You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Drainase didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari


usaha untuk mengalirkan air yang berlebihan dalam suatu konteks
pemanfaatan tertentu.

Sedangkan drainase perkotaaan adalah ilmu drainase yang


mengkhususkan pengkajian pada Kawasan perkotaan yang erat kaitannya
dengan kondisi lingkungan fisik dan lingkungan sosial budaya yang ada di
Kawasan kota tersebut.

Drainase perkotaan merupakan sistem pengeringan dan pengaliran


air dari wilayah perkotaan yang meliputi: pemukiman, Kawasan industry &
perdagangan, sekolah, rumah sakit, & fasilitas umum lainnya, lapangan
olahraga, lapangan parkir, instalasi militer, instalasi listrik &
telekomunikasi, pelabuhan udara, pelabuhan laut/sungai, serta tmpat
lainnya yang merupakan bagian dari sarana kota.

Bojonegoro adalah salah satu kota yang memiliki banyak drainase


khususnya disepanjang jalan seperti drainase di jalan Gajah Mada, namun
tak jarang di saat hujan lebat drainase tersebut tak dapat menampung dan
mengalirkan air sehingga dapat menimbulkan genangan di jalan dan area
sekitarnya.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana cara mengetahui besar intensitas hujan per jam, debit
aliran rencana, dan dimensi penampang saluran?

1
b. Apakah saluran mampu melewatkan dan menampung air yang yang
datang dari hujan?

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui besar intensitas hujan per jam, debit aliran
rencana, dan dimensi penampang saluran.
b. Untuk menganalisa apakah saluran mampu melewatkan dan
menampung air yang yang datang dari hujan.

1.4 Manfaat
a. Dapat mengetahui besar intensitas hujan per jam, debit aliran
rencana, dan dimensi penampang saluran.
b. Dapat menganalisa apakah saluran mampu melewatkan air yang
yang datang dari hujan.

2
BAB 2

METODE PENELITIAN

2.1 Gambaran umum lokasi

Gambar 1. Lokasi pengamatan

Panjang lokasi pengamatan/Panjang saluran drainase (L) adalah 1,2 km = 1200 m.


Dengan elevasi ketinggian (t1) dan (t2) sebesar 20 m
Berdasarkan tata cara perencanaan drainase SNI-03-3424-1994, luas daerah
pengaliran batas-batasnya tergantung dari daerah pembebasan dan daerah
sekelilingnya ditetapkan seperti pada Gambar 2 berikut :

Gambar 2. Daerah pengaliran sumber: SNI–1994

Keterangan:
L = batas daerah pengaliran (L1+L2+L3)
L1 = ditetapkan dari as jalan sampai tepi perkerasan
L2 = ditetapkan dari tepi perkerasan sampai tepi bahu

3
L3 = tergantung dari keadaan setempat, maksimum 100 m
Dari Perhitungan tersebut didapatkan luas daerah pengaliran drainase di
jalan Gajah Mada, Bojonegoro, Jawa Timur ialah sebesar 2,88 Hektar (Gambar 3).

Gambar 3. Luas daerah pengaliran jalan Gajah Mada, Bojonegoro, Jawa Timur

2.2 Pengumpulan Data


Penyediaan data, berupa :
• Data Hidrologi : Data curah hujan hariam maksimum minimal
10 tahun pengamatan. Data ini adalah data sekunder dimana
berasal dari DPU Pengairan Bojonegoro.
• Data Hidrologi : Data keadaan, fungsi dan dimensi saluran
drainase. Data ini diambil secara langsung dengan melakukan
pengamatan di lapangan atau disebut data primer.

4
1. Permasalahan
Penelitian Studi Pustaka
2. Persiapan

Studi/Survey Lapangan

Pengumpulan Data

Data Hidrologi Data Hidrolika


Data curah hujan keadaan, fungsi dan
(minimal 10 tahun) dimensi saluran
drainase.

Pengolahan Data

Analisa Hidrologi Analisa Hidrolika


Distribusi Frekuensi, Hujan Kapasitas saluran, Debit
Rencana, Intensitas Hujan, Saluran
Waktu Konsentrasi, Debit
Rencana

Qp Qs

Sistem Jaringan
drainase baru
Qp ≤ Qs

Pemeliharaan Saluran

Kesimpulan/Saran

Gambar 4. Bagan alir penelitian

5
BAB 3

DASAR TEORI

3.1 Analisa Hidrologi


3.3.1 Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari
atmosfir bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi,
evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air samudra oleh sinar matahari
merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara
kontinu. Air berevaporasi kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk
hujan, salju,hujan batu, hujan es dan salju, hujan gerimis atau kabut. pada
perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke
atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum
mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak
secara kontinu dnegan tiga cara yang berbeda :
• Evaporasi / transpirasi ; air yang ada dilaut, didaratan, disungai, di
tanaman dang sebagainya kemudian akan menguap ke angkasa
(atmosfir) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap
air (awan) itu akan menjadi bitik – bitnik yang selanjutnya akan turun
(precipitation) dalam bentuk hujan, salju, dan es.
• Infiltrasi / pekolasi ke dalam tanah ; air yang bergerak ke dalam tanah
melalui celah – celah dan pori – pori tanah dan batuan menuju muka air
tanah.
• Air permukaan ; air bergerak di atas permukaan tanah dekat dengan
aliran utama dan danau, makin landau lahan dan makin sedikit pori –
pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar.
3.3.2 Analisa Frekuensi Curah Hujan
Menurut Suripin (2004: 32), tujuan analisis frekuensi data hidrologi
adalah berkaitan dengan besaran peristiwa-peristiwa ekstrim yang berkaitan
dengan frekuensi kejadian melalui penerapan distribusi kemungkinan.
Frekuensi hujan adalah besarnya kemungkinan suatu besaran hujan disamai

6
atau dilampaui. Sebaliknya, kata-ulang (return period) adalah wktu
hipotetik dimana hujan dengan sustu besaran tertentu akan disamai atau
dilampaui.
Distribusi frekuensi digunakan untuk memperoleh probabilitas
besaran curah hujan rencana dalam berbagai periode ulang. Dasar
perhitungan distribusi frekuensi adalah parameter yang berkaitan dengan
analaisis data yang meliputi rata – rata, simpangan baku, koefisien variasi,
dan koefisien skewness (kecondongan atau kemencengan).

• Distribusi Gumbel
Menurut GUMBEL (1941 ), persoalan tertua yang berhubungan
dengan harga-harga ekstrim adalah datang dari persoalan banjir. Tujuan dari
statistic harga-harga ekstrim adalah untuk menganalisa hasil pengamatan
harga-harga ekstrim tersebut untuk meramal harga-harga ekstrim
berikutnya.
Perhitungan curah hujan rencana menurut Metode Gumbel
mempunyai perumusan sebagai berikut :
𝑋 = 𝑋̅ + 𝑠 𝐾
Dimana :
𝑋̅ = harga rata – rata sampel
𝑠 = standar deviasi
Nilai K (Faktor probabilitas) untuk harga – harga ekstrim Gumbel
dapat dinyatakan dalam persamaan :
𝑌𝑇𝑟 − 𝑌𝑛
𝐾=
𝑆𝑛
Dimana :
𝑌𝑛 = reduced mean yang tergantung jumlah sampel
𝑆𝑛 = reduced standard deviation yang tergantung jumlah sampel
𝑌𝑇𝑟 = reduced variate, yang dapat dihitung dengan persamaan
𝑇𝑟 − 1
𝑌𝑇𝑟 = − ln{ − ln }
𝑇𝑟

7
3.3.3 Intensitas Curah Hujan
Menurut Asdak (1995), menyatakan bahwa instensitas hujan adalah
jumlah hujan per satuan waktu. Untuk mendapatkan nilai intensitas hujan di
suatu tempat maka alat penakar hujan yang digunakan harus mampu
mencatat besarnya volume hujan dan waktu mulai berlangsungnya hujan
sampai hujan tersebut berhenti. Intensitas hujan atau ketebalan hujan per
satuan waktu lazimnya dalam satuan millimeter per jam. Data intensitas
hujan biasanya dimanfaatkan untuk perhitungan-perhitungan prakiraan
besarnya erosi, debit puncak (banjir), perencanaan drainase, dan bangunan
air lainnya.

Menurut Loebis, dkk (1993), perhitungan debit banjir dengan


metode rasional memerlukan data intensitas curah hujan. Intensitas curah
hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada kurun waktu dimana
air tersebut terkonsentrasi. Intensitas curah hujan dinotasikan dengan huruf
I dengan satuan mm/jam.

Lama waktu hujan adalah lama waktu berlangsungnya hujan, dalam


hal ini dapat mewakili total curah curah hujan atau periode hujan yang
singkat dari curah hujan yang relative seragam. Untuk menentukan nilai
intensitas hujan biasanya menggunakan data curah hujan untuk daerah
penelitian yang terdiri atas lama waktu hujan dan interval waktu hujan
(Asdak, 1995).

Untuk melakukan analisis frekuensi kejadian hujan atau banjir besar


pada intensitas dan lama waktu yang berbeda digunakan data curah hujan
yang diperoleh dari suatu stasiun penakar hujan. Pengalaman yang
diperoleh dari daerah tropis menunjukkan bahwa curah hujan yang sangat
intensif umumnya berlangsung dalam waktu relative singkat. Sedangkan
presipitasi yang berlangsung cukup lama pada umumnya tidak terlalu deras
(Asdak, 1995).

8
Loebis (1992), menyatakan bahwa Analisis hubungan dua parameter
hujan yang penting berupa intensitas dan durasi dihubungkan secara statistic
dengan suatu frekuensi kejadiannya. Penyajian secara grafik hubungan ini
adalah berupa kurva Intensity-Duration-Frequency (IDF).

Analisis IDF memerlukan analisis frekuensi dengan menggunakan


seri data yang diperoleh dari rekaman hujan. Jika tidak tersedia waktu untuk
mengamati besarnya intensitras curah hujan atau disebabkan oleh karena
alatnya tidak ada, dapat ditempuh cara-cara empiris dengan menggunakan
rumus-rumus ekperimental seperti rumus Talbot, Mononobe, Sherman dan
Ishigura (Sri Harto, 1993).

Intensitas hujan (mm/jam) dapat diturunkan dari data curah hujan


harian (mm) empiris menggunakan metode mononobe, intensitas curah
hujan (I) dalam rumus rasional dapat dihitung berdasarkan rumus :

𝑅24 24 2/3
𝐼= ( )
24 𝑡

Dimana :

R = curah hujan rancangan setempat (mm)

t = Lamanya curah hujan (jam)

I = Intensitas curah hujan (mm/jam) (Loebis, 1992).

Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung


intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya
makin tinggi pula intensitasnya (Suripin, 2004).

Hubungan antara intensitas, lama hujan dan frekuensi hujan


biasanya dinyatakan dalam lengkung Intensitas Druasi frekuensi (IDF curve
= Intencity-Duration-Frequency Curve). Lengkung Intensity Duration
Frequency (IDF) ini digunakan dalam menghitung debit puncak dengan
metode rasional untuk menentukan intensitas curah hujan rata-rata dari
waktu konsentrasi yang dipilih.

9
3.3.4 Waktu Konsentrasi
Menurut Suripin (2004), waktu konsentrasi suatu DAS adalah waktu
yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh
sampai ke tempat keluaran DAS (titik control) setelah tanah menjadi jenuh.
Dalam hal ini diasumsikan bahwa jika durasi hujan sama dengan waktu
konsentrasi, maka setiap bagian DAS secara serentak telah
menyumbangkan aliran terhadap titik control. Salah satu meotde untuk
memperkirakan waktu konsentrasi adalah sebagai berikut :

2 𝑛
𝑡1 = × 3,28 × 𝐿o ×
3 √𝑆
𝐿
𝑡2 =
60 × 𝑉
𝑇𝑐 = 𝑡1 + 𝑡2

Dimana :

Tc = waktu konsentrasi (menit)

t1 = waktu inlet (menit)

t2 = waktu aliran (menit)

L = panjang saluran(m)

Lo = jarak dari titik terjauh ke fasilitas drainase (m)

n = angka kekasaran manning

S = kemiringan saluran

V = kecepatan air rata-rata (m/detik)

3.3.5 Debit Rencana


Debit rencana adalah debit maksimum yang akan dialirkan oleh
saluran drainase untuk mencegah terjadnya genangan. Untuk drainase
perkotaan dan jalan raya, sebagai rencana debit banjir maksimum periode
ulang 5 tahun, yang mempunyai makna kemungkinan banjir maksimum

10
tersebut disamai atau dilampaui 1 kali dalam 5 tahun atau 2 kali dalam 10
tahun atau 200 kali dalam 100 tahun.
Perencanaa debit rencana untuk drainase perkotaan dan jalan raya
dihadapi dengan persoalan tidak tersedianya data aliran. Umumnya untuk
menentukan debit aliran akibat air hujan diperoleh dari hubungan rasional
antara air hujan dengan limpasannya (Metode Rasional). Adapun rumusan
perhitungan debit rencana Metode Rasional adalah sebagai berikut :
𝑄𝑝 = 0,00278 . 𝐶. 𝐼. 𝐴

Dimana :
C = koefisien aliran permukaan
I = intensitas hujan (mm/jam)
A = luas daerah pengaliran (Ha)

3.2 Analisa Hidrolika


Analisa hidrolika dimaksudkan untuk mencari dimensi hidrolis dari
saluran drainase dan bangunan-bangunan pelengkapnya. Dalam
menentukan besaran dimensi saluran drainase, perlu diper-hitungkan
kriteria-kriteria perencanaan berdasarkan kaidah-kaidah hidrolika.
• Kapasitas Saluran
Aliran yang terjadi di setiap saluran belum tentu sesuai yang
direncanakan. Namun pada tahap awal perencanaan dapat diasumsikan
bahwa yang tejadi adalah aliran seragam. Perencanaan untuk aliran
seragam dilakukan dengan rumus Manning, yaitu :
1 2 1
𝑉= 𝑅3 𝑆 2
𝑛
1 2 1
𝑄𝑠 = 𝐴 𝑅 3 𝑆 2
𝑛
𝐴
𝑅=
𝑃
Keterangan :
Q = debit saluran (m3/det)
A = luas penampang basah saluran (m2)

11
R = jari – jari hidrolis (m)
n = koefisien kekerasan saluran
S = kemiringan dasar saluran
P = keliling basah (m)
V = kecepatan rata-rata (m/det)
Dimensi saluran harus mampu mengalirkan debit rencana atau
dengan kata lain debit yang dialirkan oleh saluran (Qs) sama atau lebih
besar dari debit debit rencana (Qp). Hubungan ini ditunjukkan sebagai
berikut:

Qs ≥ Qp

Nilai Koefisien Manning


Tipe Saluran Koefisien Manning (n)
Baja 0,011-0,014
Baja permukaan gelombang 0,021-0,030
Semen 0,010-0,013
Beton 0,011-0,015
Pasangan batu 0,017-0,030
Kayu 0,010-0,014
Bata 0,011-0,015
Aspal 0,013

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Hidrologi

DATA CURAH HUJAN KOTA BOJONEGORO

Bulan
RH
Tahun Total
JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES Max

2002 66 37 18 40 65 0 0 0 0 0 33 54 66 313

2003 52 78 60 20 58 0 0 0 25 45 125 66 125 529

2004 95 56 113 27 48 0 0 0 6 5 47 39 113 436

2005 66 54 60 115 40 11 9 4 54 17 35 75 115 540

2006 83 112 47 34 45 3 0 0 2 4 56 40 112 426

2007 24 52 75 64 15 16 0 0 0 16 69 95 95 456

2008 55 78 76 105 14 20 0 26 20 83 50 89 105 616

2009 85 51 85 0 123 38 8 41 15 0 29 52 123 527

2010 77 80 96 71 53 84 46 84 80 149 60 120 149 1000

2011 22 38 58 47 43 9 14 0 51 41 61 49 61 433

4.1.1 Analisa Frekuensi Curah Hujan


• Hitungan parameter statistik
Data hujan dan probabilitas untuk distribusi Gumbel

13
Curah Hujan
TAHUN (Xi-X)2
Xi (mm)

2002 66 1632,16

2003 125 345,96

2004 113 43,56

2005 115 73,56

2006 112 31,36

2007 95 129,96

2008 105 1,96

2009 123 275,56

2010 149 1814,76

2011 61 2016,16

Jumlah 1064 6410,4

Rata-rata (X) 106,4

Standart Deviasi (S) 26,7

Nilai rerata X :

1
𝑋= ∑𝑛𝑖=1 𝑥𝑖 = 106,4
𝑛

Standart Deviasi (S) :

1
𝑆 = √𝑛−1 ∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑋)2 = 26,7

• Hujan rancangan

14
Untuk data yang memiliki jumlah data (n) = 10 maka didapat
nilai Sn dan Yn yang diambil dari tabel yaitu :

Sn 0,9971
Yn 0,507

Hujan rancangan dengan beberapa kala ulang

Periode Faktor Hujan


Ulang T Yt Yn Sn Frequensi X S Rencana
(Tahun) (k) (mm) Xt

2 0,3065 0,507 0,9971 -0,2010831 106,4 26,7 101,03

5 1,4999 0,507 0,9971 0,9957878 106,4 26,7 132,99


20 2,9702 0,507 0,9971 2,4703641 106,4 26,7 172,36
50 3,9019 0,507 0,9971 3,4047738 106,4 26,7 197,31
100 4,6001 0,507 0,9971 4,1050045 106,4 26,7 216

4.1.2 Intensitas Curah Hujan


Intensitas hujan jam-jam (mm/jam) untuk beberapa kala ulang. Metode
yang digunakan dalam perhitungan intensitas hujan adalah metode Mononobe.

15
Kala Ulang 2 5 20 50 100
Durasi
5 183,59 241,65 313,20 358,53 392,50

10 115,65 152,23 197,30 225,86 247,26

15 88,26 116,18 150,57 172,36 188,70

30 55,60 73,19 94,85 108,58 118,87

60 35,03 46,10 59,75 68,40 74,88

120 22,06 29,04 37,64 43,09 47,17

180 16,84 22,16 28,73 32,88 36,00

240 13,90 18,30 23,71 27,15 29,72

360 10,61 13,96 18,10 20,72 22,68

480 8,76 11,53 14,94 17,10 18,72

720 6,68 8,80 11,40 13,05 14,29

Dari tabel diatas dapat dibuat kurva Intensity Duration Frequency (IDF) :

Kurva IDF
450
400
350
300
250
200
150
100 y = -49,14ln(x) + 143,36
50
0

KALA ULANG TAHUN (mm/jam) Log. ()

16
4.1.3 Waktu Konsentrasi
1
Untuk kemiringan saluran (S) ialah ( 60 )
2 𝑛
𝑡1 = × 3,28 × 𝐿𝑜 ×
3 √𝑆
2 0,02
= × 3,28 × 4 × 1
3 √
60

= 1,3 menit

𝐿
𝑡1 =
60 × 𝑉
1200
=
60 × 1,5
= 13,3 menit
𝑇𝑐 = 𝑡1 + 𝑡2
= 1,3 + 13,3
= 14,6 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
= 0,2 jam

Sehingga intensitas curah hujan rencana adalah sebagai berikut;


𝐼 = 𝑦 = −49,14𝑙𝑛(𝑥) + 143,36

𝑦 = −49,14𝑙𝑛( 𝑇𝑐 ) + 143,36

𝑦 = −49,14𝑙𝑛( 0,2 ) + 143,36

𝐼 = 222,45 𝑚𝑚/𝑗𝑎𝑚

4.1.4 Debit Rencana


Koefisien run off untuk di jalan Gajah Mada ialah 0,7
𝑄𝑝 = 0,00278 . 𝐶. 𝐼. 𝐴

= 0,00278 . 0,7 . 222,45 . 2,88

17
= 1,25 𝑚 /𝑠

4.2 Analisa hidrolika


Bentuk saluran ialah segi empat dengan ukuran :
B = 65 cm
H = 75 cm
Sehingga didapatkan A (Luas Penampang)
A=B×H
= 65 × 75 = 4875 cm2 = 0,4875 m2
Keliling Basah (P)
P = B + 2H
= 65 + 2 (75) = 215 cm = 2,15 m
Jari-jari hidrolik (R)
R = 𝐴𝑃
0,4875
= 2,15
= 0,23 m
Kemiringan dasar saluran
𝑡1−𝑡2
S= 𝐿
20
= 1200
1
= 60

Debit saluran tersebut


Dari kondisi saluran dilapangan, saluran berasal dari beton dengan tulangan
baja, maka nilai koefisien manning diambil sebesar 0,012.

1 2 1
𝑄𝑠 = 𝐴 𝑅3 𝑆 2
𝑛
1 2 1 1
= 0,012 × 0,4875 × (0,23)3 × (60 )2

= 1,97 m3/s

18
Gambar 4. Bentuk penampang saluran segiempat

BAB V
PENUTUP

5.1.Kesimpulan
Dari analisis perhitungan yang ada didapatkan :
1. Intensitas hujan sebesar 222,5 mm/jam
2. Debit rencana (Qp) sebesar 1,25 m /s
3. Debit saluran (Qs) sebesar 1,97 m /s
Maka dapat dikatakan bahwa saluran drainase di jalan Gajah Mada,
Sukorejo, Bojonegoro, Jawa Timur secara kapasitas saluran sudah mampu
menampung air hujan yang jatuh dimana debit rencana curah hujan lebih
kecil dibandingkan dengan debit saluran sehingga ketika hujan, air hujan
mampu tertampung di dalam saluran tersebut. Namun kenyataan dilapangan
ialah disaat hujan yang lebat air hujan tidak mampu tertampung sehingga
menimbulkan genangan di sepanjang jalan. Kondisi itu di pengaruhi akibat
dibebarapa titik lubang-lubang di sepanjang jalan tersumbat oleh sampah
dan endapan-endapan tanah. Oleh karena itu air dapat menggenang di jalan.

19
5.2.Saran
1. Perlu dilakukan pemeliharaan secara berkala terhadap seluruh
komponen sistem drainase agar fungsinya dapat berjalan secara
optimal.
2. Dalam kegiatan operasional dan pemeliharaan perlu melibatkan peran
masyarakat baik dalam tahap perencanaan maupun tahap pengawasan,
sehingga masyarakat ikut berpartisipasi dan lebih memperhatikan serta
menjaga drainase dengan tidak membuang sampah sembarangan.

DAFTAR PUSTAKA
Jurnal analisis sistem drainase kota tondano (studi kasus kompleks kantor bupati
minahasa). Vol 3 no.9 september 2015 (599-612) ISSN: 2337-6732 Achmad
Erwin Nurhamidin, M.Ihsan jasin, Fuad Halim.
Gunadharma, 1997, Drainase Perkotaan. Jakarta

20
Dokumentasi
Pengukuran saluran drainase jalan Gajah Mada, Bojonegoro, Jawa Timur.

21
22

You might also like