You are on page 1of 11

Mandala of Health.

Volume 4, Nomor 2, Mei 2010 Laksana, Faktor Risiko Penularan AIDS

FAKTOR-FAKTOR RISIKO PENULARAN HIV/AIDS PADA LAKI-LAKI


DENGAN ORIENTASI SEKS HETEROSEKSUAL DAN HOMOSEKSUAL
DI PURWOKERTO

Agung Saprasetya Dwi Laksana, Diyah Woro Dwi Lestari1


1
Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
E-mail:

ABSTRACT

Indonesia is a country with the highest HIV/AIDS cases acceleration in the world. Purwokerto has
a high number of HIV/AIDS cases, rank number two in Central Java Province. However, risk factor for
HIV/AIDS transmission among high risk groups, especially among men who have sex with men, has not
been identified. This research aimed to examine HIV/AIDS transmission risk factors among homosexual
and heterosexual men in Purwokerto. This study is a cross sectional study. Study population is all men
aged at least 17 years old living in Purwokerto and its surrounding area. Sampling method used was
snowballing sampling. Data were collected with a quessionere. The result shows that homosexual men has
higher risk to suffer from HIV/AIDS through sexual behavior, these are having sex with multiple partner.
No differences in HIV/AIDS transmission risk factors by parenteral and sexually transmitted disease were
found between homosexual and heterosexual men. In conclusion, homosexual men have higher risk factors
for the transmission of HIV/AIDS than that of heterosexual men, especially through sex partner more than
one and anal sex.
______________________________________________________________________________
Keywords : Risk factors, HIV/AIDS transmission, men, homosexual, heterosexual

PENDAHULUAN penyebab kematian penduduk dunia tahun


Epidemi human immunodeficiency 2030, secara umum kematian akibat
virus/acquired immunodeficiency syndrome penyakit menular semakin menurun, tetapi
(HIV/AIDS) merupakan salah satu masalah kematian karena HIV/AIDS terus
3
kesehatan masyarakat utama di dunia. Di meningkat . Seberapa besar peningkatannya,
tingkat global, AIDS menempati ranking sangat tergantung pada seberapa besar akses
keempat diantara penyakit-penyakit utama masyarakat terhadap obat antivirus dan
1
penyebab kematian . Indonesia merupakan seberapa besar peningkatan upaya
salah satu negara yang mengalami pencegahan penularan HIV/AIDS yang
peningkatan epidemi HIV/AIDS paling dilakukan. Strategi pencegahan HIV/AIDS
pesat di dunia. Kasus HIV/AIDS pada tahun yang efektif bisa dilakukan apabila faktor
2003 meningkat sebesar 2 kali lipat risiko utama penularan HIV/AIDS telah
dibandingkan dengan jumlah kasus pada diidentifikasi dengan baik3.
awal tahun 1990an, dengan perkiraan jumlah Faktor-faktor risiko penularan
2
kasus HIV/AIDS antara 165.000 – 216.000 . HIV/AIDS sangat banyak, tetapi yang paling
Mathers and Loncar (2006) utama adalah faktor perilaku seksual4.
menyatakan bahwa berdasarkan proyeksi Faktor lain adalah penularan secara

113
Mandala of Health. Volume 4, Nomor 2, Mei 2010 Laksana, Faktor Risiko Penularan AIDS

parenteral dan riwayat penyakit infeksi kelompok homoseksual1,15. Keterbatasan ini


menular seksual yang pernah diderita dipengaruhi antara lain oleh stigma buruk
1,5,6
sebelumnya . Perilaku seksual yang masyarakat terhadap kelompok
berisiko merupakan faktor utama yang homoseksual, sehingga kelompok ini
berkaitan dengan penularan HIV/AIDS7. seringkali tidak berani muncul secara
Partner seks yang banyak dan tidak terang-terangan di masyarakat dan faktor
memakai kondom dalam melakukan risiko pada kelompok homoseksual tetap
aktivitas seksual yang berisiko merupakan tersembunyi14.
faktor risiko utama penularan HIV/AIDS.8, 9 Purwokerto memiliki jumlah penderita
Padahal, pemakaian kondom merupakan HIV/AIDS kedua terbanyak di Jawa Tengah.
cara pencegahan penularan HIV/AIDS yang Sampai akhir tahun 2006, ditemukan 150
efektif10. Seks anal juga merupakan faktor kasus HIV/AIDS dengan penderita utama
perilaku seksual yang memudahkan adalah heteroseksual dan IDU. Dari sisi
11
penularan HIV/AIDS . Pemakaian jenis kelamin, penderita laki-laki lebih
narkotika dan obat-obatan terlarang banyak daripada wanita. Sampai saat ini,
(narkoba) secara suntik/injeksi atau injecting masih belum ada data mengenai faktor risiko
drug users (IDU) merupakan faktor utama utama yang berhubungan dengan penularan
penularan HIV/AIDS, termasuk di HIV/AIDS. Data mengenai kelompok laki-
2,5
Indonesia . laki dengan orientasi seksual heteroseksual
Pada awal epidemi HIV/AIDS ataukah homoseksual yang lebih berisiko
diketahui, penyakit ini lebih banyak terhadap penularan HIV/AIDS dan faktor
diidentifikasi pada laki-laki homoseksual risiko utama penularan HIV/AIDS di
dan aktivitas seksual laki-laki homoseksual Purwokerto masih belum tersedia.
dituding sebagai penyebab timbulnya Penemuan kasus yang lebih banyak pada
HIV/AIDS, akan tetapi data saat ini heteroseksual pada homoseksual juga belum
menunjukkan bahwa di negara berkembang menunjukkan keadaan sesungguhnya di
penularan secara heteroseksual lebih banyak masyarakat, mengingat pemeriksaan
terjadi12,13,14. Gayle and Hill (2001) juga dilakukan hanya terhadap individu yang
menyatakan bahwa heteroseksual dan IDU secara sukarela datang ke klinik VCT
merupakan penyebab utama penularan (Voluntary Counselling and Test) di Sumah
HIV/AIDS di Asia Tenggara, termasuk Sakit (RS) Banyumas maupun RS Margono
Indonesia, meskipun menurut Liu et al. Soekarjo Purwokerto. Untuk mendapatkan
(2005) hal ini disebabkan karena data tentang kelompok masyarakat yang
keterbatasan data tentang HIV/AIDS pada paling berisiko dan faktor risiko apa saja

114
Mandala of Health. Volume 4, Nomor 2, Mei 2010 Laksana, Faktor Risiko Penularan AIDS

yang berkaitan dengan penularan HIV/AIDS Variabel bebas penelitian adalah laki-
di Purwokerto, perlu dilakukan penelitian laki dengan orientasi seks homoseksual dan
yang berbasis pada masyarakat, bukan heteroseksual. Variabel terikat penelitian
berbasis pada rumah sakit. Dengan adalah faktor-faktor risiko penularan
demikian, dapat dilakukan langkah-langkah HIV/AIDS. Faktor-faktor risiko yang diteliti
strategis yang lebih tepat untuk terdiri dari:
pengendalian penularan HIV/AIDS. Oleh a. Faktor risiko perilaku, yaitu perilaku
Karena itu, penelitian ini bertujuan untuk seksual yang berisiko terhadap
mengetahui faktor-faktor risiko penularan penularan HIV/AIDS, yang meliputi
HIV/AIDS pada laki-laki dengan orientasi partner hubungan seks lebih dari 1, seks
seks heteroseksual dan homoseksual di anal, pemakaian kondom.
Purwokerto. b. Faktor risiko parenteral, yaitu faktor
risiko penularan HIV/AIDS yang
METODE PENELITIAN berkaitan dengan pemberian cairan ke
Penelitian menggunakan rancangan dalam tubuh melalui pembuluh darah
penelitian potong lintang (cross-sectional vena. Faktor ini meliputi riwayat
study). Populasi penelitian ini adalah semua transfusi darah, pemakaian narkotika
laki-laki homoseksual dan laki-laki dan obat-obatan terlarang (narkoba)
heteroseksual di Purwokerto yang berusia secara suntik (injecting drug users).
minimal 17 tahun. Metode pengambilan c. Faktor risiko infeksi menular seksual
sampel dilakukan dengan metode (IMS), yaitu riwayat penyakit infeksi
snowballing sampling. Sampel atau bakteri atau virus yang ditularkan
responden untuk kelompok homoseksual melalui hubungan seksual yang pernah
adalah semua laki-laki homoseksual yang diderita responden, seperti sifilis,
diketahui melalui contact person kelompok condiloma acuminata, dan gonorrhoea.
gay di kota Purwokerto, yang bersedia Instrumen penelitian yang digunakan
dijadikan responden penelitian, yang adalah kuesioner dengan format campuran,
dibuktikan dengan penanda tanganan sebagian berupa pertanyaan terbuka,
informed consent. Kelompok heteroseksual sebagian tertutup. Pengambilan data faktor-
dipilih secara acak dari teman-teman faktor risiko penularan HIV/AIDS maupun
responden homoseksual yang bersedia orientasi seks dilakukan dengan cara
menjadi responden dengan menandatangani meminta responden mengisi kuesioner yang
informed consent. telah dipersiapkan.

115
Mandala of Health. Volume 4, Nomor 2, Mei 2010 Laksana, Faktor Risiko Penularan AIDS

HASIL DAN PEMBAHASAN jumlahnya hanya 1 responden. Usia tertua


sesudah responden tersebut adalah 39 tahun,
Dari penelitian yang dilakukan dari
tidak jauh berbeda dengan usia tertua
awal bulan Mei sampai awal September
kelompok laki-laki heteroseksual, 38 tahun.
2007, diperoleh 107 responden, 50 laki-laki
Responden laki-laki homoseksual
homoseksual dan 57 laki-laki heteroseksual.
maupun heteroseksual memiliki jenis
Karakteristik responden penelitian dapat
pekerjaan beragam, tetapi sebagian besar
dilihat pada Tabel 1 sampai 3.
Tabel 1. Karakteristik responden penelitian berdasarkan usia
No. Karakteristik Usia Homoseksual Heteroseksual
1 Usia termuda 17 18
2 Usia tertua 64 38
3 Usia rata-rata 25,9 22,58
4 Usia terbanyak (modus) 23 20

Tabel 2. Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan

No. Status Perkawinan Homoseksual Heteroseksual


1 Mahasiswa 14 (28%) 28 (49,1%)
2 Swasta 22 (44%) 17 (29,8%)
3 Wiraswasta 6 (12%) 2 (3,5%)
4 Pelajar 5 (10%) 1 (1,8%)
5 Petani 1 (2%) 0
6 Buruh 0 5 (8,8)
7 Pedagang 0 1 (1,8%)
8 Tidak menjawab 1 (2%) 3 (5,3%)
Jumlah 50 (100%) 57 (100%)

Tabel 3. Karakteristik responden berdasarkan riwayat melakukan hubungan seksual


No. Hubungan Seks Homoseksual Heteroseksual
1 Ya 14 (28%) 28 (49,1%)
2 Tidak 22 (44%) 17 (29,8%)
Jumlah 50 (100%) 57 (100%)

Dari Tabel 1 diketahui bahwa bekerja sebagai karyawan swasta dan


karakteristik responden laki-laki mahasiswa (Tabel 2). Berdasarkan informasi
homoseksual dan laki-laki heteroseksual yang didapat dari responden, semua (100%)
tidak terlalu berbeda. Meskipun usia tertua responden laki-laki homoseksual pernah
pada laki-laki homoseksual jauh lebih tinggi melakukan hubungan seks, sedangkan pada
dari kelompok heteroseksual, tetapi responden laki-laki heteroseksual, 40 orang

116
Mandala of Health. Volume 4, Nomor 2, Mei 2010 Laksana, Faktor Risiko Penularan AIDS

(70,2%) menyatakan pernah melakukan pasangan antara kelompok laki-laki


hubungan seksual, sedangkan 17 orang homoseksual dengan kelompok laki-laki
(29,8%) menyatakan belum pernah heteroseksual (X2=14,716; p=0,000). Lelaki
melakukan hubungan seksual (Tabel 3). homoseksual lebih cenderung melakukan

Tabel 4. Riwayat partner hubungan seks lebih dari satu


No. Partner > 1 Homoseksual Heteroseksual
1 Ya 36 (72,0%) 13 (31,7%)
2 Tidak 14 (28,0%) 28 (68,3%)
Jumlah 50 (100%) 41 (100%)
X2 = 14,716, p = 0,000
Tabel 5. Jumlah partner seksual
No. Jumlah Partner Homoseksual Heteroseksual
1 Jumlah partner seks minimal 1 0
2 Jumlah partner seks maksimal 50 10
3 Rata-rata jumlah partner 6-7 1-2
4 Modus jumlah partner 1 1
t=3,581, p=0,000, 95%CI 2,576 – 8,980

Tabel 6. Melakukan seks anal pada saat berhubungan seks


No. Seks Anal Homoseksual Heteroseksual
1 Ya, selalu 3 (6%) 3 (6,5%)
2 Ya, sering 3 (6%) 0 (0%)
3 Ya, kadang-kadang 30 (60%) 7 (10,5%)
4 Tidak pernah 14 (28%) 30 (75%)
Jumlah 50 (100%) 40 (100%)
2
X = 22,279, p = 0,000

Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa hubungan seks berganti-ganti pasangan.


diantara responden yang pernah melakukan Meskipun demikian, persentase berganti-
hubungan seksual, sebagian besar laki-laki ganti pasangan hubungan seks pada
homoseksual memiliki partner hubungan kelompok laki-laki heteroseksual yang
seks lebih dari satu orang, yaitu 72,0% cukup besar (37%), tetap perlu mendapatkan
memiliki lebih dari 1 partner. Pada perhatian yang cukup serius, mengingat
kelompok laki-laki heteroseksual, sebagian faktor ini merupakan faktor risiko utama
besar (68,3%) hanya memiliki satu orang penularan HIV/AIDS.
partner hubungan seksual (Tabel 5). Hasil Berdasarkan jumlah partner,
analisis menunjukkan bahwa ada perbedaan kelompok laki-laki homoseksual memiliki
bermakna dalam perilaku berganti-ganti partner seks rata-rata 6-7 orang, sedangkan

117
Mandala of Health. Volume 4, Nomor 2, Mei 2010 Laksana, Faktor Risiko Penularan AIDS

kelompok laki-laki heteroseksual rata-rata 1- kelompok laki-laki heteroseksual (X2 =


2 partner. Jumlah partner seks maksimal 22,279, p = 0,000).
pada kelompok laki-laki homoseksual Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa
adalah 50 orang, sedangkan pada kelompok hanya 12,0% pada kelompok laki-laki
laki-laki heteroseksual 10 orang (Tabel 5). homoseksual dan 20,0% pada kelompok
Hasil analisis dengan uji t laki-laki heteroseksual yang selalu
menunjukkan adanya perbedaan yang menggunakan kondom pada saat melakukan
bermakna dalam rata-rata jumlah partner hubungan seksual. Rendahnya angka
seks antara kelompok laki-laki homoseksual pemakaian kondom meningkatkan risiko
dan kelompok laki-laki heteroseksual penularan HIV/AIDS pada kedua kelompok.
(p=0,000). Kelompok laki-laki homoseksual Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada
memiliki rata-rata jumlah partner yang lebih perbedaan yang bermakna dalam pemakaian
banyak daripada kelompok laki-laki kondom saat melakukan hubungan seksual
heteroseksual. Meskipun demikian, baik antara kelompok laki-laki homoseksual dan
pada kelompok homoseksual maupun heteroseksual (X2 = 1,900, p = 0,593). Hal
kelompok heteroseksual, modus jumlah ini menunjukkan bahwa kedua kelompok
partner seksnya adalah 1. memiliki risiko yang sama besar untuk
Dalam hal aktivitas anal seks, ternyata tertular HIV/AIDS pada saat melakukan
kelompok laki-laki homoseksual sebagian hubungan seksual, terutama pada hubungan
besar melakukan aktivitas seks anal, yaitu seksual yang dilakukan dengan banyak
sebesar 72%. Pada kelompok laki-laki pasangan atau dengan pekerja seks
heteroseksual, sebagian besar tidak pernah komersial.
melakukan aktivitas anal seks, hanya 17% Dari 107 responden, hanya 5 (4,7%)
yang menyatakan melakukan seks anal. yang pernah mendapatkan transfusi darah
Yang menarik adalah jumlah responden (Tabel 8). Jumlah responden kelompok laki-
yang menyatakan selalu melakukan aktivitas laki heteroseksual yang pernah mendapatkan
seks anal setiap kali berhubungan seksual transfusi darah lebih banyak, yaitu 4 orang
pada kelompok laki-laki homoseksual (7% dari total responden heteroseksual).
maupun heteroseksual sama besar, yaitu 3 Tidak ada satu respondenpun yang
orang, dengan persentase yang hampir sama, menderita penyakit yang memerlukan
yaitu sekitar 6%. Hasil analisis transfusi darah secara rutin. Secara statistik,
menunjukkan bahwa ada perbedaan yang tidak ada perbedaan yang bermakna dalam
bemakna dalam aktivitas seks anal antara riwayat transfusi darah pada kedua
2
kelompok laki-laki homoseksual dengan kelompok (X = 1,505, p = 0,220). Dengan

118
Mandala of Health. Volume 4, Nomor 2, Mei 2010 Laksana, Faktor Risiko Penularan AIDS

demikian, risiko tertular virus HIV/AIDS tidak ada perbedaan risiko penularan
melalui transfusi darah pada kedua HIV/AIDS dalam infeksi menular seksual
kelompok sama besar. yang bermakna antara kedua kelompok,
Seluruh responden penelitian menandakan bahwa risiko penularan
menyangkal menggunakan narkotika dan HIV/AIDS melalui IMS pada kedua
obat-obatan terlarang secara suntik/injeksi. kelompok sama.
Hal ini berarti risiko penularan HIV/AIDS kondom saat melakukan hubungan seksual
Tabel 7. Pemakaian
melalui suntikan
No. pada keduaKondom
Memakai kelompok Homoseksual Heteroseksual
1 yaitu
adalah sama, Ya, tidak
selalu berisiko tertular 6 (12,0%) 8 (20,0%)
2 Ya, sering
HIV/AIDS melalui suntikan. 4 (8,0%) 5 (12,5%)
3 Ya, kadang-kadang 25 (50,0%) 16 (40,0%)
4 Tidak pernah 15 (14,4%) 11 (11,6%)
Jumlah 50 (100%) 40 (100%)
X2 = 1,900, p = 0,593
Tabel 8. Riwayat mendapatkan transfusi darah
No. Transfusi Darah Homoseksual Heteroseksual
1 Ya 1 (2,0%) 4 (7,0%)
2 Tidak 49 (98,0%) 53 (93,0%)
Jumlah 50 (100%) 57 (100%)
2
X = 1,505, p = 0,220

Tabel 9. Riwayat menderita infeksi menular seksual (IMS)


No. Riwayat IMS Homoseksual Heteroseksual
1 Ya 3 (6%) 3 (5,3%)
2 Tidak 47 (94%) 54 (94,7%)
Jumlah 50 (100%) 57 (100%)
2
X = 0,027, p = 0,869
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Laki-laki homoseksual ternyata
dari 107 responden, hanya 6 orang (5,6%) memiliki faktor risiko perilaku seksual lebih
yang menyatakan pernah menderita infeksi tinggi daripada laki-laki heteroseksual. Hal
menular seksual (IMS). Secara kuantitatif, ini tampak dari kecenderungannya untuk
jumlah responden yang pernah menderita memiliki lebih banyak partner seks dan
penyakit IMS pada kedua kelompok sama, melakukan seks anal. Perilaku pemakaian
yaitu 3 orang. Secara proporsi, 6% pada kondom, terutama pada saat melakukan
kelompok laki-laki homoseksual dan 5,3% hubungan seksual berisiko, pada kedua
pada kelompok heteroseksual pernah kelompok tidak berbeda, meskipun secara
menderita IMS (Tabel 9). Secara statistik persentase lebih tinggi pada laki-laki

119
Mandala of Health. Volume 4, Nomor 2, Mei 2010 Laksana, Faktor Risiko Penularan AIDS

heteroseksual. Secara umum, laki-laki penularan HIV/AIDS pada kelompok


14
homoseksual lebih berisiko tertular homoseksual tetap tersembunyi. Hal ini
HIV/AIDS melalui berganti-ganti pasanagn terjadi juga pada laki-laki homoseksual di
(memiliki partner seks lebih dari satu), Purwokerto. Kelompok ini lebih cenderung
sedangkan laki-laki heteroseksual cenderung menutup diri dari masyarakat, karena pada
memiliki risiko penularan HIV/AIDS lebih umumnya masyarakat Purwokerto masih
tinggi melalui hubungan seks berisiko tanpa memberikan cap atau stigma buruk kepada
memakai kondom. kelompok homoseksual. Akibatnya, faktor
Tingginya faktor-faktor risiko perilaku risiko penularan HIV/AIDS pada kelompok
seksual pada laki-laki homoseksual, secara ini tetap belum teridentifikasi dan penemuan
teoritis semestinya berbanding lurus dengan kasus HIV/AIDS pada laki-laki
banyaknya kasus HIV/AIDS pada kelompok homoseksual menjadi terhambat. Dari sisi
ini. Seks anal merupakan faktor perilaku kesehatan, khususnya dalam pencegahan
seksual yang juga berhubungan erat dengan dan penemuan kasus HIV/AIDS, stigma
1,15
penularan HIV/AIDS . Penelitian yang yang buruk ini sangat merugikan.
dilakukan oleh Hounton et al. (2005) dan Lebih tingginya kasus HIV/AIDS
Nwokoji and Ajuwon (2004) menunjukkan pada kelompok heteroseksual di
bahwa partner seks yang banyak dan tidak Purwokerto, dapat pula dipengaruhi oleh
memakai kondom dalam melakukan kebiasaan tidak memakai kondom pada saat
aktivitas seksual yang berisiko merupakan melakukan aktivitas seksual berisiko.
faktor risiko utama penularan HIV/AIDS. Dibandingkan dengan laki-laki
Data kasus HIV/IDS di Indonesia homoseksual, laki-laki heteroseksual lebih
maupun di Purwokerto menunjukkan bahwa banyak yang melakukan hubungan seks
kasus-kasus HIV/AIDS lebih banyak pada dengan PSK, dan pada saat berhubungan
laki-laki heteroseksual, meskipun risikonya seks dengan PSK tidak menggunakan
lebih tinggi pada laki-laki homoseksual. kondom. Hal ini sesuai dengan hasil
Hasil ini tampaknya sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya, yang menyatakan
penelitian. Lebih banyaknya kasus bahwa kontak seksual yang tidak aman
HIV/AIDS pada kelompok heteroseksual merupakan faktor risiko utama penularan
disebabkan karena keterbatasan data tentang HIV/AIDS. Ketidakmauan pemakaian
1
HIV/AIDS pada kelompok homoseksual . kondom pada saat melakukan aktivitas seks
Keterbatasan ini dipengaruhi antara lain oleh berisiko merupakan faktor perilaku seks
stigma buruk masyarakat terhadap kelompok yang paling banyak dijumpai4.
homoseksual, sehingga faktor-faktor risiko

120
Mandala of Health. Volume 4, Nomor 2, Mei 2010 Laksana, Faktor Risiko Penularan AIDS

Perilaku seks berisiko merupakan melakukan donor darah cukup banyak, lebih
faktor risiko utama penularan HIV/AIDS. dari seperempat dari total responden. Hal ini
Berdasarkan hasil penelitian ini, tampaknya meningkatkan risiko penularan HIV/AIDS
dari beberapa faktor risiko perilaku seksual, pada penerima transfusi darah. Penularan
meskipun hanya salah satu yang ditemukan, HIV/AIDS melalui transfusi darah sering
tetap menempatkan seseorang pada risiko diabaikan di negara berkembang1. Oleh
yang tinggi untuk tertular HIV/AIDS. karena itu, penularan HIV/AIDS melalui
Kesimpulan ini berdasarkan data yang ada, transfusi darah belum bisa dieliminasi,
bahwa secara statistik laki-laki heteroseksual terutama apabila prevalensi HIV/AIDS
hanya memiliki satu faktor risiko perilaku melalui transfusi darah tinggi dan screening
seks, sedangkan laki-laki homoseksual rutin darah belum dilakukan secara rutin.
memiliki dua faktor risiko perilaku, tetapi Mengingat hal ini, maka screening darah
kasus HIV/AIDS lebih banyak ditemukan yang akan digunakan untuk transfusi
pada laki-laki heteroseksual. Meskipun merupakan hal yang sangat penting untuk
demikian, mengingat besarnya faktor risiko dilakukan. Apalagi, sebagian dari responden
perilaku seks pada kelompok homoseksual, yang berisiko tinggi melakukan donor darah
tetapi penemuan kasusnya masih sangat secara rutin. Kurangnya kesinambungan
sedikit, maka penemuan kasus pada pemeriksaan untuk screening HIV/AIDS
kelompok ini perlu mendapat perhatian yang pada semua darah yang akan digunakan
lebih serius. untuk transfusi, dapat meningkatkan risiko
Untuk faktor risiko penularan penularan HIV/AIDS kepada para penerima
HIV/AIDS melalui transfusi darah, tidak ada donor darah. Sampai saat ini, masih belum
perbedaan yang bermakna antara kelompok ada data yang pasti mengenai berapa orang
laki-laki homoseksual dengan laki-laki yang tertular HIV/AIDS melalui transfusi
heteroseksual. Ini berarti kedua kelompok darah di Purwokerto.
memiliki risiko yang sama untuk tertular Faktor risiko penularan HIV/AIDS
HIV/AIDS melalui transfusi darah. pada laki-laki homoseksual maupun pada
Mengingat jumlah yang pernah laki-laki heteroseksual tidak berbeda
mendapatkan transfusi darah hanya sedikit, bermakna. Hanya sekitar 3% dari responden
maka risiko kedua kelompok untuk tertular yang pernah menderita IMS. Dari data
HIV/AIDS melalui transfusi darah juga tersbut, terlihat bahwa risiko penularan
kecil. Meskipun demikian, laki-laki HIV/AIDS melalui IMS sangat kecil. IMS
homoseksual maupun heteroseksual yang merupakan faktor lain yang penting dalam
berperilaku seks berisiko yang pernah penularan HIV/AIDS1. Peradangan dan

121
Mandala of Health. Volume 4, Nomor 2, Mei 2010 Laksana, Faktor Risiko Penularan AIDS

ulkus pada penderita IMS meningkatkan


kerentanan terhadap infeksi HIV, karena DAFTAR PUSTAKA
rusaknya barier mukosal memudahkan 1. Gayle, H.D. and G.L. Hill. Global
impact of human immunodeficiency
masuknya virus HIV ke dalam pembuluh
virus and AIDS. Clinical Epidemiology
darah. Selain itu IMS memfasilitasi virus Reviews. 2001. 14 (2): 327-335.
2. Mesquita, F., I. Winarso,
HIV untuk hidup di dalam saluran genital
I.I.Atmosukarto, B. Eka, L. Nevendorff,
dan merekrut sel peradangan virus HIV ke A. Rahmah, P. Handoyo, P. Anastasia
and R. Angela. Public health the leading
dalam saluran genital.
force of the Indonesian response to the
Faktor risiko penularan HIV/AIDS HIV/AIDS crisis among people who
inject drugs. Harm Reduction Journal.
melalui pemakaian narkoba melalui jarum
2007. 4 (1): 8-13.
suntik tidak ditemukan pada satupun 3. Mathers, C.D. and D. Loncar.
Projections of global mortality and
responden. Hasil ini menandakan bahwa
burden of disease from 2002 to 2030.
tidak ada risiko penularan HIV/AIDS pada Plos Medicine. 2006. 3 (11): 2011-2030.
4. Yang, H., X. Li, B. Stanton, H.J. Liu, H.
kedua kelompok. Meskipun demikian, faktor
Liu, N. Wang, X. Fang, D. Lin and X.
risiko ini tetap perlu diwaspadai di masa Chen. Heterosexual transmission of HIV
in China: a systematic review of
mendatang, mengingat pemakaian narkoba
behavioural studies in the past two
suntik merupakan salah satu faktor risiko decades. Sex Transm Dis. 2005. 32 (5):
270-280.
utama penularan HIV/AIDS pada penderita
5. Schmidt, M. and E.D. Mokotoff.
HIV/AIDS di Indonesia. HIV/AIDS surveillance and prevention:
improving the characterization of HIV
transmission. Public Health Reports.
KESIMPULAN 2003.18: 197-204.
6. Lee, L.M., M.T. McKenna and R.S.
Laki-laki homoseksual memiliki risiko
Janssen. Classification of transmission
tertular HIV/AIDS lebih besar daripada laki- risk in the national HIV/AIDS
surveillance system. Public Health
laki heteroseksual, khususnya melalui
Reports. 2003.18: 400-407.
perilaku seksual berisiko, yaitu hubungan 7. Gutierrez, J., S.M. Bertozzi, C.J. Conde-
Glez and M. Sanchez-Aleman. Risk
seks dengan lebih dari satu partner dan seks
behaviours of 15-21 years olds in
anal. Mengingat faktor risiko yang lebih Mexico lead to a high prevalence of
sexually transmitted infections: results
besar pada kelompok homoseksual,
of a survey in disadvantaged urban
sedangkan penemuan kasus pada kelompok areas. BMC Public Health. 2006. 6: 49-
59.
ini masih rendah, perlu dilakukan upaya-
8. Hounton, S.H., H. Carabin and N.J.
upaya pencegahan kasus HIV/AIDS pada Henderson. Towards an understanding
of barriers to condom use in rural Benin
kelompok ini secara intensif melalui
using the health belief model: a cross
kelompok-kelompok gay yang ada di sectional survey. BMC Public Health.
2005. 5: 8-15.
Purwokerto

122
Mandala of Health. Volume 4, Nomor 2, Mei 2010 Laksana, Faktor Risiko Penularan AIDS

9. Nwokoji, U.A. and A.J. Ajuwon. 13. Lamptey, P.R. Reducing heterosexual
Knowledge of AIDS and HIV risk- transmission of HIV in poor countries.
related sexual behaviour among BMJ. 2002.324: 207-214.
Nigerian naval personnel. BMC Public 14. Amirkhanian, Y.A., J.A. Kelly, A.V.
Health. 2004. 4: 24-32. Kirsanova, W. DiFranceisco, R.A.
10. Essien, E.J., G.O. Ogungbade, H.N. Khoursine, A.V. Semenov and V.N.
Kamiru, E. Ekong, D. Ward and L. Rozmanova. HIV risk behaviour
Holmes Jr. Emerging socio- patterns, predictors, and sexually
demographic and lifestyle predictors of transmitted disease prevalence in the
intention to use condom in human social networks of young men who have
immunodeficiencyvirus (HIV) sex with men in St Petersburg, Russia.
intervention among uniformed services Int J STD AIDS. 2006.17 (1): 50-56.
personnel. Mil. Med. 2006. 171 (10): 15. Liu, H., H. Yang, X. Li, N. Wang, H.
1027-1034. Liu, B. Wang, L. Zhang, Q. Wang, and
11. Hui, L., H. Yang, X. Li, N. Wang and B. Bonita Stanton. Men Who Have Sex
Stanton. Men who have sex with men with Men and Human
and human immunodeficiency Immunodeficiency Virus/ Sexually
virus/sexually transmitted disease Transmitted Disease Control in China.
control in China. Cell Res. 2005. 15 Cell Res. 2005. 15 (11-12): 858–864.
(12): 858-864.
12. Goodenow, C. J. Netherland and L.
Szalacha. AIDS-related risk among
adolescent males who have sex with
males, females, or both: evidence from a
statewide survey. American Journal of
Public Health. 2002. 92 (2): 203-210.

123

You might also like