You are on page 1of 8

30

BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien mengeluh sesak napas yang munculnya tiba-tiba sejak 7 hari


sebelum masuk rumah sakit. Selama sesak muncul pasien tidak merasakan
adanya bunyi mengi saat bernafas, sesak muncul tidak dipengaruhi cuaca
maupun alergi. Hasil anamnesis tersebut menyingkirkan diagnosis bahwa
sesak disebabkan oleh asma bronchiale. Kemudian os mengatakan mudah
lelah ketika berjalan kaki jarak dekat dan saat melakukan aktivitas sehari-
hari dan sesak hilang setelah beristirahat. Ketika di rumah os mengeluh
sesak muncul saat sedang melakukan kegiatan sehingga mengganggu
aktivitas. Os juga sering terbangun pada malam hari karena sesaknya dan
terkadang tidak bisa tidur kembali. Os masih nyaman tidur terlentang,
namun saat sesak napas os mengaku lebih nyaman untuk duduk.
Os juga mengaku terdapat sedikit sembab di kedua tungkai sejak 1
bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan batuk kering yang hilang timbul.
Pasien juga mengeluh mual dan muntah. Os mengaku memiliki riwayat
hipertensi sejak 6 bulan yang lalu namun tidak teratur minum obat.
Dari gejala sesak nafas yang dapat dipikirkan adalah gagal jantung
baik decomp cordis maupun CHF karena sama-sama memiliki gejala seperti
sesak nafas dan pada pemeriksaan penunjang dapat ditemukan cardiomegali.
Pasien dengan gagal jantung harus memenuh kriteria sebagai berikut:
gejala-gejala dari gagal jantung berupa sesak nafas yang spesifik pada saat
istirahat atau saat beraktivitas dan atau rasa lemah, tidak bertenanga, tanda-
tanda dari gagal jantung berupa retensi air seperti kongesti paru dan edema
tungkai, dan objektif, ditemukannya abnormalitas dari struktur dan
fungsional jantung.3 Pada klasifikasi derajat gagal jantung berdasarkan
NYHA didapatkan NYHA III terdapat keterbatasan fisik pada aktifitas
sehari-hari akibat gagal jantung pada tingkatan ringan, misalnya pasien akan
merasa sesak nafas jika berjalan 20-100 meter. Keluhan akan berkurang saat
istirahat.
31

Klasifikasi derajat gagal jantung berdasarkan NYHA (New York Heart Association)
4
NYHA Terdapat penyakit jantung, namun tidak ada gejala atau
I keterbatasan dalam aktifitas fisik sehari-hari, misalnya berjalan,
naik tangga, dan sebagainya.
NYHA Telah terdapat gejala ringan (nafas sesak disertai atau tidak
II disertai angina) serta ada keterbatasan ringan dalam melakukan
aktifitas fisik sehari-hari.
NYHA terdapat keterbatasan fisik pada aktifitas sehari-hari akibat
III gagal jantung pada tingkatan ringan, misalnya pasien akan
merasa sesak nafas jika berjalan 20-100 meter. Keluhan akan
berkurang saat istirahat.
NYHA terdapat hambatan aktifitas yang berat, misalnya gejala muncul
IV saat istirahat.

Dari hasil foto thorax didapatkan, CTR > 50% cor membesar dan
kesan: cardiomegali. Dari pemeriksaan EKG didapatkan sinus rhytm, HR
120x/m, axis 35 derajat., Left Ventricular Hypertrophy. Adanya left ventrikel
hipertrophy menandakan adanya HHD. Untuk menegakkan diagnosis CHF
didasarkan pada kriteria Framingham minimal satu kriteria mayor dan dua kriteria
minor yaitu:2
Kriteria mayor:
1. Paroksismal nocturnal dispneu
2. Distensi vena leher
3. Ronki paru
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Gallop S3
7. Peninggian tekanan vena jugularis
8. Refluks hepatojugular
Kriteria minor:
1. Edema ekstremitas
2. Batuk malam hari
32

3. Dispnea d’effort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital
7. Takikardi (> 120 x/menit)
Berdasarkan kriteria Framingham pada pasien ini ditemukan adanya
Paroksismal nocturnal dispneu, Kardiomegali, Edema ekstremitas, Dispnea
d’effort. Didapatkan pada pasien ini dua kriteria mayor dan dua kriteria
minor sehingga diagnosis CHF bisa ditegakkan.
Dari pemeriksaan laboratorium; BSS Stik 204 mg/dL (meningkat),
Hemoglobin 8,2 g/dL (menurun), leukosit 11.700 /ul (meningkat), Ureum
114 mg/dl (meningkat), Creatinine 5,2 mg/dl (meningkat), Natrium 142
mg/dL (meningkat), Kalium 6,0 mg/dL (meningkat), Protein Urin (+++),
Glukosa Urin (++).
Pada penderita, anemia ini disebabkan karena inflamasi kronis yang
terjadi pada penyakit kronis, penekanan sumsum tulang oleh substansi
uremik, juga dapat disebabkan karena kehilangan darah (hematuria).
Menurut kepustakaan evaluasi terhadap anemia perlu dilakukan dimulai saat
kadar Hb ≤ 10 g/dl atau hematokrit ≤ 30%, mulai dari pemeriksaan status
besi, mencari sumber perdarahan, dan morfologi eritrosit.10
Peningkatan Leukosit merupakan petanda inflamasi. Proses inflamasi
berperan penting pada terjadinya komplikasi kronik DM.11 Selain itu, pada
penderita DM daya tahan tubuh menurun sehingga rentan terhadap infeksi.6
Peningkatan kadar glukosa pada penderita disebabkan karena penyakit
DM yang tidak terkontrol. Meskipun pada anamnesis disebutkan penderita
kontrol teratur, tetapi kadar glukosa tetap tinggi. Kontrol gula darah penting
untuk penderita nefropati diabetik karena dapat memperlambat kecepatan
perlanjutan ke arah gagal ginjal, untuk itu perlu kiranya pemeriksaan
HbA1C.
Adanya uremia dan peningkatan kadar kreatinin serum pada penderita
menunjukkan bahwa penyakit sudah masuk ke dalam stadium IV
33

nefropati diabetik. Pada stadium IV sudah terjadi kerusakan glomerulus


yang telah lanjut, penurunan filtrasi ginjal dan telah ada tanda-tanda gagal
ginjal kronik. Pemeriksaan ulang ureum dan kreatinin perlu dilakukan
untuk monitoring penyakit.
Pada pemeriksaan elektrolit didapatkan hipernatremia. hipernatremia
pada penderita ini merupakan hipernatremia relatif yang terjadi karena
volume cairan tubuh meningkat akibat hipoalbuminemia dan edema.
Stadium IV nefropati diabetik ditandai oleh adanya proteinuria yang
menetap. Dikatakan proteinuria menetap bila dalam 3x pemeriksaan dengan
jarak 1 bulan menunjukkan hasil positif. 6 Pada penderita, didapatkan
proteinuria (≥ 300 mg/dl) yang dapat disebabkan proteinuria palsu akibat
infeksi saluran kemih, hiperglikemia dan hematuria.13 Oleh karena itu perlu
dilakukan pemeriksaan urin rutin untuk mengevaluasi terhadap adanya
proteinuria yang menetap guna memperkuat diagnosis nefropati diabetik
stadium IV.
Jika glukosa darah meningkat hingga kadar relatif tinggi, ginjal juga
akan melaksanakan efek-efek regulatorik. Glukosa secara terus menerus
difiltrasi oleh glomerulus dan akan direabsorbsi oleh tubulus ginjal, namun
tubulus ginjal memiliki kapasitas menyerap glukosa yang terbatas sehingga
pada pnderita hiperglikemia yang tidak terkontrol membuat filtrasi
glomerulus mengandung banyak glukosa dari pada yang direabsorpsi
sehingga terjadi glikosuria.
Hasil pemeriksaan laboratorium pada saat masuk rumah sakit
didapatkan anemia, hiperglikemia, uremia, peningkatan kadar kreatinin,
hipernatremia, proteinuria, hematuria dan glukosuria. Penderita didiagnosis
sementara dengan nefropati diabetik.
Pasien diberikan pengobatan dengan farmakologis dan non farmakologis.
Pengobatan farmakologis yang diberikan IVFD Asering 500ml gtt X/mnt,
Inj. Furosemid 2 x 1 ampul, Spironolactone 1 x 25 mg, Cpg 1 x 75mg ,
Ramipril 1 x 2,5 mg dan Levemir 1x 8 iu sc. Terapi non farmakologis
terhadap pasien ini adalah, O2 3L (nasal kanul), edukasi (disarankan untuk
34

membatasi aktivitas) dan terapi gizi (diet rendah garam dan diet tinggi
protein).
Berdasarkan teori untuk tatalaksana CHF e.c HHD. Tatalaksana medis
untuk pasien dengan penyakit jantung hipertensi dibagi menjadi 2 kategori,
yaitu5:
1. Penatalaksanaan untuk tekanan darah yang meningkat
2. Pencegahan dan penatalaksanaan dari penyakit jantung hipertensi
Dalam menatalaksana peningkatan tekanan darah, target tekanan darah
harus <140/90 mmHg pada pasien tanpa diabetes atau gagal ginjal kronik
(chronic kidney disease) dan <130/90 mmHg pada pasien yang memiliki
penyakit tersebut.
Ada beragam strategi dalam tatalaksana penyakit jantung hipertensi,
misalnya modifikasi pola makan, aerobic exercise secara teratur, penurunan
berat badan, atau penggunaan obat untuk hipertensi, gagal jantung sekunder
disfungsi diastolik dan sistolik ventrikel kiri, coronary artery disease, serta
aritmia8.
Penatalaksanaan gagal jantung adalah untuk: menentukan dan
menghilangkan sebab penyakit gagal jantung, memperbaiki daya pompa
jantung, memperbaiki atau menghilangkan bendungan. Tindakan untuk
mencapai tujuan tersebut adalah: menentukan derajat payah jantung,
membatasi aktivitas, mengobati faktor pencetus dan sebab penyakit jantung,
mengatur dan mengurangi diet garam, pemberian obat-obatan.
1. Modifikasi pola makan
Penelitian membuktikan bahwa diet dan gaya hidup yang sehat
dengan atau tanpa kombinasi dengan penggunaan obat dapat menurunkan
tekanan darah dan mengurangi simptom dari gagal jantung dan
memperbaiki hipertrofi vetrikel kiri (HVK). Diet khusus yang dianjurkan
adalah diet sodium, tinggi potasium (pada pasien dengan fungsi ginjal
yang normal), makan buah-buahan segar dan sayur-sayuran, rendah
kolesterol dan rendah konsumsi alkohol.
35

Diet rendah sodium dengan atau tanpa kombinasi dengan


pengunaan obat-obatan mengurangi tekanan darah pada kebanyakan
African Americans. Restriksi sodium tidak menstimulasi kompensasi dari
renin-angiotensin system dan dapat memiliki efek antihipertensi.
Rekomendasi intake sodium per hari adalah 50-100 mmol, setara dengan
3-6 g garam, yang rata-rata mengurangi tekanan darah 2-8 mmHg.
Banyak penelitian epidemiologi menunjukkan, asupan tinggi
potasium diasosiasikan dengan menurunnya tekanan darah. Potasium yang
diberikan secara intravena mengakibatkan vasodilatasi, yang dipercaya
dimediasi oleh nitric oxide pada dinding pembuluh darah. Buah dan
sayuran segar direkomendasikan untuk pasien yang memiliki fungsi ginjal
yang normal.
Asupan rendah kolesterol adalah profilaksis untuk pasien dengan
penyakit jantung koroner. Konsumsi alkohol yang berlebihan dihubungkan
dengan peningkatan tekanan darah pada peningkatan massa dari ventrikel
kiri.
2. Aerobic exercise secara teratur
a. Lakukan aerobic exercise secara teratur 30 menit sehari, 3-4 kali
seminggu.
b. Olahraga yang teratur, seperti berjalan, berlari, berenang, atau
bersepeda menunjukkan penurunan tekanan darah dan
meningkatkan kesehatan dari jantung dan pembuluh darah karena
meningkatkan fungsi endotelial, vasodilatasi perifer, menurunkan
denyut nadi istirahat, dan mengurangi level dari katekolamin.
c. Isometric dan strenuous exercise harus dihindari.
3. Pengurangan berat badan
Kegemukan banyak dihubungkan dengan hipertensi dan HVK.
Penurunan berat badan secara bertahap (1 kg/minggu) sangat
dianjurkan. Penggunaan obat-obatan untuk mengurangi berat badan
harus dilakukan dengan perhatian yang khusus.
4. Farmakoterapi
a. Penatalaksanaan dari hipertensi dan penyakit jantung hipertensi
dengan menggunakan diuretika tiazide, beta-blockers dan
36

kombinasi alpha dan beta-blockers, calcium channel blockers,


ACE inhibitors, angiotensin receptor blockers, dan direct
vasodilators seperti hydralazine.
b. Kebanyakan pasien membutuhkan 2 atau lebih obat antihipertensi
untuk mencapai target tekanan darah.
c. Diuretika tiazide adalah obat pilihan pertama pada pasien dengan
hipertensi tanpa komplikasi.
d. Obat-obatan dari kelas yang lain diberikan atas indikasi.
1) Calcium channel blocke: selektif untuk hipertensi sistolik
pada pasien yang tua.
2) ACE inhibitors: pilihan pertama untuk pasien dengan
diabetes dan/atau dengan disfungsi ventrikel kiri.
3) Angiotensin receptor blockers: alternatif untuk pasien yang
memiliki efek samping dari ACE inhibitors.
4) Beta-blockers: pilihan pertama pada pasien dengan gagal
jantung karena disfungsi sistolik ventrikel kiri, pasien
dengan ischemic heart disease dengan atau tanpa riwayat
myocardial infarction, dan pasien dengan thyrotoxicosis.
5) Obat-obat intravena pada pasien hipertensi emergensi, yaitu
nitroprusside, labetalol, hydralazine, enalapril, dan beta-
blockers(tidak digunakan untuk pasien dengan gagal
jantung akut ataupun dekompensata).
5. Tatalaksana untuk HVK
a. HVK meningkatkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular.
Obat-obatan di atas dapat mengurangi HVK. Data dari metaanalisis
yang terbatas dikemukakan, ACE inhibitors memiliki keunggulan
yang lebih untuk menangani HVK.
6. Tatalaksana untuk LV diastolic dysfunction
a. Kelas-kelas tertentu dari obat antihipertensi (ACE inhibitors, beta-
blockers, dan nondihydropyridine calcium channel blockers) dapat
meningkatkan echocardiographic parameters pada disfungsi
diastolik yang simptomatik dan asimptomatik serta simptom dari
gagal jantung.
37

b. Penggunaan diuretik dan nitrat untuk pasien dengan gagal jantung


karena disfungsi diastolik harus dengan hati-hati. Obat ini dapat
menyebabkan hipotensi yang berat dengan menurunkan preload.
7. Tatalaksana untuk LV systolic dysfunction
a. Diuretik (biasanya loop diuretics) digunakan untuk tatalaksana LV
systolic dysfunction.
b. ACE inhibitors untuk mengurangi preload dan afterload dan
mencegah kongesti paru maupun sistemik.
c. Beta-blockers (cardioselective atau mixed alpha and beta), seperti
carvedilol, metoprolol XL, dan bisoprolol, untuk meningkatkan
fungsi dari ventrikel kiri serta mengurangi angka mortalitas dan
morbiditas dari gagal jantung.
d. Spironolakton dosis rendah mengurangi angka mortalitas dan
morbiditas NYHA grade III atau IV dari gagal jantung, yang
menggunakan ACE inhibitor.
8. Tatalaksana dari kardiak aritmia
a. Tatalaksana disesuaikan dengan jenis aritmia dan penyebab LV
dysfunction
b. Antikoagulan dapat digunakan pada pasien dengan atrial fibrilasi.7

You might also like