You are on page 1of 7

Bagaimana pemeriksaan fisik yang tepat pada kasus

Etiologi stroke iskemik

Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme patogenik yaitu trombosis
serebri atau emboli serebri.

1. Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis atau cabangnya, biasanya
karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini sering timbul selama tidur dan bisa
menyebabkan stroke mendadak dan lengkap. Defisit neurologi bisa timbul progresif dalam
beberapa jam atau intermiten dalam beberapa jam atau hari.11
2. Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau cabangnya oleh
trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal, seperti bifurkasio arteri karotis
atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan ke dalam plak atau
ulserasi di atasnya di sertai trombus yang tumpang tindih atau pelepasan materi ateromatosa
dari plak sendiri. Embolisme serebri sering di mulai mendadak, tanpa tanda-tanda disertai
nyeri kepala berdenyut.
Snell RS. Kepala dan leher. Dalam: Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. h.761-2

Etiologi stroke hemoragik

Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu:


 Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
 Ruptur kantung aneurisma
 Ruptur malformasi arteri dan vena
 Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
 Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi hati,
komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
 Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
 Septik embolisme, myotik aneurisma
 Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
 Amiloidosis arteri
 Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral, dan acute
necrotizing haemorrhagic encephalitis.

1. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8. BAB 4.
Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New
York, 2005.

Edukasi stroke iskemik

Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia, upaya yang dilakukan


untuk pencegahan penyakit stroke yaitu:

Pencegahan Primordial

Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko stroke bagi individu
yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan primordial dapat dilakukan dengan cara
melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye tentang bahaya rokok terhadap stroke
dengan membuat selebaran atau poster yang dapat menarik perhatian masyarakat. Selain itu,
promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan adalah program pendidikan kesehatan masyarakat,
dengan memberikan informasi tentang penyakit stroke melalui ceramah, media cetak, media
elektronik dan billboard.

Pencegahan Primer

Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko stroke bagi individu yang
mempunyai faktor risiko dengan cara melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain:

a. Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obat-obatan


golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.

b. Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan.

c. Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya fibrilasi atrium, infark miokard
akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit vascular aterosklerotik lainnya.
d. Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak sayuran, buah-buahan,
ikan terutama ikan salem dan tuna, minimalkan junk food dan beralih pada makanan
tradisional yang rendah lemak dan gula, serealia dan susu rendah lemak serta dianjurkan
berolah raga secara teratur.

Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke. Pada tahap ini
ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar stroke tidak berlanjut menjadi kronis.
Tindakan yang dilakukan adalah:

a. Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai obat
antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar antara 80-320 mg/hari,
antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan faktor resiko penyakit jantung (fibrilasi
atrium, infark miokard akut, kelainan katup) dan kondisi koagulopati yang lain.

b. Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasi trombosit kedua,
diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontra indikasi terhadap asetosal (aspirin).

c. Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi obat antihipertensi
yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat hipoglikemik pada penderita
diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi obat antidislipidemia pada penderita
dislipidemia, berhenti merokok, berhenti mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat
badan dan kurang gerak.

Pencegahan Tertier

Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita stroke agar
kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi ketergantungan pada orang lain
dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pencegahan tersier dapat dilakukan dalam
bentuk rehabilitasi fisik, mental dan sosial. Rehabilitasi akan diberikan oleh tim yang terdiri dari
dokter, perawat, ahli fisioterapi, ahli terapi wicara dan bahasa, ahli okupasional, petugas sosial
dan peran serta keluarga.

a. Rehabilitasi Fisik
Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat membantu proses
pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang diberikan yaitu yang pertama adalah fisioterapi,
diberikan untuk mengatasi masalah gerakan dan sensoris penderita seperti masalah kekuatan
otot, duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan keseimbangan serta mobilitas di tempat tidur.
Terapi yang kedua adalah terapi okupasional (Occupational Therapist atau OT), diberikan untuk
melatih kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi, memakai
baju, makan dan buang air. Terapi yang ketiga adalah terapi wicara dan bahasa, diberikan untuk
melatih kemampuan penderita dalam menelan makanan dan minuman dengan aman serta dapat
berkomunikasi dengan orang lain.

b. Rehabilitasi Mental

Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional yang dapat


mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi sedih, mudah tersinggung, tidak bahagia, murung
dan depresi. Masalah emosional yang mereka alami akan mengakibatkan penderita kehilangan
motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi. Oleh sebab itu, penderita perlu mendapatkan terapi
mental dengan melakukan konsultasi dengan psikiater atau ahki psikologi klinis.

c. Rehabilitasi Sosial

Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu penderita stroke
menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi perubahan gaya hidup, hubungan perorangan,
pekerjaan, dan aktivitas senggang. Selain itu, petugas sosial akan memberikan informasi
mengenai layanan komunitas lokal dan badan-badan bantuan sosial.

1. Feigin V. Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke. PT Bhuana


Ilmu Populer. Jakarta. 2011: 29-30.

Edukasi strok hemoragik

Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan mengatasi berbagai
faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko tinggi yang berlum
pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah:
 Mengatur pola makan yang sehat
 Melakukan olah raga yang teratur
 Menghentikan rokok
 Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
 Memelihara berat badan yang layak
 Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
 Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
 Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
 Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi
seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya.
2. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke
2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.

Jelaskan mengenai lesi LMN

LOWER MOTONEURON
Motor neuron yang terletak di salah satu tanduk ventral dari medula spinalis dan akar
saraf anterior (tulang belakang motor neuron yang lebih rendah) atau inti saraf kranial dari
batang otak dan saraf kranial dengan fungsi motorik (saraf kranial motor neuron yang lebih
rendah) . Semua gerakan sukarela bergantung pada tulang belakang motor neuron yang lebih
rendah, yang mempersarafi serat otot rangka dan bertindak sebagai penghubung antara neuron
motorik atas dan muscles. Cranial saraf neuron motorik yang lebih rendah mengontrol gerakan
mata dan lidah, dan berkontribusi untuk mengunyah, menelan dan vokalisasi.
Neuron-neuron yang menyalurkan impuls motoric pada bagian perjalanan terakhir ke sel
otot skeletal. Untuk membedakannya dengan UMN maka dinamakan oleh Sherrington ‘final
common path’ impuls motoric. Terdapat dua jenis LMN yaitu α-motoneuron [berukuran besar
dan menjulurkan aksonnya yang tebal (12-20 μ) ke serabut otot ektrafusal] dan γ-motoneuron
[ukurannya kecil, aksonnya halus (2-8 μ) dan mensarafi serrabut otot intrafusal.
Lower Motoneuron, Tanda-tanda kelumpuhan LMN :

1. Seluruh gerakan, baik yang voluntary maupun yang reflektotik tidak dapat dibangkitkan.
Ini berarti bahwa kelumpuhan disertai oleh :
a. Hilangnya reflex tendon
b. Tak adanya reflaks patologik
2. Karena lesi LMN ini, maka bagian eferen lengkung reflex, berikut gamma loop tidak
berfungsi lagi, sehingga:
c. Tonus otot hilang
3. Musnahnya motoneuron berikut dengan aksonnya berarti pula bahwa kesatuan motoric
runtuh, sehingga:
d. Atrofi otot cepat terjadi

Perbedaan UMN LMN

Karakteristik UMN LMN


Jenis dan distribusi Lesi di otak : “distribusi Bergantung LMN yang
kelemahan piramidalis” yaitu bagian terkena yaitu segmen radiks,
distal terutama otot-otot atu saraf yang mana.
tangan, ekstensor lengan dan
fleksor tungkai lebih lemah.
Lesi di medulla spinalis
:bervareasi bergantung lokasi
lesi.
Tonus Spastisitas : lebih nyata pada Flaksid
fleksor lengan dan ekstensor
tungkai
Massa otot Hanya sedikit mengalami Atropi dapat sangat jelas
disuse atropi
Refleks Meninggi : Babinski positif Menurun atau tidak ada :
Babinski negatif
Fasikulasi Tidak Ada
Klonus Seringkali ada Tidak ada.
1. Ngoerah, I. G. N. G, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf. Airlanga University Press. Page:
301-305. 1991.

You might also like