You are on page 1of 12

Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011

DIVERSIFIKASI PRODUK OLAHAN TERNAK RUMINANSIA


KECIL MELALUI TEKNOLOGI PASCAPANEN
MENDUKUNG PSDSK 2014
(Diversification of Small Ruminant Product Processing
through Postharvest Technology to Support PSDSK 2014)
RUDY TJAHJOHUTOMO, ABUBAKAR dan S. USMIATI

Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian


Jl. Tentara Pelajar No. 12 Cimanggu, Bogor 16114

ABSTRACT

Indonesia's determination to achieve self-sufficiency in meat through 2014 PSDSK (Self Sufficiency
Programs Beef and Buff) is measures on the right track and must be fully supported as strongly associated
with security and food sovereignity. Importation of beef cattle and frozen meat from neighbor countries still
needed to fullfil the gap between the level of consumption and production. To reduce the number of imported
beef and frozen meat, small ruminant livestock (goats and sheep) have significant potential for national meat
supply, which so by goat population of about 16.8 million of sheep and 10.9 million or total 27.7 million,
with national meat consumption reaches 6 percent. Until now perceived utilization of livestock production is
not optimal caused by harvesting losed, varity of product quality, postharvesting handling weaknesses, has a
perishable nature and poor marketing system. Diversification of small ruminant products processed through
postharvest technology is expected to produce the product or the quality of processed products, preferred by
consumers thereby increasing the added value and competitiveness, while supporting PSDSK. To support the
diversification of the necessary strategies for the enhancement of processed livestock products quality and
safety (food safety), namely through the selection of superior livestock seed, feeding with good quality, good
management of maintenance, disease control, postharvest technology, appropriate, and implement principles
of security since the level producers, intermediaries and the subsequent marketing to consumers as directed
and sustained. Postharvest technology research and development of small ruminants is expected to improve
product quality, added value and competitiveness to be able supporting PSDSK 2014.
Key Words: Small Ruminants, Processed Diversification, Postharvest, PSDSK

ABSTRAK

Tekad Indonesia untuk mewujudkan swasembada daging melalui PSDSK 2014 me rupakan langkah yang
sudah ditentukan dan harus didukung sepenuhnya karena sangat terkait dengan ketahanan pangan. Import sapi
potong dan daging beku dari negara tetangga masih diperlukan untuk menutup kesenjangan antara tingkat
konsumsi dengan tingkat produksi. Untuk mengurangi import sapi potong dan daging beku, masih ada ternak
ruminansia kecil yaitu ternak kambing dan domba yang mempunyai potensi cukup signifikan dalam
penyediaan daging nasional, dimana sampai saat ini populasi kambing sekitar 16,8 juta ekor dan domba 10,9
juta ekor atau total 27,7 juta ekor. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi daging ruminansia kecil pada
konsumsi daging nasional mencapai 3 persen. Sampai saat ini produksi hasil ternak dirasakan
pemanfaatannya belum optimal oleh karena adanya susut hasil, beragamnya mutu produk, kurang berdaya
gunanya cara-cara penanganan dan pengolahan, mempunyai sifat mudah rusak, serta lemahnya sistem
pemasaran. Diversifikasi produk olahan ternak ruminansia kecil melalui teknologi pascapanen, diharapkan
dapat menghasilkan produk ataupun hasil olahan yang bermutu, disukai konsumen sehingga meningkatkan
nilai tambah dan daya saing, sekaligus mendukung PSDSK 2014. Untuk mendukung diversifikasi olahan
tersebut diperlukan strategi peningkatan produk hasil ternak yang bermutu dan aman (food safety), yaitu
melalui pemilihan bibit ternak yang unggul, pemberian pakan dengan mutu baik, tatalaksana pemeliharaan
yang baik, pengendalian penyakit, teknologi pascapanen yang tepat guna, serta menerapkan prinsip-prinsip
pengamanan sejak ditingkat produsen, perantara dan tingkat pemasaran selanjutnya sampai konsumen secara
terarah dan berkesinambungan. Penelitian dan pengembangan teknologi pascapanen ternak ruminansia kecil

39
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011

diharapkan dapat meningkatkan kualitas produk, nilai tambah dan daya saing sekaligus dapat mendukung
PSDSK 2014 khususnya dan pembangunan subsektor peternakan pada umumnya.
Kata Kunci: Ruminansia Kecil, Diversifikasi Olahan, Pascapanen, PSDSK 2014

PENDAHULUAN HASIL TERNAK RUMINANSIA KECIL

Kementerian Pertanian melalui Permentan Ternak ruminansia kecil, merupakan ternak


No.19 Tahun 2010 menargetkan swasem bada herbivora yang sangat populer dikalangan
daging sapi pada tahun 2014, melalui PSDSK petani di Indonesia terutama yang tinggal di
2014. Sejumlah program, penyediaan daging pulau Jawa. Jenis ternak ini mudah dipelihara,
sapi dari dalam negeri diproyeksikan dapat memanfaatkan limbah dan hasil ikutan
meningkat dari 67 persen pada tahun 2010 pertanian dan industri, mudah di
menjadi 90 persen pada 2014. Upaya kembangbiakkan, dan pasarnya selalu tersedia
swasembada daging sapi akan ditempuh setiap saat serta memerlukan modal yang
melalui sejumlah program, diantaranya relatif sedikit dibandingkan dengan ternak
memperbanyak jumlah populasi sapi induk yang lebih besar. Kemampuan ternak ini untuk
melalui program kredit usaha pembibitan sapi. memanfaatkan hijauan sebagai bahan makanan
Selain itu juga memanfaatkan lahan-lahan utama menjadi daging, menempatkan ternak
terlantar sekitar 7,13 juta ha yang masih ruminansia kecil sebagai bagian yang cukup
potensial digunakan untuk peternakan dan penting artinya bagi perekonomian nasional
meningkatkan jumlah kelahiran anak sapi pada umumnya, maupun kesejahteraan
menjadi 100.000 ekor dalam lima tahun. keluarga petani di pedesaan pada khususnya.
Peningkatan produksi peternakan belum Ruminansia kecil tersebar luas di daerah
dikatakan berhasil apabila tidak diikuti oleh pedesaan dan biasanya dipelihara dengan tujuan
teknologi pascapanen yang pada akhirnya sebagai tabungan hidup maupun sebagai ternak
untuk meningkatkan konsumsi daging melalui potong/ternak susu untuk dikonsumsi keluarga
diversifikasi pangan daging yang bertujuan disamping kotorannya dapat dipergunakan
untuk meningkatan nilai tambah hasil untuk pupuk yang baik bagi tanaman.
peternakan melalui pembangunan industri Pemeliharaan ternak ini di pedesaan
untuk memperluas kesempatan kerja, merupakan bagian dari usaha tani secara
meningkatkan penghasilan dan memacu keseluruhan dalam skala yang relatif kecil
pembangunan ekonomi pedesaan dan dengan rataan jumlah kepemilikan sebanyak
memenuhi kebutuhan pangan dan gizi 3 – 5 ekor per keluarga petani. Keadaan ini
masyarakat luas. membuktikan bahwa ternak ruminansia kecil
Potensi agroindustri untuk meningkatkan belum mendapatkan perhatian yang besar
kualitas dan nilai tambah produk pada dalam hal peningkatan potensinya sebagai
subsektor peternakan, pada pengembangan pemasok daging untuk dapat ditingkatkan
ternak masih sangat luas. Hasil peternakan kepada skala produksi yang secara ekonomik
merupakan bahan yang sangat mudah rusak memberikan keuntungan yang optimal.
sehingga perlu segera dilakukan penanganan Menurut penelitian, di pulau Jawa
dan pengolahan. Berbagai teknologi diperkirakan bahwa ternak ruminansia kecil
pascapanen (penanganan / pengawetan dan dapat dijumpai pada satu dari hampir setiap
pengolahan) dapat meningkatkan kualitas dan lima rumah tangga petani di pedesaan.
nilai tambah produk. Limbah hasil peternakan Kenyataan ini menunjukkan besarnya peranan
juga merupakan sumber bahan baku untuk ternak di pedesaan dan penting artinya bagi
berbagai kegiatan industri kecil dalam perekonomian masyarakat petani di Indonesia.
menghasilkan produk akhir maupun produk Di daerah pedesaan, ternak ini biasanya
setengah jadi (ABUBAKAR et al., 1999) dipelihara secara tradisional dengan sistem

40
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011

dikandangkan atau setengah digembalakan. daging sapi tahun 2010 sebesar 412 ribu ton,
Sistem perkandangan yang sederhana dan dan pada tahun 2014 sebesar 546 ribu ton
pemberian makanan yang berasal dari (pertumbuhan 7,30%/tahun), dengan sasaran
penyediaan alam sekitarnya serta belum konsumsi daging sapi tahun 2010 sebesar 2,7
adanya sistem pemilihan bibit yang terarah, kg/kap/tahun dan pada tahun 2014 sebesar 3,3
merupakan ciri khusus dari cara pemeliharaan kg/kap/tahun, sementara sasaran produksi
tradisional tersebut. Sampai saat ini usaha daging kerbau tahun 2010 sebesar 42 ribu ton
ternak ruminansia kecil dipedesaan di Pulau dan pada tahun 2014 sebesar 55,4 ribu ton
Jawa yang sudah berlangsung selama beberapa (pertumbuhan 0,32%/tahun) dan sasaran
abad ini masih merupakan bagian yang penting produksi daging kambing/domba tahun 2010
dalam sistem usaha tani secara keseluruhan. sebesar 133 ribu ton dan pada tahun 2014
Ternak ruminansia kecil, disamping sebesar 161 ribu ton (pertumbuhan 4,95%/
sebagai penghasil daging, juga mempunyai tahun).
potensi sebagai penghasil kulit yang bernilai Daging ruminansia kecil untuk konsumsi
ekonomi tinggi, sedangkan khusus kambing pada umumnya dihasilkan dari jenis-jenis
perah disamping sebagai penghasil susu, juga kambing-domba lokal pedaging atau afkir dari
meghasilkan daging setelah diafkir sebagai kambing penghasil susu antara lain, kambing
kambing perah disamping itu, juga Etawah, Kacang, Bali/Gembrong, Domba
menghasilkan kulit, tulang, tanduk dan kotoran Garut, dll. Hasil utama kambing-domba tipe
yang sangat bermanfaat. pedaging adalah berupa karkas yaitu tubuh
kambing-domba yang telah dihilangkan
bagian-bagian isi perut, kepala, kaki dan kulit
TEKNOLOGI PASCAPANEN (BUCKLE et al., 1985).
RUMINANSIA KECIL Sebagian besar manfaat dari produk pangan
hewani yang dikonsumsi manusia adalah
Peningkatan produksi hasil peternakan daging, karena daging merupakan bahan
yang sudah baik telah mendorong dan makanan yang mengandung zat-zat gizi yang
sekaligus merupakan tantangan dalam sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia
teknologi pascapanen (Penanganan Dan (WILSON et al. 1991).
Pengolahan) hasilnya, sehingga produksi hasil Orang makan daging dipengaruhi oleh
ternak dapat dimanfaatkan secara optimal guna berbagai alasan antara lain tradisi, nilai gizi
meningkatkan pendapatan peternak, tinggi, kesehatan, variasi, bersifat
meningkatkan gizi masyarakat, memperluas mengenyangkan dan prestise (gengsi). Faktor
lapangan kerja, meningkatkan ekspor dan kualitas daging yang dimakan terutama
mengurangi impor serta memberikan dukungan meliputi warna, keempukan dan tekstur, flavor
yang kuat terhadap pembangunan (ABUBAKAR, dan aroma termasuk bau atau rasa, juicey
1994). Disamping produk utama (daging dan daging. Disamping itu, lemak intramuskular,
susu), hasil ikutan dari ternak seperti kulit dan susut masak, retensi cairan, ph daging ikut
tulang serta kotorannya juga mempunyai menentukan kualitas daging. Salah satu
potensi yang besar dalam memberikan nilai penilaian mutu daging adalah sifat keempukan
tambah dari sub sektor peternakan. Sifat yang dapat dinyatakan dengan sifat mudah
produksi hasil ternak yang mudah rusak dan dikunyah (SOEPARNO, 1994). Teknologi pangan
kondisi lingkungan Indonesia dengan yang utama harus diterapkan adalah teknologi
temperatur dan kelembaban yang cukup tinggi penanganan daging segar, terutama teknologi
akan mempercepat proses kerusakan komoditi, sanitasi (PEARSON dan TAUBER, 1994).
maka untuk itu memerlukan penanganan Komposisi kimia daging yang utama adalah
pascapanen yang baik dan tepat sehingga mutu air, protein, lemak dan abu. setiap 100 gram
hasil ternak tetap terjaga dan aman dikonsumsi. daging rata-rata dapat memenuhi kebutuhan
gizi orang dewasa setiap hari sekitar 10 %
Teknologi pascapanen daging kalori, 50% protein, 35% zat besi, dan 25 –
60% vitamin B komplek. Secara umum daging
Renstra Kementerian Pertanian 2010 – terdiri dari protein 18%, lemak 3,5%, bahan
2014, menyebutkan bahwa sasaran produksi ekstrak tiada nitrogen 3,3%, air 75% dan

41
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011

karbohidrat berupa glikogen dalam jumlah Semakin rendah suhu lingkungan, enzim
sedikit (ZWEIGERT, 1991). Protein daging menjadi semakin berkurang. Daging yang
bersifat lengkap karena mengandung semua masih hangat akan menurunkan suhu ruang
asam amino essensial dan masing-masing pendingin, jumlah daging didalam ruang
terdapat dalam susunan yang seimbang. pendingin sebaiknya tidak berlebihan.
Susunan asam amino essensial protein daging Pendinginan daging adalah penyimpanan
mendekati pola susunan asam amino yang daging pada suhu ruangan dengan suhu lebih
diperlukan oleh tubuh manusia. Lemak rendah dari 2oC. Faktor yang mempengaruhi
merupakan komponen utama dalam daging. laju pendinginan antara lain adalah panas
Lemak berfungsi sebagai pembentuk energi spesifik daging atau kapasitas panas, berat
dan komposisi lemak terdiri dari gliserol dan ukuran daging, jumlah daging dalam ruangan
asam lemak. Karbohidrat merupakan pendingin dan jarak antar daging.
komponen yang memegang peranan utama
didalam bahan-bahan organik. Kebanyakan
karbohidrat didalam jaringan tubuh hewan PENANGANAN DAGING
terdiri dari polisakarida komplek dan beberapa
diantaranya berkaitan dengan komponen Metode pendinginan
protein dan sulit dipisahkan, glikogen
merupakan karbohidrat yang utama didalam Daging telah diketahui sebagai bahan yang
daging (PRICE dan SCHWEIGERT, 1988). mudah rusak, hal ini disebabkan karena
Daging yang disimpan pada suhu kamar komposisi gizinya yang baik untuk manusia
pada waktu tertentu akan cepat rusak. maupun mikroorganisme, dan juga karena
Kerusakan daging yang menyebabkan pencemaran permukaan pada daging oleh
penurunan mutu daging segar terutama mikroorganisme perusak. Menurut BUCKLE et
disebabkan oleh mikroorganisme. Daging akan al. (1985), sampai saat ini suhu rendah selalu
terkontaminasi secara internal apabila tidak digunakan untuk memperlambat kecepatan
didinginkan setelah pemotongan hewan. berkembangnya pencemaran permukaan dari
Jumlah dan jenis mikroorganisme yang tingkat awal sampai tingkat akhir dimana
mencemari permukaan karkas dan daging terjadi kerusakan. Waktu yang diperlukan
ditentukan oleh penanganan sebelum untuk perkembangan mikroorganisme
penyembelihan hewan dan tingkat semacam itu merupakan ukuran ketahanan
pengendalian higienis yang dilaksanakan penyimpanan.
selama penanganan pada saat penyembelihan Istilah “penyimpanan dingin” biasanya
dan pembersihan karkas hingga daging diartikan sebagai penggunaan suhu rendah
dikonsumsi (ABUBAKAR dan PUTU, 1997). dalam kisaran 1 sampai 3,5C, suhu yang jauh
Untuk mengatasi atau mengurangi kontaminasi melebihi permulaan pembekuan otot, tetapi
diperlukan penanganan yang higienis dengan masih berada dalam suhu optimum -2C dan
sistem sanitasi yang sebaik-baiknya. Besarnya 7C bagi pertumbuhan organisme psikorofilik
kontaminasi mikroba pada daging akan (ZWEIGERT, 1991). Jadi hal terpenting dalam
menentukan kualitas dan masa simpan daging. pemasaran daging yang disimpan pada suhu
Menurut BUCKLE et al. (1985), dingin adalah penjualan yag secepat mungkin
penyimpanan suhu rendah telah lama berdasarkan pada daya tahan yang tidak lebih
digunakan sebagai salah satu cara pengawetan dari 3 – 5 hari. Suhu dingin harus tetap terjaga
bahan pangan, karena dapat mempertahankan selama penyimpanan dalam jumlah besar,
cita rasa dan menghambat kerusakan bahan distribusi, penyimpanan di pengecer dan
pangan tersebut. Dalam lemari pendingin suhu penjualan. Cara ini sangat banyak
dapat dicapai jauh lebih rendah dari pada dipergunakan di kota-kota modern, dan
menyimpan dengan es, juga dapat digunakan tergantung pada pemotongan ternak dalam
untuk menyimpan berbagai bahan pangan jumlah besar dengan distribusi berantai dan
dalam waktu terbatas. Pendinginan dapat penyimpanan dingin (dalam lemari es) di
memperlambat kecepatan reaksi metabolisme rumah konsumen. Kerusakan daging yang
keaktifan respirasi sehingga pertumbuhan diproduksi dan dipakai setempat dapat
bakteri dan kebusukan dapat dihambat. dihindari dengan cara menggunakan daging itu

42
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011

secepatnya. Bila diperlukan waktu simpan semua air yang ada membeku. Saat air mulai
yang lebih dari 5 hari seperti halnya daging membeku kecepatan pembentukan es
yang disiapkan untuk diekspor ke kota lain ditentukan oleh kecepatan penghilangan panas
atau negara lain, maka suhu 1 sampai 3,5C dan kecepatan penyebaran air dari struktur sel
tidak lagi memadai dan harus digunakan suhu disekitarnya. Pada kecepatan beku yang
yang lebih rendah, bersama-sama dengan cara- rendah, terbentuk beberapa pusat kristalisasi
cara lain yang ada untuk mengurangi kecepatan yang menyebabkan timbulnya kristal-kristal es
kerusakan oleh mikroorganisme. Faktor-faktor yang besar yang menyebabkan pecahnya sel
ini menurut BUCKLE et al. (1985) antara lain dan banyak air yang hilang bila daging
adalah: 1) pengurangan tingkat pencemaran dicairkan. Pada kecepatan yang tinggi, jumlah
awal sampai akhir ke tingkat serendah kristal es bertambah dan ukuran kristal tetap
mungkin dengan penggunaan prinsip-prinsip kecil. Dan bila daging dicairkan hilangnya
higienis yang ketat selama penyembelihan dan cairan tidak akan terlalu banyak. Pendinginan
penanganan karkas; 2) pemilihan suhu daging tanpa tulang dari 10C menjadi -12C
terendah yang dapat menghindarkan membebaskan panas kira-kira 250 Kj per
pembekuan bagian tipis dari pada karkas dan kilogram daging, dimana sebagian besar dari
pengawasannya seketat mungkin, dalam panas ini adalah panas laten yang dibebaskan
pelaksanaannya suhu ini adalah -1,5 – 0,2C; pada perubahan air menjadi es didalam daging.
3) dalam hal karkas, pemilihan kondisi Jenis olahan daging yang telah populer
penyimpanan supaya terdapat kelembaban dalam dunia industri pengolahan pascapanen
relatif 81 – 87% sehingga pengeringan adalah: bakso, kornet, nugget, abon, dendeng,
permukaan yang mencapai 2 – 4 % dari berat burger, sosis, dan daging asap. Sedangkan
karkas terjadi di permukaan. Hal ini akan teknologi pemotongan dan penanganan daging
menghalangi pertumbuhan bakteri; 4) sebelum pengolahan adalah berupa
penambahan kedalam atmosfer penyimpanan pembelahan karkas digantung pada kaki
sampai 25% CO2 yang akan mengakibatkan belakang dan kepala menghadap ke bawah dan
penurunan kecepatan pertumbuhan pembelahan dilakukan persis membelah tulang
mikroorganisme. Jumlah CO2 yang melebihi punggung sampai ke tulang leher. Kemudian
25% cenderung untuk mempercepat belahan kiri dan kanan tersebut dipotong atas
pembentukan metmioglobin yang tak bagian-bagian paha, lulur, lambung, rusuk,
diinginkan dan harus dihindari; 5) penggunaan dada, bahu dan kaki depan (SOEPARNO, 1994).
daging dengan pH rendah, sebaiknya dibawah
pH 5,8; 6) pengurangan waktu proses
TEKNOLOGI PENGOLAHAN TERNAK
pendinginan karkas ke tingkat yang minimum.
RUMINANSIA KECIL

Metode pembekuan Teknologi pengolahan daging

Menurut SOEPARNO (1994), pembekuan Konsumsi daging kambing dan domba di


atau penyimpanan beku daging dilaksanakan Indonesia memiliki kecenderungan hanya
pada suhu dimana mikroorganisme tidak akan berlangsung dengan lonjakan sporadis pada
tumbuh dan pada suhu dimana daging masih saat-saat tertentu saja. Pasokan domba dan
cukup keras dan tahan pada penimbunan secara kambing di Indonesia saat ini masih terfokus
besar-besaran. Dalam pelaksanaannya ini memenuhi kebutuhan daging hewan kurban
berarti penggunaan suhu dibawah -15C. saat idul adha, aqiqah, serta konsumsi daging
Daging, seperti bahan biologis yang lain tidak potong untuk kuliner. Sementara itu, segmen
mempunyai titik beku tertentu, akan tetapi untuk pemasaran lain dalam bentuk produk
mempunyai kisaran titik beku, jumlah air yang olahan belum berkembang dengan baik.
terdapat sebagai es ditentukan oleh rendahnya Umumnya, konsumsi daging harian terdesak
suhu. Jadi pada suhu 0C tidak terdapat es, oleh daging sapi dan daging ayam. Konsumsi
pada suhu -10C kira-kira 83% dari air yang daging domba dan kambing oleh masyarakat
ada membeku dan pada -30C kira-kira 89% masih sangat rendah hanya sekitar 5%.
beku dan baru pada suhu di bawah -40C

43
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011

Bagi kebanyakan orang di Asia, Timur metode pengaturan lemak sebelum dan sesudah
Tengah, Amerika Latin dan Afrika, daging panen (LEGOWO, 2007). Beberapa alternatif
kambing merupakan makanan yang dipercaya untuk mengurangi kandungan lemak dan
mempunyai khasiat yang tinggi dibanding kolesterol selama pascapanen diantaranya
daging sapi. Di Taiwan, daging kambing adalah dengan pengurangan lemak pada daging
dipercaya mempunyai khasiat menghangatkan secara langsung. Pengurangan lemak daging
badan sehingga merupakan menu yang inter-muskuler dapat dilakukan dengan teknik
digemari di musim dingin. Peningkatan penghilangan secara fisik (trimming),
konsumsi daging domba dan kambing oleh pengempaan, pemanasan, atau cara kombinasi.
masyarakat Indonesia masih ada tantangan Disamping cara langsung, saat ini telah
yang harus diatasi. Selama ini ada suatu dikembangkan metode substitusi lemak pada
anggapan bahwa daging domba dan kambing daging dan produk olahannya atau penggunaan
merupakan sumber kolesterol, akibatnya fat replacer yang memiliki sifat seperti lemak
masyarakat membatasi konsumsi daging tetapi rendah kalori, dan digunakan sebagai
domba dan kambing. Padahal, risiko tingginya aditif dalam produk makanan kecil
kolesterol juga dapat dipicu oleh berbagai (TRANGGONO, 2001).
produk makanan lain. Penggunaan minyak atau Substitusi bahan tertentu dapat menurunkan
lemak trans atau minyak yang dipanaskan kadar lemak secara proporsional dan
berulang pada suhu tinggi dalam penyiapan menghasilkan citarasa serta sifat menarik.
menu makanan sehari-hari juga dapat Penggunaan putih telur sebagai pengganti
menyebabkan tingginya kolesterol dalam lemak dalam produk olahan daging telah
tubuh. Bila dilihat dari kandungan kolesterol, dicoba untuk bakso (LIU et al., 1999).
daging kambing mengandung kolesterol 5 – 39 Modifikasi produk dengan pencampuran bahan
mg/100 g, sedangkan daging sapi dan domba fungsional tertentu dapat memperbaiki
sekitar 42 – 47 mg/100 g dan 52 – 77 mg/100 g karakteristik produk rendah lemak setelah di
(Nutrition Society of Australia, 1997 dalam oven microwave (TAKI, 1991). Beberapa bahan
SUMARMONO, 2003). fungsional yang telah dicoba yaitu
Saat ini produk olahan kambing dan domba polisakarida, protein susu atau kedele, serat
yang ada dimasyarakat adalah sate dan dari oat dan beras, minyak dan shortening.
tongseng. Pada proses pembuatan sate melalui Pemberian protein kedele untuk mensubstitusi
pembakaran, akan dihasilkan zat karsinogenik lemak dapat memperbaiki tekstur produk
yang tinggi dibandingkan yang diolah dengan (HOOGENKAMP, 2002).
cara perebusan (RAHYUSSALIM, 2003 dalam Pengembangan produk pangan berkadar
TIVEN et al., 2007). Selain itu selama lemak rendah harus memperhatikan manfaat
pembakaran, banyak zat gizi yang keluar. bagi kesehatan, citarasa dan prospek
Daging kambing yang dibuat tongseng goreng pemasarannya. Upaya tersebut masih
mengandung lemak yang tertimbun dalam serat menyisakan permasalahan yang harus
daging, sehingga mengandung kolesterol yang dipecahkan. Salah satu permasalahan yang
tinggi (ADISUSETYANTO, 2005 dalam TIVEN et dihadapi pada produk-produk olahan rendah
al., 2007). Beberapa cara pengolahan yang lemak adalah adanya kecenderungan produk
aman untuk daging kambing dan domba adalah memiliki harga yang lebih mahal.
pengolahan produk olahan daging berjel seperti
bakso, sosis dan nugget/burger, produk dengan Teknologi pengolahan susu
preparasi perebusan seperti abon, dan produk
seasoning rempah-rempah seperti dendeng. Menurut laporan Ditjen Peternakan,
Jenis-jenis olahan tersebut selama ini telah konsumsi susu dari 6,8 l/kap/tahun pada tahun
banyak dikembangkan dengan basis daging 2005, menjadi 7,7 l/kap/tahun pada tahun
sapi dan unggas. 2008. Pada tahun 2009, produksi susu dalam
Masalah kekhawatiran masyarakat terhadap negeri hanya mampu memenuhi 25,11% dari
kandungan lemak dan kolesterol pada olahan total kebutuhan nasional. Sementara itu
daging harus dijawab melalui pengembangan Renstra Kementerian Pertanian 2010 – 2014,
produk rendah lemak dan kolesterol. Untuk menyebutkan bahwa sasaran produksi susu
produk rendah lemak dapat dilakukan dengan sapi segar tahun 2010 sebesar 726 ribu ton dan

44
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011

pada tahun 2014 sebesar 1297 ribu ton disekitar butir-butir itu menyatu membentuk
(pertumbuhan 15,56 %/tahun). suatu gumpalan yang timbul kepermukaan
Susu merupakan bahan makanan yang susu. Sifat-sifat fisik dan kimiawi susu adalah:
bernilai gizi tinggi yang dapat diperoleh dari kerapatan susu bervariasi antara 1,0260 dan
hasil pemerahan hewan seperti sapi, kerbau, 1,0320 pada suhu 20C, pH susu segar berada
kuda, kambing dan hewan lainnya. Komponen- antara 6,6 – 6,7 dan warna susu yang normal
komponen yang penting dalam air susu adalah adalah putih kebiru-biruan sampai kuning
protein, lemak, vitamin, mineral, laktosa serta kecoklatan. Cita rasa susu, menyenangkan dan
enzim-enzim dan beberapa mikroba (LAMPERT, agak manis, dimana rasa manis berasal dari
1980). laktosa, sedangkan rasa asin berasal dari
Komposisi susu dapat dikatakan sangat klorida. Penggumpalan susu merupakan sifat
beragam tergantung pada beberapa faktor, yang paling khas, yang diakibatkan kegiatan
antara lain bangsa, tingkat laktasi, pakan, enzim atau penambahan asam (HANDERSON,
interval pemerahan, temperatur dan umur, akan 1981).
tetapi angka rata-rata untuk semua jenis Produk-produk olahan susu yang sudah
kondisi dan jenis kambing perah adalah dikenal dalam industri pengolahan adalah: susu
sebagai berikut: kadar air 87,81%, lemak pasteurisasi, homogen, susu skim dan es krim,
4,09%, protein 3,71%, laktosa 4,20%, kadar mentega, keju, susu kental, susu bubuk,
abu 0,79% dan beberapa vitamin yang larut yoghurt, dadih, dali, kefir, es krim, karamel/
dalam lemak susu, yaitu vitamin A, D, E dan K kembang gula susu, dodol susu, dan krupuk
(HANDERSON, 1981 dan BUCKLE et al., 1985). susu (ABUBAKAR, 1994).
Disini terlihat bahwa kadar lemak dan protein
susu kambing lebih tinggi dibandingkan
dengan susu sapi, dimana pada susu sapi kadar Teknologi pengolahan kulit
lemak 3,50% dan proteinnya 3,40%. Walaupun
susu masih segar dan berasal dari kambing Kulit ternak ruminansia kecil dapat
yang sehat tidak dijamin aman untuk dijadikan sebagai bahan pokok pembuatan
dikonsumsi. Menurut BUCKLE et al. (1985), sepatu, sandal, dompet, tas, ikat pinggang,
susu mudah terkontaminasi oleh bakteri jaket, dll. Sebelum digunakan sebagai bahan
patogen yang berasal dari lingkungan, industri, kulit segar harus diproses yaitu
peralatan pemerahan atau ternak itu sendiri. dibersihkan, diberi garam, dikeringkan dengan
Tetapi susu yang telah mengalami pasteurisasi, matahari, dan disamak. Pada prinsipnya
sterilisasi atau pemanasan pada suhu tinggi penyamakan kulit terdiri dari tujuh tahapan
merupakan susu yang aman untuk dikonsumsi. utama, yaitu: pengeringan awal, perendaman
Kuman yang mencemari susu akan tumbuh dalam larutan kapur, pencukuran bulu,
dengan baik apabila lingkungan alam sekitar pemberian obat-obatan dengan cara
seperti keadaan anaerob, suhu, kelembaban, pH perendaman, pengeringan akhir, peregangan
dan adanya laktosa yang mendukung. dan penghalusan dan pengkilapan akhir.
Menurut BUCKLE et al. (1985), beberapa Berdasarkan fungsinya, kulit yang sudah
kerusakan susu akibat aktivitas mikroorganisme disamak dan sudah siap digunakan sebagai
antara lain adalah: 1) pengasaman dan bahan pokok industri ada tiga golongan yaitu,
penggumpalan yang disebabkan karena kulit kalf, kulit sol dan kulit lapisan dalam.
fermentasi laktosa menjadi asam laktat yang Kulit kambing dapat dibuat sebagai kulit kalf
menyebabkan turunnya pH dan kemungkinan dan kulit lapisan dalam, sedangkan kulit sol
terjadinya penggumpalan kasein; 2) berlendir biasanya berasal dari kulit sapi (ABUBAKAR,
seperti tali yang disebabkan karena terjadinya 2004).
pengentalan dan pembentukan lendir sebagai
akibat pengeluaran bahan seperti kapsul dan TEKNLOGI PENGOLAHAN LIMBAH
bergetah oleh beberapa jenis bakteri; 3)
penggumpalan susu yang timbul tanpa Kotoran
penurunan pH, hal ini disebabkan oleh bakteri
seperti Bacillus cereus yang menghasilkan Kotoran ternak dapat digunakan sebagai
enzim yang mencerna lapisan tipis fosfolipid pupuk kandang, dan mempunyai keunggulan

45
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011

dibandingkan dengan pupuk alam lainnya, digunakan sebagai suplemen kalsium. Kadar
kotoran ternak mengandung unsur N, P dan K, kalsium tulang telah diukur dengan dua
yang lebih tinggi dari pupuk hijau dan kompos metode, yaitu metode permanganometri dan
yaitu 0,95% N, 0,35% P205, dan 1,0% K20 Spektroskopi Absorpsi Atom (AAS). Dari
(SUBAGYO dan SAMAD, 1985). Selain itu metode permanganometri diperoleh kadar
kotoran ternak dapat digunakan sebagai gas bio kalsium tulang sebesar 1,56%, sedangkan dari
dan bahan makanan ternak, karena diduga metode AAS sebesar 18,45%.
mengandung vitamin B12 yang dapat Rendemen tepung tulang terhadap tulang
merangsang pertumbuhan ayam atau ternak diperoleh sebesar 60,86% (b/b). Dari hasil uji
lain (WIRYOSUHANTO, 1985). kualitatif, tepung tulang mengandung klorida,
kalsium, fosfat, magnesium, dan besi,
sedangkan sulfat ditemukan dalam jumlah
Tulang/tanduk sangat kecil. Dari hasil uji proksimat, tepung
tulang mempunyai kadar air sebesar 0,26%,
Kekurangan gizi merupakan masalah kadar abu sebesar 48,55%, dan kadar lemak
kesehatan masyarakat yang paling umum sebesar 2,34% (ABUBAKAR et al., 2004).
dijumpai terutama di negara-negara yang
sedang berkembang termasuk Indonesia. Zat
gizi yang mempunyai peranan penting dalam PENINGKATAN MUTU PRODUK/
tubuh yaitu mineral zat besi, fospor dan HASIL RUMINANSIA KECIL
kalsium. Karena kekurangan zat besi sangat
besar pengaruhnya dalam proses terjadinya Hasil ternak merupakan bahan yang sangat
kekurangan gizi maka seringkali istilah anemia mudah rusak sehingga perlu segera dilakukan
gizi diidentikkan dengan istilah anemia besi. penanganan. Diversifikasi olahan produk
Kekurangan besi adalah penyebab utama ternak melalui teknologi pascapanen
terjadinya anemia, yang menurut beberapa (penanganan/pengawetan dan pengolahan)
pakar gizi digambarkan sebagai suatu kondisi dapat meningkatkan kualitas dan nilai tambah
menurunnya jumlah sel darah merah, sehingga produk. Teknik-teknik penanganan dan
kadar hemoglobin dalam tubuh berada di pengolahan hasil ternak diharapkan dapat
bawah normal. Sumsum tulang yang berfungsi mengamankan hasil produksi terhadap
sebagai tempat pembentukan sel-sel darah penurunan mutu agar dapat meningkatkan
merah diyakini mengandung Fe yang siap kualitas dan nilai tambah hasil ternak, baik dari
digunakan untuk pembentukan sel darah segi bobot, bentuk fisik, rupa dan gizi maupun
merah. Sumsum tulang sebelum digunakan rasa, bebas dari jazat renik patogen serta residu
terlebih dahulu ditentukan kadar Fe-nya. bahan kimia, sehingga produk aman (food
Metode yang digunakan ialah destruksi dengan safety) dan dapat memenuhi persyaratan pasar
menggunakan HCl yang kandungan Fe-nya dalam dan luar negeri serta agroindustri
diukur dengan spektrofotometer pada λ 460 nm pengolahan (ABUBAKAR, 2004).
dan Spektroskopi Absorpsi Atom (AAS) pada Kualitas karkas dan daging dipengaruhi
λ 248.3 nm. Dari hasil pengukuran tersebut oleh faktor sebelum dan sesudah pemotongan.
menunjukkan bahwa kandungan Fe pada Faktor sebelum pemotongan yang dapat
sumsum tulang dengan metode mempengaruhi kualitas daging antara lain,
spektrofotometri sebesar 109 ppm (0,0109%), genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis
sedangkan dengan AAS sebesar 175,75 ppm kelamin, umur, pakan termasuk bahan aditif.
(0,0176%) (ABUBAKAR et al., 2004). Menurut Faktor setelah pemotongan adalah metode
ABUBAKAR et al. (2004), tulang juga pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan,
mengandung kalsium, yang merupakan mineral pH karkas, bahan tambahan termasuk enzim
yang sangat dibutuhkan oleh tubuh, khususnya pengempuk, hormon, lemak intra muskular
bagi anak-anak dalam masa pertumbuhan, atau marbling, metode penyimpanan dan
wanita hamil, dan orang tua. Kalsium banyak preservasi, macam otot daging dan lokasi pada
terdapat dalam tulang, oleh karena itu tulang suatu otot daging. Menurut SOEPARNO (1994),
ternak sebagai produk samping atau limbah marbling menjadikan daging empuk, karena
dari pemotongan hewan ternak dapat marbling berperan sebagai bahan pelumas pada

46
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011

saat daging dikunyah dan ditelan, juga peningkatan produk hasil ternak yang bermutu
berpengaruh terhadap sari minyak (juiceness) dan aman (food safety) melalui pemilihan bibit
dan aroma (flavor) daripada keempukan ternak yang unggul, pemberian pakan dengan
daging. Faktor kualitas daging yang dimakan mutu baik, tatalaksana pemeliharaan yang baik,
terutama meliputi warna, keempukan dan pengendalian penyakit, teknologi pascapanen
tekstur, flavor dan aroma termasuk bau atau yang tepat guna, serta menerapkan prinsip-
rasa, jus daging. Disamping itu, lemak prinsip pengamanan sejak ditingkat produsen,
intramuskular, susut masak, retensi cairan, ph perantara dan tingkat pemasaran selanjutnya
daging ikut menentukan kualitas daging. Salah sampai konsumen secara terarah dan ber
satu penilaian mutu daging adalah sifat kesinambungan.
keempukan yang dapat dinyatakan dengan sifat
mudah dikunyah (SOEPARNO, 1994). Kualitas
dan komposisi susu dapat dikatakan sangat DIVERSIFIKASI PRODUK OLAHAN
beragam tergantung pada beberapa faktor, TERNAK RUMINANSIA KECIL
antara lain bangsa, tingkat laktasi, pakan, MELALUI TEKNOLOGI
interval pemerahan, temperatur dan umur. Susu PASCAPANEN
harus memenuhi syarat-syarat kesehatan dan
kebersihan, karena susu merupakan media Untuk meningkatkan konsumsi hasil ternak
yang paling baik bagi petumbuhan mikroba, ruminansia kecil, salah satu programnya adalah
selain itu susu mudah pecah dan rusak bila diversifikasi produk olahan melalui teknologi
penanganannya kurang baik, sehingga masa pascapanen. Teknologi pascapanen mempunyai
simpannya selatif singkat. Parameter spesifik peran yang besar dalam peyediaan pangan
kualitas susu sangat ditentukan oleh, berat bergizi tinggi yang berasal dari protein hewani.
jenis/total solid, kadar lemak, protein, dan Berdasarkan teknologi pascapanen
jumlah kuman. Disamping itu untuk (penanganan dan pengolahan hasil ternak)
menangani kelebihan produksi air susu, maka daging, susu dan kulit, maka teknologi yang
langkah yang paling tepat adalah dengan dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh
mengawetkan susu tersebut untuk pengguna, untuk meningkatkan konsumsi,
memperpanjang masa simpannya. Sehubungan meningkatkan nilai tambah dan daya saing
dengan itu diversifikasi pangan daging untuk ternak, dapat dilihat pada Tabel 1.
mensukseskan PSDSK, diperlukan strategi

Tabel 1. Diversifikasi produk olahan, dan peluang pascapanen ternak ruminansia kecil

Komoditi Asal ternak Diversifikasi produk olahan Peluang pascapanen


Daging Ruminansia kecil Abon; dendeng; bakso; sosis; Bagian karkas; BTP; bahan
kornet; nuget; asap dan teknik pengemasan;
penyimpanan;bahan dan
teknik pengasapan
Susu Kambing Pasteurisasi; yoghurt; kefir; Teknik pemanasan, suhu;
dali; dadih; karamel; dodol; penyimpanan; mikroba-
krupuk; keju probiotik; teknik
pengolahan; renet alami
dari kambing; keju lemak
rendah; keju probiotik;
pangan fungsional
Kulit dan bulu Ruminansia kecil Kulit samak; samak bulu Teknik samak kulit dan
bulu
Tulang Ruminansia kecil Mineral; Ca, P, Fe Sumber mineral untuk
kesehatan

47
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011

KESIMPULAN ABUBAKAR, TRIYANTINI, R. SUNARLIM dan H.


SETIYANTO. 1999. Teknologi Pascapanen
Peningkatan produksi ternak ruminansia untuk meningkatkan nilai tambah hasil ternak
dalam usaha merangsang pertumbuhan
kecil yang sudah baik harus diikuti dengan
agroindustri. Pros. Seminar Nasional
teknologi pascapanen untuk meningkatkan Peternakan dan Veteriner. Bogor, 18 – 19
konsumsi hasil ternak, meningkatkan kualitas November 1998. Puslibang Peternakan,
produk hasil ternak, maupun dalam rangka Bogor. hlm. 170 – 177.
meningkatkan nilai tambah dan daya saing
ABUBAKAR, D MUSTIKA dan SUGIARTO. 2004. Zat
ternak. Produksi hasil ternak ruminansia kecil
besi dari sumsum tulang sapi sebagai
pemanfaatannya dirasakan belum optimal oleh suplemen untuk pencegahan anemia gizi. Pros.
karena masih adanya susut hasil, beragamnya Seminar Nasional, Perhimpunan Ahli
mutu produk, kurang berdaya gunanya cara- Teknologi Pangan Indonesia (PATPI),
cara penanganan dan pengolahan, mempunyai Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
sifat mudah rusak, serta lemahnya sistem
ABUBAKAR. 2004. Strategi peningkatan kualitas
pemasaran, maka strategi peningkatan produk produk melalui teknologi pascapanen dalam
hasil ternak yang bermutu dan aman (food pengembangan agribisnis kambing. Pros.
safety) hendaknya dilakukan melalui pemilihan Lokakarya Nasional Kambing Potong. Bogor,
bibit ternak yang unggul, pemberian pakan 6 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan,
dengan mutu baik, tatalaksana pemeliharaan Bogor. hlm. 97 – 105.
yang baik, pengendalian penyakit, teknologi
BUCKLE, KA., RA. EDWARDS. GH.FLEET and
pascapanen yang tepat guna, serta menerapkan M.WOOTON. 1985. Ilmu Pangan.
prinsip-prinsip pengamanan sejak ditingkat Diterjemahkan oleh: PURNOMO, H. dan
produsen, perantara dan tingkat pemasaran ADIONO. UI Press, Jakarta
selanjutnya sampai konsumen secara terarah
DITJENNAK. 2009. Buku Statistik Peternakan.
dan berkesinambungan. Penelitian dan
Direktorat Jenderal Peternakan Departemen
pengembangan diversifikasi produk olahan Pertanian, Jakarta.
ternak ruminansia kecil melalui teknologi
pascapanen diharapkan dapat meningkatkan HARDERSON, J.L. 1981. The Fluid Milk Industri 3rd
kualitas produk, meningkatkan konsumsi/ Ed. AVI Publishing Inc., Connecticut.
preferensi hasil ternak, sekaligus dapat HOOGENKAMP, H. 2002. Poultry allows processing
mendukung PSDSK khususnya dan to go further. Meat International 12(5): 20 –
pembangunan subsektor peternakan pada 23.
umumnya. KEMENTERIAN PERTANIAN. 2009. Renstra
Kementerian Pertanian 2010 – 2014.
DAFTAR PUSTAKA Kementerian Pertanian, Jakarta
LAMPERT, C.M. 1980. Modern Dairy Prouct. New
ABUBAKAR. 1994. Teknologi penyimpanan dan York Publishing , Co. Inc.
pengemasan hasil ternak (dukungan terhadap
agroindustri komoditi ternak). Pros. LEGOWO, A.M. 2007. Peranan Teknologi Pangan
Pertemuan Ilmiah Hasil Penelitian Peternakan dalam Pengembangan Produk Olahan Hasil
Lahan Kering. Batu-Malang, 26 – 27 Oktober Ternak di Tengah Kompetensi Global. Pidato
1994. Subbalai Pengkajikan Teknologi Grati. Pengukuhan Guru Besar dalam Ilmu
Teknologi Pascapanen. Fakultas Peternakan
ABUBAKAR dan IG.PUTU. 1997. Pengaruh percikan Universitas Diponegoro, Semarang.
air dingin (spray chilling) terhadap penurunan
susut berat karkas sapi Brahman Cross selama LIU, D.C., M.T., CHEN, C. S., HOMG and H. W.
OCKERMAN. 1999. Liquid egg white used as a
penyimpanan pada suhu ruangan 5 – 6C.
fat replacer in pork meatball. Proc. 45th
Pros. Seminar Nasional Peternakan dan
International Congress of Meat Science and
Veteriner. 18 – 19 November 1997. Puslitbang
Technology, Yokohama pp. 162 – 163.
Peternakan, Bogor. hlm. 843 – 848.
PRICE, J.F. and B.S. SCHWEIGERT. 1988. The Science
of Meat and Meat Product. Food and Nutrition
Press, Inc. Westport, Connecticut.

48
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011

PEARSON, A.M. and F.W. TAUBER. 1994. Processed TIVEN, N.C., E. SURYANTO dan RUSMAN. 2007.
Meat. Avi Publish Co, Inc. Westport, Komposisi kimia, sifat fisik dan organoleptik
Connecticut. bakso daging kambing dengan bahan pengental
yang berbeda. Agritech. 27(1): 1 – 6.
SOEPARNO. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. WILSON, A.R.P., J. DYETT, R.B. HUGHES and C.R.
JONES. 1991. Meat and Meat Product: Factor
SUBAGYO dan B. SAMAD. 1985. Dasar-dasar Ilmu Affecting Quality Control. Appl. Sci. Publish.,
Tanah. Jilid II. PT Soerongan, Jakarta. London.
SUMARMONO, J. 2003. Jangan Takut Makan Daging WIRYOSUHANTO, S.D. 1985. Produksi dan
Kambing. Infovet. Edisi 112 Nopember
penggunaan kotoran ternak. Monografi Limbah
TAKI, G.H. 1991 Functional ingredient blend Pertanian. Kantor Menteri Muda Urusan
produces to meet consumer expectations. Food Peningkatan Produksi Pangan, Jakarta.
Technology 45(11): 70 – 74. ZWEIGERT, P. 1991. Meat Science and Technology.
TRANGGONO. 2001. Liquid dalam perspektif ilmu The Science of Meat and Meat Product. W.H.
dan teknologi panga. Pidato Pengukuhan Freeman Co, San Francisco.
Jabatan Guru Besar pada Fakultas Teknologi
Pertanian, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.

DISKUSI

Pertanyaan:
Apakah di BB Pascapanen sudah dilakukan penelitian daging kambing dan domba mengenai
aroma dan keempukan pada ternak yang umurnya sama?

Jawaban:
Sudah dilakukan dan diperoleh bahwa daging kambing teksturnya lebih lembut dan
keempukannya lebih baik dari pada daging domba

49
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011

Lampiran 1. Pohon industri teknologi pascapanen ternak ruminansia kecil (kambing – domba)

SIAP SAJI (pendinginan, pembekuan,


SEGAR
sate, gule, dll.) PASAR

DAGING D
Dendeng, abon, bakso, sosis, asap, O
OLAHAN kornet, burger, nugget, dll. M
E
S
T
SEGAR Pasteurisasi, homogenisasi, skim I
K
SUSU
Yoghurt, es krim, kefir, dadih, dali,
OLAHAN SKM, keju, mentega, bubuk, dodol,
KAMBING/ tahu, krupuk, karamel, kosmetik, dll.
DOMBA &

SEGAR/
Pedagang/konsumen
MENTAH
KULIT dan PASAR
BU LU
Industri kerajinan, sepatu, tas, jaket, E
SAMAK dompet, ikat pinggang, wayang kulit, K
hiasan, alat olah raga, dll. S
P
O
R
KOTORAN Pupuk/kompos/biogas

LIMBAH

TULANG/ Sumber Ca, P, Fe,


TANDUK bahan lem, hiasan, dll.

50

You might also like