You are on page 1of 15

ANALISIS SKEMA ALTERNATIF KREDIT PROGRAM UNTUK USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

(An Analysis on Alternative Schemes of Credit Program for Small and Medium Enterprises)
Abdul Aziz* dan Eko Wicaksono**
Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan
Gedung R. M. Notohamiprodjo, Lantai 6, Jl. Dr Wahidin 1, Jakarta
*Email: kingabaz@gmail.com
**Email: wicaksono.eko@gmail.com
Naskah diterima: 20 Januari 2016
Naskah direvisi: 15 Februari 2016
Naskah diterbitkan: 30 Desember 2016

Abstract
The Indonesian government is committed to lower down the poverty rate over time. The provision of credit program scheme is one of
the programs aimed to assist small and medium enterprises (SMEs) to have broader access to the scheme. Currently, two schemes of
the credit program are available for the SMEs: interest rate subsidy scheme and guaranteed scheme. Both of the schemes encounter
several challenges in their implementation. Default risk of the creditor, high prudentiality of the executing banks as well as poorly
targeted beneficiaries were the problems arising in credit program provision, thus leading to unoptimized use of the available fund.
Those problems were associated with the basic problems in credit market: asymmetric information and moral hazard. Therefore, in
this study, we would like to propose an alternative scheme as an improvement for that program. Microfinance institutions can be the
solution to that problem since they have better access to borrowers compared to executing banks. In other words, the basic problems
in credit market could be diminished by developing this particular institution. In this alternative model we emphasize the important
role the microfinance institutions could play. By empowering microfinance institutions, it is expected that credit market for small
borrowers can be developed, thus leading to greater access to credit for them.
Keywords: credit program, credit access, small and medium enterprises, microfinance institution

Abstrak
Pemerintah Indonesia memiliki komitmen untuk mengurangi angka kemiskinan di Indonesia. Salah satu program kegiatan yang
digulirkan adalah dengan pemberian fasilitas kredit kepada unit usaha mikro, baik melalui skema penjaminan kredit seperti Kredit
Usaha Rakyat (KUR) maupun melalui skema subsidi bunga seperti Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) dan Kredit Usaha
Pembibitan Sapi (KUPS). Namun demikian, terdapat permasalahan besar dalam implementasi, seperti besarnya risiko terjadinya
default, prudentiality dari bank pelaksana yang terlalu tinggi, serta ketidaktepatan penyaluran. Permasalahan tersebut tidak terlepas
dari permasalahan dasar di credit market, yaitu asymmetric information yang meliputi adverse selection dan moral hazard. Oleh sebab
itu, permasalahan ini pada akhirnya berujung pada tidak optimalnya penyerapan kredit program. Hal tersebut akan menghambat
akses calon debitur kepada permodalan pada waktu yang tepat, sehingga tidak menutup kemungkinan calon debitur tersebut akhirnya
mengandalkan akses modal dari lembaga keuangan informal dengan tingkat bunga yang cukup tinggi. Potret permasalahan tersebut
mendasari penelitian ini untuk menganalisis lebih lanjut desain alternatif skema kredit program. Skema tersebut mencakup institusi
yang seharusnya dilibatkan dalam implementasi program sehingga terwujud credit market yang berkelanjutan bagi usaha mikro,
kecil, dan menengah (UMKM). Keberadaan lembaga keuangan mikro (LKM) dianggap dapat mengatasi kedua permasalahan dasar
tersebut mengingat LKM memiliki akses informasi yang lebih bagus terkait calon debitur. Oleh sebab itu, salah satu rekomendasi yang
diajukan adalah melakukan penyatuan format kredit program dan pada akhirnya mengusulkan LKM sebagai salah satu pelaksana dari
kredit program untuk memperluas akses kredit bagi UMKM di Indonesia.
Kata kunci: kredit program, akses permodalan, UMKM, LKM

I. PENDAHULUAN petani, nelayan, pedagang kecil, dan pekerja di sektor


A. Latar Belakang informal. Melalui program tersebut calon debitur dapat
Pemerintah Indonesia telah lama menjalankan memperoleh keringanan, baik berupa suku bunga
program pengurangan kemiskinan, yaitu dengan kredit yang lebih rendah dari bunga pasar (skema
mem­ berikan bantuan sosial, baik secara langsung subsidi bunga) maupun keringanan dalam memenuhi
melalui program cash transfer maupun tidak langsung persyaratan collateral/jaminan. Sejak tahun 2008-
melalui subsidi bagi masyarakat miskin. Dalam hal 2015, pemerintah telah menjalankan berbagai jenis
program pemberdayaan masyarakat berpenghasilan penyaluran kredit program seperti Kredit Ketahanan
rendah khususnya bagi mereka yang mengelola Pangan dan Energi (KKP-E), Kredit Pengembangan
unit usaha pemerintah telah memberikan dukungan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP),
akses per­ modalan dengan biaya rendah. Kredit dan Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) untuk skema
program menjadi salah satu cara untuk memperluas subsidi bunga, serta Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk
akses permodalan bagi para pengusaha kecil seperti skema penjaminan. Kedua jenis skema kredit tersebut

Abdul Aziz dan Eko Wicaksono, Analisis Skema Alternatif Kredit Program untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah | 143
Tabel 1. Model dan Jenis Kredit Program Sektor Pertanian kredit program merupakan program pemerintah
Model Kredit Program
yang seringkali disalahartikan sebagai pinjaman
cuma-cuma dari pemerintah kepada penerimanya
Penjaminan sehingga dapat menimbulkan niat bagi para debitur
Subsidi Bunga
Risiko
untuk tidak membayar cicilan pokok dan bunga yang
1. Kredit Pengembangan Energi Nabati dan berakhir pada default. Kedua, adanya kredit dengan
Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP); bunga rendah akan menimbulkan overdemand pada
2. Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS); jenis kredit tersebut sehingga timbul risiko tidak
Kredit Usaha 3. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi
Rakyat (KUR) (KKP-E);
tepat sasaran penerima kredit mengingat besarnya
4. Kredit Pemberdayaan Pengusaha permintaan pasar akan jenis kredit tersebut.
NAD dan Nias (KPP NAD-Nias) Korban Tabel 2 menunjukkan variasi kredit program
Bencana Alam Gempa dan Tsunami; yang telah dan sedang dijalankan oleh pemerintah
5. Subsidi Resi Gudang (SRG). dengan berbagai potensi masalah yang muncul.
Sumber: Arifin, 2013; dan Aziz, 2013 (diolah).

disalurkan melalui bank yang berperan sebagai


executing agent dalam penyaluran kredit program.
Tabel 2. Kredit Program di Indonesia yang Telah Berjalan
Secara garis besar dukungan akses permodalan
pemerintah melalui kredit program tersebut dapat Kredit
Ketentuan/aturan Permasalahan
dikelompokkan ke dalam 2 model skema pembiayaan program
kredit yaitu skema/model penjaminan risiko dan KKP-E • Sumber dana • Persyaratan agunan
skema/model subsidi bunga seperti tampak pada dan penyalur: yang memberatkan
Tabel 1. bank pelaksana petani
• Target: petani/ • Proses pengajuan
Kredit program dengan skema subsidi bunga
poktan/ dan penyaluran KKP-E
adalah kredit yang diberikan kepada para calon gapoktan/ yang cukup lama
debitur yang dianggap not feasible but bankable. koperasi • Minimnya peran
Salah satu persyaratan utama pada kredit program • Skema: Subsidi dinas/penyuluh
dengan skema subsidi bunga adalah penyediaan bunga • Realisasi rendah
jaminan dari calon debitur kepada bank pelaksana. KPEN-RP • Sumber dana • Terkait dengan
Meskipun mampu menyediakan jaminan, namun, dan penyalur: lahan/Rencana
usaha dari calon debitur tersebut dianggap belum bank pelaksana Tata Ruang Wilayah
dapat menutupi kewajiban pembayaran bunga • Target: petani/ (RTRW) yang belum
pekebun/ jelas
dan mengembalikan seluruh hutang pokok kredit/
kelompok/ • Terbatasnya jumlah
pembiayaan dalam jangka waktu yang disepakati koperasi perusahaan yang
antara bank pelaksana dengan debitur tersebut (Tim • Skema: Subsidi menjadi mitra inti
Pelaksana Komite Kebijakan Penjaminan Kredit/ bunga • Lambatnya proses
Pembiayaan, 2012). penetapan daftar
Sedangkan kredit program dengan skema nominatif petani di
tingkat kabupaten
penjaminan ditujukan untuk para calon debitur • Realisasi rendah
yang mempunyai karakteristik not-bankable tetapi
sudah feasible. Kredit dengan skema tersebut KUPS • Sumber dana • Suku bunga yang
dan penyalur: fluktuatif
diperuntukkan bagi calon debitur yang belum bank pelaksana • Risiko usaha yang
memenuhi persyaratan perkreditan/pembiayaan • Target: cukup tinggi
dari bank pelaksana dalam hal penyedia­an agunan Perusahaan • Birokrasi yang lama
dan pemenuhan persyaratan perkreditan/pem­ pembibitan/ dan biaya tinggi
biayaan lainnya sesuai dengan ketentuan bank kop/ kelompok • Pembinaan yang
peternak sapi kurang
pelaksana. Hal tersebut terjadi karena para calon
• Skema: Subsidi • Realisiasi rendah
debitur (khususnya petani) tidak mempunyai dana bunga
untuk membiayai usahanya sendiri dan memiliki
modal yang cukup (Ashari, 2009) meskipun pada KUR • Sumber dana • Masih terdapat salah
dan penyalur: sasaran
dasarnya calon debitur tersebut dianggap feasible. bank pelaksana • Bank masih
Namun, beberapa kendala dan masalah muncul • Target: UMK mewajibkan agunan
dalam penyaluran kredit program tersebut mulai dari seluruh sektor meskipun pada
ketepatan target sasaran sampai dengan rendahnya • Skema: debitur KUR Mikro
penyerapan pinjaman kredit program. Pertama, Penjaminan
Sumber: berbagai sumber (diolah).

144 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 7, No. 2, Desember 2016 143 - 157
B. Permasalahan pinjaman dialokasikan kepada mereka yang memiliki
Sesuai dengan kerangka teori ekonomi, bahwa prospek kurang bagus karena adanya motif sosial dan
terdapat dua masalah utama dalam imperfect credit politik. Ketiga, adanya aliran dana dari pemerintah
market, yaitu moral hazard dan adverse selection. dapat menurunkan insentif bank untuk menghimpun
Menurut Armendariz de Aghion & Morduch (2005), dana dari masyarakat, sehingga masyarakat miskin
masalah moral hazard muncul ketika pemberi tidak memiliki sarana untuk menyimpan dana mereka.
pinjaman, dalam hal ini bank, tidak dapat memastikan Keempat, adanya subsidi khususnya kepada bank milik
bahwa peminjam/debitur akan berusaha semaksimal pemerintah dapat memberikan tekanan kepada bank
mungkin untuk memastikan investasi yang mereka tersebut untuk memutihkan pinjaman untuk tujuan
lakukan akan berhasil. Masalah ini akan timbul politik seperti pada saat menjelang pemilihan umum
apabila debitur tidak secara cermat menggunakan dan kurang memberikan insentif kepada mereka untuk
dana yang telah diberikan untuk kegiatan yang menjadi institusi yang dapat beroperasi dengan efisien.
produktif dengan risiko yang minimal sehingga Permasalahan penyaluran kredit program di
akan berimplikasi pada pembayaran pokok hutang Indonesia saat ini juga tidak terlepas dari masalah
dan bunganya. Dari sisi bank, moral hazard dapat adverse selection dan moral hazard. Kedua masalah
timbul apabila bank atau lembaga penyalur memiliki tersebut berujung pada semakin tingginya bunga
kecenderungan untuk menyalurkan pinjaman kepada yang harus ditanggung oleh calon debitur, khususnya
kelompok debitur tertentu yang memiliki kedekatan mereka yang berpenghasilan rendah dan tidak
dengan pihak bank. Sedangkan masalah kedua, memiliki harta yang akan dijaminkan. Hal tersebut
adverse selection, muncul ketika pemberi pinjaman juga dapat terlihat dari rendahnya penyaluran pada
tidak dapat membedakan dengan jelas manakah beberapa jenis kredit program. Selain itu tidak
peminjam yang memiliki risiko default tinggi dan menutup kemungkinan penyalahgunaan kredit program
rendah. tersebut oleh mereka yang sebenarnya tidak berhak.
Semua jenis kredit program yang telah dijalankan Dengan kata lain, terdapat ketidaktepatan sasaran
oleh pemerintah ditujukan untuk meningkatkan pada penyaluran kredit tersebut.
output dari sektor pertanian, seperti misalnya Lebih lanjut, kondisi pasar permodalan di daerah
KKP-E yang ditujukan untuk mendukung program perdesaan juga masih belum berkembang dengan
ketahanan pangan dan energi melalui pengusahaan baik meskipun sebenarnya potensi dana yang ada
tanaman pangan dan bahan baku bahan bakar nabati. di perdesaan saat ini dapat dioptimalkan untuk
Akan tetapi, sebenarnya usaha pemerintah untuk digunakan oleh masyarakat desa. Pengembangan
mengarahkan penggunaan pinjaman untuk usaha di infrastruktur pasar permodalan tersebut seharusnya
sektor tertentu seperti pertanian justru akan kontra perlu diperhatikan oleh pemerintah sehingga dapat
produktif dengan pengembangan pasar keuangan digunakan oleh masyarakat desa untuk meningkatkan
dan pengentasan kemiskinan di daerah perdesaan pendapatan dan terhindar dari jurang kemiskinan.
(Adams, et al., 1984). Menurut mereka, adanya Oleh karena itu, perlu untuk diperhatikan pula
dukungan pemerintah dalam bentuk subsidi justru pengembangan institusi yang dapat mendukung
akan menyebabkan masalah pada pasar keuangan peningkatan akses permodalan bagi masyarakat
di perdesaan sehingga lembaga keuangan yang berpenghasilan rendah di perdesaan.
diberi subsidi akan menguasai pasar dan membuat Berdasarkan permasalahan tersebut, kajian ini
lembaga keuangan lainnya yang tidak mendapatkan berusaha untuk merekomendasikan skema alternatif
subsidi menjadi tersisih, seperti lembaga keuangan kredit program yang idealnya diterapkan oleh
informal. pemerintah di masa yang akan datang. Beberapa
Lebih lanjut, menurut Armendariz de Aghion & permasalahan utama yang akan dibahas adalah
Morduch (2005) terdapat beberapa kritik terhadap kredit gambaran keunggulan dan kekurangan institusi
bersubsidi. Pertama, selama ini banyak masyarakat yang menjadi pelaksana kredit program serta model
miskin yang bergantung pada jasa lembaga keuangan skema alternatif kredit program yang ideal dan
informal karena keterbatasan akses mereka terhadap berkelanjutan untuk diterapkan di Indonesia di masa
lembaga keuangan formal seperti bank. Keberadaan yang akan datang.
lembaga keuangan bersubsidi dianggap akan
melemahkan keberadaan lembaga keuangan informal C. Tujuan
yang ada saat ini. Kedua, bunga pasar merupakan salah Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan
satu rationing mechanism karena mereka yang bersedia sebuah evaluasi atas pelaksanaan kredit program
untuk membayar pinjaman adalah mereka yang memiliki di Indonesia saat ini beserta usulan perbaikan dari
usaha dengan prospek bagus. Adanya bunga rendah di penerapan kredit program tersebut, khususnya terkait
bawah bunga pasar dapat menimbulkan kemungkinan dengan skema penyaluran kredit program. Beberapa

Abdul Aziz dan Eko Wicaksono, Analisis Skema Alternatif Kredit Program untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah | 145
hal utama yang akan dibahas dalam kajian ini adalah kelebihan yang tidak dimiliki oleh bank pada
pemetaan keunggulan dan kelemahan dari instansi kedua hal tersebut. Institusi microfinance memiliki
alternatif yang diusulkan sebagai penyelenggara kredit beberapa informasi lebih terkait kondisi debitur
program serta usulan beberapa model skema alternatif sehingga mampu untuk mengatasi kedua masalah
kredit program. yang dimiliki oleh bank ketika berhadapan dengan
debitur miskin.
II. KERANGKA TEORI Sebagai salah satu contoh adalah penerapan group
Pengentasan kemiskinan merupakan salah satu lending oleh Grameen Bank di Bangladesh (Mainsah,
tantangan utama yang dihadapi negara berkembang et al., 2004). Melalui group lending tersebut para
seperti Indonesia. Kemiskinan akan menghambat calon debitur dipersilakan untuk mengajak beberapa
perkem­bangan serta memperkecil peluang penduduk calon debitur lainnya yang dianggap bagus untuk
dengan peng­hasilan kecil untuk memperbaiki kualitas kemudian membentuk sebuah kelompok debitur. Setiap
hidup mereka. Salah satu faktor yang dianggap berperan anggota kelompok nantinya akan bertanggung jawab
penting dalam membantu penduduk berpenghasilan apabila ada salah satu di antara mereka yang default.
rendah keluar dari jebakan kemiskinan adalah adanya Mekanisme akan memberikan beberapa keuntungan
akses keuangan yang memadai. Akses keuangan yang kepada Grameen Bank. Pertama, biaya yang diperlukan
memadai dapat mendorong masyarakat berpenghasilan untuk menggali informasi dari calon debitur dapat
rendah untuk mengubah aktivitas produktif mereka diminimalkan karena calon debitur akan memiliki insentif
untuk keluar dari kemiskinan (Banerjee & Newman, untuk mencari calon debitur lain yang mereka anggap
1993; Aghion & Bolton, 1997; Banerjee, 2003) dalam layak dan mampu. Kedua, risiko default dari debitur juga
(Burgess & Pande, 2005). dapat diminimalkan karena setiap anggota kelompok
Masyarakat berpenghasilan rendah, khususnya di bertanggung jawab terhadap kelancaran pembayaran
kawasan perdesaan, cenderung memiliki akses yang oleh anggota lainnya dalam kelompok tersebut.
kecil terhadap institusi keuangan apabila dibandingkan Lebih lanjut, subsidi dapat digunakan untuk
dengan masyarakat di daerah perkotaan. Akses yang mendukung pengembangan microfinance.
terbatas tersebut juga menjadi salah satu penghambat Penggunaan subsidi sebagai salah satu alat untuk
untuk keluar dari kemiskinan. Beberapa studi yang telah meningkatkan akses ke­uangan bagi masyarakat miskin
dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa besarnya haruslah melalui peren­ canaan yang baik sehingga
akses keuangan berpengaruh pada tingkat kemiskinan berbagai masalah klasik seperti ketepatan sasaran
pada suatu daerah. Swain (2002) menemukan bahwa maupun distorsi pasar dapat dihindari. Subsidi akan
jumlah institusi keuangan formal di perdesaan masih lebih tepat digunakan sebagai sarana pemenuhan
sangat sedikit meskipun sebenarnya permintaan akan barang publik (public goods) di mana hampir tidak
akses permodalan di daerah tersebut cukup tinggi. terdapat insentif bagi seseorang untuk mengadakan
Selanjutnya, Burgees & Pande (2005) menemukan atau memproduksi barang tersebut. Subsidi seharusnya
bahwa dibukanya institusi keuangan seperti bank di juga hanya diberikan dalam jangka waktu tertentu yang
perdesaan mampu menurunkan tingkat kemiskinan di terbatas sehingga tidak mendorong pada munculnya
kawasan tersebut. Namun, mekanisme penyaluran kredit ketergantungan penerimanya terhadap subsidi.
juga sangat penting untuk diperhatikan sebagaimana Menurut Armendariz de Aghion & Morduch
(Karlan & Morduch, 2009) sebutkan bahwa mekanisme (2005), salah satu bentuk intervensi pemerintah yang
penyaluran kredit yang meliputi desain produk keuangan tepat adalah melalui pemberian “smart subsidy”,
akan berpengaruh pada penggunaan dana dan dampak yaitu subsidi yang mampu meminimalkan distorsi,
sosial yang ditimbulkan. inefisiensi, dan mampu memaksimalkan manfaat
Pengembangan institusi microfinance telah sosial. Salah satu bentuk subsidi tersebut adalah
menjadi salah satu bentuk inovasi dan solusi subsidi terhadap institusi. Tingginya biaya yang
dalam memperluas akses kredit khususnya kepada harus ditanggung oleh institusi microfinance akan
masyarakat miskin. Ketika akan melayani masyarakat dibebankan pula kepada para debiturnya. Melalui
miskin terdapat 2 masalah utama yang dihadapi oleh “smart subsidy” pemerintah dapat memberikan
lembaga keuangan formal seperti bank, yaitu (1) subsidi atas start up cost dari institusi microfinance
tidak adanya jaminan yang dimiliki oleh calon debitur tersebut, sehingga biaya yang dibebankan kepada
miskin, dan (2) sulitnya penegakan kontrak (contract debitur dapat diminimalkan. Salah satu hal yang
enforcement) dengan debitur miskin. Kedua hal perlu ditekankan di sini adalah subsidi terhadap
tersebut berawal dari minimnya informasi yang start up cost bukan pada biaya operasi sehari-hari
dimiliki oleh bank terkait kondisi calon debitur miskin. sehingga hanya akan diberikan pada jangka waktu
Berdasarkan pengalaman di negara berkembang tertentu yang terbatas.
seperti Bangladesh, institusi microfinance memiliki

146 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 7, No. 2, Desember 2016 143 - 157
Tingkat bunga, biaya

r0

Biaya untuk setiap rupiah yang dipinjamkan

r*

Tingkat bunga yang


dikenakan kepada debitur

t* Tahun
Sumber: Armendariz de Aghion & Morduch, 2005.
Gambar 1. Start Up Cost Subsidy
Gambar 1 menunjukkan bagaimana subsidi dengan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
pola tersebut berpengaruh terhadap beban bunga yang A. Review atas Skema Kredit Program yang Ada
ditanggung oleh debitur seiring berjalannya waktu. Pada Selama Ini di Indonesia
awal operasi, tingkat bunga yang dikenakan kepada 1. Skema Subsidi Kredit Program
debitur (r0) lebih tinggi daripada tingkat bunga dalam Skema Penjaminan
jangka panjang (r*). Subsidi diberikan pemerintah untuk Skema ini digunakan pada penyaluran KUR.
membantu institusi microfinance pada awal beroperasi Pada skema ini pemerintah memberikan penjaminan
untuk menekan start up cost sehingga bunga yang sebesar 70 persen s.d. 80 persen dari risiko kredit
dikenakan kepada debitur dapat lebih rendah dan sesuai melalui perusahaan penjaminan. Skema penjaminan
dengan tingkat suku bunga di masa yang akan datang ditujukan bagi calon debitur yang feasible namun
(r*). unbankable. Dengan kata lain, skema ini ditujukan
bagi para debitur yang mampu untuk memenuhi
III. METODOLOGI kewajiban pembayaran pinjaman namun mereka
Untuk menjawab permasalahan dan tujuan tidak mampu memenuhi persyaratan jaminan yang
penelitian maka metodologi penelitian yang digunakan dipersyaratkan oleh bank.
melalui deskriptif dan kualitatif. Metode deskriptif Dalam kurun waktu lima tahun terakhir realisasi
dilakukan dengan pengumpulan data sekunder tentang KUR relatif baik apabila dibandingkan dengan kredit
instansi yang relevan sebagai pelaksana alternatif kredit program dengan skema subsidi bunga. Penyerapan
program di masa yang akan datang. anggaran untuk Imbal Jasa Penjaminan (IJP) KUR
selama lima tahun terakhir cukup baik bahkan
A. Metode Pengumpulan Data mencapai 100 persen pada tahun 2011-2013 (Gambar
Data yang akan digunakan dalam penelitian 2). Beberapa kelebihan dari skema ini adalah adanya
ini diperoleh melalui (a) studi literatur melalui studi keringanan bagi para calon debitur terkait dengan
pustaka dan jaringan internet terhadap materi terkait persyaratan jaminan yang harus dipenuhi ketika
kredit program termasuk best practices di beberapa akan mengajukan kredit. Adanya penjaminan oleh
negara yang melaksanakan program serupa dan (b) pemerintah juga dapat memberikan keyakinan lebih
Focus Group Discussion dengan beberapa narasumber kepada pihak bank untuk menyalurkan dananya
terkait seperti SMERU Research Institute, Kementerian kepada debitur. Selain itu, bagi pemerintah risiko
Pertanian, dan Kementerian Keuangan. fiskal yang dapat muncul dari fluktuasi tingkat bunga
pasar dapat dihindari, mengingat pemerintah hanya
B. Metode Analisis memberikan subsidi pada imbal jasa penjaminan,
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian bukan selisih tingkat bunga kredit program dengan
ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu menampilkan tingkat bunga pasar.
secara kualitatif dan deskriptif hasil pengolahan data- Namun demikian, di sisi lain skema penjaminan
data yang diperoleh sehingga menjawab tujuan- juga memiliki beberapa kelemahan. Pertama, tingkat
tujuan dari penelitian ini. bunga yang harus ditanggung oleh debitur jauh lebih

Abdul Aziz dan Eko Wicaksono, Analisis Skema Alternatif Kredit Program untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah | 147
Sumber: Kementerian Keuangan, 2015. Sumber: Kementerian Keuangan, 2015.
Gambar 2a. Realisasi IJP KUR Gambar 2b. Realisasi KKP-E
tinggi daripada tingkat bunga kredit program dengan yang sebagian besar merupakan penerima kredit
skema subsidi bunga. Kedua, kredit program sebagai program. Selain itu, kehati-hatian berlebih dari pihak
program pemerintah juga tidak lepas dari risiko bank juga memengaruhi penyerapan kredit program
moral hazard, terlebih apabila pemerintah menjamin dengan skema subsidi bunga. Hal tersebut wajar
sebagian besar dari risiko default/gagal bayar yang mengingat bank pelaksana bisa jadi tidak memiliki
dimiliki oleh debitur. informasi menyeluruh terkait kondisi dari debitur
sehingga mensyaratkan jaminan dengan nilai relatif
Skema Subsidi Bunga
tinggi untuk menghindarkan mereka dari risiko gagal
Skema ini diterapkan pada pemberian sebagian
bayar debitur.
besar kredit program seperti KUPS, KKP-E, KPEN-
Terkait dengan subsidi yang diberikan oleh
RG, dan S-SRG. Skema ini merupakan kebalikan dari
pemerintah, skema subsidi bunga memiliki beberapa
skema penjaminan di mana target penerimanya
kekurangan. Pertama, fluktuasi tingkat suku bunga
adalah calon debitur yang not feasible namun
pasar dapat menyebabkan timbulnya risiko fiskal apabila
bankable, yaitu bagi mereka yang memiliki kendala
subsidi bunga yang diberikan pemerintah tidak tetap.
dalam memenuhi kewajiban pembayaran bunga
Kedua, program akan cenderung bersifat permanen
pinjaman namun memiliki cukup jaminan sebagai
apabila tidak ada batasan sampai dengan kapan subsidi
persyaratan dalam mengajukan kredit. Pada skema
bunga akan diberikan kepada penerimanya.
ini pemerintah memberikan keringanan kepada para
penerima yaitu berupa subsidi bunga yang besarnya 2. Institusi Pelaksana/Penyalur
ditinjau tiap kurun waktu tertentu. Selama ini, instansi pelaksana/penyalur kredit
Skema ini memiliki beberapa kelebihan, salah program adalah perbankan karena dianggap telah
satunya, yaitu adanya keringanan bagi debitur dalam mempunyai jaringan luas dan sumber dana yang
memenuhi kewajiban pembayaran bunga. Skema ini besar. Namun demikian, di lapangan dapat ditemukan
akan bermanfaat bagi debitur yang baru memulai beberapa instansi yang bertugas sebagai pelaksana/
usahanya sehingga adanya subsidi bunga dapat penyalur suatu kredit seperti Lembaga Keuangan Mikro
membantu pengusaha tersebut untuk menghasilkan (LKM) dan Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) atau
keuntungan pada masa awal usahanya. Selain itu, Badan Layanan Umum (BLU) lainnya. Pada kesempatan
adanya jaminan yang diberikan kepada bank juga akan ini penulis akan memaparkan secara singkat beberapa
miminimalkan risiko moral hazard dari debitur, sehingga alternatif instansi pelaksana/penyalur yang dapat
mereka akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk ditugaskan oleh pemerintah dalam mendukung
memenuhi kewajiban pembayaran pinjamannya. pelaksanaan kredit program dimaksud.
Namun, penyerapan anggaran untuk kredit
Lembaga Keuangan Mikro
program dengan skema subsidi bunga ini cenderung
Berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun
lebih rendah apabila dibandingkan dengan realisasi
2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, bentuk
kredit program dengan skema penjaminan. Hal
dan badan hukum LKM adalah Perseroan Terbatas
tersebut dapat dikaitkan dengan persyaratan
(PT) atau koperasi. Apabila berbentuk PT, maka
jaminan yang harus dipenuhi oleh debitur ketika akan
sumber modalnya adalah 60 persen dari pemkab/
mengajukan pinjaman dengan skema subsidi bunga.
pemkot/Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan
Jaminan yang harus diberikan nilainya lebih besar
sisanya adalah dari WNI dan koperasi maksimal 40
dari pada nilai pinjaman yang diajukan sehingga
persen. Sedangkan jika berbentuk koperasi, sumber
persyaratan ini dapat memberatkan para petani
modalnya adalah berasal dari simpanan wajib,

148 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 7, No. 2, Desember 2016 143 - 157
simpanan pokok, dan hibah. LKM harus memiliki izin Tabel 3. Kinerja LPDB KUMKM
usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Oleh karena Jumlah Jumlah
itu, pembinaan, pengaturan, dan pengawasan LKM Jumlah Dana Bergulir
Tahun UMKM Tenaga Kerja
dilakukan oleh OJK. Dalam hal pembinaan dan di Mitra (Rp)
(UMKM) (Orang)
pengawasan dapat didelegasikan ke pemkab/pemkot
2008 3.820 7.642 35.125.000.000
atau pihak yang ditunjuk.
Kegiatan inti LKM, yaitu (1) pinjaman/pembiayaan 2009 30.246 43.005 197.652.109.986
usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, (2) 2010 53.379 89.271 410.293.458.246
pengelolaan simpanan, (3) pemberian jasa konsultasi
2011 114.822 212.157 975.085.402.039
pengembangan usaha. Apabila diperlukan, pemerintah
bersama pemda dan LKM dapat mendirikan lembaga 2012 125.340 233.192 1.071.762.493.000
penjamin simpanan untuk LKM. Selain itu, LKM wajib 2013 163.969 310.450 1.426.845.231.700
bertransformasi menjadi bank jika kegiatan usahanya
2014 137.793 251.078 1.153.968.001.560
melebihi satu wilayah kabupaten/kota tempat kedudukan
LKM. 2015 186.733 340.253 1.563.820.224.530

LPDB dan BLU Lainnya Jumlah 816.102 1.487.048 6.834.551.921.061


Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 23 Sumber: Kemenkop dan UKM, 2015.
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan (koperasi simpan pinjam, unit simpan pinjam
Layanan Umum, pemerintah dapat membentuk koperasi primer, dan koperasi sekunder), bank, LKBB,
sebuah institusi yang ditujukan untuk memberikan dan perusahaan modal ventura. Pada setiap skema
pelayanan kepada masyarakat tanpa mengutamakan tersebut, besarnya tingkat bunga yang dikenakan
mencari keuntungan dengan tetap mempertahankan kepada lembaga penyalur maupun penerima
prinsip efisiensi dan produktivitas dalam melaksanakan ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan
kegiatannya. Institusi tersebut adalah BLU yang sebagai tarif layanan BLU.
memiliki fleksibilitas menerapkan praktik-praktik Pada periode tahun 2008-2015, LPDB KUMKM
bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan telah menyalurkan dana bergulir sebanyak Rp6,8
umum kepada masyarakat. triliun kepada 816.102 UMKM. Sementara itu, jumlah
Terkait dengan pengembangan koperasi, usaha tenaga kerja yang dapat diserap oleh UMKM tersebut
mikro, kecil, dan menengah (KUMKM), pemerintah adalah sebanyak 1.487.048 orang. Terkait dengan
telah membentuk LPDB pada tahun 2008. LPDB performa pinjaman dari para debitur, sampai dengan
KUMKM merupakan BLU yang berada di bawah akhir tahun 2014 terdapat tunggakan sebesar Rp219
naungan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan miliar atau 5,5 persen dari total plafond.
Menengah. Dana bergulir tersebut ditujukan untuk Sebagai salah satu institusi penyalur kredit kepada
penguatan modal usaha koperasi, usaha mikro, kecil, KUMKM, LPDB KUMKM memiliki beberapa kelebihan.
dan menengah dan disalurkan kepada masyarakat, Pertama, LPDB KUMKM telah memiliki data mitra
ditagih dengan/tanpa nilai tambah dan digulirkan maupun penerima kredit yang tersebar di seluruh
kembali kepada masyarakat. Dana bergulir yang Indonesia. Adanya data tersebut dapat memastikan
dikelola dapat disalurkan melalui Lembaga Keuangan ketepatan sasaran pemberian kredit program dari
Bank (LKB), Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKKB), pemerintah. Kedua, mitra LPDB KUMKM telah tersebar
dan BLU Daerah (BLUD). LKB dan LKKB dapat berperan di seluruh provinsi di Indonesia. Ketiga, besarnya suku
sebagai penyalur (channeling) maupun pelaksana bunga yang dikenakan LPDB KUMKM kepada penyalur
pengguliran (executing), sedangkan koperasi/LKM maupun penerima ditetapkan oleh Menteri Keuangan
dapat berperan sebagai pelaksana pengguliran sebagai tarif layanan BLU. Hal ini memungkinkan
(executing). pemerintah untuk memberikan subsidi secara implisit
LPDB KUMKM menyalurkan dana bergulir kepada penerima pinjaman melalui tarif layanan
kepada penerimanya melalui beberapa mekanisme yang lebih rendah dari bunga pasar dengan tetap
penyaluran, yaitu sebagai berikut: mempertimbangkan prinsip efisiensi dan efektivitas
1) LPDB KUMKM → Koperasi → Penerima dari kredit program tersebut. Keempat, salah satu mitra
2) LPDB KUMKM → Lembaga Keuangan Bank (LKB) penyalur utama pinjaman LPDB KUMKM adalah koperasi.
/Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) → Berdasarkan Undang-Undang LKM, salah satu bentuk
Penerima badan usaha yang diizinkan untuk beroperasi sebagai
3) LPDB KUMKM → Penerima LKM adalah koperasi. Melalui LPDB KUMKM, pemerintah
Berdasarkan skema tersebut, beberapa lembaga dapat berperan untuk memperkuat kelembagaan
penyalur dana bergulir KUMKM adalah koperasi koperasi sehingga nantinya dapat berfungsi sebagai

Abdul Aziz dan Eko Wicaksono, Analisis Skema Alternatif Kredit Program untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah | 149
LKM yang memberikan jasa keuangan mikro kepada Meskipun telah berlangsung dalam jangka waktu
masyarakat khususnya masyarakat miskin dan rentan yang sangat panjang, kredit program melalui bank
miskin. Pemberian subsidi secara implisit dapat diberikan sarat dengan kendala dan permasalahan dalam
dengan tujuan untuk pembangunan infrastruktur dan pelaksanaannya. Masalah klasik, yaitu moral
penguatan kelembagaan koperasi yang akan menjadi hazard yang berujung pada membengkaknya non
LKM pada tahap awal pendirian LKM tersebut. Dengan performing loan (NPL) menjadi salah satu penyebab
demikian, subsidi yang diberikan pemerintah dalam gagalnya Bimbingan Massal (Bimas) dan Kredit Usaha
kurun waktu akan efisien, tepat sasaran, dan pada Tani (KUT) pada masa yang lalu. Adanya pengalaman
akhirnya dapat menghindari adanya ketergantungan buruk di masa lalu berimbas pada semakin tingginya
pada subsidi. tingkat kehati-hatian bank dalam menyalurkan
Di samping kelebihan tersebut terdapat pula kredit program. Kehati-hatian tersebut berimbas
beberapa kelemahan dari LPDB KUMKM yang perlu pada rendahnya penyerapan kredit program dengan
dipertimbangkan. Pertama, jumlah dana bergulir yang skema subsidi bunga, seperti KKP-E, KUPS, dan
disalurkan melalui LPDB KUMKM relatif kecil apabila S-SRG. Sementara itu, untuk kredit program dengan
dibandingkan dengan dana yang mampu disediakan skema penjaminan, seperti KUR memiliki penyerapan
oleh perbankan. Sampai dengan tahun 2015, jumlah yang relatif lebih baik. Lebih baiknya penyerapan
dana bergulir yang mampu disalurkan adalah sebesar kredit program dengan skema penjaminan ini
Rp5 triliun. Jumlah tersebut sangatlah kecil apabila membuktikan bahwa bank memiliki akses informasi
dibandingkan dengan kemampuan bank seperti BRI yang terbatas terhadap calon debiturnya sehingga
misalnya yang mampu menyalurkan KUPS/KKP-E bank enggan menyalurkan kredit, kecuali jika debitur
sebesar Rp30 triliun dalam waktu 1 tahun. Kedua, LPDB memiliki kelayakan jaminan sesuai dengan apa yang
KUMKM tidak memiliki perwakilan di setiap daerah dipersyaratkan.
sehingga tidak menutup kemungkinan munculnya Bank memiliki beberapa kelebihan dari bank
kendala dalam pengawasan penyaluran pinjaman. sebagai penyalur kredit program. Pertama, bank
Ketiga, berdasarkan pengalaman sebelumnya, kredit memiliki kemampuan untuk menghimpun dana
program dari pemerintah tidak pernah lepas dari dari masyarakat dalam jumlah besar. Kedua, bank
risiko moral hazard dari para debitur. Oleh karena telah memiliki sistem kerja dan standar operasi
itu, desain insentif yang tepat sangatlah diperlukan yang terstruktur sehingga memiliki kemampuan
untuk meminimalkan risiko moral hazard. Keempat, manajemen yang relatif baik dalam mengelola usaha
pemberian pinjaman kepada UMKM harus disertai keuangan.
dengan pendampingan kepada para penerimanya Terkait dengan pemberian kredit program, bank
sehingga pinjaman tersebut digunakan dengan tepat memiliki beberapa kelemahan. Pertama, risiko moral
dan mendukung produktivitas dari UMKM. Pemerintah hazard dan keterbatasan informasi menimbulkan
harus memastikan bahwa mereka yang mendapatkan tingkat kehati-hatian yang tinggi seperti persyaratan
pinjaman adalah mereka yang layak dari sisi kemauan jaminan dengan nilai besar. Kedua, bank merupakan
dan kemampuan dalam berusaha, sehingga dana lembaga keuangan formal yang berorientasi untuk
yang diberikan tidak terbuang sia-sia. Selain itu, perlu memaksimalkan keuntungan. Ketiga, tidak semua
diperhatikan pula adakah program pengentasan bank memiliki jaringan cabang yang menjangkau
kemiskinan lain yang kemungkinan akan tumpang seluruh pelosok tanah air, kecuali BRI dengan unit
tindih dengan kredit program yang disalurkan oleh desanya yang telah tersebar hingga ke perdesaan.
pemerintah agar program yang dilaksanakan terjamin Sebagian besar masyarakat miskin tinggal di
efisiensi dan efektivitasnya. daerah perdesaan sedangkan bank sebagian besar
beroperasi di daerah perkotaan sehingga akan
Bank
muncul tambahan biaya yang timbul dari jarak antara
Bank merupakan salah satu lembaga keuangan
keduanya apabila masyarakat desa ingin mendapatkan
formal yang dapat menghimpun dana dari masyarakat
layanan keuangan dari bank.
dalam jumlah besar untuk kemudian disalurkan
Dana yang telah disalurkan oleh perbankan
kembali kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman.
kepada UMKM jumlahnya jauh lebih besar apabila
Terkait dengan kredit program, beberapa bank
dibandingkan dengan LPDB KUMKM. Berdasarkan
khususnya bank BUMN telah terlibat dalam
data dari Bank Indonesia, sampai dengan bulan April
penyaluran kredit program mulai dari BIMAS, KUT,
2015 jumlah kredit yang telah disalurkan kepada
KKP, KKP-E, KPEN-RP, KUPS, KUR, sampai dengan
UMKM mencapai Rp725,2 triliun. Jumlah ini sangat
S-SRG. Skema yang diberikan dalam kredit program
jauh dari kredit yang telah disalurkan oleh LPDB
sebagian besar adalah melalui subsidi bunga, hanya
KUMKM pada periode yang sama yaitu hanya sebesar
KUR yang menggunakan skema penjaminan.
Rp6 triliun. Sementara itu, net ekspansi dari kredit

150 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 7, No. 2, Desember 2016 143 - 157
perbankan yang diberikan kepada UMKM berkisar Tabel 4. Kredit yang Disalurkan Bank kepada UMKM
pada Rp60 sampai dengan Rp80 triliun per tahunnya. (Rp milliar)
Tahun 2011 2012 2013 2014 2015*
B. Pembahasan
Baki
Setelah memerhatikan uraian tersebut maka Debit
479.887 552.226 639.471 707.462 725.190
secara singkat dapat dipaparkan kelebihan dan
Net
kekurangan dari ketiga instansi tersebut seperti pada Ekspansi
85.588 72.339 87.245 67.990 17.729
Tabel 5.
Keterangan: *sampai dengan bulan April 2015.
1. Bank Sumber: Bank Indonesia, 2015 (diolah).
Selama ini kredit program selalu disalurkan
Keuangan Bank (LKB), Lembaga Keuangan Bukan
melalui perbankan baik skema penjaminan maupun
Bank, dan BLU Daerah. Ada 3 cara penyaluran dana
skema subsidi bunga dalam hal ini adalah program
bergulir yang dilakukan oleh LPDB selama ini, yaitu:
KUR seperti yang terlihat pada Gambar 3.
a. disalurkan secara langsung kepada koperasi dan
Skema penyaluran inilah yang selama ini
UMKM;
dilakukan dalam rangka menyukseskan kredit program
b. disalurkan melalui lembaga perantara berupa bank
khususnya program KUR yaitu dengan me­ libatkan
dan LKBB dengan pola executing di mana lembaga
perbankan dan perusahaan penjamin untuk skema
perantara tersebut mempunyai tanggung jawab
langsung dan melibatkan koperasi/poktan/gapoktan/
menyeleksi dan menetapkan penerima debitur,
lainnya sebagai lembaga linkage jika penyalurannya
menyalurkan dan menagih kembali dana bergulir,
dilakukan tidak langsung. Pada beberapa jenis kredit
dan menanggung risiko terhadap ketidaktertagihan
program, penyaluran kredit dianggap sangat kecil
dana bergulir;
disebabkan karena faktor kehati-hatian bank yang
c. disalurkan melalui lembaga perantara berupa
sangat tinggi kepada calon debitur sehingga ada
bank, LKBB, dan satuan kerja pemerintah daerah
wacana untuk mencari alternatif lembaga penyalur
(pemda) dengan pola channeling di mana
lainnya.
lembaga perantara tersebut hanya menyalurkan
2. LPDB atau BLU Lainnya dan menagih kembali dana bergulir dari/ke
Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa debitur, tidak bertanggung jawab menetapkan
LPDB merupakan satuan kerja BLU pengelola dana penerima dana bergulir, dan tidak menanggung
bergulir di bawah Kementerian Koperasi dan UKM. risiko terhadap ketidaktertagihan dana bergulir.
Dana bergulir tersebut ditujukan untuk penguatan
Sedangkan BLU lainnya adalah BLU-BLU yang
modal usaha koperasi, UMKM, dan disalurkan kepada
berada di bawah kementerian/lembaga lainnya yang
masyarakat, ditagih dengan/tanpa nilai tambah dan
diharapkan dapat berperan sebagai penyalur kredit
digulirkan kembali kepada masyarakat. Dana bergulir
program pada masa yang akan datang meskipun hal
yang dikelola dapat disalurkan melalui Lembaga

Tabel 5. Perbandingan Institusi Penyalur Kredit Program


No Institusi Kelebihan Kelemahan
1. Bank 1. Sumber dana besar 1. Profit oriented
2. Sistem telah terbangun 2. Bunga ditentukan pasar
3. Jaringan luas 3. Prudentiality sangat tinggi
2. Lembaga Keuangan Mikro 1. Lebih dekat dengan sasaran 1. Sumber dana terbatas dan akumulasi modal
(LKM) (s.d pedesaaan) belum terdeteksi
2. Sekitar 631.867 unit di 2. Aturan pinjaman terlalu rigit
seluruh Indonesia 3. Perlu pembinaan SDM LKM yang sangat intensif
3. Tunduk pada aturan OJK jika instansi ini sebagai pelaksana
4. Ada dua skema pinjaman:
konvensional dan syariah
3. Lembaga Pengelola Dana 1. Tidak profit oriented 1. Sumber dana terbatas (APBN K/L)
Bergulir (LPDB) atau BLU 2. Suku bunga diatur oleh 2. Mayoritas BLU/BLUD fokus di bidang kesehatan
lainnya pemerintah (Menkeu) dan pendidikan bukan keuangan
3. Untuk LPDB sudah ada 3. Perlu waktu lama untuk menyesuaikan tugas
4. Untuk BLU, tersebar di daerah dan fungsi/sistem kerja SDM BLU dan perlu
meskipun dengan jumlah dilakukan pembinaan SDM LKM yang sangat
yang relatif kecil (BLUD) intensif jika instansi ini sebagai pelaksana
Sumber: berbagai sumber (diolah).

Abdul Aziz dan Eko Wicaksono, Analisis Skema Alternatif Kredit Program untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah | 151
1. Langsung dari Bank Pelaksana ke UMKMK 2. Tidak langsung melalui Linkage dengan Pola Executing
b c
Bank Pelaksana Bank Pelaksana
Perusahaan Perusahaan
Penjamin Penjamin
b
a PK
a
d
UMKMK Lembaga Linkage UMKMK
e
Sumber: TNP2K, tidak ada tahun. Sumber: TNP2K, tidak ada tahun.
Gambar 3a. Penyaluran Kredit Program melalui Bank Gambar 3b. Penyaluran Kredit Program melalui Bank
Secara Langsung dengan Lembaga Perantara
ini sangat sulit diwujudkan karena tugas pokok, fungsi, sampai pada tingkat kelurahan/perdesaan dan
dan karakter pekerjaan BLU pada umumnya adalah LKM juga harus berbadan hukum dan tunduk pada
berlainan sekali dengan BLU yang berfungsi sebagai regulasi OJK, maka pemilihan LKM sebagai alternatif
lembaga penyalur kredit/dana bergulir seperti LPDB. lembaga penyalur merupakan salah satu pilihan yang
Oleh karena itu penulis merekomendasikan bahwa tepat untuk saat ini. LKM dapat berbentuk sebuah
penggunaan BLU (dalam hal ini LPDB) adalah bersifat koperasi yang terdiri dari beberapa anggota koperasi.
sementara (short term) atau sebagai bridging scheme LKM dengan bentuk koperasi tentu memiliki akses
(sebagaimana dipaparkan pada Gambar 4) dengan informasi yang memadai terhadap calon debitur yang
tujuan jangka panjangnya adalah memanfaatkan merupakan anggota dari koperasi tersebut. Group
instansi LKM sebagai lembaga utama penyalur kredit lending juga sangat memungkinkan untuk diterapkan
program. oleh LKM untuk menghindari risiko default para
debiturnya. Dengan demikian LKM yang berbentuk
3. Lembaga Keuangan Mikro
koperasi dapat dianggap memiliki karakteristik yang
Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa
sama dengan Grameen Bank di Bangladesh. Adanya
bentuk dan badan hukum LKM adalah PT atau koperasi,
karakteristik tersebut diharapkan dapat mengatasi
apabila berbentuk PT maka sumber modalnya adalah
permasalahan adverse selection dan moral hazard
60 persen dari pemkab/pemkot/BUMDes dan sisanya
dalam penerapan kredit program di Indonesia seperti
adalah dari WNI dan koperasi maksimal 40 persen.
saat ini. Selain itu, adanya penyertaan modal pemda
Sedangkan jika berbentuk koperasi, sumber modalnya
setempat pada LKM diharapkan akan meningkatkan
adalah berasal dari simpanan wajib, simpanan pokok,
pembinaan dan pengawasan terhadap LKM yang
dan hibah.
ada di wilayahnya juga akan menambah kelayakan
Mengingat jumlah unit LKM yang begitu besar
LKM dalam melaksanakan tugas ini. Hal lain yang
(631.867 unit) yang tersebar di seluruh Indonesia
menurut penulis termasuk penting dalam skema
Koperasi bisa menjadi
lembaga perantara DB Pemerintah
dan memiliki prospek
untuk menjadi LKM Dana Bergulir

LPDB/BLU Lain

Channeling (Melalui
Koperasi dan Executing (Melalui
Bank, LKNB, Satker
UMKM Bank, LKNB)
Pemda)

Koperasi dan Koperasi dan


UMKM UMKM

Sumber: Ilustrasi penulis.


Gambar 4. Penyaluran Kredit Program melalui LPDB/BLU (Bridging Scheme)

152 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 7, No. 2, Desember 2016 143 - 157
Keterangan: Garis tebal: hubungan koordinasi instansi utama.
Garis putus-putus: hubungan koordinasi instansi sekunder.
Kotak tebal: instansi wajib.
Kotak putus-putus: instansi penunjang.
Sumber: Ilustrasi penulis.
Gambar 5. Penyaluran Kredit Program melalui LKM
kredit program yang akan direkomendasikan adalah kepada LKM-LKM yang ditugaskan untuk menjalankan
dengan melibatkan mitra atau avalist yang berfungsi kredit program sehingga LKM mempunyai kapasitas
membantu debitur kredit sebagai penjamin pinjaman modal yang besar dan jangkauan ke sasaran target juga
jika terjadi default. Adapun kompensasi yang akan akan bertambah besar/luas. Skema atau model dari
didapatkan avalist, misalnya adalah mendapat prioritas kredit program di mana LKM adalah sebagai instansi
utama untuk membeli semua produk dari debitur yang pelaksananya dapat digambarkan pada Gambar 5.
dijamin tersebut dengan harga yang wajar. Jadi, jika dibandingkan dengan LPDB/BLU lainnya
Hanya saja yang perlu dipikirkan untuk memperlancar maka LKM dianggap lebih siap jika ditunjuk sebagai
kredit program ini adalah bagaimana meningkatkan lembaga pelaksana kredit program di masa yang akan
jumlah dana yang berada di LKM mengingat dalam datang karena:
Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 tentang LKM a. keberadaan LKM telah menyebar di seluruh
disebutkan bahwa untuk LKM yang berbentuk PT maka Indonesia (sekitar 631 ribu), berada di tingkat
hanya pemda/BUMDes dan WNI/koperasi yang dapat kecamatan ataupun desa sehingga bisa menjadi
menanamkan modalnya. Sedangkan untuk LKM yang aset yang dapat dikontrol oleh masyarakat;
berbentuk koperasi maka sumber modalnya berasal dari b. LKM mempunyai tugas fungsi pokok sebagai
simpanan wajib, simpanan pokok dari para anggotanya, lembaga yang memberikan pinjaman dan pem-
dan hibah. biayaan kepada debitur;
Oleh karena itu, jika pemerintah pusat sebagai c. keterlibatan pemda lebih dominan (sesuai
pihak yang bertanggung jawab terhadap program Undang-Undang No. 1 Tahun 2013);
ini dan pihak lain seperti swasta ingin terlibat dalam d. mekanisme pelaksanaan dapat dilakukan dengan
permodalan, maka rekomendasi penulis adalah dua alternatif prinsip pembiayaan, baik secara
dengan cara menanamkan modal lewat pemda dan konvensional maupun syariah;
atau BUMDes setempat atau memberikan hibah e. memiliki tujuan meningkatkan pemberdayaan
kepada koperasi yang berbentuk LKM tersebut. Cara ekonomi dan produktivitas masyarakat serta
lainnya adalah mengusulkan perubahan undang- meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
undang tersebut dan Peraturan OJK (POJK) agar masyarakat;
pemerintah dan pihak lain bisa terlibat langsung dalam f. harus tunduk pada aturan OJK; dan
penyertaaan modal dan dapat menyuntikkan dana

Abdul Aziz dan Eko Wicaksono, Analisis Skema Alternatif Kredit Program untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah | 153
g. LPDB/BLU lainnya dianggap kurang siap karena pada aturan OJK, memiliki izin usaha dan wilayah
infrastruktur tidak memadai dan tugas fungsi pokok operasi yang jelas, serta keterlibatan pemda lebih
BLU harus menginduk ke kementerian/lembaga dominan untuk mengembangkan usaha keuangan
atau pemda-nya masing sehingga tidak sesuai mikro yang berkelanjutan di Indonesia.
dengan visi/misi/karakter di bidang keuangan dan
Skema Alternatif Kredit Program
simpan pinjam.
Terdapat salah satu kelemahan mendasar
Permasalahan dapat muncul dalam masa transisi pada kedua skema subsidi kredit program yang
perubahan penerapan skema kredit program. Oleh sebelumnya. Pertama, keberlanjutan kedua program
karena itu, beberapa opsi transisi perubahan skema tersebut perlu untuk diperhatikan lebih dalam. Subsidi
penyaluran kredit program perlu untuk dipertimbangkan. sebaiknya diberikan dalam jangka waktu tertentu
Beberapa opsi tersebut diikhtisarkan pada Tabel 6. yang terbatas. Tidak adanya jangka waktu yang jelas
Untuk saat ini pemberian bantuan pinjaman modal akan menimbulkan risiko semakin besarnya subsidi
usaha yang paling memungkinkan adalah dengan yang akan ditanggung pemerintah di masa yang akan
menggunakan opsi I di mana pemerintah menetapkan datang. Tentu pemerintah tidak ingin pengalaman
target sasaran penerima bantuan pinjaman modal buruk pemberian subsidi seperti subsidi BBM terulang
usaha berdasarkan basis data terpadu, yaitu pengusaha kembali di masa yang akan datang. Selain itu, subsidi
yang termasuk kategori miskin dan rentan miskin pada yang terus menerus diberikan juga tidak memberikan
desil 1 sampai dengan 4 menurut pendapatan untuk insentif bagi petani untuk tidak mengandalkan subsidi
kemudian disalurkan bantuan kredit modal usaha di masa selanjutnya. Subsidi dari pemerintah sebaiknya
kepada mereka melalui LPDB dan koperasi. Mengingat digunakan untuk kegiatan yang sifatnya produktif dan
pengusaha yang masuk dalam kategori miskin dan membawa eksternalitas positif seperti pembangunan
rentan miskin pada desil 1 sampai dengan 4 sulit untuk infrastruktur dan penguatan kelembagaan.
mendapatkan akses permodalan ke perbankan, dalam Lebih lanjut, salah satu kendala mengapa kredit
jangka panjang pemerintah dapat mempertimbangkan program dengan skema subsidi bunga adanya proses
opsi II untuk mengembangkan/mengganti koperasi yang panjang dalam pengajuan pinjaman kredit
menjadi LKM, dengan pertimbangan bahwa LKM program. Bagi para petani yang merupakan sasaran
merupakan lembaga profesional yang harus tunduk terbesar penerima subsidi bunga, ketepatan waktu
penyaluran kredit merupakan hal yang sangat penting
Tabel 6. Opsi Skema Kredit Program mengingat usaha tani juga bergantung pada faktor
Opsi Opsi I Opsi II alam seperti curah hujan, sehingga lamanya proses
pencairan dana akan menjadi kendala tersendiri bagi
Skema LPDB → Koperasi/LKM LKM → penerima
→ penerima
para petani. Apabila hal tersebut terjadi maka tidak
menutup kemungkinan petani akan mengandalkan
Sumber dana Dana bergulir APBN Dana masyarakat lembaga keuangan informal yang ada di sekitar mereka
Pengelola LPDB LKM untuk memenuhi kebutuhan dana modal kerja.
Salah satu kunci untuk membantu para petani
Lembaga Koperasi/LKM Langsung atau
penyalur Koperasi non LKM/ dan pengusaha UMKM dalam memenuhi kebutuhan
Poktan/ Gapoktan modal untuk modal kerjanya adalah dengan
meningkatkan penetrasi lembaga keuangan sehingga
Kelebihan/ 1. Lembaga penyalur 1. Sumber dana
Keunggulan tersebar di seluruh berasal dari
mampu menjangkau mereka hingga di seluruh wilayah
daerah masyarakat Indonesia. Mengingat sebagian besar rumah tangga
2. Besarnya suku 2. Membuka miskin tinggal di wilayah perdesaan, sementara
bunga diatur ruang untuk sebagian besar lembaga keuangan formal saat ini berada
melalui PMK keterlibatan di wilayah perkotaan, maka upaya pengembangan dan
3. Koperasi memiliki pemda
pemberdayaan lembaga keuangan di perdesaan untuk
prospek menjadi 3. Ada supervisi
LKM di masa datang dari OJK melayani masyarakat yang tinggal di daerah tersebut.
Pemberdayaan lembaga keuangan mikro menjadi
Kekurangan/ 1. Jumlah dana 1. Biaya dana
salah satu cara untuk meningkatkan akses layanan
Kelemahan terbatas bisa lebih
2. Kendala besar → keuangan bagi masyarakat khususnya mereka yang
pengawasan di bunga tinggi masuk dalam kategori miskin dan rentan miskin
daerah 2. Dibutuhkan serta bagi mereka yang tinggal di wilayah perdesaan.
3. Risiko moral hazard LKM yang Mekanisme yang tersedia saat ini adalah melalui
4. Diperlukan tangguh dan pemberian dana bergulir kepada KUMKM yang dikelola
pendampingan mandiri
oleh LPDB KUMKM di bawah koordinasi Kementerian
Sumber: Berbagai sumber (diolah).

154 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 7, No. 2, Desember 2016 143 - 157
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Penyaluran Pemerintah melalui
dana bergulir melalui LPDB KUMKM saat ini dilakukan LPDB
secara langsung kepada penerima maupun melalui Subsidi & dukungan pemerintah

beberapa lembaga penyalur seperti koperasi simpan Channeling melalui Pinjaman bunga rendah
pinjam/unit simpan pinjam koperasi, perusahaan modal Koperasi
ventura, bank, dan lembaga keuangan bukan bank.
Koperasi dapat menjadi salah satu jalan untuk
meningkatkan akses layanan keuangan bagi masyarakat Debitur
miskin dan mereka yang tinggal di daerah perdesaan.
Sumber: Ilustrasi penulis.
Koperasi memiliki potensi untuk menjadi LKM mengingat
Gambar 6. Alternatif Pola Penyaluran Kredit Program
koperasi merupakan salah satu bentuk badan usaha LKM
yang diizinkan menurut Undang-Undang LKM tahun sebuah awal yang baik untuk merubah pola pemberian
2013. Selain memberdayakan koperasi sebagai penyalur subsidi kredit program dari subsidi kepada komoditas
dana bergulir, pemerintah juga dapat membantu dalam hal ini kredit kepada subsidi kepada institusi
memperkuat kelembagaan koperasi sehingga mampu penyalur kredit. Program seperti ini diharapkan dapat
menjadi LKM yang mandiri di masa yang akan datang. membantu mendukung tercapainya keuangan inklusif
Subsidi yang diberikan pemerintah sebaiknya di Indonesia sehingga nantinya dapat mendukung
didesain untuk mengembangkan infrastruktur bagi produktivitas masyarakat sekaligus mengurangi angka
pengembangan koperasi menjadi LKM di masa yang kemiskinan.
akan datang. Salah satu bentuk subsidi bagi LKM Seperti telah dipaparkan pada Tabel 1 bahwa
adalah melalui pinjaman bunga rendah kepada LKM pada pelaksanaan kredit program existing ada
untuk selanjutnya disalurkan kepada penerimanya. 2 skema pemberian subsidi yang diatur oleh
Namun pinjaman bunga rendah tersebut harus pemerintah, yaitu skema penjaminan dan skema
diberikan dalam jangka waktu yang terbatas dan subsidi bunga. Pada skema model kredit program
ditujukan untuk memberikan kemudahan bagi LKM tersebut, penulis juga merekomendasikan skema
tersebut untuk memperkuat kelembagaannya. Dengan subsidi bunga yang bersifat terbatas dan tergantung
kata lain, subsidi yang diberikan nantinya ditujukan pada jenis usaha debitur dan jenis komoditas yang
bagi pengembangan institusi LKM dan infrastruktur digarap jika calon debitur berada di sektor pertanian
pendukungnya. LKM yang tangguh dan mandiri karena variasi usaha dan jenis komoditas pertanian
diharapkan dapat melakukan mobilisasi dana yang dapat menjadi pertimbangan pemilihan jenis dan
ada di masyarakat yaitu menghimpun dana dari besaran subsidi. Pada kajian ini juga diberikan
masyarakat dalam bentuk simpanan untuk kemudian alternatif subsidi kepada penyalur/pelaksana kredit
disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk program yang dalam hal ini adalah koperasi sebagai
kredit atau pinjaman. lembaga perantara jika pemerintah benar-benar
Saat ini pemerintah telah memiliki Undang-Undang akan memilih LKM atau BLU sebagai penyalur/
LKM dan peraturan pendukungnya. Tentunya ini pelaksana kredit program tersebut.

Tabel 7. Perbandingan Beberapa Skema Subsidi Kredit Program


Skema Penjaminan Skema Subsidi Bunga Skema Subsidi Kepada Instansi Penyalur
1. Tetap memberikan akses kepada 1. Suku bunga yang ditanggung 1. Bunga yang ditanggung debitur bisa
unit usaha yang tidak memiiliki debitur lebih rendah lebih rendah karena institusi perantara
agunan 2. Dapat meminimalkan moral (koperasi) diberikan subsidi bunga oleh
Kelebihan

2. Risiko fiskal dari fluktuasi bunga hazard pemerintah


tidak ada 3. Bank meningkatkan 2. Memudahkan kerja LKM/BLU yang
3. Bank menurunkan prudentiality- prudentiality-nya sehingga ditunjuk karena koperasi yang mencari
nya sehingga biasanya penyerapan penyerapan kredit tinggi debitur, menagih pinjaman debitur
kredit tinggi
1. Suku bunga debitur lebih tinggi 1. Fluktuasi suku bunga pasar 1. Potensi moral hazard pada institusi
2. Adanya potensi moral hazard berpotensi menimbulkan perantara dapat diminimalkan melalui
Kelemahan

pada debitur untuk tidak melunasi risiko fiskal lembaga pengawas (LPDB)
pinjamannya karena sudah ada 2. Program subsidi ini akan 2. Adanya potensi salah sasaran/target
jaminan pemerintah cenderung bersifat permanen debitur sekedar untuk memperbanyak
(sulit meningkatkan status debitur sehingga koperasi dapat subsidi
debitur agar terlepas) dari pemerintah lebih besar
Sumber: Berbagai sumber (diolah).

Abdul Aziz dan Eko Wicaksono, Analisis Skema Alternatif Kredit Program untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah | 155
Beberapa poin penting tentang skema pem- sebuah lembaga keuangan mandiri di masa yang akan
berian subsidi pada kredit program yang penulis datang. Apabila LKM tersebut telah beroperasi dengan
rekomendasikan adalah seperti dipaparkan pada efisien, maka dukungan pemerintah tersebut dapat
Tabel 7. dialihkan kembali untuk mendukung pertumbuhan
LKM lainnya sehingga dana tersebut tetap bergulir
V. SIMPULAN DAN SARAN di masyarakat tanpa harus menambah beban fiskal
A. Simpulan pemerintah.
Berbagai jenis kredit program telah diterapkan Akan tetapi, terdapat hal lain yang juga perlu
di Indonesia dengan tujuan untuk memperluas akses untuk diperhatikan, yaitu pendampingan pemerintah,
keuangan bagi masyarakat khususnya mereka yang baik kepada debitur maupun LKM dalam implementasi
berpendapatan rendah. Selama ini program tersebut program tersebut. Pendampingan tersebut sangat
dilaksanakan oleh bank pelaksana yang ditunjuk oleh penting untuk memastikan bahwa kedua pihak tersebut
pemerintah melalui 2 skema, yaitu subsidi bunga dan telah menjalankan usahanya dengan memerhatikan
penjaminan. Namun, penerapan program tersebut prinsip efisiensi sehingga dana yang digunakan dapat
tidak terlepas dari permasalahan mendasar pada memberikan manfaat yang optimal bagi keduanya.
credit market, yaitu adverse selection dan moral
hazard. Masalah pertama akan menyebabkan kehati-
hatian pihak bank terhadap calon debitur, sedangkan
masalah kedua akan menyebabkan kredit tersebut
dimanfaatkan oleh orang yang tidak berhak atau DAFTAR PUSTAKA
tidak tepat. Kedua masalah tersebut secara tidak
langsung berkontribusi pada rendahnya penyerapan
kredit program oleh masyarakat dan tetap rendahnya
akses permodalan bagi masyarakat. Buku
Berdasarkan hasil evaluasi, perubahan skema Adams, D. W., Graham, D. H., & Pischke, J. V. (1984).
dan institusi penyalur kredit program menjadi salah Undermining rural development with cheap
satu solusi untuk meningkatkan akses permodalan credit. Boulder: Westview Press.
bagi masyarakat dengan keterbatasan ekonomi. LKM
Armendariz de Aghion, B. & Morduch, J. (2005). The
dianggap dapat meminimalkan risiko akibat kedua
economics of microfinance. Cambridge: The MIT
permasalahan dasar tersebut. LKM, khususnya yang
Press.
berbentuk koperasi memiliki akses informasi yang
baik terhadap calon debitur yang merupakan anggota Banerjee, A. (2003). Contracting constraints, credit
dari koperasi tersebut, sehingga permasalahan markets and economic development. Advances
terkait adverse selection dan moral hazard dapat in economics and econometrics, theory and
diminimalkan. Dalam skema ini terdapat pula application, eight world congress, Vol. 3.
supervisi dari lembaga pengawas, seperti LPDB, Cambridge: Cambridge University Press.
sehingga dapat meminimalkan adanya moral hazard Karlan, D. & Morduch, J. (2009). Access to finance.
dari lembaga penyalur itu sendiri. Handbook of Development Economics, Vol. 5.
Berkembangnya LKM akan mendukung terciptanya North Holland: Elsevier.
sebuah pasar permodalan yang efisien bagi masyarakat
dengan keterbatasan ekonomi, khususnya mereka yang
sedang menjalankan usaha. Dengan demikian, akses Jurnal
permodalan bagi masyarakat berpenghasilan rendah Aghion, P. & Bolton P. (1997). A theory of trickle-
dapat ditingkatkan dan dapat membantu mereka untuk down growth and development. Review of
terhindar dari garis kemiskinan. Economic Studies, 64 (2), 151-172.
Ashari. (2009). Optimalisasi kebijakan kredit program
B. Saran sektor pertanian di Indonesia. Analisa Kebijakan
Pemerintah dapat menggunakan sumber daya Ekonomi, 7(1), 21-42.
yang tersedia saat ini untuk membantu mengem-
bangkan LKM di Indonesia. Penguatan LKM dapat Banerjee, A. & Newman, A. (1993). Occupational
diberikan melalui skema dana bergulir yang telah choice and the process of development. Journal
dijalankan melalui LPDB-KUMKM. Melalui skema of Political Economy, Vol. 101, 274-298.
tersebut pemerintah dapat memberikan dukungan
permodalan dan sumber dana dengan biaya rendah
untuk mendukung pengembangan LKM menjadi

156 | Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 7, No. 2, Desember 2016 143 - 157
Burgess, R. & Pande, R. (2005). Do rural banks Sumber lainnya
matter? Evidence from the Indian Social Arifin, B. (2013). Best practice kredit sektor pertanian,
Banking experiment. The American Economic FGD Penyusunan Model Penyerapan Kredit Sektor
Review, 95(3), 780-795. Pertanian. BKF-Kementerian Keuangan, Jakarta.
Mainsah, E., Heuer, S. R., Kalra, A., & Zhang, Q. Aziz, A. (2013). Upaya optimalisasi penyerapan kredit
(2004). Grameen Bank: Taking capitalism to sektor pertanian. Majalah Info Risiko Fiskal, Edisi 2.
the poor. Chazen Web Journal of International Jakarta: Kementerian Keuangan, 17-22.
Business, Spring 2004, 1-28.
Kemenkop dan UKM. (2015). Laporan Tahunan
Swain, R. B. (2002). Credit rationing in rural India. Kementerian Koperasi dan UKM Tahun 2015.
Journal of Economic Development, 27(2), 1-20. Jakarta: Kemenkop dan UKM, 1-122.
Tim Pelaksana Komite Kebijakan Penjaminan Kredit/
Sumber Digital Pembiayaan Kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah,
Bank Indonesia. (2015). Statistik perbankan Indonesia. dan Koperasi. (2012). Standar operasional dan
Diperoleh tanggal 10 Agustus 2015, dari http:// prosedur pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (SOP-
www.bi.go.id/id/statistik/perbankan/indonesia/ KUR). Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang
Pages/spi_0415.aspx. Perekonomian RI.
TNP2K. (Tidak ada tahun). Program Kredit Usaha
Rakyat (KUR). Diperoleh tanggal 30 Agustus
2016, dari http://www.tnp2k.go.id/id/tanya-
jawab/klaster-iii/progam-kredit-usaha-rakyat-
kur/.

Abdul Aziz dan Eko Wicaksono, Analisis Skema Alternatif Kredit Program untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah | 157

You might also like