You are on page 1of 13

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 4, Nomor 5, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pencarian


Pelayanan Kesehatan (Health Seeking Behavior) pada Santri
di Pondok Pesantren Al Bisyri Tinjomoyo Semarang

Adi Nur Rahman P., Priyadi Nugraha Prabamurti, Emmy Riyanti


*)
Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro
Koresponden: arahmanprasetya@gmail.com

ABSTRACT
Islamic boarding school has a classic problem that students health problems and
problems of the disease. A disease that is often suffered by the students at the
boarding school, among others, scabies and diarrhea. Poor quality of life of
students in boarding school due to students having a simple behavior and lack of
facilities in the boarding school, especially health care facilities. This is why the
students are less concerned about finding treatment when they feel sick. The
purpose of this study was to analyze factors associated with health seeking
behavior on students at islamic boarding schools Al Bisyri Tinjomoyo Semarang.
This research used analytic survey with cross sectional study. The population of
all students of both men and women living in the islamic boarding school Al Bisyri
are 73 students and the number of samples taken as many as 73 students using
total population method. This study using univariate, bivariate with chi square test
and multivariate analysis. The results showed that students who behave good
health seeking behavior by 58.9%. Students are early teens (47,9%), female
(58,9%), junior high school (80,8%), came from outside the city of Semarang
(86,3%) and have lived in the islamic boarding school for 1-3 years (71,2%). Chi-
square test results showed that the variables associated with health seeking
behavior: access to health care (p-value = 0.032), the perception of pain (p-value
= 0.013) and the need for health care (p-value = 0.007). Multivariate analysis
showed that students who need health care the larger 4 to 5 times to commit
health seeking behavior better than students who do not need health care. From
this research, it needs the support of kiai, ustadz and administrator boarding
against health seeking behavior students in the form of directives given to the
students as a lecture or when students learn in order to change the mindset of
students against health seeking behavior.

Keyword : Health Seeking Behavior, Students, Islamic Boarding School

PENDAHULUAN investasi. Untuk itu, mengingat


Undang-Undang Dasar Negara kesehatan merupakan tanggung
Republik Indonesia Tahun 1945, jawab bersama, maka perlu
Pasal 28 H ayat 1 menyatakan diperjuangkan oleh berbagai pihak
bahwa setiap orang berhak untuk bukan hanya jajaran kesehatan
memperoleh pelayanan kesehatan. semata.(1)Hal ini sejalan dengan
Hal ini dapat diartikan bahwa Pasal 9 ayat 1 Undang-Undang
kesehatan merupakan salah satu Nomor 36 tahun 2009 tentang
hak asasi yang fundamental bagi kesehatan yang menyatakan bahwa
setiap penduduk. Selain sebagai hak setiap orang berkewajiban ikut
asasi, kesehatan juga merupakan mewujudkan, mempertahankan, dan

246
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 5, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

meningkatkan derajat kesehatan Nakes (tenaga kesehatan), Praktek


masyarakat yang setinggi- Batra (Pengobatan Tradisional) dan
tingginya.(2) Dukun. Tempat yang paling banyak
Derajat kesehatan masyarakat dikunjungi oleh penduduk yang
ditentukan oleh banyak faktor, tidak berobat jalan adalah
hanya ditentukan oleh pelayanan Puskesmas/Pustu yaitu sebesar
kesehatan dan ketersediaan sarana 35,50%, diikuti oleh praktek dokter
dan prasarana kesehatan, namun sebesar 30,11%, dan Petugas
juga dipengaruhi faktor ekonomi, Kesehatan sebesar 28,82%.(6)
pendidikan, lingkungan sosial, Dalam hal keputusan untuk
keturunan, dan faktor lainnya. mengobati sendiri keluhan
Faktor-faktor ini berpengaruh pada kesehatan yang dialami selama
kejadian morbiditas, mortalitas dan sebulan referensi, presentase
status gizi di masyarakat. Angka penduduk di Provinsi Jawa Tengah
morbiditas, mortalitas dan status gizi yang mengobati sendiri keluhan
dapat menggambarkan keadaan dan kesehatannya sebesar 62,44%.
situasi derajat kesehatan Sedangkan penduduk yang memiliki
masyarakat.(5) keluhan kesehatan selama sebulan
Susenas tahun 2008 referensi dan memutuskan untuk
menunjukkan bahwa persentase berobat jalan sebesar 44,97%. Dari
penduduk Indonesia yang memilih penduduk yang mengobati sendiri
untuk mengobati sendiri keluhan keluhan kesehatannya tersebut,
kesehatan yang dialami selama sebesar 92,00% diantaranya
sebulan yang lalu ternyata lebih menggunakan obat modern,
besar dibandingkan persentase sedangkan sebesar 18,08%
penduduk yang berobat jalan. menggunakan obat tradisional.
Sebesar 65,59% penduduk yang Tempat yang paling banyak
memiliki keluhan kesehatan selama dikunjungi oleh penduduk yang
sebulan referensi memilih untuk berobat jalan adalah Petugas
mengobati sendiri. Sedangkan yang Kesehatan sebesar 33,24%, diikuti
memilih untuk berobat jalan hanya oleh Puskesmas/Pustu sebesar
sebesar 44,37% dari seluruh 32,70% dan Praktek Dokter sebesar
penduduk yang memiliki keluhan 31,34%.(6)
kesehatan selama sebulan Setiap manusia berkeinginan
referensi.(6) untuk hidup sehat atau paling tidak
Penduduk yang mengobati akan mempertahankan status sehat
sendiri keluhan kesehatannya yang dimilikinya. Tindakan manusia
tersebut, sebesar 90,49% dalam mempertahankan kesehatan
diantaranya menggunakan obat tersebut mengakibatkan terjadinya
modern, sedangkan sebesar 22,26% pemanfaatan pelayanan kesehatan
menggunakan obat yang ada, baik pengobatan
tradisional.Persentase penduduk tradisional maupun pengobatan
yang memiliki keluhan kesehatan modern. Namun hubungan antara
selama sebulan referensi dan sehat dengan permintaan pelayanan
memutuskan untuk berobat jalan, kesehatan tidaklah sesederhana itu.
dikelompokkan berdasarkan tempat Pemanfaatan pelayanan kesehatan
berobat, yaitu Rumah Sakit dipengaruhi oleh banyak faktor tidak
Pemerintah, Rumah Sakit Swasta, hanya jarak, tarif maupun pelayanan
Praktek Dokter, Puskesmas/Pustu kesehatan yang memuaskan atau
(Puskesmas Pembantu), Praktek tidak, tapi juga dipengaruhi oleh

247
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 5, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

faktor akan konsep masyarakat itu Masalah yang biasanya terjadi


sendiri tentang sakit.(7) pada santri di pondok pesantren
Perilaku pencarian pengobatan yaitu masalah kesehatan santri dan
adalah perilaku individu maupun masalah terhadap penyakit. Penyakit
kelompokatau penduduk untuk berbasis lingkungan merupakan
melakukan atau mencari penyakit yang sering menjadi
pengobatan. Perilaku pencarian masalah bagi para santri di pondok
pengobatan di masyarakat sangat pesantren diantaranya adalah kudis
bervariasi. Variasi pencarian (scabies) dan diare. Masalah
pengobatan di masyarakat kesehatan santri dan penyakit di
dipengaruhi dengan jumlah sarana pondok pesantren sangat jarang
pelayanan kesehatan yang semakin mendapat perhatian yang baik dari
bertambah serta jenis, metode serta warga pondok pesantren itu sendiri
peralatan pelayanan kesehatan yang maupun masyarakat dan juga
tersedia di sarana pelayanan pemerintah.(15)
kesehatan juga semakin beragam.(8) Salah satu penyebab buruknya
Anderson dalam buku kualitas kehidupan santri pondok
behavioral model of families use of pesantren di Indonesia karena santri
health services menjelaskan bahwa pondok pesantren memiliki perilaku
perilaku orang sakit berobat ke yang sederhana sesuai dengan
pelayanan kesehatan secara tradisi dan sub-kultur yang
bersama-sama dipengaruhi oleh berkembang sejak awalnya
faktor predisposisi (usia, jenis berdirinya pondok pesantren,
kelamin, pendidikan, pekerjaan), ditambah juga dengan fasilitas
faktor pemungkin (ekonomi pondok pesantren yang kurang
keluarga, akses terhadap sarana untuk menunjang kehidupan sehari-
pelayanan kesehatan yang ada dan hari termasuk fasilitas pelayanan
penanggung biaya berobat) dan kesehatannya.(16)
faktor kebutuhan (kondisi individu Kesederhanaan dan
yang mencakup keluhan sakit).(9) kesahajaan serta kurangnya fasilitas
Pesantren adalah suatu di pondok pesantren terutama
tempat yang tersedia untuk para fasilitas pelayanan kesehatan
santri dalam menerima pelajaran- menjadi salah satu faktor yang
pelajaran agama Islam sekaligus mempengaruhi perilaku pencarian
tempat berkumpul dan tempat pelayanan kesehatan santri ketika
tinggalnya.(13)Santri merupakan sakit di pondok pesantren.
remaja yang sedang mengalami Disamping itu terdapat pula faktor-
masa peralihan perkembangan dari faktor lain yang mempengaruhi
masa kanak-kanak ke masa dewasa perilaku kesehatan santri di Pondok
yang melibatkan perubahan- pesantren, yaitu faktor internal dan
perubahan biologis, kognitif dan eksternal dari santri tersebut.(15)
sosio-emosional untuk Dari hasil studi pendahuluan
mempersiapkan diri memasuki masa didapatkan informasi bahwa ketika
dewasa. Pada masa peralihan ini, merasa sakit, santri yang ada di
santri membutuhkan sosok panutan Pondok Pesantren Al Bisyri hanya
dalam bertindak, dimana kiai beristirahat di kamar saja. Penyakit
merupakan orang yang menjadi yang sering diderita oleh santri
panutan bagi para santri di pondok selama setahun terakhir antara lain
pesantren.(15) adalah batuk, influenza dan demam.
Sedangkan penyakit yang berbasis

248
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 5, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

lingkungan juga ditemukan di mengenai faktor-faktor yang


Pondok Pesantren Al Bisyri seperti berhubungan dengan perilaku
kudis (scabies) sebanyak 17 kasus pencarian pelayanan kesehatan
dan diare sebanyak 29 kasus. (health seeking behavior) pada
Meskipun di pondok pesantren santri di Pondok Pesantren Al Bisyri
sudah ada poskestren, akan tetapi Tinjomoyo Semarang.
belum ada tenaga kesehatan atau
dokter yang bertugas menjaga METODE
poskestren tersebut, sehingga Penelitian ini menggunakkan
membuat santri merasa kesulitan metode survei analitik, yaitu
untuk melakukan pencarian penelitian yang mencoba untuk
pengobatan ketika sakit. menggali bagaimana dan mengapa
Hanya sebagian kecil yang fenomena kesehatan itu terjadi,
mengakses pelayanan kesehatan di kemudian melakukan analisis
luar pondok pesantren. Hal ini dinamika korelasi antara fenomena
dikarenakan jarak pondok pesantren atau antara faktor risiko dengan
yang jauh dari tempat pelayanan faktor efek. Pendekatan yang
kesehatan. Apabila santri merasa digunakan yaitu cross sectional
penyakitnya berat dan tidak kunjung study, dimana dinamika antara
sembuh barulah mereka pergi ke faktor-faktor risiko dengan efek
tempat pelayanan kesehatan seperti dipelajari dengan cara pendekatan,
puskesmas atau klinik yang ada di observasi atau pengumpulan data
sekitar pondok pesantren. sekaligus pada suatu saat (point
Penyakit yang di derita oleh time approach).
para santri tersebut dapat Subyek penelitian ini adalah
mengganggu aktivitas mereka seluruh santri baik laki-laki maupun
seperti beribadah dan belajar di perempuan yang bermukim di
pondok pesantren. Oleh sebab itu, Pondok Pesantren Al Bisyri
seharusnya apabila para santri berjumlah 73 orang.Instrumentyang
merasa sakit, maka segera berobat digunakan dalam penelitian ini
ke pelayanan kesehatan. Hal ini berupa kuisioner yang sebelumnya
penting untuk diperhatikan dan sudah diujicobakan (Try-Out)
dilaksanakan oleh para santri di kepada beberapa santri dari pondok
pondok pesantren. pesantren lain yang kriteria
Namun, kenyataannya inklusinya sama dengan responden
dilapangan masih banyak ditemukan penelitian.Hasil penelitian kemudian
santri-santri yang kurang peduli dilakukan analisis univariat, analisis
dengan kesehatannya, khususnya bivariat menggunakan uji chi-square
masalah health seeking behavior. dan analisis multivariat.
Masih banyak santri yang memilih
beristirahat di kamar ketika merasa HASIL DAN PEMBAHASAN
sakit dibandingkan pergi berobat ke Tabel 1. Uji Hubungan
pelayanan kesehatan. Mereka akan Variabel p- Keterangan
pergi berobat ke pelayanan Bebas valu
kesehatan apabila penyakitnya e
dirasa berat dan tidak kunjung Umur 0,92 Tidakadahubun
sembuh. 9 gan
Dengan adanya permasalahan JenisKela 0,19 Tidak ada
tersebut maka peneliti bermaksud min 7 hubungan
untuk melakukan penelitian Tingkat 0,64 Tidak ada
Pendidikan 9 hubungan

249
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 5, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Asal 0,19 Tidakadahubun dapat mendorong terciptanya suatu


Daerah 1 gan perilaku kesehatan.(14)Namun pada
Lama 0,84 Tidak ada dasarnya umur tidak menjamin
Tinggal di 6 hubungan kedewasaan dan kematangan dalam
Pondok berpikir seseorang untuk mengambil
Pengetahu 0,71 Tidak ada suatu tindakan. Seseorang pada
an 6 hubungan kategori usia dewasa tidak
Sikap 0,42 Tidak ada menjadikan orang tersebut
8 hubungan melakukan perilaku pencarian
Keyakinan 0,21 Tidakadahubun pelayanan kesehatan yang baik,
terhadap 3 gan begitu pula sebaliknya seseorang
Pelayanan pada ketegori usia muda belum
Kesehatan tentu melakukan perilaku yang
Akses 0,03 Ada hubungan buruk.
Pelayanan 2 Soekidjo menjelaskan bahwa
Kesehatan perempuan dan laki-laki mempunyai
Ketersedia 0,19 Tidakadahubun perbedaan sifat dan sikap dalam
an Sarana 7 gan memperoleh pengetahuan.
Pelayanan Pengetahuan yang diperoleh akan
Kesehatan berpengaruh terhadap perilaku.(14)
Ketersedia 0,62 Tidakadahubun Pada penelitian ini didapatkan hasil
an SDM 4 gan bahwa sebagian besar yang
Kesehatan melakukan perilaku pencarian
Persepsi 0,01 Ada hubungan pelayanan kesehatan yang buruk
Sakit 3 adalah responden yang berjenis
Kebutuhan 0,00 Ada hubungan kelamin laki-laki. Namun responden
terhadap 7 perempuan juga ada yang
Pelayanan melakukan perilaku pencarian
Kesehatan pelayanan kesehatan yang buruk.
Hal ini menunjukkan bahwa untuk
Tabel diatasmenunjukkan berlanjut pada perilaku, masih
bahwa variabel yang berhubungan banyak faktor lain yang turut
dengan perilaku pencarian berpengaruh, tidak hanya pada
pelayanan kesehatan, yaitu:akses perbedaan jenis kelamin saja.
pelayanan kesehatan, persepsi sakit Menurut Notoatmodjo, orang
dan kebutuhan terhadap pelayanan dengan pendidikan formal yang lebih
kesehatan. Sedangkan variabel tinggi akan mempunyai pengetahuan
yang tidak berhubungan dengan yang lebih tinggi dibanding orang
perilaku pencarian pelayanan dengan tingkat pendidikan formal
kesehatan, yaitu: umur, jenis yang lebih rendah, karena akan lebih
kelamin, tingkat pendidikan, asal mampu dan mudah memahami arti
daerah, lama tinggal di pondok, dan pentingnya kesehatan serta
pengetahuan, sikap, keyakinan pemanfaatan pelayanan
terhadap pelayanan kesehatan, kesehatan.(15)Namun belum tentu
ketersediaan sarana pelayanan seseorang dengan tingkat
kesehatan dan ketersediaan SDM pendidikan yang rendah melakukan
kesehatan. perilaku pencarian pelayanan
Menurut Green, karakteristik kesehatan yang buruk, begitu pula
yang ada dalam diri responden sebaliknya seseorang dengan
seperti umur adalah faktor yang tingkat pendidikan yang tinggi tidak

250
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 5, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

menjadikan orang tersebut sendiri maupun dari luar untuk


melakukan perilaku pencarian diwujudkan dalam bentuk tindakan
pelayanan kesehatan yang baik. Hal atau perbuatan.
ini dapat terjadi mengingat bahwa Setyawan menyatakan bahwa
individu adalah sosok yang unik ada hubungan antara sikap dan
yang memiliki beranekaragam minat masyarakat untuk
kepribadian, sifat, budaya, maupun memanfaatkan sarana pelayanan
kepercayaan. kesehatan modern.(48) Sedangkan
Mahatma yang menurut teori Green, sikap adalah
menghubungkan antara daerah asal suatu faktor yang dapat mendorong
responden dengan perilaku, dimana terwujudnya suatu perilaku
hasil penelitiannya menunjukkan kesehatan tertentu.(14)Namun sama
bahwa tidak ada hubungan antara halnya dengan pengetahuan, sikap
daerah asal dengan praktek pun juga membutuhkan faktor lain,
pencarian pengobatan.(45) Sama baik itu yang berasal dari diri sendiri
halnya dengan penelitian ini juga maupun dari luar untuk diwujudkan
didapatkan hasil bahwa variabel asal dalam bentuk tindakan atau
daerah tidak berhubungan dengan perbuatan.
perilaku pencarian pelayanan Hendrawan bahwa terdapat
kesehatan. Hal ini dikarenakan untuk hubungan antara faktor kepercayaan
mendorong terwujudnya perilaku kepada sarana pengobatan dengan
pencarian pelayanan kesehatan pemilihan upaya
dibutuhkan faktor lain misalnya pengobatan.(49)Sedangkan Anderson
ketersediaan sarana pelayanan menyebutkan bahwa setiap individu
kesehatan, tidak hanya asal daerah mempunyai kecenderungan
saja. menggunakan pelayanan kesehatan
Littik menjelaskan bahwa yang berbeda-beda yang
masyarakat lebih memilih untuk disebabkan karena adanya
mengabaikan keluhan kesehatan perbedaan keyakinan penyembuhan
yang ada dibanding mencari penyakit.(27)Namun apabila
pengobatan ke fasilitas kesehatan kepercayaan tidak di dukung oleh
dikarenakan kurangnya faktor lain, misalnya ketersediaan
pengetahuan masyarakat mengenai sarana pelayanan kesehatan dan
kegunaan pelayanan kesehatan, akses pelayanan kesehatan yang
pengobatan dan informasi lainnya mudah, maka tidak dapat
mengenai akibat dari penyakit yang diwujudkan dalam bentuk tindakan
diderita mereka apabila mereka tidak atau perbuatan.
segera berobat.(41) Keterjangkauan/jarak
Menurut Green, pengetahuan merupakan salah satu faktor yang
merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pemanfaatan
mempermudah terjadinya suatu pelayanan kesehatan. Kondisi
perilaku. Pengetahuan merupakan geografis yang sulit dengan jarak
salah satu faktor pada diri seseorang tempuh yang jauh dapat menjadi
yang dapat mempengaruhi tindakan suatu halangan bagi seseorang
atau perilaku.(14)Namun tidak semua untuk mencapai sarana kesehatan
orang menggunakan pengetahuan yang ada.(33) Sedangkan Model
yang dimilikinya sebagai dasar dari McGarthy dalam Saifudin, akses
tindakan yang dilakukan. terhadap pelayanan kesehatan
Pengetahuan membutuhkan faktor dipengaruhi oleh lokasi dan kondisi
lain, baik itu yang berasal dari diri geografis, jenis pelayanan yang

251
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 5, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

tersedia, kualitas pelayanan, memungkinkan seseorang untuk


transportasi, dan akses terhadap memanfaatkan pelayanan
informasi.(34) pengobatan.(27)Sama halnya dengan
Anderson berasumsi bahwa penelitian ini didapatkan hasil bahwa
semakin banyak sarana dan tenaga variabel ketersediaan SDM
kesehatan, semakin kecil jarak kesehatan tidak berhubungan
jangkau masyarakat terhadap dengan perilaku pencarian
tempat pelayanan kesehatan pelayanan kesehatan. Hal ini
seharusnya tingkat penggunaan dikarenakan meskipun jumlah
pelayanan kesehatan akan tenaga kesehatan yang tersedia,
bertambah.(27)Hal ini diperkuat akan tetapi seseorang tidak merasa
dengan penelitian Smith yang membutuhkannya, maka orang
membuktikan bahwa menempatkan tersebut tidak akan memanfaatkan
fasilitas pelayanan kesehatan lebih pelayanan kesehatan yang ada.
dekat kepada masyarakat golongan Menurut Jordan dan Sudarti
sosial ekonomi rendah secara yang dikutip Sarwono, mengatakan
langsung menyebabkan pelayanan bahwa persepsi masyarakat tentang
tersebut diterima oleh masyarakat. sehat-sakit dipengaruhi oleh unsur
Hasil penelitiannya menyebutkan pengalaman masa lalu, di samping
bahwa masyarakat segan unsur sosial budaya. Persepsi sakit
berpergian jauh ke sarana merupakan pengalaman yang
pengobatan hanya untuk dihasilkan melalui pancaindra.
pengobatan ringan. Lama Setiap orang mempunyai persepsi
berpergian dan jarak juga yang berbeda meskipun mengamati
mempengaruhi pencarian objek yang sama.(38)
pengobatan.(35) Sukiswoyomenyimpulkan
Hendro menyatakan bahwa bahwa ada hubungan yang
ketersediaan sarana pelayanan bermakna antara keparahan sakit
kesehatan responden tidak dengan praktek pencarian
mempengaruhi perilaku dalam pengobatan. Hal ini dikarenakan
pencarian pengobatan.(50) apabila responden merasa
Ketersediaan sarana pelayanan penyakitnya masih ringan, maka
kesehatan yang minim tidak tidak akan melakukan pencarian
mempengaruhi perilaku responden pengobatan. Sedangkan apabila
dalam melakukan pencarian responden merasa penyakitnya
pengobatan karena responden telah sudah parah, maka akan melakukan
memiliki pengetahuan yang baik, pencarian pengobatan.(36)Sedangkan
yaitu jika mereka mengalami menurut Notoatmodjo, persepsi
masalah kesehatan, maka masyarakat tentang sehat-sakit erat
seharusnya melakukan pencarian hubungannya dengan perilaku
pelayanan kesehatan. Akan tetapi pencarian pengobatan.(7)
apabila responden tidak Menurut Littik kebutuhan
membutuhkan pelayanan kesehatan, diukur sebagai gangguan kesehatan
maka responden tidak akan atau kesakitan yang dikeluhkan
memanfaatkan pelayanan sendiri oleh individu yang
kesehatan, meskipun tersedia bersangkutan. Status kesehatan
sarana pelayanan kesehatannya. merupakan ukuran yang memadai
Anderson menyebutkan bahwa untuk mengukur kebutuhan
jumlah tenaga kesehatan yang kesehatan atau pemanfaatan ke
tersedia merupakan komponen yang pelayanan kesehatan. Kebutuhan

252
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 5, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

terhadap pelayanan kesehatan SIMPULAN


dapat diukur menggunakan penilaian 1. Perilaku pencarian pelayanan
kesehatan individu.(41) kesehatan pada santri
Purwono di Kabupaten Kulon menunjukkan kategori baik
Progo menyiumpulkan bahwa sebesar 58,9%, sedangkan
kebutuhan akan pengobatan pada kategori buruk sebesar
memiliki hubungan yang erat dengan 41,1%. Secara keseluruhan
penentuan pemilihan pengobatan. perilaku pencarian pelayanan
Hal ini dikarenakan kebutuhan yang kesehatan pada santri sudah
dirasakan oleh responden baik, akan tetapi masih ada
berhubungan langsung dengan santri yang membiarkan saja
penggunaan atau permintaan penyakitnya dan membeli obat-
pelayanan kesehatan.(40)Apabila obatan di warung obat.
responden merasa butuh terhadap 2. Santri yang termasuk dalam
pelayanan kesehatan, maka perilaku kategori remaja awal (10-14
pencarian pelayanan kesehatannya tahun) sebesar47,9%, santri
akan baik. Sebaliknya apabila yang berjenis kelamin
responden merasa tidak butuh perempuan sebesar 58,9%,
terhadap pelayanan kesehatan, santri dengan tingkat pendidikan
maka akan berperilaku pencarian SMP sebesar 80,8%, santri
pelayanan kesehatan yang buruk. yang berasal dari luar kota
Berdasarkan hasil analisis Semarang sebesar 86,3%, dan
multivariat menggunakan uji Logistic santri yang telah tinggal di
Multiple Regression menunjukkan pondok selama 1-3 tahun
bahwa variabel kebutuhan terhadap sebesar 71,2%.
pelayanan kesehatan, akses 3. Santri yang memiliki
pelayanan kesehatan dan persepsi pengetahuan yang baik
sakit berpengaruh signifikan dan mengenai health seeking
positif atau searah terhadap perilaku behavior sebesar 65,8%.
pencarian pelayanan kesehatan. Secara keseluruhan
Variabel yang paling besar pengetahuan santri sudah baik,
pengaruhnya terhadap perilaku akan tetapi masih ada
pencarian pelayanan adalah santriyang belummengetahui
kebutuhan terhadap pelayanan jenis-jenis fasilitas pelayanan
kesehatan (OR=4,765), yang artinya kesehatan dan jenis-jenis
kemungkinan responden yang pengobatan tradisional.
membutuhkan pelayanan kesehatan 4. Santri yang memilikisikap yang
lebih besar 4 sampai 5 kali untuk mendukung terhadap health
melakukan pencarian pelayanan seeking behavior sebesar
kesehatan yang baik dibandingkan 68,5%. Secara keseluruhan
responden yang merasa tidak sikap santri sudah mendukung,
membutuhkan pelayanan kesehatan. akan tetapi masih ada santri
Dengan demikian dapat disimpulkan yang tidak mendukung terhadap
bahwa santri di Pondok Pesantren Al perilaku pencarian pelayanan
Bisyri akan melakukan pencarian kesehatan dikarenakan lebih
pelayanan kesehatan jika merasa memilih untuk membeli obat-
butuh terhadap pelayanan obatan di warung obat dan
kesehatan. berobat ke pengobatan
tradisional pada saat sakit.

253
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 5, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

5. Santri yang memiliki keyakinan penyakit yang dideritanya ringan


terhadap pelayanan kesehatan atau belum parah dan tidak
sebesar 52,1%. Secara mengganggu aktivitas sehari-
keseluruhan santri sudah yakin harinya seperti belajar dan
terhadap pelayanan kesehatan, mengaji, maka santri tidak akan
akan tetapi masih ada santri pergi ke pelayanan kesehatan.
yang lebihyakin penyakitnya 10. Santri yang membutuhkan
akan sembuh apabila pelayanan kesehatan sebesar
melakukan pengobatan sendiri, 52,1%, akan tetapi masih ada
membeliobat-obatan di santri yang tidak membutuhkan
warungobatdanberobatkepengo pelayanan kesehatan. Santri
batantradisional dibandingkan tersebut membutuhkan obat-
berobat ke pelayanan obatan yang dibeli di warung
kesehatan obat, bahkan adapula santri
6. Santri dengan akses pelayanan yang membutuhkan pengobatan
kesehatan yang mudah sebesar sendiri dan pengobatan
64,4%. Akan tetapi masih ada tradisional.
santri yang kesulitan 11. Variabel yang berhubungan
mengakses pelayanan dengan perilaku pencarian
kesehatan karena jarak menuju pelayanan kesehatan, yaitu:
ke fasilitas pelayanan kesehatan akses pelayanan kesehatan (p-
yang jauh, waktu tempuh value= 0,032), persepsi sakit (p-
menuju ke fasilitas pelayanan value= 0,013) dan kebutuhan
kesehatan yang lama dan biaya terhadap pelayanan kesehatan
transportasi menuju ke fasilitas (p-value= 0,007).
pelayanan kesehatan yang 12. Kebutuhan terhadap pelayanan
mahal. kesehatan merupakan faktor
7. Santri yang menyatakan tidak yang paling berpengaruh
tersedianya sarana pelayanan terhadap perilaku pencarian
kesehatan sebesar 41,1%. Hal pelayanan kesehatan dengan
ini dikarenakan belum nilai regresi Exp B (odds ratio)
tersedianya sarana pelayanan sebesar 4,765 yang artinya
kesehatan rujukan yang lebih kemungkinan responden yang
tinggi seperti rumah sakit di membutuhkan pelayanan
sekitar pondok pesantren. kesehatan lebih besar 4 sampai
8. Santri yang menyatakan tidak 5 kali untuk melakukan perilaku
tersedianya SDM kesehatan pencarian pelayanan kesehatan
sebesar 36,6%. Hal ini yang baik dibandingkan
dikarenakan di pondok responden yang tidak
pesantren belum ada dokter membutuhkan pelayanan
yang berjaga di poskestren dan kesehatan.
tidak ada perawat di sekitar
pondok pesantren. Selain itu
SARAN
jumlah tenaga kesehatan di
1. Perlu adanya dukungan dari
sekitar pondok pesantren juga
kiai, ustadz dan pengurus
masih sedikit.
pondok pesantren terhadap
9. Santri yang memiliki persepsi
perilaku pencarian pelayanan
sakit yang tinggi sebesar 50,7%.
kesehatan pada santri dalam
Akan tetapi masih ada santri
bentuk arahan yang diberikan
yang mempunyai persepsi jika
kepada para santri ketika

254
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 5, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

ceramah atau pun pada saat kesehatan dan pengobatan


santri belajar guna mengubah tradisional, dikarenakan masih
pola piker santri terhadap health ada santri yang belum
seeking behavior, sehingga mengetahui jenis-jenis fasilitas
setiapsantri yang mengalami pelayanan kesehatan dan
gangguan kesehatan akan pengobatan tradisional. Selain
berupaya melakukan pencarian itu perubahan sikap juga
pengobatan. Hal ini dikarenakan diperlukan karena masih ada
masih ada santri yang memiliki santri yang memiliki sikap tidak
persepsi bahwa jika penyakit mendukung terhadap perilaku
yang dideritanya belum parah pencarian pelayanan kesehatan,
dan tidak mengganggu aktivitas dimana santri lebih memilih
sehari-harinya seperti belajar untuk membeli obat-obatan di
dan mengaji, maka santri tidak warung obat dan berobat ke
akan pergi ke pelayanan pengobatan tradisional pada
kesehatan. Selain itu masih ada saat sakit.
santri yang merasa tidak
membutuhkan pelayanan
KEPUSTAKAAN
kesehatan.
1. Kementrian Kesehatan Republik
2. Pondok Pesantren Al Bisyri
Indonesia. Peraturan Menteri
perlu menjalin kerjasama
Kesehatan Republik Indonesia
dengan puskesmas untuk
Nomor 1 Tahun 2013 Tentang
mendatangkan petugas
Pedoman Penyelenggaraan dan
kesehatan ke pondok pesantren
Pembinaan Pos Kesehatan
sesuai dengan kemampuan
Pesantren. Jakarta: Kemenkes
puskesmas yaitu sebulan sekali.
R.I; 2013.
Hal ini dilakukan sebagai upaya
2. Republik Indonesia. Undang-
untuk mendekatkan pelayanan
Undang Republik Indonesia
kesehatan ke lingkungan
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
pondok pesantren, sehingga
Kesehatan. Lembaran Negara
dapat mempermudah santri
Republik Indonesia Nomor 144.
dalam melakukan pencarian
Jakarta: Sekretariat Negara R.I;
pengobatan pada saat sakit,
2009.
karena di pondok pesantren
3. Republik Indonesia. Undang-
belum ada tenaga kesehatan
Undang Republik Indonesia
atau dokter yang bertugas
Nomor 17 Tahun 2007 Tentang
menjaga poskestren, meskipun
Rencana Pembangunan Jangka
di pondok pesantren sudah ada
Panjang Nasional Tahun 2005-
poskestren.
2025. Tambahan Lembaran
3. Perlu diadakannya kegiatan
Negara Republik Indonesia
penyuluhan kesehatan yang
Nomor 4700. Jakarta:
dilakukan oleh petugas
Sekretariat Negara R.I; 2007.
kesehatan dengan tujuan untuk
4. Kementrian Kesehatan Republik
meningkatkan pengetahuan
Indonesia. Keputusan Menteri
santri tentang health seeking
Kesehatan Republik Indonesia
behavior serta merubah sikap
Nomor HK.03.01/60/I/2010
santri terhadap health seeking
Tentang Rencana Strategis
behavior. Terutama
Kementrian Kesehatan Tahun
pengetahuan mengenai jenis-
2010-2014. Jakarta: Kemenkes
jenis fasilitas pelayanan
R.I; 2010.

255
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 5, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

5. Kementrian Kesehatan Republik 14. Kementrian Agama Republik


Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia. Analisis dan
Indonesia 2009. Jakarta: Interpretasi Data pada Pondok
Kemenkes R.I; 2010. Pesantren , Madrasah Diniyah (
6. Departemen Kesehatan Madin ), Taman Pendidikan Qur
Republik Indonesia. Profil ’ an ( TPQ ) Tahun Pelajaran
Kesehatan Indonesia 2008. 2011-2012. Jakarta: Kemenag
Jakarta: Depkes R.I; 2009. R.I; 2012.
7. Notoatmodjo S. Pendidikan dan 15. Ikhwanudin A. Perilaku
Perilaku Kesehatan. Jakarta: Kesehatan Santri: (Studi
Rineka Cipta; 2003. Deskriptif Perilaku
8. Ilyas Y. Mengenal Asuransi- Pemeliharaan Kesehatan,
Review Utilisasi, Manajemen Pencarian dan Penggunaan
Klaim dan Fraud. Depok: Sistem Kesehatan dan Perilaku
Fakultas Kesehatan Masyarakat Kesehatan Lingkungan di
Universitas Indonesia; 2003. Pondok Pesantren Assalafi Al
9. Supardi S. Karakteristik Fithrah, Surabaya). Surabaya:
Penduduk Sakit yang Memilih Departemen Sosiologi, FISIP,
Pengobatan Rumah Tangga di Universitas Airlangga; 2010.
Indonesia (Analisis Data 16. A. R. Pemberdayaan Pesantren.
Riskesdas 2007) [Internet]. 2011 Yogyakarta: Pustaka Pesantren;
[cited 2014 Jul 2]. Available 2005.
from: 17. Arifin M. Kapita Selekta
http://ejournal.litbang.depkes.go. Pendidikan Islam dan Umum.
id/index.php/hsr/article/view/223 Jakarta: Bumi Aksara; 1991.
5 18. Dhofier Z. Tradisi Pesantren:
10. Anonim. Faktor-Faktor yang Studi tentang Pandangan Hidup
Mempengaruhi Perilaku Kyai. Jakarta: LP3ES; 1994.
Pencarian Pelayanan 19. Hakim L. Pola Pembelajaran di
Kesehatan Pada Pasien DBD Pesantren. Jakarta: Departemen
[Internet]. 2012 [cited 2014 Jul Agama Ditpekanpontren Ditjen
2]. Available from: Kelembagaan Agama Islam;
http://www.kti- 2003.
skripsi.net/2012/08/faktor-faktor- 20. Mastuhu. Dinamika Sistem
yang-mempengaruhi.html Pendidikan Pesantren. Jakarta:
11. Notoatmodjo S. Promosi INIS; 1994.
Kesehatan Teori dan Aplikasi. 21. Nafi’ MD. Praktis Pembelajaran
Jakarta: Rineka Cipta; 2005. Pesantren. Yogyakarta: Institute
12. Tukiman & Jumirah. Perilaku For Training; 2007.
Masyarakat Dalam Penggunaan 22. Redaksi D. Ensiklopedi Islam.
Obat Bebas di Kotamadya Jakarta: Ichtiar Baru Van Hove;
Medan. Medan: Fakultas 1993.
Kesehatan Masyarakat 23. Mu’awanah. Manajemen
Universitas Sumatera Utara; Pesantren Mahasiswa: Studi
2001. Ma’had UIN Malang, Kediri:
13. Qomar M. Pesantren dari STAIN. Kediri Press; 2009.
trasformasi Metodologi Menuju 24. Wahid A. Bunga Rampai
Demokratisasi Institusi. Jakarta: Pesantren. Jakarta: Dharma
Erlangga; 2007. Bakti; 1999.

256
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 5, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

25. Bawani I. Tradisionalisme dalam Jakarta: Program Pasca Sarjana


Pendidikan Islam. Surabaya: Al- FKM UI; 2001.
Ikhlas; 1993. 36. Sukiswoyo. Praktek Pencarian
26. Notoatmodjo S. Ilmu Perilaku Pengobatan (Care Seeking)
Kesehatan. Jakarta: Rineka Penderita Suspek Malaria di
Cipta; 2010. Wilayah Kerja Puskesmas
27. Notoatmodjo S. Promosi Kandangserang Kabupaten
kesehatan dan Ilmu Perilaku. Pekalongan Tahun 2005.
Jakarta: Rineka Cipta; 2007. Semarang: Program Pasca
28. Dever A. Epidemiology in Health Sarjana Universitas Diponegoro;
Services Management. United 2005.
Stated of America: An Aspen 37. Ewles S. Promosi Kesehatan
system Corporation; 1984. Petunjuk Praktis. Yogyakarta:
29. Anderson, R. A. Behavioral Gadjah Mada University Press;
Model of Families Use of Health 1994.
Services (Chicago: Center for 38. Sarwono. Konsep Sehat – Sakit
Health Administration Studies, [Internet]. 2005. Available from:
University of Chicago). 1994. http://www.health.edu/sehat_sar
30. Notoatmodjo S. Metodologi .htm
Penelitian Kesehatan. Jakarta: 39. Permatasari, N. T., & Rochmah
Rineka Cipta; 2010. TN. Analisis Vertical Equity
31. Afifah E. Faktor-Faktor yang Pada Pemanfaatan Pelayanan
Berhubungan dengan Perilaku Kesehatan. J Adm Kesehat
Pencarian Pengobatan pada Indones. 2013;1:83–90.
Pria dengan PMS HIV/AIDS di 40. Purwono H. Faktor-Faktor Yang
Jakarta, Surabaya dan Menado Mempengaruhi Penentuan
(Analisa Data Sekunder USAID Pemilihan Pengobatan Pada
Tahun 2000). Jakarta: Program Masyarat Dusun Nabin
Pasca Sarjana FKM UI; 2003. Kabupaten Kulon Progo.
32. Ngambut, Karolus & Sila O. Yogyakarta: Fakultas
Faktor Lingkungan dan Perilaku Kedokteran Universitas Islam
Masyarakat Tentang Malaria di Indonesia; 2007.
Kecamatan Kupang Timur 41. Littik S. Hubungan Antara
Kabupaten Kupang. J Kesmas Kepemilikan Asuransi
Nas. 2013;7(6). Kesehatan dan Akses
33. Rochman T. Pola Kebutuhan Pelayanan Kesehatan di Nusa
dan Permintaan Ibu Pasangan Tenggara Timur. MKM; 2008.
Usia Subur Terhadap 42. Prasetya Y. Hubungan faktor
Pertolongan Persalinan di Lingkungan Terhadap Perilaku
Puskesmas. Surabaya: Program Merokok Pada Remaja Di SMA
Pasca Sarjana Universitas Negeri 1 Narmada Kabupaten
Airlangga; 1994. Lombok Barat NTB. Mataram:
34. Saifudin. Kebidanan Komunitas. Poltekkes Kemenkes Mataram;
Surabaya: EGC; 2005. 2008.
35. Hediyati. Faktor-faktor yang 43. Wicaksono A. Faktor – Faktor
Berhubungan dengan Yang Mempengaruhi Penentuan
Pelayanan Kesehatan Dasar Pemilihan Pengobatan Pada
Puskesmas di Kebaupaten Penduduk Kelurahan Gowongan
Lampung Barat Tahun 2000. Kecamatan Jetis Kotamadya
Yogyakarta. Yogyakarta:

257
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 5, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Fakultas Kedokteran Universitas 50. Tjahjono HD. Gambaran Faktor-


Islam Indonesia; 2005. Faktor yang Memengaruhi
44. Nainggolan M& P. Pengaruh Perilaku Ibu dalam Pencarian
Faktor Predisposing, Enabling Pengobatan ISPA Balita di
Dan Reinforcing Terhadap Turen Malang. J Keperawatan.
Tindakan Ibu Dalam 2014;3(1):8–16.
Pencegahan Penyakit 51. Gaol, Tiomarni Lumban.
Pneumonia Pada Balita Di Pengaruh Faktor
Kelurahan Perdagangan Sosiodemografi, Sosioekonomi
Kecamatan Bandar Kabupaten dan Kebutuhan terhadap
Simalungun Tahun 2008. Perilaku Masyarakat dalam
Medan: Fakultas Kesehatan Pencarian Pengobatan di
Masyarakat Universitas Kecamatan Medan Kota Tahun
Sumatera Utara; 2008. 2013. Medan: Fakultas
45. Inantha MW. Perilaku Kesehatan Masyarakat
(Pengetahuan, Sikap dan Universitas Sumatera Utara;
Praktek) Masyarakat tentang 2013.
Penggunaan Jasa Pengobatan
Tradisional Patah Tulang
Sangkal Putung di Desa Sroyo
Kecamatan Jaten Kabupaten
Karang Anyar. Semarang:
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro; 1997.
46. Taufik M. Berbagai Aliran
Sekitar Hakekat Pengetahuan
Dan Sumber-Sumber
Pengetahuan. Bogor: Program
Pasca Sarjana Manajemen Dan
Bisnis Institut Pertanian Bogor;
2010.
47. Azwar S. Sikap Manusia Teori
dan Pengukurannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar;
2011.
48. Setyawan E. Perilaku Pencarian
Pengobatan Pada Kelompok Ibu
Rumah Tangga di Desa
Tirtonarto Kecamatan cawas
Kabupaten Klaten. Semarang:
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro; 2007.
49. Hendrawan H. Faktor-Faktor
yang Berhubungan dengan
Perilaku Ibu Balita dalam
Pencarian Pengobatan pada
Kasus-Kasus Balita dengan
Pneumonia di Kabupaten
Serang. J Media Litbang
Kesehat. 2005;15(3).

258

You might also like