You are on page 1of 18

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA PSYCHOLOGICAL WELL-BEING


DENGAN KOMITMEN ORGANISASIONAL PADA
KARYAWAN

Oleh:

Intan Novitasari

Yulianti Dwi Astuti

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2016
NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA PSYCHOLOGICAL WELL-BEING


DENGAN KOMITMEN ORGANISASIONAL PADA
KARYAWAN

Oleh:

Intan Novitasari

Yulianti Dwi Astuti

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2016

i
ii
HUBUNGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DENGAN KOMITMEN
ORGANISASIONAL PADA KARYAWAN

Intan Novitasari
Yulianti Dwi Astuti
Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia
Jalan Palagan No. 80 D, Sleman, Yogyakarta
087738683720
ntan.vita@gmail.com

ABSTRACT

Commitment is the most important issue in the organization to maintain


its human capital. Some organizations incorporate elements of the
commitment as one of the requirements to hold an office or position
(Kuncoro, 2009). This study aims to determine the relationship between
psychological well-being with commitment organizational of
employees. The hypothesis of this study is that there is a positive and
significant relationship between psychological well-being with
commitment organizational of employees. Subjects in this study
amounted to 53 people who are employees of the directorates of a
Private Higher Education (PTS) in Yogyakarta aged 25 to 57 years
with a minimum term of 6 months. This study uses two measuring
devices, namely: commitment organizational scale modified from Meyer
and Allen (1990) and scale of psychological well-being modified based
on aspects from Ryff (1995). The analytical method used is hypothesis
testing. The result showed that there was a positive and significant
correlation between psychological well-being with commitment
organizational of employees (p = 0.001 (p < 0.05)). Hypothesis
analysis indicates psychological well-being provides effective
contribution of 17.9% to the commitment organizational. Thus,
hypothesis is accepted.

Keywords: Psychological Well-Being, Commitment Organizational,


Employee

iii
Pengantar

Organisasi merupakan perangkat sosial dan teknologi yang terdiri dari

faktor-faktor manusia dan fisik. Sumber daya manusia merupakan faktor sentral

dalam pengelolaan suatu organisasi. Menurut Wingnyowito (2002), sumber daya

utama dari sebuah organisasi adalah manusia, sehingga kemampuan dan

kompetensi karyawan harus menjadi prioritas utama untuk ditingkatkan dan

dikembangkan semaksimal mungkin. Komitmen merupakan isu terpenting dalam

organisasi untuk mempertahankan modal manusianya. Beberapa organisasi

memasukkan unsur komitmen sebagai salah satu syarat untuk memegang suatu

jabatan atau posisi yang ditawarkan dalam iklan-iklan lowongan pekerjaan, akan

tetapi pada kenyataannya yang banyak terjadi adalah organisasi pun belum

memahami arti komitmen dengan baik (Kuncoro, 2009).

Menurut Meyer dan Allen (2007), karyawan yang memiliki komitmen yang

tinggi akan meyakini dan menerima tujuan juga nilai yang dimiliki oleh

organisasi, berusaha dengan sungguh-sungguh demi organisasi, serta mempunyai

keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi. Mayer dan Allen

(1997) juga mendefinisikan komitmen organisasional sebagai keadaan psikologis

yang mencirikan hubungan karyawan dengan organisasi dan memiliki implikasi

bagi keputusan untuk melanjutkan keanggotaan dalam organisasi. Robbins dan

Judge (2007) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai keadaan di mana

seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan

keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi

tersebut.Tanpa adanya komitmen organisasi pada karyawan, perusahaan akan

1
2

sulit mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan untuk mencapai kepentingan

bersama. Komitmen organisasional karyawan pada perusahaan dapat

meminimalisir turnover dan tingkat absensi serta diharapkan dapat meningkatkan

kinerja mereka. Pentingnya komitmen yang tinggi dari karyawan bagi suatu

perusahaan dijelaskan oleh Mathieu dan Zajac (dalam Kingkin, Rosyid & Anjani,

2010) yang menyatakan bahwa dengan adanya komitmen yang tinggi pada

karyawan maka perusahaan akan mendapatkan dampak positif. Dampak positif

tersebut antara lain meningkatnya produktivitas, kualitas kerja dan kepuasan kerja

karyawan serta menurunnya tingkat keterlambatan, absensi dan turnover.

Menurut Biggart dan Hamilton (Sopiah, 2008), bahwa pada umumnya

organisasi akan memberikan imbalan kepada karyawan atas pengorbanan yang

telah diberikan pada organisasi. Selain itu, budaya organisasi yang positif dan

menyenangkan di tempat karyawan bekerja akan berdampak pada meningkatnya

komitmen pada karyawan. Menurut Carsten dan Spector (dalam Sopiah, 2008),

dampak yang ditimbulkan adalah karyawan tersebut akan tetap tinggal dalam

organisasi. Permasalahan komitmen karyawan menurut Steers dan Porter (dalam

Sopiah, 2008) dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor personal (job

experience, psychological contract, job choice factors, dan karakter personal),

faktor organisasi (initial works experiences, job scope, supervision, dan goal

consistency organizational), non-organizational factors (availability of alternative

job). Salah satu faktor penentu komitmen organisasi yang terpenting adalah

psychological well-being yang menarik untuk dicermati lebih lanjut.


3

Psychological well-being merupakan salah satu dari beberapa penyebab

yang dapat mempengaruhi komitmen kinerja individu terhadap suatu perusahaan.

Penelitian-penelitian terdahulu mengenai kesejahteraan psikologis telah banyak

dilakukan, seperti yang telah dilakukan Annisa dan Zulkarnain (2013), mereka

melaporkan bahwa ada kolerasi positif antara psychological well-being dengan

komitmen terhadap organisasi. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh

Anggraeni dan Jannah (2014), menyatakan bahwa ada kolerasi positif antara

psychological well-being dengan kepribadian Hardiness.

Menurut Nopiando (2012) psychological well-being merupakan kondisi

tercapainya kebahagiaan tanpa adanya gangguan psikologis yang ditandai dengan

kemampuan individu mengoptimalkan fungsi psikologisnya. Ryff (1989)

mendefinisikan psychological well-being sebagai suatu keadaan ketika individu

dapat berfungsi optimal dan dapat menerima segi positif dan negatif diri, memiliki

hubungan yang positif dengan orang lain, dapat mengontrol perilakunya sendiri,

mampu mengendalikan lingkungan, memiliki tujuan hidup, serta memiliki

keinginan untuk terus mengembangkan potensi diri.

Psychological well-being merupakan hal yang sangat penting dalam

mencapai kesuksesan seorang pekerja (Annisa & Zulkarnain, 2013). Ketika suatu

organisasi mempertimbangkan kesejahteraan karyawannya secara psikologis,

maka karyawan akan dapat merasa nyaman dalam lingkungan organisasi, mampu

menempatkan diri, mampu bekerja secara efesien sehingga memberikan

keuntungan bagi suatu organisasi. Hal ini juga dapat membuat karyawan memiliki

komitmen untuk tetap bekerja dalam sebuah perusahaan dengan jaminan adanya
4

kesejahteraan psikologis yang karyawan dapatkan selain hanya bekerja, sehingga

suatu organisasi akan terus meningkatkan produktivitas perusahaannya dari

karyawan-karyawan yang memiliki potensi baik dan tidak akan kehilangan

karyawannya dengan mudah. Maka dari itu, peneliti ingin melakukan mengetahui

apakah ada hubungan antara psychological well-being dengan komitmen

organisasional pada karyawan?

Metode Penelitian

Subjek penelitian yang terlibat di dalam penelitian ini adalah karyawan yang

bekerja pada salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Yogyakarta dengan

masa kerja minimal 6 bulan. Pengambilan data penelitian menggunakan metode

skala, yaitu dengan menggunakan skala psychological well-being yang

dimodifikasi dari skala penelitian Ryff dan Keyes (dalam Abbott dkk, 2006) yang

disusun berdasarkan dimensi dari teori Ryff. Skala komitmen organisasional

menggunakan skala yang dikembangkan oleh Allen dan Meyer (1990) dan telah

diadaptasi oleh peneliti. Skala ini disusun berdasarkan komponen dari teori Meyer

dan Allen (2007). Analisis data penelitian menggunakan teknik analisis

korelasional product moment dari Pearson melalui program komputer SPSS

version 16.0 for Windows.

Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan melibatkan 55 subjek yang merupakan

karyawan di salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Yogyakarta dengan

kisaran usia 25-57 tahun dan masa kerja minimal 6 bulan. Subjek dalam penelitian

ini tidak dibedakan dari jenis kelamin maupun jenis pekerjaan dan pendidikan.
5

berdasarkan data penelitian yang didapatkan, diketahui bahwa tingkat

psychological well-being karyawan tergolong sedang dengan presentase 41,5%

dan tingkat komitmen organisasional karyawan tergolong sedang dengan

presentase 35,85%.

Pada penelitian ini, uji normalitas dalam analisis data menggunakan teknik

Test of Normality Kolmogorov-Smirnov. Berdasarkan hasil pengolahan data untuk

variabel komitmen organisasional, diperoleh nilai p = 0,2. Hasil uji normalitas

tersebut menunjukkan bahwa sebaran data komitmen organisasional terdistribusi

secara normal. Selain itu, dari hasil pengolahan data untuk variabel psychological

well-being diperoleh nilai p = 0,2 sehingga distribusi data dinyatakan normal.

Sementara hasil uji linearitas menunjukkan nilai F = 11,146 dengan p = 0,03.

Hasil ini menunjukkan bahwa hubungan antara psychological well-being dengan

komitmen organisasional memenuhi asumsi linearitas atau berada dalam satu

garis lurus.

Uji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik

product moment dari Pearson dikarenakan hasil uji asumsi yang menyatakan data

normal dan linear. Berdasarkan uji hipotesis yang dilakukan, didapat nilai didapat

nilai r = 0,432 dan p = 0,01. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif

antara dan signifikan antara psychological well-being dengan komitmen

organisasional pada karyawan, sehingga hipotesis yang diajukan dapat diterima.

Disamping itu, nilai koefisien determinasi (r2) yang diperoleh adalah sebesar

0,179, dimana hal tersebut menunjukkan psychological well-being memberi

pengaruh sebesar 17,9% terhadap komitmen organisasi pada karyawan.


6

Berdasarkan hasil analisis tambahan menggunakan beda Independent

Sample T-Test, menunjukkan bahwa mean tiap kelompok pada kelompok

komitmen organisasi yaitu pada kelompok subjek yang bekerja selama 1-20 tahun

nilainya 52,62 dan lebih rendah dari kelompok subjek yang bekerja selama 21-40

tahun dengan nilai 55,84. Sedangkan nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,149 > 0,05.

Data tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara rata-rata

komitmen organisasi pada kelompok subjek yang bekerja selama 1-20 tahun dan

kelompok subjek yang bekerja selama 21-40 tahun.

Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara psychological

well-being dengan komitmen organisasional pada karyawan di sebuah Perguruan

Tinggi Swasta (PTS) di Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

psychological well-being secara signifikan dan positif berhubungan dengan

komitmen organisasional. Hubungan kedua variabel ditunjukkan oleh koefisien

korelasi (r) = 0,423 dan p = 0,001 (p < 0,05) yang artinya bahwa psychological

well-being memberikan sumbangan efektif terhadap komitmen organisasional

pada karyawan dan variabel psychological well-being memberi sumbangan efektif

sebesar 17,9% terhadap komitmen organisasional pada karyawan. Hubungan

positif antara kedua variabel ini menunjukkan bahwa semakin tinggi

psychological well-being karyawan, maka semakin tinggi pula komitmen

organisasional yang dimiliki oleh karyawan. Begitu pula sebaliknya, semakin

rendah psychological well-being karyawan, maka semakin rendah pula komitmen


7

organisasional yang dimiliki oleh karyawan tersebut. Hasil tersebut menyatakan

bahwa hipotesis yang telah diajukan dalam penelitian ini dapat diterima.

Adanya hubungan antara psychological well-being dengan komitmen

organisasional pada karyawan dapat menggambarkan bahwa psychological well-

being mampu meningkatkan komitmen organisasional pada karyawan di

perusahaan. Perusahaan yang mampu memperhatikan kesejahteraan karyawan

baik kesejahteraan secara fisik hingga psikologis akan mampu meningkatkan

produktivitas kinerjanya di dalam perusahaan tersebut serta bertanggung jawab

dalam setiap tugas yang diberikan oleh perusahaan tersebut. Perusahaan yang

mampu mempertimbangkan karyawan sehingga membuat karyawan terpuaskan

kebutuhan pribadinya akan membuat karyawan bekerja dengan lebih optimal.

Selain itu karyawan juga akan mengganggap tugas yang diberikan serta masalah

di perusahaan merupakan masalah bagi diri karyawan tersebut, sehingga

karyawan akan mengupayakan seluruh kemampuannya untuk menyelesaikan

permasalahan yang ada di dalam perusahaan.

Subjek pada penelitian ini berjumlah 53 karyawan yang bekerja di

Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Yogyakarta dengan masa kerja minimal 6

bulan. Deskripsi berdasarkan jenis kelamin, yaitu jumlah laki-laki yang bekerja

di PTS tersebut mendominasi dengan jumlah presentasi 58,5% (31 karyawan)

sedangkan wanita sebesar 41,5% (22 karyawan). Berdasarkan masa kerja terdapat

37,7% (20 karyawan) yang bekerja dengan masa 1 hingga 10 tahun, 28,3% (15

karyawan) yang bekerja dengan masa 11 hingga 20 tahun, serta jumlah sama
8

pada masa kerja 21 hingga 30 tahun, dan 5,7% (3 karyawan) dengan masa kerja

31 hingga 40 tahun.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Priyadi (dalam Kingkin, Haryanto,

dan Ruseno, 2010) ruang waktu masa kerja yang cukup, sama dengan orang yang

telah memiliki pengalaman kerja yang luas, baik hambatan maupun

keberhasilannya. Masa kerja yang lama juga akan membentuk pola kerja yang

efektif, karena berbagai kendala yang muncul akan dapat dikendalikan

berdasarkan pengalamannya, sehingga karyawan yang berpengalaman akan

dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan dapat mengurangi tingkat turn

over yang menyebabkan komitmen pada organisasi rendah. Berdasarkan uji beda

yang dilakukan mengenai komitmen organisasional pada masa kerja subjek

dengan membagi dua kelompok komitmen dengan masa kerja 1 hingga 20 tahun

dan 21 hingga 40 tahun diperoleh bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Ho

diterima berarti bahwa tidak ada perbedaan antara rata-rata komitmen

organisasional pada kelompok subjek yang bekerja selama 1 hingga 20 tahun dan

kelompok subjek yang bekerja selama 21 hingga 40 tahun dengan nilai Sig. (2-

tailed) sebesar 0,149 > 0,05.

Berdasarkan norma tabel kategorisasi skor komitmen organisasional, dapat

dilihat bahwa sebagian besar komitmen organisasional karyawan berada pada

kategori sedang sebanyak 19 karyawan (35,85%). Sedangkan pada kategori

rendah terdapat 18 karyawan (33,96%), kategori tinggi terdapat 13 karyawan

(24,53%), dan pada kategori sangat tinggi terdapat sangat tinggi karyawan

(5,66%). Menurut Mayer dan Allen (2007) komitmen organisasional merupakan


9

keadaan psikologis yang mengikat karyawan untuk sebuah organisasi, sehingga

mengurangi kejadian turnover dan sebagian pola pikir yang mengambil bentuk

yang berbeda serta mengikat tindakan khusus individu yang relevansi dengan

target tertentu.

Ditinjau dari sudut karyawan, komitmen karyawan yang tinggi akan

berdampak pada peningkatan karir karyawan itu sendiri (Sopiah, 2008).

Sebaliknya, ditinjau dari segi perusahaan menurut Steers (dalam Sopiah, 2008),

karyawan yang memiliki komitmen yang tinggi pada organisasi akan memberikan

sumbangan terhadap organisasi dalam stabilitas tenaga kerja. Komitmen

karyawan, baik yang tinggi maupun rendah akan berdampak pada karyawan itu

sendiri terhadap perkembangan karier karyawan itu di perusahaan dan berdampak

pada organisasi dengan kinerja karyawan terhadap organisasi yang tinggi (Sopiah,

2008).

Psychological well-being menurut Ryff (dalam Annisa & Zulkarnain, 2013)

merupakan suatu variabel psikologis yang mengukur tentang kondisi

kesejahteraan seorang individu dalam hidupnya. Artinya, suatu keadaan ketika

individu dapat berfungsi optimal, memiliki hubungan yang positif dengan rekan

kerja, dapat mengontrol perilaku diri sendiri dalam pekerjaan, mampu

mengendalikan lingkungan kerja, memiliki serta memiliki keinginan untuk

mengembangkan potensi diri dalam bidang pekerjaan. Berdasarkan normal tabel

kategorisasi subjek pada psychological well-being sebagian besar berada pada

kategori sedang yaitu 22 karyawan (41,5%). Sedangkan pada kategori rendah


10

terdapat 19 karyawan (35,9%), serta 9 karyawan (16,9%) pada kategori tinggi, dan

3 karyawan (5,7%) pada kategori sangat tinggi.

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan

bahwa psychological well-being dapat mempengaruhi komitmen organisasional

pada diri karyawan. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang telah

dilakukan oleh Annisa dan Zulkarnain (2013) bahwa adanya pengaruh positif

yang signifikan antara psychological well-being dengan komitmen organisasional,

yaitu semakin tinggi psychological well-being yang dimiliki karyawan maka

semakin tinggi pula komitmen organisasional yang dimiliki oleh karyawan.

Meskipun presentase komitmen berada pada kategori tinggi dan psychological

well-being pada kategori sedang, namun selisih presentase yang dimiliki masing-

masing kategori tidak terlalu jauh.

Penelitian ini secara keseluruhan memiliki beberapa keterbatasan, misalnya

dalam pengambilan data yang dilakukan tanpa bisa penelitian mengawasi

langsung proses pengisian kuesioner. Hal ini dikarenakan karyawan yang

memiliki keterbatasan waktu atau kesibukan jam kerja sehingga meminta peneliti

untuk meninggalkan kuesioner dan mengambil sesuai dengan permintaan

karyawan. Sehingga memungkinkan adanya faktor-faktor lain yang dapat

mempengaruhi penilaian karyawan dalam pengerjaan kuesioner.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisa dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan positif dan signifikan antara psychological well-being dan komitmen

organisasi pada karyawan, dimana semakin tinggi psychological well-being yang


11

didapatkan oleh karyawan maka semakin tinggi pula komitmen organisasi yang

dimiliki oleh karyawan terhadap perusahaan. Sebaliknya, semakin rendah

psychological well-being yang didapatkan oleh karyawan maka semakin rendah

pula komitmen organisasi yang dimiliki oleh karyawan terhadap perusahaan.

Sehingga hipotesis yang diajukan pada penelitian dapat diterima.

Saran

1. Bagi Pimpinan Perguruan Tinggi Swasta

Penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bagi pemimpin Perguruan

Tinggi Swasta untuk lebih memperhatikan kembali kebutuhan karyawan guna

untuk meningkatkan produktivitas kinerja dan juga komitmen yang dimiliki

karyawan. Berdasarkan dari hasil yang diperoleh dalam penelitian ini

menyatakan bahwa psychological well-being dan komitmen organisasional

yang dimiliki karyawan berada dalam kategori rendah hingga sedang. Sehingga

psychological well-being perlu ditingkatkan agar komitmen organisasional

pada karyawan meningkat. Pimpinan di PTS yang dapat mempertimbangkan

psychological well-being karyawan akan membuat karyawan nyaman dalam

bekerja dan lebih berusaha menunjukkan kemampuannya dalam bekerja

semaksimal mungkin. Psychological well-being dapat ditingkatkan dengan

mempertimbangkan prestasi yang ingin dicapai oleh karyawan seperti

memberikan training pengembangan kinerja sehingga karyawan dapat

memiliki pengalaman yang banyak selama bekerja diperusahaan tersebut.

Selain itu, psychological well-being dapat ditingkatkan dengan pimpinan terus


12

menjalin hubungan baik dengan karyawannya. Karyawan yang terjamin juga

akan mengurangi rendahnya komitmen organisasi dan turnover di PTS.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti menyarankan bagi peneliti selanjutnya agar mempertimbangkan

kembali metode penyebaran data sehingga data yang dihasilkan lebih

menjamin validitas hasil skala alat ukur. Peneliti juga disarankan untuk

mengawasi secara langsung pengisian skala oleh subjek sehingga tidak ada

faktor lain yang mempengaruhi pengisian skala.


13

Daftar Pustaka

Anggraeni, Tania P., & Jannah, M. (2014). Hubungan antara Psychological Well-
Being dan Kepribadian Hardiness dengan Stres pada Petugas Port Security.
Character, Vol. 3 (2) 1-8.
Annisa dan Zulkarnain. (2013). Komitmen Terhadap Organisasi Ditinjau Dari
Kesejahteraan Psikologis Pekerja. Jurnal Psikologi, Vol.15 (1) 1-7.
Kingkin P, Haryanto F. Rosyid, Ruseno Arjanggi. (2010). Kepuasan Kerja Dan
Masa Kerja Sebagai Prediktor Komitmen Organisasi Pada Karyawan PT
Royal Korindah Di Purbalingga. Proyeksi, Vol. 5 (1) 17-32.
Kuncoro, Mudrajad. (2009). Metode riset untuk bisnis & ekonomi. Jakarta:
Erlangga.
Mayer dan Allen. (1990). The Measurement and Antecedents of Affective,
Continuance, and Normative Commitment to The Organization. Jurnal of
Occupational Psychology, Vol. 1 (63) 1-18.
Mayer dan Allen. (2007). Meyer and Allen Model of Organizational
Commitment: Measurement Issues. The Icfai 8 Journal of Organizational
Behavior, Vol. 6 ( 4) 1-25.
Nopiando, Bambang. (2012). Hubungan Antara Job Insecurity dengan
Kesejahteraan Psikologis pada Karyawan Outsoucing.
Robbins, S & Judge A. T. (2007). Perilaku Organisasi Edisi 12. Jakarta: Salemba
Empat.
Ryff, C. D. (1989). Happiness is Everything or Is It? Explorations on the Meaning
of Psychological Well-Being. Journal of Personality and Social
Psychology, Vol. 57 (6) 1069-1081.
Sopiah. (2008). Perilaku Organisasional. Yogyakarta: ANDI.
Wingnyowito, S. (2002). Leadership-Followership (Hubungan Dinamis
Kepemimpinan Keanakbuahan Sebagai Kunci Sukses Organisasi). Jakarta:
Penerbit PPM.
14

Identitas Penulis

Nama : Intan Novitasari

Alamat Kampus : Jalan Kaliurang Km. 14,5, Sleman, Daerah Istimewa

Yogyakarta

Alamat Rumah : Jalan Palagan No. 80 D, Desa Sariharjo, Nganglik,

Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta

No. Hp : 087738683720

Email : ntan.vita@gmail.com

You might also like