You are on page 1of 18

BAB VII

ANALISIS EKONOMI KETERSEDIAAN BAHAN DASAR DAN SUMBER


ENERGI

CAPAIAN PEMBELAJARAN SUB-MK ( Learning Out Come )

Kode Sub Capaian Pembelajaran Mata Kuliah ( Sub-CPMK )


7.1 Mahasiswa dapat menjelaskan model ekonomi energi
7.2 Mahasiswa dapat menjelaskan penerapan ekonomi energi dalam
pemberdayaan sektor EBT di Indonesia
7.3 Mahasiswa dapat menjelaskan penerapan ekonomi energi dalam pencarian
potensi energi nasional
7.4 Mahasiwa dapat menjelaskan penerapan ekonomi energi dalam manajemen
sumber daya energi
7.5 Mahasiwa akan dapat menjelaskan penerapan ekonomi energi dalam
pemanfaatan energi terbarukan-revolusi industri
7.6 Mahasiwa dapat menjelaskan penerapan ekonomi energi dalam rencana
pembangunan jangka panjang nasional
7.7 Mahasiswa dapat menjelaskan Pengembangan Model Ekonomi-Energi dan
Identifikasi Kebutuhan Infrastruktur Energi

A. PENDAHULUAN

Ekonomi Energi merupakan konsep komprehensif yang ditelurkan oleh PBB


sebagai salah satu inisiatif dalam upaya mengatasi krisis ekonomi global. Secara
umum, Ekonomi Energi merupakan sebuah model ekonomi yang menitikberatkan
kepada upaya memperbaiki tingkat hidup manusia dan secara bersamaan mengurangi
dampak kerusakan lingkungan. Tak ada yang salah dengan konsep Ekonomi Energi
sebagaimana anggapan kalangan organisasi-organisasi penyelamat lingkungan yang
melihat konsep ini akan menjadi komodifikasi, privatisasi, dan finansialisasi alam. Di
tataran kebijakan, ekonomi energi adalah sebuah model pembangunan ekonomi yang
bertumpu kepada tiga pilar kebijakan ekonomi yang rendah karbon, hemat energi, dan
melibatkan banyak orang.

Permasalaham utama terletak pada sejauh mana implementasi konsep ekonomi


energi oleh Indonesia. Dalam kondisi pertumbuhan ekonomi membutuhkan banyak
konsumsi energi dan saat yang bersamaan cadangan energi tidak terbarukam semakin
menipis, ekonomi energi merupakan sebuah jawaban bagi perekonomian dunia bahkan
sebuah keniscayaan bagi terciptanya sebuah pembangunan yang berkelanjutan.
Negara-negara yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi menyadari
akan pentingnya peran ekonomi energi dalam perekonomian. Berbeda dengan negara-
negara berkembang, alih alih fokus kepada upaya menciptakan model perekonomian
yang berbasis ekonomi energi, kontekstualisasi pelaksanaan ekonomi energi di
Indonesia menjadi salah kaprah tatkala ekonomi energi hanya ditafsirkan sebagai
pegurangan gas karbon tanpa benar-benar menciptakan sebuah model perekonomian
berkelanjutan dan ramah lingkungan yang berbasis kepada efisiensi energi, rendah
karbon, dan melibatkan banyak orang.

Penggunaan energi Indonesia sampai sekarang masih belum efisien. Intensitas


energi primer Indonesia masih tinggi dengan nilai 565 Ton Oil Equivalent (TOE)/ juta
US$. Dengan kata lain, untuk meningkatkan PDB sebesar USD 1 juta dibutuhkan
penggunaan energi sebesar 565 TOE. Kondisi ini jauh diatas intensitas energi Malaysia
yang berkisar 493 TOE/juta US$. Belum lagi konsumsi minyak Indonesia hingga saat
ini masih sangat mendominasi, yaitu sebesar 42,99% dari konsumsi energi total, diikuti
oleh gas dan batu bara masing-masing 18,48% dan 34,47%. Kebijakan pemerintah
yang lamban dalam merespon kenaikan minyak dunia beberapa bulan yang lalu dan
tingginya angka subsidi energi yang mencapai Rp. 300 Triliun di RAPBN 2013.
B. PENYAJIAN MATERI

7.1 Penerapan Ekonomi Energi dalam Pemberdayaan Sektor EBT di Indonesia

Sebagai negara kepulauan terbesar, Indonesia memiliki potensi sumber daya


alam yang melimpah. Kekayaan sumber daya alam tersebut hampir meliputi semua
sektor antara lain sektor energi, sektor pertanian, sektor kehutanan, sektor perikanan,
sektor pariwisata, dan lain-lain. Selain itu keanekaragaman suku bangsa serta adat
istiadat menjadi pelengkap seluruh sektor yang ada. Indonesia juga memiliki posisi
strategis karena diapit pelengkap seluruh sektor yang ada. Indonesia juga memiliki
posisi strategis karena diapit oleh dua benua. Semua potensi ini akan berdampak positif
bagi pertumbuhan ekonomi jika dapat dikelola dengan baik dan benar.
Salah satu faktor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi suatu
bangsa adalah sumber energi. Faktor energi memiliki peranan yang sangat besar karena
menjadi pendorong utama berkembangnya sektor-sektor lainnya. Indonesia memiliki
potensi sumber energi baik fosil mauoun non-fosil. Kebijakan energi selama ini adalah
eksploitasi energi fosil. Keterbatasan yang dimiliki energi ini adalah tidak renewable
dan menimbulkan dampak kerusakan lingkungan yang cukup besar. Kebijakan
pemerintah dibidang energi fosil harus berubah ke EBT yang ramah lingkungan.
Sebagaimana dirumuskan dalam tujuan pembangunan nasional untuk
memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, maka kelestarian lingkungan
hidup juga merupakan prasyarat utama bagi kesejahteraan dan keberlangsungan
kehidupan manusia. Kesejahteraan manusia dipenuhi melalui pembangunan, namun
pembangunan itu harus dilaksanakan dengan tidak merusak lingkungan. Pembangunan
yang dilaksanakan tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan yang dapat
mengakibatkan penurunan daya dukung lingkungan yang dapat berdampak pada
menurunnya kapasitas pemenuhan kebutuhan manusia untuk kesejahteraan. Untuk
menjaga keberlanjutan kesejahteraan manusia, diperlukan upaya pembangunan
berkelanjutan, yaitu pembangunan yang dilaksanakan dengan memperhatikan
keseimbangan tiga pilar pembangunan (sosial, ekonomi, dan lingkungan). Terbitnya
Brundlant Report pada tahun 1980, mengawali perbincangan dan perdebatan mengenai
pembangunan berkelanjutan diawali oleh semakin diintensifkan dengan konferensi
PBB mengenai “Lingkungan Hidup dan Pembangunan” di Rio de Janerio 1992.
Konsep dasar pembangunan berkelajutan adalah proses integrasi dan
harmonisasi dari tiga hal kehidupan fundamental yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan,
sehingga terwujud kesetimbangan dalam proses pembangunan yang dapat
berkelanjutan ke generasi berikutnya. Pada September 2000, dalam KTT Millenium
PBB di New York, 189 negara termasuk Indonesia, telah mendeklarasikan Millennium
Development Goals (MDG ) atau tujuan pembangunan Miklenium, yang berisi delapan
tujuan yang ingin dicapai pada 2015 untuk menjawab tantangan-tantangan utama
pembangunan global kedelapan tujuan itu adalah mengakhiri kemisikinan dan
kelaparan, pendidikan untuk semua, memperjuangkan keadilan gender dan
pemberdayaan perempuan, menurukan moralitas anak, meningkatkan kesehatam
maternal, membasahi HIV/AIDS, Malaria dan penyakit menular lainnya, menjamin
keberlanjutan lingkungan, dan membangun kerjasama global untuk pembangunan.
Tujuan pembangunan milenium (MDGs ) pada dasarnya mewujudakan
komitmen internasional yang dibuat di United Nations Summits Dunia dan konferensi
global sepanjang tahun1990-an. Dengan menandatangani Deklrasi Milenium
pemimpin dunia berjanji untuk separuh proporsi penduduk yang menderita kelaparan,
menjamin bahwa semua anak dapat menyelesaikan pendidikan dasar,menghilangkan
kesenjangan gender pada semua tingkat pendidikan, mengurangi tingkat kematian
balita dan bayi oleh dua pertiga, dan membagi proporsi penduduk tanpa akses terhadap
sumber air yang lebih baik pada tahun 2015.
Setelah sepuluh tahun implementasi dari konsep “Pembangunan
Berkelanjutan” yang dicanangkan di konferensi tersebut mencatat bahwa masih banyak
sekali permasalahan yang terjadi dalam implementasi konsep pembangunan
berkelanjutan kemajuan teknologi, komunikasi dan telekomunikasi serta transportasi
semakin mendukung arus globalisasi sehingga hubungan ekonomi antar negara dan
region menjadi sangat mudah. Dukunganpemerintah melalui kemudahan bea cukai
semakin mendorong perdagangan bebas.
Dalam era globalisasi semua Negara harus mempersiapakan diri setangguh
mungkin agar tidak tertindas oleh Negara yang lebih kaya dan maju. Brinkerhoff
&Arthur (1992) dalam Shaliza (2003) menyatakan bahwa pembangunan yang
berkelanjutan dapat dipahami melalui kelembagaan yang ada. Kelmbagaan diartikan
sebagai: (1) sistem yang berfungsi dalam hubungan pada lingkungan mereka, (2)
mengorganisasi dan mengatur entitas dimana harus ada kesesuaian antara struktur
organisasi dan prosedurnya dengan tugas-tugas, produk-produk, orang, sumber daya
dan konteks yang mereka hadapi dan (3) memperhatikan lingkungan secara baik
beserta perubahan sumber daya, yang terkait juga dengan politik dan ekonomi untuk
menciptakan pola kekuasaan dan insentif. Pembangunan berkelanjutan dimaknai
sebagai keberlanjutan dan kemandirian pembangunan yang bergantung pada kekuatan
dan kualitas institusi yang ada.
Sistem ekonomi kapitalitas ini menyebabakan negara-negara maju leluasa
dalam melakukan ekspansi ekonomi ke negara-negara berkembang. Hal ini terlihat
dengan semakin banyaknya perusahaan-perusahaan multinasional dibidang energi,
pertambangan, pertanian, dan kehutanan yang melakukan investasi di negara-negara
berkembang. Hal ini memberikan dampak yang sangat besar terhadap kerusakan
lingkungan di negara tersebut, karena industri yang terbangun hanya berorientasi
terhadap produksi dan keuntungan bagi para investor dengan mengabaikan aspek
lingkungan. Menjadi sebuah dilema ketika negara harus memilih antara meningkatkan
konsistensi pertumbuhan ekonomi namun pada sisi yang lain harus mengorbankan
aspek fundamental lainnya yaitu aspek ekologi.
Pencapaian pertumbuhan ekonomi pasif bagi negara-negara maju pada awalnya
juga menghadapi kondisi yang sama. Industrialisasi yang menjadi salah satu penopang
untuk meningkatkan pembangunan ekonomi tidak dapat ditolak untuk dilakukan demi
pencapaian nilai ekonomi. Pada sisi lain aspek kerusakan terhadap lingkungan yang
ditimbulkan semakin parah. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan iklim dalam
kurun waktu yang sangat cepat. Kebijakan ekonomi Indonesia diarahkan untuk
mendorong pertumbuhan sektor industri dan sektor jasa guna meningkatkan GDP,
sementara kontribusi sektor pertanian dipertahankan pada tingkat menengah. Tahun
2003 sektor pertanian menyumbang sekitar 17% dari total GDP, sementara dari sektor
energi dan industri sekitar 43% dan 40% ( World Bank Group 2004 ).
Berkembangnya industri pertambangan energi, dan manufaktur sangat banyak
memberi andil dalam kerusakan lingkungan bukan hanya di Indonesia tetapi juga
terjadi beberapa negara lain. Hal ini disadari oleh semua bangsa-bangsa di dunia,
bahwan konsep pembangunan yang tidak berorientasi kepada lingkungan akan
menyebabkan kerugian yang besar dan bumi akan semakin rusak. Salah satu
dampaknya adalah timbulnya pemanasan global dan efek gas rumah kaca yang
menyebabkan kerugian yang besar dan bumi akan semakin rusak. Salah satu
dampaknya adalah timbulnya pemanasan global dan efek gas rumah kaca yang
menyebabkan perubahan iklim. Pemanasan global dan gas rumah kaca adalah dampak
dari aktivitas industri, transportasi, pertanian, peternakan, rumah tangga yang
merupakan unit-unit yang menggunakan energi sebagai unsur utama dalam aktivitas
tersebut. Kesadaran global dan kolektif terhadap dampak terhadap lingkungan akibat
penggunaan energi yang bersumber dari fosil memberikan motivasi positif.
Salah satu aspel pendukung dalam implementasi sustainable development
adalah ketahanan energi. Kondisi saat ini bangsa Indonesia dan beberapa negara
lainnya masih sangat tergantung kepada pemanfaatan energi. Kondisi saat ini bangsa
Indonesia saat ini dan beberapa negara lainnya masih sangat tergantung kepada
pemanfaatan energi fosil yaitu minyak,gas, dan baubara. Karena energi ini merupakan
sumber daya alam yang irreversible maka tentunya lambat laun akan habis. Pemerintah
perlu melihat sumber-sumber lain yang potensial untuk dikembangkan menjadi energi
secara global tersebut menjadi permasalahan Indonesia. Ketersediaan energi
hidrokarbon yang dimiliki semaikin menipis menjadi salah satu pertimbangan untuk
mencari energi alternatif.
Menurut data Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, Potensi
sumber EBT Nasional dari Geothermal 19.658 MW dengan kapasitas terpasang 886,90
MW, pemanfaatannya baru 4% dari total potensi yang dimiliki. Potensi ini tersebar di
beberapa wilayah, dan data tersebut menunjukan bahwa panas bumi masih sangat
menjanjikan untuk dikembangkan karena bersifat renewble dan potensinya sangat
banyak. Sebagai salah satu negara berkembang dengan pertumbuhan ekonomi yang
cukup tinggi, Indonesia diperkirakan akan mengalami peningkatan dalam kebutuhan
energi dimasa yang akan datang. Dewan Energi Nasional ( DEN ) memperkirakan
kebutuhan energi akan mencapai 400 juta ton setara minyak dan pemanfaatan energi
primer per kapita sebesar 1,4 juta ton setara minyak pada tahun 2025, dan 1000 juta
ton setara minyak, dimana pemanfaatan energi primer per kapita sebesar 3,4 juta ton
setara minyak pada tahun 2050. Walau demikian, masih ada lebih 20% rumah tangga
di Indonesia yang belum memiliki akses listrik. Padahal, Indonesia memiliki target
pemenuhan akses listrik di tahun 2025 sebesar 95% dari populasi masyarakat
Indonesia.
Untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut, Indonesia cenderung untuk
memperbesar porsi batubara dalam bauran energi dalam kurun waktu dua dekade yang
akan datang, dimana perkiraan emisi gas rumah kaca dari sektor kelistrikan
diperkirakan akan mencapai 3 kali lipat di tahun 2025 dibandingkan dengan emisi saat
ini. Hal tersebut menjadi salah satu alasan bagi Indonesia untuk meningkatkan
komposisi energi terbarukan dalam bauran energi, menjadi 17% di tahun 2025, serta
konservasi energi sebesar 18% di tahun 2025.

7.2 Penerapan Ekonomi dalam Pencarian Potensi Energi Nasional

Pertumbuhan ekonomi nasional prioritas pemerintah dalam upaya memberi


kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
tersebut, iklim investasi di segala sektor harus berkembang khususnya di sektor industri
dan transportasi. Salah satu faktor kunci adalah ketersediaan energi. Gairah inestasi di
bidang industri dan energi yang secara simultan dilakukan akan berimplikasi kepada
pertumbuhan ekonomi positif yang akan dapat dirasakan oleh rakyat Indonesia, dengan
pembangunan berkelanjutan dengan wawasan ekologis-sosial budaya-ekonomi dapat
berjalan dengan baik.

Pemerintah harus memotivasi dan memberikan dukungan secara penuh dalam


investasi EBT ini. Dengan demikian iklim investasi akan menunjukan perkembangan
positif. Selain itu, Indonesia tidak akan mengalami iklim investasi krisis energi lagi.
Dalam bidang industri otomotif khususnya adalah upaya untuk melakukan revolusi alat
transportasi yang menggunakan listrik non fosil, sehingga akan mengurangi polusi CO2
dan penurunan emisi gas rumah kaca.

Berdasarkan data potensi energi nasional, maka potensi energi terbarukan pada
sumber energi non fosil memiliki banyak jenis antara lain, air, angin, ombak, pasang
surut, matahari, dll. Hanya 4% yang baru dikembangkan dari seluruh potensi yang ada.
Saat ini potensi panas bumi tercatat di 299 daerah dan lapangan panas bumi Indonesia
tercatat sekitar 28.835 MWe yang sebagian besar mengikuti jalur vulkanik dari
Sumatera, Jawa, Bali ,NTB, NTT dll.

Daerah prospek panas numi di Indonesia sebagian besar terkonsentrasi di


Sumatera (90 lokasi), P. Jawa (71 lokasi), P. Sulawesi (65 lokasi), P. Bali (6 lokasi), P.
Kalimantan (12 lokasi). Dari total keseluruhan daerah prospek tersebut sekitar 45,15%
masih pada tahap penyelidikan pendahuluan awal, 13.04%, pada tahap penyelidikan
pendahuluan, 36, 79% pada tahap penyelidikan rinci, 2,34% pada tahap explorasi atau
siap dikembangkan dan 2,68% telah dimanfaatkan menjadi PLTP. Pencarian lokasi
sumber panas bumi terus dilakukan, hingga pada tahun 2012 telah ditemukan 14 daerah
baru panas bumi.

Potensi sumber energi panas bumi cenderung tidak akan habis, karena proses
pembentukannya yang terus-menerus selama kondisi lingkungannya (geologi dan
hidrologi) dapat dijaga keseimbangan. Mengingat energi panas bumi ini tidak dapat
diekspor, maka pemanfaatannya diarahkan untuk mencapai kebutuhan energi
domestik, dengan demikian energi panas bumi akan menjadi energi alternatif andalan
dan vital karena dapat mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap sumber energi
fosil yang kian menipis dan dapat memberikan nilai tambah dalam rangka optimalisasi
pemanfaatan aneka ragam sumber energi Indonesia.

Permasalahan yang dihadapi pada sumber energi panas bumi adalah lokasi
sumber panas bumi. Mayoritas lokasi potensi energi panas bumi berada di kawasan
ekologi hutan dan energi panas bumi tidak dapat disalurkan dengan pipa gas, sehingga
pembangkit harus di buat di titik panas bumi berada. Pembebasan hutan atau lahan
yang kerap bermasalah, pengaruh terhadap kondisi tanah dan sumber air serta dampak
terhadap lingkungan, harus menjadi agenda penting dalam menyelaraskan eksploitasi
energi panas bumi dengan lingkungan hidup di sekitarnya. Sampai awal tahun 2013 ini
pengaturan tentang EBT secara khusus masih diatur pada peraturan presiden RI No. 5
tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Perpres ini bertujuan untuk menjamin
keamanan pasokan energi dalam negeri dan untuk mendukung pembangunan yang
berkelanjutan. Beberapa hal yang diatur dalam perpres No. 5 Tahun 2006, energi
adalah daya yang dapat digunakan dalam negeri dan untuk melakukan berbagai proses
kegiatan meliputi listrik, energi mekanik dan panas.

 Sumber energi adalah sebagian sumber daya alam antar lain berupa minyak
bumi dan gas, batubara, air, panas bumi, gambut, biomasa, dan sebagainya, baik
secara langsung maupun tidak langsung dapat dimanfaatkan sebagai energi.
 Energi baru adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh teknologi baru baik yang
berasal dari energi terbarukan maupun energi tak terbarukan, antara lain:
Hidrogen, Coal Bed Methane, Coal Liquifaction, Coal Gasification dan Nuklir.
 Energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya
energi yang secara alamiah tidak akan habis dan dapat berkelanjutan jika
dikelola dengan baik, antara lain : panas bumi, biofuel, aliran sungai, panas
surya, angin, biomassa, biogas, ombak laut, dan suhu kedalaman laut.
 Diservikasi energi adalah penganekaragaman penyediaan dan pemanfaatan
berbagai sumber energi dalam rangka optimasi penyediaan energi.
 Konservasi energi adalah penggunaan energi secara efsien dan rasional tanpa
mengurangi penggunaan energi yang memang benar-benar diperlukan.
 Sumber energi alternatif tertentu adalah jenis sumber energi tertentu pengganti
bahan bakar minyak.
7.3 Penerapan Ekonomi Energi dalam Manajemen Sumber Daya Energi

Sumber daya energi menjadi salah satu sumber pendapatan bagi negara.
Pendapatan itu membantu perekonomian Indonesia. Salah satu masalah yang harus
dihadapi manusia adalaha semakin tipisnya persedian sumber daya alam. Jika sumber
daya alam terus dieksploitasi demi mengejar pertumbuhan ekonomi dimungkinkan
beberapa saat lagi pertumbuhan akan terhenti, karena habisnya pasokan sumber daya.
Sebagai akibatnya berubah lingkungan strategis dan semakin lajunya pembangunan di
daerah, khususnya dalam proses industrialisasi, akan menyebabkan masalah energi
menjadi semakin kompleks sehingga tantangan yang dihadapi juga semakin besar
dalam menghadapi pembangunan energi, yaitu : memenuhi kebutuhan energi yang
terus meningkat sebagai akibat proses industrialisasi, mengatasi masalah dispartitas,
efisiensi penggunaan energi, sumber daya manusia, maka akan memberikan implikasi
langsung maupun tidak langsung.

7.4 Penerapan Ekonomi Energi dalam Pemanfaatan Energi Terbarukan-Revolusi


Indsutri

Menurut Jeremy Rifkin, dunia akan memasuki era revolusi industri yang
ditandai dengan terbentuknya masyarakat ekonomi era baru yang beradaptasi dengan
penerapan pilar sebagai berikut :

1. Pilar pertama : Energi Terbarukan


Sinar matahari, angin, air, panas bumi, gelombang laut, dan bio-massa
adalah jenis sumber energi terbarukan. Teknologi yang akan berperan
mengubah atau mengkonversikan energi terbarukan tersebut menjadi energi
listrik yang siap pakai. Sampai dengan tahun 2050, di Uni Eropa energi
terbarukan diproyeksikan akan menggantikan separuh dari energi utama dan
menghasilkan listrik sampai 70%.
2. Pilar Kedua: Bangunan sebagai Penghasil Energi
Rumah, Gedung perkantoran, mal, bangunan pabrik atau industri,
nantinya akan berusaha menyediakan energinya secara mandiri. Dengan
demikian energi terbarukan yang tersedia secara gratis, kebutuhan energi akan
terpenuhi bahkan akan mempunyai kelebihan yang dapat di bagikan.
3. Pilar ketiga; Penyimpanan Energi dengan Hidrogen
Energi dari sinar matahari, angin, gelombang, tidak tersedia sepanjang
hari sebab itu di perlukan penyimpanan energinya. Kelebihan energi yang
dihasilkan secara individual dari bangunan penghasil energi sebagaimana pilar
dua, dapat disimpan dalam lingkungan karena hasil pembakarannya berupa uap
air dan energi panas. Sebaliknya juga sangat mudah diperoleh dan jumlahnya
melimpah dengan cara elektrolisa air. Teknologi sel bahan bakar hidrogen
sudah lama di gunakan sebagai pendorong roket luar angkasa.
4. Pilar keempat: Infrastruktur cerdas ( Smart Grid) dan Kendaraan “plug-in”
Kelebihan energi yang diproduksi oleh setiap bangunan individual
sebagaimana pilar tiga, dapat dibagikan melalui suatu infrastruktur cerdas,
Infrastruktur Cerdas yang diamaksud disini adalah penerapan teknologi
informasi yang akan mengendalikan pendistribusian energii ini, dimana
diperlukan suatu transaksi, besar energy yang dikirim, melalui jalur yang sama,
sumber dari mana dan dikirim kemana. Dari sisi transportasi, Kendaraan
bertenaga listrik dan bahan bakar sel hidrogen akan banyak diproduksi dan
digunakan, dimana kendaraan tersebut menyesesuaikan dengan ketersedian
sumber daya yang tersebar dilokasi.

Konsep Era Revolusi Industri sebagaimana diberikan oleh Jeremi Rifkin sangat
sesuai dilihat dari sudaut pandang ketersediaan energi. Seperti diketahui bahwa
pembangkit listrik bahan bakar fosil sekarang ini adalah terpusat. Konsep pembangkit
listrik terpusat ini untuk memudahkan transportasi bahan bakar yang digunakan.
Sementara jika mengguanakan energi terbarukan, teknologi yang ada saat ini masih
belum bias mengubah energi yang melimpah ini menjadi energi listrik dalam jumlah
yang memadai secara terpusat. Sebagai contoh untuk menghasilkan 8-10 watt di
perlukan solar panel 1 meter persegi. Artinya untuk menyamai daya listrik turbin gas
atau uap sebesar 50 MW diperlukan solar panel sebanyak 52 hektare. Hampir tidak
mungkin menyediakan lahan sebanyak itu. Kelebihan pembangkit listrik tenaga fosil
tidak memerlukan lahan yang besar untuk menghasilkan daya yang besar. Oleh sebab
itu konsep pemanfaatan energi terbarukan pada era revolusi industri adalah,
menyatukan penghasil energi individual yang tersebar dan mendistribusikannya
kembali kepada yang memerlukan melalui infrastruktur cerdas.

7.5 Penerapan Ekonomi Energi dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang


Nasional

Dalam 20 tahun mendatang, Indonesia akan menghadapi persaingan dan


ketidakpastian global yang makin meningkat, jumlah penduduk yang makin banyak,
dan dinamika masyarakat yang makin beraneka ragam. Untuk mewujudkan Visi
Pembanganan Nasional, perlu diteruskan hasil-hasil pembangunan yang sudah dicapai,
permasalahan yang sedang dihadapi dan tantangannya ke depan ke dalam suatu konsep
pembangunan jangka panjang, yang mencakup berbagai aspek penting kehidupan
berbangsa dan bernegara, yang akan menuntun proses menuju tatanan kehidupan
pembangunan masyarakat dan taraf pembangunan yang hendak dicapai.

Penekanan pembangunan ekonomi untuk mendorong peningkatan


kesejahteraan masyarakat muncul pada awal paruh kedua tahun 60-an. Pada tahun 1966
penataan sistem perekonomian dicanangkan melalui Program Stabilisasi dan
Rehabilitasi Ekonomi. Sampai dengan pertengahan tahun 90-an, berbagai kemajuan
ekonomi telah dicapai. Kebutuhan pokok masyarakat tercukupi dan swasembada
pangan beras terwujud pada tahun 1984. Perekonomian tumbuh baik dengan tingkat
pertumbuhan yang cukup tinggi dan stabilitas ekonomi dapat terjaga. Peningkatan
kesejahteraan masyarakat secara nyata dapat diturnjukkan antara lain melalui
peningkatan pendapatan perkapita sekitar sepuluh kali lipat, menurunnya secara drastis
jumlah penduduk miskin, serta tersedianya lapangan kerja yang memadai bagi rakyat.

Pertumbuhan ekonomi yang pesat mendorong penyediaan berbagai sarana darn


prasarana perekonomian penting yang dibutuhkan untuk mempercepat pembangunan
ekonomi. Secara bertahap, struktur ekonomi berubah dari yang semula didominasi oleh
pertanian tradisional ke arah kegiatan ekonomi lebih modern dengan penggerak sektor
industri. Ekspor nonmigas yang menunjukkan peningkatan kemampuan untuk
menghasilkan produk dan daya saing produk Indonesia terhadap produk negara lain
meningkat pesat. Dalam paruh kedua 80-an, terjadi perubahan struktur ekspor dari yang
didominasi oleh ekspor migas menjadi ekspor yang di dominasi oleh ekspor nonmigas.

Penggunaan energi di Indonesia meningkat cukup pesat sejalan dengan


perbaikan ekonomi setelah krisis. Berbagai upaya restrukturisasi dan reformasi
kelembagaan terus dilaksanakan, kenaikan konsumsi energi masih lebih tinggi
dibandingkan dengan penyediaannya. Meskipun mengalami pergeseran dari sumber
energi yang berasal dari bahan bakar minyak ke gas alam dan batubara, pola konsumsi
energi masih menunjukkan ketergantungan pada sumber energi tak terbarukan. Potensi
energi dan sumber daya mineral yang sampai saat ini telah diketahui dan terbukti
adalah: minyak 86,9 miliar barel, gas 384,7 TCF, batubara 50 miliar ton, dan panas
bumi sekitar 27 GWatt. Cadangan terbukti minyak bumi Indonesia berjumlah 5.8 miliar
barel dengan tingkat produksi 500 juta baret per tahun. Sementara itu cadangan terbukti
gas sekitar 90 TCF dengan tingkat produksi sekitar 3 TCF.

Cadangan terbukti batubara sekitar 5 miliar ton dengan produksi mencapai 100
juta ton setiap tahunnya. Dengan demikian, perlu upaya untuk mengembangkan
sumber energi terbarukan (mikro hidro, biomassa, biogas, gambut, energi matahari,
arus laut, dan tenaga angin) sehingga di masa mendatang bangsa Indonesia tidak akan
mengalami kekurangan pasokan energi. Selain itu, dengan dimungkinkannya
pembangunan pembangkit tenaga nuklir di Indonesia, pencarian mineral radio aktif di
dalam negeri perlu ditingkatkan. Kegiatan ekonomi yang meningkat akan
membutuhkan penyediaan energi yang makin besar. Dalam kaitan itu, tantangan utama
dalam pembangunan energi adalah meningkatkan kemampuan produksi minyak dan
gas bumi yang sekaligus memperbesar penerimaan devisa; memperbanyak
infrastruktur energi untuk memudahkan penyampaian energi kepada konsumen baik
industri maupun rumal tangga: serta mengurangi secara signifikan ketergantungan
terhadap minyak dan meningkatkan kontribusi gas, batubara, serta energi terbarukan
lainnya dalam penggunaan energi secara nasional.

Pembangunan ketenagalistrikan yang telah dilakukan sekitar tiga dekade


sebelum krisis telah memberi sumbangan yang berarti dalam pembangunan di berbagai
bidang. Sampai sat ini beberapa permasalahan pokok masih dihadapi,. pertama,
kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan tenaga listrik. Krisis multidimensi kurun
waktu sekitar tahun 1997-2000, kemampuan investasi dan pengelolaan penyediaan
tenaga listrik menurun yang berakibat pada terganggunya kesinambungan penyediaan
tenaga listrik serta kehandalan sistemnya termasuk untuk listrik perdesaan. Kedua,
lemahnya efektivitas dan efisiensi. Dalam satu dasawarsa terakhir tingkat losses masih
berada pada kisaran 11-15 %, baik yang bersifat teknis maupun non teknis termasuk
hal - hal yang terkait dengan lemahnya good governance, lemahnya penanganan
pencurian listrik, serta intervensi politik sangat kuat mempengaruhi pengelolaan
korporat Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalisrikan (PKUK) yang masih bersifat
monopolistik. Ketiga, ketergantungan pada pembangkit listrik berbahan bakar minyak
sebagai akibat dari berlimpahnya cadangan BBM Indonesia dalam tiga dasawarsa
terakhir, Keempat, pengembangan sistem ketenagalistrikan nasional sebagian besar
masih didominasi peralatan dan material penunjang yang diimpor sehingga nilai
tambah sektor ketenagalistrikan nasional dalam negeri diperkirakan masih relatif kecil.

Tantangan sektor ketenagalistrikan yang dihadapi meliputi luasnya wilayah


Indonesia yang berbentuk kepulauan dengan densitas penduduk yang bervariasi yang
mempengaruhi tingkat kesulitan pengembangan sistem kelistrikan yang optimal;
potensi cadangan energi primer yang cukup besar namun lokasinya sebagian besar jauh
dari pusat beban dengan infrastruktur pendukung yang masih sangat terbatas;
keterbatasan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta budaya
usaha di bidang ketenagalistrikan; pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik yang cukup
tinggi setiap tahun daya beli masyarakat yang masih rendah dan relatif tidak merata;
citra politik, ekonomi dan moneter yang belum mendukung untuk menarik investasi
swasta dibidang kelistrikan serta regulasi investasi kelistrikan yang belum tertata
dengan baik.

7.6. Pengembangan Model Ekonomi-Energi dan Identifikasi Kebutuhan


Infrastruktur Energi

7.6.1. Pemodelan Energy Mix Indonesia

Kerangka model INOSYD ditunjukkan pada Gambar 7.1. Modul yang


dikembangkan meliputi permintaan energi, penyediaan energi, ekonomi makro dan
lingkungan. Jaringan Sistem Energi (Reference Energy System, RES) dari INOSYD
disempurnakan, terutama sisi infrastruktur penyediaan energinya. Energi primer
mengalami berbagai proses sebelum dapat dimanfaatkan oleh konsumen, berupa
konversi ke bentuk energi lainnya, pengilangan energi menjadi berbagai jenis fraksi
bahan bakar serta transmisi dan distribusi. Pada setiap proses, penggunaan berbagai
jenis teknologi, sarana dan prasarana menimbulkan kehilangan energi, sehingga energi
yang terpakai selalu lebih kecil dibanding energi primernya. Jaringan sistem energi
(RES) digunakan untuk merepresentasikan aktivitas hubungan dari sebuah sistem
energi RES bukan hanya sarana untuk menunjukkan energy balance, namun juga
berfungsi sebagai kerangka analitis untuk memperkirakan besamya permintaan energi.

7.6.2 Analisis Infrastruktur Energi Indonesia

Infrastruktur energi meliputi infrastruktur konversi energi (pembangkit listrik,


kilang minyak, kilang gas) serta infrastruktur transmisi distribusi energi (pipa minyak,
pipa gas, jaringan transmisi dan distribusi listrik, dermaga minyak dan batubura depo
penyimpanan BBM dan gas. dstnya). Ketersediaan infrastruktur energ di Indonesia
serta pengembangan infrastruktur energi yang harus dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan energi dan memanfaatkan ketersedian sumber energy, khususnya domestik.

Kebutuhan penambahan infrastruktur dindikasikan oleh selisih permintaan


energi dengan kapasitas infrastruktur yang tersedia. Kilang dan pembangkit listrik
secara otomatis dapat ditentukan kebutuhannya. Lokasi kilang dan pembangkit listrik
diskenariokan berdasarkan pertimbangan lokasi sumber energi, lokasi konsumen, biaya
transportasi, dll. Transportasi energi, diskenariokan jalur-jalur transmisi dan distribusi
yang harus dibangun dengan mempertimbangkan rute dan biaya pembangunan
termurah. Sebagai contoh, menggunakan optimasi fraksi minyak bumi sebagai energi
primer dalam pemenuhan BBM, dapat diproyeksikan kebutuhan infrastruktur konversi
energi primer untuk minyak bumi, yaitu kilang minyak, dimana minyak mentah
diproduksi menjadi BBM melalui proses distilasi dan konversi. Dengan
memperhatikan selisih antara permintsan BBM dan kapasitas kilang yang ada serta
faktor kapasitasnya ditentukan besar penambahan kapasitas kilang yang diperlukan.
Selanjutnya, ditentukan besarnya investasi untuk pembangunan kilang tersebut. Untuk
menggambarkan kebutuhan pengembangan infrastruktur konversi, transmisi dan
distribusi energi, di bawah ini utuhan pengembangan infrastruktur energi dan
investasinya untuk beberapa jenis energi.

Permintaan LPG di dalam negri cenderung meningkat, dan perlu dipenuhi oleh
pabrik LPG yang berasal dari kilang minyak. LPG dari kilang LNG akan menurun
akibat turunnya produksi LNG. Produksi LNG Arun menurun karena penurunan
cadangan gas, walaupun demikian pasokan gas untuk LNG Arun akan cukup untuk
memenuhi kontrak penjualan sampai tahun 2006. Sebagai langkah untuk
pengembangan LNG perlu dibangun Kilang LNG Tangguh (2007) dan Kilang LNG
Matindok (2010). Sampai saat ini produk LNG semuanya diekspor, belum ada yang
dimanfatkan di dalam negeri. Dimasa mendatang karena menurunnya pasokan dan
meningkatnya permintaan gas di Jawa, perlu dibangun LNG Receiving Terminal yang
dapat dipasok misalnya dari LNG Tangguh (Papua). Hingga tahun 2020, diperkirakan
terdapat kebutuhan investasi sebesar 6.2 milyar US$ untuk pembangunan kilang LNG
dengan kapasitas 17,74 juta ton tahun, berlokasi di Tangguh (Papua) dan Matindok
(Sulawesi). Untuk distribusi gas bumi diperlukan tambahan jaringan pipa. Saat ini di
Jawa terdapat jaringan pipa gas Cirebon-Merak dan Pagerungan Gresik, di Sumatera
terdapat jaringan pipa gas Grissik-Duri dan Grissik-Singapura. Sedang dalam masa
pembangunan adalah jalur pipa transmisi Sumatera Selatan-Jawa Barat. Terkait dengan
pengembangan industri yang membutuhkan gas bumi sebagai bahan bakar (fuel)
maupun bahan baku (feedstock), permintaan gas yang meningkat untuk pembangkit
tenaga listrik, dstnya, maka perlu dibangun jaringan pipa gas regional maupun
nasional.

Dengan mengikuti pola pemikiran serupa, dapat diturunkan beberapa


kebutuhan pengembangan infrastruktur batubara, yang meliputi pelabuhan, jalan darat,
angkutan sungai maupun angkutan kereta api. Sctelah mempertimbangkan kebutuhan
pengembangan infrastruktur energi yang meliputi kilang minyak, pipa transmisi
produk-produk minyak, kilang gas, jaringan transmisi gas, pelabuhan dan angkutan
kereta api batubara, serta pembangkit dan transmisi listrik, dapat diperkirakan
kebutuhan biaya investasi untuk mewujudkan kebutuhan pengembangan infrastruktur
energi tersebut

C. RANGKUMAN

1. Ekonomi Energi merupakan sebuah model ekonomi yang menitikberatkan kepada


upaya memperbaiki tingkat hidup manusia dan secara bersamaan mengurangi dampak
kerusakan lingkungan.

2. Penggunaan energi Indonesia sampai sekarang masis belum efisien. Intensitas energi
primer Indonesia masih tinggi dengan nilai 565 Ton Oil Equivalent (TOE) juta US$.
Dengan kata lain, untuk meningkatkan PDB sebesar USD 1 juta dibutuhkan
penggunaan energi sebesar 565 TOE. Kondisi ini jauh diatas intensitas energi Malaysia
yang berkisar 493 TOE/juta US$.

3. Faktor energi memiliki peranan yang sangat besar karena menjadi pendorong utama
berkembangnya sektor-sektor lainnya. Indonesia memiliki potensi sumber energi baik
fosil maupun non-fosil. Kebijakan energi selama ini adalah eksploitas energi fosil.
Keterbatasan yang dimiliki energi ini adalah tidak renewable dan menimbulkan
dampak kerusakan lingkungan yang cukup besar. Kebijakan pemerintah dibidang
energi fosil harus berubah ke EBT yang ramah lingkungan.
4. Daerah prospek panas bumi di Indonesia sebagian besar terkonsentrasi di P Sumatera
(90 lokasi), P. Jawa (71 lokasi), P. Sulawesi (65 lokasi), P Bali (6 lokasi), P. Kalimantan
(12 lokasi), P. Nusa Tenggara (22 lokasi), dan P Maluku & Papua (33 lokasi). Dari
keseluruhan daerah prospek tersebut sekitar 45,15 % masih pada tahap penyelidikan
pendahuluan awal, 13,04 % pada tahap penyelidikan pendahuluan, 36,79 % pada tahap
penyelidikan rinci, 2,34 % pada tahap pengeboran eksplorasi atau siap dikembangkan
dan 2,68 % telah dimanfaatkan sebagai PLTP

5. Revolusi Industri ini ditopang oleh empat pilar, yaitu: energi terbarukan, bangunan
sebagai penghasil energi, penyimpanan energi dengan hidrogen, dan infrastruktur
cerdas (smart grid) dan kendaraan plug-in.

You might also like