Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
Salma Yunita Nuraini 20170210002
M Anjas Ferdiansyah 20170210010
Adwin Wijaya 20170210022
Delvika Siti Nuraeni 20170210031
M Sa’yan Hasbiyallah 20170210046
Johikko Prama Azdi 20170210054
Dalam sebuah kegiatan pertanian kebutuhan air sudah tak terelakkan lagi.Tanaman yang
diusahakan dalam kegiatan pertanian pada umumya membutuhkan air yang cukup agar dapat
tumbuh dan berkembang dengan baik, hingga menghasilkan produksi yang maksimal
tentunya. Pemberian air pada tanaman haruslah sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman
tersebut, pemberian air yang berlebihan atau tidak sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman
juga akan mengganggu pertumbuhan tanaman tersebut, atau bahkan akan berakibat pada
kematianpada tanaman tersebut. Sedangkan pada tanaman yang pemberian airnya kurang
juga akan berakibat terhambatnya pertumbuhan pada tanaman, oleh karena itu pemberian air
pada tanaman hendaklah dilakukan sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman.
Faktor lain, susahnya air disuatu tempat atau kawasan tertentu membuat petani kesusahan
dalam usaha pertaniannya, hendaknya dalam situasi seperti ini diperlukan system manajemen
irigasi yang baik pengelolaan air. Dalam sebuah saluran irigasi, mengetahui debit aliran
dalam sebuah saluran irigasi adalah sangat penting. Ini bertujuan untuk dapat mengontrol laju
penggunaan air pada petak sawah dengan sesuai dengan kebutuhan suatu lahan atau tanaman
di sebuah lahan tersebut. Dengan mengetahui besarnya laju aliran per satuan waktu (debit)
diharapkan akan dapat mengontrol laju aliran sesuai dengan yang dibutuhkan.
Oleh karena itu perlunya pengukuran debit aliran pada sebuah saluran irigasi adalah
merupakan suatu metoda ataupun kepentingan dalam sebuah manajemen irigasi atau dalam
sebuah sistem keirigasian. Debit aliran merupakan satuan untuk mendekati nilai-nilai
hidrologis proses yang terjadi dilapangan. Kemampuan pengukuran debit aliran sangat
diperlukan untuk mengetahui potensi suatu sumber daya air disuatu daerah atau wilayah
DAS. Debit aliran dapat dijadikan sebuah alat untuk memonitor dan mengefaluasi neraca air
suatu kawasan melalui pendekatan potensi sumber daya air permukaan yang ada.
B. Tujuan
Untuk mengetahui kecepatan debit air sungai dengan berbagai luasan penampang yang
berbeda-beda dan untuk mengetahui kecukupan air bagi luasan lahan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Debit Air
Debit adalah satuan besaran air yang keluar dari Daerah Aliran Sungai (DAS). Satuan
debit yang digunakan dalam system satuan SI adalah meter kubik per detik (m3 / detik).
Menurut Asdak (2002) debit adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati
suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Pengukuran debit air sangat
dipengaruhi oleh kecepatan arus air. Kecepatan arus yang berkaitan dengan pengukuran debir
air ditentukan oleh kecepatan gradien permukaan, tingkat kekasaran, kedalaman, serta
lebarnya perairan. Data debit atau aliran sungai merupakan informasi yang paling penting
bagi pengelola sumberdaya air (Bazak. 1999). Debit puncak (banjir) diperlukan untuk
merancang bangunan pengendali banjir. Sementara data debit aliran kecil diperlukan untuk
perencanaan alokasi (pemanfaatan) air untuk berbagai keperluan terutama pada musim
kemarau panjang. Debit rata-rata tahunan dapat memberikan gambaran potensi sumberdaya
air yang dapat dimanfaatkan dari suatu daerah aliran sungai.
Menurut Harsoyo (1977) Metode pengukuran debit dilakukan dengan dua metode, yaitu
pengukuran debit secara langsung dan pengukuran debit secara tidak langsung. Dimana
pengukuran ini dilakukan dengan alat dan cara yang telah ditetapkan sebelumnya.
a) Pengukuran debit secara langsung (debit sesaat) :
Dalam pengukuran debit air secara langsung digunakan beberapa alat pengukur yang
langsung dapat menunjukkan ketersediaan air dalam pengairan bagi penyaluran melalui
jaringan-jaringan yang telah ada atau telah dibangun. Dalam hal ini berbagai alat pengukur
yang telah biasa digunakan yaitu :
1. Alat Ukur Pintu Romin
Ambang dari pintu Romin dalam pelaksanaan pengukuran dapat di naik turunkan, yaitu
dengan bantuan alat pengangkat. Pengukuran debit air dengan pintu ukur romijin yaitu
dengan menggunakan rumus:
Q= 1,71 b h3/2
Keterangan:
Q = debit air
b = lebar ambang
h= tinggi permukaan air
2. Sekat Ukur Thompson
Berbentuk segitiga sama kaki dengan sudut 90o dapat dipindah-pindahkan karena
bentuknya sangat sederhana (potable), lazim digunakan untuk mengukur debit air yang relatif
kecil. Penggunaan dengan alat ini dengan memperhatikan rumus sebagai berikut:
Q = 0,0138
Keterangan:
Q = debit air
h = tinggi permukaan air
3. Alat Ukur Parshall Flume
Alat ukur tipe ini ditentukan oleh lebar dari bagian penyempitan, yang artinya debit air
diukur berdasarkan mengalirnya air melalui bagian yang menyempit (tenggorokan) dengan
bagian dasar yang direndahkan.
4. Bangunan Ukur Cipoletti
Prinsip kerja bangunan ukur Cipoletti di saluran terbuka adalah menciptakan aliran kritis.
Pada aliran kritis, energi spesifik pada nilai minimum sehingga ada hubungan tunggal antara
head dengan debit. Dengan kata lain Q hanya merupakan fungsi H saja. Pada umumnya
hubungan H dengan Q dapat dinyatakan dengan:
Q = k . H3/2.b
Keterangan:
Q = debit air
H = head
k dan n = konstanta ,(0/0186)
Besarnya konstanta k dan n ditentukan dari turunan pertama persamaan energi pada
penampang saluran yang bersangkutan. Pada praktikum ini besarnya konstanta k dan n
ditentukan dengan membuat serangkaian hubungan H dengan Q yang apabila diplotkan pada
grafik akan diperoleh garis hubungan H-Q yang paling sesuai untuk masing-masing jenis
bangunan ukur. Dalam pelaksanaan pengukuran-pengukuran debit air secara langsung dengan
pintu ukur romijin, sekat ukur tipe cipoletti dan sekat ukur tipe Thompson biasanya lebih
mudah karena untuk itu dapat memperhatikan daftar debit air yang tersedia.
Menurut Harsoyo (1977) terdapat dua tipe pelampung yang digunakan yaitu: (1)
pelampung permukaan, dan (2) pelampung tangkai. Tipe pelampung tangkai lebih teliti
dibandingkan tipe pelampung permukaan. Pada permukaan debit dengan pelampung dipilih
bagian sungai yang lurus dan seragam, kondisi aliran seragam dengan pergolakannya
seminim mungkin. Pengukuran dilakukan pada saat tidak ada angin. Pada bentang terpilih
(jarak tergantung pada kecepatan aliran, waktu yang ditempuh pelampung untuk jarak
tersebut tidak boleh lebih dari 20 detik) paling sedikit lebih panjang dibanding lebar aliran.
Kecepatan aliran permukaan ditentukan berdasarkan rata-rata yang diperlukan pelampung
menempuh jarak tersebut. Sedang kecepatan rata-rata didekati dengan pengukuran kecepatan
permukaan dengan suatu koefisien yang besarnya tergantung dari perbandingan antara lebar
dan kedalaman air.
Dalam pelepasan pelampung harus diingat bahwa pada waktu pelepasannya, pelampung
tidak stabil oleh karena itu perhitungan kecepatan tidak dapat dilakukan pada saat
pelampung baru dilepaskan, keadaan stabil akan dicapai 5 detik sesudah pelepasannya. Pada
keadaan pelampung stabil baru dapat dimulai pengukuran kecepatannya. Debit aliran
diperhitungkan berdasarkan kecepatan rata-rata kali luas penampang. Pada pengukuran
dengan pelampung, dibutuhkan paling sedikit 2 penampang melintang. Dari 2 pengukuran
penampang melintang ini dicari penampang melintang rata-ratanya, dengan jangka garis
tengah lebar permukaan air kedua penampang melintang yang diukur pada waktu bersama-
sama disusun berimpitan, penampang lintang rata-rata didapat dengan menentukan titik-titik
pertengahan garis-garis horizontal dan vertikal dari penampang itu, jika terdapat tiga
penampang melintang, maka mula-mula dibuat penampang melintang rata-rata antara
penampang melintang rata-rata yang diperoleh dari penampang lintang teratas dan terbawah.
Debit aliran kecepatan rata-rata:
Q = C . Vp Ap
Keterangan:
Q = debit aliran
0,33 m
7,40 m
Jadi, jumlah aliran debit pada irigasi sekunder sejumlah 1,68 m³/ detik
KESIMPULAN
Jumlah debit tiap saluran air berbeda. Jumlah debit irigasi sekunder yang
berbentuk trapesium pada saat praktikum yaitu sebesar 1,68 m³/ detik.
https://youtu.be/KPOfDEQVLDM
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, Chay. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
Bazak, N.N., 1999. Irrigation Engineering. Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited,
New Delhi. Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum Republik
Indonesia, 1986, Standart Perencanaan Irigasi, Kriteria Perencencanaan (KP-01, KP-
07).
Fuad Bustomi, 2000. Simulasi Tujuh Teknik Pemberian Air Irigasi Untuk Padi di Sawah dan
Konsekuensi Kebutuhan Air Satu Masa Tanam. Tesis Program Pasca sarjana Program
Studi Teknik Sipil UGM, Yogyakarta
Prastowo, H. 1995. Kriteria Pembangunan Irigasi Sprinkler dan Drip Fateta. IPB. Bogor.
Sudjarwadi. 1990. Teori dan Praktek Irigasi. Pusat Antara Universitas Ilmu Teknik,
UGM, Yogyakarta.