Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2. Duktus Biliaris
Duktus biliaris ekstrahepatal terdiri atas duktus hepatikus kiri
dan kanan, duktus hepatikus komunis (common hepatic duct), duktus
sistikus, dan duktus koledokus (common bile duct). Duktus hepatikus
kanan dan kiri keluar dari hati dan bergabung dengan hilum
membentuk duktus hepatikus komunis, umumnya disebelah depan
bifurkasio vena porta dan proksimal dekat dengan arteri hepatica
kanan. Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara
1-4 cm. Bagian duktus ekstrahepatikus kiri cenderung lebih panjang.
Duktus hepatikus komunis membangun batas kiri dari segitiga Calot
dan berlanjut dengan duktus koledokus. Pembagian terjadi pada
tingkat duktus sistikus. Duktus koledokus panjangnya sekitar 8 cm
dan terletak antara ligamentum hepatoduodenalis, ke kanan dari arteri
hepatica dan anterior terhadap vena porta. Segmen distal dari duktus
koledokus terletak di dalam substansi pankreas. Duktus koledokus
C. Etiologi
1. Supersaturasi kolesterol
Secara umum komposisi komposisi cairan empedu yang berpengaruh
terhadap terbentuknya batu tergantung keseimbangan kadar garam
empedu, kolesterol dan lesitin. Semakin tinggi kadar kolesterol atau
semakin rendah kandungan garam empedu akan membuat keadaan
didalam kandung empedu menjadi jenuh akan kolesterol
(Supersaturasi kolesterol).
2. Pembentukan inti kolesterol
Kolesterol diangkut oleh misel (agregat/gumpalan yang berisi
fosfolipid, garam empedu dan kolesterol). Apabila saturasi kolesterol
lebih tinggi maka ia akan diangkut oleh vesikel yang mana vesikel
dapat digambarkan sebagai sebuah lingkaran dua lapis. Apabila
konsentrasi kolesterol banyak dan dapat diangkut, vesikel
D. Manifestasi Klinis
Pasien dengan batu empedu dapat dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu pasien dengan batu asimtomatik, pasien dengan batu
empedu simtomatik, dan pasien dengan komplikasi batu empedu
(cholesistitis akut, icterus, cholangitis, dan pankreatitis). Sebagian
besar (80%) pasien dengan batu empedu tanpa gejala baik waktu
diagnosis maupun selama pemantauan. Studi perjalanan penyakit dari
1307 pasien dengan batu empedu selama 20 tahun memperlihatkan
bahwa sebanyak 50% pasien tetap asimtomatik, 30% mengalami kolik
bilier, dan 20% mendapat komplikasi. Gejala batu empedu yang dapat
dipercaya adalah kolik bilier. Keluhan ini didefinisikan sebagai nyeri
di perut atas berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12 jam.
Biasanya lokasi nyeri di perut atas atau epigastrium tetapi bisa juga di
kiri dan prekordial (Lesmana, 2014).
E. Diagnosis
Diagnosis kolesistitis dan kolelitiasis akut atau kronis sering
didasarkan pada ultrasonography yang dapat menunjukkan adanya
batu atau malfungsi kandung empedu. Cholecstitis akut juga dapat
didiagnosis menggunakan koleskintigrafi, yaitu suatu metode
menggunakan agen radioaktif IV. Selanjutnya pemindaian dilakukan
pada saluran empedu untuk melihat adanya kandung empedu dan pola
bilier. Bila tidak tersedia peralatan USG, digunakan kolesistografi
oral. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreato Graphy)
dapat digunakan untuk mendeteksi adanya batu dalam ductus. Batu
empedu dapat terlihat pada foto polos bila mengalami kalsifikasi
secara bermakna (Lindseth, 2013).
Sebelum dikembangkannya pencitraan mutakhir seperti
ultrasound (US), sejumlah pasien dengan penyakit batu empedu
sering salah didiagnosis sebagai gastritis atau hepatitis berulang
seperti juga didapatkan sebanyak 60% pada penelitian di Jakarta yang
mencakup 74 pasien dengan batu saluran empedu. Dewasa ini, US
merupakan pencitraan pilihan pertama untuk mendiagnosis batu
kandung empedu dengan sensitifitas tinggi melebihi 95% sedangkan
untuk deteksi batu saluran empedu sensitifitasnya relative rendah
berkisar antara 18-74%. Pada satu study di Jakarta yang melibatkan
325 pasien dengan dugaan penyakit bilier, nilai diagnostic ultrasound
dalam mendiagnosis batu saluran empedu telah dibandingkan dengan
Endoscopic Retrograde Cholangiopancreato Graphy (ERCP) sebagai
acuan metode standar cholangiography direk. Secara keseluruhan
akurasi/ultrasound untuk batu saluran empedu adalah sebesar 77%.
ERCP sangat bermanfaat dalam mendeteksi batu saluran empedu
engan sensitifitas 90%, spesifisitas 98%, dan akurasi 96%, tetapi
prosedur ini invasif dan dapat menimbulkan komplikasi pankreatitis
dan cholangitis yang dapat berakibat fatal.
F. Tatalaksana
Penanganan profilaktik untuk batu empedu asimtomatik tidak
dianjurkan. Sebagian besar pasien dengan batu asimtomatik tidak
akan mengalami keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak
berhubungan dengan timbulnya keluhan selama pemantauan.
Kalaupun nanti timbul keluhan umumnya ringan sehingga
penanganan dapat elektif. Hanya sebagian kecil yang akan mengalami
simtom akut (cholecystitis akut, cholangitis, pancreatitis, dan
karsinoma kandung empedu). Untuk batu kandung empedu
1. Kolesistitis akut
Kurang lebih 15% pasien dengan batu simtomatik mengalami
kolesistitis akut. Gejalanya meliputi nyeri perut kanan atas dengan
kombinasi mual, muntah dan panas. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya nyeri tekan pada perut kanan atas dan sering
teraba kandung empedu yang membesar dan tanda-tanda
peritonitis. Pemeriksaan laboratorium akan menunjukan selain
leukositosis kadang-kadang juga terdapat kenaikan ringan bilirubin
dan faal hati kemungkinan akibat kompresi local pada saluran
empedu. Pathogenesis kolesistitis akut akibat tertutupnya duktus
sistikus oleh batu terjepit. Kemudian terjadi hidrops dari kandung
empedu. Penambahan volume kandung empedu dan edema
kandung empedu menyebabkan iskemi dari dinding kandung
empedu yang dapat berkembang ke proses nekrosis dan perforasi.
Jadi pada permulaannya terjadi peradangan steril dan baru pada
tahap kemudian terjadi superinfeksi bakteri. Kolesistitis akut juga
dapat disebabkan oleh lumpur empedu (kolesistitis akalkulus).
2. Kolangitis akut
Kolangitis akut dapat terjadi pada pasien dengan batu saluran
empedu karena adanya obstuksi dan invasi bakteri empedu.
Gambaran klinis kolangitis akut yang klasik adalah trias Charcot
yang meliputi nyeri abdomen kuadran kanan atas, icterus, dan
demam yang didapatkan pada 50% kasus. Kolangitis akut supuratif
adalah trias charcot yang disertai hipotensi, oliguria, dan gangguan
kesadaran.
3. Pankreatitis
Pankreatitis bilier akut atau pakreatitis batu empedu akut baru akan
terjadi bila ada obstruksi transien atau persisten di papilla vater
oleh sebuah batu. Batu empedu yang terjepit dapat menyebabkan
sepsis bilier atau menambah beratnya pankreatitis.
b. Usia
Usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu
benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati (Depkes, 2009).
Depkes (2009), mengklasifikasikan usia dalam beberapa kategori,
yaitu:
1. Masa balita = 0 – 5 tahun,
2. Masa kanak-kanak = 5 – 11 tahun.
3. Masa remaja Awal =12 – 1 6 tahun.
(Tsai, 2004). Usia >40 tahun merupakan usia faktor risiko terkena kolelitiasis
dan risiko ini akan bertambah seiring dengan pertambahan usia. Hal ini terjadi
karena batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.
Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan
bertambahnya usia. Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin
bertambah (Greenberger, 2005).
c. Obesitas
Kegemukan atau obesitas berhubungan dengan kelebihan berat badan
(Moore, 1997). Obesitas merupakan penyakit multifaktorial yang terjadi
akibat akumulasi jaringan lemak berlebihan, sehingga dapat mengganggu
kesehatan. Bila seseorang bertambah berat badannya maka ukuran sel lemak
akan bertambah besar dan kemudian jumlahnya bertambah banyak
(Sidartawan, 2006).
Seseorang dapat dikatakan obese melalui berbagai macam metode dan
standar pengukuran distribusi lemak tubuh, salah satu cara adalah dengan
metode pengukuran antropometrik. Klasifikasi internasional pada metode
pengukuran antropometrik untuk menentukan derajat obesitas didasarkan
pada Indeks Massa Tubuh (IMT) (Bray, 1998). Pada klasifikasi obesitas
berdasarkan Indeks Massa Tubuh menurut kriteria Asia Pasifik, obesitas
terbagi menjadi dua bagian yaitu obese tingkat I (IMT≥25 kg/m2) dan obese
tingkat II (IMT≥30 kg/m2) (Seidell, 2008).
Bedasarkan definisi, obesitas pada wanita adalah kandungan lemak
dalam tubuh yang lebih dari 30%, sedang pria batas bawahnya lebih rendah
yaitu antara 20 -25%. Adanya perbedaan ini disebabkan karena per bobot total
tubuh pada wanita lebih banyak dari pada pria (Budiyanto, 2002).
Shaffer AE (2005), mengungkapkan bahwa terjadinya peningkatan
kejadian batu empedu pada orang yang obesitas disebabkan oleh peningkatan
kadar supersaturasi kolesterol. Sedangkan pada obesitas terjadi gangguan
metabolisme lemak dan hormonal yang mengakibatkan penurunan motilitas
dari kandung empedu yang dapat meningkatkan terbentuknya batu empedu.
d. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia adalah meningkatnya konsentrasi berbagai lipid di
dalam darah, yaitu trigliserida atau kolesterol total dalam plasma atau
keduanya. Terdapat beberapa teori yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan
atau lingkungan. Proses pertama dalam pembentukan batu empedu adalah
sekresi empedu jenuh dengan kolesterol oleh hati. Langkah kedua dalam
pembentukan batu empedu adalah kristalisasi. Pengendapan kristal kolesterol
memulai pembentukan batu empedu. Ketika empedu pada kandung empedu
menjadi jenuh dengan kolesterol, maka terjadi nukleasi, flokulasi, dan
pengendapan kristal kolesterol. Keadaan ini menyebabkan inisiasi
pembentukan batu empedu. Terdapatnya promotor kristalisasi yang
berlebihan dan kekurangan relatif dari inhibitor kristalisasi juga penting
dalam inisiasi dan pembentukan nukleasi kristal batu empedu. Promotor dan
inhibitor sebagian besar berupa protein seperti glikoprotein lender (Hung et
al, 2011).
Hampir semua pasien dengan hipertrigliseridemia memiliki cairan
empedu jenuh yang tinggi pada kandung empedunya meskipun pasien
tersebut kurus. Hal ini mungkin merupakan salah satu penyebab
meningkatnya kejadian batu empedu pada pasien dengan hipertrigliserida
(Hung et al, 2011).
mata, katarak, penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi seksual, luka sulit
sembuh dan membusuk/gangren, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh
darah, stroke, gangguan empedu dan sebagainya (Depkes, 2005).
Menurut Saxena (2005), cairan empedu orang dengan DM mudah jenuh
dengan kolesterol, volume kandung empedu pada keadaan puasa lebih besar
pada pasien dengan DM, ejeksi fraksi kandung empedu berkurang pada kasus
diabetes, serta terdapat faktor yang memodifikasi nukleasi kristal dan sekresi
lendir dari kandung empedu yang dapat membentuk batu empedu.
f. Genetik
Pada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa pembentukan batu
empedu dapat bersifat genetik. Risiko pembentukan batu empedu lebih tinggi
2-4 kali lipat pada pasien dengan riwayat keluarga dengan batu empedu. Pada
kasus-kasus batu empedu familial, faktor genetik diduga memiliki peran yang
besar dan ditemukan bersifat autosomal dominan. Kerentanan genetik dapat
berkontribusi terhadap pembentukan batu empedu, sebagaimana telah
ditunjukkan dalam berbagai penelitian epidemiologi. Penelitian pada tikus
menunjukkan adanya gen litogenitas. Sebuah lokus utama kerentanan
pembentukan batu empedu (Lith6) berhasil diidentifikasi pada tahun 2003
melalui proses mapping kuantitatif alur lokus tikus. Terdapat dua gen
posisional dan fungsional yaitu apolipoprotein B mRna-editing protein
(APO-BEC1) dan peroxisome proliferator-activated receptor gamma
(PPARG) pada interval ini. Pada penelitian sampel di Jerman, tidak
ditemukan hubungan antara APO-BEC1 dan PPARG dengan kerentanan
pembentukan batu empedu. Mapping sistematik pada region lengkap Lith6
dibutuhkan untuk mengidentifikasi variasi genetik kausatif pada tikus dan
manusia. Pada penelitian mapping lokus tikus, Kovacs P et al (2008),
mengidentifikasi gen Nr1h4 yang mengkode reseptor garam empedu FXR
(farnesoid X reseptor) sebagai gen yang berhubungan dengan lokus
kerentanan batu empedu Lith7. Pemeriksaan genome luas pada tikus
menemukan hubungannya dengan gen yang mengkode transport
hepatokanalikular dan transporter kolesterol. ATP binding cassette (ABC) G5
Perempuan
↓ motilitas Cairan
kandung empedu
empedu mudah
Stimulasi Supersaturasi
jenuh
reseptor kolesterol ↑
dengan
lipoprotein kolesterol
hepar dan Cairan empedu
meningkatkan Gangguan di kandung
pembentukan metabolisme empedu ↑
Nukleasi
kolesterol lemak Kristal
empedu
dan
Kristalisasi bahan sekresi
↓ motilitas pembentuk lendir
Kristalisasi kandung empedu empedu (kalsium,
kolesterol kolesterol, dll)
Cholelitiasis
Keterangan :
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
Sumber = Park, 2004 ; Hung S-C et al, 2011 ; Saxena R, 2005 ;
Shaffer, 2005.