You are on page 1of 5

Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan

Vol. 6, No. 2, hal. 50-54, 2007


ISSN 1412-5064

Efek Pemanasan terhadap Rendemen Lemak pada Proses


Pengepresan Biji Kakao
Eti Indarti
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala
Jl. Tgk. Krueng Kalle, Darussalam, Banda Aceh 23111
e-mail: eti_indarti@yahoo.com

Abstrak

Pengaruh pemanasan terhadap perolehan lemak kakao selama pengepresan biji kakao
menggunakan pengepres mekanis telah diteliti. Variabel percobaan mencakup tekanan 30 dan
40 MPa dengan variasi suhu 50-90oC. Kandungan lemak rata-rata pada biji kakao sebesar
51,32%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor tekanan tidak mempengaruhi rendemen
lemak kakao sedangkan faktor suhu berpengaruh nyata terhadap rendemen lemak kakao.
Rendemen tertinggi sebesar 34,95% diperoleh pada suhu 70oC dan tidak berbeda nyata
dengan rendemen pada suhu 80 dan 90oC. Asam lemak bebas meningkat dengan peningkatan
suhu pemanasan pengepres dan diduga karena penguraian trigliserida pada suhu diatas 80oC.
Profil asam lemak dari lemak kakao adalah asam palmitat 26,24%, stearat 42,23% dan oleat
26,53%. Komposisi ini hampir sama dengan komposisi lemak kakao dari berbagai sumber.
Dari hasil karakteristik solid fat content diperoleh bahwa lemak yang diperoleh memiliki sifat
pencairan pada suhu 20-30oC. Idealnya, lemak kakao mulai mencair pada kisaran suhu 30-
35oC. Kondisi ini menjadi pertimbangan pada proses perdagangan lemak kakao, karena akan
mempengaruhi penerapan penggunaan lemak kakao pada industri makanan (convectionary).

Kata kunci: kandungan lemak padat, konfeksionari, lemak kakao, pengepresan, pengepres
mekanis

1. Pendahuluan (2007) mendapatkan yield kakao sebesar


89% pada proses pengepresan umpan pasta
Produk-produk hasil olahan coklat yang dengan menggunakan tekanan 60 MPa.
utama saat ini adalah lemak dan tepung
coklat. Kandungan lemak pada biji kakao Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek
berkisar 55-60%. Proses pemisahan lemak pemanasan terhadap perolehan lemak pada
dan tepung ini dilakukan terhadap biji kakao berbagai suhu dan tekanan. Disamping itu,
yang telah terfermentasi. Pemisahan lemak dilakukan sejumlah pengujian kualitas lemak
coklat dapat dilakukan dengan berbagai cara kakao yang meliputi kualitas lemak yang
diantaranya ekstraksi dengan menggunakan diperoleh berdasarkan standar CODEX dan
pelarut atau dengan pengepresan (Venter SNI, profil asam lemak dengan menggunakan
dkk., 2007). Metode ekstraksi lemak dengan Gas Chromatography serta Solid Fat Content
pelarut memiliki kelemahan yaitu terlarutnya (SFC) dengan menggunakan NMR.
sebagian komponen yang tidak diinginkan
dari lemak kakao, seperti phospolipida. Selain
itu diperlukan proses pemisahan kembali 2. Metodologi
antara lemak dan pelarut. Pemisahan ini
kadang kala tidak bisa murni dan dapat 2.1 Persiapan Biji
mengurangi aroma coklat yang khas. Selain
itu, proses pemurnian lemak ini juga Biji coklat terfermentasi, varietas Criollo dan
membutuhkan biaya yang tinggi. Oleh karena forastero (berasal dari perkebunan rakyat di
itu, teknik pengepresan mekanis tetap Paru, Kabupaten Pidie) diperam selama 5
menjadi pilihan. Penggunaan teknik hingga 6 hari, hingga sekat biji terlepas dari
pengepresan dipandang juga jauh lebih kulit buah, yang ditandai dengan bunyi ketika
praktis dan murah terutama untuk biji digoyangkan. Selanjutnya biji
pemakaian oleh industri kecil dan menengah. difermentasi selama 6 hari didalam kotak
Berdasarkan kebutuhan kandungan lemak yang dilapisi karung beras plastik. Selang dua
pada bubuk kakao yang berkisar 10-22% hari biji dibalik untuk mendapatkan
(bergantung pada jenis bubuk kakao yang keseragaman fermentasi. Setelah fermentasi
diinginkan), maka recovery lemak menjadi selesai, pulp yang berwarna coklat dan licin
lemak kakao seharusnya mencapai 78-90% dibersihkan secara manual dan biji dijemur
(Mulato dan Widyotomo, 1999). Venter dkk.
Eti Indarti / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 6 No. 2 51

dibawah sinar matahari selama 5 hingga 6 3.1 Rendemen Lemak Kakao


hari hingga kadar air bahan kurang dari 7%.
Analisis sidik ragam memperlihatkan suhu
2.2 Pengepresan Biji Kakao pengepresan berpengaruh nyata terhadap
rendemen lemak kakao, sedangkan tekanan
Biji kakao kering dilakukan sortasi, sangrai 30 dan 40 MPa tidak berpengaruh nyata.
dan dikupas kulit biji hingga didapat nib Gambar 1 menunjukkan peningkatan suhu
kakao. Ukuran nib dikecilkan dengan menyebabkan peningkatan rendemen lemak
menggunakan blender hingga membentuk kakao. Rendemen lemak kakao cenderung
pasta yang dapat mengalir lambat dan tidak meningkat secara signifikan dan tidak
mengkilap. Sebanyak 200 gram pasta berbeda nyata, pada suhu pemanasan 70, 80
dibungkus kain saring tetron, dan selanjutnya dan 90oC, dengan perlolehan lemak berturut-
diletakkan dalam wadah sample pada turut 34,69, 34,66 dan 34,95%. Pengepresan
pengepres hidrolik. Tekanan diberikan 30 dan tanpa pemanasan pada tekanan yang sama
40 MPa dengan kenaikan bertahap dan (30 dan 40 MPa) menghasilkan rendemen
ditahan selama 50 menit. Pemanasan tertinggi sebesar 32,99% (Indarti dkk., 2008).
diberikan pada sekeliling wadah sampel yang Sehingga dapat dikatakan, proses
dikontrol oleh termokopel dan suhu diatur pemanasan yang diberikan pada sekeliling
oleh termostat sesuai dengan variabel alat pengepres akan dapat meningkatkan
percobaan yaitu 50, 60, 70, 80 dan 90oC. rendemen sekitar 2 hingga 3%. Dengan
Lemak yang mengalir pada bagian bawah proses pemanasan, lemak menjadi cair dan
alat pengepres ditampung dan ditimbang viskositas lemak akan berkurang sehingga
serta dilakukan analisis. lebih memudahkan lemak keluar mengalir
dari matriks sel-sel kakao. Hal yang sama
2.3 Analisis Sampel juga telah dikemukakan oleh Venter dkk
(2007), bahwa suhu mempengaruhi
Kualitas lemak ditentukan dengan merujuk perolehan lemak pada proses pengepresan
pada Standar CODEX dan SNI lemak yaitu: lemak kakao.
asam lemak bebas (dengan teknik titrasi
alkali menurut Prosedur IUPAC 1987-2.401), 40
bilangan penyabunan dan indeks bias. 34.66 c 34.95 c
Terhadap lemak kakao yang diperoleh pada 35 32.95 a
33.93 b 34.69 c
kondisi terbaik dilakukan analisis karekater
lemak kakao berupa kandungan lemak padat 30
Rendemen (%)

(Solid Fat Content) menggunakan Nuclear


Magnetic Resonance di Jurusan Teknologi dan 25
Ilmu Pangan, IPB. Komposisi asam lemak
20
dianalisa dengan menggunakan Gas
Chromatograpy (Shimadzu Model 14A,
15
Japan) yang menggunakan detector FID dan
kolom pemisah DB-Wax. Sebelum analisis GC, 10
sampel lemak kakao harus dikonversi 50 60 70 80 90
menjadi metil ester asam lemak dengan cara o
transesterifikasi menurut prosedur Indarti Suhu Pengepresan ( C)
dkk. (2005). Gambar 1. Pengaruh suhu pengepresan terhadap
rendemen lemak kakao

3. Hasil dan Pembahasan Peningkatan rendemen ini seiring dengan


penurunan kadar lemak bubuk kakao yang
Hasil analisa kadar air terhadap sampel nib dihasilkan setelah pengepresan. Bubuk kakao
kakao diperoleh kadar air rata-rata 2,83%. yang diperoleh tergolong berkadar lemak
Sedangkan kandungan lemak didalam nib sedang yaitu berkisar 13 hingga 17%.
kakao berdasarkan analisis dengan metode Pemilihan suhu pengepresan harus menjadi
ekstraksi soxhlet diperoleh kadar lemak rata- perhatian dikarenakan suhu pemanasan
rata sebesar 51,32%. Dengan demikian, diatas 70oC menyebabkan organoleptik warna
kadar lemak kakao ini menjadi rendemen dan aroma kakao menurun drastis
maksimal yang mungkin diperoleh dari disebabkan kontaminasi partikel halus kakao.
proses pengepresan yang dilakukan pada Selain itu, juga akan terjadi peningkatan
penelitian ini. kadar asam lemak bebas melebihi baku mutu
karena degradasi trigliserida.
52 Eti Indarti / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 6 No. 2

3.2 Kadar Asam Lemak Bebas Secara umum, asam lemak pada minyak atau
lemak nabati terikat pada gugus gliserol dan
Analisis sidik ragam menunjukkan suhu membentuk triasilgliserol atau trigliserida.
pengepresan berpengaruh nyata terhadap Lemak kakao yang baik mengandung sekitar
kadar asam lemak bebas, sedangkan tekanan 98% trigliserida, kurang 1,75% asam lemak
tidak memberikan pengaruh nyata. Gambar 2 bebas, 0,3-0,5% digliserida, 0,1%
memperlihatkan kenaikan suhu secara nyata monogliserida, 0,2% sterol, 0,05-0,13%
menyebabkan kenaikan kadar asam lemak phosfolipid dan sejumlah kecil tocopherol.
bebas. Pada suhu 50 hingga 70oC, terjadi Susunan simetrik trigliserida pada lemak
peningkatan kadar asam lemak bebas tetapi kakao memegang peran dalam menentukan
tidak berbeda nyata, namun pada suhu sifat khas lemak kakao seperti karakteristik
pengepresan 80 dan 90oC terjadi kenaikan pencairan dan kristalisasinya. Asam lemak
kadar asam lemak bebas yang signifikan. pada lemak kakao terikat pada gugus gliserol
Pada suhu diatas 70oC diperkirakan sebagian dengan susunan seperti berikut (Minifie,
trigliserida lemak terurai membentuk asam 1999):
lemak bebas. Pada kondisi suhu 50oC kadar palmitat-oleat- stearat (POS) 36-42%
asam lemak bebas sudah mendekati nilai stearat-oleat-stearat (SOS) 23-29%
batas akhir yang ditentukan oleh CODEX. Hal palmitat-oleat-palmitat (POP) 13-19%
ini diduga karena perlakukan awal terhadap
biji yang tidak benar baik saat proses Kandungan asam stearat dan asam palmitat
pemeraman buah, penyimpanan biji, sortasi yang demikian tinggi pada lemak kakao Aceh
biji maupun proses fermentasi. diharapkan akan memberikan kontribusi pada
karakteristik pencairan dan kristalisasi
8
sehingga memberikan pencairan yang cepat
pada suhu tubuh saat dikonsumsi.
6.91c
7
Kadar A s am Lem ak Bebas (% )

3.4 Solid Fat Content


6

4.75b
Solid fat content (SFC) merupakan salah satu
5 parameter khas yang sangat diperlukan
4
dalam bisnis lemak kakao. Industri coklat
membutuhkan parameter ini sebagai indikasi
3 sifat pencairan lemak kakao dalam proses
2.35a
2.02a pengolahan lemak dan penggunaannya di
2 1.69a industri makanan. Secara umum diharapkan
pencairan akan terjadi pada suhu tubuh yaitu
1
pada kisaran 30-35oC, sehingga pada kisaran
0
ini lemak kakao seharusnya mencair dengan
T1 = 50 T2 = 60 T3 = 70 T4 = 80 T5 = 90 cepat.
o
Suhu Pengepresan ( C) Tabel 1. Perbandingan komposisi asam lemak
Gambar 2. Pengaruh suhu terhadap kadar asam dari berbagai lemak kakao
lemak bebas Komposisi (%)
Asam
Lemak Penelitian Pantai
3.3 Komposisi Asam Lemak pada Malaysia*)
ini Gading*)
Lemak Kakao
C16:0 26.24 25.8 24.9
Lemak kakao yang diperoleh memperlihatkan C16:1 0.10 - -
kandungan komposisi asam lemak yang C18:0 43.23 36.9 37.4
didominasi oleh asam palmitat 26,24%, asam C18:1 26.53 32.9 33.5
stearat 43,23% dan asam oleat 26,53%
C18:2 2.78 2.8 2.6
sebagaimana yang diperlihatkan pada Tabel 1.
Dominasi ketiga jenis asam lemak ini C18:3 0.20 0.2 0.2
merupakan ciri khas dari lemak yang berasal C20:0 0.97 1.2 1.2
dari buah kakao. Perbandingan dengan kakao C20:1 - - -
dari berbagai sumber memperlihatkan C22:0 - 0.2 0.2
kemiripan profil asam lemaknya. Lipp dan *)
Lipp dan Enklam (1998)
Enklam (1998) telah menyimpulkan bahwa
daerah asal kakao memberikan pengaruh
Gambar 3 memperlihatkan profil SFC lemak
terhadap komponen pembentuk lemak dan
kakao hasil penelitian dibandingkan dengan
komposisi asam lemak buah kakao.
lemak kakao Malaysia. Secara umum terlihat
Eti Indarti / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 6 No. 2 53

bahwa lemak kakao Aceh mengalami ini tidak jauh berbeda dengan umumnya
pencairan pada kisaran suhu 20-30oC. Hal ini komposisi lemak kakao dariberbagai sumber.
berarti pada suhu ruang, lemak kakao Aceh Karakteristik solid fat content lemak yang
berada pada fasa semi-padat. Berbeda diperoleh memiliki sifat pencairan pada suhu
dengan lemak kakao Malaysia yang pencairan 20-30oC. Idealnya, lemak kakao mulai
cepat terjadi pada kisaran suhu 30-35oC. mencair pada kisaran suhu 30-35oC. Kondisi
Secara komersil, karakteristik yang ini menjadi pertimbangan pada proses
diperlihatkan oleh lemak kakao Aceh ini tidak perdagangan lemak kakao, karena akan
diinginkan karena lemak mencair tidak pada mempengaruhi penerapan penggunaan lemak
suhu tubuh. Disamping itu, pada suhu 30oC kakao pada industri makanan (convec-
dan selebihnya lemak kakao tidak mencair tionary).
sepenuhnya dimana sekitar 4-5% lemak
masih merupakan padatan. Hal ini dapat
berdampak tidak menyenangkan saat Daftar Pustaka
dikonsumsi yaitu sensasi berlendir (waxy dan
chewy). Untuk penggunaan lebih lanjut dari FAO-WHO (2001) Codex Standard for Cocoa
lemak kakao Aceh, maka perlu mendapat Butter – CODEX STAN 86-1981, Rev. 1-
perlakuan tambahan seperti fraksionasi untuk 2001.
menghilangkan fraksi tak-mampu-leleh, Hui, Y. H. (1996) Bailey's Industrial Oil and
tempering (perlakuan panas) dan penam- Fat Products. Fifth Edition. John Wiley &
bahan lemak susu (milk fat) sehingga bisa Sons, INC. New York.
diperoleh lemak kakao yang berbentuk padat Indarti, E. dan Arpi, N. (2006) Aneka produk
pada suhu kamar (Hui, 1996). olahan hasil pertanian: pembuatan,
pemanfaatan dan analisis ekonomi pada
100 industri kecil daerah Aceh, GVC-Italian
90
Cooperation, Banda Aceh.
P=30 MPa T=40oC Indarti, E., Arpi, N., Husna, N. E., dan
80
Budijanto, S. (2008) Optimization of cocoa
Solid Fat Content (%)

P=30 MPa T=90oC


70 butter expression by varying pressure and
Lemak Kakao
60 Malaysia time. Proceedings Seminar Nasional Sains
50 dan Teknologi, Universitas Syiah Kuala,
40
10-12 Maret.
Indarti, E. dan Arpi, N. (2008) Pengaruh
30
ukuran umpan, proses penyangraian dan
20 alkalisasi pada rendemen dan mutu lemak
10 dan bubuk kakao. Prosiding Seminar
0 Nasional BKS-PTN Wilayah Barat bidang
10 20 30 40 50 60 Ilmu-ilmu Pertanian, Fakultas Pertanian
Suhu (oC) Unsyiah, Banda Aceh, 22-25 Juli.
Indarti, E., Majid, M.I.A, Hashim, R., Chong.
Gambar 3. Profil SCF lemak kakao dari hasil
A. (2005) Direct FAME synthesis for rapid
berbagai perlakuan
total lipid analysis from fish oil and cod
liver oil, J. Food Composition and Analysis,
18, 161-170.
4. Kesimpulan
International Contact Business System, Inc
(1998) Studi tentang profil perkebunan
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa
kakao dan prospek investasi industri
rendemen lemak kakao tertinggi diperoleh
cokelat di Indonesia.
berkisar 34,68-34,95% pada kondisi tekanan
Lipp, M., Enklam, E. (1998) Review of cocoa
30-40 MPa dengan pemanasan pada
butter and alternative fats for use in
temperatur 70-90oC, dengan waktu penge-
chocolate – Part A. Compositiona data,
presan selama 50 menit. Kadar asam lemak
Food Chemistry, 62, 73-97
bebas meningkat tajam dengan mening-
Minifie, B. W. (1999) Chocolate, cocoa, and
katnya suhu pengepresan diatas 80oC. Kadar
confectionery: Science and technology,
asam lemak bebas yang diperoleh pada
Third edition, Chapman and Hall, Maryland
penelitian ini belum memenuhi baku mutu
Mulato, S., Widyotomo, S. (1999) Kinerja alat
karena masih lebih dari 1,75%. Faktor
dan mesin produksi lemak dan bubuk
penanganan terhadap biji kakao sebelum
cokelat skala kelompok tani. Makalah
pengepresan turut berperan dalam tingginya
Seminar Evaluasi Hasil Penelitian
nilai asam lemak bebas ini. Asam lemak pada
ALSINTAN. Bogor.
lemak kakao terdiri asam palmitat 26,24%,
stearat 42,23% dan oleat 26,53%. Komposisi
54 Eti Indarti / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 6 No. 2

Mulato, S., Widyotomo, S., Misnawi, cocoa nibs, Journal of Food Engineering,
Suharyanto, E. (2005) Pengolahan Produk 80, 1157-1170.
Primer dan Sekunder Kakao, Pusat Venter, M. J., Willems, P., Kuipers, N. J. M.,
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, dan de Haan, A. B. (2006) Gas assisted
Jember. mechanical expression of cocoa butter
Venter, M. J., Kuipers, N. J. M., de Haan, A. B. from cocoa nibs and edible oils from
(2007) Modelling and experimental oilseeds, Journal of Supercritical Fluids, 37,
evaluation of high pressure expression of 350-358.

You might also like