You are on page 1of 13

Case Report Session

MIELITIS TRANSVERSA

OLEH:
INTAN EKAVERTA 082281578484

PEMBIMBING:
Prof. DR.
dr. Restu Susanti, Sp.S, M. biomed

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M. DJAMIL PADANG
Periode Kepaniteraan 7 Januari – 6 Februari 2019
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Mielitis adalah radang infektif dan non-infektif yang menyebabkan
kerusakan pada neuron, substansia alba dan melibatkan meninges atau
menyebabkan nekrosis pada substansia alba dan grisea, menurut Adams dan Victor
(1985).1
Mielitis transversa adalah kelainan neurologi yang disebabkan oleh
peradangan sepanjang medulla spinalis baik melibatkan satu tingkat atau segmen
dari medulla spinalis. Istilah mielitis menunjukkan peradangan pada medulla
spinalis, trasversa menunjukkan posisi dari peradangan sepanjang medulla
spinalis.2
Mielitis transversa merupakan suatu gangguan neurologi yang
disebabkan oleh kehilangan selubung mielin pada medulla spinalis, disebut juga
sebagai demielinisasi. Demielinisai ini muncul secara idiopatik menyertai infeksi
atau vaksinisasi, atau disebabkan multipel sclerosis. Salah satu teori mayor tentang
penyebabnya adalah bahwa inflamasi immune-mediated adalah sebagai suatu hasil
paparan terhadap antigen virus. Kelainannya berupa inflamasi melibatkan medulla
spinalis pada kedua sisinya. Pada mielitis transversa akut, onset terjadi tiba – tiba
dan progresif dalam beberapa jam dan atau beberapa hari. Lesi dapat terjadi di
setiap bagian dari medulla spinalis meskipun biasanya terbatas pada bagian kecil
saja.2
Bila mengenai substansia grisea disebut poliomyelitis, bila mengenai
substansia alba disebut leukomyelitis dan bila seluruh potongan melintang medulla
spinalis terserang maka disebut myelitis transversa. 1
Menurut Transverse Myelitis Consortium Working Group, myelitis
transversa adalah sindrom klinis dimana prosesnya dimediasi oleh sistem imun
menyebabkan cedera neural medula spinalis dan mengakibatkan berbagai derajat
disfungsi motorik, sensori, dan autonom.3
Epidemiologi
Mielitis transversa dapat diderita oleh orang dewasa dan anak – anak baik
pada semua jenis kelamin maupun ras. Usia puncak insidens mielitis transversa
terjadi antara umur 10-19 dan 30-39 tahun. Meskipun sedikit peneliti yang meneliti
rata-rata insidensi tersebut, diperkirakan sekitar 1400 kasus baru tiap tahun di
diagnosa sebagai mielitis transversa di amerika serikat. 4,5,6

Etiologi
Mielitis transversa mempunyai berbagai macam penyebab antara lain : 1
 Pasca infeksi atau parainfeksi : infeksi virus, rubela, varisella, variola,
jarang pada rubella, mumps, influenza.
 Pasca vaksinasi : anti rabies, varisella, pertusis, polio, tetanus.
 Nekrotik atau degeneratif
 AIDS (Aquired Immuno Deficiency Syndrom)
Pada beberapa kasus, mielitis transversa disebabkan oleh malformai arteri-
vena spinalis (kelainan yang merubah aliran darah) atau penyakit vaskuler seperti
atherosklerosis yang menyebabkan iskemik. Sehingga menurunkan kadar oksigen
pada jaringan medulla spinalis. Iskemik dapat disebabkan perdarahan (hemorragik)
dalam medulla spinalis, pembuluh darah yang menyumbat atau sempit, atau faktor
lainnya. Pembuluh darah membawa oksigen dan nutrisi ke jaringan medulla
spinalis dan membuang hasil metabolisme. Saat pembuluh darah tersumbat atau
menyempit dan tidak dapat membawa sejumlah oksigen ke jaringan medulla
spinalis. Saat area medulla spinalis menjadi kekurangan oksigen atau iskemik. sel
dan serabut saraf mulai mengalami perburukan secara cepat. Kerusakan ini
menyebabkan inflamasi yang luas kadang – kadang menyebabkan mielitis
transversa.7

Patologi
Medula spinalis yang mengalami peradangan akan tampak edema,
hiperemia dan pada kasus berat terjadi perlunakan (mielomalasia) tampak
makroskopik. Secara mikroskopis terdapat kongesti dan infiltrasi sel radang pada
leptomeninges. Kongesti pada medula spinalisnya atau trombosis pembuluh darah
dengan infiltrasi perivaskular sel radang dan edema. Dan didapati pula degenerasi
sel ganglion, selubung mielin dan silinder aksis. Infiltrasi sel radang yang difus
pada medula spinalis. Dapat dijumpai degenerasi asenden maupun desenden pada
jaras-jaras panjang. Pada mielitis pasca infeksi dimana terjadi reaksi autoimun
biasanya yang mengalami kerusakan adalah substansia albanya. Dalam hal ini
terdapat demielinasi pada daerah perivaskular. 1,8

Gambaran Klinis
Pada mielitis tranversa dapat muncul kelemahan otak (25%), gangguan
sensorik atau parastesia (25%), nyeri pinggang (25%), nyeri radik (21%) dan hanya
3% kasus yang mengenai spinkter. Gejala-gejala ini bersifat progresif. Gejala klinis
yang timbul tergantung pada lokasi lesi, tersering pada medula spinalis thorakal.
Kelumpuhan awalnya bersifat flacsid (spinalshock) dan diikuti spastis pada daerah
di bawah lesi. Setinggi lesi bisa terjadi penurunan atau arefleks jika lesi mengenai
cornu anterior atau radiks. Dystesia terasa pada tungkai dan naik secara simetris
atau asimetris dengan terlihat level sensoris yang jelas. Dari beberapa gejala,
muncul empat gejala klasik mielitis transvera, yaitu: 1,4
1. Parestesia anggota gerak bawah dan tubuh dengan pola segmental
2. Kadang nyeri punggung yang menjalar sepanjang batas atas lesi medulla
spinalis.
3. Kehilangan rasa pada kaki dan jari – jari kaki

4. Disfungsi kandung kemih dan buang air besar

Segmen medulla spinalis yang sering terkena antara segmen thoracal 2 –

thoracal 6.1,4

Diagnosis dan Diagnosis Banding


Mielitis transversa harus dibedakan dari mielopati akibat kompresi medulla
spinalis (neoplasma, rupture discus intervetebralis akut), infeksi epidural dan
polineuritis pasca infeksi akut (Gullian Barre).1
Pungsi lumbal dapat dilakukan pada mielitis transversa biasanya tidak
didapati blokade aliran likuor, pleoitosis moderat (antara 20 - 200 sel/mm3)
terutama jenis limfosit,protein sedikit meninggi (50-120 mg/100ml) dan kadar
glukosa normal. Berbeda dengan sindrom guillan barre dimana dijumpai
peningkatan kadar protein tanpa disertai pleositosis. Pada sindroma guillan barre,
jenis kelumpuhan flaksid serta pola gangguan sensibilitasnya disamping mengenai
kedua tungkai juga terdapat pada kedua lengan (glove and stocking).1
Selain itu pada pungsi lumbal dijumpai blockade aliran likuor dengan kadar
protein yang meningkat tanpa disertai adanya sel. Pemeriksaan foto polos vertebra
antero- posterior dan lateral, mielografi dan sken tomografi akan lebih memastikan
ada tidaknya lesi kompresi medulla spinalis tersebut.1
Test darah dilakukan untuk menyingkirkan berbagai penyakit lainnya
seperti lupus erithematosus sistemik, HIV, dan defisiensi vitamin B12
pada penderita mielitis transversa, cairan cerebrospinal dalam medulla spinalis
dan otak mengandung protein lebih tinggi dan peningkatan leukosit yang
mengindikasikan adanya infeksi.bila tidak ada penyebab yang jelas dari test
tersebut, penderita dianggap menderita mielitis transversa idiopatik.7

Tatalaksana 1
Tujuan pengobatan pertama ditujukan untuk meredakan respon immun yang
disebabkan oleh trauma medulla spinalis. Pengobatan awal pada penderita mielitis
tranversa dengan pemberian steroid dosis tinggi secara intravena atau oral.
1. Gejala awitan sedang berlangsung dalam waktu 10 hari pertama atau terjadi
progresivitas defisist neurologik :
a. Glukokortikoid
i. Prednison oral 1mg/kgBB/hari selama 2 minggu, tappering
off
ii. Metilprednisolon intravena 0,8mg/kgBB/hari
b. ACTH intramuskular
i. 40 unit, 2 x 1 ( 7 hari)
ii. 20 unit, 2 x 1 ( 4 hari)
iii. 20 unit, 2 x 1 ( 3 hari)
2. Untuk mencegah efek samping kortikosteroid
a. diet rendah garam
b. simitidin 300mg 4 x 1 atau ranitidin 150mg 2 x 1
3. pemasangan kateter, untuk mencegah infeksi diberikan profilaksis (
trimetroprim- sulfametoksazol, 1 mg tiap malam).
4. konstipasi diberikan laksan.
5. diet dan nutrisi harus dijaga, 125 gram protein, vitamin dosis tinggi dan
cairan sebanyak 3 liter per hari.
6. spasme kedua tungkai dapat diberikan
a. baclofen 15-80mg /hari
b. diazepam 3-4 kali 5mg/hari
7. rehabilitasi harus dimulai sedini mungkin untuk mengurangi kontraktur dan
mencegah tromboemboli.

Prognosis 1
Prognosis penyakit ini meragukan. Sebagai pedoman bila dalam 3-4 minggu
setelah awitan penyakit terlihat tanda-tanda perbaikan maka prognosisnya baik.
Kebanyakan penderita hanya mengalami sekali episode gangguan meskipun jarang,
kasus rekuren atau relaps mileitis transvera dapat terjadi . Beberapa pasien sembuh
secara sempurna kemudian mengalami relaps kembali. Pada kasus relaps dokter
akan menyelidiki kemungkinan penyebab seperti MS atau lupus erythematosus
sistemik sejak penderita mengalami releaps tersebut.1
DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono. 2003. Mielitis transversa Dalam Kapita Selekta Neurologi, Gajah mada
University press, Yogyakarta
2. Harsono. 1996. Mielitis Dalam Buku Ajar Neurologi Klinis, Gajah mada
University press, Yogyakarta
3. S A Budiman. 2010. Mielitis Transversa Dengan Paraparese Inferior Flaksid dan
Sefalgia. Diunduh dari http://www.fkumyecase.net tanggal 10 Mei 2014
4. Tonam. 2004. Panduan Diagnosis dan Penatalaksanaan Ilmu Penyakit Saraf.
FKUI, Jakarta.
5. National Institut of neurological disorder and stroke, myelitis trasversa. Diunduh
dari http://www.ninds.nih.gov/disorder/trasversemyeilitis tanggal 10 Mei 2014
6. Anonymous. Transversa myelitis. Diunduh dari
http://www.wikipedia.org/wiki/trasversemyelitis tanggal 10 Mei 2014
7. Anonymous, mielitis tranversa. Diunduh dari
http://www.healthnewsflash.com/conditions/transverse_myelitis.htm tanggal 10
Mei 2014
8. Igusti Gede Ngoerah,dr,Prof. 1994. Mielitis Dalam Dasar – Dasar Ilmu Penyakit
Saraf, Airlangga University Press, Surabaya
BAB II
ILUSTRASI KASUS

Seorang pasien perempuan berumur 55 tahun masuk bangsal Neurologi


RSUP DR M Djamil Padang pada tanggal 5 Mei 2014 dengan:
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Lemah kedua tungkai
Riwayat Penyakit Sekarang :
 Lemah kedua tungkai sejak 10 hari sebelum masuk RS. Lemah
dirasakan tiba-tiba saat pasien baru bangun tidur. Awalnya kedua
tungkai kesemutan, terasa berat, terasa lemah sehingga pasien tidak
dapat menggerakkan badan sampai ujung kaki.
 Pasien tidak merasakan sakit ketika kedua tungkai dicubit.
 Buang air kecil dan buang air besar keluar sendiri, tidak bisa ditahan
sejak 10 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Dahulu :
 Seminggu sebelumnya pasien mengeluhkan ada diare, demam disertai
BAB berdarah
 Riwayat trauma pada daerah pinggang tidak ada
 Riwayat batuk-batuk lama dan makan obat lama tidak ada
 Riwayat penurunan berat badan dan nafsu makan berkurang tidak ada
 Riwayat penyakit keganasan sebelumnya tidak ada
 Tidak pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya
 Tidak pernah menderita hipertensi, DM, sakit jantung dan keganasan
Riwayat Penyakit Keluarga :
 Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan :
 Pasien seorang guru, aktivitas cukup, tidak ada riwayat kemoterapi dan
radioterapi.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis :
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 85 x / menit
Nafas : 20x/menit
Suhu : 36,8oC
Status Internus :
KGB : Leher, aksila dan inguinal tidak membesar
Leher : JVP 5-2 CmH20
Thorak : Paru : Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus normal kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, ronchi (-), wheezing (-)

Jantung : Inspeksi : iktus tidak terlihat


Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas-batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama teratur, bising (-)
Abdomen : Inspeksi : Tidak tampak membuncit
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, ballotement (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Corpus Vertebrae :
Inspeksi : Deformitas (-), Gibbus (-), Tanda radang (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Status Neurologis :
1. GCS 15 : E4 M6 V5
2. Tanda rangsangan meningeal :
- Kaku kuduk (-)
- Brudzinsky I (-)
- Brudzinsky II (-)
- Kernig (-)
3. Gejala peningkatan tekanan intrakranial :
- muntah proyektil (-)
- sakit kepala progresif (-)
4. Nn Kranialis :
-NI : penciuman baik
- N II : reflek cahaya +/+
- N III, IV, VI : pupil bulat, diameter 3mm / 3mm, gerakan bola mata
bebas ke segala arah
-NV : bisa membuka mulut, menggerakkan rahang ke kiri
dan ke kanan
- N VII : bisa menutup mata, mengangkat alis : simetris
- N VIII : fungsi pendengaran baik, nistagmus tidak ada
- N IX, X : arcus faring simetris, uvula di tengah, refleks muntah
(+), perasaan 1/3 lidah baik
- N XI : bisa mengangkat bahu dan bisa melihat kiri dan kanan
- N XII : lidah tidak ada deviasi
5. Motorik : 555 555
333 333
Tonus : hipotonus
Trofi : eutrofi
5. Sensorik
 Eksteroseptif : hipoestesi setinggi dermatom XI
 Proprioseptif : rasa getar dan posisi sendi tergangggu pada ekstremitas
bawah.
7. Fungsi otonom : BAK dan BAB sukar di tahan , Sekresi keringat berkurang
setinggi Th X ke bawah
8. Reflek fisiologis : Reflek biceps ++/++, Reflek triceps ++/++, Reflek KPR
+++/+++, Reflek APR +++/+++
9. Reflek patologis : Reflek Hoffman Trommer -/-, Reflek Babinsky +/+
10. Fungsi luhur: kesadaran komposmentis kooperatif
Laboratorium
Hb : 7,3 gr% GDR : 102 mg/dl
Leukosit : 10.900/mm3 Ureum : 38 mg/dl
Trombosit : 496.000/mm3 kreatinin : 1 mg/dl
Ht : 23%
Na : 123 mg/dl
K : 3,4 mg/dl
Cl : 92 mg/dl

Diagnosis Kerja :
 Diagnosis Klinis : Paraparese inferior tipe UMN (fase syok spinal) +
hipoestesi setinggi dermatom XI
 Diagnosis Topik : Medula spinalis setinggi corpus vertebrae thorakal IX
 Diagnosis Etiologi : Mielitis Transversa
 Diagnosis Sekunder : Anemia
Hiponatremia

Rencana Pemeriksaan Tambahan :


 LP
 Rontgen foto vertebrae torakal sentrasi Th IX,-X
 Pemeriksaan labor (darah lengkap, elektrolit)

Anjuran :
 Konsul Interne

Terapi :
Umum :
Bed rest
MB TKTP
IVFD Nacl 3% : 12 jam/kolf
Khusus :
Metiprednisolon 125 mg vial 3x1 IV (tappering off)
BAB III
DISKUSI

Telah dilakukan pemeriksaan pada pasien perempuan berumur 55 tahun.


Pasien masuk ke bangsal neuro RSUP. DR. M. Djamil Padang dengan diagnosis
klinis paraparese inferior tipe UMN (fase syok spinal).
Diagnosis klinis ditegakkan dari anamnesa dan pemeriksaan fisik. Dari
anamnesa didapatkan kelemahan pada kedua tungkai, terjadi tiba-tiba sejak 10 hari
sebelum masuk rumah sakit, disertai rasa kebas dan mati rasa pada kedua tungkai.
Buang air kecil dan buang air besar keluar sendiri dan tidak bisa ditahan. Pasien
juga mengalami infeksi sebelum mengalami kelemahan. Hal ini sesuai dengan
gejala dari mielitis transversa, dimana pasien mengalami gangguan motorik,
sensorik dan otonom yang biasanya diawali oleh infeksi. Dari pemeriksaan fisik
ditemukan semua refleks negatif, hipotonus pada kedua tungkai, ini disebabkan
karena pasien berada dalam fase spinal shock. Dalam kepustakaan dikatakan fase
spinal shock terjadi selama 2 – 4 minggu. Pada pemeriksaan kekuatan motorik
tungkai bawah pasien didapatkan kekuatan tungkai kanan 3 dan tungkai kiri bernilai
3. Hal ini sesuai dengan yang disebut Paraparese Inferior.
Seharusnya pada pasien dilakukan lumbal punksi untuk menegakkan
diagnosanya, dengan hasil yang diharapkan untuk diagnosa myelitis adalah adanya
peningkatan sel dan jumlah protein.
Untuk menyingkirkan penyebab lain pada pasien ini dapat dilakukan
pemeriksaan rontgent vertebra dengan sentrasi thorakal III-IV, X-XI posisi AP dan
lateral obliq. Apabila penyebabnya spondilitis TB akan ditemukan abses
paravertebral, penyempitan diskus dan destruksi korpus. Tetapi pada pasien ini
tidak ditemukan tanda – tanda spondilitis TB pada gambaran rontgen foto
vertebranya dan meminta pualng paksa sebelum pengobatan selesai.
Setelah ditentukan diagnosis sementara pasien diberikan terapi empirik
berupa injeksi kortikosteroid yaitu Metiprednisolon 125 mg vial 3x1 4 x 10 mg IV,
pada pasien ini juga diberikan terapi infus Nacl 3% : 12 jam/kolf untuk mengkoreksi
hiponatremi.

You might also like