You are on page 1of 13

INVENTARISASI DAN EVALUASI MINERAL LOGAM

DI DAERAH KABUPATEN KONAWE (KENDARI) DAN KABUPATEN KOLAKA


PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Oleh :
Moe’tamar, Hotma Simangunsong, Selo H.J.Sihombing
SUBDIT MINERAL LOGAM

ABSTRACT

Inventory area, geographically is bordered by 4 coordinate points that located in 2 (two)


regencies ei: Konawe Regency and Kolaka Regency. The location of study area lies in Sonai, Puriala
District, Konawe Regency and Iwoikondo, Tirawuta District, Kolaka Regency.
The inventory of secondary data in the Konawe and Kolaka Regency, South-East Sulawesi, are
collected some commodities:
a). The point number of collected commodities potency are 66 location points, consist of metallic
mineral (24 points), non metallic mineral (39 points) and coal (3 points).
b). The point number of commodities potencies in Kolaka are 26 locations involve 5 points for
metallic mineral, 21 points for non metallic mineral.
Mapping result and review of geological condition, soil geochemistry, mineralization, test pit in
Sonai as follows:
The geological study area consists of hasburgite as the oldest deposit and cover by youngest
deposit (alluvium). The geological structure is joint and fault trending northeast to southwest. The
type of alteration is serpentinization.
The statistical of soil geochemistry for Ni indicate the maximum value 44520 ppm = 4.4520 %.
Minimum 1812 ppm = 0.1812 %. The average value is 7046 ppm ( 0.7046 %) for Ni anomaly > 6317
ppm = 0.6317%. Garnierite mineralization are in brecciaed rocks that undergone serpentinization.
In KDSU-1 test pit, the Fe grade is 200,000 ppm = 20%, nickel 3996 ppm = 0.3996%. At depth
of 2 – 3 m, test pit of DKSU –2 show the high Ni content; 14910 = 1.4 910 %, and Fe 135000 ppm =
13.5%. At depth of 1.2 – 2.2 m, as saphrolite, where the garnierite vein is still seen with the thickness
1 – 3 mm. Garnierite of this area is derived from residue concentration of left material (upper zone)
and as a crack concentration carrying as colloidal particles (middle zone).
According to Ni, Co, Cr, Mg, Fe anomaly, and chemical data of garnierite mineralization, in the
study area, et least there is 3 prospect areas: prospect zone (P1), (P2) and (P3). It is approximated
the garnierite mineralzation distribution is southeast - southwest.
The result of mapping and review of geology, soil geochemistry, mineralization, test pit and hand
auger, within the Iwokondo study area:
Geological condition, alteration and mineralization of Iwokondo generally are similar with
Sonai area. The oldest deposit is hasburgite except in some locations were found pyroxenite as lenses
of hazburgite and bearing of magnetite.
The structure consisting of joint and fault that have a direction northwest – southeast is sinistral
fault. In general these fault have the same direction with Lasolo primary fault.
The statistical of soil geochemistry for Ni indicate the maximum value 21710 ppm = 2.1710 %.
Minimum 665 ppm = 0.0665 %. The average value is 7149 ppm ( 0.7149 %) for Ni anomaly > 11193
ppm = 1.11937%.
In KLSU-1 test pit, garnierite found at depth of 4.2-5.2 m. Ni grade = 55110 ppm = 5.551%. The
Fe grade = 155,000 ppm = 15.5%. KL / BOR 1 garnierite was found at depth of 6.5 – 7 m. Ni
content; 14140 = 1.4140 %, the Fe grade = 163,000 ppm = 16.3%. and KL/BOR 2 with the highest
grade of Ni = 9130 ppm = 0.913%. Garnierite mineralization in this area is derived from residue
concentration of left material (upper zone) and cracks concentration carrying as colloidal particles
(middle zone), and carried residue concentration as colloidal particles (middle zone).
According to Ni, Co, Cr, Mg, Fe anomaly, and chemical analysis data of garnierite, et least there
is 3 prospect areas: prospect zone (P1), (P2) and (P3) is approximated the garnierite mineralzation
distribution is from south - north.
Kolokium Hasil Kegiatan Lapangan – DIM, 2005
14-1
Based on the hypothetic resource calculation, the Iwoikondo area has resource as much as 64617
ton.

1. Pendahuluan
Bujur Timur Lintang Selatan
1.1. Latar Belakang
Sesuai dengan Keputusan Menteri Energi 121o 47’ 28’’ 02o 42’ 47’’
dan Sumber daya Mineral
No.1452K/10/MEM/2000, tentang Pedoman 122o 39’ 29’’ 04o 03’ 11’’
Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintah di
Bidang Inventarisasi Sumber Daya Mineral 121o 27’ 50’’ 04o 34’ 01’’
dan Energi, maka tugas dan fungsi Direktorat
Inventarisasi Sumber daya Mineral adalah 121o 04’ 41’’ 03o 18’ 15’’
melaksanakan kegiatan inventarisasi dan
evaluasi sumber daya mineral. Sejak tahun 2. Geologi Regional/Hasil Penyelidikan
2001, kegiatan inventarisasi dan evaluasi Terdahulu
sumber daya mineral dilakukan secara
Secara umum daerah ini termasuk
bersistem per kabupaten melalui Proyek
Mandala Geologi Sulawesi Timur, yang
Inventarisasi dan Evaluasi Bahan Galian
dicirikan oleh himpunan batuan malihan,
Mineral Indonesia. Pada tahun 2004, kegiatan
serpentinit, gabro, basal, dan batuan sedimen
inventarisasi dilakukan oleh beberapa tim
pelagos Mesozoikum (Sukamto, 1975).
yang salah satu diantaranya Tim Inventarisasi
Batuan-batuan yang tersingkap di daerah
dan Evaluasi Mineral Logam di daerah
kegiatan inventarisasi berumur mulai dari
Kabupaten Konawe (Kendari) dan Kabupaten
Paleozoikum sampai Kuarter, menurut E.
Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Rusmana, dkk. (1993) pada Peta Geologi
1.2. Maksud dan Tujuan Lembar Lasusua – Kendari, Sulawesi, sekala 1
: 250.000.
Maksud dilakukannya inventarisasi dan
evaluasi sumber daya mineral di Kabupaten Berdasarkan himpunan batuan dan
Konawe dan Kabupaten Kolaka adalah untuk pencirinya, geologi Lembar Lasusua –
mencari data primer maupun data sekunder Kendari dapat dibedakan dalam dua lajur;
tentang potensi sumber daya mineral yang yaitu Lajur Tinodo dan Lajur Hialu. Lajur
terdapat di daerah ini untuk melengkapi bank Tinodo dicirikan oleh batuan endapan paparan
data yang telah dimiliki oleh Direktorat benua, dan Lajur Hialu oleh endapan kerak
Inventarisasi Sumber Daya Mineral. samudra/ofiolit, (Rusmana, dkk., 1985).
Secara garis besar kedua mendala ini dibatasi
Tujuannya adalah untuk pembuatan Bank oleh Sesar Lasolo (Gambar 2).
Data Sumber Daya Mineral Nasional dengan
data terbaru dan akurat. Data tersebut dapat Batuan yang terdapat di Lajur Tinodo
membantu untuk memudahkan pemerintah yang merupakan batuan alas adalah batuan
daerah setempat dalam rangka pengembangan malihan Paleozoikum (Pzm) dan diduga
wilayah guna menggali pendapatan asli daerah berumur Karbon. Pualam Paleozoikum
di bidang pertambangan. (Pzmm) menjemari dengan batuan malihan
Paleozoikum terutama terdiri dari pualam dan
1.3. Lokasi dan Kesampaian Daerah
batugamping terdaunkan.
Secara geografis daerah kegiatan
Pada Permo -Trias di daerah ini diduga
inventarisasi dibatasi oleh koordinat sebagai terjadi kegiatan magma yang menghasilkan
berikut. (Gambar 1);
terobosan antara lain aplit PTr (ga), yang
Sedangkan lokasi daerah uji petik terletak menerobos batuan malihan Paleozoikum.
di daerah Sonai Kecamatan Puriala, Formasi Meluhu (TRJm) ,secara tak selaras
Kabupaten Konawe dan di daerah Iwoikondo menindih Batuan Malihan Paleozoikum. Pada
Kecamatan Tirawuta,Kabupaten Kolaka. zaman yang sama terendapkan Formasi
Tokala (TRJt). Hubungan dengan Formasi
Meluhu adalah menjemari. Pada kala Eosen

Kolokium Hasil Kegiatan Lapangan – DIM, 2005


14-2
hingga Miosen Tengah (?), pada lajur ini Mineral terdapat mineralisasi logam besi
terjadi pengendapan Formasi Salodik (Tems); laterit dengan kadar bijih Fe = 49 %, sumber
daya terunjuk = 1.500.000 ton bijih di daerah
Batuan yang terdapat di Lajur Hialu
Lingkobale, Kecamatan Asera, Kabupaten
adalah batuan ofiolit (Ku) yang terdiri dari
Konawe dan juga terdapat beberapa daerah
peridotit, harsburgit, dunit dan serpentintit.
potensi mineral bukan logam lainnya.
Batuan ofiolit ini tertindih tak selaras (?) oleh
(Gambar 3.).
Formasi Matano (Km) yang berumur Kapur
Akhir, dan terdiri dari batugamping berlapis Di Kabupaten Kolaka terdapat khromit
bersisipan rijang pada bagian bawahnya. plaser dengan sumber daya hipotetik 7 juta ton
Batuan sedimen tipe molasa berumur bijih. Di Kec. Pomalaa, PT. Aneka Tambang
Miosen Akhir – Pliosen Awal membentuk telah menambang bijih nikel dengan kadar Ni
Formasi Pandua (Tmpp). Formasi ini 2,17 % s.d. 2,29 % dan di sebelah selatannya
mendindih takselaras semua formasi yang terdapat laterit dengan asosiasi Ni-Co dengan
lebih tua, baik di Lajur Tinodo maupun di kadar Fe 19,17 %(Gambar 3).
Lajur Hialu. Pada Kala Plistosen Akhir
Berdasarkan data geokimia (M. Bagdja.
terbentuk batugamping terumbu koral (Ql) dan
P., 1998), daerah Sungai Meraka dan Sungai
Formasi Alangga (Opa) yang terdiri dari
Sonai, Kec. Puriala, Kab. Kendari merupakan
batupasir dan konglomerat. Batuan termuda di
daerah anomali unsur-unsur Ni, Co, Fe, Cr,
lembar peta ini ialah Aluvium (Qa) yang
dan Mn dengan nilai analisis kimia conto
terdiri dari endapan sungai, rawa dan pantai.
endapan sungai yang cukup besar (Ni = 860
2.2. Struktur ppm dan Cr = 13.660 ppm) dan di daerah Kec.
Tirawuta, Kab. Kolaka, merupakan daerah
Struktur geologi yang dijumpai di daerah
anomali unsur-unsur Ni, Co, Fe, Cr dan Mn,
kegiatan adalah sesar, lipatan dan kekar. Sesar
yang berbatasan dengan Kabupaten Kendari).
dan kelurusan umumnya berarah baratlaut –
tenggara searah dengan Sesar geser jurus Ditinjau dari segi geologi daerah ini
mengiri Lasolo. Sesar Lasolo aktif hingga menempati batuan batuan ultrabasa /ofiolit
kini. Sesar tersebut diduga ada kaitannya (Ku) berumur Kapur, batuan ini merupakan
dengan Sesar Sorong yang aktif kembali pada tempat kedudukan mineralisasi logam Ni dan
Kala Oligosen (Simandjuntak, dkk., 1983). asosiasinya. Bahan bangunan banyak dijumpai
Sesar naik ditemukan di daerah Wawo, di daerah ini seperti kuarsa, sekis, batusabak,
sebelah barat Tampakura dan di Tanjung pualam, batugamping, kerikil, pasir, dan
Labuandala di selatan Lasolo; yaitu bongkah batuan, meliputi Peg. Mekongga,
beranjaknya batuan ofiolit ke atas Batuan Tangkelemboke, Tamosi dan Abuki.
Malihan Mekonga, Formasi Meluhu dan
Bahan bangunan ini telah dimanfaatkan
Formasi Matano.
oleh penduduk setempat sebagai bahan
Sesar Anggowala juga merupakan sesar pengeras jalan atau bangunan lainnya.
utama, sesar mendatar menganan (dextral),
3. HASIL PENYELIDIKAN
mempunyai arah baratlaut-tenggara.
Dari hasil pengumpulan data primer
2.3. Mineralisasi
berupa kegiatan uji petik yang dilakukan di
Mineralisasi logam yang dijumpai di beberapa daerah terpilih telah terkumpul
daerah ini ialah: laterit nikel dan kromit. sejumlah 172 conto tanah dan 49 conto
Laterit nikel banyak dijumpai di daerah batuan. Rincian pengumpulan conto untuk
kegiatan, meliputi daerah sebelah utara masing-masing daerah sebagai berikut.
sepanjang S. Lasolo, Peg. Tangkeroruwaki;
Peg. Morombo dan P. Bahulu; setempat di • Kab. Konawe Conto tanah permukaan 52
daerah Sampara, Wolu, Lasusua (E. Rusmana, ct, sumur uji 15Ct dan conto batuan
permukaan 27 ct.
dkk, 1993) pada Peta Geologi Lembar
Lasusua – Kendari, Sulawesi, sekala 1 : • Kab.Kolaka conto tanah permukaan 83 ct,
250.000. sumuruji 8 ct, bor tangan 14 ct dan conto
Berdasarkan data digital potensi bahan batuan permukaan 22 ct
galian mineral kabupaten yang dikompilasi
oleh Direktorat Inventarisasi Sumber daya
Kolokium Hasil Kegiatan Lapangan – DIM, 2005
14-3
3.1. Geologi Daerah Uji Petik perbukitan. Batuan piroksenit berwarna gelap
kehijau-hijauan berbutir sedang sampai halus
3.1.1. Daerah Sonai
yang didominasi oleh mineral piroksen,
Daerah Sonai secara administrasi batuan tersebut berupa lensa–lensa pada
termasuk dalam Desa Sonai, Kecamatan batuan harzburgit.
Puriala, Kabupaten Konawe.
Diperkirakan batuan ini merupakan
Morfologi daerah Sonai terdiri dari daerah batuan tertua untuk daerah ini yang berumur
dataran hingga perbukitan rendah dengan Kapur Awal (T.O. Simanjuntak, 1994) dan
ketinggian 300 m dari permukaan laut. Daerah pada beberapa tempat batuan ini diterobos
perbukitan ditempati oleh batuan ultrabasa. oleh urat kuarsa dengan ketebalan sampai
Daerah dataran ditempati oleh alluvium dari dengan 50 cm berarah N 220o E/32o. Secara
endapan rawa dan sungai yang terdiri dari umum, geologi daerah ini hampir sama
kerikil, pasir dan lempung . dengan geologi daerah Sonai.
Batuan yang terdapat di daerah uji petik Batuan termuda untuk daerah ini berupa
terdiri dari batuan ultrabasa yang umumnya aluvial yang terdiri dari aluvial sungai dan
terdiri dari batuan harzburgit dan menempati rawa terdiri dari kerakal, kerikil, pasir dan
daerah perbukitan, diperkirakan berumur lumpur. diperkirakan berumur Holosen (T.O.
Kapur Awal (T.O. Simanjuntak, 1994) juga Simanjuntak, 1994).
merupakan batuan yang tertua dan merupakan
Struktur geologi yang berkembang di
alas di Mandala Sulawesi Timur (Gambar 4).
daerah uji petik berupa kekar dan sesar,
Batuan lainnya yang terdapat di daerah terdapat 2 sesar yang sejajar dengan arah
Sonai berupa endapan aluvial rawa dan sungai baratlaut – tenggara, berupa sesar geser
yang terdiri dari kerakal, kerikil, pasir dan mengiri dan dibuktikan dengan munculnya
lumpur. diperkirakan berumur Holosen (T.O. sumber mata air panas, cermin sesar dan
Simanjuntak, 1994). batuan yang terbreksikann di daerah ini.
Selain itu juga berkembang sesar yang lebih
Struktur geologi yang ditemukan pada
kecil diantara 2 sesar yang sejajar dengan arah
daerah uji petik Sonai berupa kekar dan sesar, baratdaya - timurlaut. Secara umum sesar ini
struktur sesar dengan arah baratdaya –
searah dengan sesar utama Lasolo.
timurlaut kemudian disusul sesar menganan
berarah timur – barat, sesar–sesar ini 3.2. Endapan Bahan Galian
dibuktikan dengan adanya cermin sesar dan
3.2.1. Daerah Sonai
munculnya beberapa sumber air panas di
sekitar daerah uji petik. 3.2.1.1. Geokimia Tanah
3.1.2. Daerah Iwoikondo Berdasarkan hasil penyelidik terdahulu,
beberapa zona mineralisasi dan zona anomali
Secara administratif daerah Iwaikondo
sedimen sungai aktif perlu diselidiki lebih
berada di Desa Iwaikondo, Kecamatan
rinci dengan menggunakan metoda geokimia
Tirawuta, Kabupaten Kolaka, Provinsi
tanah, yang dilakukan di sepanjang
Sulawesi Tenggara.
punggungan dan spur-spurnya. Perlunya
Morfologinya terdiri dari 2 (dua) bagian, geokimia tanah ini dilakukan yakni untuk
yakni daerah dataran dan daerah perbukitan mengetahui serta menemukan sumber anomali
rendah. Daerah perbukitan rendah dengan sekaligus membedakan antara zona
ketinggian sampai dengan 400 m di atas mineralisasi yang prospek dan yang tidak
permukaan laut.. Secara umum batuan prospek.
ultrabasa menduduki daerah perbukitan
Daerah uji petik Sonai telah dilakukan
tersebut. Di luar dari daerah tersebut
pencontoan sebanyak 52 lokasi conto yang
merupakan daerah dataran yang kadang-
keseluruhan contonya dianalisis kimia di
kadang berawa, ditempati oleh aluvial sungai
Laboratorium untuk unsur-unsur Ni, Co, Cr,
dan rawa.
Mg dan Fe.
Geologi daerah Iwoikondo terdiri dari Sebaran unsur Ni
batuan ultrabasa yang terdiri dari batuan
harzburgit dan piroksenit. (Gamb ar 5). Batuan Berdasarkan hasil perhitungan statistik
harzburgit menempati morfologi daerah unsur Ni harga minimum = 1.812 ppm , harga
Kolokium Hasil Kegiatan Lapangan – DIM, 2005
14-4
maksimum = 44.520 ppm, harga rata-rata = Sebaran anomali unsur Ni mengelompok
7.046 ppm, standart deviasi = 6.676 ppm dan terdapat di utara, timur, barat dan selatan
harga anomali ≥ 6.317 ppm, Sebaran anomali daerah uji petik Iwoikondo
unsur Ni terdapat di tengah, baratlaut dan
Sedangkan sebaran anomaly unsur Co, Cr,
timur, baratdaya (Onggolino) daerah uji petik
Mg dan Fe .bisa dilihat pada (Gambar 5.)
Sonai
3.2.2.2. Sumur Uji dan Bor Tangan
Sedangkan sebaran anomaly unsur Co,
Cr, Mg dan Fe, bisa dilihat pada (Gambar 4). Pemb uatan sumur uji dan bor tangan pada
daerah uji petik Iwoikondo, Kec. Tirawuta,
3.2.1.2. Sumur uji
Kab. Kolaka sebagai berikut :
Pembuatan sumur uji dilakukan di daerah Sumur uji KLSU : Sumur ini terletak
yang dianggap merupakan daerah endapan Ni,
pada zona anomali Ni sedang dan anomali Fe
Fe laterit yang cukup menarik.
kuat. Hasil analisis sumur tertinggi Ni=5,51 %
Tujuannya adalah untuk mengetahui sedangkan analisis Fe tertinggi 35 % total
penyebaran batuan dan sebaran kandungan kedalaman 6 m, belum menembus batuan
unsur-unsur logam secara vertikal.Unsur yang dasar.
dianalisis : Ni, Co, Cr, dan Fe. Bor tangan KL/BOR-1 dan KL/BOR-2 :
Pembuatan sumur uji pada daerah uji .Posisi Bor KL/BOR-1 berada 40 m di sebelah
petik Sonai, ada 2 (dua) buah sumur uji yaitu : utara Sumur uji KL/SU sedangkan posisi bor
KL/BOR-2 berada 40 m di sebelah barat
KD/SU-1 : Sumur ini terletak pada zona
KL/SU, jadi kedua bor dan 1 sumur tersebut
anomaly Fe sedang hingga kuat (Fe > 153.246 posisinya membentuk segitiga siku-siku.
ppm=15,3246 %). Kandungan tertinggi nilai Ni dan Fe
Hasil analisis tertinggi Fe=20 % pada KL/BOR-1 masing-masing adalah 1,57
sedangkan analisis Ni tertinggi hanya 0,0399 % dan 26 % total kedalaman 7 m, sedangkan
%, dikarenakan sumur uji ini terletak pada pada KL/BOR-2 masing-masing 0,91 % dan
zona laterit Fe 34 % total kedalaman 6,35 m. (Gambar 7).
KD/SU-2 : Sumur ini terletak pada zona Pembahasan Hasil Penyelidikan
anomali kuat geokimia tanah Ni>8.823 3.3.1. Data lapangan dan interpretasi model
ppm=0.8230 %.
endapan
Hasil analisis tertinggi Ni=1,4910 % 3.3.1.1. Daerah Sonai, Kec. Puriala, Kab.
sedangkan analisis Fe Tertinggi hanya 26 % Konawe
dikarenakan sumur uji ini terletak pada zona
laterit Ni. 3.3.1.1.1. Anomali Gabungan
3.2.2. Daerah Iwoikondo Penggabungan dari hasil anomali
geokimia unsur-unsur logam menghasilkan
3.2.2.1. Geokimia tanah
zona anomali gabungan beberapa unsur
Untuk penyelidikan geokimia tanah dengan perincian sebagai berikut (Gambar 4):
daerah uji petik Iwoikondo telah dilakukan 3.3.1.1.2. Mineralisasi dan model endapan
pencontoan sebanyak 83 lokasi, conto yang
nikel
dianalisis kimia sebanyak 80 conto di
Laboratorium ,untuk unsur-unsur Ni, Co, Cr, Pada pengamatan lapangan ditemukan
Mg dan Fe. adanya mineralisasi garnierit yang ditemukan
pada singkapan maupun bongkah-bongkah
Sebaran unsur Ni
batuan insitu yang berupa batuan terbreksikan
Berdasarkan perhitungan statistik yang dan mengalami serpentinisasi yang telah
telah dilakukan diperoleh hasil bahwa untuk terlapukan. Secara megaskopis (KD/32/R)
unsur Ni harga minimum = 665 ppm, harga selain mineral garnierit ditemukan juga oksida
maksimum = 21.710 ppm, harga rata-rata = besi (limonitic) dan urat-urat kuarsa, sedang
7.149,81 ppm, standar deviasi =4.157,42 ppm batuan dasarnya sulit teramati disebabkan
dan harga anomali ≥ 11.193 ppm telah mengalami pelapukan. Secara
mikroskopik cahaya pantul yang
teridentifikasi adalah pirit berwarna putih
Kolokium Hasil Kegiatan Lapangan – DIM, 2005
14-5
kekuningan, umumnya telah teroksidasi kemungkinan mineralisasi garnierit yang
menjadi oksida besi dan magnetit berwarna terjadi berupa hasil konsentrasi celah yang
abu-abu kecoklatan, berbutir halus 0,5 mm terbawa sebagai partikel koloidal (zona
umumnya telah teroksidasi menjadi oksida tengah).
besi .
3.3.1.1.3. Daerah Prospek Mineralisasi
Jumlah lokasi mineralisasi garnierit yang
Berdasarkan sebaran anomali Ni, Co, Cr,
ditemukan di daerah uji petik Sonai sebanyak
Mg dan Fe serta ditunjang oleh data analisis
4 (empat) lokasi keterdapatan mineralisasi
kimia mineralisasi garnierit maka daerah ini
garnierit pada singkapan maupun pada
paling sedikit ada 3 daerah prospek (Gambar
bongkah batuan insitu yaitu KD-12-R
4)
(Ni=22.180 ppm=2,218 %); KD-23-R
(Ni=13.450 ppm=1,345 %); KD-32-R • Daerah Prospek P1: daerah ini
(Ni=40.160 ppm=4,015); KD-33-RA terdapat sebaran anomali Ni, Co, Cr
dan Fe dan batuan mineralisasi
(Ni=22.330 ppm=2,233 %)(Gambar 4)
garnierit, dengan kandungan Ni =
Keterjadian mineralisasi garnierit di 22.180 ppm = 2,2180 %.
daerah uji petik Sonai berasal dari batuan • Daerah Prospek P2 : daerah ini
harzburgit yang terbreksikan (zona patahan), terdapat sebaran anomali Ni, Co, Cr
mengalami proses serpentinisasi, terjadi dan Fe dan batuan mineralisasi
pelapukan dan terdapat zona saprolit. Akibat garnierit, dengan kandungan Ni=
pengaruh air tanah yang kontak dengan zona 40.150 ppm=4,0150 %.
saprolit yang masih mengandung batuan asal • Daerah Prospek P3 : daerah ini
peridotit melarutkan mineral-mineral yang terdapat sebaran anomali Ni, Co, Mg
tidak stabil seperti olivine dan piroksen yang dan Fe dan batuan dari sumur uji
mengandung unsur-unsur Mg, Si dan Ni akan KD/SU-2 dengan kandungan
larut terbawa air tanah yang kemudian Ni=14.910 ppm=1,4910 % pada
membentuk mineral-mineral baru hidrosilikat kedalaman 1,2 - 2,2m.
seperti garnierit pada proses pengendapan
kembali, dimana mineral – mineral tersebut 3.3.1.2. Daerah Iwaikondo,Kec. Tirawuta,
terdapat pada zona saprolit yang mengisi Kab. Kolaka
rekahan-rekahan. Sedang unsur–unsur yang 3.3.1.2.1. Anomali Gabungan
tertinggal antara lain Fe, Al, Mn, Co dan Ni
terikat sebagai mineral–mineral Penggabungan dari hasil anomali
oksida/hidroksida seperti limonit, hematit dan geokimia unsur-unsur logam menghasilkan
lain-lain terdapat di zona limonit. Secara zona anomali gabungan beberapa unsur
umum skema endapan bijih nikel laterit dapat dengan perincian sebagai berikut (Gambar 5):
dilihat pada Gambar 6. 3.3.1.2.2. Mineralisasi dan model endapan
Dari data sumur uji yang dilakukan pada Nikel
daerah uji petik Sonai KD/SU-1 terlihat, Hasil pengamatan lapangan ditemukan
bahwa zona limonit di daerah ini cukup tebal sebanyak 15 lokasi mineralisasi garnierit yang
kurang lebih 4 m dengan kadar Fe = 200.000 berasal dari singkapan batuan maupun
ppm = 20 %, pada kedalaman (2 - 3) m, bongkah-bongkah batuan insitu yang terdapat
sedangkan zona laterit terlihat sangat tipis didaerah uji petik Iwaikondo diantaranya KL-
kadar Ni rendah yaitu Ni=3.996 ppm= 0,3996 20-R Ni = 3,434 %; KL-20-RA Ni = 1,695 %;
% sehingga mineralisasi garnierit yang terjadi KL-80-R Ni=1,197 %: KL-33-R Ni=1,246 %.
berupa hasil konsentrasi residu dari bahan Mineralisasi garnierit terdapat pada batuan
yang tertinggal (zona paling atas) (Gambar 6). terbreksikan, mengalami ubahan
Sumur uji KD/SU-2 menunjukkan bahwa serpentinisasi, serta telah mengalami
kadar Ni cukup tinggi yaitu Ni=14.910 pelapukan, Secara umum garnierit terdapat
ppm=1,4910 % dan Fe= 135.000 ppm= 13,5 bersama-sama dengan limo nit serta silika,
% pada kedalaman 1,2 - 2,2 m berupa tanah yang batuan asalnya secara megaskopis sulit
saprolit masih terlihat urat-urat kecil garnierit untuk diketahui karena telah mengalami
berwarna hijau dengan ketebalan1-3 mm juga pelapukan. Keterjadian mineralisasi garnierit
terlihat garnierit menempel pada bidang- di daerah uji petik Iwaikondo sama halnya
bidang cermin sesar dengan data tersebut dengan yang telah diterangkan pada
Kolokium Hasil Kegiatan Lapangan – DIM, 2005
14-6
mineralisasi garnierit di daerah Sonai. berbutir sedang dengan bentuk agak membulat
dan mempunyai kilap metal. Mineralisasi
Pada daerah agak di pertengahan telah
magnetit tersebut terdapat pada daerah batuan
dilakukan pembuatan 1 (satu) sumur uji
piroksenit, diduga magnetit tersebut
KL/SU-1 dengan kedalaman 6,00 m dan 2
merupakan lensa-lensa yang berasosiasi
(dua) lubang bor dengan kedalaman masing-
dengan batuan piroksenit. Mineral magnetit
masing 7,00 m (KL/BOR-1) dan 6,35 m
tersebut dilihat dibawah mikroskop cahaya
(KL/BOR-2). Penempatan lokasi ini
pantul, berwarna abu-abu, granular, subhedral-
berdasarkan adanya temuan mineralisasi
anhedral, sebagian menunjukkan bentuk
garnierit pada batuan yang terdapat di daerah
euhedral, terdapat tersebar dalam batuan
tersebut, selain itu daerah sekitar merupakan
maupun mengisi retakan. Pada beberapa
zona sesar yang berarah tenggara – baratlaut
butiran tampak telah mengalami ubahan
dan kemiringan topografi agak landai
menjadi hematit masa oksida besi lainnya
walaupun pada daerah yang sempit.
3.3.1.2.3. Daerah Prospek Mineralisasi
Sumur uji (KL/SU-1) menunjukkan
bahwa mineralisasi garnierit terdapat pada Berdasarkan sebaran anomali Ni, Co, Cr,
kedalaman 4,20 – 5,20 m dengan kandungan Mg dan Fe serta ditunjang oleh data analisis
Ni = 5,511 % yang terdapat pada dinding kimia mineralisasi garnierit, maka daerah ini
sumur uji bagian utara, dengan sebaran ke paling sedikit ada 3 (tiga) daerah prospek (
arah utara (Gambar 7). Gambar5).
Pada pengamatan lubang bor (KL/BOR-1) • Daerah Prospek P1: daerah ini
ditemukan mineralisasi garnierit pada terdapat sebaran anomali Ni, Co, Cr
kedalaman 4,50 – 5,00 m dengan kandungan dan Fe dan batuan mineralisasi
Ni=1,571% dan pada kedalaman 6,50 – 7,00 garnierit, dengan kandungan Ni =
m dengan kandungan Ni=1,414 % dengan 57.040 ppm = 5,7 040 %.
total kedalaman lubang bor ini 7,00 m yang
berada pada jarak 40 m sebelah utara dari • Daerah Prospek P2 : daerah ini
lokasi sumur uji. Kemudian pada pengamatan terdapat sebaran anomali Ni, Co, Cr
lubang bor (KL/BOR-2) dengan total dan Fe dan batuan dari sumu r uji
kedalaman 6,35 m yang berada pada jarak 40 KL/SU-1 dengan kandungan Ni =
m sebelah barat lokasi sumur uji tidak terlihat 55.110 ppm = 5,5110 % pada
adanya indikasi mineralisasi garnierit . kedalaman 4,20 m – 4,20 m.

Hasil penggabungan pada pengamatan • Daerah Prospek P3 : daerah ini


sumur uji KL/SU-1 dan lubang bor KL/BOR- terdapat sebaran anomali Ni, Co, Cr
1 dan KL/BOR-2 pada daerah uji petik ini dan Fe dan kondisi geologi, ubahan
terlihat bahwa penyebaran mineralisasi dan mineralisasi tidak berbeda
garnierit ke arah utara dari lokasi ini yang dengan daerah prospek yang lain.
terdapat pada dua lapisan (Gambar 7). Dari 3.3.2. Perhitungan Sumber daya Nikel
hasil pengamatan ini juga terlihat bahwa zona
laterit ketebalannya lebih dari 7,00 m dimana Pada penyelidikan di daerah uji petik ini
pada kedalaman tersebut belum mencapai dilakukan perhitungan sumber daya endapan
batuan dasar. nikel laterit di daerah Iwoikondo berdasarkan
hasil analisis dari conto sumur uji (KL/SU-1)
Dari hasil pengamatan pada daerah uji dan bor (KL/BOR-1) serta KL/BOR-2)
petik Iwaikondo mineralisasi garnierit yang
ditemukan berasal dari konsentrasi residu dari Metoda perhitungan sumber daya yang
bahan yang tertinggal (zona paling atas) dan dilakukan adalah berdasarkan hasil
konsentrasi celah serta konsentrasi residu yang perhitungan dari 1 blok sumber daya yang
terbawa sebagai partikel koloidal (zona berbentuk segi tiga pada lokasi sumur uji serta
tengah) lihat gambar 6. pemboran yang telah dilakukan (Gambar 7).

Selain garnierit pada daerah uji petik Luas daerah prospek P1 + P2 + P3 = 283.700
Iwaikondo ditemukan juga mineralisasi + 184.400 + 96.880 = 564.980 m2 .
magnetit yang ditemukan pada bongkah • Volume 3 daerah prospek = 564.980
batuan (KL/24/R) berbentuk angular dengan x 6,45 x 1,43 ton = 5.211.093 ton.
diameter ± 30 cm, berwarna hitam gelap,
Kolokium Hasil Kegiatan Lapangan – DIM, 2005
14-7
• Jumlah sumber daya hipotetik 3 3.5. Prospek Pemanfaatan dan
daerah prospek = 5.211.093 ton x Pengembangan Bahan Galian
1,24 % = 64.617,55 ton.
Potensi sumber daya mineral logam yang
3.4. Potensi Endapan Bahan Galian/Neraca ada di Kabupaten Konawe dan Kab. Kolaka,
Sumber Daya Mineral sebagian telah dimanfaatkan/diusahakan, baik
oleh masyarakat maupun perusahaan dan
Hasil inventarisasi data sekunder bahan sebagian lagi belum. Neraca sumber daya
galian di Kabupaten Konawe dan Kabupaten
mineral belum optimal, oleh karena data
Kolaka, Propinsi Sulawesi Tenggara, telah produksi bahan galian belum terdata di
terkumpul beberapa lokasi potensi bahan masing-masing kabupaten, kecuali perusahaan
galian sebagai berikut :
besar seperti PT. Antam, Tbk yang sudah
A. Jumlah titik lokasi potensi bahan galian di mengeksploitasi nikel di Pomalaa.
Kabupaten Konawe sebanyak : 66 titik Untuk daerah Kabupaten Konawe
lokasi , yang terdiri dari :
komoditi bahan galian logam yang perlu
• Lokasi Mineral Logam sebanyak : dikembangkan adalah Nikel, besi, khromit dan
24 titik lokasi (Gambar 8). kobalt, untuk komoditi bahan galian non
Ø Nikel=11 titik; besi=7 titik; kobal=2 logam diantaranya marmer, batugamping,
titik; kromit=4 titik pasir kuarsa. Sedangkan untuk daerah
Kabupaten Kolaka komoditi yang perlu
• Lokasi Mineral Non Logam dikembangkan nyaris sama yaitu untuk
sebanyak : 39 titik lokasi komoditi bahan galian logam adalah nikel,
(Gambar 9). besi, dan kobalt, untuk komoditi bahan galian
Ø Marmer=4 titik; andesit=1 titik; non logam diantaranya marmer, batugamping,
peridotit=3 titik; batugamping=6 pasir kuarsa.
titik; batugamping dolomit=1 titik
tanah liat/lempung=7 titik; pasir 4.1. Kesimpulan
kuarsa=5 titik; batu setengah Berdasarkan hasil pembahasan potensi
permata=7 titik; sirtu=4 titik; oker=2 bahan galian di Kabupaten Konawe dan
titik; grafit=1 titik; dolomit=1 titik; Kabupaten Kolaka, serta hasil penyelidikan
batutulis/batusabak=2 titik mineral logam di daerah uji petik, maka dapat
• Lokasi Mineral Batubara sebanyak : disimpulkan sebagai berikut :
3 titik lokasi • A. Jumlah titik lokasi potensi bahan
B. Jumlah titik lokasi potensi bahan galian di galian di Kabupaten Konawe
Kabupaten Kolaka sebanyak : 26 titik sebanyak : 66 titik lokasi , yang
lokasi, yang terdiri dari : terdiri dari : Mineral Logam : 24 titik
lokasi;Mineral Non Logam :
• Lokasi Mineral Logam sebanyak : 39 titik lokasi dan Batubara
5 titik lokasi (Gambar 10) sebanyak : 3 titik lokasi
Ø Nikel=3 titik; besi=1 titik; kobal=1
titik • B. Jumlah titik lokasi potensi bahan
galian di Kabupaten Kolaka
• Lokasi Mineral Non Logam sebanyak : 26 titik lokasi, yang terdiri
sebanyak : 21 titik lokasi dari : Mineral Logam : 5 titik
(Gambar 11) lokasi;Mineral Non Logam sebanyak
Ø Marmer=4 titik; magnesit=2 titik; : 21 titik lokasi
onikt=2 titik; batugamping=2 titik; • Hasil pemetaan dan kajian kondisi
batugampingdolomit=1 titik; geologi, mineralisasi, sumur uji di
tanahliat/lempung=1 titik; pasir daerah Sonai, Kec. Puriala, Kab.
kuarsa=5 titik; batu setengah Konawe ditemukan minimal 3 daerah
permata=2 titik; sirtu=2 titik. prospek yaitu daerah prospek P1, P2,
P3.(Gambar 4)
• Ditinjau dari anomali unsur Ni
menunjukkan angka Ni > 6317 ppm
(0,63 %) , anomali terdapat di bagian
Kolokium Hasil Kegiatan Lapangan – DIM, 2005
14-8
tengah, menyebar ke arah baratdaya penyelidikan lanjut dengan
daerah penyelidikan , daerah prospek pembuatan lubang bor maupun sumur
2 (P2) dan daerah prospek (3) uji. Untuk daerah Sonai kondisi yang
mempunyai topografi relatip agak mirip terdapat pada daerah prospek 2
landai, sehingga memungkinkan dan prospek 3.
terdapat endapan laterit nikel.
• Berdasarkan hasil pemboran dan
• Hasil pemetaan dan kajian kondisi sumur uji yang telah dilakukan
geologi, mineralisasi, sumur uji dan keterdapatan garnierit berada pada
bor tangan di daerah woikondo, Kec. kedalaman lebih dari 4 meter dan
Puriala, Kab. Konawe ditemukan belum terdapat bedrock, oleh karena
minimal 3 daerah prospek yaitu itu untuk penyelidikan lanjut perlu
daerah prospek P1,P2,P3.(Gambar 5) direncanakan pemboran atau
Ditinjau dari anomali unsur Ni pembuatan sumur uji yang lebih
menunjukan angka Ni > 11.193 ppm (1,12 %), dalam.
anomali menyebar relatif utara-selatan, 3
daerah prospek yaitu 2 daerah prospek di DAFTAR PUSTAKA
bagian utara (P1 dan P2) dan 1 daerah prospek Abdul Gaffar Pallu, Andi Azis, dkk, Laporan
di bagian selatan (P3). Geologi Terpadu, daerah Kolaka Bagian
Utara, Bidang Wilayah Pertambangan
Pada daerah prospek 2 (P2) dan prospek 3
dan Energi Propinsi Sulawesi Tenggara,
(P3) mempunyai topografi yang relatip agak
Kanwil Deptamben Prop.Sulawesi
landai sehingga memungkinkan terdapat
Selatan dan Tenggara, th. 1994.
endapan laterit nikel.
Bagdja, M. P., 1998. Eksplorasi Geokimia
Sumber daya hipotetik mineral logam Regional, Bersistem Daerah Kabupaten
yang dihitung berdasarkan asumsi ketebalan Kendari, dan Kolaka, Sulawesi
laterit 6,45 m, BD laterit= 1,43, kadar rata-rata Tenggara, Direktorat Sumberdaya
Ni= 1,24 % dan luas daerah prospek, maka Mineral, Bandung.
terdapat logam nikel di 3 daerah prospek uji Bemmelen, R.W. van, 1949, The Geology of
petik Iwoikondo Nikel= 64.617 ton. Indonesia Vol.II, Martinus Nijhoff, The
Hague.
4.2. Saran Lahar, H, 2002, Laporan Pengawasan,
• Perlu dilakukan pembuatan database Pemantauan dan Evaluasi Konservasi
dan neraca sumber daya mineral Sumber Daya Mineral di daerah
secara rinci untuk menginventarisasi Pomalaa, Kab. Kolaka, Prov. Sulawesi
seluruh bahan galian yang terdapat di Tenggara, Direktorat Inventarisasi
setiap kabupaten. Sumber Daya Mineral, Bandung.
Rusmana E., Sukido, Sukarna, D., Haryanto,
• Diperlukan data yang lengkap E.& Simanjuntak T.O., 1993, Peta
tentang produksi bahan galian untuk Geologi Lembar Lasusua – Kendari,
memudahkan pembuatan neraca Sulawesi, sekala 1 : 250.000, Pusat
sumber daya mineral, dimana Penelitian dan Pengembangan Geologi,
sekarang data tersebut kurang/belum Bandung.
lengkap di masing masing kabupaten Darman, H. (Shell) & Sidi, F.Hasan, 2000, An
serta koordinat titik lokasi bahan Outline of The Geology of Indonesia,
galian perlu diukur secara akurat Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI),
dengan menggunakan GPS untuk Jakarta
menghindari kesalahan dalam
penentuan titik di lapangan. Suganda, E, 1998, Eksplorasi Geokimia
Regional, Bersistem Daerah Kabupaten
• Untuk daerah morfologi landai, Kendari, Sulawesi Tenggara, Direktorat
masih dimungkinkan terdapat laterit Sumberdaya Mineral, Bandung.
nikel seperti pada daerah Iwaikondo
yang telah dilakukan pembuatan Soleh, A., 1999, Eksplorasi Geokimia
sumur uji dan pemboran, oleh karena Regional, Bersistem Daerah Kabupaten
itu daerah yang mirip dengan kondisi Kendari, Buton dan Kolaka, Sulawesi
tersebut masih bisa dilakukan
Kolokium Hasil Kegiatan Lapangan – DIM, 2005
14-9
Tenggara, Direktorat Sumberdaya Kolaka Bag.Tengah dan Tenggara,
Mineral, Bandung. Proyek Penelitian Inventarisasi dan Bahan
Galian Tambang Kab. Kolaka, 2002
Sukamto, Rab., 1990, Peta Geologi Lembar
Tim Inventarisasi Sumberdaya Mineral dan
Ujung Pandang, Sulawesi Selatan,
Energi, Laporan Inventarisasi
sekala 1 : 1000.000, Pusat Penelitian dan
Sum,berdaya Mineral dan Energi Kec.
Pengembangan Geologi, Bandung. Asera Kab. Kendari, Propinsi Sulawesi
Simanjuntak, T.O., Surono dan Sukido, 1993, Tenggara, Dinas Pertambangan dan
Peta Geologi Lembar Kolaka, Sulawesi, Energi,Kabupaten Kendari, Unaaha, th.
sekala 1 : 250.000, Pusat Penelitian dan 2001.
Pengembangan Geologi, Bandung. Tim Pemberdayaan Bahan Galian Marmer,
Laporan Pemberdayaan Bahan Galian
Sismin, Data Digital Potensi Bahan Galian Marmer di desa Mekarjaya, kec.Moramo
Indonesia, Direktorat Sumberdaya
Kab. Kendari, Propinsi Sulawesi
Mineral, Bandung. Tenggara,Bidang Wilayah Pertambangan
S. Tjokrosapoetro M.Sc.DIC,dkk, Laporan dan Energi
tahap II Penelitian, Inventarisasi,
Pemetaan Bahan galian Tambang Kab.

Gambar 1. Peta Lokasi Daerah Penyelidikan

Gambar 2. Peta Geologi Regional Daerah Kabupaten Konawe dan Kabupaten Kolaka, Provinsi
Sulawesi Tenggara
Kolokium Hasil Kegiatan Lapangan – DIM, 2005
14-10
Gambar 3. Peta sebaran komoditi mineral logam dan non-logam, serta lokasi pengambilan
conto primer/uji petik

Gambar 4. Peta Geologi, Ubahan dan Mineralisasi daerah Uji Petik

Kolokium Hasil Kegiatan Lapangan – DIM, 2005


14-11
BATUAN INDUK PERIDOTIT
(Ni PRIMER + 0,1%)

PROSES SERPENTINISASI

PERIDOTIT SERPENTINIT

PROSES PELAPUKAN DAN LATERISASI

PERIDOTIT-SERPENTINIT
LAPUK

BAHAN YANG TERBAWA BAHAN YANG TINGGAL


BERSAMA LARUTAN Fe, Al, Cr, Mn, Ni, Co

TERLARUT SEBAGAI TERBAWA KONSENTRASI


LARUTAN SEBAGAI PARTIKEL RESIDU
C a-Mg CARBONAT KOLOIDAL Fe OKSIDA
Al HYDROKSIDA
Ni- Co

KONSENTRASI CELAH KONSENTRASI KONSENTRASI


DARI SENYAWA RESIDU CELAH ZONA PALING
CARBONAT ATAS

URAT-URAT Fe,Ni,Co Ni,SiO2,MgO


MAGNESIT (MgCO3) SAPROLIT URAT
DOLOMIT (CaMg)CO3 SOFT BROWN GARNIERIT
CALSIT (CaCO3) ORE URAT
SEBAGAI ROAT OF HARD BROWN KRISOPRAS
WEATHERING ORE

ZONA PALING ZONA TENGAH


BAWAH

Gambar 5. Peta Geoliogi, Ubahan dan Gambar 6 Skema Endapan Bijih Nikel Gambar 7 Blok Diagram korelasi
Mineralisasi daerah Uji Petik Iwoikondo, Kec. sumur uji dan bor daerah uji petik
Tirawuta, Kab. Kolaka Iwoikondo, Kec. Tirawuta, Kab.
Kolaka

Kolokium Hasil Kegiatan Lapangan – DIM, 2005 31-12


14-12
Gambar 8. Peta Sebaran Mineral
Logam Kabupaten Konawe

Gambar 9. Peta Sebaran Mineral


Non Logam Kabupaten Konawe

Gambar 10. Peta Sebaran Mineral Gambar 11. Peta Sebaran Mineral
Logam Kabupaten Kolaka Non Logam Kabupaten Kolaka

Kolokium Hasil Kegiatan Lapangan – DIM, 2005


14-13

You might also like