Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
usia hingga satu tahun, yaitu sepertiganya terjadi dalam satu bulan pertama
setelah kelahiran dan sekitar 80 persen kematian neonatal ini terjadi pada
baru lahir; rendahnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak
khususnya pada masa persalinan dan segera sesudahnya; serta perilaku (baik
yang bersifat preventif maupun kuratif) ibu hamil dan keluarga serta
kelahiran hidup, jauh lebih tinggi daripada golongan terkaya sebesar 17 per
balita dan bayi seperti infeksi saluran pernafasan akut, diare dan tetanus, lebih
1
miskin ini terutama disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap pelayanan
kehamilan, kelahiran, dan perawatan bayi baru lahir yang lebih sehat.
dan masyarakat, terutama perilaku hidup bersih dan sehat, termasuk upaya
bayi baru lahir dan akan membawa berbagai dampak pada periode neonatal
(Radityo, 2011). Diperkirakan bahwa sekitar 23% dari seluruh angka kematian
proporsi lahir mati yang lebih besar (Depkes, 2007). Laporan dari World
Rumah Sakit Propinsi Jawa Barat ialah 25,2%, dan angka kematian karena
2
(Dharmasetiawani, 2008).
kejadian asfiksia neonatorum adalah usia ibu, status kunjungan antenatal care,
riwayat obstetri, kelainan letak janin, ketuban pecah dini, persalinan lama,
berat lahir bayi, dan tindakan sectio caesarea. Asfiksia akan menyebabkan
keadaan hipoksia dan iskemia pada bayi. Hal ini berakibat kerusakan pada
dilakukan oleh Mohan. bahwa kerusakan organ ini sebagian besar terjadi pada
ginjal (50%), sistem syaraf pusat (28%), sistem kardiovaskular (25%), dan
paru (23%).
mortalitas pada bayi baru lahir di negara berkembang maupun di negara maju.
berhubungan dengan masa gestasi dan berat lahir (Snyder dan Cloherty,
kurang memadai (Manoe, 2009). Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
dirawat dengan diagnosa asfiksia berjumlah 20 bayi pada tiga bulan terakhir,
terhitung mulai bulan Agustus – Oktober 2018. Maka dari itu, dengan jumlah
bayi yang dirawat cukup banyak, kami tertarik untuk membuat makalah
3
seminar kami dengan mengangkat kasus asfiksia.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
baru lahir.
C. Manfaat
4
3. Bagi Mahasiswa
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.DEFINISI
postkonsepsi (PCA) dimana PCA adalah usia kehamilan pasca kelahiran. Neonatus
sendiri dibagi menjadi neonatus awal dengan usia hingga tujuh hari pertama dan
neonatus akhir yaitu dari hari ke-7 sampai hari ke-28. Bayi baru lahir (newborn)
adalah bayi dalam waktu 24 jam pertama lahir sedangkan infant adalah anak
bertanya. Bayi kurang bulan (premature) yaitu yang lahir kurang dari 37 minggu.
Bayi cukup bulan (mature) yaitu bayi yang lahir antara 37-42 minggu, sedangkan
bayi lebih bulan (postmature) yaitu bayi yang lahir lebih dari 42 minggu. Menurut
beratnya, dikatakan kecil massa kehamilan (KMK) apabila bayi yang lahir dengan
berat dibawah percentile 10, sesuai massa kehamilan (SMK) apabila berada
diantara percentile 10-98, dan diatas percentile 98 artinya besar massa kehamilan
(BMK).2
Meskipun bayi KMK beratnya dapat sama dengan bayi premature, akan
memiliki hutang gizi dan kekurangan lemak tubuh yang dapat meningkatkan resiko
penuturan jumlah cadangan glikogen dalam tubuh. Sel darah merah (RBC) dan
6
Volume darah total pada bayi KMK lebih tinggi dibandingkan pada bayi premature.
Peningkatan RBC ini dapat berperan dalam terjadinya polisitemia yang berperan
Pemeriksaan fisik pada bayi premature didapatkan kulitnya lebih tipis dan
pertumbuhan tulang rawan telinga belum sempurna, pada wanita testisnya biasanya
Berat badan bayi lahir dapat turun 10% dibawah berat badan lahir pada
makanan membaik ketika kolostrum diganti dengan susu yang lebih berlemak. Bayi
harus terus tumbuh dan melebihi berat badan lahir pada saat umur 2 minggu dan
bayi baru lahir seringkali tidak terkontrol kecuali pandangan mata, pergerakan
kepala dan penghisapan. Senyum terjadi tanpa keinginan sendiri, menangis sering
kali terjadi terhadap respon yang tidak jelas meskipun terkadang mungkin jelas
kelihatan (popoknya basah). Puncak menangis secara normal yaitu sekitar usia 6
minggu, bayi dapat menangis hingga 3 jam/hari kemudian berkurang menjadi 1 jam
7
o Kepalanya relatif lebih besar dan lehernya lebih pendek.
tetapi hal ini masih dipertanyakan. Beberapa neonatus mungkin tidak dapat
tersumbat.
o Posisi laring lebih ke daerah cephalic (C4) ke arah anterior dan axis
o Jalan napas akan sangat sempit pada daerah kartilago krikoid tepat dibawah
dari plika vokalis. Kartilago ini merupakan satu – satunya bagian yang dapat
pada jalan napas. Trauma pada jaringan ini akan menyebabkan edema, bahkan
tampak posterior pada sudut 45 derajat diatas dari glottis. Biasanya, epiglottis
terlihat.
o Bronkus utama kanan lebih luas dibandingkan yang kiri dan lebih mendatar.
o Diafragma tinggi
o Karena tulang rusuknya lebih horizontal, ventilasi dari bayi – bayi umumya
8
pernapasan diafragma, terutama apabila traktus gastrointestinalnya mengalami
berlangsung cepat, ireguler, dan akan teratur selama kehamilan yang cukup
sepanjang trimester ketiga, berbeda dengan keadaan saat tidur pada fetus dan
terhadap pernapasan dari fetus, dan hipoksemia yang berat akan menimbulkan
masa kehamilan, produksi dari surfaktan dibuat oleh pneumosit tipe II.
umumnya terbentuk dengan baik pada neonatus sehat yang lahir normal, akan tetapi
ventilasi dari neonatus terhadap hiperkapnia lebih kurang bila dibandingkan dengan
bayi-bayi yang lebih tua, dan bertambah buruk pada nenonatus yang preterm.
9
Segala peningkatan dari kerja pernapasan tidak berlangsung dengan baik. Kurva
kemiringan terhadap respon karbon dioksida lebih menurun pada bayi-bayi yang
terhadap hiperkapnia.
Respon ventilasi dari neonatus terhadap hipoksia dipengaruhi oleh berbagai faktor,
termasuk masa kehamilan dan masa postnatal, suhu badan, dan keadaan saat tidur.
Bayi-bayi preterm maupun aterm yang berusia 1 minggu lebih maka muda yang
bifasik terhadap hipoksemia, sebuah periode singkat dari hiperpneu yang diikuti
oleh depresi ventilasi. Bayi-bayi yang mengalami hipotermia dan bayi-bayi preterm
yang bertubuh kecil berespon terhadap hipoksemia dengan cara depresi ventilasi
tanpa adanya inisial hiperpneu. Depresi ventilasi ini disebabkan oleh efek sentral
dari hipoksia pada daerah korteks dan medulla. Kemoreseptor perifer, walaupun
sudah aktif pada masa neonatus tetapi tidak mampu menjaga peningkatan yang
signifikan dari respon hipoksia. Bayi -bayi memperlihatkan respon yang kurang
terhadap hipoksia selama masa tidur REM (rapid eye movement). Pada neonatus,
hipoksia juga menekan respon ventilasi terhadap karbon dioksida. Hipoksia akan
Refleks yang berasal dari paru-paru dan dinding dada kemungkinan lebih
10
ini aktif pada masa neonatus, bahkan lebih baik pada bayi-bayi preterm. Refleks ini
menghilang selama Masa tidur REM dan secara progresif menurun pada minggu-
distimulasi oleh inflasi paru-paru yang kecil, aktif pada masa neonatus. Refleks ini
selama kurang lebih 5-10 detik) terjadi pada banyak bayi-bayi preterm maupun
aktivitas kemoreseptor perifer. Pada bayi - bayi preterm, peningkatan PaCO2 lebih
besar daripada normal terjadi pada episode pernapasan periodik tersebut, akan
tetapi detak jantungnya tidak mengalami perubahan secara signifikan. Pada bayi -
bayi yang aterm, hipokapnia mungkin terjadi selama periode pernapasan periodik
tersebut, yang tampaknya tidak memiliki masalah fisiologi yang serius dan
periodik hanya terjadi sekitar 3% dari waktu pernapasan tanpa apneu; fraksi yang
lebih besar dari pada itu pada bayi - bayi aterm kemungkinan merupakan tanda
bahaya dari abnormal kontrol dari ventilasi. Beberapa bayi - bayi preterm
memperlihatkan bahaya yang lebih jauh dan ancaman jiwa yang sungguh - sungguh
dari episode apneu tersebut. Hal ini umumnya terjadi selama 20 detik dan diiringi
diikuti oleh bradikardi yang signifikan (<80 kali/menit). Patogenesis dari apneu
pada bayi - bayi yang preterm belum sepenuhnya diketahui secara pasti. Apneu
karena hal ini cenderung akan membaik pada jaringan otak yang matang.
11
Bagaimanapun, variasi mekanisme patofisiologi adalah rumit. Episode apneu
mungkin hasil dari kegagalan dari mekanisme kontrol pusat (sentral apneu); hal ini
termasuk tidak adanya kegagalan ventilasi. Hal ini mungkin diakibatkan oleh
obstruksi jalan napas (obstruktif apneu), dimana dalam kasus ini mungkin terjadi
namun tidak ada pertukaran gas terjadi. Obstruktif biasa terjadi pada nasofaring,
faring, atau hipofaring dari bayi - bayi. Apneu kombinasi (sebuah kombinasi dari
sentral dan obstruktif) mungkin juga terjadi dan sebuah tipe kemungkinan menjadi
tipe lainnya (obstruktif apneu mungkin berkembang menjadi apneu sentral). Apneu
mungkin terjadi dari kegagalan otot-otot ventilasi. Banyak episode apneu terjadi
selama masa tidur REM, hal ini mungkin terjadi karena kelelahan otot-otot ventilasi
idiopatik, hal ini bisa juga merupakan sebuah gejala dari proses penyakit tertentu,
apneu. Pengobatannya adalah dengan stimulasi taktil atau apabila hal ini gagal,
dengan terapi menggunakan aminofilin atau kafein (stimulasi sentral) atau melalui
pemberian tekanan positif pada jalan napas (meningkatkan aktifitas refleks dari paru
- paru dan dinding dada). Bayi-bayi preterm dan bayi-bayi yang pernah lahir
preterm hingga umur 60 minggu setelah konsepsi, terutama bayi dengan anemia,
adalah sangat berisiko untuk mengalami postoperatif apneu bahkan ketika bebas
apneu saat dilakukannya anestesi. Bayi ini akan mendapatkan keuntungan dari
pengawasan postoperatif yang tepat di ICU maupun unit observasi yang sejenis
12
2. Otot - Otot Respirasi
1. Tipe I: Serat otot oksidatif tinggi yang dapat dianggap lambat berkontraksi,
resisten kelelahan, serat otot maraton. Serat otot ini membantu untuk
2. Tipe II: Serat Otot oksidatif rendah, serat otot yang cepat berkontraksi yang
aktif untuk jangka waktu yang singkat, tetapi tidak dapat mempertahankan
(rapid eye Movement) di mana aktivitas otot interkostal dihambat dan gerakan
paradoks dari dinding dada lunak terjadi. Ini dikompensasi dengan perluasan
tertentu pada diafragma. Saat fetus melewati jalan lahir terjadi kompresi pada dada,
memaksa banyak cairan yang berasal dari paru untuk keluar lewat hidung dan
mulut. Pada saat keluar, kompresi ini berkurang dan udara terisap masuk ke dalam
paru. Stimulus perifer pada neonatus (dingin, sentuhan, temperature, dll) dan
13
seperti peningkatan tekanan parsial oksigen atau pemindahan pusat inhibisi
paru neonatus. Sisa cairan paru dikeluarkan beberapa hari setelah kehidupan oleh
jaringan limfatik pulmoner dan pembuluh darah. Bayi - bayi yang keluar melalui
seksio cesaria tidak sama dengan neonatus yang mengalami tahanan di daerah dada
dan mungkin akan memiliki cairan sisa yang lebih banyak pada paru - paru. Hal ini
transien.
kecenderungan ini tergantung dari tipe serat otot yang ada. Pada diafragma, 10%
dari serat otot adalah tipe I (lambat berkontraksi, oksidatif tinggi, resisten terhadap
lelah) pada bayi - bayi preterm, dimana akan meningkat sebanyak 25% pada bayi -
bayi aterm, dan mencapai maksimum hingga 55% (tingkat orang dewasa) setelah 8
bulan post-partum. Di interkostal, 20%, 46%, dan 65% tipe seratnya adalah tipe I
pada grup usia yang sama, dengan tingkat maksimumnya dicapai dalam 2 bulan
Ventilasi juga dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi selama periode tidur. Bayi
preterm menghabiskan 50% hingga 60% waktunya untuk berada pada waktu tidur
REM, selama waktu ini, aktivitas otot interkostal dihambat dan pergerakan
paradoksikal dari dinding dada halus akan terjadi. Penurunan aktivitas otot
terbuang ketika tulang iga bergerak paradoksikal dan mungkin akan menimbulkan
kelemahan diafragma.
14
3. Mekanisme Respirasi
Secara umum mekanisme Pernapasan pada bayi yang baru lahir lebih
Tulang rusuk lebih horizontal dan tidak memiliki gerakan bucket handle seperti
orang dewasa. Oleh karena itu, ada sedikit ekspansi Antero - posterior dan
Gambar. 4.5. Sebuah perbandingan mekanism pernafasan pada anak dan dewasa.
Sternum dan rongga toraks yang lunak dan elastis sehingga timbul gerakan
paradoks
Diafragma tinggi dan pergerakannya seperti piston. Ini adalah otot yang paling
penting dari respirasi. Diafragma, seperti dalam kasus distensi dari lambung
cairan menghilang dari paru-paru. Tahanan dinding dada oleh bayi (terutama bayi
preterm) adalah besar, oleh karena itu tahanan total kira-kira sebesar kapasitas
paru-paru. Komplians dinding dada yang besar ini menyebabkan kekuatan yang
15
relatif lemah untuk menjaga FRC (functional residual capacity I kapasitas residu
fungsional) dan untuk melawan aksi dari diafragma. FRC dari bayi kecil dijaga oleh
tingkat pernafasan yang cepat, titik akhir ekspirasi, kontrol ekspirasi, dan aktivitas
tonus dari otot - otot ventilasi. Tidak mengherankan bila penurunan yang cukup
besar pada FRC terjadi dengan apneu dan selama anestesi ketika agen inhalasi
Penurunan yang besar pada FRC disertai penutupan pada jalan napas dan
gangguan oksigenasi. Inhibisi otot interkostal selama waktu tidur REM atau dengan
agen anestesi inhalasi menyebabkan kelemahan dari dinding dada dan hasilnya
ini ditandai ditambah oleh segala jenis obstruksi pada jalan napas. Saat anak
tumbuh melampaui usia bayi dan masa kanak-kanak, tulang iganya menjadi kaku
sehingga kemudian menjadi lebih baik dalam melawan aksi dari diafragma dan
dibutuhkan untuk mengoptimalkan inflasi dari paru-paru yang sama dengan bayi-
bayi sehat, anak, dan dewasa. Selama ventilasi artifisial, tekanan puncak inspirasi
Jalan udara pada daerah hidung berkontribusi pada 50% dari total resistensi
jalan napas pada bayi-bayi dan sedikit berkurang pada bayi-bayi Afrika-Amerika.
Insersi dari NGT (nasogastric tube) meningkatkan resistensi ini sebanyak 50%.
Jalan udara pada hidung biasanya ukurannya tidak sama; apabila sebuah NGT
sehingga memiliki efek yang lebih kecil pada resistensi total pada jalan udara pada
hidung. Resistensi jalan udara periferal pada neonatus adalah kecil tetapi meningkat
16
seiring dengan bertambahnya umur.
4. Volume Paru
Pada bayi aterm, kapasitas total paru - paru adalah sekitar 160 ml; FRC
sekitar setengah dari volume ini. VI kira - kira 16 ml (6-7 ml/kg) dan Vd adalah
sekitar 5 ml (30% dari VI). Sehubungan dengan ukuran tubuh, semua volume
tersebut sama dengan nilai pada orang dewasa. Dengan catatan, bagaimanapun,
terdapat ruang rugi di anestesi atau sirkuit ventilator yang lebih signifikan dengan
hubungannya kepada volume yang kecil pada bayi (5 ml ruang rugi akan
Va yang tinggi ini pada bayi - bayi akan menghasilkan rasio Va : FRC 5 : 1 ,
sebagai "buffer" yang kurang efektif pada bayi, oleh karena itu perubahan dalam
konsentrasi gas yang diinspirasikan (termasuk gas anestesi) adalah lebih cepat
CV (vital capacity) relatif lebih besar pada bayi - bayi dan anak berusia
muda disbanding dewasa muda; itu mungkin melebihi FRC untuk mengganggu Vt
selama inspirasi normal. Penutupan jalan napas selama respirasi normal dapat
menjelaskan penurunan nilai normal dari Pao2 pada bayi - bayi dan neonatus.
Penurunan FRC, yang biasanya terjadi selama anestesi umum dan timbul pada
aDCh. Bayi ataupun anak - anak, penurunan terbesar pada FRC. Penurunan FRC
pada intraoperatif mungkin sebagian dibalikkan oleh tekanan positif jalan napas
17
yang terus-menerus.
udara lebih kecil pada bayi (2,8m2). Area ini berhubungan dengan tingkat metabolik
yang tinggi terhadap oksigen, hal ini tampak pada rasio perbandingan antara area
permukaan dan rata - rata konsumsi oksigen lebih kecil pada bayi dibandingkan
cadangan pada pertukaran gas. Pada beberapa kasus, sisa jaringan paru yang masih
5. Kerja Pernapasan
Otot - otot respirasi umumnya tidak dapat melawan resistensi jalan udara
dan rekoil elastik dari paru - paru dan dinding dada. Dua faktor ini menyatakan
menggunakan energy otot yang minimal untuk setiap anak. Oleh karena waktu
konstan pada paru bayi relatif lebih kecil, ventilasi alveolar yang efisien dapat
dicapai pada tingkat respirasi yang tinggi. Pada neonatus, tingkat respirasi 37
kali/menit sudah diperhitungkan merupakan jumlah yang paling efisien. Bayi – bayi
aterm serupa dengan orang dewasa yang memerlukan 1% dari energi metabolik
mereka untuk menjaga ventilasi; oksigen yang dibutuhkan pada pernapasan adalah
0,5 ml / 0,5 L dari ventilasi. Bayi preterm memiliki jumlah oksigen yang
dibutuhkan lebih besar saat pernapasan (0,9 ml/0,5 L), dimana akan mengalami
peningkatan apabila paru - parunya sakit, seperti pada RDS atau bronkopulmoner
displasia.
18
6. Surfaktan Paru
udara-cairan pada alveoli juga menurunkan tenaga yang dibutuhkan untuk ekspansi
ulang. Surfaktan utama pada paru adalah lecithin, yang diproduksi oleh pneumosit
tipe II. Jumlah lecithin pada paru fetus meningkat secara progresif, dimulai sejak 22
minggu semenjak kehamilan dan meningkat secara tajam pada umur 35-36 minggu
kehamilan dimana parunya sudah matang. Produksi lecithin dari paru dapat dinilai
hal ini digunakan untuk mengukur maturitas paru dan memprediksikan terjadinya
RDS. Rasio L/S biasanya kurang pada umur 1 hingga 32 masa kehamilan,
menderita RDS. Jalur biokimia untuk produksi surfaktan kemungkinan ditekan oleh
terhadap kelainan abnormal tersebut pada neonatus yang sakit sangatlah penting.
Inhalasi agen anestesi nampaknya memiliki efek yang kecil pada produksi
surfaktan. Maturasi dari proses biokimia pada paru fetus in uteri dapat dipercepat
19
c. Surfaktan buatan
Baik surfaktan alami ataupun sintetik, telah terbukti efektif dalam terapi
dan pencegahan RDS. Pada beberapa penelitian ternyata surfaktan alami dapat
memberikan perbaikan yang lebih cepat dibandingkan sintetik dalam hal lebih
sedikit pemaparan dengan antigen binatang serta harganya yang lebih murah.2
Jumlah alveoli meningkat secara cepat dalam 6 tahun pertama, hampir mencapai
jumlah orang dewasa, tetapi terus berkembang hingga masa remaja. Pada anak -
anak kecil, ukuran yang kecil pada jalan napas periferal mungkin merupakan salah
1. Sirkulasi Fetus
Pada janin, aliran darah tidak mengikuti rute yang sama dengan rute setelah
bahwa janin tidak bernafas, sehingga paru tidak berfungsi. Janin memperoleh O2
dan mengeluarkan CO2 melalui pertukaran dengan darah ibu menembus plasenta.
Karena darah tidak perlu mengalir ke paru untuk menyerap O2 dan mengeluarkan
CO2, pada sirkulasi janin terdapat 2 jalan pintas: (1) Foramen oval, suatu lubang di
septum antara atrium kanan dan kiri, dan (2) duktus arteriosus, suatu pembuluh
20
yang menghubungkan arteri pulmonalis dan aorta ketika keduanya keluar dari
jantung.
Darah beroksigen tinggi dibawa dari plasenta melalui vena umbilikalis dan
dikembalikan ke atrium kanan dari sirkulasi sistemik, darah adalah campuran dari
darah beroksigen tinggi dari vena umbilikalis dan darah vena yang beroksigen
rendah yang kembali dari jaringan janin. Selama masa janin, karena tingginya
resistensi yang diakibatkan oleh paru yang kolaps, tekanan diseparuh kanan jantung
dan sirkulasi paru lebih tinggi daripada diseparuh kiri jantung dan sirkulasi
tekanan antara atrium kanan dan kiri, sebagian darah campuran yang beroksigen
cukup yang kembali ke atrium kanan segera disalurkan ke atrium kiri melalui
foramen ovale. Darah ini kemudian mengalir ke dalam ventrikel kiri dan dipompa
mengalirkan darah melalui arteri umbilikalis agar terjadi pertukaran dengan darah
ibu melalui plasenta. Sisa darah di atrium kanan yang tidak segera dialihkan ke
atrium kiri mengalir ke ventrikel kanan yang memompa darah ke arteri pulmonalis.
Karena tekanan di arteri pulmonalis lebih besar daripada tekana di aorta, darah
dialirkan dari arteri pulmonalis ke dalam aorta melalui duktus arteriosus mengikuti
penurunan gradient tekanan. Dengan demikian, sebagian besar darah yang dipompa
keluar dari ventrikel kanan yang ditujukan ke sirkulasi paru segera dialihkan ke
nonfungsional.
Saat lahir, foramen ovale menutup dan menjadi jaringan parut kecil yang
21
dikenal sebagai fosa ovalis di septum atrium. Duktus arteriosus kolaps dan akhirnya
arteriosum.5
aliran darah ke paru - paru meningkat dengan pesat ketika aliran plasenta terhenti.
Ketika paru - paru mengembang dan terisi dengan gas, resistensi vaskuler pulmoner
menurun yang ditandai oleh efek mekanik pada pembuluh darah dan relaksasi tonus
vasomotor pulmoner ketika pO2 meningkat dan tekanan parsial dari CO2 menurun
di gas alveolar. Resistensi vaskuler pulmoner menurun sebanyak 80% dari tingkat
prenatal dalam beberapa menit setelah inisiasi normal dari respirasi. Ketika
resistensi vaskuler pulmoner menurun, aliran darah ke paru - paru dan kemudian
melalui vena pulmonal ke atrium kiri meningkat, peningkatan tekanan di atrium kiri
Di saat yang bersamaan, ketika aliran plasenta terhenti karena jepitan dari
konstriksi arteri umbilikal, dalam jumlah yang besar, resistensi vaskuler yang
yang besar dari resistensi sistemik vaskuler dan penurunan pada aliran darah vena
cava inferior dan tekanan atrium kanan. Peningkatan pada resistensi sistemik
vaskuler dan secara bersamaan penurunan pada resistensi sistemik pulmoner akan
meningkatkan tekanan aortic diatas dari arteri pulmoner. Aliran darah yang
melewati duktus arteriosus kembali (menjadi kiri ke kanan) dan duktus tersebut
akan terisi dengan darah yang teroksigenasi. Peningkatan lokal pO2 ( ke tingkat
yang lebih besar dari 50 sampai 60 mmHg) menyebabkan dinding muskuler dari
22
duktus arteriosus mengalami konstriksi sekunder melalui respon yang dimediasi
oleh prostaglandin. Aliran mungkin akan tetap melewati duktus tersebut selama
Normalnya, bagaimanapun aliran yang melewati duktus akan tidak begitu berarti
dalam 15 jam. Penutupan permanen dari duktus biasanya selesai dalam 5 hingga 7
dan vena cava inferior, juga menutup secara sempurna dalam beberapa hari setelah
kelahiran. Jalur ini menghasilkan aliran yang melewati sirkulasi hepatik dan
3. Sirkulasi Neonatus
Pada neonatus yang sehat, dinding yang tipis pada ventrikel kanan
melampaui pada ventrikel kiri. Hal ini dapat dilihat pada ECG, yang
menggambarkan axis diatas dari 180 derajat selama minggu pertama kehidupan.
hingga 6 bulan, rasio ukuran ventrikel dewasa dicapai (axis sekitar +90 derajat).
Selama periode neonatus yang berlangsung cepat, detak jantung adalah antara 100
hingga 170 kali per menit dan iramanya regular, detak jantung secara berangsur -
angsur menurun. Sinus aritmia umumnya pada anak - anak. Segala irama irreguler
Tekanan daraii sistolik sekitar 60 mmHg pada neonatus aterm, dan tekanan
diastoiik adalah 35 mmHg. Pada bayi preterm mengalami penurunan tekanan arteri,
23
Miokardium pada neonatus berisi jaringan kontraktil yang rendah dan lebih
output. Penurunan komplians ventrikel dari neonatus juga tergantung oleh tekanan
pengisian yang adekuat, sehingga hipovolemia akan diikuti oleh penurunan dari
cardiac output. Dengan demikian cardiac output bergantung pada kecepatan dan
pengisian. Pada bayi, kegagalan satu ventrikel dengan cepat diikuti gangguan
dengan demikian terjadi ketergantungan yang besar pada ionisasi kalsium. Saat
progresif mengambil tugas yang dominan pada regulasi kalsium intraseluler, yang
sesuai dengan jantung orang dewasa. Tugas utama dari sarkolema pada regulasi
kalsium termasuk miosit mungkin menjelaskan sensitifitas yang besar dari neonatus
kalsium). Hal ini juga mungkin menjelaskan efek depresan jantung yang berat
akibat obat - obat penghambat saluran kalsium atau pengaturan cepat dari produk
24
darah yang di sitrasi seperti plasma segar atau trombosit pada neonatus.4
Innervasi autonom pada jantung masih belum komplit pada neonatus dan
terdapat elemen simpatis yang relatif masih kurang. Hal ini lebih lanjut mungkin di
output, dimana rata - rata dua hingga tiga kali dalam orang dewasa pada milliliter
per kilogram berat badan dan berhubungan dengan jumlah metabolik. Total
pembuluh darah yang kaya pada neonatus (18%— dua kali dari orang dewasa) dan
berakibat pada penurunan tekanan arteri sistemik walaupun cardiac output yang
dihasilkan besar.
4. Sirkulasi Pulmonar
pertama kehidupan. Hal ini dihubungkan dengan regresi paralel pada tipisnya
lapisan dinding medial dari arteriol pulmonar. Selama masa neonatus, resistensi
vaskuler pulmonar masih tinggi dan otot pembuluh darah pulmonar bereaksi tinggi.
dihasilkan oleh beberapa stimulus, tekanan bagian kanan dalam jantung akan
berakibat ke bagian kiri dan shunt kanan ke kiri akan terjadi melalui duktus
arteriosus atau foramen ovale. Kegagalan ventrikel kanan, secara cepat dapat
25
progresif menuju kegagalan biventrikuler.
yang terus - menerus atau penyakit jantung sianotik (tetralogi fallot) atau aliran
darah pulmonar yang berlebihan menghasilkan shunt kiri ke kanan (defek septum
ventrikuler, patent duktus arteriosus, dll) mungkin disebabkan oleh persistensi dari
tingginya resistensi vaskuler pulmonar pada masa kanak - kanak. Pada awalnya,
Nitrat oxide telah diidentifikasi sebagai salah satu faktor yang dapat
paru untuk mengatur tonus vaskuler pulmoner. Hal ini yang dijadikan acuan untuk
yang meningkat.4
efek yang besar terhadap fisiologi pada bayi yang baru lahir.
26
1. Metabolisme Glukosa
melalui jalur plasenta. Terdapat penambahan cadangan glukosa pada hati, tulang
dan otot jantung pada tahap akhir perkembangan fetus tetapi dengan sedikit
glukoneogenesis. Bayi yang baru lahir masih bergantung pada glikolisis sampai
adanya masukan dari luar. Setelah lahir, bayi akan menghabiskan cadangan gula
hatinya dalam 2-3 jam. Pada bayi KMK glikogen akan lebih mudah habis
a. Hipoglikemia
banyak studi menyebutkan otak dapat melepaskan substrat selain glukosa khususnya
pada priode baru lahir, namun tidak ada satupun substrat yang berhasil
pusat. Tanda klinis dari hipoglikemia kurang begitu jelas, dapat ditemukan bayi
yang menangis keras ataupun lemah, sianosis, apnea, apati, kejang, pergerakan
mata yang abnormal, suhu yang tidak stabil, hipotoni dan kemampuan mengisap
yang lemah. Pada beberapa bayi dapat tidak menunjukkan tanda-tanda tersebut
hipoksia, diabetes ibu, infuse glukosa pada ibu dalam persalinan menambah insides
hipoglikemia. Kadar glukosa serum menurun sesudah lahir sampai usia 1-3 jam.
Pada bayi cukup bulan yang sehat kadar glukosa serumnya jarang kurang <35
27
mg/dl antara usia 1-3 jam, <40 mg/dl dari usia 3-24 jam, dan <45 mg/dl sesudah 24
jam.3
Hipoglikemia pada neonatus diartikan dengan kadar gula darah <40 mg/dl.
Setelah 72 jam dari kelahiran, kadar glukosa plasma seharusnya lebih tinggi atau
minimal sama dengan 40 mg/dl. Meskipun tidak ada ambang batas spesifik, kadar
glukosa darah <20 mg/dl atau tetap rendah selama lebih dari 1-2 jam dapat
o Bayi-bayi dari ibu yang menderita diabetes mellitus atau diabetes selama
kehamilan
yang mengalami malnutrisi intrauteri, bayi kembar, dan bayi dengan kelainan
plasenta.
o Bayi yang amat immature atau menderita sakit berat dan juga bayi yang lahir
masuk rumah sakit dan dikontrol secara berkala. Apabila kadar glukosa darah turun
segera dibolus 1-2 ml/kg (4-8 mg/kg/min) glukosa 10% iv. Meskipun jarang,
28
hidrokortison, glukagon, atau somatostatin dapat digunakan untuk penanganan
b. Hiperglikemia
140 mg/dl. Hal ini biasanya iatrogenik, dan menghasilkan keadaan hiperosmolar
merupakan masalah yang biasa terjadi pada pemakaian total parenteral nutrition
(TPN) pada bayi yang sangat immature (<30 minggu) atau bayi yang lahir dengan
berat kurang dari 1,1 kg. Hiperglikemia ini terjadi sehubungan dengan resistensi
intraventrikular serta kehilangan kadar air dan elektrolit. Untuk itu kadar glukosa
normoglikemia dan sangat membantu litamanya pada bayi dengan berat badan
sangat kurang.
A. DEFINISI
teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai
disebut mengalami asfiksia bila memenuhi kondisi sebagai berikut: (i) nilai
29
Apgar 0-3 menetap lebih dari 5 menit, (ii) adanya asidosis pada pemeriksaan
darah tali pusat (pH<7,0), (iii) terdapat gangguan neurologis, seperti kejang,
dengan penyebab bisa faktor ibu, faktor bayi, dan faktor plasenta. Beberapa
B. Etiologi
30
a. Penyakit infeksi akut
e. Anemia berat
f. Cacat bawaan
g. Trauma
a. Kekurangan O2
f. Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
1. Faktor ibu
31
a. Hipoksia ibu
atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta, asfiksis janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
3. Faktor fetus
ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali
pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan
janin.
4. Faktor neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
beberapa hal yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu,
32
kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika, atresia atau
C. Patofisiologi
respiratorik pada janin. Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah,
vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus
periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak
berkembang.
jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan
terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi
tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi
33
upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan
34
35
D. Tanda dan Gejala
1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari
b. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
c. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
c. Hipoksia
yang terdiri dari tremor kecil yang cepat ke satu arah dan yang lebih besar,
36
E. Pemeriksaan Diagnostik
3. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks
hemoliti
F. Penatalaksanaan
dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi
pernapasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
37
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau
Menurut Perinasia (2006) cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan
tindakan khusus :
1. Tindakan umum
a. Pengawasan suhu
2. Tindakan khusus
a. Asfiksia berat
melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika
biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila
38
frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan
dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti
oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil
nafas.
b. Asfiksia sedang
menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah
jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru
ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke
mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut
39
gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan
1. Pengkajian
a. Identitas
rekam medik)
b. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
c. Kebutuhan dasar
1) Sirkulasi
40
a) Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt.
mmHg (diastolik)
III/ IV.
kehidupan.
vena.
b. Eliminasi
c. Makanan/ cairan
d. Neurosensori
41
c) Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi
e. Pernafasan
terjadi.
f. Keamanan
2. Pemeriksaan Fisik
penumpukan lendir.
42
6. Telinga : Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan.
11. Genitalia : Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan
12. Anus : Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air
43
14. Refleks : Pada neonates preterm post asfiksia berat reflek moro
keterangan
3. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah
2. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
metabolik.
pO2 (normal 75-100 mmHg). Kadar pO2 bayi post asfiksia cenderung
3. Urine
44
Natrium (normal 134-150 mEq/L)
4. Foto thorax
4. Diagnosa Keperawatan
sebagai berikut :
dalam darah.
anggota keluarga.
45
5. Intervensi
membantu klien dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat
perawat lakukan atas nama klien. Tindakan ini termasuk intervensi yang
46
mengeluarkan sputum, dada jika perlu
3. Mampu hemodinamik
normal
normal cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
dan status O2
47
14. Pertahankan hidrasi
mengencerkan
secret
tentang penggunaan
peralatan : O2,
Suction, Inhalasi.
48
sputum, mampu 6. Berikan
pernafasan) b. Pertahankan
paten
c. Observasi
adanya tanda
tanda
hipoventilasi
d. Monitor adanya
kecemasan
49
pasien terhadap
oksigenasi
e. Monitor vital
sign
f. Informasikan
keluarga tentang
tehnik relaksasi
untuk
memperbaiki
pola nafas.
g. Ajarkan
bagaimana batuk
efektif
h. Monitor pola
nafas
50
❖ Vital Sign Status dada jika perlu
pernafasan udara
51
dalam rentang normal supraclavicular
c. Monitor pola
nafas :
bradipena,
takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi,
cheyne stokes,
biot
d. Auskultasi suara
penurunan / tidak
adanya ventilasi
dan suara
tambahan
e. Monitor TTV,
AGD, elektrolit
f. Observasi
52
sianosis
khususnya
membran
mukosa
g. Jelaskan pada
pasien dan
keluarga tentang
persiapan
tindakan dan
tujuan
penggunaan alat
tambahan (O2,
Suction, Inhalasi)
h. Auskultasi bunyi
jantung, jumlah,
jantung
53
infeksius aktivitas yang tepat fisik secara rutin
pertama anomaly
4. Ajarkan keluarga
melaporkannya pada
pemberi pelayanan
kesehatan
5. Berikan agen
imunisasi sesuai
indikasi
(imunoglobulin
hepatitis B dari
vaksin hepatitis B
mengandung antigen
permukaan hepatitis
54
Ag) atau antigen E
(Hbe Ag).
hangat.
5. Tempatkan BBL
perlu
55
perawatan. terdekat dalam
pencegahan. kemungkinan.
7. Akses perawatan
kesehatan.
8. Kesehatan fisik
anggota keluarga
6. Implementasi
7 th Edition).
Menurut Craven dan Hirnle (2000) secara garis besar terdapat tiga
1. Cognitive implementations
56
keluarga, serta menciptakan lingkungan sesuai kebutuhan, dan lain
lain.
2. Interpersonal implementations
3. Technical implementations
7. Evaluasi
yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap
Jakarta: EGC)
Tahap-tahap evaluasi :
telah terpenuhi
57
4. Mendokumentasikan temuan dan setiap pertimbangan klinis
Edition)
a. Data Subjektif
b. Data Objektif
lain. Catatan medic dan informasi darikeluarga atau orang lain dapat
dimasukkan dalam data objektif ini. Data ini akan memberikan bukti
c. Assesment
58
Analysis atau assessment ( A ) merupakan pendokumentasian hasil
d. Planning
ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil
59
mencapai kemajuan dan harus sesuai dengan hasil kolaborasi tenaga
kebidanan menurut Helen Varney langkah ke-5, ke-6 dan ke-7. Dalam
tafsiran dari efek tindakan yang telah diambil untuk menilai keefektifan
yang telah dicapai dan merupakan focus ketepatan nilai tindakan atau
60
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. DATA NEONATUS
Orang tua :-
Ayah Ibu
Komplikasi persalinan :
61
a. Aspirasi mekonium : Tidak ada
B. Riwayat Penyakit
1. Keluhan Utama
Bayi dikiriman dari RSB dengan berat badan : 3300 gram, panjang : 48
cm, lahir secara partus pervaginam, ketuban jernih, plasenta lahir lengkap
utuh, bayi sesak dan warna kulitnya kebiruan tarikan dinding dada ada dan
merintih ada.
apa.
Ibu mengatakan, anggota baik ibu ataupun ayah bayi tidak memiliki
Riwayat ibu :
62
28 tahun G3P2A1H1 Ketiga Bayi normal
Komplikasi kehamilan :
- Tanda-tanda vital
Nadi : 108’
RR : 52’
S : 38,5
BB : 3300 gr
PB : 47 cm
1. Kepala
63
- Down scor : 7
- Lingkar kepala : 32 cm
4. Mata
- Slera ikterik
5. Hidung
- terpasang O2 0,1 L
6. Telinga
7. Mulut
64
bayi banyak mengeluarkan lendir dari mulut
Reflek Moro ( + )
8. Leher
9. Dada/thorax
Paru-paru
- oedem (-)
- lesi (-)
- Retraksi dada ( + )
- Merintih ( + )
- massa (-)
10. Abdomen
65
- tidak ada oedem
Perkusi : Thimpani
11.Genetalia/anus
12.Ext atas
Ekst. Atas
ROM baik
menangis
Ekst. Bawah
66
13.Kulit
- Lesi (-)
14. Suhu
33,00 C
Tubuh : 35,80 C
1. Data tambahan :
a. Data penunjang
Laboratorium :
- pH : 7, 270
- pCO2 : 52,9
- Po2 : 32,1
- Hb : 14,3
- LEUKOSIT : 12,9
- GDR : 64
- BILIRUBIN : 13
- RBC : 4,44
b. Pengobatan
- Ampicilin 4x250 mg
- Gentamicin 1x14 mg
67
- Aminophilin 4x4,8 mg
DATA FOKUS
DO :
Bradikardi.
Rr : 90x/menit
Nadi : 192x/menit
Kesadaran menurun.
PO2 menurun.
Hipoksia.
Ventilasi menurun.
Suhu 35,6 C
68
DS : -
ANALISA DATA
DS : - efektif
oksigen 54 % Gangguan
DS : - pertukaran gas
69
3. DO : Janin kekurangan Resiko
Resiko ketidak
seimbangan suhu
tubuh
4 Ds Resiko infeksi
Do :
c. suhu : 35,7
70
dari kebutuhan
tubuh
tampak diagnosis
Proses penyakit
c.kulit berwarna kemerahan (Asfiksia)
d.crt >3 detik
e.RR : 90x/menit
Diagnosa Keperawatan:
3. Resiko infeksi b.d faktor lingkungan dan tali pusat yang masih basah
4. Resiko pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d daya isap
71
Rencana Keperawatan
pola napas b.d tindakan keperawatan teknik chin lift atau jaw
pernapasan dalam
rentang normal,
napas abnormal).
2. Tanda-tanda vital
dalam rentang
normal.
72
2.Gangguan Setelah dilakukan 1. Auskultasi suara napas,
sianosis dan
dyspneu.
4. Tanda-tanda vital
dalam rentang
normal.
73
3. Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. bersihkan lingkungan
2.jumlah leokosit
3.mencegah timbul
nya infeksi
nutrisi. 2.mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
74
3.tidak terjadi
yang berarti
4.menunjukan
peningkatan fungsi
pengecapan dan
menelan
warna kulit
5.keseimbangan asam
75
Catatan Perkembangan
Keperawatan
hidung. 24x/menit.
menurun. Teratur.
76
kulit.
T : 36oC
lembab.
77
c. Sianosis. penggunaan otot 7
pertukaran gas
belum teratasi.
P : Intervensi 1, 2, 4,
dan 5 dilanjutkan,
dan berkolaborasi
dalam pemberian
obat.
78
masih basah 3.pertahankan Lesi (+)
d. tali pusat
berbau
a.kesadaran teratasi
79
b. BB : 3300gr dilanjutkan
c. reflek isap
belum kuat
d. ibu belum
tampak menyusui
dilanjutkan
80
Tanggal/hari Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
Keperawatan
hidung. 24x/menit.
menurun. Teratur.
81
j. T : 35,60C 10. Kaji suhu, warna,
kulit.
T : 36oC
lembab.
(80x/menit). kesimetrisan, 7
82
i. Sianosis. penggunaan otot Masih lemah
belum teratasi.
P : Intervensi 1, 2, 4,
dan 5 dilanjutkan,
dan berkolaborasi
dalam pemberian
obat.
83
Ds lingkungan aseptic A : masalah Resiko
d. tali pusat
berbau
Do : teratasi
komposmentis dilanjutkan
b. BB : 3300gr
84
c. reflek isap
belum kuat
d. ibu belum
tampak menyusui
85
Tanggal/hari Diagnosa Implementasi Evaluasi
Keperawatan
menurun. Teratur.
86
T : 36oC
lembab.
87
p. Pola napas penggunaan otot Masih lemah
pemberian obat.
88
d. tali pusat berbau dilanjutkan
Do : teratasi
komposmentis dilanjutkan
b. BB : 3300gr
kuat
d. ibu belum
tampak menyusui
89
90
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
sesak, ibu mengatakan bayinya terpasang alat bantu nafas, ibu mengatakan
kuning, bayi tidak aktif, bayi jarang menangis, bayi tampak sesak, daya
dikarenakan adanya kerjasama yang baik dari klien dan perawat anak dan
B. Diagnosa Keperawatan
91
2.Gangguan pertukaran gas b.d perfusi ventilasi.
3.Resiko infeksi b.d faktor lingkungan dan tali pusat yang masih basah
4.Resiko pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d daya isap
(NANDA,2015 )
dialami oleh klien. Sesuai dengan data subyektif dan obyektif yang
darah menurun
C. Perencanaan
teori. Adapun pada tahap pelaksanaan ini dapat dilakukan dengan baik
dapat diatasi. Selain itu kebehasilan tahap ini dikarenakan adanya kerja
sama yang baik antar kelompok, klien dan petugas kesehatan di ruang
92
rawatan perinatal RSUD Dr achmad Muchtar
D. Implementasi
klien mengatakan bayinya tampak sesak dan lemah serta terpasang alat
E. Evaluasi
93
BAB V
A. Kesimpulan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai
O2 dalam darah,
sudah teratasi dan ada yang teratasi sebagian. Dikarenakan keterbatasan waktu
minggu.
B. Saran
Dari hasil ini penulis mempunyai beberapa saran yaitu sebagai berikut:
keperawatan berdasarkan teori dan sap yang berlaku. Bagi pasien asfiksia
94
maupun pasien lain dengan penyakit kronis, sehingga bisa meningkatkan
3. Bagi Mahasiswa
pasien, seperti penyakit kronis lainnya seperti gagal ginjal, penyakit paru,
95