You are on page 1of 14

LAPORAN PENDAHULUAN KATARAK

A. PERUBAHAN SYSTEM PADA USIA LANJUT


1. KONSEP GERONTIK
a. Pengertian gerontik
Gerontologi berasal dari bahasa latin yaitu geros berarti lanjut usia
dan logos berarti ilmu. Gerontologi merupakan pendekatan ilmiah
(scientific approach) terhadap berbagai aspek dalam proses penuaan,
seperti aspek kesehatan, psikologi, sosial ekonomi, perilaku, lingkungan
dan lain – lain (Tamher & Noorkasiani, 2010). Keperawatan gerontik
atau keperawatan gerontologi adalah spesialis keperawatan lanjut usia
yang menjalankan peran dan tanggung jawabnya terhadap tahanan
pelayanan kesehatan dengan menggunakan ilmu pengetahuan, keahlian,
keterampilan, teknologi, dan seni dalam merawat untuk meningkatkan
fungsi optimal lanjut usia secara komprehensif (Kushariyadi, 2010)
Geriatri berasal dari bahasa latin yaitu geros berarti lanjut uksia dan
eatriea berarti kesehatan atau medis. Geriatri merupakan salah satu
cabang dari gerontologi dan medis yang mempelajari khusus aspek
keshatan dari kusia lanjut, baik yang ditinjau dari segi promotif,
preventif, kuratif, maukpun rehabilitatif yang mencakup kesehatan
badani, jiwa, dan sosial serta penykakit cacat (Kushariyadi, 2010).
Menurut standar keperawatan gerontik yang ditetapkan oleh Asosiasi
Keperawatan Amerika (ANA), disiplin ini harus mencakup promosi
kesehatan, pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, serta
perawatan diri yang ditujukan untuk megembalikan dan mempertahankan
fungsi optimal dalam aspek fisik, psikologi, dan sosial. Cakupan dari
ilmu keperawatan gerontik adalah tidak terpenuhinya kebutuhan dasar
lansia sebagai akibat dari proses penuaan. Keperawatan gerontik
mempunyai tujuan memenuhi kenyamanan lansia, mempertahankan
fungsi tubuh, serta membantu lansia menghadapi kematian dengan tenang
dan damai melalui ilmu dan teknik keperawatan gerontik.
b. Batasan – Batasan Lanjut Usia
Usia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda – beda
umumnya berkisar antara 60 – 65 tahun. Menurut Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO), ada empat tahapan yaitu :
1. Usia pertengahan (midlle age) usia 45 – 59 tahun
2. Lanjut usia (elderly) usia 60 – 74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) usia 75 – 90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun
c. Perubahan Sistem Tubuh pada Lansia
1. Perubahan pada sistem sensoris
a. Penglihatan :
1) Penurunan kemampuan akomodasi sehingga akan
mengakibatkan kerusakan dalam mebaca huruf – huruf yang
kecil.
2) Kontraksi pupil sinilis yang membuat terjadinya penyempitan
lapang pandang
3) Peningkatan kekeruhan lensa dangan perubahan warna menjadi
mengunig sehingga terjadi sensitifitas pada cahaya, penurunan
penglihatan pada malam hari, dan kerusakan dengan presepsi
kedalaman
b. Pendengaran :
1) Penurunan fungsi sensorineural secara lambat yang
mengakibatkan kehilangan pendengaran secara bertahap
2) Perubahan pada sistem integumen
c. Perubahan pada epidermis
1) Waktu penggantian sel meningkat sehingga menyebabkan
penyembuhan luka menjadi lambat
2) Penurunan melanosit mengakibatkan perlindungan dari sinar
ultraviolet kurang
3) Penurunan sel langerhans yang mengakibatkan pemeriksaan
kulit berkurang
4) Pendataran rete ridges yang mengakibatkan kulit mudah terpisah,
dan mengalaami kerusakan
5) Kerusakan nukleus keratinosit mengakibatkan kecenderungan ke
arah pertumbuhan abnormal seperti keratosis seboroik dan lesi
kulit papilomatosa (akrokordon)
d. Perubahan pada dermis
1) Perubahan elastisitas yang menyebabkan meningkatnya
kekuatan; kurang “melentur” di bawah tekanan
2) Kolagen kurang terorganisir menyebabkan kelemahan;
hilangnya turgor kulit
3) Vaskularitas berkurang yang mengakibatkan kulit terlihat pucat
dan hilangnya termoregulasi
4) Penurunan unsur – unsur sel : makrofag, fibroblas, dan sel
batang sehingga respon imun menjadi melemah.
e. Perubahan pada subkutis
1) Reseorpsi lemak tubuh sehingga mengakibatkan peningkatan
resiko hipertermia
2) Redistribusi kembali lemak tubuh dari ekstermitas ke abdomen
yang mengakibatkan peningkatan resio cedera perubahan citra
tubuh
f. Perubahan dalam bagian tambahan pada kulit
1) Hilangnya melanosit sehingga rambut menjadi beruban
2) Hilangnya folikel rambut yang menjadi penyebab terjadinya
penipisan rambut pada kepala.
3) Perubahan jenis dan distribusi rambut
4) Pertumbuhan kuku berkurang sehingga kuku menjadi lunak,
rapuh, dan kurang berkilau
5) Penurunan korpus meissner yang dapat menyebabkan
penurunann sensasi raba
6) Penurunan korpus pacini yang menyebabkan terjadinya
penurunan sensasi tekan
7) Penurunan kelenjar keringat yang menjadi penyebab kulit
kering dan penurunan termoregulasi
8) Penurunan kelenjar apokrin yang membuat penurunan bau
badan.
g. Perubahan pada sistem muskuloskeletal
1) Penurunan tinggi badan progresif yang disebabkan oleh
penyempitan diskus intervertebra
2) Kekakuan rangka tulang dada pada keadaan mengembang
3) Penurunan produksi tulang kortikal dan trabekular
4) Penurunan masa otot dengan kehilangan lemak subkutan
5) Waktu untuk kontraksi dan relaksasi muskular memanjang
6) Kekakuan ligamen dan sendi.
h. Perubahan pada sistem neurologis
1) Konduksi saraf perifer yang lebih lambat yang menyebabkan
refleks tendon dalam yang lebih lambat dan meningkatnya
waktu reaksi
2) Peningkatan lipofusin sepanjang neuron – neuron sehingga
mengakibatkan vesokontriksi dan vasodilatasi menjadi tidak
sempurna
3) Termoregulasi oleh hipotalamus kurang efektif.
i. Perubahan pada sistem kardiovaskular
1) Ventrikel kiri menebal sehingga terjadi penurunan kekuatan
kontraktil
2) Katup jantung menebal dan membentuk penonjolan yang
menjadi penyebab gangguan aliran darah melalui katup
3) Jumlah sel pacemaker menurun sehingga dapat terjadi
disaritmia
4) Arteri menjadi kaku dan tidak lurus pada kondisi dilatasi
5) Vena mengalami dilatasi, katup - katup menjadi tidak
kompeten.
j. Perubahan pada sistem pulmonal
1) Paru – paru kecil dan kendur
2) Hilangnya rekoil elastis
3) Pembesaran alveoli
4) Penurunan kapasitas vital
5) Penurunan PaO2 residu
6) Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi
7) Kalsifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi
pengembangan
8) Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru
9) Kelenjar mukus kurang produktif
10) Penurunan sensitivitas sfingter esofagus
11) Penurunan sensitivitas kemoreseptor.
k. Perubahan pada sistem renal dan urinaria
1) Membrana basalis glomerolus menebal
2) Total permukaan glomerular berkurang
3) Panjang dan volume tubulus proksimal menurun
4) Pada tubulus distal berkembang divertikula
5) Sirkulasi renal berubah atau berkurang
6) Kapasitas kandung kemih menurun
7) Volume residual meningkat
8) Terjadi kontraksi kandung kemih secara involunter (detrusor)

l. Perubahan pada sistem gastrointeastianl


1) Hilangnya tulang periosteum dan peridontal yang menyebabkan
tanggalnya gigi.
2) Retraksi dari struktural gusi yang menyebabkan kesulitan dalam
mempertahankan pelekatan gigi palsu yang pas
3) Hilangnya kuncup rasa sehingga terjadi perubahan sensasi rasa
dan juga peningkatan garam.
4) Dilatasi esofagus
5) Kehilangan tonus sfingter jantung sehingga terjadi peningkatan
resiko aspirasi
6) Penurunan refleks muntah
7) Atrofi mukosa lambung
8) Penurunan motilitas lambung
B. Tinjauan Teori Katarak
a. Pengertian katarak
Definisi katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang terjadi pada
lensa mata, yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Katarak terjadi
karena faktor usia, namun juga dapat terjadi pada anak-anak yang lahir
dengan kondisi tersebut. Katarak juga dapat terjadi setelah trauma,
inflamasi atau penyakit lainnya.
Katarak berasal dari bahasa yunani “kataarrhakies” yang berarti air
terjun. Dalam bahasa Indonesia, katarak disebut bular, yaitu penglihatan
seperti tertutup air terjuan akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap
keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya
( Ilyas,1999 dalam Anas Tamsuri, 2011 : 54 ).
b. Etiologi
Katarak disebabkan oleh berbagai factor, antara lain:
a) Trauma
b) Terpapar substansi toksik
c) Penyakit predisposisi
d) Genetik dan gangguan perkembangan
e) Iinfeksi virus di masa pertumbuhan janin
f) Usia
Penuaan merupakan penyebab utama dari katarak (95 %) dan 5 %
disebsbkan kerusakan congenital, trauma,keracunan atau penyakjit
sistemik.
Derajat kerusakan yang disebabkan oleh katarak dipengaruhi oleh lokasi
dan densitas ( kepadatan) dari kekeruhan selain karena umur ,pekerjaan
gaya hidup dan tempat tinggal seseorang.
Beberapa jenis katarak yang disebabkan oleh etiologinya :
a. Penuaan (lebih 60 tahun)
Menurut catatan The Framinghan eye studi, katarak terjadi 18% pada
usia 65-74 tahun dan 45% pada usia 75-84 tahun. Beberapa derajat ktarak
diduga terjadi pada usia 70 tahun, dibagi dalam 4 stadium:
1) Katarak intumesen : kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa
akibat lensa yang degeneratip menyerap air.
2) Katarak matur : katarak yang telah menegani seluruh bagian lensa.
Katarak ini dapat diopperasi.
3) Katarak hepermatur : katarak mengalami proses degenerasi lanjut
keluar dari kapsul lensa sehingga lensa mnegecil, berwarna kuning dan
kering serta terdapat lipatan kapsul lensa (Jounole zin kendor). Jika
berlanjut disertai kapsul yang tebal menyebabkan kortek yang
berdegenerasi dan cairan tidak dapat keluar sehingga berbentuk seperti
sekantong susu dengan nucleus yang terbenam yang disebut katarak
Morgageeeni.
4) Katarak congenital : katarak yang terjadi sebelum atau segera setalah
lahir (bayi kurang dari 3 bulan)
b. Katarak traumatic : terjadi karena cedera pada mata, seperti trauma
tajam/trauma tumpul, adanya benda asing pada intra okuler,X Rays yang
berlebihan atau bahan radio aktif. Waktu untuk perkembangan katarak
traumatic dapat bervariasi dari jam sampai tahun.
c. Katarak toksik : Setelah terpapar bahan kimia atau substansi tertentu (
korticostirot,Klorpromasin/torasin,miotik,agen untuk pengobatan
glaucoma).
d. Katarak asosiasi : penyakit sistemik seperti DM, Hipoparatiroid,Downs
sindrom dan dermatitis atopic dapat menjadi predisposisi bagi individu
untuk perkembangan katarak. Pada penyakit DM, kelebihan glukosa pada
lensa secara kimia dapat mengurangi alcoholnya yang disebut L-Sorbitol
(newell, 1986).
e. Katarak komplikata : Katarak ini dapat juga terjadi akibat penyakit mata
lain (kelainan okuler). Penyakit intra okuler tersebut termasuk retinitis
pigmentosa, glaucoma dan retina detachement. Katarak ini biasanya
unilateral.
C. Manifestasi Klinik
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya klien
melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan
fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan oleh kehilangan
penglihatan tadi. Temuan objektif biasanya meliputi pengembunann seperti
mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan
oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan
bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada
retina. Hasilnya adalah pendangan menjadi kabur atau redup, mata silau yang
menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari.
Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.
D. Patofisiologi
Katarak umumnya merupakan penyakit usia lanjut dan pada usia
diatas 70 tahun, dapat diperkirakan adanya katarak dalam berbagai derajat,
namun katarak dapat juga diakibatkan oleh kelainan konginental, atau
penyulit penyakit mata lokal menahun. Secara kimiawi, pembentukan katarak
ditandai oleh berkurangnya ambilan oksigen dan bertambahnya kandungan air
yang kemudian diikuti dengan dehidrasi. Kandungan natrium dan kalsium
bertambah, sedangkan kandungan kalium, asam askorbat, dan protein
berkurang. Lensa yang mengalami katarak tidak mengandung glutation.
Usaha mempercepat atau memperlambat perubahan kimiawi ini dengan cara
pengobatan belum berhasil dan penyebab maupun implikasinya tidak
diketahui. Akhir – akhir ini, peran radiasi sinar ultraviolet sebagai salah satu
faktor dalam pembentukan katarak senil, tampak lebih nyata. Penyelidikan
epidemiologi mennjukan bahwa di daerah – daerah yang spanjan g tahun
selalu ada sinar matahari yang kuat, insiden kataraknya meningkat pada usia
65 tahun atau lebih. Pada penelitian lebih lanjut, ternyata sinar ultraviolet
memang mempengaruhi efek terhadap lensa. Pengobatan katarak adalah
dengan tindakan pembedahan, lensa diganti dengan kacamata afakia, lensa
kontak atau lensa tanam intraokular. ( Anas Tamsuri, 2011 : 55 – 56 )
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada penderita katarak adalah
sebagai berikut:
a) Kartu mata snellen/mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan
kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi,
penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina.
b) Lapang Penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis,
glukoma.
c) Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
d) Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glukoma.
e) Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
f) Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik,
papiledema, perdarahan.
g) Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
h) EKG, kolesterol serum, lipid
i) Tes toleransi glukosa : kontrol DM
j) Keratometri.
k) Pemeriksaan lampu slit.
l) A-scan ultrasound (echography).
m) Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.
n) USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.
F. Penatalaksanaan
Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat
dibantu dengan menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih
terang, atau kacamata yang dapat meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak
diperlukan tindakan operasi.
Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk
memperbaiki lensa mata, tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan
tindakan operasi. Operasi katarak perlu dilakukan jika kekeruhan lensa
menyebabkan penurunan tajam pengelihatan sedemikian rupa sehingga
mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak dapat dipertimbangkan
untuk dilakukan jika katarak terjadi berbarengan dengan penyakit mata
lainnya, seperti uveitis yakni adalah peradangan pada uvea. Uvea (disebut
juga saluran uvea) terdiri dari 3 struktur:
a. Iris : cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam.
b. Badan silier : otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal sehingga
mata bisa fokus pada objek dekat dan lensa menjadi lebih tipis sehingga
mata bisa fokus pada objek jauh
c. Koroid : lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung otot
silier ke saraf optikus di bagian belakang mata.
Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan. Peradangan
yang terbatas pada iris disebut iritis, jika terbatas pada koroid disebut
koroiditis. Juga operasi katarak akan dilakukan bila berbarengan dengan
glaukoma, dan retinopati diabetikum. Selain itu jika hasil yang didapat
setelah operasi jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan resiko
operasi yang mungkin terjadi. Indikasi dilakukannya operasi katarak :
d. Indikasi sosial: jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam
melakukan rutinitas pekerjaan.
e. Indikasi medis: bila ada komplikasi seperti glaucoma.
f. Indikasi optik: jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari
jarak 3 m didapatkan hasil visus 3/60
Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
a. I
CCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)
ICCE yaitu dengan mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya.
Sampai akhir tahun 1960 hanya itulah teknik operasi yg tersedia. Pada
pembedahan jenis ini lensa diangkat seluruhnya. Keuntungan dari prosedur
adalah kemudahan proses ini dilakukan, sedangkan kerugiannya mata
beresiko tinggi mengalami retinal detachment dan mengangkat struktur
penyokong untuk penanaman lensa intraokuler. Salah satu teknik ICCE
adalah menggunakan cryosurgery, lensa dibekukan dengan probe super
dingin dan kemudian diangkat.

b. ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction)


Terdiri dari 2 macam yakni:
1) Standar ECCE atau planned ECCE dilakukan dengan mengeluarkan
lensa secara manual setelah membuka kapsul lensa. Tentu saja
dibutuhkan sayatan yang lebar sehingga penyembuhan lebih lama.
2) Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification). Bentuk ECCE yang terbaru
dimana menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan
nucleus sehingga material nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui
insisi ± 3 mm. Operasi katarak ini dijalankan dengan cukup dengan
bius lokal atau menggunakan tetes mata anti nyeri pada kornea
(selaput bening mata), dan bahkan tanpa menjalani rawat inap.
Sayatan sangat minimal, sekitar 2,7 mm. Lensa mata yang keruh
dihancurkan (Emulsifikasi) kemudian disedot (fakum) dan diganti
dengan lensa buatan yang telah diukur kekuatan lensanya dan ditanam
secara permanen. Teknik bedah katarak dengan sayatan kecil ini hanya
memerlukan waktu 10 menit disertai waktu pemulihan yang lebih
cepat.
Pasca operasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka
pendek. Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika
bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru
dapat dilakukan lebih cepat dengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien
tidak dapat berakomodasi maka pasien akan membutuhkan kacamata untuk
pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat
ini digunakan lensa intraokular multifokal. Lensa intraokular yang dapat
berakomodasi sedang dalam tahap pengembangan
Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau
masalah mata lainnya, tingkat keberhasilan dari operasi katarak cukup tinggi,
yaitu mencapai 95%, dan kasus komplikasi saat maupun pasca operasi juga
sangat jarang terjadi. Kapsul/selaput dimana lensa intra okular terpasang pada
mata orang yang pernah menjalani operasi katarak dapat menjadi keruh.
Untuk itu perlu terapi laser untuk membuka kapsul yang keruh tersebut agar
penglihatan dapat kembali menjadi jelas.

G. Kompikasi
Komplikasi yang terjadi nistagmus dan strabismus dan bila katarak
dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan
komplikasi berupa Glaukoma dan Uveitis.
H. Pathway
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.
Doengoes, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 1. Jakarta:
Media Aesculapis FKUI.
Nugroho, Wahyudi. 2000. KeperawatanGrontik, Edisi ke-2. Jakarta : ECG
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 2.
Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
dan Suddarthi. Edisi 8. Alih Bahasa Oleh Agung Waluyo. Jakarta: EGC.
Vaughan, Dale. 2000. Oftalmologi Umum. Alih Bahasa Jan Tambajong. Jakarta:
Widya Medika.

You might also like