You are on page 1of 5

Mengimani nama-nama & sifat-sifat Allah merupakan salah 1 rukun penting dlm beriman kepada Allah nan memiliki 4

rukun, yaitu: Beriman kepada ekstensi Allah, beriman kepada Rububiyah Allah, beriman kepada Uluhiyah Allah &
beriman kepada Asma' wa Sifat (nama-nama serta sifat-sifat) Allah. (*1)

Tidak bisa dibayangkan seseorang nan ingin menyembah Allah tetapi tak mengenal nama-nama & sifat-sifat-Nya. Ia
bisa terjebak dlm kesalahan fatal nan bisa mengakibatkan kecelakaan di dunia & di akhirat. Minimal, tak bisa
sempurna dlm beribadah.
Sebagai contoh, seseorang menyangka bahwa Allah adalah bapak. Maka ketika ia memanggilNya dgn nama bapak,
Allah tak akan memenuhi panggilannya, karena bapak bukan panggilan untukNya. Dan itu merupakan kekufuran.
Contoh lain, seseorang menyangka bila Allah menyenangi suatu perbuatan tertentu. Misalnya, perbuatan nan
dianggap Islami, padahal tak ada contoh dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam atau para sahabatnya. Jelas
merupakan perbuatan nan dibenci & buruk. Sebab Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

‫ الحديث (رواه مسلم فى كتاب الجمعة – باب رفع الصوت في‬. . .‫ي ُم َح َّم ٍد صلى هللا عليه وسلم َوش ََّر األ ُ ُم ْو ِر ُمحْ َدثَات ُ َها‬
ُ ‫ث ِكتَابُ هللاِ َو َخي َْر ْال َه ْدي ِ َه ْد‬
ِ ‫فَإِ َّن َخي َْر ْال َح ِد ْي‬
‫(الخطبة ومايقال فيها‬

Sesungguhnya, sebaik-baik perkataan adalah Kitab Allah & sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam, sedangkan seburuk-buruk perkara adalah perkara nan diada-adakan secara baru dlm
agama. . dst. (*2)

Oleh karena itu, amat penting artinya memahami persoalan Asma' wa Sifat secara benar & ikhlas utk tujuan
meningkatkan kebenaran serta bobot keimanannya kepada Allah hingga memperkecil kemungkinan terjerumus dlm
penyimpangan-penyimpangan.

Di antara nama Allah nan perlu di fahami ialah nama al-Awwal, al-Akhir, azh-Zhahir & al-Bathin. 4 nama di antara
nama-nama Allah nan sangat indah. 4 nama ini ditambah nama al-'Alim terkumpul pada Al-Qur'an, surah al-Hadid
ayat 3, yaitu firman-Nya:

ْ ‫الظاه ُِر َو ْالبَاطِ نُ َوه َُو بِكُ ِل ش‬


‫َىءٍ َعلِيم‬ َّ ‫ه َُو اْأل َ َّو ُل َواْألَخِ ُر َو‬

Dialah Allah, Al-Awwal (Yang Pertama) & Al-Akhir (Yang Akhir), Azh-Zhahir (Yang paling atas/zhahir) & Al-Bathin
(Yang paling bathin). Dan Dia 'Aliim (Maha mengetahui) terhadap segala sesuatu. [Al-Hadid: 3]

Imam Ibnu Katsir menegaskan dlm Kitab Tafsirnya: “Ayat ini adalah ayat nan diisyaratkan dlm hadits 'Irbadh bin
Sariyah bahwasanya merupakan ayat nan lebih utama dari seribu ayat”. (*3(

Hadits nan semakna diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dlm sunannya.

‫ت َويَقُو ُل فِي َها آيَة َخيْر مِ ْن أَ ْلفِ آيَ ٍة‬ َ ‫سلَّ َم كَانَ ََل يَنَا ُم َحتَّى َي ْق َرأَ ْال ُم‬
ِ ‫سبِ َحا‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َّ ِ‫َّللاُ َع ْنهُ أَ َّن النَّب‬
َ ‫ي‬ َّ ‫ي‬ ِ ‫اريَةَ َر‬
َ ‫ض‬ ِ ‫س‬ ِ َ‫َع ْن ْالعِرْ ب‬
َ ‫اض ْب ِن‬

Dari Al Irbadh bin Sariah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tak tidur sampai beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam membaca al musabbihat (surat-surat nan diawali dgn sabbaha) & beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda: “Didalamnya terdapat 1 ayat nan lebih baik dari seribu ayat. (*4(

Sementara, tentang makna 4 nama dlm ayat tersebut, tak ada tafsirnya nan lebih baik daripada tafsir nan
dikemukakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau bersabda ketika mengajarkan sebuah doa tidur,
nan penggalannya sebagai berikut:

‫َيء‬ َ ‫ َوأَ ْنتَ ْالبَاطِ نُ فَلَي‬،‫َيء‬


ْ ‫ْس د ُْونَكَ ش‬ ْ ‫ْس فَ ْوقَكَ ش‬ َّ َ‫ َوأَ ْنت‬،‫َيء‬
َ ‫الظاه ُِر فَلَي‬ َ ‫ َوأَ ْنتَ اآلخِ ُر فَلَي‬،‫َيء‬
ْ ‫ْس بَ ْعدَكَ ش‬ َ ‫اَللَّ ُه َّم أَ ْنتَ األ َ َّو ُل فَلَي‬
ْ ‫ْس قَ ْبلَكَ ش‬

Ya Allah, Engkau adalah Al-Awwal (Yang pertama), maka tak ada sesuatupun sebelum-Mu. Engkau adalah Al-Akhir
(Yang akhir), maka tak ada sesuatupun nan sesudah-Mu. Engkau adalah Azh-Zhahir (Yang paling atas), maka tak
ada sesuatupun nan ada di atas-Mu. Dan Engkau adalah Al-Bathin (Yang paling Bathin), maka tak ada sesuatupun
nan lebih lembut/lebih bathin daripada-Mu (*5)
Suatu tafsir nan ringkas, padat & jelas. Nama-nama nan menunjukan bahwa Allah Maha meliputi segala sesuatu,
baik ruang maupun waktu.

Pada nama Allah: Al-Awwal & al-Akhir, menunjukkan betapa Dia Maha meliputi seluruh waktu dgn segala bagian-
bagiannya, semenjak waktu pertama hingga waktu kapanpun. Sedangkan nama; Azh-Zhahir & al-Bathin
menunjukkan betapa Dia Maha meliputi seluruh ruang & tempat dgn segala bagian-bagiannya. (*6)

Tidak ada 1 bagian waktu sesedikit apapun kecuali berada dlm pengetahuan, penglihatan, kekuasaan & kewenangan
Allah. Begitu pula tak ada 1 tempat sekecil apapun kecuali berada dlm pengetahuan, penglihatan, kekuasaan &
kewenangan-Nya.

Tidak ada satupun pelaku nan melakukan kemaksiatan di 1 kurun waktu tertentu, kapanpun & di tempat manapun,
baik nan tersembunyi ataupun terbuka, di dasar laut atau di permukaannya, di langit, di bumi atau di manapun,
kecuali pasti di lihat, di awasi & berada dlm kekuasaan serta ancaman hukum Allah Azza wa Jalla.

Demikian juga, tak ada satupun pelaku nan menegakkan kebenaran serta ketaatan kepada Allah, di 1 kurun waktu
tertentu, kapanpun serta di tempat manapun; di darat, laut, langit, bumi atau di manapun, kecuali pasti di lihat, di
sertai, di bela & dijanjikan balasan nan baik oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Syaikh Shalih al-Fauzan menukil perkataan Imam Ibnu al-Qoyyim tentang nama-nama Allah tersebut sebagai berikut:
“Empat nama ini saling berhadap-hadapan. 2 nama saling berhadapan antara azaliyahNya (ada semenjak dahulu
tanpa ada sesuatupun nan mendahului) & abadiyahNya (kekal seterusnya /tanpa akhir). Sedangkan 2 nama nan lain
saling berhadap-hadapan antara Maha TinggiNya dgn Maha dekat-Nya. Awaliyah Allah Subhanahu wa Ta'ala
mendahului segala awaliyah (permulaan) segenap nan selainNya. Sedangkan akhiriyah (keMaha akhiran) Allah
Subhanahu wa Ta'ala akan tetap terus kekal sesudah segala sesuatu nan selainNya (berakhir). Jadi awaliyah Allah
adalah lebih dahulunya Allah bagi adanya segala sesuatu. Sedangkan akhiriyahNya adalah tetap kekalnya Allah, tak
ada sesuatupun nan menyudahiNya.

Adapun zhahiriyah (Maha Zhahirnya) Allah, maksudnya: Maha Atas & Maha Tingginya Allah mengatasi segala
sesuatu. Pengertian azh-zhuhur menunjukkan makna tinggi. Zhahir dari sesuatu maksudnya adalah bagian atas
(permukaan) dari sesuatu itu.

Sedangkan Maha Bathin Allah maksudnya adalah, Allah Maha meliputi segala sesuatu, sehingga Allah lebih dekat
kepada sesuatu dibandingkan sesuatu itu kepada dirinya. Tetapi maksud kedekatan ini adalah kedekatan dlm arti;
ilmu Allah meliputi segala sesuatu”. (*7(

Imam Ibnu Abi al-Izz al-Hanafi rahimahullah juga mengemukakan hal senada ketika menerangkan perkataan Imam
Thahawi dlm al-Aqidah ath-Thahawiyah…. . (*8(

Pada sisi lain, Imam Ibnu al-Qoyyim rahimahullah dlm Zaad al-Ma'ad mengatakan: “Dengan ayat ini Allah
menunjukkan kepada para hambaNya -berdasarkan aksioma logika- tentang batilnya jaringan mata rantai tak
berpenghabisan (tasalsul) mengenai kejadian makhluk. Sesungguhnya mata rantai kejadian segenap makhluk pada
permulaannya berawal dari Dzat Maha Pertama nan tak didahului oleh sesuatupun sebelumnya. Begitu pula
segenap makhluk itu akan berakhir diujungnya pada Dzat Maha Akhir nan tak disudahi oleh sesuatupun sesudahnya.

Demikian juga, Maha Zhahirnya Allah ialah Maha Tingginya Allah nan tak ada lagi sesuatupun di atasNya. Dan Maha
BathinNya adalah Maha Meliputi hingga tak ada sesuatupun nan berada di luar kekuasaanNya. (*9)

Empat nama Allah pada surah al-Hadid tersebut ditutup dgn firmanNya:

َ ‫َوه َُو بِ ُك ِل‬


‫ش ْىءٍ َعلِيم‬

Sedangkan Dia Maha Mengetahui terhadap segala sesuatu.


Ayat ini merupakan penutup nan mempertegas secara jelas bahwa tak ada sesuatupun, nan lepas dari pengetahuan
Allah Subhanahu wa Ta'ala, meski sekecil apapun. Nama al-'Aliim dlm penutup ayat ini merupakan penegasan dari
makna nan terkandung dlm 4 nama sebelumnya.

Syaikh Shalih al-Fauzan menerangkan makna bagian akhir ayat ini sebagai berikut: “Artinya, Ilmu Allah meliputi
segala sesuatu, baik perkara-perkara nan sudah lewat, perkara-perkara nan kini sedang berlangsung, maupun
perkara-perkara nan akan berlangsung. Baik nan terjadi di alam atas, maupun di alam bawah. Baik nan lahir maupun
nan bathin. Tidak ada sesuatupun nan tersembunyi dari ilmu Allah meskipun hanya seberat biji atom, di darat
maupun di langit. ” (*10(

Dengan demikian, akankah seseorang merasa dapat bersembunyi dari pengawasan Allah?

Dari surah al-hadid ayat 3 tersebut dapat diambil beberapa faidah,di antaranya:
a. Adanya penetapan 5 nama Allah Subhanahu wa Ta'ala. Yaitu: al-Awwal, al-Akhir, azh-Zhahir, al-Bathin & al-'Aliim.
b. 5 nama Allah itu, memberi arti penetapan bagi sifat-sifat Allah. Yaitu sifat awwaliyah nan tak didahului oleh
sesuatupun sebelumnya. Sifat akhiriyah nan tak diakhiri dgn sesuatupun sesudahnya. Sifat zhahiriyah nan tak ada
sesuatupun ada di atasNya. Sifat bathiniyah nan tak ada sesuatupun lebih dekat dariNya. Dan sifat Maha
mengetahui nan tak ada sesutupun dapat tersembunyi dariNya. Maka segala sesuatu berada dlm pengawasan,
pengetahuan & kewenangan Allah Subhanahu wa Ta'ala, baik waktu, tempat, ketetapan takdir maupun
pengaturannya. Maha Tinggi Allah & Maha Perkasa.

c. Disimpulkan juga, sesungguhnya sifat-sifat Allah tak dapat dibatasi hanya dlm jumlah tertentu. Para Ulama Ahlu
Sunnah wal Jama'ah menyatakan, jumlah sifat Allah lebih banyak dari jumlah namaNya. Sebab setiap nama Allah
pasti mengandung sifat. Padahal masih banyak sifat-sifat lain nan tak berasal dari namaNya. Syaikh Muhammad bin
Shalih al-Utsaimin menegaskan: Bab Sifat lebih luas daripada bab Asma'. (*11)

Lebih lanjut beliau memberikan contoh-contoh sifat nan darinya tak dapat disebutkan sebagai nama Allah. Misalnya,
sifat majii' & sifat ityaan: berarti Allah mempunyai sifat datang. Dari sifat ini Allah tak bisa disebut al-Jaa'iy atau al-
Aatiy (yang datang). Padahal Allah telah berfirman, menerangkan sifatNya:

َ‫َو َجآ َء َربُّك‬

Dan Rabb-mu datang. [Al-Fajr: 22]

ُ ‫ظ ُرونَ ِإآلَّ أَن يَأْتِيَ ُه ُم هللاُ فِي‬


‫ظلَ ٍل ِمنَ ْالغَ َم ِام‬ ُ ‫َهلْ يَن‬

Tidak ada nan mereka tunggu-tunggu selain kedatangan Allah (untuk mengadili mereka di hari kiamat) di iringi
bayang-bayang awan. [Al-Baqarah: 210]

Dan contoh-contoh lain nan dibawakan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin. (*12) .

Di samping beberapa faidah di atas, penghayatan terhadap nama-nama Allah dlm surah al-Hadid ayat 3 di atas juga
dapat memberikan motivasi (dampak) berikut:
a. Dapat mencegah orang nan hendak berbuat maksiat, kejahatan atau tindakan apa saja nan akan mendatangkan
murka Allah, sebab ia memahami dgn baik bahwa kemaksiatan, kejahatan serta segala tindakannya tak dapat ia
sembunyikan dari penglihatan Allah & tak dapat ia hindarkan dari ancaman kerasNya, kapanpun & di manapun.
b. Dapat meningkatkan ketakwaan & kehati-hatian dlm berbuat sesuatu sehingga memperkecil kemungkinan utk
terjerumus dlm bid'ah. Allah melalui RasulNya telah menegaskan bahwa perbuatan bid'ah adalah sesat. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

‫ض ََللَة (رواه مسلم فى كتاب الجمعة – باب رفع الصوت في الخطبة‬ ِ ‫َّللا َو َخي ُْر ْال ُهدَى ُهدَى ُم َح َّم ٍد َوش َُّر ْاأل ُ ُم‬
َ ‫ور ُمحْ َدثَات ُ َها َو ُك ُّل بِ ْد َع ٍة‬ ِ ‫أَ َّما بَ ْع ُد فَإِ َّن َخي َْر ْال َحدِي‬
ِ َّ ُ‫ث ِكتَاب‬
‫(ومايقال فيها‬
Amma Ba'du: Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah & sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sedangkan seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara nan diada-
adakan secara baru dlm agama, & setiap bid'ah adalah sesat. (*13)

c. Akan menghibur seseorang utk tak bersedih & khawatir menghadapi tantangan ketika ia melakukan ketaatan,
sebab ia yakin bahwa Allah senantiasa melihat sepak terjangnya nan di ridhai Allah, & Allah senantiasa akan
menyertainya dgn pertolongan serta perlindunganNya. Sebagaimana nan telah dinyatakan oleh Allah kepada Musa &
Harun ketika menghadapi Fir'aun. FirmanNya:

‫قَا َل َلَتَخَافَآ إِنَّنِي َمعَ ُك َمآ أَ ْس َم ُع َوأَ َرى‬

Allah berfirman: “Janganlah kamu berdua takut. Sebab sesungguhnya Aku menyertai kamu berdua. Aku mendengar
& Aku melihat. [Thaha: 46]

Yang dimaksud dgn kesertaan Allah kepada Musa & Harun pada ayat diatas adalah kesertaan dlm arti penjagaan,
perlindungan & pertolonganNya (*14)

Demikianlah, tulisan singkat nan diambil dari keterangan Ulama ini diharapkan dapat membantu meningkatkan
keimanan secara benar kepada Allah k . Wallahu Waliyyu at-Taufiq.

Kitab rujukan:
1. Kitab Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah, karya Syaikh Shalih al-Fauzan
2. Kitab Al-Qawa'id al-Mutsla Fi Sifatillah wa Asma'ihi al-Husa. Tahqiq & takhrij: Asyraf bin Abdul Maqshud bin Abdur
Rahim. Cet. I- Maktabah as-Sunnah, 1411 H/1990 M.
3. Kitab Zaad al-Ma'ad, Imam Ibnu al-Qoyyim II/422. Cet. III dari terbitan baru – 1421 H/2000 M. Mu'assasah ar-
Risalah. Tahqiq: Syu'aib & Abdul Qodir al-Arna'uth
4. Kitab Syarah Shahih Muslim, karya Imam Nawawi, Khalil Ma'mun syiha, cet. Darul Ma'rifah th. 1420 H/1999 M
5. Kitab Tafsir Al Qur'an Al Azhim karya Imam Abul Fida' Ismail bin Katsir al Qurasy
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun X/1427H/2006M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl.
Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]

Referensi
(*1). Lihat al-Qawa'id al-Mutsla Fi Sifatillah wa Asma'ihi al-Husa. Tahqiq & takhrij: Asyraf bin Abdul Maqshud bin
Abdur Rahim. Cet. I- Maktabah as-Sunnah, 1411 H/1990 M. Halaman Muqadimah.
(*2). HR. Muslim dlm Shahihnya. Lihat, Syarah Shahih Muslim, Kitab al-Jum'ah, Bab: raf'us shaut fil khutbah wa ma
yuqaalu fiiha, no. 2002
(*3). Lihat Tafsir Ibnu Katsir, surah al-Hadid: 3, IV/387
(*4). Lihat, shahih Tirmidzi, karya Al Albani 3/3406
(*5). HR. Muslim, Kitab adz-dzikri wa ad-du'a, Bab Maa Yaquulu 'Inda an-Naum wa Akhdzi al-Madh-ja'. Syarh
Nawawi: Kalil Ma'mun Syiha XVII/37-38,hadits no. 6827. Ibnu Katsir juga menukil riwayat senada dari Imam Ahmad.
Lihat Tafsir Ibnu Katsir IV/387-388; Al-Hadid: 3
(*6). Lihat keterangan Syaikh Shalih al-Fauzan dlm Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah, hal. 29 dibawah judul
pembahasan: Al-Jam'u baina 'Uluwwihi wa Qurbihi wa Azaliyyatihi wa Abadiyyatihi, di sadur secara bebas.
(*7). Lihat keterangan dlm kitab nan sama, yaitu keterangan Syaikh Shalih al-Fauzan dlm Syarh al-Aqidah al-
Wasithiyah, hal. 29 dibawah judul pembahasan: Al-Jam'u baina 'Uluwwihi wa Qurbihi wa Azaliyyatihi wa Abadiyyatihi
(*8). Lihat Syarh al-Aqidah ath-Thahawiyah, karya Al Allamah Abul Izzi al hanafi, hal. 111, Takhrij Syaikh al-Albani
rahimahullah
(*9). Lihat Zaad al-Ma'ad, Imam Ibnu al-Qoyyim II/422. Cet. III dari terbitan baru – 1421 H/2000 M. Mu'assasah ar-
Risalah. Tahqiq: Syu'aib & Abdul Qodir al-Arna'uth. Dinukil dgn bahasa bebas.
(*10). Lihat Syaikh Shalih al-Fauzan dlm Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah, hal. 30 dibawah judul pembahasan: Al-Jam'u
baina 'Uluwwihi wa Qurbihi wa Azaliyyatihi wa Abadiyyatihi.
(*11). Lihat misalnya Al-Qawa'id al-Mutsla Fi Sifatillah wa Asma'ihi al-Husa. Tahqiq & takhrij: Asyraf bin Abdul
Maqshud bin Abdur Rahim. Cet. I- Maktabah as-Sunnah, 1411 H/1990 M. Qa'idah II dari Qawa'id fi Sifatillah – hal 30
(*12). Sama dgn rujukan sebelumnya
(*13). HR. Muslim dlm Shahihnya, Kitab al-Jum'ah, Bab: raf'us shaut fil khutbah wa ma yuqaalu fiiha, no. 2002
(*14). Lihat Syaikh Shalih al-Fauzan dlm Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah, hal. 62 di bawah sub judul: Itsbat as-Sama'
wal Bashar Lillahi Ta'ala

You might also like