekan sehingga sering timbul kencing. Keadaan ini hilang

dengan tuanya kehamilan, bila uterus gravidus keluar dari rongga

panggul.

2) Sistem Pencernaan

Perubahan rasa tidak enak di ulu hati disebabkan karena

perubahan posisi lambung dan aliran balik asam lambung ke


16

esophagus bagian bawah. Produksi asam lambung menurun, sering

terjadi nausea dan muntah karena pengaruh HCG, tonus otot-otot

traktus digestivus menurun sehingga motilitas seluruh traktus

digestivus juga berkurang.

3) Sirkulasi darah

Sirkulasi darah ibu dalam kehamilan dipengaruhi oleh

adanya sirkulasi ke plasenta, uterus yang membesar dengan

pembuluh-pembuluh darah yang membesar pula, mamae dan alat

lain yang memang berfungsi berlebihan dalam kehamilan.

Perubahan rata-rata volume plasma maternal 20-100%.

4) Musculoskeletal

Akibat peningkatan kadar hormon estrogen dan

progesterone, terjadi relaksasi dari jaringan ikat, kartilago dan

ligamen juga meningkatkan jumlah cairan synovial. Bersamaan

dua keadaan tersebut meningkatkan fleksibilitas dan mobilitas

persendiaan. Keseimbangan kadar kalsium selama kehamilan

biasanya normal apabila asupan nutrisi khususnya produk susu

terpenuhi.

5) Kulit

Perubahan keseimbangan hormon dan peregangan, mekanis

menyebabkan timbulnya beberapa perubahan dalam sistem

integument selama masa kehamilan. Perubahan yang umum terjadi

adalah peningkatan ketebalan kulit dan lemak sub dermal,


17

hiperpigmentasi, pertumbuhan rambut dan kuku, percepatan

aktifitas kelenjar keringat dan kelenjar sebasea, peningkatan

sirkulasi dan aktifitas vasomotor. Jaringan elastis kulit mudah

pecah, menyebabkan strie gravidarum atau tanda regangan dan

respon alergi kulit meningkat.

6) Metabolisme

Pada wanita hamil basal metabolic rate (BMR) meninggi,

BMR meningkat hingga 15-20%. Yang umumnya terjadi pada

triwulan terakhir. Kalori yang dibutuhkan untuk itu diperoleh

terutama dari pembakaran hidrat arang, khususnya sesudah

kehamilan 20 minggu keatas. Akan tetapi bila dibutuhkan

dipakailah lemak ibu untuk mendapatkan kalori dalam pekerjaan

sehari-hari. Dalam keadaan biasa wanita cukup hemat dalam

pemakaian tenaganya.

7) Sistem Pernapasan

Adaptasi ventilasi dan struktural selama masa hamil

bertujuan menyediakan kebutuhan ibu dan janin. Kebutuhan

oksigen ibu meningkat sebagai respon terhadap percepatan laju

metabolik dan peningkatan kebutuhan oksigen jaringan uterus dan

payudara. Janin membutuhkan oksigen dan suatu cara untuk

membuang karbondioksida. Wanita hamil bernafas lebih dalam

tetapi frekuensi nafasnya hanya sedikit meningkat, peningkatan

volume tidal pernafasan yang berhubungan dengan frekuensi nafas


18

normal menyebabkan peningkatan volume nafas 1menit sekitar

26 %.

8) Sistem Persyarafan

Hanya sedikit diketahui tentang perubahan fungsi sistem

neurologi selama masa kehamilan, selain perubahan-perubahan

neurohormonal, hipotalamik-hipofisis. Perubahan fisiologik

spesifik akibat kehamilan dapat terjadi timbulnya gejala neurologis

dan neuromuscular.

9) Peningkatan berat badan

Seorang ibu yang sedang hamil mengalami kenaikan berat

badan sebanyak 10-12 kg. Pada trimester I kenaikan berat

badan mencapai 1kg, namun setelah mencapai trimester II

penambahan berat badan mencapai 3kg dan pada trimester III

mencapai 6kg. Kenaikan tersebut disebabkan adanya

pertumbuhan janin, plasenta dan air ketuban17.

2.2 Pemeriksaan Kehamilan (Antenatal Care)

2.2.1 Pengertian

Kunjungan pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu tahapan

penting menuju kehamilan yang sehat. Boleh dikatakan kunjungan

pemeriksaan kehamilan merupakan hal yang wajib dilakukan oleh para ibu

hamil. Kunjungan pemeriksaan kehamilan dapat dilakukan melalui dokter

kandungan atau bidan dengan minimal pemeriksaan 3 kali selama

17
Proverawati, 2014. Buku Ajar untuk Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika.
19

kehamilan yaitu pada usia kehamilan trimester pertama, trimester kedua

dan pada kehamilan trimester ke tiga, itupun jika kehamilan normal.

Namun ada baiknya kunjungan pemeriksaan kehamilan dilakukan sebulan

sekali hingga usia 6 bulan, sebulan dua kali pada usia 7 - 8 bulan dan

seminggu sekali ketika usia kandungan menginjak 9 bulan.

Kenapa kunjungan pemeriksaan kehamilan begitu penting yang

wajib dilakukan oleh para ibu hamil? karena dalam kunjungan

pemeriksaan tersebut dilakukan monitoring secara menyeluruh baik

mengenai kondisi ibu maupun janin yang sedang dikandungnya.

Dengan kunjungan pemeriksaan kehamilan kita dapat mengetahui

perkembangan kehamilan, tingkat kesehatan kandungan, kondisi janin, dan

bahkan penyakit atau kelainan pada kandungan yang diharapkan dapat

dilakukan penanganan secara dini.

2.2.2 Tujuan Pemeriksaan Kehamilan

Menurut Mansjoer, tujuan ANC adalah18:

a. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan

tumbuh kembang bayi.

b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial

ibu dan bayi.

c. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang

mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara

umum, kebidanan dan pembedahan.

18
Mansjoer, 2013. Kapita Selekta Kedokteran Cetakan Kelima. Jakarta: Media Aesculapius.
20

d. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat,

ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.

e. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian

ASI eksklusif.

f. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran

bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.

2.2.3 Standar Waktu Pemeriksaan ANC

Menurut Agung pemeriksaan kehamilan minimal dilakukan

sebanyak 4 kali yaitu19 :

Pemeriksaan kehamilan pertama yaitu pemeriksaan kehamilan saat

usia kehamilan antara 0-3 bulan. Memang biasanya ibu tidak menyadari

kehamilan saat awal masa kehamilan, tetapi sangat diharapkan agar

kunjungan pertama kehamilan dilakukan sebelum usia kehamilan < 12

minggu. Pemeriksaan kehamilan ini cukup dilakukan sekali dan mungkin

berlangsung 30-40 menit.

Pada pemeriksaan kehamilan trimester pertama kalinya anda akan

diperiksa :

a. Riwayat kesehatan anda, disini anda akan diajukan beberapa

pertanyaan untuk mengetahui adanya kelainan genetic, kondisi

kesehatan anda (adakah penyakit kronis), riwayat kehamilan

sebelumnya dan keadaan psikososial anda.

19
Agung, 2013. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Kesehatan. Jakarta: EGC.
21

b. Penentuan usia kehamilan sebenarnya. Hal ini bisa dilakukan dengan

USG transvaginal atau transabdominal sekalian memastikan adanya

janin dalam kandungan atau dengan menanyakan HPHT (hari pertama

haid terakhir) anda.

c. Pemeriksaan fisik secara umum misalnya tekanan darah, berat badan

dan pemeriksaan fisik lainnya.

d. Pemeriksaan dalam yaitu pemeriksaan vagina dan leher rahim anda.

e. Pemeriksaan laboratorium untuk kadar hemoglobin darah, urinalisis

(pemeriksaan urin), golongan darah dan rhesus, TORCH dan tes

hepatitis.

Bila terdapat kelainan atau komplikasi dalam pemeriksaan fisik dan

laboratorium maka sebaiknya dirujuk ke dokter spesialis kandungan. Bila

tidak terdapat kelainan maka pemeriksaan kehamilan tetap dapat dilakukan

di bidan atau puskesmas.

2.2.4 Pemantauan Antenatal

a. Frekuensi pelayanan Antenatal oleh Depkes RI ditetapkan 4 kali

kunjungan ibu hamil dalam pelayanan Antenatal, selama kehamilan

dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Satu kali pada trimester pertama (K1).

2) Satu kali pada trimester dua.

3) Dua kali pada trimester ketiga (K4).


22

Tabel 2.1 Distribusi Pemeriksaan kehamilan


Kunjungan Waktu Alasan
Trimester Sebelum 14 a. Mendeteksi masalah yang dapat ditangani
I minggu sebelum membahayakan jiwa
b. Mencegah masalah, misal: tetanus
neonatal, anemia, kebiasaan tradisional
yang berbahaya.
c. Membangun hubungan saling percaya.
d. Memulai kesiapan kelahiran dan kesiapan
menghadapi komplikasi.
e. Mendorong perilaku sehat (nutrisi,
kebersihan, olahraga, seks, dsb).
Trimester 14-28 Sama dengan trimester I ditambah
II minggu kewaspadaan khusus terhadap hipertensi
kehamilan (deteksi gejala preeklamsi, pantau
TD, evaluasi edema, proteinuria).
Trimester 28-36 a. Sama, ditambah: deteksi kehamilan ganda
III minggu b. Sama, ditambah: deteksi kelainan letak
Setelah 36 atau kondisi yang memerlukan persalinan
minggu di RS.

b. Pelayanan standar minimal termasuk “10T”20.

1) (Timbang) berat badan.

2) Ukur (Tekanan) darah.

3) Ukur (Tinggi) fundus uteri.

4) Pemberian imunisasi (Tetanus Toxoid).

5) Pemberian (Tablet zat besi), minimum 90 tablet selama kehamilan.

6) (Tes) terhadap penyakit menular sexual.

7) (Temu) wicara dalam rangka persiapan rujukan.

8) (Tentukan) presentasi janin dan hitung DJJ.

9) (Tetapkan) status gizi

10) (Tatalaksana) kasus.

20
Saefuddin, 2016. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan NeoNatel. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka
23

c. Memantau tumbuh kembang janin

Tabel 2.2 Pemantauan tumbuh kembang janin (nilai normal)

Usia Tinggi Fundus


Kehamilan Dalam cm Menggunakan petunjuk-
petunjuk badan
12 minggu - Teraba diatas simfisis pubis
16 minggu - Di tengah antara simfisis
pubis dan umbilicus
20 minggu 20 cm (± 2 cm) Pada umbilicus
22-27 Usia kehamilan dalam -
minggu minggu = cm (± 2 cm)
28 minggu 28 cm (± 2 cm) Di
tengah umbilikus danprosesus
simfoideus
29-35 Usia kehamilan dalam -
minggu minggu = cm (± 2 cm)
36 minggu 36 cm (± 2 cm) Pada prosesus simfoideus

d. Pemberian Imunisasi Tetanus Toxoid (TT)21.

Tabel 2.3 Jadwal Imunisasi Tetanus Toxoid (TT)

Antigen Interval Lama %


Perlindungan Perlindungan
TT 1 Pada kunjungan - -
ANC pertama
TT 2 4 minggu 3 tahun 80%
setelah TT 1
TT 3 6 bualan setelah 5 tahun 95%
TT 2
TT 4 1 tahun setelah 10 tahun 99%
TT 3
TT 5 1 tahun setelah 25 tahun 99%
TT 4 /seumur hidup

21
Saifuddin, 2016. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan NeoNatel. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka
24

2.2.5 Manfaat dari Pemeriksaan Kehamilan

Menurut Syakur beberapa manfaat pemeriksaan kehamilan22 :

a. Untuk mempertahankan kondisi fisik dan mental dari ibu

hamil. Seperti kita tahu bahwa seorang wanita yang sedang menjalani

masa kehamilan kondisi fisik dan mentalnya sangat tidak stabil. Hal

ini tentu saja berpengaruh terhadap kesehatan ibu dan bayi.

Pemeriksaan kehamilan bermanfaat untuk memonitor keadaan ibu dan

bayi sehingga jika terjadi suatu masalah segera bisa di tangani.

b. Untuk memantau kondisi ibu dan bayi supaya proses persalinannya

berjalan lancar.

c. Untuk mengetahui asupan gizi yang dibutuhkan oleh bayi agar semua

kebutuhan nutrisinya bisa tercukupi.

d. Untuk mendeteksi berbagai masalah yang berkaitan dengan masa

kehamilan yang sering muncul selama masa kehamilan. Berbagai

penyakit tersebut antara lain : Hipertensi, Diabetes, Anemia,

Kehamilan anggur, Plasenta previa, Infeksi dalam kehamilan dan

berbagai masalah lainnya.

22
Syakur, 2014. Analisis Faktorfaktor yang berhubungan dengan frekuensi kunjungan antenatal
care (ANC) di Puskesmas Lingga Kabupaten Kubu Raya Kalimatan Barat. Universitas
Tanjungpura.
25

2.2 Motivasi

2.2.1 Pengertian

Upaya peningkatan perilaku merupakan suatu proses yang bermula

dari perilaku yang tidak baik menuju kepada perilaku yang baik. Dalam

hal ini perlu diawali dengan adanya kesadaran yang selanjutnya didorong

supaya timbul motivasi untuk perbaikan. Motivasi menunjukkan kepada

suatu keadaan yang menyebabkan orang melakukan sesuatu.

Motivasi berasal dari bahasa latin yaitu moreve yang bermakna

dorongan dalam diri untuk bertindak (Notoatmodjo, 2010). Motivasi

terkait segala sesuatu dalam bentuk verbal, fisik, maupun psikologis yang

mengakibatkan individu melakukan sesuatu sebagai bentuk responnya

(Stevenson, 2001 dalam Sunaryo 2004). Pendapat serupa diungkapkan

Sarwono (2000) yang menyatakan motivasi merujuk pada proses gerakan,

dimulai pada situasi yang mendorong hingga tujuan timbulnya perilaku.

Motivasi melibatkan rangkaian tahapan, berawal kebutuhan yang

dirasakan (need) hingga timbul dorongan untuk mencapai (want) dan

usaha meraih tujuan yang berakhir dengan adanya kepuasan

(satisfaction) (Luthans, 1988 dalam Suarli dan Bahtiar, 2009.

Sejalan dengan pendapat Terry G dalam Notoatmodjo “motivasi

adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang

mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan23”.

23
Notoatmodjo, Soekidjo, 2015. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
26

Pendapat lain tentang motivasi dikemukakan oleh Hasibuan

“bahwa motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan

kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif

dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai

kepuasan24”.

Benhard Berelson dan Gary A. Stainer dalam Sinungan “bahwa

motivasi adalah keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang

memberikan energi, mendorong kegiatan atau gerakan dan mengarah atau

menyalurkan perilaku ke arah mencapai kebutuhan yang memberikan

kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan25”.

Motif adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang

menyebabkan orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna

mencapai suatu tujuan26. Sedangkan menurut Moekijat motif adalah semua

alat penggerak alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia

yang menyebabkan ia berbuat sesuatu. Dorongan atau motif itu ada dalam

diri sendiri, sedangkan upaya menggerakkan (motivasi) sering dilakukan

oleh pihak diluar dirinya27.

2.2.2 Tujuan – tujuan dari motivasi

Tujuan Motivasi menurut Hasibuan (2016 : 230) adalah untuk :

a. Meningkatkan moral

b. Meningkatkan produktivitas kerja

24
Hasibuan, Malayu, 2014. Manajemen Sumber Daya manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
25
Sinungan, 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
26
Notoatmodjo, Soekidjo, 2015. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
27
Moekijat, 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia, CV. Mandar Maju, Bandung.
27

c. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan.

d. Meningkatkan kedisiplinan

e. Mengefektifkan keadaan

f. Menciptakan suasana yang baik.

g. Meningkatkan loyalitas, kreatifitas dan partisipasi.

h. Meningkatkan tingkat kesejahteraan.

i. Mempertinggi rasa tanggung jawab dalam tugas-tugasnya.

j. Mendorong gairah dan semangat

2.2.3 Metode- Metode Motivasi

1. Motivasi langsung (direct motivation) adalah motivasi (material dan

non material) yang di berikan secara langsung kepada setiap individu

untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasannya yang sifatnya khusus

seperti : memberikan pujian, penghargaan, bonus dan piagam.

2. Motivasi tidak langsung (indirect motivation) adalah motivasi yang di

berikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta

menunjang gairah belajar atau kelancaran belajar, sehingga para siswa

betah dan bersemangat dalam belajar.

2.2.4 Teori-teori Motivasi

Abraham Maslow dalam Hasibuan, menyatakan bahwa terdapat

delapan kelompok kebutuhan utama manusia28, yaitu :

a. Kebutuhan dasar fisiologis yaitu kebutuhan yang perlu dipenuhi untuk

mempertahankan hidup seperti makan, minum, dan hal penting bagi

kehidupan.

28
Hasibuan, 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi, PT Bumi Aksara, Jakarta.
28

b. Kebutuhan rasa aman misalnya dalam wujud keinginan akan proteksi

terhadap bahaya fiskal, keinginan untuk mendapatkan kepastian

ekonomi dan keinginan akan dunia yang teratur serta yang dapat

diprediksi seperti kebutuhan perlindungan dari bahaya dan

perlindungan dari kehilangan kebutuhan fisiologis.

c. Kebutuhan bersosialisasi yaitu kebutuhan ingin berasosiasi dengan

orang lain seperti kebutuhan akan cinta, kasih sayang, dan diterima

oleh kelompok sosialnya.

d. Kebutuhan ego/penghargaan yaitu kebutuhan akan penghargaan diri

mencakup kebutuhan untuk mencapai kepercayaan diri, prestasi,

status, kompetensi dan pengakuan seperti kebutuhan untuk dihormati,

dihargai, memiliki prestasi, reputasi, dan status.

e. Kebutuhan beraktualisasi diri yaitu kebutuhan untuk merealisasi diri

berupa kebutuhan individu merealisasikan potensi yang ada pada

dirinya untuk mencapi pengembangan diri dan menjadi kreatif seperti

kebutuhan untuk mengembangkan potensi dan menunjukkan bahwa

dirinya mampu berbuat sesuatu sehingan dipercaya oleh orang lain.

f. Kebutuhan estetika (keindahan) yaitu kebutuhan akan keinginan untuk

mempercantik diri dan lingkungan tempat tinggal.

g. Kebutuhan akan perwujudan diri yaitu kebutuhan untuk menunjukkan

kemampuan diri seseorang dalam melakukan hal kegiatan atau

pekerjaannya, sehingga dapat dihargai, dihormati dan disegani dalam

menjalani kehidupan.

h. Kebutuhan akan transendensi (membantu orang lain mewujudkan

dirinya) yaitu kebutuhan yang ada pada seseorang untuk meminta


29

bantuan orang lain dalam mewujudkan keinginannya, sehingga

kebutuhan yang diharapkan dapat terwujud.

2.2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi

Adapun faktor yang memegang peranan penting dalam motivasi,

dijelaskan pada uraian berikut:

1. Faktor Internal

Taufik (2007) menguraikan faktor internal yang dapat mempengaruhi

motivasi meliputi kebutuhan, minat, dan harapan.

a. Kebutuhan

Kebutuhan sebagai suatu ketegangan dalam diri individu karena

ada hasrat untuk mencapai tujuan (Danim, 2004). Kesenjangan

antara harapan dan apa yang terjadi. Kebutuhan mencerminkan

kekurangan yang dialami individu pada waktu tertentu

(Ivancevich et al., 2008). Aplikasi yang terjadi ketika kekurangan

itu muncul, individu akan termotivasi melakukan manajemen.

Kondisi serupa diungkapkan Uno (2011) bahwa kebutuhan

mengakibatkan individu berusaha memenuhinya. Motivasi

muncul dan individu tergerak melakukan aktivitas (kegiatan)

karena ada faktor kebutuhan baik fisiologis, psikologis, atau

sosiologis (Taufik, 2007).

b. Minat

Minat adalah sesuatu yang bersifat pribadi dan terkait erat dengan

sikap (Arip et al., 2008). Greenleaf (dalam Arwina, 2011)

menyebutkan bahwa minat merupakan sumber motivasi yang kuat


30

dalam mengarahkan individu yang berhubungan aktif dengan

objek yang menurutnya menarik. Salah satu cara

menumbuhkan motivasi adalah memunculkan minat sebagai alat

komunikasi yang tepat dalam interaksi antar individu. Minat

tersebut timbul berdasarkan kesanggupan di bidang tertentu dan

mengarahkan individu berusaha produktif (Gunarsa, 1995 dalam

Arip et al., 2008). Hasil penelitian Arwina (2011) menunjukkan

minat memiliki korelasi positif dengan kinerja kader posyandu.

c. Harapan

Harapan sebagai suatu keinginan untuk dapat terwujud.

Taufik (2007) menjelaskan individu dimotivasi karena

keberhasilan dan adanya harapan keberhasilan yang bersifat

sebagai pemuasan pada diri individu, keberhasilan, peningkatan

harga diri ke arah pencapaian tujuan. Harapan dan cita-cita

sebagai salah satu indikator motivasi (Uno, 2011).

2. Faktor eksternal

Taufik (2007) mengklasifikasikan faktor eksternal yang dapat

mempengaruhi motivasi individu, terbagi atas lingkungan, baik

karena pengaruh sosial atau dorongan keluarga.

a. Lingkungan

Suarli dan Bahtiar (2009) menjelaskan faktor lingkungan

yang berperan dalam motivasi, meliputi komunikasi, potensi

pengembangan, kebijakan individual. Komunikasi organisasi


31

sebagai bagian penting dari situasi kerja yang memiliki

pengaruh signifikan pada timbulnya motivasi. Hubungan

personal yang buruk dapat diakibatkan oleh kepemimpinan

yang kurang memuaskan dan berdampak pada kondisi

kerja yang buruk. Dorongan disertai akomodasi yang

mengarah pada kebutuhan dapatmenguatkan motivasi. Studi

Djuhaeni et al. (2010) menjelaskan lingkungan sebagai faktor

motivator karena individu cenderung memperoleh kepuasan

melalui hubungan tersebut.

2.2.6 Indikator Motivasi

Indikator motivasi dalam penelitian ini adalah meliputi : kebutuhan

akan perasaan maju, kebutuhan akan perasaan diterima, kebutuhan akan

perasaan dihormati, kebutuhan akan perasaan ikut serta.

2.2.7 Cara Pengukuran Motivasi

Cara pengukuran motivasi dengan cara menyebarkan kuesioner

dengan bentuk pernyataan dengan menggunakan skala likert. Dalam

penelitian skala Likert, variabel yang bisa diukur dijabarkan menjadi

indikator jawaban seperti item instrument yang menggunakan skala Likert.

Skala Likert yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert

dengan pengukuran Sangat Setuju, Setuju, Ragu-ragu, Tidak Setuju, dan

Sangat Tidak Setuju, setiap jawaban diberi bobot berkisar antara 5-1, yang

disesuaikan dengan sifat pernyataan.


32

2.2.8 Sintesa Motivasi

Motivasi merupakan sebagai langkah awal seseorang melakukan

tindakan akibat kekurangan secara fisik dan psikis atau dengan kata lain

adalah suatu dorongan yang ditunjukkan untuk memenuhi tujuan tertentu.

2.3 Keaktifan Kader

2.3.1 Pengertian

Keaktifan menurut kamus umum bahasa Indonesia, aktif adalah

giat, rajin dalam berusaha atau bekerja. Keaktifan adalah kegiatan atau

kesibukan seseorang. Tingkat keaktifan yang dimaksud disini adalah

tingkat kegiatan kader atau kesibukan29.

Istilah keaktifan mempunyai arti sama dengan aktivitas yaitu

banyak sedikitnya orang yang menyatakan diri, menjelmakan perasaan-

perasaan dan pikiran-pikirannya dalam tindakan yang spontan. Selain itu,

keaktifan dapat berarti suatu kegiatan atau kesibukan30.

Keaktifan kader adalah keterlibatan kader didalam kegiatan

kemasyarakatan yang merupakan pencerminan akan usahanya untuk

memenuhi berbagai kebutuhan yang dirasakan dan pengabdian terhadap

pekerjaannya sebagai kader. Keaktifan kader Posyandu tersebut dari ada

atau tidaknya dilaksanakannya kegiatan-kegiatan Posyandu sebagai tugas

yang diembankan kepadanya. Kegiatan ini akan berjalan dengan baik jika

didukung dengan fasilitas yang memadai. Fasilitas yang disediakan

29
Alwi, 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi 4. Jakarta: Balai Pustaka.
30
Suryabrata, 2014. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pres.
33

hendaknya harus cukup dan sesuai dengan tugas dan fungsi yang

dilaksanakan serta tersedianya waktu, tempat yang tepat, sesuai dan layak

untuk menunjang Posyandu31.

Secara umum keaktifan kader posyandu adalah suatu frekuensi

keterlibat dan keikutsertaan kader dalam melaksanakan kegiatan posyandu

secara rutin setiap bulan, yaitu bila kader membantu melaksanakan seluruh

kegiatan di posyandu lebih dari 8 (delapan) kali dalam dua belas (12)

bulan atau sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan terakhir secara berturut-

turut32.

2.3.2 Peran Kader

Kementerian Kesehatan RI (2010) memaparkan tiga peran dari

kader secara umum, yaitu penggerakan masyarakat, penyuluhan, dan

pemantauan :

3. Pergerakan Masyarakat

Kader berperan menggerakkan masyarakat untuk memberi

pengaruh pada masyarakat dalam berperilaku sesuai harapan yang

diinginkan. Jenis upaya penggerakkan masyarakat yaitu:

d. Upaya perbaikan gizi keluarga

Direktorat Bina Gizi Masyarakat (2010) menjelaskan upaya

perbaikan gizi keluarga dapat dilakukan kader melalui

pendampingan dengan upaya Keluarga Sadar Gizi. Upaya

31
Kemenkes RI, 2015. Pedoman Kegiatan Kader di Posyandu. Jakarta: Depkes RI.
32
Kemenkes RI, 2015. Pedoman Kegiatan Kader di Posyandu. Jakarta: Depkes RI.
34

tersebut diharapkan adanya perilaku keluarga yang mendukung

perbaikan gizi. Kader menjadi teladan bagi masyarakat.

e. Pemanfaatan lahan pekarangan untuk penanaman tanaman obat.

f. Pelayanan di posyandu

Posyandu sebagai upaya kesehatan bersumber daya

masyarakat (UKBM) dan kepanjangan tangan puskesmas sebagai

focal point Primary Health Care (PHC) yang menjadi kontak

pertama individu, keluarga, masyarakat. Dengan sistem

pelayanan kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Upaya

pemberdayaan tersebut menjadi pusat kesehatan komunitas

dengan tujuan memelihara dan meningkatkan kesehatan dalam

rangka mewujudkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga.

Adapun pelayanan yang diberikan meliputi pelayanan minimal

dan tambahan. Penyelenggaraan dari posyandu berdasarkan

prinsip lima meja dan kader bertugas di meja 1 hingga meja 4.

Meja 5 dikelola oleh petugas kesehatan dari puskesmas. Adapun

prinsip penyelenggaran sistem lima meja yaitu:

1) Meja 1 berfungsi sebagai pendaftaran balita dan ibu hamil

2) Meja 2 berfungsi sebagai penimbangan balita

3) Meja 3 berfungsi sebagai pencatatan hasil penimbangan pada

KMS;
35

4) Meja 4 berfungsi sebagai penyuluhan perorangan berdasar

pada hasil penimbangan, memberi pelayanan gizi kepada ibu

balita dan ibu hamil

5) Meja 5 berfungsi pelayanan kesehatan dan KB

Pusat Promosi Kesehatan (2012) menjelaskan peran

kader posyandu meliputi:

1) Sebelum Hari Buka Posyandu

a) Kader melakukan persiapan penyelenggaraan kegiatan

posyandu

b) Kader menyebarluaskan informasi mengenai hari buka

posyandu melalui pertemuan warga setempat atau surat

edaran.

c) Kader melakukan pembagian tugas antar kader, seperti

pendaftaran, penimbangan, pencatatan, penyuluhan, dan

pemberian makanan tambahan, serta pelayanan yang

dapat dilakukan oleh kader

d) Kader melakukan koordinasi dengan petugas kesehatan

dan petugas lain terkait jenis pelayanan yang akan

diselenggarakan.

e) Kader menyiapkan bahan penyuluhan dan pemberian

makanan tambahan. Bahan penyuluhan disesuaikan

dengan permasalahan yang dihadapi orang tua dan


36

metode yang digunakan, seperti lembar balik konseling,

kaset/CD, KMS, buku KIA, sarana stimulasi balita.

f) Kader menyiapkan buku-buku catatan kegiatan

posyandu.

2) Saat Hari Buka Posyandu

a) Kader melakukan pendaftaran balita, ibu hamil, ibu

nifas, ibu menyusui, dan sasaran lainnya.

b) Kader melakukan pelayanan kesehatan ibu dan anak,

meliputi penimbangan, pengukuran tinggi badan, lingkar

kepala anak, pemantauan aktivitas anak, status imunisasi,

tindakan orang tua terhadap pola asuh pada anak,

permasalahan anak balita

c) Kader membimbing orang tua melakukan pencatatan

terhadap berbagai hasil pengukuran dan pemantauan

kondisi anak balita.

d) Kader melakukan penyuluhan tentang pola asuh balita

melalui layanan konsultasi, konseling, diskusi kelompok,

dan demonstrasi dengan orang tua atau keluarga balita.

e) Kader memotivasi orang tua balita agar melakukan pola

asuh yang baik pada balita melalui penerapan asih, asah,

dan asuh.
37

f) Kader menyampaikan penghargaan kepada orang tua

yang datang ke posyandu dan mengajak datang pada

pelayanan selanjutnya.

g) Kader menyampaikan informasi pada orang tua untuk

menghubungi kader jika ada permasalahan pada anak

balita.

h) Kader melakukan pencatatan kegiatan yang telah

dilakukan pada hari buka posyandu.

3) Sesudah Hari Buka Posyandu

a) Kader melakukan kunjungan rumah pada balita yang tidak

hadir ke posyandu, anak kurang gizi atau gizi buruk rawat

jalan.

b) Kader memotivasi masyarakat, misalnya memanfaatkan

pekarangan dalam meningkatkan gizi keluarga dan

tanaman obat keluarga, taman bermain anak, penyuluhan

perilaku hidup bersih dan sehat.

c) Kader melakukan pertemuan dengan tokoh masyarakat

setempat untuk menyampaikan hasil kegiatan posyandu

dan mengusulkan adanya dukungan terhadap posyandu.

d) Kader menyelenggarakan pertemuan, diskusi dengan

masyarakat untuk membahas kegiatan posyandu sebagai

rencana tindak lanjut.


38

e) Kader mempelajari Sistem Informasi Posyandu (SIP)

sebagai pencatatan data atau informasi pelayanan yang

diselenggarakan di posyandu untuk panduan bagi kader

memahami permasalahan yang ada guna mengembangkan

kegiatan yang tepat sesuai kebutuhan.

4. Penyuluhan

Teknis penyuluhan yang dapat dilakukan oleh kader, baik secara

perorangan ataupun kelompok adalah:

b. Penyuluhan perorangan atau tatap muka

Penyuluhan perorangan dapat dilakukan di posyandu ataupun

kunjungan rumah. Media yang digunakan berupa buku KIA,

lembar balik, atau contoh makanan.

c. Penyuluhan kelompok

Penyuluhan kelompok merupakan penyuluhan yang dilakukan

pada sasaran kelompok masyarakat. Kegiatan dimulai dengan

penjelasan materi oleh kader dan dilanjutkan tanya jawab.

d. Penyuluhan disertai peragaan

Kegiatan tersebut dilakukan kader bersama petugas untuk

memberikan penyuluhan disertai peragaan seperti demonstrasi

pembuatan makananan atau persiapan makanan pendamping ASI

(MP ASI).

5. Pemantauan

Kegiatan pemantauan yang dapat dilakukan oleh kader berupa:


39

a. Kunjungan rumah

Kunjungan rumah dilakukan saat kegiatan posyandu berakhir.

Rumah yang hendak dikunjungi ditentukan bersama. Adapun

individu yang menjadi sasaran kunjungan rumah yaitu:

1) Ibu yang balitanya tidak hadir ke posyandu selama dua bulan

berturut- turut.

2) Ibu yang balitanya belum mendapatkan vitamin A

3) Ibu yang balitanya dikirim ke puskesmas pada bulan lalu

karena:

a) Selama dua bulan berturut-turut berat badannya tidak

naik

b) Berat badannya di bawah garis merah

c) Sakit

d) Balita kegemukan

e) Ibu hamil yang tidak menghadiri kegiatan posyandu

selama dua bulan berturut-turut

f) Ibu hamil yang dikirim ke puskesmas bulan lalu

g) Ibu hamil dan ibu menyusui yang belum mendapat kapsul

yodium

h) Rumah tidak layak huni.

b. Pemeriksaan jentik

Pemeriksaan jentik dilakukan oleh kader dengan mengunjungi

rumah ke rumah (door to door).


40

2.3.3 Faktor yang Berhubungan Keaktifan Kader

Menurut Nurfitriani keaktifan kader dalam kegiatan Posyandu akan

meningkatkan keterampilan karena dengan selalu hadir dalam kegiatan,

kader akan mendapat tambahan keterampilan dari pembinaan petugas

maupun belajar dari teman sekerjanya33. Faktor yang berhubungan dengan

keaktifan kader adalah :

1. Umur

Umur mempunyai kaitan erat dengan tingkat kedewasaan seseorang

yang berarti kedewasaan teknis dalam arti keterampilan melaksanakan

tugas maupun kedewasaan psikologis. Dikaitkan dengan tingkat

kedewasaan teknis, anggapan yang berlaku ialah bahwa makin lama

seseorang bekerja, kedewasaan teknisnya pun mestinya meningkat.

Pengalaman seseorang melaksanakan tugas tertentu secara terus

menerus untuk waktu yang lama meningkatkan kedewasaan teknisnya.

Berkaitan dengan peran serta kader maka dengan umur yang semakin

bertambah, produktivitas dan peran serta kader akan cenderung

meningkat. Dengan asumsi bahwa tingkat kedewasaan teknis dan

psikologis seseorang dapat dilihat bahwa semakin tua umur seseorang

akan semakin terampil dalam melaksanakan tugas, semakin kecil

tingkat kesalahannya dalam melaksanakan pekerjaannya Hal itu terjadi

karena salah satu faktor kelebihan manusia dari makhluk lainnya

33
Nurfitriani, 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keaktifan Kader Posyandu Di Puskesmas
Tanete Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba. Makassar: Universitas Islam Negeri
Alauddin.
41

adalah kemampuan belajar dari pengalaman, terutama pengalaman

yang berakhir pada kesalahan. Umur adalah usia ibu yang menjadi

indikator dalam kedewasaan dalam setiap pengambilan keputusan

untuk melakukan sesuatu yang mengacu pada setiap pengalamannya.

Karakteristik pada kader Posyandu berdasarkan umur sangat

berpengaruh terhadap keaktifan seorang kader Posyandu dalam

memanfaatkan kegiatan di Posyandu, dimana semakin tua umur

seorang kader Posyandu maka kesiapan kader Posyandu dalam

memanfaatkan Posyandu khususnya dalam pemanfaatan meja

penyuluhan dapat berjalan dengan baik, lebih berpengalaman, karena

umur seseorang sedemikian besarnya akan mempengaruhi kinerja,

karena semakin lanjut umurnya, maka semakin lebih bertanggung

jawab.

c. Pendidikan

Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan. Untuk

mempengaruhi orang lain, baik individu atau masyarakat sehingga

dapat melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Tingkat

pendidikan yang cukup merupakan dasar pengembangan wawasan

serta sarana untuk memudahkan seseorang untuk menerima

pengetahuan, sikap, dan perilaku baru. Jalur pendidikan formal akan

membekali sesorang dengan dasar-dasar pengetahuan, teori dan logika,

pengetahuan umum, kemampuan analisis serta pengembangan

kepribadian. H.L. Blum menjelaskan bahwa pendidikan merupakan


42

suatu proses dengan tujuan utama menghasilkan perubahan perilaku

manusia yang secara operasional tujuannya dibedakan menjadi 3 aspek

yaitu: pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan aspek keterampilan

(psikomotor). Pendidikan yang tinggi seseorang akan lebih mudah

memahami tentang suatu informasi.

Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang

menyerap dan memahami suatu pengetahuan tentang posyandu dengan

baik sesuai dengan yang mereka peroleh. Dari kepentingan keluarga

pendidikan itu sendiri amat diperlukan seseorang lebih tanggap dengan

manfaat Posyandu khususnya dalam pemanfaatan meja penyuluhan.

Tingkat rendahnya pendidikan erat kaitannya dengan tingkat

pengertian tentang pemanfaatan meja penyuluhan, kesadarannya

terhadap program Posyandu yang dilakukan bagi keluarga,

masyarakat. Tingkat pendidikan turut pula menentukan rendah

tidaknya seseorang menyerap dan memakai pengetahuan khususnya

tentang pemanfaatan meja penyuluhan. Tingkat pendidikan kader

kesehatan yang rendah mempengaruhi penerimaan informasi sehingga

pengetahuan tentang pemanfaatan meja penyuluhan menjadi terhambat

atau terbatas.

d. Pekerjaan

Banyak ibu-ibu bekerja mencari nafkah, baik untuk kepentingan

sendiri maupun keluarga. Faktor bekerja saja nampak berpengaruh


43

pada peran kader kesehatan sebagai timbulnya suatu masalah pada

pemanfaatan meja penyuluhan, karena kader mencari nafkah untuk

memenuhi kebutuhan yang belum cukup, yang berdampak pada tidak

adanya waktu para kader untuk aktif pada pemanfaatan meja

penyuluhan, serta tidak ada waktu kader mencari informasi karena

kesibukan kader dalam bekerja. Kondisi kerja yang menonjol sebagai

faktor yang mempengaruhi pemanfaatan meja penyuluhan.

e. Pelatihan

Pelatihan merupakan suatu upaya sistematis untuk mengembangkan

sumber daya manusia baik perorangan, kelompok, dan juga

kemampuan keorganisasian yang diperlukan untuk mengurus tugas

dan keadaan sekarang, juga untuk memasuki masa depan. Dengan

pelatihan kader Posyandu akan menambah pengetahuan dan

keterampilan yang lebih meningkat dan dapat lebih aktif dalam

melakukan pendeteksian terhadap ibu hamil resiko tinggi dan

mengenal lebih awal tanda-tanda balita kurang gizi serta dapat

memahami cara pengisian buku KIA, KMS dan pembuatan grafik

SKDN sehingga dapat lebih aktif memberikan penyuluhan kepada ibu-

ibu Balita yang mempunyai masalah kesehatan dan berfokus pada

upaya meningkatkan kapasitas kader Posyandu dalam hal memberikan

penyuluhan tentang perilaku hidup bersih dan sehat kepada

masyarakat, serta penyakit-penyakit yang sering terjadi di masyarakat.

Pelatihan para kader Posyandu diadakan dua kali dalam setahun.


44

Namun tidak semua kader Posyandu memiliki kesempatan untuk

mengikuti pelatihan. Satu Posyandu hanya mengirimkan satu kader

untuk disertakan mengikuti pelatihan. Tidak menutupi kemungkinan

ada lima kader Posyandu dari Posyandu yang sama untuk diikutkan

dalam pelatihan. Berdasarkan kebijakan pemerintah, tidak dijumpai

kriteria khusus untuk dapat mengikuti pelatihan. Oleh sebab itu,

terdapat kader Posyandu yang telah mengikuti pelatihan lebih dari lima

kali

f. Pengetahuan

Pengetahuan kader tentang Posyandu merupakan salah satu faktor

yang dapat mempengaruhi keaktifan kader. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku

seseorang. Pengetahuan kader tentang manajemen Posyandu sangat

penting dimiliki kader Posyandu. Pengetahuan kader tentang

manajemen Posyandu akan berpengaruh terhadap kemauan, motivasi

dan perilaku kader untuk mengaktifkan kegiatan Posyandu, sehingga

akan mempengaruhi terlaksananya program kerja Posyandu. Kegiatan

Posyandu yang didasari oleh pengetahuan kader akan mendapat hasil

kinerja yang maksimal. Kader yang sudah mengetahui manajemen

Posyandu akan lebih aktif dan menguasai tugasnya dalam menjalankan

Posyandu. Pengetahuan kader tentang Posyandu akan berpengaruh

terhadap kemauan dan perilaku kader untuk mengaktifkan kegiatan

Posyandu, sehingga akan mempengaruhi terlaksananya program kerja


45

Posyandu. Perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng

dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan

g. Sikap

Sikap adalah reaksi tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau

objek, sikap mengambarkan suka atau tidak sukanya seseorang

terhadap objek, sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri

maupun dari orang lain. Seorang kader kesehatan yang mempunyai

sikap yang utuh akan berpikir dan yakin dalam bertindak dan ikut serta

untuk aktif memberikan motivasi kepada sasaran dan kegiatan

Posyandu. Sikap seseorang kader sangat mempengaruhi keberhasilan

kader tersebut dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sangat

mendukung, karena dengan adanya respon dari kader maka Posyandu

di desa akan bertambah lancar dan seorang kader kesehatan yang

mempunyai sikap yang utuh akan berpikir dan yakin dalam bertindak

dan ikut serta untuk aktif memberikan motivasi kepada sasaran dan

kegiatan Posyandu untuk meningkatkan kepedulian masyarakat dan

keaktifan masyarakat terhadap kader Posyandu. Sikap positif kader

ditunjukkan dengan kader melakukan kegiatan Posyandu dengan suka

rela, tidak membedakan status sosial dan mendengar keluhan ibu yang

berkunjung ke Posyandu.

h. Dukungan Keluarga

Dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik

moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut melaksanakan


46

kegiatan. Dukungan dapat timbul dari berbagai macam pihak seperti

dukungan dari keluarga, teman sejawat maupun dukungan dari

pemberi kebijakan. Tetapi dukungan keluarga merupakan dukungan

yang paling terdekat dan diharapkan paling memberikan motivasi yang

kuat bagi kerja seorang kader. Dukungan keluarga adalah sikap,

tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota

keluarga dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam

lingkungan keluarga. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang

bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan

jika diperlukan.

2.3.4 Tugas dan fungsi kader kesehatan

Kegiatan kader akan ditentukan, mengingat bahwa pada umumnya

kader bukanlah tenaga propesional melainkan hanya membantu dalam

pelayanan kesehatan. Dalam hal ini perlu adanya batasan tugas yang di

emban, baik menyangkut jumlah maupun jenis pelayanan. Tugas-tugas

kader meliputi pelayanan kesehatan dan pembangunan masyarakat,

tetapi hanya terbatas pada bidang-bidang atau tugas-tugas yang perna di

ajarkan kepada mereka. Mereka harus benar-benar menyadari tentang

keterbatasan yang mereka miliki. Mereka tidak diharapkan mampu

menyelesaikan semua masalah yang di hadapinya. Namun, mereka

diharapkan mampu dalam menyelesaikan masalah umum yang terjadi

di masyarakat dan mendesak untuk diselesaikan. Perlu ditekakan bahwa

para kader kesehatan masyarakat itu tidak bekerja dalam sistem


47

tertutup, tetapi mereka bekerja dan perperan sebagai seorang pelaku

sistem kesehatan. Oleh karena itu, mereka harus di bina, di tuntun, serta

di dukung oleh pembinaan yang terampil dan berpengalaman.34

Peran dan fungsi kader sebagai pelaku penggerakan masyarakat dapat

di jelaskan dengan beberapa fungsi di bawah ini :

a. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

b. Pengamanan terhadap masalah kesehatan di desa.

c. Upaya penyehatan lingkungan

d. Peningkatan kesehatan, ibu, bayi dan balita.

e. Pemasyarakatan Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)35

Di samping fungsi tersebut diatas, kader kesehatan untuk

berkolaborasi dengan tenaga kesehatan profesional untuk mengurangi

angka kematian dan kesakitan ibu dan bayi, hal ini terkait dengan bidan

haruslah dapat bekerja sama dengan masyarakat. Pembinaan kader yang

dilakukan bidan yang berisih tentang peran kader dalam deteksi dini

tanda bahaya dalam kehamilan meliputi resiko ibu hamil diantaranya:

a. Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.

b. Anak lebih dari empat

c. Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang dari 2

tahun.

d. Tinggi badan kurang dari 145 CM

34
SYAFRUDIN & Hamida. Kebidanan Komunitas, Jakarta,EGC,2009
35
Meilani, Niken Dkk. Kebidanan Komunitas Yogyakarta:Fitramaya,2009
48

e. Berat badan kurang dari 38 Kg atau lingkat lengan kurang dari 23,5

Cm

f. Kelainan bentuk tubuh, misalnya kelainan tulang belakang atau

panggul.

g. Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya atau sebelum

kehamilan ini

h. Sedang atau perna menderita penyakit kronis, antara lain : tuber

culosis, kelainan jantung-ginjal-hati, psikosis, kelianan endokrin

(Diabetes Militus, sistemik lupus dan lain-lain) tumor dan

keganasan

i. Rimayat kehamilan buruk : keguguran berulang, kehamilan ektopik

terganggu, ketuban pecah dini dan lain-lain.

j. Rimayat persalinan beresiko : persalinan dengan seksio cesaria,

ekstrasi vakum/forcep

k. Riwayat nifas beresiko : perdarahan paska partum, infeksi masa

nifas spikosis post partum

l. Riwayat keluarga menderita penyakit kincing manis, hipertensi dan

riwayat cacat congngenital.

m. Perdarahan lewat jalan lahir (hamil muda dan tua).

n. Bengka di kaki, tangan, wajah, atau sakit kepala kadang disertai

kejangq

o. Demam tinggi lebih dari dua hari

p. Keluar cairan berbau dari jalan lahir


49

q. Bayi dalam kandungan gerakannya berkurang atau tidak bergerak

r. Ibu muntah terus dan tidak mau makan.

s. Payudara bengka kemerahan disertai rasa sakit

t. Mengalami gangguan jiwa.

2.3.5 Indikator Keaktifan Kader

Keaktifan kader kesehatan dapat diasumsikan bahwa kader

kesehatan yang aktif melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan

wewenang dan tanggung jawabnya, maka kader kesehatan tersebut

termasuk dalam kategori yang aktif. Namun, apabila kader kesehatan tidak

mampu melaksanakan tugasnya maka mereka tergolong yang tidak aktif.

Keaktifan merupakan perilaku yang ditunjukkan oleh kader dalam

membantu masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan. Perilaku

kesehatan terbentuk dari suatu proses tertentu yang terbentuk akibat

interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Faktor-faktor yang

berperan dalam pembentukan perilaku ini dibagi menjadi faktor internal

dan eksternal. Faktor internal berupa kecerdasan, motivasi, minat, emosi,

dan faktor lainnya yang digunakan untuk mengolah pengaruh-pengaruh

dari luar. Sedangkan faktor eksternal diantaranya adalah objek, orang,

kelompok, dan hasil-hasil kebudayaan yang dijadikan sasaran dalam

mewujudkan perilakunya.

2.3.6 Cara Pengukuran Keaktifan Kader

Cara pengukuran keaktifan kader dengan cara menyebarkan kuesioner

dengan bentuk pernyataan dengan menggunakan skala likert. Dalam


50

penelitian skala Likert, variabel yang bisa diukur dijabarkan menjadi

indikator jawaban seperti item instrument yang menggunakan skala Likert.

Skala Likert yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert

dengan pengukuran Sangat Setuju, Setuju, Ragu-ragu, Tidak Setuju, dan

Sangat Tidak Setuju, setiap jawaban diberi bobot berkisar antara 5-1, yang

disesuaikan dengan sifat pernyataan.

2.3.7 Sintesa Keaktifan Kader

Keaktifan mempunyai arti sama dengan aktivitas yaitu banyak sedikitnya

orang yang menyatakan diri, menjelmakan perasaanperasaan dan pikiran-

pikirannya dalam tindakan yang spontan. Selain itu, keaktifan dapat berarti

suatu kegiatan atau kesibukan. Keaktifan kader adalah keterlibatan kader

didalam kegiatan kemasyarakatan yang merupakan pencerminan akan

usahanya untuk memenuhi berbagai kebutuhan yang dirasakan dan

pengabdian terhadap pekerjaannya sebagai kader. Keaktifan kader

Posyandu tersebut dari ada atau tidaknya dilaksanakannya kegiatan-

kegiatan Posyandu sebagai tugas yang diembankan kepadanya. Kegiatan

ini akan berjalan dengan baik jika didukung dengan fasilitas yang

memadai. Fasilitas yang disediakan hendaknya harus cukup dan sesuai

dengan tugas dan fungsi yang dilaksanakan serta tersedianya waktu,

tempat yang tepat, sesuai dan layak untuk menunjang Posyandu.


51

2.4 Media Informasi

2.4.1 Pengertian

Media merupakan alat perantara untuk menyampaikan pesan dari

seseorang kepada orang lain agar dapat dengan mudah memahami apa

yang disampaikannya. Gagne dalam Solihatin dan Raharjo mengartikan

media sebagai jenis komponen dalam lingkungan yang dapat merangsang

mereka untuk mempelajari sesuatu36. Senada dengan itu, Djamarah dan

Zain menyatakan bahwa media adalah alat bantu apa saja yang dapat

dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran37.

Ibrahim dan Syaodih mengartikan bahwa media adalah sesuatu yang dapat

digunakan untuk menyalurkan pesan atau isi, merangsang pikiran,

perasaan perhatian dan kemampuan38. Senada dengan hal tersebut

Sadiman, dkk menyatakan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat

digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim kepenerima sehingga

dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian

siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi39.

Media informasi menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari

masyarakat saat ini, dimana kebutuhan dalam menyalurkan atau menerima

informasi masih terjadi di berbagai kalangan. Media informasi mencakup

semua lapisan masyarakat dalam menyalurkan berbagai macam informasi

yang dituangkan dengan cara tertentu untuk memenuhi tujuan yang

36
Solihatin dan Raharjo, 2014. Cooprative Learning: Analisis Model Pembelajaran IPS. Jakarta:
Bumi Aksara.
37
Djamarah dan Zain, 2013. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.
38
Ibrahim dan Syaodih, 2013.
39
Sadiman, dkk., 2015. Media Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
52

diinginkan. Informasi mengandung pesan-pesan yang nyata untuk

menjawab suatu permasalahan yang terjadi dilingkungan masyarakat.

Media massa adalah media komunikasi dan informasi yang

melakukan penyebaran informasi secara massal dan dapat diakses

masyarakat secara massal pula. Informasi massa adalah informasi yang

diperuntukkan kepada masyarakat secara massal, bukan informasi yang

hanya boleh dikonsumi oleh pribadi40

Dari beberapa definisi para ahli tersebut, peneliti menyimpulkan

bahwa media merupakan alat berupa benda apa saja yang dapat digunakan

sebagai perantara dan penyalur pesan/informasi untuk membantu

seseorang dalam tujuan tertentu.

Menurut McQuail dalam bukunya Mass Communication Theoris,

ada enam perspektif dalam hal melihat peran media.

a. Melihat media massa sebagai window on event and experience, media

dipandang sebagai jendela yang memungkinkan khalayak melihat apa

yang sedang terjadi diluar sana atau media merupakan sarana belajar

untuk mengetahui berbagai peristiwa.

b. Media juga sering dianggap sebagai a mirror of event in society and

the world, implying a faithful relection. Cermin berbagai peristiwa

yang ada dimasyarakat dan dunia yang merefleksikan apa adanya

karena para pengolah media sering merasa “tidak bersalah” jika isi

media penuh dengan kekerasan, konflik, pornografi dan berbagai

40
Burhan Bungin dan Fuad Abbas, 2013. Sosiologi komunikasi,Prenada Media Group.Jakarta.
53

keburukan lain, karena memang menurut mereka faktanya demikian,

media hanya sebagai refleksi fakta, terlepas dari suka atau tidak suka.

c. Memandang media massa sebagai filter atau gatekeeper yang

menyeleksi berbagai hal untuk diberikan perhatian atau tidak. Media

senantiasa memiliki issue, informasi atau bentuk content ynag lain

berdasarkan standard para pengelolanya. Disini khalayak “dipilihkan”

oleh media tentang apa-apa yang layak diketahui dan mendapat

perhatian.

d. Media massa acap kali pula dipandang sebagai guide, penunjuk jalan

atau interpreter yang menerjemahkan dan menunjukkan arah atas

berbagai ketidakpastian atas alternative yang beragam.

e. Melihat media massa sebagai forum untuk mempersentasikan

berbagai informasi dan ide-ide kepada khalayak, sehingga

memungkinkan terjadinya tanggapan dan umpan balik.

f. Media massa sebagai interlocutor, yang tidak hanya sekedar tempat

berlalu lalangnya informasi, tetapi juga partner komunikasi yang

memungkinkan terjadinya komunikasi interaktif.41

Peran media dalam kehidupan sosial bukan sekedar sarana

diversion, pelepas ketegangan atau hiburan, tetapi isi dan informasi yang

disajikan, mempunyai peran yang signifikan dalam proses sosial. Isi media

massa merupakan konsumsi otak bagi khalayaknya, sehingga apa yang ada

di media massa akan mempengaruhi realitas subjektif pelaku interaktif

41
Notoatmodjo. Pendidikan dan perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2015
54

sosial. Gambaran tentang realitas yang dibentuk oleh isi media massa

inilah nantinya mendasari respon dan sikap terhadap berbagai objek sosial.

Informasi yang salah dari media massa akan memunculkan gambaran yang

salah pula terhadap objek sosial itu karna media massa dituntut

menyampaikan informasi secara akurat dan berkualitas. Kualitas informasi

inilah yang merupakan tuntutan etis dan moral penyajian media massa.42

2.4.2 Jenis-jenis Media

Menurut Sanaky beberapa jenis media yang sering

digunakan yaitu43:

1. Media Cetak

Media cetak adalah jenis media yang paling banyak digunakan dalam

proses belajar. Jenis media ini memiliki bentuk yang sangat bervariasi,

mulai dari buku, brosur, leaflet, studi guide, jurnal dan majalah ilmiah.

2. Media Pameran

Jenis media yang memiliki bentuk dua atau tiga dimensi. Informasi

yang dapat dipamerkan dalam media ini, berupa benda-benda

sesungguhnya (realia) atau benda reproduksi atau tiruan dari

bendabenda asli. Media yang dapat diklasifikasikan kedalam jenis

media pameran yaitu poster, grafis, realia dan model.

1) Realia yaitu benda nyata yang dapat dihadirkan diruang kuliah

untuk keperluan proses pembelajaran. Pengajar dapat

42
Notoatmodjo.Op.Cit
43
Sanaky, 2013. Media Pembelajaran Interaktif-Inovatif. Yogyakarta: Kaukuba Dipantara.
55

menggunakan realia untuk menjelaskan konsep bentuk dan

mekanisme kerja suatu sistem misalnya peralatan laboratorium.

2) Model yaitu benda tiruan yang digunakan untuk

mempresentasikan realitas. Model mesin atau benda tertentu

dapat digunakan untuk menggantikan mesin riel.

3. Media yang Diproyeksikan

Media yang diproyeksikan juga memiliki bentuk fisik yang bervariasi,

yaitu overhead transparasi, slide suara dan dan film strip.

4. Rekaman Audio

Rekaman audio adalah jenis medium yang sangat tepat untuk

digunakan dalam pembelajaran bahasa asing, al-quran dan latihan –

latihan yang bersifat verbal.

5. Video dan VCD

Video dan vcd dapat digunakan sebagai media untuk mempelajari

obyek dan mekanisme kerja dalam mata kuliah tertentu. Gambar

bergerak yang disertai dengan unsur suara dapat ditayangkan melalui

media video dan vcd.

6. Komputer

Sebagai media pembelajaran, komputer memiliki kemampuan yang

sangat luar biasa dan komputer mampu membuat proses belajar

mengajar menjadi interaktif.


56

Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan teknologi,

masyarakat dalam mendapatkan informasi tidak lagi hanya mengandalkan

surat kabar, majalah, radio, dan televisi melainkan juga internet. Internet

yang dikenal dengan sebutan new media menghadirkan kemudahan bagi

masyarakat dalam mengakses informasi karena internet dapat digunakan

melalui telepon genggam ataupun perangkat lain seperti laptop atau

komputer. Maka dari itu perlu dipahami bahwa media massa digolongkan

ke dalam dua jenis yaitu media massa tradisional dan media massa

modern.

Media massa tradisional adalah media massa dengan otoritas dan

memiliki organisasi yang jelas sebagai media massa. Media massa yang

digolongkan tradisional ialah surat kabar (koran), majalah, radio, televisi

dan film (layar lebar). Dalam jenis media ini terdapat ciri-ciri seperti:

1. Informasi dari lingkungan diseleksi, diterjemahkan dan didistribusikan.

2. Media massa menjadi perantara dan mengirim informasinya melalui

saluran tertentu.

3. Penerima pesan tidak pasif dan merupakan bagian dari masyarakat dan

menyeleksi informasi yang mereka terima.

4. Interaksi antara sumber berita dan penerima sedikit.

Sedangkan media massa modern merupakan media lain yang telah

dikembangkan karena adanya perkembangan teknologi dan sosial budaya.

Media-media lain ini dikelompokkan ke dalam media massa seperti


57

internet dan telepon selular. Ciri-ciri media massa modern menurut Fuad

Abbas adalah44:

1. Sumber dapat mentransmisikan pesannya kepada banyak penerima

(melalui SMS atau internet misalnya).

2. Isi pesan tidak hanya disediakan oleh lembaga atau organisasi tertentu

melainkan juga oleh individual.

3. Tidak ada perantara, interaksi terjadi pada individu.

4. Komunikasi mengalir (berlangsung) ke dalam.

5. Penerima yang menentukan waktu interaksi

2.4.3 Peran dan Fungsi Media Massa

Dalam menjalankan paradigmanya, media massa berperan:

1. Sebagai institusi pencerahan masyarakat, yaitu perannya sebagai

media edukasi. Media massa menjadi media yang setiap saat mendidik

masyarakat agar menjadi cerdas, terbuka pikirannya, dan menjadi

masyarakat yang maju.

2. Media massa juga berperan sebagai media informasi, yaitu media

yang setiap saat menyampaikan informasi kepada masyarakat. Dengan

informasi yang terbuka dan jujur serta benar disampaikan media

massa kepada masyarakat, maka masyarakat akan menjadi kaya

dengan informasi. Sebaliknya pula, masyarakat akan menjadi

informatif, mereka secara aktif dapat menyampaikan informasi yang

jujur kepada media massa. Selain itu, informasi yang banyak dimiliki

44
Fuad Abbas, 2013. Sosiologi komunikasi,Prenada Media Group.Jakarta.
58

oleh masyarakat menjadikan mereka sebagai masyarakat dunia yang

dapat berpartisipasi dengan berbagai kemampuannya.

3. Terakhir, media massa berperan sebagai media hiburan. Sebagai

Agent of Change, media massa juga menjadikan institusi budaya,

yaitu institusi yang setiap saat menjadi corong kebudayaan, katalisator

perkembangan budaya. Sebagai Agent of Change yang dimaksud

adalah juga mendorong agar perkembangan budaya dapat bermanfaat

bagi manusia bermoral dan mencegah berkembangnya budaya-budaya

yang justru merusak peradaban manusia dan masyarakatnya 45

2.4.4 Peran dan fungsi informasi

Informasi itu sangat beragam, baik dalam jenis, tingkatan maupun

bentuknya. Manfaat informasi bagi setiap orang berbeda-beda. Adapun

manfaat informasi menurut Sutanta (2003) adalah:

1. Menambah pengetahuan

Adanya informasi akan menambah pengetahuan bagi penerima yang

dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan yang mendukukng

proses pengambilan keputusan.

2. Mengurangi ketidak pastian pemakai informasi

Informasi akan mengurangi ketidakpastian karena apa yang akan

terjadi dapat diketahui sebelumnya, sehingga kemungkinan

menghindari keraguan pada saat pengambilan keputusan.

3. Mengurangi resiko kegagalan

45
Fuad Abbas, 2013. Sosiologi komunikasi,Prenada Media Group.Jakarta.
59

Adanya informasi akan mengurangi resiko kegagalan karena apa yang

akan terjadi dapat diantisipasi dengan baik, sehingga kemungkinan

terjadinya kegagalan akan dapat dikurangi dengan pengambilan

keputusan yang tepat.

4. Mengurangi keanekaragaman yang tidak diperlukan

Mengurangi keanekaragaman yang tidak diperlukan akan

menghasilkan keputusan yang lebih terarah.

5. Memberi standar, aturan-aturan, ukuran-ukuran dan keputusan untuk

menentukan pencapaian, sasaran dan tujuan

Menurut Wied Hary A. Infprmasi akan memberikan pengaruh pada

seseorang. meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi

jika ia mendapatkan sumber informasi yang baik dari berbagai media

misalnya televisi, radio atau surat kabar, maka hal itu akan dapat

meningkatkan pengetahuan seseorang.

2.4.5 Klasifikasi dan Bentuk Media Informasi

Infomasi sebagai sumber yang sangat penting dalam

mempengaruhi perilaku seseorang maupun organisasi, maka informasi

dapat diklasifikasi sebagai berikut :

a. Primer

Sumber informasi primer adalah sumber informasi yang melaporkan

adanya informasi tersebut, misalnya suatu penemuan baru dan

contoh dari sumber informasi primer adalah:

a) Paten dan standard


60

b) Makalah pertemuan

c) Karangan asli dan artikel ilmiah

b. Sekunder

Sumber informasi sekunder merupakan daftar atau pencatatan dari

sember informasi primer, contoh :

a) Daftar buku

b) Katalog

c) Bibliografi

d) Majalah46

2.4.6 Indikator Media Informasi

Media informasi merupakan alat bantu apa saja yang dapat

dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan. Informasi massa

adalah informasi yang diperuntukkan kepada masyarakat secara massal,

bukan informasi yang hanya boleh dikonsumi oleh pribadi. Indikator

media informasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendidikan

kesehatan dan penyuluhan yang dilakukan oleh petugas kesehatan kepada

ibu hamil tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan.

2.4.7 Cara Pengukuran Media Informasi

Cara pengukuran media informasi dengan cara menyebarkan

kuesioner dengan bentuk pernyataan dengan menggunakan skala likert.

Dalam penelitian skala Likert, variabel yang bisa diukur dijabarkan

menjadi indikator jawaban seperti item instrument yang menggunakan

46
Yakup. Pengantar System Informasi. Yogyakarta: Graha ilmu. 2012
61

skala Likert. Skala Likert yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

skala Likert dengan pengukuran Sangat Setuju, Setuju, Ragu-ragu, Tidak

Setuju, dan Sangat Tidak Setuju, setiap jawaban diberi bobot berkisar

antara 5-1, yang disesuaikan dengan sifat pernyataan.

2.4.8 Sintesa Media Informasi

Media informasi menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari

masyarakat saat ini, dimana kebutuhan dalam menyalurkan atau menerima

informasi masih terjadi di berbagai kalangan. Media informasi mencakup

semua lapisan masyarakat dalam menyalurkan berbagai macam informasi

yang dituangkan dengan cara tertentu untuk memenuhi tujuan yang

diinginkan. Informasi mengandung pesan-pesan yang nyata untuk

menjawab suatu permasalahan yang terjadi dilingkungan masyarakat.

2.5 Keterjangkauan ke Fasilitas Kesehatan

2.5.1 Pengertian

Jarak tempuh atau keterjangkauan adalah ukuran jauh dekatnya dari

rumah atau tempat tinggal seseorang ke fasilitas kesehatan di mana adanya

kegiatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di wilayahnya. Menurut

Departemen Pendidikan Nasional, jarak adalah ruang sela (panjang atau

Jauh) antara dua benda atau tempat yaitu jarak antara rumah dengan

fasilitas kesehatan. Kemudahan akses ke sarana pelayanan kesehatan

berhubungan dengan beberapa faktor penentu, antara lain jarak tempat

tinggal dan waktu tempuh ke sarana kesehatan termasuk Puskesmas. Jarak


62

yang dimaksud disini adalah jauh dekatnya jarak dari rumah atau tempat

tinggal ke tempat pelayanan kesehatan.47

Dari beberapa hasil penelitian bahwa faktor jarak ternyata

memberikan kontribusi terhadap seseorang dalam melakukan suatu

tindakan, seperti yang dikemukakan dalam hasil penelitian Sambas bahwa

responden yang jarak tempuhnya dekat dari Puskesmas (<10 menit)

berpeluang baik untuk berkunjung ke Puskesmas dibandingkan yang jarak

tempuhnya jauh (>10 menit). Menurut Anderson dan MC farlen dalam

koto jarak merupakan penghalang yang meningkatkan kecenderungan

penundaan upaya seseorang atau masyarakat dalam mencari pelayanan

kesehatan. Masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan pelayanan

kesehatan (dalam hal ini Puskesmas) untuk keluarganya, jika jarak

tinggalnya tidak terlalu jauh dari pusat pelayanan kesehatan. Kendala jarak

dapat diatasi jika akses menuju Puskesmas ini di mudah dipermudah

dengan jalan meningkatkan sarana dan prasarana transportasi yang ada.48

Menurut penelitian maharsi, faktor keterpencilan, sulit dan mahalnya

transportasi merupakan hambatan untuk menjangkau puskesmas sehingga

kunjungan masyarakat yang bertempat tinggal lebih dekat dari puskesmas

lebih banyak jika dibanding dengan masyarakat yang jaraknya jauh.

Begitupun menurut Mills dan gillson dalam pamungkas sulitnya pelayanan

47
Yuliani. Hubungan Pengetahuan, Sikap, Jarak Fasilitas Kesehatan, Motivasi Petugas PPSU
dan Peran Tenaga Kesehatan Terhadap Perilaku Petugas PPSU pada Pemberian Suntik
Imunisasi TT di Wilayah Kantor Kelurahan Pancoran Tahun 2017. Jakarta: STIKIM; 2017
48
Christina, LG. Hubungan Pengetahuan, Sikap, Pengalaman dan Jarak Tempuh dengan Perilaku
Kunjungan Ibu Balita kw Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Sumanda Lampung Tahun 2015.
Lampung; 2015
63

kesehatan dicapai secara fisik banyak menuntut pengorbanan sehingga

akan menurunkan permintaan.49

Sulitnya pelayanan kesehatan yang dicapai secara fisik menentukan

permintaan terhadap pelayanan kesehatan. Jarak fisik adalah jarak antara

tempat tinggal responden dengan puskesmas hal ini juga mempunyai

pengaruh yang sangat besar dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.

Makin besar jumlah kunjungan ke pusat pelayanan tersebut. Begitu pula

sebaliknya makin jauh rumah dari pusat pelayanan kesehatan, maka kecil

pula jumlah kunjungan ke pusat pelayanan kesehatan50.

Secara nasional, jumlah fasilitas pelayanan kesehatan terus

meningkat namun aksesibilitas masyarakat terutama penduduk miskin di

daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan terhadap fasilitas

pelayanan kesehatan masih terbatas. Pada tahun 2014, rasio puskesmas

terhadap penduduk adalah 3,6 per 100.000 penduduk. Selain itu, jumlah

puskesmas pembantu (Pustu) dan puskesmas keliling (Pusling) terus

meningkat. Akses masyarakat dalam mencapai sarana pelayanan kesehatan

dasar cukup baik, yaitu 94 persen masyarakat dapat mengakses sarana

pelayanan kesehatan kurang dari 3 kilometer (km)51.

Menganalisi fungsi jarak sebagai suatu harga yang berpengaruh

pada demand terhadap pelayanan medis adalah elastisitas harga yang

negatif pada penyedia gratis dan positif pada penyedia yang memungut

49
Ibid
50
Azwar dalam Toha, 2014. Menjaga mutu pelayanan kesehatan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
51
Riskesdas, 2015. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2014. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI
64

bayaran. Feldstein dalam Radjak menyatakan bahwa jarak merupakan

variabel yang penting yang mempengaruhi ultilisasi ataupun akses ke

pelayanan kesehatan52.

Keterjangkauan merupakan proses penilaian membatasi sejauh

mana proyek atau sesuatu dapat diakses. Jarak membatasi kemampuan dan

kemauan wanita untuk mencapai pelayanan, terutama jika sarana

transportasi yang teersedia terbatas, komunikasi sulit dan di daerah

tersebut tidak trsedia tempat pelayanan.

Menurut Tarigan tingkat aksesibilitas di pengaruhi oleh jarak,

kondisi prasarana perhubungan, ketersedian berbagai sarana peenghubung

termasuk frekuensinya dan tingkat keamanan serta kenyamanan untuk

melalui jalur tersebut53.

Andersen berasumsi bahwa semakin banyak sarana dan tenaga

kesehatan, semakin kecil jarak jangkau masyarkat terhadap tempat

pelayanan kesehatan seharusnya tingkat penggunaan pelayanan kesehatan

akan bertambah. Smith membuktikan bahwa menempatkan fasilitas

pelayanan kesehatan lebih dekat kepada masyarakat golongan sosial

ekonomi rendah secara langsung menyebabkan pelayanan tersebut

diterima oleh masyarakat. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa jarak

(jauh dekatnya) mempengaruhi masyarakat dalam mencari sarana

pengobatan Sementara Lane dan Lindquist menyimpulkan bahwa faktor

52
Wardani, 2015. Hubungan Persepsi dengan Perilaku Ibu Membawa Balita ke Posyandu. Volume
3 Nomor 1 April 2015
53
Wardani, 2015. Hubungan Persepsi dengan Perilaku Ibu Membawa Balita ke Posyandu. Volume
3 Nomor 1 April 2015
65

kedekatan tempat pelayanan kesehatan dengan rumah tempat tinggal

menjadi faktor urutan pertama terhadap pemintaan konsumen dalam

pemanfaatan pelayanan kesehatan. Sedangkan akses ke sarana kesehatan

secara nasional sebanyak 94,1% rumah tangga berada kurang atau

samadengan 5 km dari salah satu sarana pelayanan kesehatan dan

sebanyak 90,8% rumah tangga dapat mencapai sarana pelayanan kesehatan

kurang atau sama dengan 30 menit. ( Riskesdas, 2007).

Pada umumnya pasien-pasien akan mencari tempat pertolongan

kesehatan ke fasilitas kesehatan yang berlokasi di dekat tinggal mereka.

Bila karena alasan tertentu mereka mendatangi tempat pelayanan yang

jauh maka petugas klinik harus mampu membantu dan menjelaskan

fasilitas kesehatan terdekat yang dapat memberikan perawatan dan

pelayanan kesehatan lanjutan. Fasilitas kesehatan tersebut harus memiliki

kemampuan yang dapat di andalkan melayani berbagai keperluan

pemulihan kondisi kesehatan54.

Menurut Depkes RI tahun 2014 tentang rencana Strategis Nasional

Making Pregnanci Safer (MPS), hubungan antara lokasi pelayanan

kesehatan/pemeriksaan dengan tempat tinggal ibu hamil dapat diukur

dalam satuan jarak, waktu tempuh atau biaya tempuh kondisi jalan, jenis

transportasi sesuai jenis sumber daya, dan pelayanan yang ada.

Menurut Manuaba berbagai masalah yang perlu diperhatikan

dalam upaya penanganan kehamilan dan persalinan adalah jarak layanan

54
Ibid39
66

kesehatan, dimana pelayanan kesehatan masih sulit dijangkau masyarakat

yang berpenghasilan rendah dan lokalisasi pelayanan kesehatan masih

belum terjangkau karena jarak yang jauh, sehingga menyebabkan ibu

hamil tidak memeriksakan kehamilannya.55

Rendahnya pemanfaatan fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan

rendahnya partisipasi masyarakat dalam mengikuti program kesehatan

seringkali disebabkan oleh faktor jarak antara rumah dan fasilitas tersebut

yang terlalu jauh atau sulit dijangkau (Soekidjo Notoatmodjo 2003:179).

Dekatnya jarak rumah ibu hamil dengan tepat fasilitas kesehatan sering

mempengaruhi kecepatan dan partisipasi mereka dalam melakukan

pemeriksan kehamilan. Ibu yang menempuh jarak yang jauh akan

membutuhkan waktu yang lama menuju tempat pemeriksaan kehamilan.

Waktu yang lama menuju tempat pemeriksaan kehamilan cenderung

membuat ibu hamil malas melakukan pemeriksaaan kehamilan.

Semakin jauh jarak fasilitas kesehatan dari tempat tinggal ibu

hamil serta semakin sulit akses menuju ke fasilitas kesehatan akan

menurunkan motivasi ibu hamil untuk melakukan kunjungan ANC.

Jauhnya jarak akan membuat ibu berfikir dua kali untuk melakukan

kunjungan karena akan memakan banyak tenaga dan waktu setiap

melakukan kunjungan. Ibu yang tidak menggunakan transportasi dan harus

55
Manuaba, I.A.C., Manuaba, I.B.G.F., dan Manuaba, I.B.G. Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan, dan KB, (Edisi 2). Buku Kedokteran EGC: Jakarta; 2010
67

berjalan kaki menuju ke tempat pelayanan kesehatan mayoritas memiliki

angka kunjungan kurang dari 4 kali selama masa kehamilan.56

2.5.2 Klasifikasi jarak

Jarak Untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan dapat dibagi

dalam dua kelompok yaitu:

1. Jarak dekat bila dihitung dalam radius kilometer sejauh kurang dari 1

km.

2. Jaraknya jauh bila dihitung dalam radius kilometer lebih dari 1 km

Terkadang karena faktor jarak yang lebih jauh dengan tempat

pelayanan kesehatan yang sudah barang tentu membutuhkan biaya

transport (biaya tambahan) yang dapat mempengaruhi keputusan untuk

memanfaatkan pelayanan kesehatan tersebut. Keputusan untuk

menggunakan pelayanan kesehatan mencerminkan normatif dan

kebutuhan yang dirasakan, karena untuk keputusan konsumsi dalam sektor

kesehatan, konsumen sering tergantung pada informasi yang disediakan

oleh pemasok ditambah preferensinya.57

2.5.3 Jarak dalam hubungannya dengan kesehatan

Konsep jarak tempat tinggal merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi perilaku seseorang dalam melakukan suatu kegiatan.

Semakin jauh jarak antara tempat tinggal dengan tempat kegiatan akan

semakin menurunkan motivasi seseorang dalam melakukan aktivitas.

56
Agus Y, Horiuchi S. Factors influencing the use of antenatal care in rural West Sumatra,
Indonesia. London: BMC Pregnancy and Childbirth; 2012
57
Razak, Amran. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Mayarakat Pesisir. Makassar: Kalamedia
Pustaka; 2000
68

Sebaliknya semakin dekat jarak tempat tinggal dengan tempat kegiatan

dapat meningkatkan usaha. Pengaruh jarak tempat tinggal dengan tempat

kegiatan tak terlepas dari adanya besarnya biaya yang digunakan dan

waktu yang lama. Kaitan nya dengan kesadaran masyarakat akan

pentingnya kesehatan masih rendah, sehingga jarak antara rumah tinggal

dan tempat pelayanan kesehatan mempengaruhi perilaku mereka.

Pelayanan kesehatan yang lokasinya terlalu jauh dari daerah tempat

tinggal tentu tidak mudah dicapai, sehingga membutuhkan transportasi

Untuk menjangkau tempat pelayanan kesehatan. Apabila keadaan ini

sampai terjadi, tentu tidak akan memuaskan pasien, maka disebut suatu

pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan tersebut dapat dicapai

oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan itu.58

2.5.4 Syarat pokok pelayanan kesehatan

Syarat syarat pokok yang harus dimiliki pelayanan kesehatan yang

baik yaitu:59

1. Tersedia dan berkesinambungan

Semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat

harus tersedia, tidak sulit ditemukan dan sedia setiap saat masyarakat

membutuhkan nya. Prinsip ketersediaan dan kesinambungan

(available and continous) mutlak diperlukan.

58
Anisyah, Nur. Hubungan Jarak Tempuh, Kepemilikan KMS, Pendapatan Keluarga dan Perilaku
Tokoh Masyarakat dengan Partisipasi Ibu Balita ke Posyandu di Posyandu Merpati Tanjung Enim
Sumatera Selatan Tahun 2017.
59
Yuliani. 2017. Op. Cit
69

2. Dapat diterima dan wajar

Pelayanan kesehatan dapat diterima (acceptable) dan sifatnya

wajar (appropriate) sehingga tidak bertentangan dengan keyakinan

dan kepercayaan masyarakat yaitu adat istiadat maupun kebudayaan

setempat.

3. Mudah dicapai

Lokasi pelayanan kesehatan seharusnya mudah dicapai

(accessible) sehingga dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang

baik dan merata.

4. Mudah dijangkau

Pelayanan kesehatan sebaiknya mudah dijangkau (affordable)

oleh masyarakat terutama dari segi biayanya. Sehingga sangat penting

mengupayakan biaya pelayanan kesehatan yang sesuai dengan

kemampuan ekonomi masyarakat. Biaya pelayanan kesehatan yang

tidak sesuai dengan standar ekonomi masyarakat tidak mampu

memberikan pelayanan yang merata dan hanya dapat dinikmati oleh

sebagian masyarakat saja.

5. Bermutu

Mutu (quality) adalah yang menunjukkan pada tingkat

kesempurnaan penyelenggaraan pelayanan kesehatan, yang mana

pelayanan kesehatan diharapkan dapat memuaskan para pengguna jasa

dan dari segi penyelenggaraannya harus sesuai dengan kode etik dan

standar yang telah ditetapkan.


70

2.5.5 Indikator Keterjangkauan ke Fasilitas Kesehatan

Keterjangkauan ke fasilitas kesehatan merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi terhadap motivasi ibu hamil dalam melakukan

pemeriksaan kehamilan, semakin dekat lokasi fasilitas kesehatan semakin

tinggi motivasi ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan kehamilan.

2.5.6 Cara Mengukur Keterjangkauan ke Fasilitas Kesehatan

Cara pengukuran keterjangkauan ke fasilitas kesehatan dengan cara

menyebarkan kuesioner dengan bentuk pernyataan dengan menggunakan

skala gutmann. Dimana dalam skala ini jawaban yang diperoleh hanya

“ya” dan “tidak”, “setuju” dan “tidak setuju”, “benar” dan “salah” ataupun

“pernah” dan “tidak pernah” serta skala ini hanya dipakai untuk mengukur

variabel yang mempunyai nilai 1 point. Penelitian memakai skala Guttman

dilakukan apabila berkeinginan untuk mendapatkan jawaban yang tegas

terhadap suatu masalah yang ditanyakan.

2.5.7 Sintesa Keterjangkauan ke Fasilitas Kesehatan

Jarak yang dimaksud adalah ukuran jauh antara rumah tempat tinggal ibu

dengan tempat pelayanan kesehatan dimana ada kegiatan pelayanan

kesehatan didalamnya.

2.6 Landasan teori menuju kosep

berdasarkan kerangka teori kesatu menurut Lawreence Green dalam

Notoatmodjo ada tiga faktor yang mempengaruhi motivasi yaitu faktor

predisposisi, faktor pendorong dan faktor pendukukung. Faktor predisposisi


71

yaitu keaktifan kader dan sikap, faktor pendukukung yaitu media informasi

dan peran petugas kesehatan, faktor pendorong yaitu jarak dan budaya. Jika

ibu hamil mendapat informasi pentingnya pemeriksaan kehamilan secara

teratur dari kader kesehatan ataupun melalui penyuluhan maka akan

mendorong ibu hamil dalam melakukan sesuatu yang ia ingingkan seperti

memeriksakan kehamilannya secara teratur ke fasilitas kesehatan.

Berdasarkan kerangka teori kedua ada dua faktor yang mempengaruhi

motivasi ibu hamil dalam melakukan kunjungan ANC adalah faktor internal

yaitu fisik, proses mental, kematangan usia, dan tingkat pengetahuan,

sedangkan dari faktor eksternal yaitu lingkungan keluarga, peran petugas

kesehatan, media informasi, jarak, dan sarana prasarana. Dari kedua faktor

tersebut peneliti mengambil faktor eksternal yaitu jarak dan media yang

kemungkinan akan ibu hamil akan termotivasi dengan variabel tersebut.

Berdasarkan dari variabel motivasi disini sangat berpengaruh positif

terhadap ibu hamil yang melakukan kunjungan ANC apabila motivasinya

baik maka akan meningkatkan ibu hamil dalam melakukan kunjungan ANC

secara teratur, jika motivasinya tidak baik maka akan menurun pula ibu hamil

yang melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur, maka peneliti

mengambil Hubungan Keaktifan Kader, Media Informasi, Dan

Keterjangkauan Fasilitas Kesehatan Terhadap Motivasi Ibu Hamil Dalam

Melakukan Kunjungan ANC di Puskesmas Momunu Kabupaten Buol 2018.


72

BAB III

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN KERANGKA ANALIS

3.1 Kerangka Teori

Kerangka teori adalah suatu model yang menerangkan bagaimana

hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam

suatu masalah tertantu

Faktor predisposisi
1. Keaktifan kader
2. Sikap

Faktor pendukung
Motivasi dalam
1. Media informasi
melaksanakan
2. Peran petugas
ANC

Faktor pendorong
1. Jarak
2. Budaya

Gambar 3.1
kerangka teori
Modifikasi Lawreence Green dalam Notoatmodjo, 2012. Promosi
Kesehatan dan Ilmu Prilaku. Jakarta : Rineka Cipta60

60
Notoadmojo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rhineka Cipta
73

3.2 Kerangka konsep

Kerangka kosep dibawah, terbatas pada 4 variabel yang akan diteliti, yaitu

variabelel bebas atau variabel independen, terdiri dari tiga buah yakni

keaktifan kader, media informasi dan keterjangkauan fasilitas kesehatan.

Variabel dependen yakni motivasi ibu dalam kunjungan ANC. Kerangka

konsep penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut.

Variabel Independen Variabel Dependen

Keaktifan kader

Media informasi Motivasi

Keterjangkauan

Gambar 3.2 kerangka konsep


74

3.3 Kerangka analis

Untuk menjelaskan keterkaitan secara sinergis antara variabel independen dan

variabel dependen yang terkait berdasarkan teori dan hasil penelitian

sebelumnya, berikut dibawah ini kerangka analisis penelitian adalah:

X1

X2 Y

X3

Gambar 3.3 kerangka analis

keterangan :

X1 : Variabel Independen Keaktifan Kader

X2 : Variabel Independen Media Informasi

X3 : Variabel Independen Keterjangkauan

Y : Variabel Dependen Motivasi


75
3.4 Devinisi Oprasional
Definisi oprasional adalah batasan dan cara pengukuran variabel yang diteliti. Berikut definisi dari variabel-variabel yang ada didalam
penelitian ini adalah:

No Variabel Definisi konsep Definisi operasional Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala
ukur
1. Motivasi Upaya peningkatan perilaku Motivasi merupakan sebagai Kuesioner mengisi 1. Baik jika Nominal
merupakan suatu proses yang langkah awal seorang kuesioner skore ≥
bermula dari perilaku yang melakukan tindakan akibat mean
tidak baik menuju perilaku kekurangan secara fisik dan
yang baik. psikis atau dengan kata lain 2. Kurang baik
adalah suatu dorongan yang jika skore ≤
ditujukan untuk memenuhi mean
tujuan tertentu. Indikator dari
motivasi Kebutuhan akan
perasaan maju, kebutuhan akan
perasaan diterima, kebutuhan
akan perasaan dihormati,
kebutuhan akan ikut serta.
2. Keaktifan kader keterlibatan kader didalam Keaktifan kader kesehatan dapat Kuesioner Mengisi 1. Aktif Ordinal
kegiatan kemasyarakatan diasumsikan bahwa kader kuesioner 2. Tidak aktif
yang merupakan pencerminan kesehatan yang aktif
akan usahanya untuk melaksanakan tugasnya dengan
memenuhi berbagai baik sesuai dengan wewenang
kebutuhan yang dirasakan dan dan tanggung jawabnya, maka
pengabdian terhadap kader kesehatan tersebut
pekerjaannya sebagai kader
termasuk dalam kategori yang
aktif
3. Media informasi Media informasi menjadi Media infprmasi merupakan alat Kuesioner Mengisi 1. Tersedia Ordinal
bagian yang tidak bisa bantu apa saja yang dapat kuesioner 2. Tidak
dipisahkan dari masyarakat dijadikan sebagai penyalur pesan tersedia
saat ini, dimana kebutuhan guna mencapai tujuan. Informasi
76
dalam menyalurkan atau massa adalah informasi yang
menerima informasi, masih diperuntukan kepada masyarakat
terjadi diberbagai kalangan. secaraa massal, bukan
Media informasi mencakup innformasi yang hanya boleh
semua lapisan masyarakat dikonsumsi oleh pribadi.
dalam menyalurkn berbagai Indikator media informasi yang
macam informasi yang digunakan dalam penelitian ini
dituangkan dengan cara adalah pendidikan kesehatan dan
tertentu untuk memenuhi penyuluhan yang dilakukan oleh
tujuan yang di inginkan. petugas kesehatan kepada ibu
Informasi mengandung pesan- hamil tentang pentingnya
pesan yang nyata untuk pemeriksaan kehaamilan.
menjawab suatu permasalahan
yang terjadi dilingkungan
masyarakat.
4. Keterjangkauan Jarak yang dimaksud adalah Keterjangkauan ke fasilitas Kuesioner Mengisi 1. Dekat Ordinal
fasilitas ukuran jauh antara rumah kesehatan merupakan salah satu kuesioner 2. Jauh
kesehtan tempat tinggal ibu dengan faktor yang mempengaruhi
tempat pelayanan kesehatan terhadap motivasi ibu hamil
dimana ada kegiata pelayanan dalam melakukan pemeriksaan
kesehatan didalamnya. kehamilan, semakin dekat lokasi
fasilitas kesehatan semakin
tinggi motivasi ibu hamil untuk
melakukan pemeriksaan
kehamilan.

Tabel 3.4
77
Definisi operasional
78

3.4 Hipotesis penelitian

Hipotesis adalah dugaan sementara terhadap terjadinya hubungan

variabel yang akan diteliti.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Ada hubungan keaktifan kader terhadap motivasi ibu hamil dalam

melaksanakan ANC

2. Ada hubungan media informasi terhadap motivasi ibu hamil dalam

melaksanakan ANC ada hubungan keterjangkauan ke fasilitas

kesehatan terhadap motivasi ibu hamil dalam melaksanakan ANC

3. Ada hubungan keterjangkauan fasilitas kesehatan trhadap motifasi ibu

hamil dalam melaksanakan ANC.


79
80

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain atau Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan jenis kuantitatif dengan metode

penelitian deskriftif analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu

penelitian yang mempelajari dinamika hubungan antara variabel dependen

dan variabel independen dengan model pendekatan point time. Artinya, setiap

subjek penelitian hanya dilakukan pemantauan satu kali saja dan pengukuran

dilakukan terhadap status variabel yang akan diteliti pada saat pemeriksaan.61

4.2 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan

hasilnya lebih efektif, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis

sehingga lebih mudah di olah.62 Alat bantu yang digunakan dalam penelitian

ini adalah dengan menggunakan lembar kuesioner.

4.3 Pengumpulan Data

4.3.1 Gambaran daerah penelitian

Lokasi penelitian adalah suatu tempat atau wilayah dimana

penelitian tersebut akan dilakukan. Penelitian ini dilakukan di

Puskesmas Momunu Kabupaten Buol, Sulawesi tengah 2018.

61
Notoadjomo.op.cit
62
Hidayat, Aziz Alimul, 2007. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Salemba
Medika, Jakarta
81

4.3.2 Populasi dan sampel

a. Populasi

Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian

atau objek yang akan diteliti yang berada pada suatu wilayah dan

memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah

penelitian. Populasi dalam penelitian ini merupakan seluruh ibu

hamil yang berkunjung di Puskesmas Momunu.

b. Sampel

Sampel penelitian adalah objek yang akan diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi. (Notoatmodjo, 2010). Dalam

penelitian ini sampel yang akan diteliti adalah seluruh ibu hamil.

4.3.3 Cara pengambilan sampel

Kuesioner dibagikan terlebih dahulu dan peneliti menjelaskan tata

cara pengisian kuesioner kepada responden dan peneliti menunggu

sampai responden selesai mengisi kuesionernya.

4.3.4 Syarat sampel

a.. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik namun subjek penelitian dari

suatu populasi merupakan target yang akan diteliti yang dapat

diambil sebagai sampel. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

1. Seluruh ibu hamil yang berkunjung di wilayah kerja

puskesmas momunu.

2. Ibu hamil yang bersedia melakukan responden.


82

b. Kriteria Non Inklusi

Kriteria non inklusi adalah kriteria yang berada diluar dari subjek

populasi penelitian. Kriteria non inklusi dalam adalah sebagai

berikut: ibu hamil yang mengalami komplikasi selama kehamilan

c. Kriteria Eksklusi

Kriteria Eksklusi adalah keadaan yang menyebabkan subyek

penelitian yang memenuhi kriteria inklusi tetapi tidak dapat

diikutsertakan dalam penelitian ini. Kriteria inklusi dalam

penelitian ini adalah:

Ibu hamil yang tidak bersedia menjadi responden

4.4 Manajemen Data

Data yang diambil adalah data primer dan data sekunder yang didapat

melalui beberapa langkah manajemen data sebagai berikut :

4.4.1 Uji Coba Instrumen

Sebelum kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data dari

subjek penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen yaitu

untuk memperoleh alat ukur yang valid dan reliabel karena salah satu

masalah dalam penelitian adalah bagaimana data yang diperoleh

akurat dan objektif. Peneliti menggunakan uji terpakai dimana uji

coba dilakukan langsung pada seluruh sampel dan jika ada yang tidak

valid dan reliabel, maka butir soal tersebut dihilangkan dan dibuang
83

4.4.2 Pengolahan Uji Coba

Pada penelitian ini pengujian validitas instrumen menggunakan alat

bantu pengolahan SPSSS tatistic Windows.

4.4.3 Hasil Uji Coba

a. Uji validitas

Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur

itu benar-benar mengukur apa yang ingin di ukur. Validitas yaitu

suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau

kesahan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih

mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang

valid berarti memiliki validitas rendah.

Pengambilan sampel validitas dilakukan pada ibu hamil yang

berkunjung di wilayah kerja Puskesmas Beji Kota Depok. Validitas

butir pertanyaan menggunakan program SPSS versi 18. Keputusan

uji adalah:

Uji validitas penelitian ini adalah menggunakan rumus person

product momment. Yaitu jika r hitung positif, serta r hitung > dari r

tabel, maka butir soal tersebut valid dan bila r hitung negatif atau r

hitung < dari r maka butir tersebut tidak valid. Uji validitas ini

dilakukan pada 20 responden. Nilai r tabel (df = 20-2= 18) dengan

alpha 0,05
84

1. Jika r hitung > r tabel = valid

2. Jika r hitung < r tabel = tidak valid

b. Uji Reliabilitas

Reabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana

suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini

berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap

konsisten atau tetap asas (ajeg), bila dilakukan pengukuran dua kali

atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat

ukur yang sama. Pertanyaan diukur reliabel jika jawaban seseorang

terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke

waktu. Pengujian realibilitas dimulai dengan menguji validitas

terlebih dahulu. Jadi jika sebuah pertanyaan tidak valid, maka

pertanyaan tersebut dibuang. Pertanyaan yang sudah valid

kemudian baru secara bersama diukur realibilitasnya.

4.4.4 Pengumpulan Data

a. Organisasi Pengumpulan Data

Langkah pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan cara

sebagai berikut :

1. Pengurusan surat permohonan izin pengambilan data dan izin

penelitian di Puskesmas Momunu Kabupaten Buol yang

dikeluarkan oleh BAAK STIKIM.

2. Pengajuan surat pengambilan data awal dan penelitian kepada

Dinas Kesehatan Kabupaten Buol untuk mengambil data awal


85

pada bulan Juli 2018 dan mengadakan penelitian pada bulan

Desember 2018.

3. Memberikan penjelasan singkat tentang rencana kegiatan

penelitian dan tujuan penelitian kepada responden.

4. Pengisian informed consent untuk objek penelitian.

5. Pengolahan dan analisis penelitian.

6. Penulisan laporan penelitian.

7. Seminar hasil penelitian.

b. Data Entri/Input

1. Editing

Editing merupakan pemeriksaan daftar pertanyaan yang

telah diserahkan oleh para pengumpul data. Tujuannya adalah

mengurangi kesalahan atau kekurangan yang ada di daftar

pertanyaan. Hasil kuesioner yang diperoleh melalui kuosioner

perlu disunting (edit) terlebih dahulu. Kalau ternyata masih ada

data yang tidak lengkap, dan tidak mungkin dilakukan

pengambilan data ulang. Maka kuesioner tersebut dikeluarkan

(drop out).

2. Coding

Coding adalah mengklasifikasikan atau pemberian kode pada

setiap jawabanyang terkumpul dari kuesioner dari para

responden ke dalam kategori.


86

3. Scoring

Scoring adalah memberikan penilaian terhadap item-item yang

perlu diberi penilaian atau skor.

4. Tabulating

Tabulating adalah pekerjaan membuat tabel. Jawaban yang telah

diberi kode kemudian dimasukkan ke dalam tabel. Langkah

terakhir dari penelitian ini adalah melakukan analisa data.

4.4.5 Pengolahan Data

Dengan bantuan perangkat lunak komputer menggunakan

program aplikasi statistic komputer. Alat bantu pengolahan SPSS

Statistic Windows Versi 18 yang hasilnya meliputi :

a. Deskripsi Data (Univariat)

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Pada

umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi

frekuensi dan persentase dari tiap variabel. Variabel yang akan

dilakukan analisis univariat pada penelitian ini adalah variabel

independen keaktifan kader, media informasi, dan keterjangkauan

fasilitas kesehatan, variabel dependen yaitu Pemberian motivasi ibu

hamil dalam kunjungan ANC


87

b. Bivariat ( p-Value atau OR atau RR)

Dalam penelitian ini menggunakan uji chi square karena data

yang digunakan dalam bentuk data kategorik. Dalam penelitian

kesehatan sering kali peneliti perlu melakukan analisis hubungan

variabel kategorik dengan variabel kategorik. Analisis ini bertujuan

untuk menguji perbedaan proporsi dua atau lebih kelompok

sampel, dalam hal ini uji yang cocok digunakan yaitu uji chi

square.63

Analisa bivariat digunakan apabila ingin melihat hubungan

antara variabel independen dan dependen. Melalui uji chi

square akan diperoleh nilai P value, dimana dalam penelitian

ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian

antara dua variabel dikatakan bermakna jika mempunyai nilai P

< 0,05 yang berarti HO ditolak dan Ha diterima. Dan dikatakan

tidak bermakna jika mempunyai nilai P > 0,05 yang berarti Ho

diterima dan Ha ditolak.64

4.4.6 Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisa univariat yaitu analisa yang dilakukan terhadap tiap

variabel dari hasil penelitian yang dinyatakan dengan bentuk

distribusi frekuensi. Hasil analisa tersebut disajikan dalam bentuk

63
Dahlan,Sopiyudin.2011.Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan.Jakarta:Salemba Medika
64
ibid
88

tabel yang bertujuan untuk melihat distribusi frekuensi dari semua

variabel yang diteliti.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis yang dilakukan untuk

melihat kemaknaan hubungan antara variabel independen dengan

variabel dependen, menggunakan analisis hubungan kategorik yaitu

uji hipotesis penelitian dengan ujiChi-square.Berikut adalah rumus

yang digunakan untuk menghitung Chi Square :

∑(𝑓₀−𝑓ₑ)²
x²=[ ]
𝑓𝑒

x² : Nilai Chi square

ƒₑ : Frekuensi yang di harapkan

ƒ₀ : Frekuensi yang diperolehh atau yang diamati

Keputusan uji person Chi-Squaredidapat nilai signifikan p value <α

maka Hₒ gagal diterima memiliki arti data sampel mendukung

adanya hubungan yang bermakna (signifikan). Dan bila p value> α

memiliki arti data sampel yang tidak mendukung adanya hubungan

yang bermakna (signifikan). Pada penelitian ini menggunakan

analisis Chi Squareuntuk mengetahui apakah ada hubungan antara

keaktivan kader, media informasi, keterjangkauan fasilitas

kesehatan terhadap motivasi ibu hamil dalam kunjungan ANC di

Puskesmas Momunu Kabupaten Buol 2018.


89

4.4.7 Penyajian Data

a. Naratif

Yaitu data yang disajikan dengan cara narasi dan data yang

ditampilkan harus menonjol. Apabila narasi melengkapi sebuah

tabel, hanya ditekankan pada data yang menjadi point interest,

tidak semua data yang akan diuraikan.

b. Tabular

Penyajian data dalam bentuk tabel biasanya untuk data

yang telah diklarifikasikan. Berdasarkan penggunaannya tabel

statistik dibedakan menjadi umum (master tabel) dan tabel

khusus. Tabel umum yaitu berisi seluruh data atau variabel hasil

penelitian.

c. Interprestasi

Interprestasi data akan disajikan dalam bentuk narasi agar

memudahkan pemahaman terhadap hasil penelitian, yaitu

diungkapkan bahwa berdasarkan teori yang ada dapat dilihat

dari hubungan keaktivan kader, media imformasi dan

keterjakauan fasilitas kesehatan terhadap motivsi ibu hamil

dalam kunjungan ANC di Puskesmas Momunu, kabupaten buol

Tahun 2018.

You might also like