You are on page 1of 15

ANALISIS RESEPSI TERHADAP FILM DOKUMENTER “DANAU BEGANTUNG”

DI LANSKAP KATINGAN-KAHAYAN

Mega Ayu Lestari


Departemen Ilmu Komunikasi, Universitas Diponegoro 2013
Email: mega.wumboo@gmail.com

ABSTRACT
Previously, Central Kalimantan Province had experienced the worst of forest fire which
destructed a huge amount of forest and peatland. Including at Pulang Pisau District,
landscape of Katingan-Kahayan, the surrounding ecosystem on Begantung Lake had also
been degraded since recent years ago. However, sectoral ego and overlapping regulations
have deteriorated the condition of forests; in which affected to peatland and lake-dependent
communities at Tanjung Pusaka Village, where lives of indigenous norms and value, and its
biodiversity were being threatened.
By using method of reception analysis, this research described how the interpretation of
local citizens toward documentary film “Danau Begantung”. Then, these results showed in
which: 1) they understood the local wisdom as a new lesson-learned and it got them
interested to experience Lake Begantung; 2) the major actor within this film was
acknowledged as an actor that can communicate well; 3) this film was perceived as important
and relevant amid local issues; and 4) local citizens’ interpretations were cathegorized into
positions’ model explained by Stuart Hall, such as dominant-hegemonic reading, negotiated
reading, and oppositional reading.
Therefore, reception analysis was conducted to help understand the process of local
citizens’ interpretation toward documentary film Danau Begantung. It needs to engage local
community and its socio-historical contexts, then to fill the social gap within local wisdom
between other communities and government in general, so that Danau Begantung film could
be more effective as an advocacy tool.

Keywords: Lake Begantung, documentary film, and local wisdom

1
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan data yang diolah dari membahas film karya Robert Flaherty
laman Bank Dunia, LAPAN (Lembaga berjudul Moana (1925). Ia mengacu
Penerbangan dan Antariksa Nasional) pada kemampuan suatu media untuk
dan BNPB (Badan Nasional menghasilkan dokumen audio-visual
Penanggulangan Bencana), dampak tentang suatu kejadian. Menurut
kebakaran hutan di Indonesia periode Grierson, “sinema bukanlah seni atau
Juni-Oktober 2015 mengakibatkan 2,61 hiburan, melainkan suatu bentuk
juta ha lahan terbakar, dengan luas publikasi dan dapat dipublikasikan
lahan gambut yang paling banyak dengan 100 cara berbeda untuk 100
terbakar berada di Provinsi Kalimantan penonton yang berbeda pula.” Oleh
Tengah sebesar 319.386 ha. karena itu, dokumenter pun termasuk
Terutama Kabupaten Pulang Pisau sebagai suatu metode publikasi
di lanskap Katingan-Kahayan, ia sinematik yang dalam istilah Grierson
mengalami kebakaran hutan dan lahan disebut perlakuan kreatif atas aktualitas
gambut terparah sebesar kurang lebih (creative treatment of actuality).
60% dari wilayah Kalimantan Tengah Singkatnya, film dokumenter adalah
lainnya. Kerugian finansial pun suatu usaha eksplorasi dari orang-orang
berjumlah fantastis; hingga mencapai untuk menampilkan kembali situasi
Rp 221 triliun, dibandingkan dengan nyata dan subjek yang terlibat di
kejadian serupa tahun 1997 dimana dalamnya (Rabiger, 1998: 3).
Karhutla merugikan negara Rp 60 Mulai dari BBC World News,
triliun. CNN, Coconut, Rappler, dan beberapa
Menyikapi fenomena tersebut, media mainstream lainnya ikut
media massa khususnya melalui bahasa memproduksi film dokumenter
audio-visual telah menjadi alat berdurasi pendek untuk memenuhi
universal untuk menyampaikan pesan kebutuhan tren kaum muda yang aktif
sekaligus merefleksikan ruang sosial- dan dinamis. Terkait tema lingkungan,
budaya masyarakat yang kian berubah INFIS (Indonesia Nature Film Society)
akibat permasalahan lingkungan. merupakan salah satu unit produksi film
Seperti dalam kasus Karhutla tahun dokumenter terbaik yang berasal dari
2015, terdapat beberapa inisiatif media Indonesia. Sejak didirikan pada tahun
lokal yang mendokumentasikan 2012, INFIS memiliki ketertarikan pada
peristiwa tersebut secara audio-visual. film dokumenter lingkungan dan
Tak hanya media mainstream, unit berkomitmen untuk mengangkat
produksi film maupun media lokal turut kekayaan alam serta budaya Indonesia
membuat film dokumenter bertema dalam media kontemporer.
lingkungan untuk menggugah suatu Sebagaimana ditunjukkan oleh
kesadaran dan pemahaman akan isu-isu Kellner (2010: 2) dalam budaya media
lingkungan saat ini. kontemporer, media informasi dan
Istilah dokumenter pertama kali hiburan yang dominan adalah sumber
ditemukan oleh John Grierson ketika kependidikan budaya yang mendasar
2
dan sering disalahpahami: mereka turut sebagai wadah kreativitas kaum muda,
mendidik masyarakat untuk mengetahui mereka juga aktif membuat film-film
bagaimana kita bertingkah laku, apa pendek; baik yang berjenis dokumenter
yang perlu kita pikirkan, rasakan, maupun fiksi, berisi pesan-pesan dan
yakini, inginkan, dan apa yang tidak. ragam informasi yang ingin
Oleh karena itu, tercapainya kemelekan disampaikan kepada khalayak.
media yang kritis adalah sumber Mereka menggunakan film sebagai
penting bagi individu dan masyarakat media informasi, sekaligus edukasi
untuk belajar bertahan dalam terkait peristiwa yang sedang terjadi di
lingkungan budaya kontemporer ini. lingkungan sekitar mereka. Contohnya,
Belajar cara membaca, mengkritik, dan kegiatan-kegiatan sosial dalam konteks
bertahan dari manipulasi media dapat lokal; kedaerahan, termasuk isu-isu
membantu individu memperkuat diri nasional yang membahas kebijakan
dari media dan budaya dominan. lingkungan, maraknya deforestasi, dan
Budaya media dan konsumen dapat kebakaran hutan. Sebagai salah satu
bekerjasama menimbulkan gagasan dan produk media baru, film dapat
tindakan yang sejalan dengan nilai, dikategorikan tidak hanya menjadi
lembaga, keyakinan, dan praktik yang instrumen informasi atau cara untuk
ada. Dapat diamati pada berita maupun mencapai ketertarikan diri, tetapi
informasi media tentang Karhutla tahun menyatukan kita dalam beberapa
lalu, dimana masyarakat lokal pun bentuk masyarakat dan memberi rasa
dapat menolak makna-makna, pesan- saling memiliki (Littlejohn dan Foss,
pesan yang dominan, dan menciptakan 2011: 414).
pembacaan. Seperti menggunakan Adapun USAID (Badan Bantuan
budaya mereka sebagai sumber Pembangunan Internasional Amerika)
pemberdayaan diri, penciptaan makna, bersama INFIS yang bekerja di lanskap
identitas, dan bentuk kehidupan mereka Katingan-Kahayan, turut menggunakan
sendiri melalui media; salah satunya film dokumenter sebagai salah satu
film dokumenter. instrumen advokasi media. Mengingat
Bagi beberapa organisasi dan teori encoding-decoding yang
komunitas lokal, baik yang bergerak digunakan Stuart Hall, dimana makna
dibidang lingkungan, kepemudaan, dari suatu teks media; termasuk
pendidikan, budaya, maupun sosial, diantaranya film dokumenter, terletak
film dokumenter telah menjadi media antara pembuat teks (komunikator)
yang cukup digandrungi. Terbukti dengan pembacanya (komunikan).
dengan bertambahnya jumlah peminat Teori ini mendorong terjadinya
dan komunitas film yang ada di intepretasi yang beragam dari teks-teks
Kalimantan Tengah, salah satunya di media selama proses produksi dan
Palangka Raya. Komunitas film lokal resepsi. Dengan kata lain, individu
tersebut yakni Ranu Welum Media, dapat menafsirkan isi film dokumenter
Save Our Borneo, My First Movie, berdasarkan pemaknaan mereka dan
Kaliwood, W2H, White House Side- pengalaman sosial-budaya tertentu.
Project, dan 536 TV. Selain berfungsi
3
Melalui film dokumenter, INFIS Sebagai gambaran realitas menurut
berupaya mengangkat konten-konten Wittgenstein, bahasa juga memiliki
yang bersumber dari praktik-praktik fungsi kognitif dan emotif (Kaelan,
sosial masyarakat, seperti kegiatan 2009: 15).
menangkap ikan secara tradisional, Guna memenuhi struktur
berladang dengan memperhatikan epistemologis dan fenomenologis
keseimbangan ekosistem setempat, dalam tatanan bahasa, dunia harus
sistem hutan-kerakyatan, dan aktivitas dijelaskan bagaimana objek-objek
sosial-ekonomi lainnya yang memuat didalamnya memiliki interrelasi dan
nilai-nilai budaya, lingkungan, keadaan, hubungan kausalitas, kualitas,
termasuk kearifan lokal masyarakat kuantitas, ruang, waktu, dan keadaan
adat Dayak. Sebagai contoh adalah film yang menjadi jumlah keseluruhan dari
dokumenter berjudul “Danau fakta (totalitas fakta).
Begantung” yang berhasil mencapai Bagi masyarakat Indonesia, media
viewers terbanyak sejumlah 1.025. massa (media cetak, televisi, radio, dan
Selain itu, kepekaan dan nalar media baru) memiliki peranan yang
dalam membahas sudut pandang sangat besar dalam membantu proses
tertentu akan berpengaruh pada kehidupan mereka. Terlebih pada era
pemilihan kata, maupun hubungan teks- ini, dimana teknologi informasi mampu
konteks yang dituangkan melalui meruntuhkan batas ruang dan waktu
media. Pemilihan kata dilakukan yang kerap menjadi penghalang bagi
dengan seksama sesuai konteks dalam masyarakat dari belahan dunia yang
kehidupan masyarakat setempat, berbeda ketika mereka akan
dengan harapan mampu menjadi bahan berinteraksi (Darmastuti, 2012: 50).
perbincangan maupun wacana publik Menurut Rogers (Arif, 1986: 166)
yang membangkitkan kesadaran dan terdapat tiga karakter utama yang
dialektika, terutama menghidupkan menandai hadirnya teknologi informasi
kembali nilai-nilai kearifan lokal dalam dan komunikasi baru tersebut: (1)
mengelola hasil alam. interactivity, yaitu kemampuan media
Pemilihan kata pun akan dalam menginteraksikan penggunanya
berpengaruh dalam memaknai bahasa; layaknya ia berinteraksi secara face to
atau suatu sistem simbol yang tidak face; (2) de-massfication, yaitu
hanya memiliki urutan bunyi-bunyi kebalikan dari sistem pengelolaan
secara empiris, melainkan makna yang media massa yang mengedepankan
sifatnya nonempiris. Dengan kata lain, sentralisasi produk pesan. De-
bahasa merupakan sistem simbol yang massification mengharuskan dan
memiliki makna, alat komunikasi memberikan konsekuensi pada
manusia, penuangan emosi serta sarana desentralisasi produk pesan yang tidak
pengejawantahan pikiran manusia lagi ditangan media massa, tapi
dalam kehidupan sehari-hari, terutama ditangan konsumen, pengguna media.
untuk mencari hakikat kebenaran dalam Dengan demikian, konsumenlah yang
hidupnya (Kaelan, 2009: 6-7). bertanggung jawab penuh dalam
mengontrol dan mendistribusikan pesan
4
secara massal; (3) asynchronous, yaitu sumber daya alam yang terdapat di
lebih mengarah pada kehendak Danau Begantung.
pengguna dalam mengirimkan dan
menerima pesan dari manapun. Hal ini Perumusan Masalah
berarti manajemen waktu dalam Perpanjangan konflik ekologis kian
mengirimkan dan menerima pesan menyentuh ranah ekonomi, sosial, dan
bergantung “selera” pengguna, kapan ia budaya masyarakat, termasuk di
mau, kapan ia enggan, sehingga Provinsi Kalimantan Tengah. Konflik
penerimaan dan penolakan serta demikian turut mendorong lahirnya
distribusi pesan tidak mengenal waktu, sejumlah perdebatan ataupun forum-
kecuali atas kehendak para pengguna forum diskusi yang tak jarang
media. mengesampingkan hak-hak masyarakat.
Oleh karena itu, penelitian ini Salah satu contoh yakni di Dusun
memfokuskan pada dokumenter Tanjung Pusaka, dimana daerah
berjudul “Danau Begantung” yang tersebut memiliki situs danau; bernama
dimuat dalam YouTube sebagai hasil Danau Begantung, yang dilindungi oleh
produksi film INFIS (Indonesia Nature kearifan lokal masyarakat adat
Film Society) dan USAID Lestari. setempat. Namun, keberadaan Danau
Mengingat bahwa media film Begantung sempat terancam akibat
dokumenter khususnya, terbukti luwes adanya keinginan salah satu pihak
secara aksesibilitas karena seluruh perusahaan untuk membeli lahan
pengaturan untuk mengakses mereka secara paksa, dan selanjutnya
didasarkan pada keinginan para mengonversi lahan gambut menjadi
pengguna media untuk men-subscribe, perkebunan kelapa sawit.
mengijinkan notifikasi berisi Kemudian pada tahun 2015, dusun
pemberitahuan update film selanjutnya, yang termasuk daerah Kecamatan
memberikan opini; pada bagian like, Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau
comment, atau report. Disamping itu, tersebut juga merupakan salah satu
bernilai efektif dalam mengangkat daerah terparah yang terdampak buruk
unsur kearifan lokal masyarakat; baik akibat kebakaran hutan dan lahan.
secara langsung maupun tidak Faktor iklim seperti El Nino semakin
langsung, turut mempengaruhi tujuan memperparah kondisi daerah tersebut
konservasi lingkungan. Seperti halnya dimana banyak masyarakat lokal
film tersebut, yang menggambarkan kehilangan sumber mata pencaharian;
budaya menangkap ikan secara yang mana bergantung pada hasil alam,
tradisional di Danau Begantung, berikut dengan satwa-satwa yang ikut
sebelah Sungai Kahayan. kehilangan habitatnya dan terpaksa
Dengan demikian, film dokumenter meregang nyawa akibat kebakaran,
“Danau Begantung” diyakini mampu serta dampak perubahan cuaca yang
mengembangkan suatu pemahaman ekstrem.
akan pentingnya merawat warisan Oleh karena itu, Kecamatan Jabiren
leluhur, berupa kekayaan tradisi dan Raya pun dipetakan kembali dan
termasuk dalam lanskap Katingan-
5
Kahayan, berikut dengan tiga daerah pandang sirkulasi), serta momen
lainnya yakni Kabupaten Katingan, encoding dan decoding merupakan
Kabupaten Gunung Mas, dan Kota momen yang telah ditentukan batas-
Palangka Raya; dimana kebakaran saat batasnya. Secara paradoks, suatu
itu sangat mengganggu aktivitas peristiwa harus menjadi ‘cerita’
masyarakat sehari-hari. sebelum menjadi peristiwa yang
Atas dasar permasalahan yang telah komunikatif guna memungkinkan
disebutkan, mahasiswa mengkajinya bahasa melakukan penandaan. Dengan
dengan merumuskan kedalam kata lain, relasi produksi harus lolos-uji
pernyataan penelitian sebagai berikut: dibawah aturan bahasa yang diskursif
mendeskripsikan bagaimana agar produknya dapat ‘direalisasikan’
pemaknaan khalayak terhadap film (Hall, dkk., 2011: 214-215).
dokumenter Danau Begantung. Sebelum pesan memiliki efek, dapat
‘digunakan’, pesan pertama-tama harus
Kerangka Pemikiran Teoritis diapropriasi sebagai diskursus yang
Penelitian ini akan menggunakan bermakna dan diterima secara
paradigma kritis yang mencoba bermakna. Kumpulan makna tersebut
membuka kondisi-kondisi sosial dan akan memiliki efek dengan konsekuensi
rangkaian kekuatan untuk mendorong tingkah laku, ideologis, emosional,
emansipasi atau masyarakat yang lebih kognitif, dan persepsi indrawi yang
berkecukupan dan menciptakan sangat kompleks (Hall, dkk., 2011:
kesadaran untuk menggabungkan teori- 216).
tindakan; mendorong praksis menuju Dalam hal ini, sejauh masyarakat
perubahan sosial yang humanis. Dayak berbagi kode kultural dengan
Paradigma ini bermaksud untuk pengode, mereka akan mendekode
memahami pesan; yang membantu pesan didalam kerangka kerja yang
penyadaran bagi masyarakat. Selain itu, sama. Namun ketika khalayak
kompleksnya representasi semiotik ditempatkan pada posisi sosial yang
dalam film, mengharuskan mereka berbeda, seperti kelas dan gender,
untuk berpikir kritis dan kreatif tentang dengan sumber daya kultural yang
film yang mereka konsumsi, bagaimana berbeda, mereka mampu mendekode
film tersebut mempengaruhi mereka pesan dengan cara alternatif (Barker,
sebagai individu, serta bagaimana isi 2009: 288).
film tersebut dalam menyembunyikan
wacana yang dominan. Contohnya Konsep Analisis Resepsi
konflik sumber daya alam, kebakaran Kajian resepsi merupakan generasi
hutan, dan lain-lain (Littlejohn dan pertama dari penelitian resepsi
Foss, 2011: 436). (Alasuutari, 1999: 2), dimana model
analisis ini dapat digunakan untuk
Teori Encoding/Decoding melihat bagaimana penerimaan
Bentuk pesan yang diskursif informasi media kepada khalayak.
memiliki posisi istimewa dalam Asumsi dasarnya adalah perbedaan
pertukaran komunikatif (dari sudut pada khalayak, baik pria maupun
6
wanita dalam mengonsumsi informasi televisual yang disampaikan, namun
atau dalam memilih media tertentu. memutuskan untuk mendekode dalam
Penerimaan khalayak pun akan sebuah kerangka acuan alternatif
berbeda berdasarkan kelas sosial, usia, (Storey, 2010: 16).
dan etnisitas.
Sebagaimana dijabarkan Hall, Operasionalisasi Konsep
encoding-decoding terbuka bagi Berdasarkan kajian analisis resepsi,
resiprositas yang berubah-ubah, masyarakat Dayak termasuk sebagai
berdasarkan pada kondisi eksistensi khalayak aktif dimana ia tak hanya
berbeda. Dengan demikian, Hall sekedar menonton, tetapi
menyarankan tiga posisi hipotetis mereproduksi makna dari sebuah
dimana decoding terhadap wacana produk budaya yang dikonsumsi.
televisual dapat dibangun (Storey, Salah satunya yakni produk film. Oleh
2010: 14). Posisi pertama adalah posisi karena itu, khalayak film dapat
dominan-hegemonik atau dominant- disamakan dengan pembaca buku,
hegemonic reading yang menerima mengingat kegiatan yang dilakukan
makna secara penuh dan apa adanya. juga disebut membaca (reading).
Dalam arti, ketika khalayak mengambil Pandangan khalayak aktif pun
makna yang terkonotasikan dari salah menyarankan kepada khalayak untuk
satu media, ia mendekode pesan lebih aktif memutuskan bagaimana
melalui sudut pandang kode rujukan menggunakan media.
yang telah dienkodekan. Secara internasional, Konvensi ILO
Posisi kedua adalah posisi yang 169 pada tahun 1989 (ELSAM-LBBT
dinegosiasikan atau negotiated Pontianak, 1992) merumuskan
reading. Posisi ini kemungkinan masyarakat adat sebagai masyarakat
merupakan mayoritas. Decoding dalam yang berdiam di negara-negara yang
versi yang dinegosiasikan, memuat merdeka dimana kondisi sosial,
bauran dari unsur-unsur oposisional kultural dan ekonominya membedakan
dan adaptif, serta mengakui adanya mereka dari bagian-bagian masyarakat
legitimasi kode hegemonik secara lain di negara tersebut, dan statusnya
abstrak. Mayoritas khalayak mungkin diatur, baik seluruhnya maupun
memahami secara cukup mengenai apa sebagian oleh adat dan tradisi
yang dominan telah didefinisikan, dan masyarakat adat tersebut, atau dengan
secara profesional telah ditunjuk hukum dan peraturan khusus.
sebagai petanda. Sementara pada level Kemudian, Tjilik Riwut menyatakan
yang lebih terbatas dan situasional, ia orang Dayak percaya bahwa mereka
membuat aturan dasarnya sendiri berasal dari langit ketujuh dan
(Storey, 2010: 16). diturunkan ke Bumi dengan
Posisi ketiga adalah posisi menggunakan palangka bulau (tempat
oposisional (opositional reading). sesajian yang terbuat dari emas) oleh
Singkatnya, posisi oposisional ini Ranying Hatalla; Allah (sumber:
dapat dipahami sebagai posisi dimana http://www.nila-riwut.com/id/dayakne
khalayak mengakui kode wacana se-people-from-time-to-time/dayaknes
7
e-people-from-time-to-time-1, akses 1 (who) yang memaknai film
April 2017). dokumenter tersebut.
Dalam hal ini, penonton film Selain itu, penelitian ini juga
dokumenter yang dikaji melalui termasuk dalam tradisi khalayak aktif
analisis resepsi adalah masyarakat adat yang terdapat pada kajian budaya,
Dayak itu sendiri. Mengingat bahwa dimana melalui analisis resepsi,
masih jarang ditemukan film menempatkan masyarakat Dayak
dokumenter yang mampu sebagai khalayak aktif. Dalam arti,
membangkitkan kesadaran masyarakat mereka mampu memahami isi film
dan dialektika, khususnya tentang berdasarkan konteks budaya mereka
praktik kearifan lokal dalam budaya sendiri (Barker, 2009: 285-286).
mereka sehari-hari. Ditambah, sejak Teknik pengumpulan data yang
tahun 1991, masyarakat Kalimantan digunakan adalah teknik observasi
sudah menggunakan parabola, partisipan dan wawancara mendalam;
akibatnya sebagian informasi sudah wawancara tak terstruktur.
sampai ke kota-kota dan pelosok desa. Berikut adalah tahap analisis resepsi
Dari media massa ini, internet dan interpretasi data: (1) pada
berkembang dalam konteks teknologi penelitian ini, preferred reading akan
informasi (Darmastuti, 2012: 82). dianalisis berdasarkan teks yang akan
Dengan demikian, nilai-nilai diteliti dengan menggunakan analisis
kearifan lokal tersebut akan terus semiotika terhadap struktur internal
diapresiasi dan mampu menghidupkan dari teks; dokumenter Danau
kembali kebudayaan yang telah lama Begantung. (2) Hasil wawancara pun
mengakar menjadi falsafah hidup ditranskrip untuk selanjutnya
masyarakat adat Dayak, khususnya dikelompokkan berdasarkan tema-
yang berdomisili di Kecamatan tema yang muncul pada pemaknaan
Jabiren Raya, lanskap Katingan- yang dilakukan subjek penelitian
Kahayan, Kalimantan Tengah. Contoh (pemahaman yang dimunculkan). (3)
kearifan lokal yang diangkat dalam Seluruh hasil wawancara dan
film dokumenter ini adalah budaya observasi dianalisis. Informan yang
menangkap ikan dengan alat berbeda memiliki sumber daya
tradisional seperti tambirai, bubu, dan interpretatif yang berbeda pula. (4)
sebagainya. Tema-tema yang muncul pada
transkripsi kemudian dibandingkan
Metoda Penelitian dengan preferred reading untuk
Penelitian ini akan mendeskripsikan menguji kredibilitas hasil penelitian.
secara kualitatif tentang bagaimana Dengan demikian, para informan
(how) pemahaman masyarakat adat dapat dikelompokkan kedalam tiga
Dayak pada tingkat kognitif terhadap kelompok; dominant reading,
konten film dokumenter “Danau oppositional reading, dan negotiated
Begantung” dan mengetahui latar reading, berdasarkan apa yang mereka
belakang sosial dan historis khalayak interpretasikan.

8
II. PEMBAHASAN ketentuan yang ditetapkan, menangkap
Analisis Interpretasi Khalayak ikan dengan setrum, racun, dan
terhadap Kearifan Lokal dalam Film sebagainya (Maas dalam Akbar, 2011:
Dokumenter “Danau Begantung” 226).
Stuart Hall (1980) menawarkan Meskipun kearifan lokal tidak
model enkoding-dekoding dari wacana mengenal istilah konservasi, ternyata
media yang menjelaskan mengenai teks mereka sudah mempraktekkan aksi
media yang berada diantara pelestarian terhadap tumbuhan dan
produsennya dimana memberikan hewan yang cukup mengagumkan
kerangka makna dengan cara tertentu, secara turun-temurun. Misalnya,
dan khalayaknya yang menafsirkan masyarakat menentukan suatu kawasan
makna menurut situasi sosial dan hutan atau situs yang dikeramatkan
kerangka interpretasi yang berbeda- secara bersama-sama. Kearifan lokal
beda. Penelitian dengan model (teori) seperti itu telah terbukti ampuh
seperti ini akan membawa pandangan menyelamatkan suatu kawasan beserta
yang lebih luas terhadap pengaruh isinya dengan berbagai bentuk larangan
sosial dan budaya yang mengantarai yang disertai dengan sanksi adat bagi
pengalaman media, terutama etnisitas, yang melanggarnya (Pattinama dalam
gender, dan kehidupan sehari-hari Akbar, 2011: 226).
(Morley dalam McQuail, 2000: 127- Bagi mereka yang melanggar
128). ketentuan tersebut, akan dikenai denda
Berdasarkan pendapat beberapa yang besarnya ditetapkan oleh kepala
ahli, budaya menjadi dasar bagi setiap adat setempat. Kearifan lokal akan
masyarakat yang menghidupi budaya menjamin keberhasilan bagi pelestarian
itu untuk berpikir, bersikap, dan lingkungan karena didalamnya
berperilaku. Budaya turut digunakan mengandung norma dan nilai-nilai
orang untuk menginterpretasikan sosial yang mengatur bagaimana
pengalaman dan melahirkan tingkah seharusnya membangun keseimbangan
laku sosial (Darmastuti, 2010: 63). antara daya dukung lingkungan alam
Dijelaskan pula oleh Spradley (dalam dengan gaya hidup dan kebutuhan
Darmastuti, 2010: 62), bahwa sistem manusia (Pattinama dalam Akbar,
makna dari budaya suatu masyarakat 2011: 226).
digunakan untuk mengatur tingkah Oleh karena itu, kearifan lokal
laku, memahami diri mereka sendiri, dalam film dokumenter Danau
memahami orang lain, serta memahami Begantung; budaya menangkap ikan
dunia dimana mereka hidup. dengan alat pancing tradisional, turut
Pengetahuan tradisional sejenis alat dipahami secara berbeda. Mengingat
pancing, cara berladang, dan bentuk- konteks pengalaman sosial-budaya
bentuk pengetahuan lainnya yang dimiliki oleh khalayak pun
memungkinkan untuk mencegah beragam.
aktivitas yang merugikan ataupun Sebelumnya, Gonda menyebutkan
mencemari lingkungan; seperti bahwa istilah kebudayaan secara
membakar ladang tanpa mengikuti etimologis berasal dari kata buddhayah,
9
(bahasa Sansekerta) bentuk jamak dari masyarakat yang ditujunya. Jika tidak
buddhi (budi) yang berarti akal atau the menyesuaikan maka wacana akan sulit
intellectual faculty. Dengan kata lain, dipahami, bahkan mengundang
kebudayaan adalah keseluruhan sistem kesalahpahaman.
gagasan, tindakan, dan hasil karya (b) Kondisi sosial penutur
manusia dalam kehidupan masyarakat berkorelasi signifikan dengan cara
yang dijadikan milik manusia dengan menginterpretasikan sebuah wacana.
belajar (Koentjaraningrat dalam Thohir, Paling tidak ada dua pihak dalam
2007: 19). komunikasi, enkoder dan dekoder.
Produk budaya suatu masyarakat Idealnya, enkoder dan dekoder
dapat dikorelasikan dengan faktor- memiliki pemahaman yang relatif sama
faktor berikut ini: (a) apabila kita telah terhadap konvensi sosial (social orders
sepakat untuk memandang unit atau and structure) dalam wacana sehingga
penggalan komunikasi dengan variasi mis-interpretasi tidak akan terjadi.
bahasa sehari-hari sebagai wacana yang Namun kondisi ini kerap kali tidak
harus diperlakukan seperti praktik terpenuhi karena kadar kesadaran
perilaku sosial lainnya maka dengan terhadap keseragaman pada kolektivitas
mudah kita akan melihat korelasi antara massa sangat rendah dibandingkan
kondisi sosial dari para penuturnya, dan kolektivitas lain.
bagaimana cara mereka Oleh karena itu, wacana dalam
memproduksinya (Purwoko, 2015: media massa perlu “dikemas”
105). Seperti halnya praktik sosial, sedemikian rupa. Mengingat khalayak
wacana juga diproduksi sesuai dengan memiliki latar belakang kondisi sosial
konvensi yang mengandung orders of yang berbeda-beda, sehingga
discourse yang terstruktur. Misalnya, kemungkinan interpretasi terhadap
orang dewasa tidak bisa asal berbicara. wacana media bisa beraneka macam
Ia harus tunduk pada konvensi berupa pula, dan belum tentu sesuai dengan
tatanan serta struktur bahasa verbal apa yang dimaksudkan enkoder.
antara lain pilihan kata (repertoire), Kesalahpahaman selain disebabkan
diksi, keras atau lembut, makna oleh perbedaan pengertian akan
denotasi, konotasi, euphemism, konvensi, order, dan struktur dari
dysphemism, dan struktur kalimat yang dekoder terhadap wacana yang dibuat
mudah dipahami. Tatanan ini enkoder, juga bisa disebabkan oleh
terstruktur sesuai dengan konvensi perbedaan frame atau organisasi
sosial-budaya yang mendukungnya pengalaman subjektif.
(Purwoko, 2015: 105). Istilah ini sering diterjemahkan
Dengan kata lain, ketika sebagai kerangka berpikir. Apabila
memproduksi sebuah wacana (yang wacana diinterpretasikan oleh dekoder
memanfaatkan bahasa verbal dan dengan frame yang berbeda dengan
visual), seorang produser baik sengaja frame enkoder akan terjadi
maupun tidak sengaja akan kesalahpahaman (Purwoko, 2015: 105-
menyesuaikan diri dengan order, 107).
structure atau konvensi sosial dari
10
Sebagai contoh, pembuatan film produksi kapitalisme, dimana ia
dokumenter Danau Begantung terlebih memberi tempat hidup dan insentif bagi
dahulu diawali dengan pra-produksi semua yang efisien, dan menghukum
untuk mengetahui nilai-nilai dan norma mati atau membiarkan mati hal-hal
budaya lokal secara lebih lanjut. yang tidak sanggup menyesuaikan diri
Sehingga nilai ataupun norma dengannya. Selanjutnya, diatas apa-apa
demikian; salah satunya di Danau yang telah dihancurleburkan itulah,
Begantung, dapat digunakan sebagai dibangun sesuatu yang baru; yang dapat
dasar ketika masyarakat mengakses, lebih menjamin keberlangsungan
menganalisis, mengevaluasi, dan akumulasi keuntungan, atau disebut
mengkomunikasikan informasi, bahkan Schumpeter (dalam Rachman dan
ketika menginterpretasikan pesan dari Savitri, 2011: 11-12) sebagai the
setiap terpaan yang mereka terima dari process of creative destruction (proses
media massa. Pada tataran tersebut, penghancuran yang kreatif).
sistem makna dari budaya yang dimiliki Sebagai contoh, kebutuhan kedua
dapat digunakan untuk memahami diri informan pun secara tidak langsung ikut
mereka sendiri, memahami masyarakat, diarahkan agar dapat mengonsumsi apa
memahami dunia tempat mereka hidup, pun yang diproduksi oleh kapitalisme.
dan memahami realitas semu serta Beberapa diantaranya yakni film-film
dunia yang dibangun oleh media massa dan berbagai jenis budaya barat yang
(Darmastuti, 2012: 65-66). disalurkan oleh industri media massa;
Sebagaimana telah dikatakan oleh televisi, sinetron yang banyak
informan I dan IV, mereka baru menggambarkan pola hidup konsumtif
mengetahui tentang adanya praktik ataupun berporos Jakarta-sentris, dan
kearifan lokal yang masih berlangsung video klip sejumlah band-band atau
sampai sekarang di Danau Begantung kelompok musik internasional.
melalui film dokumenter tersebut. Namun dibalik hal tersebut,
Adapun ketidaksadaran demikian; informan I dan IV turut mendukung
dimana kedua informan tidak lagi praktik memancing dengan
begitu familiar dengan budaya menggunakan alat-alat tradisional.
memancing secara tradisional, Kearifan lokal melalui film pun dinilai
disebabkan oleh latar belakang historis berhasil tersampaikan secara menarik,
kedua informan yang tidak bersentuhan dimana aktivitas setempat dan tokoh
langsung dengan wilayah perairan masyarakat ikut ditampilkan guna
(sungai, danau, dan rawa gambut), menghimbau agar masyarakat lokal
melainkan hutan tropis, ladang, dan khususnya; serta masyarakat awam,
perbukitan (dataran sedang-tinggi). dapat berkontribusi untuk memelihara
Contohnya informan I yang berasal dari lingkungan di area Danau Begantung.
Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Terutama dengan cara menggunakan
Tengah yang banyak terdapat hutan alat pancing tradisional ketika hendak
belantara dan daerah perbukitan. menangkap ikan di area tersebut.
Dapat dikatakan pula bahwa salah Beda halnya dengan informan II
satu penyebab lainnya adalah sistem dan III, mereka telah mengetahui
11
praktik kearifan lokal di Danau karena keberlangsungan mata
Begantung sebelumnya, sehingga pencaharian masyarakat setempat pun
mereka memaknai praktik demikian bersumber dari hasil alam Danau
sebagai informasi yang patut diketahui Begantung.
secara luas oleh masyarakat umum. b. Suriansyah (32 tahun) sebagai tokoh
Dengan harapan, supaya masyarakat utama dalam film dokumenter Danau
pada umumnya dapat mengetahui Begantung, dipahami sebagai tokoh
sekaligus mempelajari nilai-nilai yang mampu menggerakkan
kearifan lokal masyarakat adat Dayak. masyarakat dusun, sekaligus informatif
Praktik berbasis masyarakat tersebut dalam menyampaikan pesan (ideologi
dianggap mampu menumbuhkan rasa dominan yang ditawarkan yakni nilai-
ingin tahu terhadap bagaimana nilai kearifan lokal yang berwawasan
kehidupan masyarakat adat yang lingkungan, yakni dengan cara
berdomisili disekitar Danau Begantung, menggunakan alat pancing tradisional
tepi Sungai Kahayan. Terlebih teknik yang bersifat ramah lingkungan,
pengambilan gambar dalam film juga sehingga mampu melestarikan
mampu memperlihatkan daya tarik ekosistem Danau Begantung).
Danau Begantung sehingga direspon c. Film tersebut dinilai penting dan
secara positif oleh seluruh informan. relevan dengan isu yang ada, mengenai
Kemudian, pesan yang disampaikan penyebaran informasi sekaligus
dalam film dinilai jelas, mudah diingat, kesadaran bersama untuk melindungi
ringkas, dan menyoroti hal-hal positif. kawasan Danau Begantung.
Oleh karena itu, ditengah Meskipun bagi informan IV, film
terhimpitnya masyarakat lokal oleh Danau Begantung tidak dapat begitu
paparan media massa, film Danau dipahami oleh informan; apakah
Begantung diharapkan mampu relevan dengan konteks permasalahan
melaksanakan tugasnya sebagai yang ada saat ini atau tidak. Mengingat
medium transmisi budaya yang kuat informan IV memiliki latar belakang
dalam menyampaikan gagasan, ide, budaya yang berbeda dengan ketiga
serta nilai-nilai sosial secara utuh informan diatas.
(Herfriady, 2010: 183). d. Adapun posisi pemaknaan khalayak
yang dibagi menjadi tiga: (1) Posisi
III. PENUTUP Hegemonik-Dominan; informan I dan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat II termasuk penonton yang sepenuhnya
disimpulkan antara lain: menerima ideologi dominan dalam film
a. Keempat informan memahami kearifan dokumenter Danau Begantung; alat
lokal di Danau Begantung sebagai suatu pancing tradisional masyarakat adat
pengetahuan yang baru, dan mampu Dayak, dan menyetujui ideologi
menarik minat mereka untuk tersebut tanpa ada penolakan. Kedua
mengetahui keberadaan danau tersebut informan memahami bahwa film
secara lebih lanjut. Para informan sadar dokumenter tersebut sudah berhasil
akan pentingnya nilai-nilai budaya; menampilkan hal-hal menarik, yang
kearifan lokal, untuk tetap dilestarikan menjadi fokus utama di Danau
12
Begantung, yakni nilai kearifan lokal ejournal-litbang/index.php/JPSE/
masyarakat Dayak. (2) Posisi Yang article/. Diunduh pada tanggal 25
Dinegosiasikan; posisi ini sesuai Agustus 2017 pukul 21.00 WIB.
dengan informan III dimana ia turut Alasuutari, Pertti. (1999). Rethinking
mendukung adanya nilai kearifan lokal; The Media Audience. London: Sage
ideologi dominan, berupa alat pancing Publications.
tradisional yang masih digunakan oleh Antoni. (2004). Riuhnya Persimpangan
masyarakat suku Dayak di kawasan Itu: Profil dan Pemikiran Para
Danau Begantung. Namun, ia tidak Penggagas Kajian Ilmu
sepenuhnya menerima ideologi tersebut Komunikasi. Solo: Tiga Serangkai.
karena berlainan pendapat mengenai Arif, Moch. Choirul. (2012). Etnografi
medium bahasa; yang seharusnya dapat Virtual: Sebuah Tawaran
digunakan dalam film dokumenter Metodologi Kajian Media Berbasis
Danau Begantung. (3) Posisi Virtual. Jurnal Ilmu Komunikasi, 2
Oposisional; informan IV menilai (2): 165-179. Dalam
bahwa ideologi dominan yang http://jurnalilkom.uinsby.ac.id/inde
ditawarkan pada film Danau Begantung x.php/jurnalilkom/article/view/.
tidak begitu menarik perhatian Diunduh pada tanggal 2 Februari
informan. Ia memandang alat pancing 2017 pukul 23.00 WIB.
tradisional tersebut sebagai hal yang Ayawaila, Gerzon R. (2008).
biasa. Akan tetapi, ia turut Dokumenter: Dari Ide sampai
mengapresiasi film Danau Begantung Produksi. Jakarta: FFTV-IKJ Press.
yang belum tentu terlihat biasa oleh Barker, Chris. (2009). Cultural Studies:
masyarakat lainnya. Teori & Praktik. Yogyakarta:
Kreasi Wacana.
DAFTAR PUSTAKA Darlington, Yvonne and Dorothy Scott.
a. Buku, Jurnal, dan Skripsi (2002). Qualitative Research in
Abdullah, Irwan. (2017). “Dibawah Practice: Stories from the Field.
Bayang-bayang Media: Kodifikasi, New South Wales: Allen and
Divergensi, dan Kooptasi Agama Unwin.
pada Era Internet”, makalah Dewanto, Nirwan. (2017). Senjakala
disampaikan pada acara Seminar Kebudayaan. Yogyakarta: OAK.
Nasional Budaya, Agama, dan Hall, Stuart; Dorothy Hobson, Andrew
Media: Kontribusi Antropologi Lowe, dan Paul Willis (Eds.).
Abad 21, di Hotel Noormans, (2011). Budaya Media Bahasa:
Semarang 23 November 2017. Teks Utama Pencanang Cultural
Akbar, Acep. (2011). Studi Kearifan Studies 1972-1979. Yogyakarta:
Lokal Penggunaan Api Persiapan Jalasutra.
Lahan: Studi Kasus di Hutan Hardiman, F. Budi. (2009). Kritik
Mawas, Kalimantan Tengah. Jurnal Ideologi: Menyingkap Pertautan
Penelitian Sosial dan Ekonomi Pengetahuan dan Kepentingan
Kehutanan, 8 (3): 211-230. Dalam bersama Jurgen Habermas.
http://ejournal.forda-mof.org/ Yogyakarta: PT Kanisius.
13
Hasil Konvensi ILO 169 tahun 1983 Communication (9th edition).
mengenai Bangsa-bangsa Pribumi Jakarta: Salemba Humanika.
dan Masyarakat Adat di Negara- McQuail, Denis. (2000). Teori
negara Merdeka. (1992). Dalam Komunikasi Massa: Suatu
http://www.worldagroforestry.org/s Pengantar. Jakarta: Erlangga.
ea/Publications/files/workingpaper/ Moleong, Lexy J. (1994). Metodologi
WP0042-04.pdf. Diunduh pada Penelitian Kualitatif. Bandung:
tanggal 2 Februari 2017 pukul 23.10 Remaja Rosdakarya.
WIB. Neuman, W. Laurence. (2014). Social
Irianto, Agus M. (2007). Kontestasi Research Methods: Qualitative and
Kekuasaan Sajian Acara TV: Studi Quantitative Approaches. Assex:
tentang Program Tayangan Pearson Education Limited.
Infotainment. Disertasi. Jakarta: Purwoko, J. Herudjati. (2015). Muatan
Program Pascasarjana Departemen Budaya, Sosial dan Politik dalam
Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Bahasa dan Komunikasi.
dan Ilmu Politik Universitas Yogyakarta: Graha Ilmu.
Indonesia. Putra, Denny Pratama. (2014). Makna
Irianto, Agus M. (2017). “Antropologi Pesan Sosial dalam Film Freedom
Membaca Kontestasi Media Hari Writers (Analisis Semiotika).
Ini”, makalah disampaikan pada Skripsi. Makassar: Program Sarjana
acara Seminar Nasional Budaya, Departemen Ilmu Komunikasi
Agama, dan Media: Kontribusi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Antropologi Abad 21, di Hotel Politik Universitas Hasanuddin.
Noormans, Semarang 23 November Rabiger, Michael. (1998). Directing
2017. The Documentary, Third Edition.
Kaelan. (2009). Filsafat Bahasa Singapore: Focal Press.
Semiotika dan Hermeneutika. Rachmah, Ida. (2014). Metode
Yogyakarta: Paradigma. Penelitian Studi Media dan Kajian
Kellner, Douglas. (2010). Budaya Budaya, Edisi Pertama. Jakarta:
Media, Cultural Studies, Identitas, Prenada Media Group.
dan Politik: Antara Modern dan Rachman, Noer Fauzi dan Laksmi
Posmodern. Yogyakarta: Jalasutra. Savitri. (2011). Kapitalisme,
Kurniawan, Akhmad. (2015). Analisis Perampasan Tanah Global, dan
Isi Kritik Sosial dalam Film Agenda Studi Gerakan Agraria.
Dokumenter “Belakang Hotel”. Dalam http://lama.elsam.or.id/down
Skripsi. Yogyakarta: Program loads/1333445795_Fokus.pdf.
Sarjana Departemen Ilmu Diunduh pada tanggal 10 Agustus
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial 2017 pukul 12.00 WIB.
dan Humaniora Universitas Islam Rahardjo, Turnomo; Antonius B.,
Negeri (UIN) Sunan Kalijaga. Mario; dkk. (2012). Literasi Media:
Littlejohn, Stephen W. dan Karen A. Konsep dan Aplikasi. Salatiga: Mata
Foss. (2011). Theories of Human Padi Pressindo.

14
Sartini. (2004). Menggali Kearifan Hidayati, Nur. (2016). Opini: Para
Lokal Nusantara: Sebuah Kajian Perempuan Pegunungan Kendeng,
Filsafati. Jurnal Filsafat, 37 (2): Memaknai Alam dan Kehidupan.
119. Dalam http://www.wacana.co Dalam http://www.mongabay.co.id
/2009/03/menggali-kearifan-lokal- /2016/04/22/opini-perempuan-
nusantara-sebuah-kajian-filsafat/. pegunungan-kendeng-memaknai-
Siregar, Ashadi. (2001). Jurnalisme alam-dan-kehidupan/. Diakses pada
Damai, Resolusi Konflik Sosial. tanggal 16 Maret 2017 pukul 20.00
Jurnal SENDI: Media Watch and WIB.
Civic Education, (4-5): 135-139. Nugraha, Indra. (2016). Menjaga
Storey, John. (2010). Cultural Studies Danau Begantung: Danau Air
dan Kajian Budaya Pop: Pengantar Hitam, Surganya Para Pemancing.
Komprehensif Teori dan Metode. Dalam
Yogyakarta: Jalasutra. http://www.mongabay.co.id/2016
Sugiyono, (2012). Memahami /08/21/menjaga-danau-begantung-
Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. danau-air-hitam-surganya-para-
Suryadi, Suhardi. (2016). Keterpaduan pemancing/. Diakses pada tanggal 1
dalam Penanganan Kebakaran April 2017 pukul 20.50 WIB.
Hutan dan Lahan. Lestari Brief No. Riwut, Nila. (2009). Orang Dayak dari
01. 11 (04): 1-4. Jaman ke Jaman. Dalam
Triayuastuti, Widya. (2013). Efek Film http://www.nila-riwut.com/id/dayak
Dokumenter “Super Size Me” nese-people-from-time-to-time/
terhadap Perubahan Kognisi dan dayaknese-people-from-time-to-
Afeksi Konsumen Makanan Cepat time-1. Diakses pada tanggal 1
Saji di Kota Makassar (Studi April 2017 pukul 21.00 WIB.
Eksperimental). Skripsi. Universitas Tedika. (2016). Sejarah Film
Hasanuddin. Dokumenter Indonesia Modern.
USAID Lestari. (2016). Strategi dan Dalam http://eagleinstitute.id/detail
Rencana Kerja Program Advokasi /97/sejarah-film-dokumenter-indo
Media di Kalimantan Tengah. nesia-modern#s. Diakses pada
Lestari Brief. 21 (06): 6-12. tanggal 30 Mei 2017 pukul 01.05
Widjajanto, Kenmada (Ed.). (2013). WIB.
Perencanaan Komunikasi: Konsep Tentang Kami (Indonesia Nature Film
dan Aplikasi. Bandung: Ultimus. Society). (2016). Dalam http://
inaturefilms.org/id/about-us/.
b. Internet Terakhir diakses pada tanggal 21
Efendi, Yusuf. (2009). Leluhur Orang Agustus 2017 pukul 23.00 WIB.
Dayak Ngaju, Kalimantan Tengah. Tentang Lestari. (2016). Dalam
Dalam http://melayuonline.com/ind/ http://www.lestari-indonesia.org/.
culture/dig/2539/leluhur-orang- Terakhir diakses pada tanggal 22
dayak. Diakses pada tanggal 15 Agustus 2017 pukul 19.30 WIB.
Maret 2017 pukul 19.45 WIB.

15

You might also like