You are on page 1of 10

1.

Pengertian dan etiologi

Cytomegalovirus atau disingkat CMV merupakan anggota “keluarga” virus herpes


yang biasa disebut herpesviridae. CMV sering disebut sebagai “virus paradoks” karena
bila menginfeksi seseorang dapat berakibat fatal, atau dapat juga hanya diam di dalam
tubuh penderita seumur hidupnya. Karakteristik CMV adalah sebagai berikut: termasuk
famili Herpesvirus, diameter virion 100-200 nanomikron, mempunyai selubung
lipoprotein (envelope), bentuk ikosahedral nukleokapsid, dengan asam nukleat berupa
DNA double-stranded. Nama "Cytomegalo" mengacu pada ciri khas pembesaran sel yang
terinfeksi virus, di dalam nukleusnya, dijumpai inclusion bodies, dan membesar berbentuk
menyerupai mata burung hantu (owl’s eye) (Anderson, 2000).

Klasifikasi sitomegalovirus
Famili : herpes viridae
Subfamily : Betaherpesvirinae
Genus : Sitomegalovirus

CMV cepat menyebar biasanya melalui berbagai macam cairan tubuh orang yang
telah terinfeksi CMV, seperti contohnya air seni, air liur, darah, air mata, mani, dan air
susu ibu. Penyebaran virus ini dapat berlangsung tanpa adanya gejala-gejala klinis terlebih
dahulu. Penularan dapat juga terjadi diantara ibu dengan janin dan pada transfuse organ
atau cangkok pada bagian badan tertentu.

2. Patofisiologi

Sumber infeksi sangat mudah ditemui dalam kehidupan sehari - hari yakni semen,
darah, ASI, air mata, tinja, saliva, sekret servikal maupun vaginal. Penyebaran dapat
terjadi dengan cara kontak langsung dan tidak ditemui pada peralatan yang terkontaminasi.
Penyebaran infeksi CMV dapat terjadi vertikal maupun horizontal. Penularan horisontal
terjadi melalui droplet infection dan kontak dengan air ludah dan air seni. Penularan
bersifat vertikal terjadi pada infeksi wanita hamil yang mengenai fetusnya. Terdapat 3
jenis infeksi pada wanita hamil yaitu infeksi primer, reaktivasi dari infeksi laten, dan
reinfeksi. Infeksi primer merupakan infeksi yang pertama kali terjadi dan didapat pada
waktu bayi, anak, remaja maupun saat hamil. Reaktivasi atau infeksi rekurens merupakan
infeksi yang kembali aktif dan reinfeksi adalah terjadinya infeksi berulang oleh virus
CMV dengan galur sama atau beda.

Kondisi-kondisi yang dapat memicu terjadinya reinfeksi adalah kondisi


imunokompromais, misalnya pasien HIV , transplantasi, dan kemoterapi. Reaktivasi,
replikasi dan reinfeksi umum terjadi secara intermiten, meskipun tanpa menimbulkan
keluhan atau kerusakan jaringan. Demikian pula pada wanita hamil, viremia dan viruria
intermiten asimtomatik umum terjadi tanpa kerusakan organ. Replikasi DNA virus dan
pembentukan kapsid terjadi di dalam nukleus sel inang. Sel-sel terinfeksi CMV dapat
berfusi satu dengan yang lain, membentuk satu sel besar dengan nukleus yang banyak.
Endothelial giant cells (multinucleated cells) dapat dijumpai dalam sirkulasi selama
infeksi CMV menyebar. Sel berinti ganda yang membesar ini sangat berarti untuk
menunjukkan replikasi virus, yaitu apabila mengandung inklusi intranukleus berukuran
besar seperti ”mata burung hantu (owl eye)”.

Respons imun seseorang memegang peran penting untuk meniadakan atau eliminasi
virus yang telah menyebabkan infeksi. Pada kondisi kompetensi imun yang baik
(imunokompeten), infeksi CMV akut jarang menimbulkan komplikasi, namun penyakit
dapat menjadi berat bila individu berada dalam keadaan immature (belum matang),
immunosuppressed (respons imun tertekan) atau immunocompromised (respons imun
lemah),termasuk ibu hamil dan neonatus, penderita HIV (human immunodeficiency virus),
penderita yang mendapatkan transplantasi organ atau pengobatan imunosupresan dan yang
menderita penyakit keganasan. Pada kondisi tersebut, sistem imun yang tertekan atau
lemah, tidak atau kurang atau belum mampu membangun respons baik seluler maupun
humoral yang efektif, sehingga dapat mengakibatkan nekrosis atau kematian jaringan yang
berat, bahkan fatal. Respons seperti ini timbul lebih cepat pada infeksi sekunder atau
infeksi ulang.

3. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala Infeksi Cytomegalovirus yang mungkin timbul:
a. Bayi dilahirkan dengan berat lahir yang rendah
b. Bayi menderita kejang, pneumonia, dan tuli
c. Bintik-bintik keunguan kecil pada bayi
d. Demam
e. Kehilangan selera makan
f. Kelelahan
g. Kelenjar getah bening membengkak
h. Menderita diare, pneumonia, nyeri otot (mialgia), dan sakit tenggorokan
CMV merupakan virus yang paling sering menyebabkan gangguan perkembangan.
Gangguan psikomotor seringkali ditemukan bersamaan dengan gangguan neurologik dan
mikrosefal. Selain itu, defek pada fungsi motorik, retardasi mental serta defek pada gigi
seringkali ditemukan pada infeksi CMV kongenital. Infeksi CMV kongenital bisa
didapatkan melalui infeksi perinatal dimana seringkali dijumpai prematuritas,
hepatosplenomegali, neutropenia, limfositosis dan trombositopenia.

4. Pemeriksaan Penunjang
Berikut ini beberapa pemeriksaan yang tersedia untuk pemeriksaan infeksi CMV:
a. Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan serologi tidak dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis CMV.
Pemeriksaan serologi digunakan untuk menentukan risiko infeksi CMV dan kebutuhan
profilaksis. Deteksi IgG CMV positif pada bayi < 12 bulan menunjukkan kemungkinan
terdapat infeksi pada ibu tapi belum tentu pada anak karena IgG ditransfer melalui
plasenta. Terdeteksinya IgG CMV pada bayi >12 bulan menunjukan kemungkinan
adanya infeksi pada bayi namun belum tentu infeksi aktif. Titer antibody IgG dan IgM(
IgM yang meningkat mengindikasikan pajanan terhadap virus; IgG neonatal yang
meningkat mengindikasikan infeksi yang didapat pada masa prenatal; IgG maternital
negative dan IgG neonatal positif mengindikasikan didapatnya infeksi pada saat
pascanatal.
b. Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) dan antigenemia
Pemeriksaan PCR kuantitatif dan CMV pp65 dapat digunakan untuk mendeteksi DNA
virus dan antigen. PCR kuantatatif memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan
pemeriksaan antigen sehingga pemeriksaan ini lebih banyak digunakan terutama untuk
diagnosis dan pemantauan terapi pada anak imunokompromais. Pemeriksaan DNA
CMV kualitatif tidak memiliki nilai diagnostik yang baik karena replikasi virus tetap
dapat terjadi pada pasien- pasien yang asimtomatik. Sampel urin dan saliva dapat
digunakan untuk mendiagnosis CMV kongenital pada usia <21 hari, diantara 21 hari -1
tahun jika hasil positif, diagnosis CMV kongenital atau didapat sangat didasarkan pada
gejala klinis. Pada CMV kongenital, gejala klinis lebih berat, sedangkan pada infeksi
didapat, gejala klinis lebih ringan. Sampel dari saliva dapat terkontaminasi virus CMV
dari ASI dan pengambilannya cukup sulit sehingga sampel urin lebih utama untuk
diagnosis. Sampel dari darah tidak direkomendasikan pada CMV kongenital karena
infeksi kongenital jarang sekali yang mengalami viremia. Pada infeksi CMV pada
imunokompromais direkomendasikan untuk mengambil sampel dari darah, karena
sampel dari urin dapat menjadi rancu dengan shedding yang umumnya terjadi tanpa
gejala.
c. Pemeriksaan kultur
Pemeriksaan kultur merupakan pemeriksaan baku emas akan tetapi ketersediannya
terbatas dan belum tersedia secara komersial.
d. Pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan histopatologi digunakan untuk mendeteksi penyakit CMV invasif.
Gambaran yang dapat ditemukan adalah inklusi CMV atau imunohistokimia.

4. Pengobatan dan Pencegahan


Pada pengobatan infeksi cytomegalovirus (CMV) dengan pemberian antivirus berupa:
a. Ganciclovir (Cytovene)
Ganciclovir adalah sintetis guanine turunan nukleosida analog aktif sebagai antivirus
yang digunakan sebagai pengobatan infeksi cytomegalovirus yang mampu
menghambat replikasi dari cytomegalovirus. Efek samping dari pengunaan obat ini
berupa mual,pusing, anemia, gatal-gatal, dan mati rasa ataupun kesemutan. Tetapi
tidak semua orang dapat mengalami efek samping dari pengunaan obat ini.
b. Valganciclovir (Valcyte)
Valganciclovir merupakan suatu antivirus terhadap cytomegalovirus yang aktif di
dalam usus dan hati yang merupakan prodrug dari ganciclovir. Biasanya obat ini
digunakan pada cytomegalovirus yang disebabkan oleh transplantasi ginjal dan
pancreas dan pasien AIDS yang memiliki retinitis CMV.
c. Foscarnet (Foscavir)
Foscarnet adalah antivirus yang mengunakan rantai DNA inhibitor fosforilasi yang
mampu menhambat replikasi dari CMV di pirofosfat dengan mengikat pada bagian
spesifik virus DNA polimerase. Pemberian obat ini dianjurkan jika ganciclovir
diangap tidak efektif dalam penanganan CMV. Efek samping dari obat ini berupa
anemia, sakit kepala, mual dan dapat menyebabkan perubahan metabolisme kalsium
dan fosfor.
d. Cidofir (Vistide)
Cidofir merupakan alternative dari ganciclovir dan foscarnet, yang mengandung
nukleutida analog yang metabolit aktif menghambat polymerase virus herpes.
Cidofir merupakan alternatif dari Ganciclovir dan Foscarnet. Namun penggunaan
Cidofir harus dibatasi karena sifatnya yang toksik terhadap ginjal. Cidofir terutama
digunakan dalam pengobatan CMV pada mata dan pada penderita AIDS.

5. Pengkajian Keperawatan
1. Riwayat Kesehatan
Hal-hal yang perlu ditanyakan/yang bias ditemukan:
a.Adanya riwayat tranfusi.
b.Adanya riwayat transplantasi organ.
c.Ibu pasien penderita infeksi CMV.
d.Suami/istri penderita CMV
2. Pemeriksaan fisik
a.TTV : Suhu( demam), pernapasan( takipnea, dispnea), tekanan darah, nadi.
b.Kulit : Petekia dan ekimosis, lesi berwarna ungu disebabkan oleh eritripoiesis
kulit.
c.Penurunan berat badan.
3. Pemeriksaan Penunjang
a.Kultur virus dari urin, secret faring, dan leukosit perifer.
b. Pemeriksaan mikroskopik pada sediment urin, cairan tubuh, dan jaringan untuk
melihat vius dalam jumlah besar( pemeriksaan urin untuk mengetahui adanya
iklusi intra sel tidaklah bermanfaat; verifikasi infeksi congenital harus
dilakukan dalam 3 minggu pertama dari kehidupan).
c. Skrining toksoplasmosis, rubella, sitomegalo virus, herpes dan lain-laia(
toxoplasmosis, other, rubella, cytomegalovirus, herpes[TORCH])-digunakan
untuk mengkaji adanya virus lain.
d.Uji serologis
1) Titer antibody IgG dan IgM( IgM yang meningkat mengindikasikan pajanan
terhadap virus; IgG neonatal yang meningkat mengindikasikan infeksi yang
didapat pada masa prenatal; IgG maternital negative dan IgG neonatal positif
mengindikasikan didapatnya infeksi pada saat pascanatal.
2) Uji factor rheumatoid positif ( positif pada 35%-45% kasus)
e. Studi radiologist: foto tengkorak atau pemindaian CT kepala dengan maksud
mengungkapkan kalsifikasi intra cranial.
6. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan NANDA( 2002), maka didapatkan diagnose keperawatan CMV sebagai
berikut:
1. Resiko tinggi infeksi b.d. penurunan system imun, aspek kronis penyakit.
2. Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan energi dalam bernapas.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan memasukkan
zat-zat gizi berhubungan dengan factor biologis: mual dan muntah.
4. Hipertermia b.d. penyakit/ trauma.
5. Kurang pengetahuan b.d. keterbatasan paparan.

7. Intervensi
a. Resiko penyebaran infeksi b/d penurunan system imun, aspek kronis penyakit.
NIC : Infection Control (Kontrol infeksi)
· Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
· Pertahankan teknik isolasi
· Batasi pengunjung bila perlu
· Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan
setelah berkunjung meninggalkan pasien
· Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
· Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
· Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
· Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
· Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk
umum
· Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
· Tingktkan intake nutrisi
· Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)


· Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
· Monitor hitung granulosit, WBC
· Monitor kerentanan terhadap infeksi
· Batasi pengunjung
· Saring pengunjung terhadap penyakit menular
· Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
· Pertahankan teknik isolasi k/p
· Berikan perawatan kuliat pada area epidema
· Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
· Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
· Dorong masukkan nutrisi yang cukup
· Dorong masukan cairan
· Dorong istirahat
· Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
· Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
· Ajarkan cara menghindari infeksi
· Laporkan kecurigaan infeksi
- Laporkan kultur positif
b. Resiko pola nafas tidak afektif b/d penurunan energi dalam bernafas.
NIC : Airway Management
· Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
· Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
· Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
· Pasang mayo bila perlu
· Lakukan fisioterapi dada jika perlu
· Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
· Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
· Lakukan suction pada mayo
· Berikan bronkodilator bila perlu
· Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
· Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
· Monitor respirasi dan status O2
Oxygen Therapy
- Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
- Pertahankan jalan nafas yang paten
- Atur peralatan oksigenasi
- Monitor aliran oksigen
- Pertahankan posisi pasien
- Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
- Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring

 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR


 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake tidak adekuat,
stomatitis, gangguan absorbsi, kelemahan, kehilangan nafsu makan.
Nutrition Management
- Kaji adanya alergi makanan
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
- Berikan substansi gula
- Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
- Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
- Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
- Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
- Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
- Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
- BB pasien dalam batas normal
- Monitor adanya penurunan berat badan
- Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
- Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
- Monitor lingkungan selama makan
- Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
- Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
- Monitor mual dan muntah
- Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
- Monitor makanan kesukaan
- Monitor pertumbuhan dan perkembangan
- Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
- Monitor kalori dan intake nuntrisi
- Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
- Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
Pathway Citomegalogvirus

Transmisi vertikal Transmisi vertikal

In Utero (jalur plasenta) Intrapartum (paparan sekret serviks dan postnatal darah, urin, cairan semen, sekret serviks, saliva, dan
vagina slm persalinan (pemberian ASI) organ yang ditransplantasi.

Replikasi DNA virus dan pembentukan kapsid terjadi di dalam nukleus sel inang

Sel-sel terinfeksi CMV berfusi satu dengan yang lain

Hipertermi
Sel akan membesar dan berbentuk seperti ”mata burung hantu (owl eye)”.

Inflamasi viremia CMV

nekrosis jaringan dan inflamasi organ target Kelebihan vol cairan

Gastrointestinal Sistem saraf Paru Ginjal

Resiko
ketidakseimbangan
Nutrisi Inadekuat Gangguan memori elektrolit
dan kognisi Bersihan jalan Pola nafas
nafas inefektif inefektif

You might also like