You are on page 1of 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mukoadhesif adalah sistem penghantaran obat yang memanfaatkan sifat-


sifat musin dalam mukosa saluran cerna. Sistem penghantaran ini digunakan untuk
memformulasikan sediaan lepas terkendali dengan tujuan memperpanjang waktu
tinggal obat tersebut di saluran cerna dan mengatur kecepatan serta jumlah obat
yang dilepas(1, 2).

Ada beberapa definisi mukoadhesif yaitu: (1) keadaan dimana dua material
yang salah satunya bersifat biologi bersatu untuk periode waktu yang cukup lama
karena adanya gaya antarmuka; (2) kemampuan suatu bahan baik sistemik
maupun biologi untuk periode waktu yang lain; (3) terikatnya suatu sistem
pembawa obat pada lokasi biologi spesifik; permukaan biologi dapat berupa
jaringan epitel atau mukus yang melapisi permukaan jaringan; (4) antaraksi antara
permukaan musin dengan polimer sintesis atau alami(2, 6).

Secara umum mukoadhesif merupakan bentuk sediaan bioadhesif yang


membentuk ikatan dengan membran mukosa sehingga bertahan pada membran
tersebut dalam satu periode waktu yang diperlama. Dalam formulasi digunakan
satu atau
lebih hidrokoloid pembentuk gel dalam kadar tinggi (20-75% b/b) seperti
hidroksipropil metil selulosa yang mempunyai kekuatan mukoadhesif sebesar 125,
dan carbopol sebesar 185. Kombinasi keduanya diharapkan akan memberikan
kekuatan mukoadhesif
sangat baik.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana struktur anatomi dan fisiologi pada gastroretentive mukoadhesif?
2. Bagaimana struktur pembuluh darah yang melalui gastroretentive
mukoadhesif?
3. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi proses LDA obat pada
gastroretentive mukoadhesif?
4. Bagaimana Evaluasi biofarmasetika sediaan obat pada gastroretentive
mukoadhesif?

C. Tujuan
1. Untuk memahami dan mengetahui anatomi dan fisiologi pada gastroretentive
mukoadhesife.
2. Untuk memahami dan Mengetahui struktur pembuluh darah yang melalui
gastroretentive mukoadhesife.
3. Untuk memahami dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses
LDA pada gastroretentive mukoadhesif.
4. Untuk mengetahui evaluasi biofarmasetika sediaan obat pada gastroretentive
mukoadhesif.

D. Manfaat
1. Menambah ilmu pengetahuan bagi yang membacanya.
2. Memudahkan mahasiswa dalam proses belajar materi tersebut.
3. Dapat dengan mudah di pahami oleh yang membacanya.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Lambung

Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat
dibawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk tabung J, dan bila
penuh berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Kapasitas normal lambung 1 sampai 2
liter. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrum pilorus.
Sebelah atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri bawah
lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter kedua ujung lambung mengatur
pengeluaran dan pemasukan.
Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan yang
masuk kedalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus
kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama
daerah kardia. Disaat sfingter pilorikum berelaksasi makanan masuk kedalam

3
duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik
isis usus halus kedalam lambung.
Lambung terdiri dari empat lapisan yaitu :
1. lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa.
2. Lapisan berotot yang terdiri atas 3 lapisan :
a. Serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot
esophagus.
b. Serabut sirkuler yang palig tebal dan terletak di pylorus serta membentuk otot
sfingter, yang berada dibawah lapisan pertama.
c. Serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambunh dan berjalan dari
orivisium kardiak, kemudian membelok kebawah melalui kurva tura minor
(lengkung kelenjar).
3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan
saluran limfe.
4. Lapisan mukosa yang terletak disebelah dalam, tebal, dan terdiri atas banyak
kerutan/ rugae, yang menghilang bila organ itu mengembang karena berisi
makanan.
Ada beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut
bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada dekat orifisium
kardia. Kelenjar ini mensekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastric terletak di
fundus dan pada hampir selurus korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tipe-tipe
utama sel. Sel-sel zimognik atau chief cells mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen
diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel-sel parietal mensekresikan asam
hidroklorida dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik diperlukan untuk absorpsi vitamin
B 12 di dalam usus halus.
Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan anemia pernisiosa. Sel-sel
mukus (leher) ditemukan dileher fundus atau kelenjar-kelenjar gastrik. Sel-sel ini
mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada
pylorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam
hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresikan oleh lambung adalah
enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion-ion natrium, kalium, dan klorida.
Persarafan lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk lambung
dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus

4
mempercabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik dan seliaka. Pengetahuan tentang
anatomi ini sangat penting, karena vagotomi selektif merupakan tindakan
pembedahan primer yang penting dalam mengobati tukak duodenum. Persarafan
simpatis adalah melalui saraf splenikus major dan ganlia seliakum. Serabut-serabut
aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, dan dirasakan
di daerah epigastrium. Serabut-serabut aferen simpatis menghambat gerakan dan
sekresi lambung. Pleksus saraf mesentrikus (auerbach) dan submukosa (meissner)
membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan mengkordinasi aktivitas
motoring dan sekresi mukosa lambung. Seluruh suplai darah di lambung dan
pankreas (serat hati, empedu, dan limpa) terutama berasal dari daerah arteri seliaka
atau trunkus seliaka, yang mempecabangkan cabang-cabang yang mensuplai
kurvatura minor dan mayor. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah
arteri gastroduodenalis dan arteri pankreas tikoduodenalis (retroduodenalis) yang
berjalan sepanjang bulbus posterior duodenum. Tukak dinding postrior duodenum
dapat mengerosi arteria ini dan menyebabkan perdarahan.
Darah vena dari lambung dan duodenum, serta berasal dari pankreas, limpa, dan
bagian lain saluran cerna, berjalan kehati melalui vena porta. Berikut ini adalah
gambar anatomi lambung.
Fisiologi Lambung :
1. Mencerna makanan secara mekanikal.
2. Sekresi, yaitu kelenjar dalam mukosa lambung mensekresi 1500 – 3000 mL
gastric juice (cairan lambung) per hari. Komponene utamanya yaitu mukus,
HCL (hydrochloric acid), pensinogen, dan air. Hormon gastrik yang disekresi
langsung masuk kedalam aliran darah.
3. Mencerna makanan secara kimiawi yaitu dimana pertama kali protein
dirobah menjadi polipeptida.
4. Absorpsi, secara minimal terjadi dalam lambung yaitu absorpsi air, alkohol,
glukosa, dan beberapa obat.
5. Pencegahan, banyak mikroorganisme dapat dihancurkan dalam lambung oleh
HCL.
6. Mengontrol aliran chyme (makanan yang sudah dicerna dalam lambung)
kedalam

5
duodenum. Pada saat chyme siap masuk kedalam duodenum, akan terjadi
peristaltik yang lambat yang berjalan dari fundus ke pylorus.

B. Gastroretentive Mucoadhesive
Salah satu sediaan dengan pelepasan obat yang dimodifikasi adalah sediaan
dengan pelepasan diperlambat. Banyak metode yang dapat digunakan untuk
membuat sediaan lepas lambat, salah satunya adalah sediaan yang dirancang untuk
tetap tinggal di dalam lambung. Bentuk sediaan yang dapat dipertahankan di dalam
lambung disebut Gastro Retentive Drug Delivery System (GRDDS). Keuntungan
GRDDS diantaranya adalah mampu meningkatkan bioavailabilitas, mengurangi obat
yang terbuang dengan sia-sia, meningkatkan kelarutan obat-obatan yang kurang larut
pada lingkungan pH yang tinggi. GRDDS juga memiliki kemampuan untuk
menghantarkan obat-obatan secara lokal di dalam lambung (contoh: antasid dan anti
Helicobacter pylori) dan usus kecil bagian atas (1, 2).

Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan waktu


tinggal obat di dalam lambung/Gastrict Residence Time (GRT), diantaranya adalah
suatu sistem bioadesif yang dapat melekat pada permukaan mukosa lambung, sistem
penghantaran yang dapat meningkatkan ukuran obat dengan segera sesudah obat
tersebut ditelan sehingga tertahan di dalam lambung, sistem dengan densitas yang
besar sehingga ketika masuk lambung akan segera tenggelam di bagian lekukan
lambung, sistem yang dikontrol secara magnetik bekerja dengan menggabungkan
magnetit oksida atau dilapisi oleh magnet dan suatu sistem dengan densitas yang
rendah (≈ 1,004 gram/ cm3 ) bila dibandingkan dengan cairan lambung sehingga
dapat mengapung di dalamnya (1, 2, 3) .

C. Sistem Penghantar Obat Mukoadhesif

Salah satu cara untuk mendapatkan sistem penghantar obat dengan pelepasan
obatdimodifikasi di saluran pencernaan adalah dengan membuat sediaan bioadhesif.
Bioadhesi adalah suatu senyawa yang mampu berinteraksi dengan bahan biologis dan
saling terikat selama periode waktu yang lama. Apabila adhesive terikat pada mucus

6
disebut mukoadhesi. Leung dan robinson mendefinisikan mukoadhesi sebagai
interaksi antara permukaan musin dengan polimer sintesis atau alam.

Kekuatan bioadhesi sutu polimer atau seri polimer ditentukan oleh asal
polimer, media lingkungan dan variable fisiologi. Faktor polimer mencakup bobot
molekul,konsentrasi polimer aktif, fleksibilitas rantai polimer dan konformasi ruang.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi kelangsungan bioadhesi meliputi pH, waktu
kontak awal, seleksi model permukaan substrat dan pengembangan. Adapula variable
fisiologis mencangkup pertukaran mucus dan tingkat penyakit.

Membran mucus manusia relative permeable dan dapat dilewati oleh obat.
Mucus merupakan sekresi jernih dan kental yang merekat membentuk lapisan tipis
gel kontinu menutupi dan beradhesi pada epitel mukosa. Mucus disekresi oleh sel
goblet sepanjang epitel atau kelenjar eksokrin dengan acini sel mucus. Pada manusia
, tebal lapisan ini brvariasi antara 50-450um. Secara umum komposisi mukus adalah
air 95%, glikoprotein dan lemak 0,5-5% garam mineral 1% dan protein bebas 0,5-1
%. Glikoprotein mukus merupakan protein berbobot molekul tinggi, memiliki unit
oligosakarida yang terikat padanya. Unit ini rata-rata terdiri dari 8-10 monosakarida
dari 5 tipe yang berbeda, yaitu L-fukosa, D-galaktosa, N-asetil-D-glukosamin, N-
asetil-D-galaktosamin dan asam sialat. Asam N-asetilneuramat merupakan asam
sialat penting pada manusia, pada hewan ada asam sialat lain, seperti asam N-
glikoneuramat dan turunannya. Asam amino utama adalah serin,treonin dan prolin.

Pada hakekatnya semua tempat mukus dapat digunakan untuk pemberian dan
absorpsi obat , seperti mukus di saluran cerna, nasal, ocular, vaginal, rectal, oral dan
periodontal. Oleh kareana itu sediaan oral dapat dibuat dalam bentuk mukoadhesif.
Konsep bioadhesi sejak tahun 1980 telah digunakan untuk sistem penghantaran obat.
Sistem ini dibuat dengan memasukkan bahan yang memiliki sifat adhesi ke dalam
formula sediaan, sehingga dapat tinggal di tempat yang dekat dengan jaringan tempat
terjadinya absorpsi obat, pelepasan obat dekat dengan tempat kerja , untuk
meningkatkan bioavailabilitasnya dan meningkatkan aksi local atau efek sistemik.

Potensi yang digunakan pada pembawa (carrier) sediaan mukoadhesif terletak


pada kemampuan berkontak secara intensif dengan barrier epitel sehingga
memperpanjang waktu tinggalnya di tempat terjadinya absorpsi, efektifitas obat pada

7
penggunaan mukoadhesif oral dapat dicapai dengan baik melalui peningkatan lama
waktu tinggal obat di saluran cerna. Walaupun demikian ada beberapa masalah yang
membatasi penggunaan sistem pemberian ini. Permasalahannya adalah absorpsi obat
di saluran cerna dipengaruhi oleh factor. Fisiologis lambung dan usus, faktor sifat
fisikokimia lingkungan usus kecil serta luas permukaan lokasi terjadinya absorpsi.

Masalah fisiologis yang dihadapi pada sistem penghantaran mukoadhesif di


lambung adalah :

1. Mobilitas lambung yang kuat pada fase III, akan menjadi satu gaya yang dapat
melepaskan adhesive.
2. Kecepatan penggantian musim merupakan hal yang penting, baik pada keadan
lambung kosong maupun penuh. Adhesive akan merekat pada mukus selama
mukus ada dan jika mukus lepas dari membrane , polimer tidak mungkin
nempel jika tempat terikatnya tertutup.
3. Ph lambung normal 1,5-3 tidak sesuai untuk bioadhesi.
Walaupun demikian semua permasalahan dapat diatasi dengan menggunakan polimer
yang sesuai atau dengan menggabungkan bahan-bahan tertentu pada bentuk sediaan.
Polimer bioadhesif yang terikat pada musin lambung atau permukaan sel epitel,
digunakan dalam sistem penghantaranobat untuk tujuanmenahan bentuk sediaan
disaluran cerna serta meningkatkan intiminasi dan durasi kontak obat dengan
membrane lokasi absorpsi. Polimer yang ideal untuk sistem penghantaran
mukoadhesif di lambung mempunyai karakteristik yang sama dengan criteria polimer
bioadhesif.

Faktor polimer yang mempengaruhi mukoadhesi meliputi ikatan adhesi antara sistem

bioadhesi dan gel musin dapat diteliti dari bobot molekul, fleksibilitas rantai polimer,
konformasi ruang. Bobot molekul optimum untuk terjadinya mukoadhesi tergantung
pada tipe polimer dan jaringannya. Interpenetrasi molekul polimer dengan bobot
molekul rendah lebih baik mengingat belitan dari pada polimer dengan bobot
molekul tinggi. Gumy, dkk(1984) mengemukakan bahwa gaya bioadhesi meningkat
seiring dengan meningkatnya bobot molekul polimer sampai 100.000 dan diatas level
tersebut tidak banyak efeknya.

8
Fleksibilitas dan belitan rantai polimer diperlukan untuk interpenetrasi. Pada
polimer yang larut air akan terjadinya ikatan sambung silang, sehingga mobilitas
rantai dapat mempengaruhi kedalaman interpenetrasi. Jika digunakan tekanan tinggi
pada periode waktu yang sesui, maka polimer menjadi mukoadhesif walaupun tidak
tertarik musin.

Waktu kontak awalantara lapisan mukus dengan mukoadhesif menentukan adanya


pengembangan dan interpenetrasi rantai polimer. Penggunaan tekanan awal pada
waktu kontak awal dapat mempengaruhi penampilan kekuatan sistem.

Perubahan fisik dan biologi dapat terjadi pada gel mukus yang ada di atas jaringan
pada kondisi percobaan, sehingga memerlukan penyesuaian sebelum dilakukan uji in
vitro menggunakan jaringan. Jika suatu polimer mengembang, maka
pengembangannya tergntung pada konsentrasi polimer dan adanya air. Polimer yang
mengembang terlalu besar, maka kekuatan bioadhesinya akan menurun. Oleh karena
itu fenomena ini tidak boleh terjadi terlalu awal agar terjadi proses bioadhesi yang
baik.

Sifat fisikokimia mukus berubah selama kondisi sakit seperti flu, gastric ulcer,
ulcerative colitis, cystic fibrosis, infeksi bakteri dan jamur pada wanita reproduktif
dan pada kondisi sakit mata. Jika mukoadhesif digunakan pada orang dengan kondisi
sakit seperti tersebut maka perlu dilakukan pembuatanmukoadhesive khusus yang
dievaluasi pada kondisi seperti tersebut.

Pembaharuan (turn over) molekul musim pada lapisan mukus sangat penting.
Pembaharuan musin diharapkan berlangsung pada batas waktu terjadinya penahanan
mukoadhesif di lapisan mucus. Kecepatan pembaharuan dapat berbeda dengan
adanya mukoadhesif. Pembaharuan musin menghasilkan sejumlah molekul musin
yang larut. Molekul ini berinteraksi dengan mukoadhesif sebelumnya. Lehr,dkk 1991
mengemukakan bahwa pembaharuan musin terjadi setiap 47-270 menit. Sel cilia
dalam caviry mentransport mucus ke kerongkongan dengan kecepatan 5 mm/menit,
pembersihan mucuciliary di trachea antara 4-10 mm/menit.

9
D. Mukoadhesive

Mukoadhesif adalah polimer sintetik atau alam yang berinteraksi dengan lapisan
mucus yang menutupi permukaan epitell permukaan dan molekul musin yang
merupakan konstituen utama dari mucus.

Sistem penghantaran obat secara mukoadesif adalah sistem penghantaran obat


dengan menggunakan bahan polimer yang memiliki sifat mukoadesif setelah
terjadinya proses hidrasi yaitu mengikat lebih lama pada cairan mukosa, sehingga
dapat digunakan untuk menghantarkan obat pada target sitenya dalam waktu yang
lebih lama. Rute pemberian obat dengan sistem penghantaran secara mukoadesif
adalah oral, bukal, vaginal, nasal dan ocular.

Proses yang terlibat pada pembentukan ikatan mukoadesif dapat dideskripsikan


dalam tiga tahap :

1. Wetting dan swelling dari polimer untuk membentuk pelekatan dengan jaringan
biologi

2. Interpenetrasi dari rantai polimer mukoadesif dan belitan dari polimer dan rantai
mucus

3. Pembentukan ikatan kimia yang lemah antara belitan rantai

Dalam pembuatan sediaan obat mukoadesif perlu diperhatikan penggunaan polimer.


Polimer-polimer yang dapat digunakan dalam sediaan obat mukoadesif dibagi dalam
dua golongan yaitu polimer hidrofilik dan hidrogel. Yang termasuk dalam polimer
hidrofilik adalah polimer yang mengandung grup karboksilik contohnya Poli Vinil
Pirolidon (PVP), Metil Cellulosa (MC), Sodium Carboxy Metil Cellulosa (SCMC),
dan derivate selulosa lainnya. Yang termasuk dalam hidrogel adalah polimer yang
mampu dikembangkan ketika menyerap air yang artinya ketika berada pada jaringan
terjadi gaya adhesi. Contoh polimer golongan ini adalah Carbopol, Polyacrylates,
Chitosan, dan lain-lain. Untuk membentuk adhesi diperlukan beberapa hal dibawah
ini :

10
1. Jumlah gugus yang mencukupi untuk membentuk ikatan hydrogen

2. Muatan anion permukaan

3. Bobot molekul yang tinggi

4. Fleksibilitas rantai yang tinggi

5. Tegangan muka yang menginduksi penyebaran pada lapisan mukosa

E. Mekanisme mukoadhesi

Bioadhesi merupakan fenomena yang tergantung pada sifat bioadhesive.


Tahap pertama melibatkan kontak yang rapat antara bioadhesif dan membran, baik
dari permukaan bioadhesif yang memiliki pembasahan bagus, maupun dari
pengembangan bioadhesif. Pada tahap kedua, setelah diadakan kontak, penetrasi
bioadheshif ke dalam celah-celah permukaan jaringan atau antarrantai dari
bioadhesive dengan mukus yang terjadi. Pada tingkat molekuler, mukoadhesi
dapat dijelaskan berdasarkan interaksi molekul. Interaksi antara dua molekul
terdiri dari daya tarik dan daya tolak. Interaksi daya tarik muncul dari gaya Van
der Walls, daya tarik elektrostatik, ikatan hidrogen, dan interaksi hidrofobik.
Interaksi daya tolak terjadi karena tolakan elektrostatik dan tolakan steric.Untuk
terjadi mukoadhesi, interaksi daya tarik harus lebih besar daripada tolakan non-
spesifik.

3 kategori utama aplikasi sediaan mukoadhesif dalam system penghantaran obat


adalah:

1. Memperlama waktu tinggal (kontak). Kemungkinan ini telah diteliti secara


intensif untuk system penghantaran/pelepasan obat terkendali yang
diberikan secara oral dan rute pemberian okuler.
2. Kontak intensif dengan membrane pengabsorpsi. Tablet mukoadhesif atau
laminat menunjukkan sifat pelepasan obat yang menguntungkan jika
digunakan melalui rute bukal.Sediaan dalam bentuk partikel mikro (micro

11
particles) sudah berhasil digunakan pada aplikasi obat melalui nasal. Selain
itu, terbuka juga peluang untuk memberikan obat secara rectal dan vaginal.
3. Lokalisasi system penghantaran obat. Dalam beberapa kasus, obat secara
preferensial diabsorpsi pada daerah tertentu (spesifik) dari saluran cerna
yang juga dinamakan jendela absorpsi (absorption window).

Salah satu cara untuk memperbaiki ketersediaan hayati obat yang sukar
larut, mudah terurai pada pH alkali serta memiliki lokasi absorpsi di lambung dan
usus bagian atas adalah dengan menggunakan sediaan mukoadhesif yang
menempel di lambung. Bentuk sediaan mukoadhesif dapat berupa granul, pellet,
tablet matriks, kapsul dan mikrokapsul. Sediaan ini ditahan dilambung menurut
mekanisme pelekatan pada permukaan sel epitel atau pada mukus dalam jangka
waktu yang lama.
Mukus merupakan sekret jernih dan kental serta melekat, membentuk
lapisan tipis, berbentuk gel kontinyu yang menutupi dan beradhesi pada
permukaan epitel mukosa. Tebal mukus bervariasi antara 50-450 um dengan
komposisi sangat bervariasi tergantung spesies dan lokasi, anatomi dan keadaan
normal/patologi organisme. Secara umum komposisinya terdiri dari air 95 %,
glikoprotein dan lemak 0,5-5,0 %, garam-garam mineral 1 % dan protein bebas
0,5-1 %. Komponen utama mukus yang bertanggung jawab pada viskositas serta
sifat adhesi dan kohesinya adalah glikoprotein, suatu protein berbobot molekul
tinggi yang memiliki unit oligosakharida ( rata-rata 8-10 residu monosakharida
dari 5 jenis monosakharida, seperti L-fukosa, D-galaktosa, N-asetil-D-
glukosamin,N-asetil-D-galaktosamin dan asam sialat ( gambar 1).

12
rantai samping inti protein oligosakharida
3)
Gambar 1. Skema struktur musin rantai glikoprotein, (b) tetramer glikoprotein .

Mekanisme pelekatan sediaan mukoadhesif pada musin diawali dengan


adanya kontak antara sediaan dan mucus, dilanjutkan dengan adanya
interpenetrasi polimer ke dalam mukus (gambar 2). Ada dua ikatan kimia yang
terjadi pada bioadhesi, yaitu pertama ikatan kovalen, ikatan ini tidak diinginkan
pada bioadhesi karena sangat kuat kekuatannya, yang kedua adalah ikatan yang
disebabkan karena gaya tarik-menarik antara gugus molekul yang berbeda, seperti
gaya elektrostatik, van der Waals , ikatan hidrogen dan hidrofob

13
Sediaan mukoadhesif dapat dibuat menggunakan polimer alam dan sintesis.
Polimer alam yang prospektif untuk diteliti adalah karboksimetilselulosa, gom
arab dan natrium alginat, sedang polimer sintesis adalah poliakrilat dan turunan
selulosa, seperti Carbopol 934P, 940P,1342, polikarbofil, hidroksipropil selulosa,
hidroksipropil metilselulosa dan hidroksietilselulosa.
Untuk mendapatkan sediaan mukoadhesif diperlukan jenis dan jumlah
polimer mukoadhesif yang sesuai. Pada penelitian digunakan polimer yang
memiliki daya bioadhesif dan mudah diperoleh serta murah harganya, yaitu
karboksimetilselulosa/gom arab/natrium alginat dengan Metolose 90SH-1500
(Metolose K-15) dan Metolose 90SH-100.000 (Metolose K-100) Penelitian ini
bertujuan untuk meneliti daya lekat polimer tunggal dan kombinasi dari natrium
karboksimetilselulosa/gom arab/natrium alginat dengan Metolose K-15/K-100 di
lambung dan di usus, serta untuk mendapatkan kombinasi jenis dan jumlah
polimer sintesis yang paling baik menempel di lambung selama 2 jam.
Mukoadhesif adalah polimer sintetik atau alam yang berinteraksi dengan lapisan
mukus yang menutupi permukaan epitelial-permukaan, dan molekul musin yang
merupakan konstituen utama dari mukus

Mechanism of Mucoadhesion

14
Tahap 1 melibatkan kontak yang rapat antara bioadhesif dan membran, baik dari
permukaan bioadhesif yang memiliki pembasahan bagus, maupun dari
pengembangan bioadhesif.

Pada tahap 2, setelah diadakan kontak, penetrasi bioadhesif ke dalam celah-celah


permukaan jaringan atau antar rantai dari bioadhesif dengan mukus terjadi.
Interaksi tersebut terdiri dari daya tarik dan daya tolak. Interaksi daya tarik
muncul dari gaya Van der Waals, daya tarik elektrostatik, ikatan hidrogen, dan
interaksi hidrofobik. Interaksi daya tolak terjadi karena tolakan elektrostatik dan
tolakan sterik.

Untuk terjadi mukoadhesif, interaksi daya tarik harus lebih besar daripada tolak-
menolak non-spesifik.

 Ada 7 teori tentang mucoadhesion :

1. Teori elektronik

2. Teori adsorpsi

3. Teori pembasahan

4. Teori difusi

5. Teori dehidrasi

6. Teori fracture

7. Teori mekanik

1. Teori elektronik

Adanya perpindahan elektron diantara permukaan karena adanya


perbedaan struktur elektrik yang dihasilkan antara kedua lapisan elektrik
sehingga menimbulkan gaya tarik.

2. Teori Adsoprsi

Setelah kontak awal bahan adheren ke permukaan karena kekuatan aksi


anatara atom di kedua permukaan lapisan, menghasilkan pembentukan ikatan

15
yang terkait dengan keberadaan kekuatan intermolekuler, seperti ikatan hidrogen
dan van der waals untuk interaksi perlekatan antara substrat permukaan.

3. Teori Pembasahan
 Digunakan pada sistem cairan dimana terdapat afinitas pada permukaan untuk
menyebar.
 Afinitas ini dapat diukur dengan menggunakan berbagai cara seperti sudut
kontak.
 Menurunkan sudut kontak dapat meningkatkan afinitas.

4. Teori Difusi
 Penetrasi antara Polimer dan Mucus.
 Menghasilkan ikatan adhesif semipermanen.
 Kekuatan adhesi meningkat dengan meningkatnya penetrasi.
 Tergantung dari koefisien difusi 0,2-0,5 micro meter.

16
5. Teori Dehidrasi

Pada teori dehidrasi, bahan yang bersifat gel pada saat berada di
lingkungan cair, ketika kontak dengan mukus akan menyebabkan dehidrasi dari
mukus karena adanya perbedaan tekanan osmotik.Perbedaan gradien konsentrasi
antara cairan dengan formulasi akan terjadi hingga tercapai keseimbangan
osmotik.Proses tersebut meningkatkan waktu kontak formulasi dengan membran
mukus.

6. Teori Fraktur
Teori ini menganalisa kekuatan yang diperlukan untuk memisahkan dua
permukaan setelah terbentuk adhesi. Teori ini terfokus pada kekuatan yang
diperlukan untuk memisahkan suatu bagian.

7. Teori Mekanik

Menjelaskan tentang difusi cairan adhesif ke dalam mikro-cracks dan


ketidakteraturan pada permukaan substrat dengan demikian pembentukan struktur
yang saling menyambung dapat meningkatkan sifat adhesinya.

17
F. Polimer Mukoadhesif
Polimer memainkan peranan yang penting dalam sistem mukoadhesif
untuk
memperpanjang waktu tinggal obat di tempat yang diingikan. Polimer untuk
sistem mukoadhesif yang paling banyak diteliti adalah makromolekul hidrofilik,
baik berupa polimer alami atau polimer sintetis dan semi sintetis , yang memiliki
banyak gugus ikatan hydrogen seperti gugus hidroksil ,karboksil, dan gugus amin.
Beberapa contoh polimer mukoadhesif antara lain
a) Polimer kationik, misalnya kitosan
b) Polimer anionic, misalnya carbopol, poli (asam metakrilat ), dan natrium
alginate.
c) Polimer non-ionik, misalnya hidroksipropil metilselulosa (HPMC),
hidroksietil selulosa, dan metil selulosa

Polimer yang dapat melekat pada lapisan mukosa dapat dibedakan menjadi
tiga kategori, yaitu:

a) Polimer menjadi lengket saat kontak dengan air


b) Polimer yang melekat melalui ikatan nonspesifik dan nonkovalen
c) Polimer yang berikatan dengan reseptor yang spesiifik pada permukaan sel.

Akhir-akhir ini juga telah dikembangkan polimer-polimer mukoadhesif baru,


seperti lectin dan tiomer. Lektin adalah glikoprotein yang dapat mengenali
molekul gula secara spesifik. Lektin dapat berikatan secara non-kovalen pada
membran sel sehingga adhesi yang terjadi disebut sitoadhesi. Lektin yang paling
umum ditemukan adalah lektin yang diisolasi dari Abrus precatroius, Agaricus
bisporus, Anguilla Anguilla.

Tiomer diperoleh dengan penambahan gugus sulfidril pada polimer


mukoadhesif. Tiomer dapat membentuk ikatan disulfide dengan domain sistein
pada glikoprotein mucus sehingga memiliki sifat mukoadhesif yang lebih baik.

18
G. Faktor-faktor yang mempengaruhi mukoadhesif
Proses mukoadhesi ditentukan oleh berbagai faktotor , baik dari formulasi
sistem mukoadhesif , yaitu polimer yang digunakan , maupun dari lingkungan
tempat aplikasi sistem mukoadhesif tersebut. Faktor-faktor tersebut antara lain :
a) Konsentrasi polimer :semakin tinggi konsentrasi polimer , maka
daya adhesi akan semakin kuat.
b) Konformasi polimer : gaya adhesi juga tergantung pada konformasi
polimer,contohnya heliks atau linier. Bentuk heliks dapat
menyembunyikan gugus-gugus aktif polimer sehingga mengurangi
kekuatan adhesi polimer.
c) Bobot molekul polimer : untuk polimer linear , semakin besar
bobot molekul polimer maka kemampuan mukoadhesi akan
meningkat.
d) Fleksibilitas rantai polimer : fleksibilitas rantai polimer penting
untuk intepenetrasi dan pembelitan rantai polimer dengan rantai
musin. Apabila penetrasi rantai polimer ke mukosa berkurang ,
maka kekuatan mukoadhesif juga akan berkurang.
e) Derajat hidrasi : hidrasi yang berlebihan dapat menyebabkan
berkurangnya kemampuan mukoadhesif akibat pembentukan
mucilage yang licin
f) Ph : ph akan mempengaruhi muatan pada permukaan mukosa dan
polimer sehingga adhesi juga akan dipengaruhi.
g) Waktu kontak awal : waktu kontak awal antara sistem mukoadhesif
dan lapisan mukosa menentukan tingkat pengembangan dan
interpretasi polimer . kekuatan mukoadhesif akan meningkat jika
waktu kontak awal meningkat.
h) Variasi fisiologis: kondisi fisiologis yang dapat mempengaruhi
mukoadhesi antara lain ketebalan mucus.

19
H. Keuntungan dan kerugian mukoadhesif
a) Kerugian
 Terjadi efek berbisul lokal karena kontak lama dari obat
 Penerimaan pasien dalam hal selera,iritasi dan mulut terasa harus
diperiksa
b) Keuntungan
 Memperpanjang waktu tinggal sediaan di lokasi penyerapan sehingga
meningkatkan bioavailabilitas.
 Aksesbilitas baik
 Penyerapan cepat karena suplai darah besar dan laju aliran darah baik
Peningkatan kepatuhan pasien

I. UJI “WASH OFF” MIKROGRANUL MUKOADHESIF

Pengujian “Wash Off” dilakukan dengan menggunakan alat uji


disintegrasi. Potongan jaringan lambung atau usus kelinci segar ditempelkan di
atas kaca objek dengan lem sianoakrilat (loctite ® ). Ujung jaringan diikat dengan
parafilm. Seratus mikrogranul ditempatkan secara merata pada mukosa lambung
atau usus menggunakan pinset. Kaca objek ditempatkan pada alat uji disintegrasi
dan digerakkan dengan kecepatan 30 kali per menit, dalam medium cairan
lambung atau cairan usus buatan tanpa enzim pada suhu 370C. Setelah waktu
tertentu dihitung jumlah mikrogranul yang masih melekat pada lambung atau pada
usus.
J. Uji bioadhesi in vitro

Dilakukan menggunakan mukosa lambung dan usus tikus putih. Lambung


dan usus dicuci dengan larutan natrium klorida fisiologis kemudian masing-
masing direndam dalam cairan lambung dan cairan usus buatan. Jaringan lambung
dibuka, dipotong kira-kira 1 x1 cm dan jaringan usus dibelah dan dipotong kira-
kira 4 cm. Jaringan lambung dilekatkan pada penyokong teflon dengan bantuan
lem akrilat. Sejumlah tertentu granul diletakkan di atas jaringan tersebut,
dibiarkan berkontak selama 20 menit kemudian ditempatkan pada sel silindris

20
dengan kemiringan 45° (gambar 1). Granul yang telah melekat pada jaringan
lambung dielusi dengan cairan lambung buatan selama 10 menit dengan kecepatan
2ml/menit. Untuk granul yang melekat di usus dielusi dengan cairan usus buatan
selama 10 menit dengan kecepatan 22 ml/menit. Granul yang melekat dihitung
setiap 5 menit.

K. Evaluasi Tablet Mukoadhesive


Pada tablet mukoadhesif, perlu dilakukan beberapa evaluasi. Evaluasi pada
tablet mukoadhesif adalah sebagai berikut (Krishnarajan et al., 2014):
1. Diameter dan tebal

Diameter dan ketebalan tablet memungkinkan pengukuran yang akurat


dan dapat memberikan informasi mengenai variasi antar tablet. Ketebalan dan
diameter tablet ditentukan menggunakan vernier caliper. Digunakan tiga tablet
dari masing-masing Run dan dihitung nilai rata-ratanya.
2. Kekerasan

Kekerasan tablet harus memenuhi persyaratan sehingga tablet dapat


menahan guncangan mekanik selama proses manufaktur, pengemasan atau
pengiriman. Kekerasan tablet ditentukan menggunakan alat Monstanto
hardness tester dan dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.

3. Kerapuhan

Kerapuhan tablet menggambarkan ukuran kekuatan tablet. Untuk


menguji kerapuhan tablet dilakukan dengan cara dua puluh tablet
dibebasdebukan, ditimbang dengan neraca analitik, kemudian dimasukkan
dalam abrasive tester. Kecepatan putaran sudut diatur yaitu 25 rpm dan uji
selama 4 menit. Tablet dibebasdebukan dan ditimbang kembali. Kemudian
ditentukan presentase kehilangan massa tablet (% kerapuhan).
4. Variasi

Uji variasi dilakukan dengan mengambil 20 tablet secara acak, kemudian


ditimbang secara akurat. Kemudian berat rata-rata tablet dihitung. Tidak lebih
dari 2 berat tablet yang menyimpang dari berat rata-rata sebesar 10%. Berat
rata-rata tablet dan standar deviasi tablet dihitung.

21
5. Studi in-vitro pengembangan (studi penyerapan air)

Tablet setiap Run ditimbang (sebagai W1) dan ditempatkan secara


terpisah pada cawan petri yang mengandung 2% agar gel. Pada waktu tertentu
tablet dipindahkan dan kelebihan air dihilangkan menggunakan kertas saring.
Tablet akan mengembang kembali (sebagai W2). Indeks pengembangan tablet
tersebut dihitung dengan rumus :

Selain evaluasi fisik tersebut diatas, pada tablet maupun granul mukoadhesif juga perlu
dilakukan evaluasi terhadap kekuatan mukoadhesif yang dapat dilihat dari lamanya
waktu tablet atau jumlah granul yang masih melekat pada mukosa.

22
BAB III
PEMAHASAN

Lambung merupakan suatu organ ”pencampur dan pensekresi” dimana makanan


dicampur dengan cairan cerna dan secara periodik dikosongkan ke dalam usus halus.
Akan tetapi gerakan makanan dan produk obat dalam lambung dan usus halus sangat
berbeda tergantung pada keadaan fisiologik. Dengan adanya makanan lambung
melakukan fase ”digestive”, dan tanpa adanya makanan lambung melakukan fase
”interdigestive”. Selama fase ”digestive” partikel-partikel makanan atau partikel-partikel
padat yang lebih besar dari 2 mm ditahan dalam lambung, sedangkan partikel-partikel
yang lebih kecil dikosongkan melalui ”sphincter” pilorik pada suatu laju order kesatu
yang tergantung pada isi dan ukuran dari makanan. Selama fase ”interdigestive” lambung
istirahat selama 30-40 menit sesuai dengan waktu istirahat yang sama dalam usus halus.
Kemudian terjadi kontraksi peristaltik, yang diakhiri dengan ”housekeeper contraction”
yang kuat yang memindahkan segala sesuatu yang ada dalam lambung ke usus halus.
Dengan cara yang sama, partikel-partikel besar dalam usus halus akan berpindah hanya
selama waktu ”housekeeper contraction”.
Bahan-bahan berlemak, makanan dan osmolalitas dapat memperpanjang waktu
tinggal dalam lambung. Pelarutan obat dalam lambung juga dapat dipengaruhi oleh ada
atau tidak adanya makanan. Waktu tinggal dalam lambung yang lebih panjang, obat dapat
terkena pengadukan yang lebih kuat dalam lingkungan asam.
CONTOH OBAT

 Antasida
Antasid adalah zat yang berfungsi untuk menetralisir asam lambung.
Antasid digunakan untuk membantu menyembuhkan gangguan pencernaan
yaitu maag. Maag bisa disebakan jika makan terlalu banyak atau jika
makan terlalu cepat. Seseorang yang menderita maag, cairan dalam
lambungnya akan menjadi lebih asam.
Reaksi yang terjadi disebut netralisasi. Hal ini karena tablet adalah
basa dan cairan dalam perut yang asam.
Antasida digunakan untuk meredakan rasa perih akibat kandungan
asam yang berlebihan pada lambung seperti yanng terjadi pada penderita
tukak lambung.

23
 Cara kerja

Antasida secara langsung akan menetralisir keasaman, peningkatan


pH, atau secara reversibel mengurangi atau menghalangi sekresi asam
lambung oleh sel untuk mengurangi keasaman di perut.

Rasa pedih terasa ketika asam klorida lambung mencapai saraf di


mukosa saluran cerna. Lalu saraf tersebut mengirim sinyal rasa sakit ke sistem
saraf pusat. Hal ini terjadi pada bagian saraf yang terkena asam.

 Indikasi

Antasida yang diminum untuk meredakan sakit maag, gejala utama


penyakit gastroesophageal refluks, ataupun gangguan asam pencernaan.
Pengobatan dengan antasida dan hanya ditujukan untuk gejala ringan saja.
Pengobatan ulkus akibat keasaman yang berlebihan mungkin memerlukan
antagonis reseptor H2 atau pompa proton untuk menghambat asam, dan
mengurangi iritasi lambunng.

Antasid adalah zat yang berfungsi untuk menetralisir asam lambung.


Antasid digunakan untuk membantu menyembuhkan gangguan pencernaan
yaitu maag. Maag bisa disebakan jika makan terlalu banyak atau jika makan
terlalu cepat. Seseorang yang menderita maag, cairan dalam lambungnya akan
menjadi lebih asam.

Reaksi yang terjadi disebut netralisasi. Hal ini karena tablet adalah
basa dan cairan dalam perut yang asam.

Antasida digunakan untuk meredakan rasa perih akibat kandungan


asam yang berlebihan pada lambung seperti yanng terjadi pada penderita
tukak lambung.

24
 Efek samping

Efek samping yang terjadi ada seseorang bisa bervariasi. Efek


samping yang umumnya terjadi adalah sembelit, diare, dan kentut terus-
menerus.

Penggunaan berlebihan dari antacid dapat menyebabkan acid rebound,


yaitu peningkatan produksi asam lambung, sehingga memperparah sakit
maag.

Berkurangnya keasaman perut dapat menyebabkan mengurangi


kemampuan untuk mencerna dan menyerap nutrisi tertentu, seperti zat besi
dan vitamin B. Kadar pH yang rendah di perut biasanya membunuh bakteri
yang tertelan, tetapi antasida meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
karena kadar pHnya naik. Hal ini juga bisa mengakibatkan berkurangnya
kemampuan biologis dari beberapa obat. Misalnya, ketersediaan hayati
ketokonazol (antijamur) berkurang pada pH lambung yang tinggi (kandungan
asam rendah).

Peningkatan pH dapat mengubah kemampuan biologis obat lain,


seperti tetrasiklin dan amfetamin. Ekskresi obat-obatan tertentu juga dapat
terpengaruh. Perpaduan tetracycline dengan aluminium hidroksida dapat
menyebabkan mual, muntah, dan ekskresi fosfat, sehingga kekurangan fosfat.

 Ketoprofen
Komposisi, Ketoprofen tersedia dalam bentuk sediaan:
Tablet : 50 mg, 100 mg, 200 mg
Supositoria : 100 mgInjeksi : 100 mg/ml-ampul, 100 mg/2ml, 100 mg/vialGel :
2,5 mg/g, 25 mg

Indikasi :
Ketoprofen dapat digunakan sebagai anti-encok seperti Rematik inflamasi
kronik/abartikuler, gout, atritis akut, osteoatritis, rematoid atritis, skiatika, dan
nyeri pada punggung bawah.Ketoprofen umumnya diresepkan untuk arthritis

25
inflamasi yang berhubungan dengan nyeri atau sakit gigi yang parah yang
mengakibatkan radang gusi. Ketoprofen dapat juga digunakan untuk mengobati
rasa sakit, terutama nyeri saraf seperti neuralgia pasca-herpes untuk radiculopathy,
dalam bentuk krim, salep, cair, semprot, atau gel yang juga berisi Ketamine dan
lidokain, bersama dengan agen lain yang mungkin berguna seperti
cyclobenzaprine, amitryptiline, asiklovir, gabapentin, orphenadrine dan obat lain
yang digunakan untuk pengobatan sebagai NSAID atau ajuvan, atipikal atau nyeri
potensiator.

Cara kerja obat :


Ketoprofen merupakan suatu antiinflamasi non steroid dengan efek
antiinflamasi,analgesik dan antipiretik. Sebagai anti inflamasi bekerja dengan
menghambat sintesa prostaglandin. Pada pemberian oral kadar puncak dicapai
selama 0,5–2 jam. Waktu paruh eliminasi pada orang dewasa 3 jam, dan 5 jam
pada orang tua.
Dosis dan cara pemberian :
Penggunaan oral
Dosis awal yang dianjurkan : 75 mg 3 kali sehari atau 50 mg 4 kali sehari.
Dosis maksimum 300 mg sehari. Sebaiknya digunakan bersama dengan makanan
atau susu.
Penggunaan IM
50–100 mg tiap 4 jam. Dosis maksimum 200 mg/hari, tidak lebih dari 3 hari.

Penggunaan suppositoria
1 suppositoria pada pagi dan malam hari, 1 suppositoria pada malam hari, jika
digabungkan dengan pemberian oral pada siang hari.
Penggunaan Gel 2 x sehari dioleskan tipis pada bagian yang nyeri, maksimal
pemakaian 7 hari.

Kontra indikasi :
Hipersensitif terhadap ketoprofen, aspirin dan AINS lain.
Gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat
Ulkus peptikum dan pada penderita asma

26
Peringatan :
Hati-hati bila diberikan pada penderita hiperasiditas lambung.
Tidak dianjurkan penggunaan pada wanita hamil dan menyusui.
Hati-hati pada penderita gangguan fungsi ginjal.

Efek samping :
ulkus gastrointestinal, penurunan jumlah sel darah merah (akibat pendarahan GI),
dan jarang kerusakan ginjal, protein kerugian, dan gangguan perdarahan.
Interaksi obat :
Ketoprofen tidak boleh digunakan dalam dengan NSAID atau kortikosteroid
lainnya, karena hal ini meningkatkan risiko ulserasi GI. Ini juga harus digunakan
dengan hati-hati dengan antikoagulan lain. Hal ini umumnya digunakan dengan
omeprazol, sucralfate, dan simetidin untuk membantu melindungi saluran GI.

27
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Struktur anatomi dan fisiologi pada gastroretentive mukoadhesif. Salah satu
organ yang berperan untuk memperpanjang waktu tinggal sediaan di saluran
pencernaan adalah lambung.

2. Struktur pembuluh darah yang melalui gastroretentif mukoadhesif


Terutama melalui oral
Oral : memberikan suatu obat melalui muut adalah cara pemberian obat
yang paling umum tetapi paling bervariasidan memerlukan jalan yang paling
rumit untuk mencapai jaringan. Beberapa obat diabsorbsi di lambung; namun,
duodenum sering merupakan jalan masuk utama ke sirkulasi sistemik karena
permukaan absorbsinya yang lebih besar. Kebanyakan obat diabsorbsi dari
saluran cerna dan masuk ke ahti sebelum disebarkan ke sirkulasi umum.
Metabolisme langakah pertama oleh usus atau hati membatasi efikasi banyak
obat ketika diminum per oral. Minum obat bersamaan dengan makanan dapat
mempengaruhi absorbsi. Keberadaan makanan dalam lambung memperlambat
waktu pengosongan lambung sehingga obat yang tidak tahan asam,
misalnya penisilin menjadi rusak atau tidak diabsorbsi. Oleh karena
itu, penisilin ata obat yang tidak tahan asam lainnya dapat dibuat sebagai salut
enterik yang dapat melindungi obat dari lingkungan asam dan bisa mencegah

28
iritasi lambung. Hal ini tergantung pada formulasi, pelepasan obat bisa
diperpanjang, sehingga menghasilkan preparat lepas lambat.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses LDA obat pada gastroretentive


mukoadhesif antara lain:
a. Konsentrasi polimer, semakin tinggi konsentrasi polimer yang digunakan
maka gaya adhesi akan semakin kuat.
b. Konformasi polimer, konformasi polimer seperti bentuk heliks dapat
menyembunyikan gugus aktif polimer sehingga akan menurunkan kekuatan
adhesi.
c. Bobot molekul polimer, pada polimer linear semakin besar bobot
molekulnya maka kemampuan mukoadhesif akan semakin tinggi pula.
d. Fleksibilitas rantai polimer, penting untuk interpenetrasi dan pengikatan
rantai polimer dengan rantai musin. Jika penetrasi rantai polimer ke mukosa
berkurang, maka akan menurunkan kekuatan mukoadhesif.
e. Derajat hidrasi, jika berlebihan akan mengurangi kemampuan mukoadhesif
karena pembentukan mucilage yang licin.
f. pH, dapat mempengaruhi muatan pada permukaan mukosa dan polimer
sehingga akan mempengaruhi adhesi.
g. Waktu kontak awal antara sistem mukoadhesif dan lapisan mukosa, semakin
tinggi waktu kontak awal maka kemampuan mukoadhesif juga akan
meningkat.
h. Variasi fisiologis, seperti ketebalan mucus dan pergantian musin dapat
mempengaruhi mukoadhesi.
4. Evaluasi biofarmasetika sediaan obat pada gastroretentive mukoadhesif:
a. Diameter dan tebal, Ketebalan dan diameter tablet ditentukan
menggunakan vernier caliper. Digunakan tiga tablet dari masing-masing
Run dan dihitung nilai rata-ratanya.
b. Kekerasan, Kekerasan tablet ditentukan menggunakan alat Monstanto
hardness tester dan dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.
c. Kerapuhan tablet menggambarkan ukuran kekuatan tablet. Untuk menguji
kerapuhan tablet dilakukan dengan cara dua puluh tablet dibebasdebukan,
ditimbang dengan neraca analitik, kemudian dimasukkan dalam abrasive

29
tester.
d. Variasi, Uji variasi dilakukan dengan mengambil 20 tablet secara acak,
kemudian ditimbang secara akurat. Kemudian berat rata-rata tablet dihitung.
Tidak lebih dari 2 berat tablet yang menyimpang dari berat rata-rata sebesar
10%. Berat rata-rata tablet dan standar deviasi tablet dihitung.
e. Studi in-vitro pengembangan (studi penyerapan air), Tablet setiap Run
ditimbang (sebagai W1) dan ditempatkan secara terpisah pada cawan petri
yang mengandung 2% agar gel. Pada waktu tertentu tablet dipindahkan dan
kelebihan air dihilangkan menggunakan kertas saring. Tablet akan
mengembang kembali (sebagai W2).

A. Saran
Pendekatan sediaan mukoadhesi f sebagai gastroretentive menawarkan berbagai
keuntungan seperti meningkatkan kepatuhan pasien, mengontrol kondisi penyakit
lebih baik, mengontrol kadar obat dalam plasma, penurunan jumlah total dosis yang
diberikan, waktu pengobatan yang lebih singkat, dan mengurangi biaya perawatan
kesehatan. Seperti yang telah kita ketahui bahwa polimer sintetis diproduksi dari
bahan kimia yang mengandung logam berat dan bahan baku organik sehingga dapat
membahayakan kesehatan apabila digunakan. Kerugian dari polimer sintetik antara
lain biaya yang dikeluarkan sangat tinggi, dapat menyebabkan keracunan, dapat
memberikan berbagai jenis efek samping

30
DAFTAR PUSTAKA

1. G.S. Asane, Kiran B.Aher, Deyendra K. Jain, Sanjay G. Bidkar, 2007, Mucoadhesive
Gastro Intestinal Drug Delivery System: An Overview, Pharmaceutical Review,
01/01/2007.
2. Goeswin Agoes, 2008, Sistem Penghantaran Obat Pelepasan Terkendali, Penerbit
ITB, Bandung.
3. Chien, Yie W. 1992. Novel Drug Delivery Systems New York: Marcel Dekker, Inc.
4. Rathbone, Michael J. 2003. Modified Release Drug Delivery Technology New York:
Marcel Dekker, Inc.
5. Wade, A dan P.J. Weller (ed.). 1986. Handbook of Pharmaceutical Excipients
Pharmaceutical Press. London.
6. Allen, L.V., Popovich, N.G., and Ansel, H.C., 2011, Ansel’s Pharmaceutical Dosage
Forms and Drug Delivery Systems, Ninth edition, lippincott Williams & Wilkins,
New York.
7. Ansel, H.C., 1989, Pharmaceutical Dosage Form and Delivery System, terjemahan
Farida Ibrahim, pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Ed IV, 201-273, UI Press,
Jakarta.
8. Lachman, L., Lieberman, H.A., and Kanig, J.L.1986. Teori
dan Praktek Farmasi Industri. Diterjemahkan oleh Siti, S., Universitas Indonesia
Press, Jakarta.
9. Longer Mark A., Ch’ng Hung Seng and Joseph R. Robinson. 1985, Bioadhesive
Polymers as Platforms for Oral Controlled Drug Delivery II: Syntesis and
Evaluation of some Swelling, Water-Insoluble Bioadhesive Polymers. J. Pharm.
Sci 74(4): 406-407. 8. Syukri, Y. Yuwono
10. Jurnal universitas Indonesia fakultas farmasi
11. http://www.meprofarm.co.id/ind/menus/detail_all_product-57-TUDIAB
12. http://ahli-farmasi.blogspot.com/2012/03/furosemide.html#axzz3KBv2KKy1

31
JAWABAN PERTANYAAN

1. LISNA JUNITA DAELI


PERTANYAAN:
Apa Mekanisme Kerja dari Mukoadhesive?
JAWAB:
Mekanisme mukoadhesi adalah sebagai berikut (Andrews et al., 2009):
 Adanya kontak intim antara bioadhesive dan membran (ada pembasahan atau
fenomena pengembangan).
 Penetrasi bioadhesive ke jaringan atau ke permukaan mukosa (interpenetrasi).

2. NURUL FAJRIYAH
PERTANYAAN:
Jelaskan karakteristik polimer bioadhesive?
JAWAB:
Adapun karakteristik ideal untuk polimer Bioadhesive yanga dapat digunakan adalah
sebagai berikut:
1. Polimer dan hasil uraiannya tidak toksik, tidak mengiritasi membran mukosa dan
tidak diabsorpsi di saluran cerna
2. Lebih baik ikatan yang kuat nonkovalen dengan permukaan epitel musin.
3. Sebaiknya menempel pada jaringan lembap dengan cepat dan mempunyai tempat
spesifik
4. Harus mudah bergabung dengan obat dan memberikan halangan/rintangan pada
pelepasannya.

32
3. CUT ALIA
PERTANYAAN:
Apa keuntungan dan kekurangan dari mukoadhesive?
Keuntungan dari Sediaan Mucoadhesive Gastroretentive:

a. Memperlama waktu tinggal sediaan pada tempat absorpsi


b. Dengan meningkatnya waktu tinggal dapat meningkatkan absorpsi dan efikasi
terapetik dari obat.
c. Absorpsi cepat karena supply darah besar dan kecepatan aliran darah baik.
d. Meningkatkan bioavailabilitas karena tidak adanya first pass metabolisme
e. Obat dilindungi dari degradasi pada lingkungan asam pada saluran pencernaan.
f. Meningkatkan kepatuhan pasien karena pemberian obat disukai.

Kekurangan dari sediaan Mucoadhesive Gastroretentive:


a. Harga relatif Mahal
b. Dapat terjadi dosis dumping
c. hubungan antara in vitro dan in vivo sering tidak dapat di ramalkan.
d. Ketersediaan hayati lebih rendah dengan meningkatnya ekiminasi lintas pertama
e. Pencapaian dan pemeliharaan kerja obat dapat di hambat karena adanya lambung
dan usus, aktivitas enzim, waktu tinggal dalam lambung dan usus halus,
ada/tidaknya makanan, dan tingkat penyakit penderita.

4. RIDWAN ADAM
PERTANYAAN:
Apa Mukoadhesive bersifat sistemik atau tidak dan bagaimana mucoadhesive secara
bukal?
JAWAB:
Mucoadhesive dapat berkerja secara sistemik maupun lokal, untuk mucoadhesive
pada sediaan bukal memiliki beberapa keuntungan tetapi juga masih memiliki
keterbatasan.
Keuntungan dari Mukoadhesive secara bukal, antara lain:
1. Menghindari first pass efect

33
2. Mudah kontak dengan membran sehingga obat tersebut dapat didistribusikan dan
mencapai target.
3. Meningkatkan bioavaibilitas obat.
4. Meningkatkan kemampuan obat untuk kontak dengan mukosa lebih lama.

Selain itu sistem Mucoadhesive secara bukal memiliki keterbatasan diantaranya:

1. Adanya keterbatasan area adsorpsi


2. Adanya barrier mukosa
3. Sekresi air liur terus menerus dapat menyebabkan pengenceran obat
4. Menelan air liur dapat menyebabkan obat terlarut dan hilangnya obat dari sediaan.

5. GREGORIUS YUDISTIRA
PERTANYAAN:
Apakah mukoaadhesive boleh di pakai saat makan atau tidak?
JAWAB:

Tidak boleh karena dapat menyebabkan tersedak selain itu juga dapat mengurangi
efektivitasnya.

34

You might also like