You are on page 1of 138

ASUHAN KEPERAWATAN

PERIOPERATI
KONSEP, PROSES dan APLIKASI

Untuk Almarhum-Almarhumah
Gt Salim Abbas
Antung Norjennah
Ayah Dan Ibu Kami Tercinta
Yang Membimbing Sejak Dari Buaian
Kontributor
Mahyuri, A.M.K. DR. dr. Zairin Noor Hc'nii, Sp.OT., FISC, K-
Kepala Ruang Kamar Operasi, Instalasi Bedah Spine, MM.
Sentral, RSUD Ulin Banjarmasin. Kepala SMF Bedah Ortopaedi RSUD Ulin
Banjarmasin, konsultan bedah spina.
Mahyuni Effendi, A.M.K. dr. Retna Utami, Sp.Anestesi
Asisten pertama, instrumentator, dan Kepala SMF Anestesi RSUD Ulin Banjarmasin.
koordinator kamar bedah ortopedi, Instalasi
Bedah Sentral, RSUD Ulin Banjarmasin.
Rudi Hartono, S.Kep. dr. Andreas M.H. Siagian, Sp.OT.
Supervisor Keperawatan ruang kamar operasi Ahli bedah ortopedi RSUD Ulin Banjarmasin. dan
instrumentator bedah onkologi Instalasi
Bedah Sentral, RSUD Ulin Banjarmasin.
Murni Singarimbun, B.Sc. dr. Heri, Sp.B., K-Bedah Anak.
Asisten pertama dan instrumentator bedah Konsultan bedah anak RSUD Ulin Banjarmasin.
umum Instalasi Bedah Sentral RSUD Ulin

Banjarmasin.
Pamuji, S.Kep. dr. Budianto, Sp.B., K-Onkologi
Koordinator penata anestesi dan Wakil Kepala Konsultan bedah onkologi RSUD Ulin
Ruang Kamar Operasi Instalasi Bedah Sentral Banjarmasin. RSUD Ulin Banjarmasin.
Lisnur Hayati dr. Heru P., Sp.B., K-Urologi
Instrumentator dan koordinator kamar bedah Konsultan bedah Urologi RSUD Ulin
THT Instalasi Bedah Sentral RSUD Ulin Banjarmasin.Banjarman.
Hj. Misbah Yusran & Mcilina Sari, A.M.Keb. dr. Dharma M., Sp.B, K-Bedah Plastik
Asisten pertama dan instrumentator bedah Konsultan bedah anak RSUD Ulin Banjarmasin.
ginekologi Instalasi Bedah Sentral RSUD Ulin
Banjarmasin.
St. Fatimah, S.Kcp. dr. Tjahyo Utomo Kelono, Sp.BU.
Asisten pertama dan instrumentator bedah Ahli bedah umum RSUD Ulin Banjarmasin. urologi
Instalasi Bedah Sentral RSUD Ulin Banjarmasin.
Yudi Hartoyo, A.M.K. Untung, S.Kep.
Asisten pertama dan instrumentator bedah Asisten pertama, instrumentator bedah plastik
ortopedi Instalasi Bedah Sentral RSUD Ulin, dan Koordinator One day Surgery Instalasi
Banjarmasin. Bedah Sentral RSUD Ulin, Banjarmasin.
Ns. Syaiful B, S.Kep. A. Hujairi, A.M.K.
Asisten pertama dan Koordinator kamar bedah Instrumentator bedah urologi Instalasi Bedah
saraf Instalasi Bedah Sentral RSUD Ulin, Sentral RSUD Ulin, Banjarmasin. Banjarmasin.
Ns. Yuhana, S.Kep. Ns. Sisilia Indria Sari, S.Kep.
Asisten pertama dan instrumentator bedah mata RS. St. Vincentus A. Paulo, Surabaya. Instalasi Bedah
Sentral RSUD Ulin, Banjarmasin.
Reni Flora, A.M.K. Ns. Milyan Jamil, S.Kep.
Koordinator bedah anak dan instrumentator Kepala Ruang Intensif RSUD Ulin, Banjarmasin.
bedahurologi Instalasi Bedah Sentral RSUD
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Perkembangan ilmu bedah dengan berbagai subspesialisasi yang sangat cepat


dipengaruhi oleh perkembangan teknik pembedahan, instrumen bedah invasif terbaru dengan
teknologi mutakhir, serta keperluan diagnostik pada pasien. Hal ini berimplikasi pada perawat
untuk mengembangkan dan membekali diri agar dapat mengembangkan asuhan keperawatan
perioperatif guna ikut serta dalam pelayanan bedah.
Ada filosofi yang perlu diperhatikan oleh seorang perawat perioperatif, yaitu tentang
doktrin kapten kapal. Doktrin ini memberi keyakinan bahwa ahli bedah harus bertanggung
jawab atas setiap tindakan staf di ruang operasi, seperti halnya seorang kapten kapal yang
bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi pada kapal. Doktrin ini tidak berlaku dalam
konsep pembedahan, di mana ahli bedah hanya bertanggung jawab terhadap kelalaian staf ahli
bedah yang berada di bawah kewenangannya di ruang operasi. Jadi, setiap kesalahan,
ketidaktahuan, kelalaian, atau ketidakmengertian perawat operatif dalam melaksanakan
prosedur dan berakibat pada kerugian pasien, akan dipertanggungjawabkan oleh perawat itu
sendiri. Hal ini memberikan implikasi pada perawat untuk terus meningkatkan ilmu dan
keterampilan guna menurunkan potensi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Asuhan keperawatan perioperatif sangat penting, sehingga perlu dimasukkan ke dalam
kurikulum program tinggi pendidikan keperawatan. Dengan demikian, mahasiswa dapat
memahami bah,,va peran perawat dalam pelayanan asuhan keperawatan begitu luasnya. Pada
praktik klinik, mahasiswa wewkeperawatan tidak terlibat langsung dengan pelaksanaan
pembedahan, karena perawat yang terlibat dalam suatu pembedahan mempunyai sertifikat atau
pengalaman yang lama. Namun demikian, mahasiwa dapat melihat langsung seluruh peran
yang dilakukan perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan perioperatif.
Penyusunan buku Asuhan Keperawatan Perioperatif: Konsep, Proses, dan Aplikasi ini
bertujuan memberikan panduan dasar tentang aplikasi klinik keperawatan perioperatif. Selain
itu juga diharapkan dapat memberikan gambaran pada mahasiswa keperawatan dalam
mengembangkan proses keperawatan yang komprehensif, sciak pasien diputuskan untuk
incrijalani pembedahan, sampai pasien pulang ke rumah.
Secara sederhana, materi buku ini terdiri atas riga bagian, yaitu: konsep keperawatan
perioperatif, proses keperawatan perioperatif, dan aplikasi asuhan keperawatan perioperatif.
Buku ini berguna bagi perawat dalam melakukan intervensi yang sesuai dengan kondisi
pembedahan.
Ucapan terima kasih tidak terhingga penulis sampaikan kepada dr. Abimayu, Sp.PD.,
KGEH dan dr. Ali Assagaf, Sp.P., Direktur dan Wakil Direktur RSUD Ulin Banjarmasin; dan
DR. dr. Izaak Z.A., Sp.OT., FISC, K-Hand, Kepala Instalasi Bedah Sentral RSUD Ulin
Banjarmasin atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk melakukan pengkajian klinik.
Pada kesempatan ini kami memohon maaf pada penulis buku yang kami jadikan
kepustakaan, di mana ada beberapa pemaliaman/kutipan/tulisan/gambar yang kami ambil.
Kekurangan pasti selalu ada, oleh karena itu masukan dalam bentuk apapun senantiasa kami
harapkan demi perbaikan buku ini.

Wassalamualaikum Warahmatullahhi Wabarakatuh.

Banjarmasin, Juni 2009


Penulis
DAFTAR ISI
Tentang Penulis iii
Persembahanv
Kontributorvii
Kata Pengantarix
BAB 1 TINJAUAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF RIWAYAT PERKEMBANGAN
ILMU BEDAH
Anestesi
Pengendalian Infeksi dan Kemajuan Teknik Asepsis
Instrumen Bedah
PERSPEKTIF HISTORIS KEPERAWATAN PERIOPERATIF
KLASIFIKASI PEMBEDAHAN
BAB 2 MODALITAS MANAJEMEN KEPERAWATAN PERIOPERATIF
PERAN PERAWAT DI KAMAR OPERASI
PERAN PERAWAT ADMINISTRATIF
Perencanaan dan Pengaturan Staf
Manajemen Material dan Inventaris
Pengaturan Kincria
PERAN PERAWAT INSTRUMEN MODALITAS PERAWAT INSTRUMEN
Bahan Jahit
Jarum Jahit Bedah
Persiapan Bahan Insisi
Teknik Menyerahkan Alat
Fungsi Instrumen
Perlakuan Jaringan
PERAN PERAWAT SIRKULASI
PERAN PERAWAT ANESTESI
PERAN PERAWAT RUANG PEMULIHAN
MANAJEMEN LINGKUNGAN BEDAH
Manajemen Asepsis
Konsep Infeksi Nosokomial
Kewaspadaan Universal
Prosedur Teknik Aseptik
Persiapan Acara Bedah dan Pemasangan Duk
MANAJUVIEN POSISI BEDAH
Tujuan dan Kriteria Hasil
Pencegahan Cedera
Pemberian Posisi Bedah
MANAJEMEN HEMOSTASIS
Mekanisme Pembekuan
Gangguan Hemostasis
Pengkajian Keperawatan
Metode Hemostasis
Pencegahan Perdarahan
BAB 1
Tinjauan Kepererawatan Perioperaktif
Saat ini,bidangkeperawatan perioperatif merupakan bidang pekerjaanyangberkembing pesat,
senantiasa berubah, dan memiliki berbagai kompleksitas dalam perencanaan. keperawatannya.
Ada berbagai kondisi yang memberikan motivasi pada keperawatan perioperatif untuk selalu
melakukan inovasi baru. Keperawatan perioperatif tidak terlepas dari ilmu bedah yanng
memiliki berbagai kompleksitas dalam pelaksanaan kerja sama tim.
Dokter bedah merupakan orang yang dipercaya pasien dan keluarga untuk menptasi
permasalahan pasien, sehingga dokter bedah bertanggung jawab atas hasil akhir pernbeclahan.
Untuk menjaga kepercayaan dan reputasi yang diberikan, heberapa dokrer bcdah yang biasa
bekerja sama dengan perawat dalam melakukan pembedahan akan lebili senang dengan
perawat yang mempunyai kemampuan dan tingkat ketcrampilan yang baik. Perawat perawat
seperti ini dipersepsikan dapat bekerja sama dengan baik saat melakukan inuervensi bedah,
sehingga peran perawat juga memengaruhi hasil akhir suatu pernbedahan.
Pada situasi klinik, rerdapat beberapa beberapa faktor yang penting untuk diperhatikan. Hal
tersebut penting karena pada pelaksanaannya, kondisi perioperatif tidak hanya dilakukan secara
mandiri oleh perawat, tetapi harus bekerja sama dengan tim kesehatan lainnya. Adanva
komunikasi yang efektif dan terapeutik dengan pasien dan keluarga merupakan faktor penting
lainnya dalam mengoptimalikan keberhasilan. perioperatif. Peran perawat dalam melakukan
pengkajian pasien yang efektif dan efisien pada semua fase akan menunjang kelancaran asuhan
keperawatan perioperatif yang diberikan.
Perawat harus melakukan tindakan aseptik bedah yang baik membuat dokumentasi
yang lengkap dan menyeluruh; dan mengutamakan keselamatan pasien pada seluruh fase.
Penyuluhan dan rencana pulang yang efektif diperlukan untuk mencegah atau meminimalkan
terjadinya komplikasi. Keperam.,atan perioperatif dilakukan berdasarkan proses keperawatan
dan perawat perlu menetapkan strategi yang sesuai dengan kebutuhan individu selarna periode
perioperatif. Dengan demikian, pasien dapat memperoleh kemudahan sejak datang sampai
sehat kembali. Pada Model asuhan keperawatan ini sangat di tekankan kesinambungan antara
satu intervensi dengan intevensi lainnya
RIWAYAT PERKEMBANGAN ILMU BEDAH

Keperawata perioperatif tidak lepas dari salh atu ilmu medis yaitu ilmu bedah. Dengan
demikian, ilmu bedah yang semakin berkembang akan memberikan implikasi pada
pekermbangan keperawatan perioperatif.
Sejarah tentang bedah dengan perkembangan penting dalam bidang asepsi,anastesi dan
teknik pengendalian perdarahan, bukti sejarah menunjukan bahwa pembedahan telah di
lakukan pertama kali ratusan tahun yang lalu. Saat itu pembedahan di lakukan tanpa tindakan
untuk mengendalikan nyeri di mana murid belajar dengan melihat dan mengamati keahlian dari
ilmu para barber (Rothrock, 2000).
Pihak gerejalah yang menyebabkan barber mengambil alih-praktik bedah yang
sebelumnya merupakan fungsi pendeta. Pada 1123 M, Paus Calistas melarang pendeta untuk
mengobati orang sakit. Barber, yang sebelumnya merupakan seorang tukang cukur rambut
pendeta, akhirnya mulai melakukan bedah minor dan mengeluarkan darah pendeta dan orang
lain. Gereja terus melarang pendeta melakukan praktik bedah sampai abad ke-14.
Serikat pekerja barber didirikan untuk mengatur profesi ini dan melaksanakan program
magang untuk melatih ahli bedah barber. Pada tahurl 1540, Henry VIII dari Inggris
memberikan piagam kepada para ahli bedah barber, sehingga mempertinggi kedudukan mereka
menjadi profesi yang terhormat. Upaya-upaya 6ntuk memisahkan para barber dari kegiatan
pembedahan berhasil pada tahun 1744, ketika parlemen menyetujui petisi yang bertujuan untuk
memisahkan pembedahan dari para barber. Pada tahun 1800, Royal College of Surgeon berdiri
(Rothrock, 2000).
Bedah modern sebenarnya dimulai oleh ahli bedah militer. Di medan perang, jumlah dan
keparahan cedera menclo•ong ahli bedah militer untuk terus-menerus melakukan inovasi,
eksperimen, dan berusaha mencapai keberhasilan baru. Amputasi sering dilakukan dan infeksi
luka pascabedah sering terjadi. Hal ini mendorong penemuan berbagai inovasi untuk
mengatasinya, seperti pemberian minyak mendidih yang digunakan untuk puntung yang
diamputasi, besi panas digunakan pada luka ringan, dan sebagainya. Periode perkembangan ini
diiringi dengan berbagai kondisi nyeri, penderitaan, dan kematian.
Anestesi

Perubahan dunia anestesi berkembang begitu cepat. Kejadian yang paling hebat dalam
sejarah bedah adalah penggunaan anestesi umum. Sebelum anestesi diperkenalkan, untuk
mengurangi nyeri operasi pasien hanya diberikan alkohol, laudanum, morfin, atau ditangani
dengan hipnotis. Pada tahun 1772, Joseph Priestly menemukan nitrogen oksida (NOx), tetapi
masih belum mengetahui sifat anestetiknya. Tahun 1799, Huntprey Davy melaporkan sifat a
nesterik nitrogen oksida. Pada publikasinya, ia menjelaskan preparat ini sebagai "gas tertawa"
dan direkomendasikan untuk digunakan dalam pembedahan. Pada saat itu, para kartunis
membuat lelucon terhadap penggunaannya, tetapi para ahli bedah justru terlihat kurang
berminat.

Inhalasi nitrogen oksida kemudian hanya digunakan untuk mendapat kesenangan. Eter
juga dihirup dan efek tertawanya diperlihatkan di tempat seperti lantai dansa, di mana
kesenangan demikian disebut "ether frolic" (eter untuk bersenang-senang). Setelah beberapa
lama melihat efek toksik dan kemampuannya untuk mengurangi nyeri, seorang dokter gigi
muda bernama Morton memutuskan menggunakan eter di dalam kamar operasi. Pada 16
Oktober 1846, ia berhasil memberikan eter kepada pasien muda yang menjalani pengangkatan
kista dari lehernya. Setelah kejadian tersebut dipublikasikan, anestesi umum secara inhalasi
mulai digunakan oleh ahli bedah (Rothrock, 2000).

Hanya dalam waktu 100 tahun, anestesi yang tersedia untuk tindakan pembedahan telah
berkembang. Dari proses sederhana pemberian ecer dengan metode terbuka sampai sedasi, blok
regional, dan teknik endotrakeal umum yang canggih. Kemajuan di sebagian besar spesialisasi
bedah sangat dibantu oleh penemuan berbagai jenis anestesi baru, perkembangan teknologi
pemantau, dan identifikasi metode yang lebih baik untuk mengatasi penyulit. Faktor-faktor
sosial dan ekonomi telah mendorong tren terkini ke arah bedah berobat jalan dan rawat singkat.
Pengkajian persyaratan yang diperlukan agar pasien dapat menjalani keseluruhan proses
operasi dengan selamat terus dilakukan agar tercapai efisiensi biaya, efektivitas, dan
penerimaan pasien. Di tengah situasi yang terus berubah ini, pemilihan teknik anestesi dan
prosedur pembedahan harus terus dilandasi standar praktik yang menawarkan jaminan
keselamatan pasien baik di lingkungan perioperatif, rawat inap, dan rawat jalan (Gruendemann,
2006).
Pengendalian Infeksi dan Kemajuan Teknik Asepsis

Setelah pembedahan tanpa nyeri dapat dilakukan, hal ini memungkinkan ahli bedah
untuk mulai memperbaiki ekstremitas yang sakit daripada mengamputasinya. Namun
demikian, kemajuan ini mendapat tantangan keefektifan pembedahan kedua, yaitu risiko
infeksi. Sebelum teori tentang kuman ditemukan, para ahli bedah terbiasa menggunakan jas
yang kotor untuk melakukan pembedahan. Semakin kotor dan semakin banyak darah pada jas
yang digunakan seorang ahli bedah, maka akan dinilai semakin berpengalaman. Cuci tangan
dilakukan setelah prosedur, bukan sebelumnya. Spons digunakan bergantian dari satu pasien
ke pasien lainnya tanpa dicuci. Dengan pengetahuan tentang mikrobiologi yang minim, ahli
bedah biasanya menghubungkan tingkat infeksi dengan miasma atau udara yang buruk
(Gruendemann, 2006).

Pada tahun 1842, Oliver Wendel HoIMLS menuduh dokter sebagai pembawa demam
masa nifas dari ruang autopsi ke bangsal perawatan. Holmes mengatakan bahwa mencuci
tangan dalam larutan kalsium klorida dapat mencegah penyebaran infeksi. Praktik mencuci
tangan ini dimulai oleh seorang dokter Austria bernama Ignaz Phillip Semmelweis di Vienna.
Semmelweis mengamati bahwa tingkat mortalitas terjadi lebih tinggi di bangsal perawatan
yang didatangi mahasiswa kedokteran daripada bangsal yang didatangi bidan. la mengamati
lebih jauh bahwa mahasiswa kedokteran tersebut keluar dari ruang autopsi tanpa mencuci
tangan, kemudian melakukan pemeriksaan vagina dan menolong persalinan. Berclasarkan
observasi ini, ia menyuruh seluruh mahasiswanya untuk mencuci tangan dengan larutan
kalsium klorida. Tahun berikutnya, mortalitas turun drastis dari 9,92% menjadi 3,8%, bahkan
tahun berikutnya turun lagi menjadi 1,27%. Semmelweis mempublikasikan temuannya ini
berulang-ulang antara tahun 1847-1861, tetapi ia terus ditertawakan oleh para koleganya, sama
halnya seperti Holmes (Rothrock, 2000).

Pada akhir tahun 1800-an, gagasan mikroorganisme yang berlaku hingga kini mulai
mengambil bentuknya. Gagasan ini dipelopori oleh para ilmuwan terkemuka, inisaInya Louis
Pasteur dan Joseph Lister. Riset Pasteur adalah tentang hubungan antara mikroorganisme dan
penyakit, sedangkan temuan Lister adalah bahwa pengendalian mikroorganisme (yang saat ini
kita kenal dengan istilah teknik aseptik)
Dapat mengontrol infeksi.
Praktik pemakaian sarung tangan terjadi sebagai akibat langsung dari praktik
membersihkan tangan dengan asam karbolat. Pada akhir abad tersebut, ahli bedah terkemuka
William Halsted mendengar ceramah Lister yang saat itu sedang berkeliling Amerika Serikat.
Kemudian, ia mulai menggunakan antiseptik. Sewaktu seorang perawat kesayangannya
mengalami iritasi hebat di tangan akibat asam karbolat, Halsted menghubungi Goodyear Tire
Company dan memperoleh sepasang sarung tangan karet (Halsted, 1913 dikutip oleh
Gruendemann, 2006). Sarung tangan tersebut dipakai untuk melindungi perawat dan ahli
bedahnya. Sedangkan topi dan baju bedah pertama kali digunakan pada tahun 1881. Seiring
meningkatnya pemahaman tentang perpindahan mikroorganisme dari petugas ke luka pasien,
tajIun 1896 masker mulai digunakan untuk pertama kalinya (Gruendemann, 2006).

Instrumen Bedah
Instrumen yang paling awal diketahui dan digunakan untuk prosedur pembedahan dibuat
sekitar 350.000 tahun lalu. Pada zaman batu tersebut, manusia neander mengasah sepotong
batu api untuk digunakan dalam trephining atau pengangkatan sekeping jaringan dengan alat
seperti plong. Sampai pertengahan abad ke-19, instrumen yang dibuat hanya sekitar 200
instrumen. Pada tahun 1900, teridentifikasi sekitar 1000 jenis instrumen. Sedangkan saat ini,
satu pabrik saja dapat memiliki lebih dari 4500 produk dalam satu katalog dengan lebih dari
7500 instrumen (Gruendemann, 2006).

Dahulu, instrumen sudah dapat bertahan lama, tetapi masih terdapat masalah besar.
Terjadi penumpukan kotoran di sambungan/sendi instrumen, sehingga pernbersihan dan
sterilisasi instrumen sulit dilakukan. Instrumen harus dibuat menjadi dua bagian sehingga
instrumen tersebut dapat dipisahkan, sehingga membutuhkan adanya penghubung atau kunci
yang andal antara kedua bagian tersebut. Setelah beberapa kali melakukan perubahan
rancangan dan beberapa paten, akhirnya kunci Aesculap yang menjadi kunci aseptik pilihan
bagi para ahli bedah. Kunci yang dipatenkan di Jerman ini memudahkan penguraian dan
pembersihan instrumen yang terdiri atas dua bagian. Kedua bagian tersebut disterilisasi dan
disatukan kembali sebelum prosedur pembedahan. Dengan ditemukannya mesin pembuat
kunci Aesculap pada tahun 1900, jumlah instrumen yang dapat ditempa dalam sehari melonjak
dari 60-75 instrumen/hari menjadi 1500 instrumen/hari (Gruendemann, 2006).
Perang Dunia 11 memicu terjadinya kemajuan besar dalam bidang instrumentasi
pembedahan. Komposisi baja karbon kemudian dikalahkan oleh stainless steel (baja antikarat)
yang dikembangkan di Jerman. Stainless steel adalah suatu campuran logam yang terdiri atas
besi, karbon, dan kromium. Kromium membuat campuran tersebut mejadi tahan terhadap
panas dan karat, sedangkan karbon menentukan tingkat kekerasan di bagian – bagian tepi yang
tajam.

PERSPEKTIF HISTORIS KEPERAWATANT PERIOPERATIF


Sebelum pertengahan 1840-an, perawat biasanya tidak berada di dalam kamar operasi.
Asisten, biasanya laki-laki yang kuat, ada untuk menahan pasien selama prosedur operasi yang
menyakitkan. Peran perawat selama fase praoperatif tercatat dalam sejarah Nightingale selarna
perang Crimean. Perawat berperan untuk menenangkan, mendukung, dan membantu pasien
dalam mengambil keputusan terkait operasi (Rothrock, 2000). Pada kondisi tersebut, Florence
Nightingale meletakkan pondasi keperawatan seperti yang kita ketahui saat ini. Bukunya, Notes
of Nursing, digunakan di Sekolah Keperawatan Nightingale dan beberapa sekolah yang
didirikan oleh perawat yang pernah belajar di sana. Keberhasilan utama Florence Nightingale
selama perang Crimean adalah penurunan tajam angka kematian akibat terluka, dari 42%
menjadi 2,2%, karena dilakukannya pengenalan tentang tindakan sanitasi (Donahue, 1985;
dikutip Gruendemann, 2006).

Sebelum rumah sakit digunakan secara rutin untuk operasi, pembedahan dilakukan di
rumah pasien. Sebelum operasi dimulai, seorang asisten dokter bedah atau perawat menyiapkan
ruangan untuk operasi. Biasanya ruangan yang digunakan adalah dapur. Perabotan rumah
digeser, meja disiapkan, ruangan dan perabot dicuci, dan dinding ditutup dengan kertas.

Di akhir tahun 1800-an, ketika fenol hasil temuan Lister mulai digunakan sebagai agen
antiseptik di kamar operasi, maka peran penting perawat di kamar operasi mulai tumbuh.
Banyak hal yang dikerjakan perawat di kamar operasi, mulai dari menyiapkan lingkungan fisik
untuk operasi, sampai melatih mahasiswa keperawatan sedang rotasi di kamar operasi dengan
keahlian-keahlian khusus. Perawat diharapkan dapat menebak dan memenuhi semua yang
diminta ahli bedah. Sebagian besar waktu perawat dibagian kamar operasi saat itu dihabiskan
untuk aktivitas perawatan pasien secara tidak langsung. Sanitasi kamar operasi scrta persiapan
perlengkapan dan peralatan menjadi tanggung jawab utama perawat. Jadi, perawat ditugaskan
untuk mempertahankan suhu dan menjaga kamar operasi agar tetap segar.
Persiapan spons, yang umumnya spons laut, dilakukan selama 2 hari. Diperlukan usaha
yang keras untuk membersihkan spons tersebut dari pasir, kemudian merendam dan
membilasnya dengan larutan khusus sebelum spons-spons tersebut siap digunakan. Sudah
menjadi kebiasaan bagi kepala perawat untuk mencuci dan menyerahkan sponsspons tersebut
pada ahli-bedah, sehingga perawat tersebut dinamakan perawat spons. Asisten bertugas
menangani, merawat, dan membersihkan instrumen dari bedak. Karena sterilisasi pindah dari
atas kompor, perawat kamar operasi memikul tanggung jawab melaksanakan teknik aseptik.
Persiapan benang operasi memerlukan waktu beberapa hari untuk merendam, memotong
menjadi panjang tertentu, meregangkan, merendam kembali, membungkus, memberi label, dan
memanaskan. Sutra direbus selama 2 jam (Rothrock, 2000).

Dengan kemajuan teknik antiseptik dan tindakan aseptik, pembedahan kini menjadi
terapi pilihan pada berbagai kondisi. Berkembangnya gas anatesi yang lebih aman
memudahkan ahli bedah untuk melakukan prosedur pembedahan dalam waktu yang lebih lama,
sehingga memberikan kesempatan bagi perawat untuk membantu proses pembedahan secara
keseluruhan proses pembedahan memberikan implikasi pada institusi untuk memakai perawat
kamar bedah yang terampil guna mendukung ahli bedah saat melakukan operasi. Pada tahun
1889, Universitas Johns Hopkins menjadikan keperawatan kamar bedah sebagai salah satu area
spesialisasi di sekolah mereka. Pendidikan kamar bedah dimulai di Sekolah Pelatihan Boston,
kemudian dilanjutkan Sekolah Pelatihan Perawat di Massachusetts General Hospital. Saat itu,
siswa diberi "tanggung jawab" untuk membersihkan dan mensterilkan instrumen untuk
pembedahan pada hari Sabtu. Massachusetts General Hospital juga merupakan tempat di mana
eter pertama kali diterapkan secara klinis. Eter digunakan untuk menghilangkan sensasi pasien
terhadap nyeri dan untuk prosedur pembedahan yang lebih panjang dan rumit (Gruendemann,
2.006)

Asosiasi perawat ruang operasi (The Association of Operating Room Nurses/ AORN)
berdiri dengan tujuan untuk memperolch pengetahuan tentang prinsip-prinsip bedah dan
mengeksplorasi metode untuk meningkatkan asuhan keperawatan bagi pasien bedah. Asosiasi
ini menghadapi banyak tantangan, termasuk pendapat bahwa perawat ruang operasi hanya
menjadi pelaksana teknik yang terampil. Organisasi tersebut mengembangkan standar praktik
keperawatan perlu adanya perawat ahli yang terdaftar (registered nurses) untuk ruang operasi
(Potter, 2006).

Di Indonesia, organisasi yang menaungi peran perawat perioperatif adalah Himpunan


Perawat Kamar Bedah Indonesia (HIPKABI) yang merupakan salah satu organisasi-di bawah
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Organisasi HIPKABI ini bertujuan untuk
meningkatkan profesionalisme perawat kamar bedah dengan menyusun standar kompetensi
perawat kamar bedah. Sclain itu juga bertujuan meningkatkan persatuan dan profesionalisme
perawat bedah Indonesia.

Pada Rakernas HIPKABI tahun 2007, tersusunlah 19 Standar Kompetensi Perawat


Kamar Bedah Indonesia yang ditujukan bagi terselenggaranya pelayanan keperawatan bermutu
yang dilaksanakan oleh tenaga keperawatan yang sesuai dengan tingkat kompetensinya.
Walaupun pada pelaksanaannya akreditasi terhadap kompetensi serta pengakuan sertifikasi
yang dimiliki perawat kamar bedah belum diatur dalam suatu sistem yang baku (HIPKABI,
2007), tetapi ini merupakan terobosan awal yang sangat penting dalam menghimpun dan
mengorientasikan visi perawat kamar bedah di kemudian hari.

KLASIFIKASI PEMBEDAHAN

Sebagai modalitas bagi perawat perioperatif, pengetahuan tentang klasifikasi


pembedahan dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam perencanaan manaienlen kamar operasi.
Jenis prosedur pembeclahan diklasifikasikan berdasarkan pada tingkat keseriusan, kegawatan,
dan tujuan pembedahan (Tabel 1-1). Sebuah prosedur mungkin memiliki lebili dari satu
klasifikasi. Misalnya, pembedahan untuk mengangkat jaringan parut yang bentuknya tak
beraturan termasuk pembedahan dengan tingkat keseriusan yang rendah, elektif secara
kegawatan, dan bertujuan Lintuk rekonstruksi.
Pada pelaksanaannya, klasifikasi penibeclahan ini sering kali tumpang tindih. Prosedur
yang gawat juga dianggap mcmiliki tingkat keseriusan mayor. Lainnya tindakan bedah yang
dilakukan pada pasien berbeda-beda dengan tujuan yang berbeda pula. Misalnya, gasterektomi
dilakukan sebagai prosedur kedaruratan untuk mereseksi perdarahan ulkus atau dilakukan
sebAgai prosedur kegawatan jika untuk mengangkat jaringan yang terkena kanker. Klasifikasi
dapat memberikan indikasi pada perawat tentang tingkat asuhan keperawatan yang diperlukan
pasien.
Tabel 1-1. Klasifikasi Pembelajaran
Klasifikasi Jenis Pengertian Contoh
Melibatkan
rekonstruksi atau
Bypass arteri
perubahan yang luas
koroner, reseksi
Keseriusan Mayor pada bagian tubuh,
kolon,
memberikan dampak
reseksi lobus paru.
resiko yang tinggi
pada kesehatan
Melibatkan
perubahan kecil pada
bagian tubuh,sering
dilakukan untuk
memperbaiki Ekstraksi katarak,
Minor deformitas,dan graft kulit, operasi
dengan risiko yang Plastik
lebih kecil daripada
bedah
mayor.

Rekonstruksi
Pembedahan
payudata atau
dilakukan
vagina, pasien,
Urgensi Elektif berdasarkan pilihan
tidak penting dan
bedah plastik pada
tidak dibutuhkan
wajah. kesehatan
untuk
Pembedahan perlu
Eksisi tumor ganas,
untuk kesehatan atau
pengangkatan batu
Gawat mencegah timbulnya
kandung empedu.
masalah tambahan
pasien
pada
Pembedahan harus Perforasi apendiks,
segera dilakukan amputasi traum.tik,
Darurat
untuk menyelamatkan mengontrol
jiwa atau perdarahan. fungsi
mempertahankan organ.

Pembedahan untuk
Biopsi massa
Tujuan Diagnostik pemeriksaan lebih
tumor.
lanjut.
Amputasi,
Pengangkatan bagian pengangkatan
Ablatif tubuh yang apendiks. masalah
mengalami atau penyakit.

Menghilangkan atau
Kolostomi,
mengurangi gejala
Paliatif debridemen
penyakit, telapi tidak
jaringan nekrotik
menyembuhkannya.
Mengembalikan
Fungsi atau
Fiksasi eksterna
Penampilan jaringan
Rekontruktif fraktur, perbaikan
yang mengalami
jaringan parut
malfungsi atau
trauma
Cangkok
Mengganti Organ
(transplantasi0
Transplantasi atau strukur yang
ginjal, total hip
mengalami malfungi
replacemant
Mengembalikan
Bibir Sumbing ,
fungsi yang hilang
Konstruksi Penutupan defek
akibat anomalia
katup jantung
kongential
BAB 2

Modalitas Manajemen
Keperawatan perioperatif
PERAN PERAWAT DI KAMAR OPERASI

Peran perawat perioperatif tampak meluas, mulai dari praoperatif, intra operatif, sampai ke
perawatan pasien pascaanestesi. Peran perawat di kamar operasi (di Indonesia dikenal dengan
sebutan OK) berdasarkan fungsi dan tugasnya terbagi tiga, yaitu perawat administratif,
perawat pada pernbedahan, dan perawat-pada anestesi.

Pada praktiknya, peran perawat perioperatif dipengaruhi berbagai faktor, yaitu sebagai
berikut.

 Lama pengalaman
Lamanya pengalaman bertugas di kamar operasi, terutama pada kamar pembedahan
khusus, seperti sebagai perawat instrumen di kamar bedah saraf, onkologi, ginekologi,
dan lain-lain akan memberikan dampak yang besar terhadap peran perawat dalam
menentukan hasil akhir pembe.dahan.

 Kekuatan dan ketahanan fisik


Beberapa jenis pembedahan, seperti bedah saraf, toraks, kardiovaskular, atau spina
memerlukan waktu operasi vang panjang. Pada kondisi tersebut, perawat insirurnen
harus berdiri dalam waktu lama dan dibutuhkan tingkat konsentrasi yang tinggi. Oleh
karena itu, agar dapat mengikuti jalannya pembedahan secara optimal, dibutuhkan
kekuatan dan ketahanan fisik yang baik.

 Keterampilan
Keterampilan terdiri atas keterampilan psikomotor, manual dan interpersonal yang kuat,
Agar dapat mengikuti setiap jenis pembedahan yang berbeda beda. Perawat instrument di
harapkan mampu untuk mengintegrasikan antara keterampilan yang dimiliki dengan
keinginan dari operator bedah pada setiap tindakan yang dilakukan dokter bedah dan
asisten bedah. Hal ini akan memberikan tantangan tersendiri pada perawat untuk
mengembangkan keterampilan psikomotor,mereka agar bisa mengikuti jalannya
pernbedahan.

Keterampilan psikomotor dan manual dapat dioptimalkan dengan mengikuti pelatihan


perawat instrumen yang tersertifikasi serta diakui oleh profesi.

 Sikap profesional
Pada kondisi pembedahan dengan tingkat kerumitan yang tinggi, timbul kemungkinan
perawat melakukar kesalahan saat menjalankan perannya. Olch karena itu, perawat
harus bersikap profesional dan mau tnenerima teguran. Pada konsep tim yang
digunakan dalam proses pembedalian, setiap peran cliharapkan dapat berjalan secara
optimal. Kesalahan yang dilakukan oleh salah• satu peran akan berdampak pada
keseluruhan proses dan hasil pembedahan.

 Pengetahuan yaitu pengetahuan tentang prosedur tetap yang digunakan institusi.


Perawat metiyesuaikan peran yang akan dijalankan dengan kebijakan di mana perawat
tersebut bckerja. Pengetahuan yang optimal tentang prosedur tetap yang berlaku akan
memberikan arah pada'peran yang akan dilaksanakan.

PERAN PERAWAT ADMINISTRATIF

Perawat administratif berperan dalam pengaturan manajemen penunjang


pelaksanaan pembedahan. Biasanya terdiri dari perencanaan dan pengaturan staf,
kolaborasi penjadwalan pasien bedah, perencanaan manajemen material, dan
manajemen kinerja.

Melihat begitu besarnya beban seorang perawat administratif pada kamar


operasi, maka diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan manajemen dan
perencanaan yang optimal. Beberapa institusi memberikan peran perawat administratif
pada perawat •ang paling senior dan mempunyai kemampuan dalam memimpin perawat
lainnya. Perawat administratif tidak terlibat secara teknis dalam pelaksanaan
pembedahan, tetapi lebill menifokuskan pada perencanaan penunjang pembedahan.

Perencanaan dan Pengaturan Staf

Pengaturan dan penjadwalan staf adalah tanggung jawab manajemen yang


dipercayakan dan diberikan kepada perawat administratif. Dalam upaya memenuhi
standar ini, staf yang melakukan tanggung jawab administratif ini harus memahaini cara
untuk mengembangkan standar pengaturan dan penjadwalan staf.

Pengaturan dan penjadwalan adalah kata yang sering di gunakan. Meskipun


pada kenyataannya dua kata ini mewakili dua proses penting dan berbeda. Tetapi
keduanya dapat membantu manajer perawat dalam merencanakan.
dalam merencanakan pengaturan staf, yaitu : ( 1) mengidentifikasi jenis
pekerjaan yang akan dilakukan, (2) mengidentifikasi jumlah staf yang diperlukan
untuk melakukan pekerjaan tersebut, (3) mengidentifikasi tipe pekerja yang diperlukan
untuk pekerjaan tersebut, dan (4) mengembangkan pola pengaturan urauk penjadwalan
staf. Sedangkan dalarn melakukan penjadwalan meliputi pengembangan kebijakan
penjadwalan dan pengembangan jadwal kerja untuk staf.

Identifikasi Jenis Pekerjaan


Di kamar operasi, staf keperawatan dibagi menjadi staf perawatan langsung dan staf
perawatan tidak langsung. Staf perawatan langsung terdiri dari perawat scrub,
perawat sirkulasi (unloop), perawat anestesi, dan perawat asisten operasi (pada
kondis: pembedahan di Indonesia, pelaksanaan operasi biasanya menggunakan
perawat sebagai asisten operasi [first assistance] sehingga perlu diperhitungkan
dalam identifikasi jenis pekerjaan). Staf perawatan tidak langsung tidak memberikan
asuhan langsung kepada pasien. Scmua personel tambahan yang diperlukan untuk
mendukung ruang operasi, seperti sekretaris, teknisi instrumen, personel pelayanan
lingkungan, personel transpor, personel keuangan, dan perawat administratif
dipertimbangkan juga sebagai pcniberi perawatan fidak langsung. Perencanaan
junflah staf perawatan langsung atau tidak langsung disesuaikan berdasarkan
kebutuhan dari jumlah ruang operasi yang tersedia setiap jam per hari dan disesuaikan
dengan kebijakan pada setiap institusi:

Penjadwalan Staf
Kebijakan penjadwalan menjadi kerangka kerja untuk rnengembangkan jadwal
kerja staf yang dilakukan secara adil dan konsisten, dalam kaitannya dengan pedoman
penjadwalan yang jelas. Kebijakan rumah sakit yang ada sangat penting untuk
diketahui, misalnya: perjanjian tawar-menawar kolektif. Kebijakan harus mencakup
tanggung jawab staf untuk bekerja pada akhir minggu, merotasi shift (malam dan
sore), memenuhi panggilan, bekerja pada hari libur, dan bekerja rengah malam.
Kebijakan juga harus meliputi penetapan waktu libur dan mengidentifikasi rasio
staf perawatan langsung seperti perawat scrub, perawat asisten operasi, dan perawat
anestesi per shift. Kebijakan tentang libur harus mencakup proses perizinan,
persyaratan izin liburan, dan jumlah orang yang diizinkan libur setiap hari.

Penjadwalan Pasien Bedah


Penjadwalan pasien bedah dilakukan oleh perawat administratif (yang pada
beberapa institusi rumah sakit dilakukan olch Supervisor Keperawatan)
berkolaborasi dengan dokter bedah pada setiap kamar bedah yang tersedia peran
perawat supervisor / administratif dalam mengatur jadwal pasien bedah bertujuan
untuk menjaga kondisi para perawat periopratif di kamar bedah.

Kolaborasi dilakukan dengan menghitung jenis dan lamanya pembedahan.


Sebagai contoh, pada kamar bedah ortopedi yang akan d rencanakan pembedahan
sepina biasanya akan di gabung dengan pengangkatan plate dan screw agar
penggunaan kamar dan lama pembedahan tidak melewati shift jaga berikutnya.,
Manajemen Material dan Inventaris

Manajemen Material dan Inventaris

Perawat administratif yang melakukan perencanaan dan kontrol terhadap


inventaris dan material biasanya adalah Kepala Perawat di ruang operasi yang
dibantu oleh staf nonperawat. Karena memiliki posisi strategis untuk membantu
mengefisienkan manajemen materi, perawat administratif harus mempunyai
wawasan tentang sumber dan macam-macam suplai, waktu pemesanan dan
penerimaan suplai, dan biaya yang berkaitan dengan pembelian, penyimpanan, dan
keusangan. Perawat memahami arti dari persediaan suplai atau inventaris yang
cukup, tetapi juga harus mengerti konsekuensi dari penimbunan suplai/inventaris
yang mahal dan terlalu banyak.

Barang inventaris yang berada di gudzng kamar operasi, seperti kereta lemari,
tempat penyimpanan kereta, tempat penyimpanan barang-barang khusus di kamar
operasi, dan kabinet di masing-masing kamar operasi. Persediaan tersebut dapat
berupa peralatan medis dan bedah, barang steril dan nonsteril, obat-obatan, baki
untuk instrumen, atau barang lain yang digunakan di kamar operasi. Inventaris
biasanya selalu mengacu pada barang medis dan bedah yang sebagian besar bersifat
habis pakai.

Fungsi kontrol terhadap material dilakukan dengan tujuan untuk memberikan


rasa percaya antar-staf. Di satu sisi, persediaan harus memadai jika sewaktu-waktu
diperlukan; sedangkan di sisi lain, perawat percaya bahwa menumpuk suplai tidak
akan memberikan apa yang mereka butuhkan.

Pengaturan Kinerja
Pengaturan kinerja merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawat
administratif Kepala Ruangan dengan cara yang sistematis agar staf dapat mencapai
tujuan penyelesaian tugas secara optimal. Metode sistematis digunakan mulai dari
merencanakan dan menetapkan tujuan pada setiap staf, implementasi, penilaian
kinerja staf, dan mencermati hasil.

Perencanaan kegiatan sistematis dilaksanakan secara individual terhadap


seluruh staf, misalnya pengaturan staf baru dengan metode orientasi dasar, bimbingan
kompetensi kamar operasi, dan pengenalan alat canggih. Implementasi kegiatan dapat
berupa umpan balik terhadap hasil yang sudah terlaksana pada setiap staf, contohnya:
instrumentator bedah spina yang berdedikasi dalam pekerjaannya dapat dijadikan
koordinator pada kamar bedah spina. Penilaian kinerja staf dan mencermati hasil
disesuaikan dengan kebijakan institusi. Apabila institusi sudah menerapkan sistem
remunerasi yang baik, maka akan berdampak terhadap peningkatan finansial bagi
perawat yang memiliki kinerja optimal. Sistem remunerasi merupakan istilah baku
dalam penilaian kinerja dengan konsekuensi pembagian jasa individu. Perawat
administratif kepala ruangan mempunyai peran yang besar dalam menentukan nilai
dari seberapa jauh peran pada setiap staf untuk perhitungan remunerasi yang
memberikan implikasi kepada peningkatan kinerja. Dalam melakukan penilaian
remunerasi, perawat administratif harus menyosialisaikan format penilaian kinerja
pada seluruh staf dan melakukan penilaian seobjektif mungkin agar tidak ada
perasaaan sakit hati antara staf.

PERAN PERAWAT INSTRUMEN

Perawat pada pembedahan terdiri dari perawat scrub dan perawat sirkulasi. Kedua
peran perawat pada pembedahan ini sangat memengaruhi hasil pembedahan, karena
mereka terlibat secara langsung pada suatu proses pembedahan.

Perawat scrub atau yang di Indonesia dikenal sebagai perdwat instrumen


memiliki tanggung jawab terhadap manajemen instrumen operasi pada setiap jenis
pembedahan. Secara spesifik, peran dan tanggung jawab dari perawat instrumen
adalah sebagai berikut.

 Perawat instrumen menjaga kelengkapan alat instrumen steril yang sesuai


dengan jenis operasi.
 Perawat instrumen harus selalu mengawasi teknik aseptik dan memberikan
instrumen kepada ahli bedah sesuai kebutuhan dan menerimanya kembali.
 Perawat instrumen harus terbiasa dengan anatorni dasar dan teknik-teknik
bedah yang sedang dikerjakan.
 Perawat instrumen harus secara terus-menerus mengawasi prosedur untuk
mengantisipasi segala kejadian.
 Melakukan manajemen sirkulasi dan suplai alat instrumen operasi. Mengatur
alat-alat yang akan dan telah digunakan. Pada kondisi ini perawat instrumen
harus benar-benar mengetahui dan mengenal setiap instrumen yang digunakan
beserta nama ilmiah dan nama biasanya, dan mengetahui penggunaan instrumen
pada prosedur spesifik (lihat modalitas perawat instrumen)..
 Perawat instrumen harus mempertahankan integritas lapangan steril selama
pembedahan.
 Dalam menangani instrumen, perawat instrumen harus mengawasi sernua
aturan keamanan yang terkait. Benda-benda tajam, terutama skalpel, harus
diletakkan di meja belakang untuk menghindari kecelakaan. Benda-benda
tajam harus diserahkan dengan cara yang benar sesuai kewaspadaan universal.
 Perawat instrumen harus memelihara peralatan dan menghindari kesalahan
pemakaiannya.
 Perawat instrumen bertanggung jawab untuk mengomunikasikan kepada tim
bedah mengenai setiap pelanggaran teknik aseptik atau kontaminasi yang
terjadi selarna pembedahan.
 Menghitung kasa, jarum, dan instrumen. Penghitungan dilakukan sebelum
pembedahan dimulai dan sebelum ahli bedah menutup luka operasi.

MODALITAS PERAWAT INSTRUMEN

Setiap perawat instrumen biasanya mengikuti pelatihan perawat instrumen


khusus pada setiap jenis pembedahan. Hal ini dilakukan agar setiap perawat instrumen
dapat seimbang pengetahuan dan keterampilannya sehingga dapat berperan secara
optimal. Peran perawat instrumen sangat mendukung optimalisasi hasil pembedahan,
kolaborasi dengan ahli bedah, dan menghindari risiko infeksi dengan menjalankan
program pengendalian infeksi nosokomial. Karena sangat pentingnya peran perawat
instrumen, inaka diperlukan pengetahuan manajemen kamar operasi serta
keterampilan dan jam terbang yang lama tentang teknik pembedahan agar mampu
berkolaborasi dengan ahli bedah untuk menyelesaikan operasi dan menurunkan
dampak dari risiko operasi.

Ada beberapa modalitas dan konsep pengetahuan yang diperlukan perawat


instrumen dalam mempersiapkan instrumen bedah, yaitu: bahan jahitan, jarum jahit
bedah, persiapan bahan insisi, teknik penyerahan alat, fungsi instrumen, dan perlakuan
jaringan.

Bahan Jahit
Jenis Benang Jahit
Pada proses pembedahan, persiapan jenis benang jahit ditentukan oleh beberapa hal,
meliputi: jenis bahannya, kemampuan tubuh untuk menyerapnya, dan susunan
filamen/ benang.

Jenis benang yang saat ini banyak dipakai adalah benang yang dapat diserap
melalui reaksi enzimatik pada cairan tubuh. Penyerapan benang oleh jaringan dapat
berlangsung antara tiga hari sampai dengan tiga bulan, tergantung pada jenis benang
(Ian kondisi jaringan yang dijahit.

Menurut bahan asalnya, benang dibagi dalarn beberapa jenis. Benang yang
terbuat dari usus domba yang disebut catgut (walaupun jika diartikan menjadi usus
kucing). Catgut dibedakan dalam catgut murni (tanpa campuran) dan catgut kromik
(bahannyabercampur larutan asam kromat). Catgut murni dapat diserap dengan
cepat, kira-kira' dalam waktu satu minggu. Sedangkan catgut kromik diserap lebih
lama, kira-kira 2-3 minggu (Sjamsuhidayat, 2005).

Di samping itu, ada benang yang terbuat dari bahan sintetik, baik dari asam
poliglikolik maupun dari poliglaktin-910 yang tidak aktif dan memiliki daya
tegang yang besar. Benang ini dapat dipakai pada semua jaringan, termasuk kulit.
Benang yang dapat discrap menimbulkan reaksi jaringan setempat Yang dApat
menyebabkan fistel benang atau infiltrat jaringan yang mungkin bertanda indurasi
(keras).

Benang yang tidak dapat diserap oleh tubuh terbuat dari bahan yang
umumnya tidak menimbulkan reaksi jaringan karena bukan merupakan bahan
biologik. Benang ini bias berasal dari bermacam-macam bahan, misalnya: zide
yang berasal dari sutera yang sangat kuat dan liat, ada yang terbuat dari kapas yang
kurang kuat dan mudah terurai, dan juga dari poliester yang merupakan bahan
sintetik kuat dan biasanya dilapisi teflon. Selain itu, terdapat juga benang nilon
yang berdaya tegang besar, dibuat dari polipropilen yang terdiri alas bahan yang
sangat kaku, dan baja tahan karat. Karena tidak dapat diserap, maka benang ini
akan tetap berada di jaringan tubuh. Benang jenis ini biasanya dipakai pada
jaringan yang sukar sembuh. Bila terjadi infeksi, maka akan terbentuk fistel yang
baru dapat sembuh setelah benang yang bersifat benda asing itu dikeluarkan
(Sjamsuhidayat, 2005).

Benang alarm terbuk dari bahan sutera atau kapas. Kedua bahan alarm ini
dapat bereaksi dengan jaringan tubuh secara minimal karena mengandung juga
bahan kimia.

Tabel 2-1. Diameter, ukuran, dan jenis benang


Satuan Eropa Satuan Lokasi Penjahitan Jenis Benang Ukuran
Garis Tengah Catgut Benang Metrik
0,01- 11,0 0,1 Fasia Semua 2,0-1
0,019
0,02- 10,0 0,2 Otot Semua 3,0-0
0,029
0,03- 9,0 0,3 Kulit Benang 2,0-6,0
0,039
0,04- 8,0 0,4 lemak Catgut 2,0-3,0
0,049
0,05- 8,0 7,0 0,5 Hepar Kromik catgut 2,0-0
0,059
0,07- 7,0 6,0 0,7 Ginjal Semua catgut 4,0
0,099
0,1-0,14 6,0 5,0 1 Pankreas Sutera, kapas 3,0
0,15-0,19 5,0 4,0 1,5 Usus halus Catgut, sutera, kapas 2,0-3,0
0,2-0,24 4,0 3,0 2 Usus besar Kromik catgut 4,0-0
0,25-0,29 3,0 2,0 2,5 Tendon Benang 5,0-30
0,3-0,39 2,0 0 3 Kapsul sendi Benang 3,0-20
0,4-0,49 0 1 4 Peritoneum Kromik catgut 3,0-20
0,5-0,59 1 2 5 Bedah mikro Benang 7,0-11,0
0,6-0,69 2 3 6
0,7-0,79 3 4 7
0,8-0,89 4 5 8
0,9-0,99 5 6 9

alarm. Daya tegangnya cukup kuat dan dapat diperkuat bila dibasahi dengan larutan
garam terlebih dahulu sebelum digunakan.
Benang sintetik terbuat dari poliester, nilon, atau polipropilen yang umumnya
dilapisi oleh bahan pelapis teflon atau dakron. Dengan lapisan ini, permukaannya
menjadi lebih mulus schingga tidak mudah bergulung atau terurai. Benang ini
inempunyai daya tegang yang besar dan dipakai untuk jaringan yang memerlukan
kekuatan penyatuan yang besar.

Berdasarkan bentuk untaian seratnya, benang terbagi atas monofilamen dan


polifilamen. Monofilamen adalah benang yang hanya terdiri atas satu serat, sedangkan
polifilamen terdiri atas banyak serat yang diuntai menjadi satu. Cara menguntainya bias
secara sejajar dibantu bahan pelapis atau diuntai bersilang sehingga penampangnya
lebih bulat, lebih lentur, dan tidak mudah bergulung (Sjamsuhidayat, 2005).Benang baja
dapat berbentuk monofilamen atau polifilamen, sering dipakai pada sternum setelah
torakotomi. Jika terkontaminasi, mudah terjadi infeksi.

Ukuran Benang
Ukuran benang dinyatakan dalam satuan baku Eropa atau satuan metrik. Ukuran terkecil
standar Eropa adalah 11,0 (=1 1 kali 0) dan terbesar adalah ukuran 7. Konversi ke
standar metrik dapat dilihat dari Tabel 2-1.

Pemilihan ukuran benang merupakan salah satu faktor yang menentukan kekuatan
jahitan. Oleh karena itu, perawat instrumen harus berkolaborasi dengan operator bedah
tentang ukuran yang akan digunakan. Biasanya pemilihan ukuran benang untuk
menjahit luka bedah bergantung pada jenis jaringan yang dijahit dan
mempertimbangkan segi kosmetik. Sedangkan kekuatan jahitan ini ditentukan oleh
jumlah jahitan yang dibuat, jarak jahitan, clan jenis benangnya. Pada daerah wajah
biasanya digunakan ukuran yang kecil (5,0-6,0) (Sjamsuhidayat, 2005).

Jarum Jahit Bedah Bentuk Jarum

Jarum jahit bedah, baik yang lurus maupun yang lengkung, berbeda-beda bentuknya.
Perbedaan bentuk ini terletak pada penampang batang jarum yang bulat atau bersegi
tajam dan bermata atau tidak bermata. Panjang jarum pun beragam, mulai dari 2-60
milimeter (Sjamsuhidayat, 2005).
Masing-masing bentuk jarum berbeda fungsi, cara mempersiapkan, dan cara
memasang benangnya. Kelengkungan jarum dibuat berbeda-beda untuk kedalaman
jaringan yang berbeda, sedangkan penampang batang jarum dipilih berdasarkan tingkat
kekerasan jaringan. jarum yang sangat lengkung digunakan pada luka yang dalam, jarum
dengan penampang bulat untuk jaringan yang lunak, sedangkan yang bersegi digunakan
untuk kulit. Jarum yang bermata akan membuat lubang tusukan yang lebih besar,
sedangkan jarum yang tidak bermata (atrauniatik) akan membuat lubang yang lebih
halus.

Persiapan Jarum
Benang yang sesuai dengan jenis atau area yang akan dijahit dipasangkan ke jarum jahit
bedah. Teknik pemasangan benang pada jarum adalah dengan memasukan benang ke
dalam mata perancis (Gambar 2-4). Pada kondisi di mana ahli bedah menginginkan jenis
benang dan jarurn yang sudah menjadi paket instrumen, maka teknik persiapan jarum
yang sudah terpasang benang lebih meftiudahkan perawat instrumen dalam memasang
ke naldpoeder.

Persiapan Bahan Insisi

Persiapan Alat
Alat bedah yang digunakan untuk melakukan insisi terdiri dari pisau bedah dan skalpel
Selain itu, untuk menembus jaringan yang kuat digunakan alat-alat bedah
listrik/hernostasis dan trokard

Teknik Menyerahkan Alat

Teknik penyerahan alat dari perawat instrumen kepada operator bedah dilakukall
sedernikian rupa dan disesuaikan dengan kemahiran atau kebiasaan ahli bedah, apakah
dominan menggunakan tangan kanan atau tangan kiri (Gambar 2-8). Pengertian dan
pernaharnan tentang apa yang dikehendaki ahli bedah hanya bisa didapat apabila telah
sering mengikuti pembedahan dengan ahli bedah tertentu. Tujuan utama dari teknik
penyerahan alat instrumen ini adalah untuk mempercepat proses pembedahan.

Fungsi Instrumen

Mengenal fungsi dari setiap instrumen merupakan dasar dan tujuan utama scorang
perawat instrumen. Pada praktiknya, selain mengenal fungsi pada setiap instrumen,
perawat instrumen juga harus mengenal kebiasaan atau kesukaan ahli bedah pada
setiap jenis instrumen yang fungsinya sama. Sebagai contoh, ahli bedah lebih senang
menggunaan pinset cirrugis panjang dari pada jenis yang pendek.
Berikut adalah pengenalan dari fungsi setiap jenis instrumen yang paling lazim
digunakan pada setiap jenis pembedahan. Untuk beberapa alat khusus akan dijelaskan
pada bab berikutnya sesuai dengan jenis pembedahan.

 Forsep penjepit duk, berfungsi untuk menjepit atau mempertahankan duk pada area
bedah (Gambar 2-9 Kiri).
 Pinset atau forsep jaringan, berfungsi untuk mengangkat atau menjepit kulit pada
saat melakukan penjahitan (Gambar 2-9 Tengah).
 Gunting Metzenbaum bengkok 7 inci, gunting Metzenbaum 5 inci, gunting Mayo
bengkok, dan gunting Mayo lurus, mempunyai fungsi untuk memotong atau
membuka jaringan dan memotong benang jahitan (Gambar 2-9 Kanan).
 Pemegang jarum (naldpoeder), berfungsi untuk menjepit jarum jahit (Gambar 2-10
Kiri).
 Klem Kocher bengkok, berfungsi untuk menjepit jarum jahit (Gambar 2-10 Tengah).
 Klem lurus,. berfungsi saat tindakan hemostasis untuk menjepit arteri yang putus.
Keperluan jumlah klem atau forsep ini pada setiap pembedahan disesuaikan adanya
risiko kerusakan vaskular yang terjadi akibat trauma jaringan (Gambar 2-10 Kanan).
 Forsep Kokhel tang. Mempunyai fungsi untuk menjepit jaringan (Gambar 2-11
Kiri).
 Forsep pemegang spons• Mempunyai fungsi untuk menjepit spons pada saat
melakukan desinfeksi area bedah (Gambar 2-11 Tengah Kiri).
 Forsep Allis. Mempunyai fungsi untuk mengambil atau menahan jaringan (Gambar
2-11 Tengah Kanan).
 Klem atau forsep bengkok. Mempunyai fungsi untuk mcmepit arteri yang putus.
Keperluan jumlah klem ini pada setiap pembedahan disesuaikan adanya risiko
kerusakan vaskular yang terjadi akibat trauma jaringan (Gambar 2-11 Kanan).
 Berbagai jenis refraktor

Perlakuan Jaringan

Perawat instrurnep harus ruengetalmi perihal perlakuan jaringan pada


pembedahan agar bisa beradaptasi derigan operator dan asisten bedah saat melakukan
operasi. Peran perawat instrumen disesuaikan dengan kegiatan perlakuan jaringan yang
dilakukan ahli bedah, antara lain: desinfeksi area bedah, insisi bedah, perlakuan
jaringan hedah, pengisapin (stictioning), pengangbtan jaringan, penjahitan jaringan,
dan penutupan luka bedah.

Perawat sirkulasi atau dikenal juga dengan sebutan perawat unloop,


bertanggung jawab menjamin terpenuhinya perlengkapan yang dibutuhkan oleh
perawat instrument dan mengobservasi pasien tanpa menimbulkan kontaminasi
terhadap area steril.
Perawat sirkulasi adalah penghubung antara area steril dengan bagian ruang
operasi lainnya. Pendapat perawat sirkulasi sangat dibutuhkan dan sangat membantu
terutama dalam mengobservasi penyimpangan teknik aseptic selama pembedahan.
Peran perawat sirkulasi biasanya di pegang oleh perawat yang baru direkrut atau baru
bertugas di kamar operasi. Kondisi ini akan menimbulkan resiko kesalahan apabila
perawat administrative kamar operasi tidak melakukan bimbingan dan pengawasan
yang optimal.

Secara umum, peran dan tanggung jawab perawat sirkulasi adalah berikut :
 Menjemput pasien dari bagian penerimaan,mengidentifikasi pasien, dan
memeriksa formulir persetujuan.
 Mempersiapkan tempat operasi sesuai prosedur dan jenis pembedahan yang
akan dilaksanakan. Tim bedah harus di beri tahu jika terdapat kelainan kulit
yang mungkin dapat terjadi kontraindikasi pembedahan.
 Memeriksa kebersihan dan kerapian ruang operasi sebelum pembedahan.
Perawat sirkulasi juga harus memastikan bahwa peralatan telah siap dan dapat
digunakan. Semua peralatan harus dicoba sebelum prosedur pembedahan.
Apabila prosedur ini tidak dilaksanakan, maka dapat mengakibatkan
penundaan atau kesulitan dalam pembedahan.
 Membantu memindahkan pasien ke meja operasi,mengatur posisi
pasien,mengatur lampu operasi, dan memasang semua elktroda,monitor atau
alat lain yang mungkin diprlukan.
 Membantu tim bedah mengenakan busana (baju dan sarung tangan steril)
 Tetap di tempat selama prosedur pembedahan untuk mengawasi dan
membantu setiap kesulitan yang memerlukan bahan dari luar area steril.
 Berperan sebagai tangan kanan perawat instrument untuk
mengambil,membawa dan menyesuaikan segala sesuatu yang diperlukan oleh
perawat instrument. Selain itu juga ikut mengontrol keperluan
spons,instrument dan jarum.
 Membuka bungkusan sehingga perawat instrument dapat mengambil suplai
steril.
 Mempersiapkan catatan barang yang digunakan serta penyulit yang terjadi
selama pembedahan.
 Bersama dengan perawat instrument menghitung jarum,kasa, dan kompres
yang di gunakan selama pembedahan
 Apabila tidak dapat terdapat perawat anestesi,maka perawat sirkulasi
membantu ahli anestesi dalam melakukan induksi anestesi.
 Mengatur pengiriman specimen biopsy ke laburatorium
 Menyediakan suplai alat instrument dan alat tambahan
 Mengeluarkan semua benda yang sudah dipakai dari ruang operasi pada akhir
prosedur, memastikan bahwa semua tumpahan dibersihkan,dan
mempersiapkan ruang operasi untuk berikutnya

PERAN PERAWAT ANESTESI

Perawat anestesi adalah perawat dengan pendidikan khusus anestesi,diploma anestesi,


atau D-III Keperawatan yang mengikuti pelatihan asisten atau perawat anestesi selama satu
tahun. Di Indonesia,perawat anestesi lebih dikenal dengan sebutan penata anestesi.

Peran utama seorang perawat anestesi pada tahap praoperatif adalah memastikan
identitas pasien yang akan dibius dan melakukan medikasi praanestesi. Kemudian pada tahap
intraoperatif bertanggung jawab terhadap manajemen pasien, instrument dan obat bius, serta
membantu dokter anestesi dalam proses pembiusan sampai pasien sadar penuh setelah
operasi.

Pada pelaksanaannya saat ini, perawat anestesi berperan pada hampir seluruh
pembiusan umum. Walaupun masih dalam ruang lingkup tanggung jawab dokter anestesi,
tetapi perawat anestesi dapat melakukan tindakan prainduksi,pembiusan umum,dan sampai
pasien sadar penuh di ruang pemulihan.

Peran dan tanggung jawab perawat anestesi secara spesifik antara lain sebagai berikut.
 Menerima pasien dan memastikan bahwa semua pemeriksa telah dilaksanakan sesuai
peraturan institusi.
 Melakukan pendekatan holistic dan menjelaskan perihal tindakan prainduksi
 Manajemen sirkulasi dan suplai alat serta obat anestesi
 Pengaturan alat – alat pembiusan yang telah digunakan
 Memeriksa semua peralatan anestesi (mesin anestesi,monitor, dan lainnya) sebelum
memulai proses operasi.
 Mempersiapkan jalur intravena dan arteri ; menyiapkan pasokan obat anestesi spuit,
dan jarum yang akan digunakan; dan secara umum bertugas sebagai tangan kanan ahli
anestesi, terutama selama induksi dan ekstubasi.
 Membantu perawat sirkulasi memindahkan pasien serta menempatkan tim bedah
setelah pasien di tutup duk dan sesudah operasi berjalan.
 Berada di sisi pasien selama pembedahan,mengobservasi,serta mencatat status tanda-
tanda vital pasien,obat-obatan,oksigen,cairan,transfusi darah,status sirkulasi,dan
merespon tanda komplikasi dari operator bedah.
 Meberikan segala sesuatu yang di butuhkan ahli anestesi untuk melakukan suatu
prosedur (misalnya : anestesi local,umum,atau regional )
 Member informasi dan bantuan pada ahli anestesi setiap terjadi perubahan status
tanda-tanda vital pasien atau penyulit yang mungkin menggangu perkembangan
kondisi pasien.
 Menerima dan mengirim pasien baru untuk masuk ke kamar prainduksi dan menerima
pasien di ruang pemulihan (recorvery room)

PERAN PERAWAT RUANG PEMULIHAN

Perawat ruang pemulihan adalah perawat anestesi yang menjaga kondisi pasien
sampai sadar penuh agar bisa dikirim kembali ke ruang rawat inap.

Tanggung jawab perawat ruang pemulihan sangat banyak karena kondisi pasien dapat
memburuk dengan cepat pada fase ini. Dengan demikian, perawat yang bekerja di ruangan ini
harus siap dan mampu mengatasi setiap keadaan darurat. Walaupun pasien diruang
pemulihan merupakan tanggung jawab ahli anestesi, tetapiu ahli anestesi mengandalkan
keahlian perawat untuk memantau dan merawat pasien sampai benar benar sadar dan mampu
dipindahkan ke ruang rawat inap. Biasanya perawat menghubungi ahli anestesi hanya jika
keadaan pasien memburuk.

MANAJEMEN LINGKUNGAN BEDAH


Manajemen lingkungan bedah merupakan suatu prosedur penatalaksanaan pekerjaan yang
menunjang kegiatan dalam kamar operasi dan perlu diperhatikan oleh perawat perioperatif.
Kualitas manajemen lingkungan bedah akan memengaruhi hasil akhir pembedahan.
Ada berbagai hal yang memengaruhi lingkungan bedah, antara lain manajemen
asepsis,manajemen sterilisasi dan desinfeksi instrument, manajemen keamanan,pengendalian
lingkungan,dan konsep manajemen alat bedah listrik dan laser.

Manajemen Asepsis
Asepsi merupsksn prinsip bedah untuk mempertahankan keadaan bebas
kuman asepsi merupakan syarat mutlak dalam tindakan bedah. Antisepsos adalah
cara dan tindakan yang diperlukan untuk mencapai suatu keadaan bebas kuman.
Tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya infeksi dengan cara membunuh kuman
patogenik. Obat obat antiseptic, misalnya lisol atau kreolin, adalah zat kimia yang
dapat membunuh kumat penyakit.

Kuman –kuman penyebab sepsis yang paling banyak di jumpai dalam


pembedahan adalah berbagai jenis Staphylococcus . yang paling terkenal ialah
Staphylococcus aureus, yang hidup secara komensal di kulit, dan dapat bertahan
hidup lama di lingkungan kering. Selain itu juga ada bakteri yang berasal dari usus.
Salah satunya adalah Escherichia coli yang hidup di usus besar,mudah keluar, dan
tinggal komensal di daerah perineum.

Sepanjang fase pembedahan, prioritas utama bagi semua tenaga kesehatan


adalah mencegah terjadinya komplikasi pada pasien, termasuk melindungi pasien dari
infeksi. Peluang terjadinya infeksi akan menurun tajam seiring dengan kepatuhan
yang ketat terhadap prinsip asepsi selama fase pra,intra, dan pascaoperatif.

Manajemen asepsi selalu berhubungan dengan pembedahan dan perawatan


perioperatif. Dalam melakukan manajemen asepsis perioperatif, perawatan harus
mengenal berbagai factor yang peenting diketahui dan dilaksanakan,meliputi : konsep
infeksi nosokomial,kewaspadaan universal (universal precautions) , prinsip teknik
aseptic atau pelaksanaan scrubbing, pemakaian baju bedah,pemakaian sarung
tangan,persiapan kulit, dan pemasangan duk.
Konsep Infeksi Nosokomial

Lingkungan bedah terus berkembang dari lingkungan antiseptic menjadi


lingkungan aseptic. Ruang operasi telah dibuat menjadi steril dengan mengurangi
populasi mikroorganisme sampai tingkat minimum absolute. Populasi mikrobia
dibatasi dengan penggunaan sawar,serta dihambat , atau dibunuh dengan bahan kimia
dan metode lain. Apabila sawar tersebut rusak, maka mikroba memiliki akses untuk
menimbulkan infeksi,baik pada pasien maupun petugas bedah (sjamsuhidayat,2005)
Infeksi nosokomial, tidak seperti infeksi jenis lain, diperoleh sewaktu pasien
berada di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lain, dan tidak sedang dalam
masa inkubasi penyakit (gruendeman, 2006). Ruang operasi dapat menjadi sumber
utama infeksi nosokomial yang disebabkan oleh macam-macam mikroorganisme.
Factor eksogen (eksternal pasien) merupakan penyebab infeksi nosokomial
terbanyak,tetapi factor endogen (dari internal pasien)juga menjadi penyebab pada
infeksi tersebut. Infeksi luka operasi biasanya tidak secara fisik terlihat oleh perawat
perioperatif karena pasien tidak menunjukan reaksi terhadap infeksi dalam waktu
singkat. Namun , bukan berate perawat boleh melupakan pentingnya identifikasi
terhadap factor-faktor penyebab dalam upaya memperkecil resiko infeksi.

Rantai infeksi terdiri atas tiga komponen yaitu : sumber mikroorganisme, rute
penularan, dan host yang rentan (sjamsuhidayat, 2005)

Sumber Mikroorganisme

Adalah tempat mikroorganisme berada dan tempat mikroorganisme tersebut


dapat di tularkan. Ada beberapa sumber infeksi,meliputi : udara, peralatan,kulit
pasien,visera, dan darah.

1. Udara
Udara merupakan sumber kuman, karena debu debu halus yang berada di udara
mengandung sejumlah mikroba yang dapat menempel pada alat bedah, permukaan
kulit,maupun peralatan lainnya. Agar tetap dapat hidup, bakteri membutuhkan kondisi
lingkungan tertentu,seperti suhu, kelembapan adat atau tidak adanya oksigen bahan
nutrisi tertentu, dan udara. Umumnya bakteri tumbuh subur pada suhu yang sama
dengan suhu tubuh manusia. Bakteri akan berkembang biak dengan cepat pada suhu
antara 20-37°C . Suasana yang lembap merupakan kondisi yang baik untuk
pertumbuhan dan reproduksi bateri, tetapi bakteri tertentu juga dapat tumbuh pada
nanah yang mongering,ludah,atau darah dalam waktu yang lama
(sjamsuhidayat,2005).

2. Peralatan
Mikroba atau bakteri dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain melalui
perantara. Pembawa kuman ini dapat berupa serangga,manusia,atau benda yang
terkontaminasi, seperti alat atau instrument bedah. Jadi, alat bedah, personel, dan
dokter bedah merupakan media yang dapat memindahkan baakteri.

3. Kulit pasien
Ada dua macam mikroorganisme yang tinggal pada kulit manusia, yaitu flora
komensal dan flora transien. Flora komensal, misalnya staphylococcus epidermidis
pada keadaan normal terdapat kulit tidak pathogen sampai kulit terluka. Flora
transien dipindahkan ke kulit penderita melalui sumber pencemaran,misalnya
staphylococcus aureus yang bersifat patogenik dan dapat menyebabkan infeksi yang
mengancam hidup bila masuk kedalam luka operasi (Sjamsuhidayat,2005)

4. Visera
Usus, terutama usus besar,merupakan sumber bakteri yang dapat muncul keluka
operasi melaluii hubungan langsung, yaitu melalui lubang anus atau pembedahan
pada usus. Bakteri yang berada di usus dalam keadaan fisologis umumnya adalah
bakteri komensal, tetapi dapat menjadi patogenik jika masuk kedalam luka
pembedahan (sjamsuhidayat,2005)

5. Darah
Darah penderita infeksi mengandung virus atau bakteri patogenik, sehingga penyakit
mudah ditularkan bila alat bedah yang digunakan pada penderita digunakan pada
penderita lain tanpa disterilisasi terlebih dahulu.
Ruten penularan

Rute penularan adalah mekanisme pemindahan mikroorganisme dari satu


tempat ke tempat lain. Mikroorganisme tidak memiliki gerakan otonom,sehingga
harus dipindahkan dengan bantuan. Terdapat empat rute pemindahan yang sering
terjadi, yaitu : kontak,udara,alat pengangkut, dan vector (Kneedler dan Dodge(1994)
dalam Gruendemann (2006)) .

Rute pemindahan yang palinbg sering adalah kontak manusia. Hal ini dapat
terjadi secara langsung atau tidak langsung. Contoh kontak langsung adalah orang
yang membawa mikroorganisme menyentuh orang lain,sehingga mikroorganisme
tersebut berpindah. Siklus ini dapat dihentikan daengan tindakan mencuci tangan
yang benae dengan larutan antimikroba dan menerapkan teknik aseptic yang sempura.
Pencucian tangan yang tidak adekuat di ketahui merupakan sumber penularan
mikroorganisme yang sering.

Mikroorganisme juga dapat berpindah melalui udara. Mikroba terdapat dalam


percikan air liur yang halus yang terbentuk sewaktu kita berbicara,batuk, atau bersin.
Mikroorganisme juga dapat dipindahkan oleh udara melalui aerosolisasi. Sebagai
contoh pembersihan alat yang terkontaminasi secara tidak benar dengan
menggunakan sikat yang mengandung air akan menghasilkan butir butir air
terkontaminasiyang di tularkan lewat udara.

Host
Host yang rentan memilik kuosien infektivitas yamg tinggi yaitu mereka
mudah mengalami penyakit yang di sebabkan oleh mikroorganisme oportunistik yang
tidak menimbulkan kelainan pada orang yang memiliki sistem imunitas normal.
Mereka yang rentran adalah bayi,orang berusia lanjut,orang yang kegemukan atau
kurang gizi,pecandu obat terlarang,pengidab diabetes dan penderita penyakit yang
respons imunitasnya terganggu (misalnya : AIDS ) . perawat perioperatif wajib
melaksanakan pengkajian yang adekuat dan cermat untuk mengidentifikasii pasien
yang sangat rentan terjangkit infeksi .
KEWASPADAAN UNIVERSAL
Adanya kontak darah dan cairan tubuh pasien akan meningkat pajanan dari
pasien ke petugas perioperatif. Berbagai penyakit dapat ditularkan dari pasien ke
petugas. Seperti HIV dan Hepatitis B. Oleh karena itu , kewaspadaan universal
meliputi panggunaan pelindung pasien,cuci tangan dan penatalaksanaan benda tajam
sangat penting untuk dilakukan oleh perawat perioperatif.

Prosedur Teknik Aseptik


Porsedur teknik aseptic dilaksanakan untuk menurunkan risiko infeksi bedah dari
petugas pada pasien. Pada pelaksanaanya, prosedurnya ini terdiri dari cuci tangan
bedah, pemakaian sarung tangan bedah, pemakaian baju bedah,persiapan area bedah,
dan pemasangan duk.

CUCI TANGAN BEDAH


Prosedur cuci tangan pada Tabel 2-2 dapat membantu perawat perioperatif
dalam melakukan scrubbing bedah. Mencuci tangan dilakukan dengan air mengalir dan
dianjurkan menggunakan teknik Fuerbringer dengan menggunakan larutan scrub. Jenis
larutan scrub yang digunakan harus memiliki kemampuan antimikroba dan
direkomcndasikan untuk dilakukan selama 3-5 menit (Gruendemann, 2006). Beberapa
larutan mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam sifat aktivitas terhadap perusakan
dinding sel mikroorganisme dan respons terhadap kulit.

Klorheksidin glukonat (chlorbexidine gluconatelCHG) merupakan larutan


scrub yang paling Bering digunakan di kamar operasi. CHG memiliki efek residual dan
efektif untuk waktu lebih dari 4 jam. CHG memiliki aktivitas antiseptik yang kuat
terhadap organisms gram positif, gram negatif, Berta sebagian virus. Terhadap basil
tuberkulosis, tingkat aktivitas zat ini sedang-sedang Baia. Antimikroba topikal lainnya
adalah bexacblorophene, yaitu suatu fenolat yang bekerja dengan mengubah dan
menyebabkan denaturasi protein sel sehingga sel menjadi rusak. Zat ini lebih efektif
untuk bakteri gram positif dan memiliki aktivitas bakterisidal yang kuat terhadap
Staphylococcus. Namun, aktivitasnya terhadap basil tuberkulosis dan virus sangat kecil
dan hampir tidak ada. Penyerapan melalui kulit dapat menyebabkan efek toksik
(Gruendemann, 2006).

Hexacbloropbene, yang semula digunakan untuk mengontrol infeksi


nosokomial oleh Staphylococcus, diketahui memiliki efek samping neurotoksik
sehingga saat ini penggunaannya terbatas. Sebagai antimikroba, yodium memiliki efek
residual, tetapi tidak dapat bertahan lebih dari 4 jam. Zat golongan ini bersifat sangat
bakterisida, fungisida, dan virisida. Golongan ini juga memiliki aktivitas sedang
terhadap spora bakteri dan aktivitas tinggi terhadap basil tuberkulosis. Yodium dapat
menembus dinding sel untuk menimbulkan efek antimikroba. Zat ini juga dapat
mengiritasi kulit atau menimbulkan reaksi alergi (Gruendemann, 2006).

Orang yang alergi terhadap yodium, hexachlorophene, atau bahan-bahan lain


biasanya akan menggunakan kloroksilenol atau paracblorometaxilenol (PCMX). Efek
antimikroba PCMX adalah menimbulkan gangguan pada dinding sel dan inaktivasi
enzim. Sebagai fenol tanpa halogen, PCMX aktif terhadap mikroorganisme gram
positif dan cukup aktif terhadap mikroorganisme gram negatif, virus, dan basil
tuberkulosis (Gruendemann, 2006).

Alkohol merupakan antimikroba yang sangat efektif, bekerja cepat, dan


memiliki spektrum aktivitas yang luas. Alkohol efektif mematikan bakteri gram
positif dan gram negatif,jamur,virus,dan basil tuberkulosis,tetapi tidak bersifat
sporisida. Alkohol adalah antimikroba yang murah dan digunakan paling banyak,
terutama sebelum penyuntikan intramuskular,subkutan,atau fungsi vena. Pengeringan
alkohol selama 10 detik setelah aplikasi dapat meningkatkan efektivitasnya. Alkohol
bersifat mengeringkan kulit,mengiritasi membran mukosa, dan dapat terbakar atau
meledak (Gruendemann,2006)
Bahan antimikroba lainnya adalah triclosaii, suatu difenil eter organik yang
bckerja dengan merusak dinding sel mikroba. Zat ini memiliki spektrum aktivitas
yang lugs terhadap bakteri gram positif clan sebagian besar gram negatif (kecuali pads
I'scudomorias), bcberapa aktivitas terhadap basil tuberkulosis, tetapi kurang bersifat
virisida. Triclosan adalah bahan campuran yang Bering terclapat pads sabun
penghilang bau badan serta diserap melalui kulit yang utuh (Gruenclemanri, 1992).
Tabel 2-2. Prosedur Cuci Tangan Bedah

Pengertian Adalah Beale aktivitas cuci tangan secara steril bagi personel
Tujuan yang akan
Sebagai mengikuti
pedoman operasi secaradalam
langkah-langkah langsung.
melakukan prosedur
cuci tangan, sehingga membantu prosedur bedah dengan
Persiapan  Air mengalir
menghdangkan kotoran,
sterilpencemaran, dan minyak
di wastafel yang tubuh
lebar dan kranserta
alat denganpertumbuhan
mempefkedl tangkai panjang.
ulang mikroorganisme selama

pembedahan atau selama mungkin. 4 % dalam botol pompa.
Larutan Norhexidineglumnate
 Sikat kuku steril dalam kotak khusus.
 Handuk steril.
 Jam dinding
Persiapan  Sebelum memulai, semua kelengkapan busana harus
Perawat sudah tepat. Perangkat pelindung pribadi, misalnya kaca
mata,harus sudah ada di tempatnya. Pelindung mata dan
masker digunakan untuk melindungi petugas kesehatan
dari kemungkinan pencemaran melalui per(ikan atau
semburan. (elemek dari bahan lidak tembus air dan
penutup kepala sudah dipakai.
 Semua perhiasan yang ada di jari, tangan, dan lengan
harus dilepaskan.
 Kuku jari tangan harus pendek clan bebas dari cat kuku
atau kuku palsu.
 Tangan clan lengan harus bebas dari abrasi, retak, atau
erosi. Selama prosedur, tangan harus tetap dijaga berada
di atas siku, sehingga air dari tangan (daerah terbersih)
mengalir ke siku atau daerah lain yang kurang bersih.
Prosedur  Poster tubuh sedikit (onclong ke depan agar pakaian
tetap keying.
 Air dinyalakan dan disesuaikan dengan suhu yang
nyaman.
 Pencucian dan pembilasan awal dilakukan untuk
membersihkan kotoran di permukaan.
 Basahi tangan dengan air yang mengalir dari ujung jari
sampai 2 cm di alas siku.
 Gunakan larutan scrubMorhxidine y;u(onote Oro 1 x
pompa — 5 (c dengan cars menekan dengan siku.
 Cuci tangan mulai dari telapak tangan, punggung tangan,
dan jari-jari serta lengan bawah secara menyeluruh
sampai
2 cm di atas siku, kemudian bilas merata selama 1 menit.
Kemudian bersihkan kuku, jari, seta-seta jari, telapak,
dan
punggung tangan. Cud tiap jari (tanpa sikat) seakan
mempunyai empat sisi.

 Ambil sikat dan beri Chlorhexidine gluconate 4% 1 x


pompa (5CC)
 Bersihkan kuku secara menyeluruh dengan sikat

 Gosok dan bersihkan daerah pergelangan tangan pada


tiap tangan.
 Kemudian gosok dan bersihkan lengan bawah sampai
2 cm di atas siku, dan pastikan gerakan dilakukan
dari lengan bawah menuju siku (selama 1 ½ mnt).
 Ulangi pada lengan yang lain
 Bilas tangan dan lengan bawah secara menyeluruh,
pastikan posisi tangan lebih tinggi dari siku.
 Ulangi pemakaian (hlorhexidinegfuconote4% sekali
lagi hingga merata tanpa dibilas dengan air (selama 1
menit untuk kedua tangan).
 Pastikan posisi tangan di atas dan biarkan air menetes
melalui siku
 Keringkan dengan handuk steril dengan cara
memutar dari arah jari-jari tangan kesiku. Bagi
handuk menjadi dua bagian, satu untuk tangan kiri
dan satu untuk tangan kanan. Setelah selesai buang
handuk ke tempatnya .
 Masukkan jari tangan kiri pada bagian dalam satung
tangan, kernudian balik untuk menutupi gaun bedah.
 Tarik aaun bedah sebatas sendi pergelangan tangan
dan hati-hati agar tidak tidak melewati batas sarung
tangan
Tabel 2-5. Prosedur Pemasangan Baju dan, Sarung Tangan Bedah dengan Bantuan

Pengertian Adalah suatu aktivitas pemasangan baju bedah dan sarung


tangan dengan bantuan secara tkniktanpa singgung kepada
ahli bedah atau petugas lain yang akan melakukan
pembedahan.

Tujuan Sebagai pedoman langkah-langkah memasang baju dan


sarung tangan bedah dengan bantuan dan teknik tanpa
singgung secara steril sebelum operasi, sehingga dapat
mempertahankan sterilitas lapangan bedah serta untuk
membantu petugas lain dan menghemat waktu scrubbing.
Persiapan  Meja instrumen.
alat
 Baju bedah dan sarung tangan swril.
Prosedur  Perawat yang sudah scrub mengambil baju bedah dan
memakaikannya pada petugas lain dari arah depan.
 Dengan berhati-hati, perawat yang sudah scrub
membuka sarung tangan pada bagian kanan dan
membantu menempatkan masuknya tangan ke dalam
sarung tangan dengan tepat. Dengan teknik yang sama,
lakukan pada tangan kiri petugas lainnya
 Tangan yang sudah scrub dimasukkan ke dalam baju
bagian depan sambil menunggu intervensi selanjutnya

Persiapan Area Bedah dan Pemasangan Duk


Persiapan Kulit Lapangan Bedah

Kulit pasien dipersiapkan untuk menghilangkan kotoran dan debris, mengurangi jumlah
mikroba ke tingkat seminimum mungkin, dan menghambat pertumbuhan ulang mikroba
selama prosedur pembedahan.

Sebelum memulai persiapan kulit, keadaan kulit pasien harus dikaji dan dicatat.
Adanya alergi, terutama terhadap zat kimia, harus dicatat. Pengkajian praoperatif
bermanfaat untuk menentukan persiapan kulit prabedah yang diperlukan pasien.
Persiapan bedah yang dilakukan umumnya berupa mandi dengan menggunakan sabun
sampai kulit bersih dan pencukuran area kulit yang berambut. Rambut di semua daerah
tempat sayatan bedah harus dicukur terlebih dahulu. Tindakan ini dapat dilakukan di
bangsal sebelum hari pembedahan atau saat masuk ruang pembedahan. Pencukuran
dilakukan menggunakan pisau cukur bersih atau sekali pakai.

Pembebasan dari kuman atau pembersihan kulit dapat dilaksanakan dengan


larutan antimikroba atau scrub mekanis. Pilihan larutan tergantung pada keadaan
kulit, preferensi ahli bedah, dan adanya alergi pada pasien. Bahan yang paling
populer adalah iodine povidum, chlorbexidine gluconate, dan alkohol 70%.
Desinfeksi ini dilakukan setelah penderita dibius dan dapat dilaksanakan oleh
perawat asisten bedah. Daerah kulit yang dipersiapkan harus dimulai dari tempat
akan dilakukannya insisi, lalu meluas ke arah luar dengan gerakan melingkar dari
tempat insisi dan tidak diarahkan kembali ke tempat awal (arah dari area yang
bersih ke bersih ke area yang lebih kotor) sebagai contoh, dalam mempersiapkan
kulit untuk pembedahan spina,tempat insisi yang harus di persiapkan terlebih
dahulu, baru kemudian bergerak ke arah luar.

Penutupan Lapangan Bedah

Untuk membatasi dan mempersempit lapangan pembedahan umuninva


digunakan kain linen steril. Mempersempit lapangan pembedahan bertujuan untuk
mengurangi kontaminasi. Batas lapangan pembedahan ini kemudian difiksasi pada
kulit dengan klem penjepit duk agar keempat sisinya tetap berada di tempat.
Pembatasan lapangan pembedahan ini juga dapat dilakukan dengan menggunakan duk
berlubang atau duk khusus untuk bagian tubuh tertentu, misalnya kaki, lengan, atau
kepala.

Zona Steril
Perawat di kamar operasi harus mengenal zona steril dalam kamar bedah yang
bertujuan untuk menghindari kontaminasi area steril seperti yang tampak pada
Gambar 2-18. Daerah antara meja instrumen dan lapangan operasi pada bedah
minor juga merupakan jarak jangkauan daerah suci hama. Daerah ini merupakan
jangkauan tangan pembedah yang steril.
MANAJEMEN POSISI BEDAH
Pemberian posisi (positioning) pasien termasuk bagian yang terintegrasi dalam
keperawatan perioperatif. Selain asepsis, pemberian posisi pasien berada pada tingkat
yang tinggi dalarn daftar prioritas asuhan keperawatan pasien. AORN Standards and
Recommended Practices menetapkan pemberian posisi pasien sebagai aktivitas
keperawatan intraoperatif dalam praktik keperawatan perioperatif. Menurut
Association of Operating Room Nurse (AORN), pengaturan posisi sehingga pasien
bebas dari cedera adalah bagian dari hasil akhir pembedahan yang diharapkan.
Perawat perioperatif harus memandang pemberian posisi sebagai suatu pengetahuan
khusus yang dapat memberikan hasil akhir yang berbeda jika diterapkan dengan
benar. Pemberian posisi adalah praktik yang rasional dan logis (Gruendemann,
2006).
Pemberian posisi merupakan suatu kebutuhan yang dapat mendukung keamanan
pasien selama pembedahan. Perawat perioperatif perlu mengkaji dan memikirkan
kembali berbagai prinsip, prosedur, dan dampak dari pemberian posisi pasien dan
menggunakan proses keperawatan dalam perencanaan asuhan keperawatan bagi
pasien. Perawat perioperatif dapat mempelajari prinsip pemberian posisi dengan
merasakan dan mengetahui efek dari suatu posisi terhadap berbagai bagian tubuh,
otot, sendi, dan tonjolan tulang.

Perawat perioperatif adalah manajer utama dalam pemberian posisi pasien.


Untuk melakUkannya diperlukan keterampilan pengamatan yang cerdas, ditambah
dengan keberanian dan motivasi diri untuk menNanipaikan serta mengerjakan
tindakan jika diperlukan. Diperlukan waktu dan pernikiran yang baik sebeluni
melakukan pernberian posisi. Perawat harus mengetahui kemungkinan adanya
masalah sekalipun pada posisi yang sederhana. Manajemen pemberian posisi
seoptimal mungkin dilakukan dengan gerakan halus yang lambat, sesuai kondisi
fisiologis, dan terkoordinasi dengan bagianbagian tubuh pasien. Untuk mendapatkan
posisi yang ideal, dibutuhkan kerja sama tim, kehati-hatian, dan perencanaan yang
matang. Semua hal tersebut ditujukan untuk mencegah risiko cedera sehingga
perlindungan pasien selama tindakan pembedahan dapat sclalu terjamin.
Selama anestesi umum, tenaga keperawatan dan dokter bedah sering kali tidak
mengatur posisi pasien sampai pasien mencapai tahap relaksasi yang lengkap.
Posisi yang dipilih biasanya ditentukan olch teknik bedah yang akan digunakan.
Idealnya, posisi pasien diatur sedemikian rupa agar dokter bedah mudah mencapai
tempat pembeclahan, dan fungsi sirkulasi serta pernapasan pasien adekuat. Posisi
pasien tidak boleh mengganggu struktur neuromuskular. Kenyamanan dan
keselamatan pasien juga harus diperhatikan. Perawat perioperatif harus mencatat
usia, berat badan, tinggi badan, status nutrisi, keterbatasan fisik, dan kondisi yang
ada sebelum pembedahan serta mendokumentasikannya untuk mengingatkan
petugas yang akan merawat pasien setelah operasi.

Ada berbagai konsep yang perlu diketahui perawat perioperatif dalam


manajemen posisi bedah, meliputi tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan dari
manajemen pemberian posisi bedah, pencegahan cedera, dan posisi bedah.

Tujuan dan Kriteria Hasil


Manajemen pemberian posisi bedah bertujuan untuk menghasilkan area
pembedahan yang optimal, meningkatkan keamanan, menurunkan risiko cedera,
serta memudahkan akses dalam pemberian cairan intravena, obat, dan bahan
anestesi. Hasil yang diharapkan dari manajemen pemberian posisi bedah adalah
tercapainya kondisi fisiologis dan terhindar dari cedera, dengan kriteria
 kepatenan jalan napas terjaga dengan gerakan pernapasan dan pertukaran udara
yang optimal;
 status sirkulasi dan akses vaskular yang adekuat;
 tidak ada penekanan berlebihan pada area superfisial dan tonjolan tulang;
 kepala mendapat sokongan yang adckuat, dan kondisi mata terlindung dari abrasi,
tekanan, dan cairan iritatif;
 ekstremitas terlinclung, mendapat s6kongan, dan terhindar dari kcadaan fleksi,
ekstensi, atau rotasi bagian tubuh yang berlebihan

Pencegahan Cedera
Pasien yang dilakukan pembedahan berisiko mengalanni cedera fisik yang disebabkan
oleh keherapa faktor yang meliputi faktor pembedahan dan faktor pasien. Tabel 2-6
memberikan penjelasan implikasi klinik dari risiko cedera pembedahan.
Pencegahan risiko cedera pada pasien merupakan prioritas utama perawat
perioperatif dalam melakukan pemberian posisi. Selain bertujuan untuk
menghasilkan akses optimal pada area pembedahan serta memudahkan akses dalam
pemberian cairan intravena, obat, dan bahan anestesi, perawat perioperatif juga
melakukan manajemen posisi bedah secara aman untuk mengantisipasi risiko cedera
tekan yang disesuaikan dengan jenis pembedahan.

Sebagai bahan tinjauan bagi perawat perioperatif, Tabel 2-7 memberikan


pertimbangan yang perlu diperhatikan perawat perioperatif sebelum melakukan
pemberian posisi bedah.

Tabel 2-6 Faktor Risiko Cedera Pembedahan


Faktor Implikasi Klinik
Faktor pembedahan Merupakan kondisi yang harus diterima dan direncanakan
untuk menurunkan dampaknya.

Pasien yang tidak sadar/ Kondisi ini membuat pasien tidak mempunyai kemampuan
teranestesi untuk menyampaikan penolakan
terhadap rasa nyeri atau rasa tidak nyaman.

Pengaturan posisi bedah  Pemberian posisi bedah dilakukan dengan imobilitas paksa
selama tindakan pembedahan,
sehingga apabila pengaturan posisi tidak fisiologis dan
waktu pembedahan yang lama
akan memberikan respons penekanan setempat dari
tonjolan tulang dan kompresi saraf
superfisial.
 Tekanan yang berlebihan dan berkepanjangan di daerah
tubuh tertentu karena proses pembedahan itu sendiri,
misalnya retraksi, tim bedah yang bersandar pada pasien,
tekanan dari alat, posisi, gesekan, dan geseran akan
meningkatkan respons trauma tekan (Gruendemann,2007)
 Kondisi kelembapan dari keringat, inkontinensia, cairan
untuk persiapan operasi, cairan irigasi
pada area tertentu akan memperparah kondisi trauma. Oleh
karena itu, perawat perioperatif perlu melakukan tindakan
untuk menurunkan respons cedera.
Efek agen anestesi  Efek anestesi dan obat-obatan lain pada saat pembedahan
akan memengaruhi status
vaskular, tekanan darah, perfusi jaringan, serta pertukaran
oksigen dan karbondioksida.
 Mekanisme vasomotor dan otot pasien bedah akan
melemah akibat pengaruh obat dan agen
anestesi. Agen anestesi menyebabkan relaksasi otot rangka
dan menekan aktivitas sistem saraf pusat dan otonom.
Relaksasi otot mengurangi gaya kontraksi dari tonus otot
normal,sehingga menurunkan aliran balik vena dan
penurunan respons kompensasi kardiovaskular.
 Mekanisme adaptasi fisiologis tidak berfungsi sehingga
pasien mempunyai risiko mengalami
bendungan vaskular pada ekstremitas bawah. Posisi
ekstrem yang tidak fisiologis dapat
memengaruhi sirkulasi dan pernapasan, pertukaran oksigen
dan karbondioksida, fungsi paru,
resistensi vaskular perifer, perfusi organ tubuh vital, dan
fungsi sendi (lewis, 2000).
Faktor pasien Faktor risiko idealnya perlu dikaji dan mendapat intervensi
sebelum dilakukan pembedahan.
Untuk menurunkan risiko cedera, perawat perioperatif
harus mengenal faktor risiko dari pasien,
terutama factor risiko cedera yang terjadi akibat trauma
tekan.

Faktor hemostasis  Kondisi kemampuan vaskular dalam melakukan proses


pembekuan darah sangat dipegaruhi
oleh kondisi jumlah trombosit yang ada di dalam vaskular.
Apabila pasien memiliki gangguan
mekanisme pembekuan darah, maka perawat perioperatif
harus berkolaborasi dengan ahli bedah dan ahli anestesi
terkait masalah hemostasis, sifat cedera yang terjadi, dan
pengobatan yang tersedia. Dengan demikian, ahli bedah
diharapkan dapat mempelkirakan risiko dan prosedur
antisipasi yang tepat, memodifikasi teknik bedah
seperlunya, dan membantu mengarahkan koreksi terhadap
defek hemostasis.
 Perawat perioperatif harus terbiasa dengan pemeriksaan
rutin untuk mengungkap masalah
hemostasis dan mampu mengidentifikasi nilai-nilai yang
abnormal. Upaya ini dilakukan agar perawat dapat bekerja
sama dengan ahli bedah dan ahli anestesi dalam
perencanaan perawatan pasien. Perawat harus mengetahui
berbagai terapi dan pengobatan yang
digunakan untuk menjaga hemostasis dan mampu berespons
dengan cepat kejadian perdarahan yang memerlukan terapi.
Perawat harus mengetahui metode dan produk yang
tersedia untuk penatalaksanaan perdarahan yang
berkepanjangan atau hemoragi. Hal ini penting diperhatikan
dalam upaya mempersiapkan produk yang dibutuhkan
dengan cepat. Walaupun ahli bedah dan ahli anestesi
mengontrol pengeluaran darah (bergantung
pada tingkat keterampilan mereka), tetapi peren(anaan dan
intervensi perawat akan memengaruhi keberhasilan tindakan
bedah dan metode hemostasis yang diterapkan.
Status gizi yang kurang Kondisi kekurangan gizi berhubungan dengan adanya
penurunan cadangan protein yang
fungsinya menjaga keutuhan.dan mempertahankan sel-sel
kulit yang sehat.

Usia lanjut Pasien yang berusia lanjut biasanya mengalami penurunan


pada konsistensi bantalan jaringan lemak dan penurunan
kuantitas otot yang mengalami penipisan, sehingga sangat
berisiko mengalami trauma tekan.
Obesitas atau Pasien yang obesitas mempunyai risiko lebih tinggi untuk
kegemukan mengalami trauma tekan karena
berhubungan dengan status sirkulasi yang luas, sehingga
pengiriman darah ke perifer menjadi
kurang adekuat.
Penyakit vaskular Pasien yang mengalami hipertensi menyebabkan penurunan
kemampuan perfusi daerah perifer terutama daerah yang
mengalami penekanan lokal dari tulang (Potter, 2006).
Tidak terkontrolnya Peningkatan kadar glukosa darah memberikan dampak
kadar glukosa darah terhadap peningkatan kerusakan
mikrosirkulasi perifer, sehingga adanya trauma tekan akan
memperberat kondisi kerusakan
perifer.
Anemia Pasien yang mengalami pen,irunan kadar hem-globin akan
tergalggu proses pengiriman oksigen
ke jaringan perifer. Padahal, proses ini berguna untuk
kompensasi perbaikan jaringan perifer.
Penurunan imunitas  Terutama terjadi pada pasien yang mendapatkan pengobatan
kemoterapi dan radiasi pada pasien kanker.
 Pasien edema dan pasien yang mendapat pengobatan
kortikosteroid jangka panjang akan menurunkan
kemampuan status sirkulasinya karena retensi cairan pada
daerah perifer memperberat kondisi trauma tekan (Smeltzer,
2002).

Tebel 2-7. Ringkasan Pertimbangan Pencegahan Cedera Posisi Bedah .


Deskripsi Implikasi Klinik
Pengkajian praoperatif  Merupakan data dasar untuk mendeteksi faktor risiko pasien
yang rentan mengalami cedera
 akibat pemberian posisi bedah.Hasil pengkajian
diintegrasikan ke dalam rencana asuhan keperawatan, yang
mencakup identifikasi masalah yang mungkin timbul,
diagnosis keperawatan, dan rencana perawatan untuk setiap
pasien.
Pengetahuan konsep Konsep pemberian posisi bedah yang akan dilakukan harus
pemberian posisi bedah dimiliki oleh perawat perioperatif
dalam melakukan manajemen pemberian posisi bedah.
Konsep yang perlu diketahui meliputi
posisi fisiologi yang digunakan pada setiap jenis
pembedahan dan risiko yang dapat ditoleransi
dari pembedahan.
Posisi fisiologis Dalam melakukan posisi fisiologis, ada beberapa hal berikut
ini yang perlu diperhatikan.

 Posisi fisiologis harus selalu memperhatikan kondisi


rentang pergerakan normal pasien (misalnya: posisi
lengan dan bahu saat pasien ditelungkupkan).
 Tonjolan-tonjolan tubuh yang rentan, saraf superfisial,
dan bagian tubuh yang sensitif harus selalu mendapat
bantalan yang memadai. Bantalan akan meredistribusi
tekanan dan beban serta menyerap gaya-gaya yang
menekan.
 Jangan menggunakan alat berbentuk donat, karena alat
tersebut dapat mengurangi aliran darah, menimbulkan
kongesti vena, dan pembengkakkan jaringan sehingga
risiko ulkus tekan meningkat.

 Lengan yang diposisikan pada papan lengan harus diikat


dengan longgar dan diletakkan pada sudut yang kurang
dari 90' terhadap tubuh.
 bagian-bagian tubuh, terutama lengan, jangan sampai
menyentuh bagian logam dari tempat tidur operasi.
 Permukaan-permukaan tubuh sebisa mungkin tidak
berkontak satu sama lain. Sebagai contoh, pada posisi
lateral diletakkan sebuah bantal atau selimut di antara
tungkai untuk menghindari gesekan atau maserasi
permukaan kulit dan untuk menjaga jarak normal
Risiko pembedahan antartungkai.
Kondisi pembedahan dapat meningkatkan risiko trauma pada
yang pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh perawat
dapat ditoleransi perioperatif untuk menurunkan risiko cedera, yaitu sebagai
berikut.
 Hindari penimbunan cairan di celah-celah tubuh, di
antara tungkai, dan di bawah pasien.
 Hindari pemijatan langsung pada area tonjolan tulang
atau yang mengalami trauma tekan.
 Kurangi sebanyak mungkin lapisan, lembaran kain, atau
bahan di antara pasien dan tempat tidur ruang operasi.
 Anggota tim bedah jangan bersandar atau menekan
bagian tubuh pasien.
Mekanika tubuh  Dalam melakukan pengaturan posisi pasien, perawat
perioperatif harus memperhatikan mekanika tubuh yang
tepat agar tidak terjadi gangguan pada muskuloskletal
terutama pada area tulang belakang tubuh perawat.
Mekanika tubuh juga bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas tenaga dan waktu.
 Perawat perioperatifjuga menggunakan mekanik tubuh
yang baik sewaktu memposisikan pasien. Anggota tim
harus menggunakan telapak tangan (bukan jari) sewaktu
memegang dan membalikkan pasien. Hindari goresan
dan cedera pada pasien oleh kuku jari atau tepi-tepi tajam
tempat tidur operasi atau alat lain.
Kerja sama tim  Kerja sama tim yang optimal sangat diperlukan dalam
melakukan pengaturan posisi. Masing-masing petugas
yang melakukan pengaturan posisi harus mempunyai visi
Yang sama. Pada setiap perubahan posisi, harus ada
orang yang membantu. Untuk membalikkan tubuh pasien
yang telah dianestesi paling tidak dibutuhkan empat
orang. Satu orang untuk memegang kepala, dua orang
untuk menopang torso, dan satu orang lagi untuk
memegang tungkai. Jika dipedukan, dapat digunakan
kain pengangkat untuk memudahkan pengaturan posisi.
 Sebelum memberi posisi atau mereposisi pasien selama
atau setefah pembedahan,
tanyakan terlebih dahulu kepada ahli anestesi.
 Pemberian posisi pasien harus selalu dilakukan dengan
gerakan yang mulus, lancar, lembut,
lambat, dan terkoordinasi. Peregangan, puntiran, torsi
berlebihan, dan gerakan yang tidak
alamiah harus dihindari.
Dokumentasi Beberapa hal yang perlu didokumentasikan dalam pengaturan
posisi adalah sebagai berikut. :

 Posisi awal dan respons pasien. Jika sadar,


dokumentasikan kondisi kulit sebelum pembedahan.
 Perubahan posisi selama prosedur.
 Alat, sabuk, bantalan, atau penahan yang digunakan.
Misalnya penutup tempat tidur atau kasur khusus.
 Identifikasi bagian atau daerah tubuh rentan dan
mendapat bantalan atau perlindungan.
 Alat hipertermia/hipotermia yang digunakan.
 Setiap kelainan pada akhir prosedur yang mungkin
disebabkan oleh posisi bedah.
 Kondisi kulit setelah pembedahan. Apabila ada trauma
listrik pada bagian tonjolan tulang, maka harus dicatat
dan dilaporkan.
.

Pemberian Posisi Bedah

Pemberian posisi bedah yang ideal dapat didukung secara optimal dengan meja bedah
dan alat bantu pemberian posisi yang sesuai dengan jenis pembedahan yang akan
dilakukan. Semakin lengkap kemampuan dan kondisi meja bedah serta alat bantu
pemberian posisi bedah, maka akan semakin memudahkan perawat perioperatif dalim
melakukan manajemen posisi bedah.

Alat bantu posisi bedah yang biasa digunakan perawat perioperatif dalam
melakukan pemberian posisi bedah meliputi sabuk, gulungan, bantalan, dan penahan.
Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan perawat perioperatif dalam
menggunakan alat bantu pemberian posisi bedah..

 Alat bantu harus disesuaikan dengan lokasi tonjolan-tonjolan tubuh yang rentan.
 Alat bantu harus disesuaikan dengan kondisi anatomis (lokasi serabut saraf, vena,
dan arteri).
 Alat bantu harus disesuaikan dengan posisi yang diperlukan untuk prosedur
pembedahan.
 Alat bantu sebaiknya terbuat dari bahan yang dapat menyesuaikan diri dengan
berbagai ukuran dan bentuk tubuh pasien, memiliki berbagai ukuran untuk
mengakomodasi bagian tubuh tertentu, mampu menghilangkan tekanan, dan
mendistribusikan beban (atau redistribusi) pada semua pasien.
 Alat bantu yang digunakan harus dapat memberikan sokongan dan stabilitas guna
memaksimalkan efisiensi operasi.
 Alat bantu yang digunakan harus mudah untuk dibersihkan, didesinfeksi, dan
mudah penyimpanannya.
 Alat bantu berupa bantalan yang digunakan dalam pemberian posisi pasien harus
memiliki kemampuan untuk menyerap tekanan dan menjaga tekanan kapiler,
mampu meredistribusikan tekanan, dan mampu mencegah peregangan berlebihan.

Pada dasarnya, prosedur operasi dilakukan dengan pasien yang berbaring


dengan posisi punggung, duduk, punggung dengan tungkai yang diletakkan di
sanggurdi (penyangga tungkai), perut, atau menyamping. Menurut Gruendemann
(2006), ada lima posisi dasar, yaitu: telentang, duduk, litotomi, telungkup, dan
lateral. Pada pelaksanaannya masing-masing posisi memiliki banyak modifikasi
dan variasi.

Telentang (supine)

Posisi telentang atau berbaring dorsal, memposisikan vertebra servikalis, torakalis, dan
lumbalis pasien pada satu garis lurus secara horizontal. Pasien berbaring telentang dengan
lengan terletak di atas papan lengan atau di samping tubuh. Posisi telentang dengan
variasinya adalah postur yang paling sering digunakan untuk prosedur pembedahan.

Posisi Trendelenburg adalah modifikasi posisi telentang dengan kepala diturunkan.


Posisi ini kadang-kadang diubah dengan menekukkan lutut dan mematahkan bagian bawah
tempat tidur.

Posisi Trendelenburg terbalik merupakan posisi bedah dengan kondisi kepala di atas
dan kaki di bawah.

Tabel 2-8 memberikan pemahaman pada perawat perioperatif tentang teknik


modifikasi dan variasi dasar pengaturan fisiologis untuk mencegah terjadinya cedera
pada pasien. Pada pelaksanaannya diperlukan beberapa alat bantu yang melengkapi meja
bedah agar posisi bedah yang ideal dapat dilaksanakan secara optimal.
Teknik Implikasi Klinik
Posisi Terlentang Bergantung pada prosedurnya, pita/sabuk/tali pengaman berbantalan
dengan diletakkan: 1) secara longgar di daerah pinggang ataul, 2) di atas pangkal
pemasangan atau pertengahan paha, paling sedikit 2 inci di atas lutut untuk mencegah
sabuk hiperekstensi tungkai. Sabuk
pengamanan pada pengamantersebuttidakdiletakkandiatastonjolantulang,misainyalutut,te
paha tapidiatasbagianyanglunakdanberdaging. Sabuk tersebut harus diikat
cukup kencang untuk memberikan perlindungan, tetapi juga harus cukup
longgar agar sirkulasi dapat berlangsung lancar
Posisi terlentang Pada beberapa keadaan di mana pemasangan sabuk tidak dipasang di atas
dengan pangkal paha, maka pemasangan dibawah lutut i (Gambar 2-22)
pemasangan merupakan aplikasi yang bisa dilakukan. Sabuk tersebut harus diikat
sabuk pengaman cukup kencang untuk memberikan perlindungan, tetapi juga harus cukup
di bawah lutut longgar agar sirkulasi dapat berlangsung lancar
Posisi telentang  Perawat harus dapat meloloskan tangannya di bawah sabuk
dengan setelah sabuk dikencangkan.
pemasangan
sabuk/pita  Perawat perioperatif dapat menurunkan risiko cedera pada
pengaman lengan pleksus brakialis dengan menurunkan peregangan dan tekanan
terutama di daerah ketiak. Hiperabduksi lengan harus dihindari
karena pembuluh subklavia dan aksila dapatan teregang di bawah
prosesus korakoideus skapula atau tertekan dan tersumbat antara
klavikula dan iga pertama. Nadi radialis dapat hilang dan dapat
terjadi trombosis arteri pada hiperabduksi lengan yang sangat
berlebihan.

 Gruendemann (2006) mengajurkan pada posisi telentang, satu atau


kedua lengan dapat diletakkan di atas papan lengan. Papan lengan
dan lengan harus berada dengan sudut kurang dari 90' dari torso
(Gambar 2-23), dengan telapak tangan menghadap ke alas. Hal ini
dilakukan untuk mencegah.tekanan, peregangan, dan tarikan pada
pleksus brakialis dan sarafsaial' yang berjalan ke lengan. Pada
posisi ini dapat diletakkan sebuah bantalan kecil di bawah
pergelangan, terutama jika akan dipasang infus arteri. Posisi
telapak tangan menghadap ke atas lebih dianjurkan daripada posisi
telapak tangan ke bawah. Alasannya, posisi ini menghilangkan
tekanan pada saraf ulnaris sewaktu saraf tersebut berjalan melalui
takik humerus di siku. Selain itu, tekanan pada arteri brakialis juga
berkurang. Di bawah siku juga dapat diletakkan bantalan lembut.

 Untuk menurunkan cedera pada saraf medianus, ulnaris, dan


radialis maka humerus dan lengan atas jangan dibiarkan
menggantung pada tepi meja operasi. Apabila memungkinkan,
hindari pemakaian pita pergelangan tangan yang terlalu ketat.
Dengan berbagai petimbangan,lengan pasien sebaiknya diletakan
di sisi tubuh,siku dibungkus oleh bantalan berbusa,dan telapak
tangan menempel ke tubuh seperti posisi alami,bukan diletakkan
di atas papan lengan.
.
Posisi telentang Untuk menurunkan cedera akibat rotasi berlebihan pada kepala selama
dengan operasi sehingga mengakibatkan sumbatan dan n trombosis arteri
pemasangan vertebralis, maka perawat perioperatif dapat memberikan bantalan
penyangga kepala lembut untuk menstabilkan dan melindungi kepala dan oksiput pasien,
memungkinkan otot-otot leher untuk relaks, dan mencegah ketegangan
leher.
Posisi telentang  Anestesi menyebabkan relaksasi otot-otot paraspinalis sehingga
dengan tingkat kecembungan (convexity) lumbal akan hilang
pemasangan mendatar). Akibatnya, timbul ketegangan di ligamentum
bantal di bokong interlumbalis dan lumbosakralis sehingga meningkatkan
binsidens nyeri punggung pascabedah.

 Sebuah bantalan lembut kecil dapat diletakkan di bawah


bokong bagian bawah dan di bawah lutut untuk mempertahankan
sifat kecekungan (konkaf) normal lumbal dan mencegah ketegangan
di otot serta ligamentum punggung, paha, dan tungkai. Paaa posisi
telentang, tungkai harus sejajar dan tidak bersilangan untuk
mencegah cedera pada saraf peroneus dan tibialis, gesekan, dan
terhambatnya sirkulasi (Gruendemann, 2006)
Posisi Posisi Trendelenburg adalah modifikasi posisi telentang dengan kepala
trendelenburg diturunkan (Gambar 2-24). Posisi ini kadang-kadang diubah dengan
dengan menekukkan lutut dan mematahkan bagian bawah tempat tidur
pemasangan (Gambar 2-25). Penyangga bahu sebaiknya tidak digunakan pada posisi ini
sabuk pengaman karena dapat menimbulkan kerusakan pada pleksus brakialis. Namun,
pada paha dan apabila mendesak, penyangga tersebut harus diberi bantalan yang cukup
bahu dan di letakan di atas procecus akromatis skapula m, dan bukan di
jaringan lunak di atas pleksus brakilas (Gruendemann,2006)
Apabila pasien beraoa pada posisi Trendelenburg terbalik (kepala di atas
dan kaki di bawah), disarankan agar kaki ditunjang oleh penyangga kaki
berbantalan (Gambar 2-26). Selain untuk menjaga agar pasien tidak
merosot dari meja operasi, upaya ini penting dilakukan terutama untuk
mencegah fleksi plantar (footdrop)

Posisi Duduk

Pengaturan posisi duduk sering dilakukan terutama pada pembedahan daerah kepala dan leher.
Tabel 2-9 memberikan informasi tentang teknik modifikasi dan variasi dasar posisi fisiologis
untuk mencegah cedera. Pada pelaksanaannya diperlukan beberapa alat bantu agar posisi bedah
yang ideal dapat dilaksanakan secara optimal.
Tabel 2-9. Teknik modifikasi dan implikasi klinik posisi bedah duduk

Teknik Implikasi klinik


Posisi duduk Pada posisi duduk akan memberikan manifestasi adanya distribusi berat
tradisional badan di area tertentu tidak merata. Cadangan utama darah di ekstremitas
bawah mungkin dipengaruhi oleh efek obat anestesi yang menyebabkan
dilatasi vena sehingga dapat terjadi hipotensi.
Pada posisi ini, fleksi paha dan sedikit elevasi tungkai cenderung dapat
mencegah petubahan tekanan darah yang tidak diinginkan. Bebat elastis
yang dipasang secara ketat dari jempol kaki sampai paha atas akan
memberi tambahan perlindungan. Sewaktu duduk, tekanan vena di kepala
dan leher pasien mungkin negatif, sehingga terdapat predisposisi emboli
udara. Oleh karena itu, selama prosedur bedah saraf, Doppler dan kateter
tekanan vena sentral
Pada posisi setengah duduk, tempat tidur, panggul, serta lutut pasien
ditekuk. Posisi ini dapat digunakan untuk bedah tiroid dan leher. Sebuah
gulungan ditempatkan di bawah bahu untuk hiperekstensi dan kemudahan
visualisasi daerah operasi.

Posisi Litotomi

Posisi litotomi merupakan posisi yang sering digunakan pada pembedahan urogenitalia. Pada
posisi litotomi standar, pasien telentang dengan bokong berada di ujung tempat tidur operasi
(setelah ujung bawah rempat tidur diturunkan), pinggul dan lutut ditekuk, kemudian paha pasien
diabduksi dan dirotasikan ke arah eksternal. Terdapat beberapa variasi dari posisi litotomi yang
pada praktiknya memberikan risiko cedera pada pasien. Dalam pemberian posisi litotomi, ada
beberapa hal yang harus diperhatikan perawit perioperatif (Tabel 2-10) agar pada pelaksanaan
dan hasil pembed1haii pasien tidak mengalami cedera fisik.

Teknik Implementasi Klinik


Posisi litotomi  Selain memberikan akses yang sangat baik untuk sejumlah prosedur
dengan pembedahan, posisi litotomi juga mermliki beberapa kelemahan, antara
menggunakan lain: penekanan langsung bagian ekstremitas yang menyebabkan
sanggurdi berkurangnya volume kompartemen dan peningkatan tekanan
tradisional kompartemen, penurunan perfusi ekstremitas akibat elevasi ekstremitas,
kemungkinan penyumbatan pembuluh akibat fleksi sendi yang
berlebihan, retraksi intraabdomen dan intrapelvis yang secara langsung
menekan struktur arteri, serta hipotensi saat tungkai diturunkan (Rob
dan Smith, 1968).
 Neagle et al. (1991) dikulip dalam Gruendemann (2006)
mendokumentasikan sindrom kompartemen betis pascaoperatif setelah
pemberian posisi litotomi yang berkepanjangan.
 Posisi litotomi dengan sanggurdi tradisional tanpa penunjang tumit
dapat dilakukan dengan abduksi paha lebih dari 90°
 Apabila posisi sanggurdi terlalu rendah, maka otot-otot paha dan betis
dapat tertekan dan terasa nyeri Pelebaran yang berlebihan di paha dapat
menimbulkan regangan pada otot-otot adduktor. Posisi litotomi dapat
menimbulkan cedera saraf, otot, dan fasia serta penyulit sirkulasi
(Gruendemann, 2006)
 Menurut Gruendemann (2006), pada posisi litotomi dengan sanggurdi
tradisional akan terjadi penimbunan sirkulasi di daerah lumbal. Tekanan
paha pada abdomen dan tekanan visera abdomen pada diafragma dapat
membatal gerakan diafragma. Posisi ini merupakan tantangan bagi abli
anestesi. Bagian-bagian tubuh yang rentan pada posisi litotomi adalah
ruang poplitea, saraf peroneus (di lateral lutut), tungkai, lutut, kaki, dan
paha. Posisi litotomi dapat menimbulkan tekanan

Pengkajian tanda-tanda dan geiala-geiala flehotronibosis.


A. Dengan lutut fleksi, pasien dapat mengelub, nyeri pada saat dorsofleksi
kaki (tanda Homan). Hal ini adalah tanda trombosis ini Jan subklinis; tanda
ini mungkin atau mungkin juga tidak ada. Kompresi lembut menunjuk6an
nyeri tekan pada otot beds. B. Tungkai yang terkena dapat membengkak;
vena lebih menonjol dan dapat teraba dengan mudah. Sumber: Smeltzer dan
Bare (2002).

Smeltzer dan Bare (2002) menerangkan bahwa pasien bedah posisi litotomi
mempunyai risiko terjadinya Trombosis vena profunda (adalah trombosis
pada vena yang letaknya dalam-dan bukan superfisial. Dua komplikasi
serius dari TVP adalah embolisme pulmonari dan sindrom pascafleblitis)
Respons Trombosis vena profunda secara patofisiologi dimulai adanya
Inflamasi ringan sampai berat dari vena terjadi dalam kaitannya dengan
pembekuan darah. Komplikasi dapat terjadi dari sejumlah penyebab,
termasuk cedera pada vena yang disebabka.) oleh strap yang terlalu ketat
atau penahan tungkai pada waktu operasi, tekanan dari gulungan selimut di
bawah lutut, hemokonsentrasi akibat kehilangan cairan atau dehidrasi. atau,
yang lebih umum lagi adalah melambatnya aliran darah dalam ekstremitas
akibat metabolisme melambat dan depresi sirkulasi setelah pembedahan.
Pengkajian TVP adalah dengan melihat tanda Homan.

Paschal dan Strzelecki (1992) dalam Gruendemann (2006) menganjurkan


sanggurdi boot, yaitu suatu alat yang dapat mendistribusikan beban antara
tumit dan betis

Telungkup (prone)

Posisi telungkup atau prone biasanya dilakukan pada pembcdahan tubuh bagian
bawah. Pasien dianestesi dalam posisi telentang (biasanya di brankar) dan kemudian dipindahkan
secara log rolling (digulingkan seperti menggulingkan gelondongan kayu dengan membuat
kepala dan tulang belakang rnenjadi satu kesatuan) ke posisi telungkup dengan wajah ke bawah.
Dalam pernberian posisi telungkup, pasien rentan cedera pada spina yang mengalami
koinpresi akibat kesalahan dalam memindahkan dan mengatur pasien. Kondisi lain yang
inepunyai risiko cedera adalah pasien jatuh terutama pada pasien dengan berat badan yang besar.
Tabel 2-11 dapat memberikan pedoman pada perawat perioperatif dalam memberikan
pengaturan posisi telungkup dengan variasinya.
Tabel 2-11. Teknik modifikasi dan implikasi klinik posisi bedah telungkup

Teknik Implikasi klinik


Membatalkan Sebelum melakukan pembalikan, pasien telah dilakukan anestesi umum di
pasien brankar (Gambar 2-33). Agar tidak mudah lepas maka posisi ETT sudah
difiksasi dengan erat
Pada pasien yang dalam posisi telentang, anestesi dilakukan di atas brankar.
Dua orang perawat perioperatif sudah siap di seberang meja operasi.
Perhatikan. bagian depan meja bedah yang berlubang dibagian kepala yane
memudahkan penata anestesi memasang alat-alat anestesi inelewati lubang.
Proses membalikkan pasien harus dilakukan dengan halus dan oleh minimal
enam orang. Satu orang di kepala, satu orang di bahu, satu orang di badan,
satu orang di kaki, dan dua orang yang bersebelahan dengan meja operasi.
Tubuh dibalik seperti menggulingkan gelondongan kayu sehingga tidak
terjadi perpuntiran atau gerakan abnormal dari bagian tubuh tertentu.
Pembalikan dilakukan perlahan-lahan, sehingga tubuh dapat
mengompensasi perubahan hemodinamik fisiologis

Satu orang perawat di posisi kepala memberikan kornando saat


membalikkan pasien. Dua orang perawat pada sisi brankar membalikkan
atau menggulingkan badan pasien. Satu orang perawat pada kaki mengikuti
pergerakan dari tulang belakang. Dua orang perawat perioperatif'mencrima
perftbalikan pasien di seberang meja operasi
Kondisi Akhir pembalikan pasien dengan posisi telentang. Pada seluruh
proses pembalikan, perawat harus menggunakan mekanika tubuh yang tepat
baik pada tubuh pasien maupun tubuh perawat sendiri
Pengaturan akses vena dan akses pernapasan. Perawat memasang sabuk di
bawah lutut.

Tabel 2-12 Teknik modifikasi dan implikasi klinik posisi lateral

Teknik Implikasi Klinik


Pengaturan posisi Gruendemann (2006) menganjurkan bahwa dalam mengatur posisi lateral,
lateral secara kepala hendaknya ditopang agar sejajar dengan kolumna spinalis, sehingga
umum tidak terjadi penekanan pada lengan yang berada di bawah.
Torso distabilkan dan ditunjang oleh sabuk ataualat lain guna mencegah
gerakan atau perubahan posisi selama prosedur. Pita yang lebar dapat
digunakan. Di antara tungkai dan kaki diletakkan bantalan. Tungkai bawah
ditekuk agar stabil. Hal ini dilakukan untuk mengangkat beban tungkai
yang tedetakdi alas terhadap tungkai di bawahnya dan memperlancar
drainase vena. Sebaiknya pasien tidak diposisikan langsung di
atastrokanter karena dapat menimbulkan tekanan permukaan yang lebih
tinggi dan tegangan oksigen transkutis yang lebih rendah dibandingkan
jika pasien diletakkan di atas trokanter dengan sudut tertentu
(Gruendemann, 2006).
Pengaturan posisi Untuk bedah toraks, Gruendemann (2006) menganjurkan lengan yang
lateral untuk terletak di atas difieksikan sedikit di siku dan diangkat di atas kepala agar
bedah toraks skapula terangkat. Hal ini dilakukan untuk memberi akses ke iga di
bawahnya dan melebarkan ruang antariga. Lengan atas dapat ditopang oleh
papan lengan khusus yang dinaikkan atau dengan alat lain. Lengan bawah
sedikit dikedepankan untuk mencegah tekanan pada pleksus brakialis.
Bahu, aksila, dan otot deltoid yang terletak di bawah dapat diberi bantalan.
Sebuah gulungan atau bantalan dapat diletakkan di apeks skapula dekat
rongga aksila (di bawah dada atas) untuk menghilangkan tekanan pada
lengan dan memungkinkan dada bergerak lebih leluasa sewaktu bernapas.
Gulungan aksila yang asli masih diperdebatkan dan jarang digunakan.

Untuk pembedahan di daerah ginjal, meja operasi ditekuk di tengah dan


penopang ginjal (kidneyrest) ditinggikan
Pengaturan posisi
lateral untuk Pasien posisi lateral dengan modifikasi pada bedah ginjal.
bedah ginjal
Pengaturan Posisi Untuk bedah femur di antara kedua kaki di pasang bantalan dan difiksasi dengan erat. Pada
lateral untuk bokong dipasang penyangga untuk menjaga kestabilan posisi femur. Lengan atas dapat
bedah femur ditopang oleh papan lengan dan sebuah guling khusus. Lengan bawah sedikit diposisikan ke
depan untuk mencegah tekanan pada pleksus brakialis. Bahu, aksila, dan otot deltoid yang
terletak di bawah dapat diberi bantalan.

MANAJEINIEN HEMOSTASIS

Sejarah dalam upaya menghentikan perdarahan (hemostasis) dan mengobati luka


dengan panas sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Pengobatan Hindu purba
menggunakan batang logam Yang dipanaskan untuk melakukan kauterisasi
(cauterization). Satu hal vang sama dari semua alat kauterisasi kuno adalah
pemakaian panas untuk menutup perdarahan nielalui koagulasi. Dengan
ditemukznnya listrik, maka para penemu menciptakan beragam generator, mulai
dari transformer kumparan sampai unit tabung vakum (Gruendemann, 2006).

Pada konsep manajemen hemostasis terdapat dua komponen yang


harus diperhatikan oleh perawat perioperatif, yaitu kondisi pasien yang
berhubungan dengan kemampuan hernostasis dan nieEode intervensi hemostasis.
Dalam upaya mengenal Icbih jauh tentang pelaksanaan manajemen hemostasis
pada pasien yang berhubungan dengan kemampuan hemostasis, rnaka perawat
perioperatif perlu meninjau kembali tentang konsep mekanisme pembekuan,
gangguan hemostasis, pengkajian pasien, dan metode hemostasis.

Mekanisme Pembekuan

Pada konsep hemostasis, secara fisiologis tubuh manusia mempunyai mekanisme


untuk melakukan pernbckuan darah dengan tujuan mencegah atau menghentikan
pengeluaran darah dari ruang intravaskular. Proses ini menghasilkan jaringan fibrin
untuk perbaikan jaringan, yang akhirnya dibuang jika tidak lagi diperlukan.
Menurut Gruendemann (2006), dalam proses hemostatis secara fisiologis
terdapat beberapa kondisi yang ikut herperail, meliputi vasokontriksi,
pembentukan adhesi (sumbatan) trornbosit. penibcwtikan fibrill, L1,111
fibrinolisis.

Vasokontrikst yang merupakan respons awal dari Permbuluh darah yang


cedera akan menyebabkan perlekatan antar sel endotel. Selanjutnya, kontraksi
yang terjadi akan menimbulkan proses agregasi trombosit, yang juga dikenal
sebagai hemostasis primer. Trombosit melekat pada kolagen endotel yang
terpajan di pembuluh yang cedera, kemudian meluas dan memicu reaksi
pelepasan. Reaksi ini menarik trombosit lain dari sirkulasi darah untuk melekat
pada trombosit yang telah ada sebelumnya. Pada hemostasis sekunder, reaksi
pelepasan dirangsang oleh adenosin difosfat (ADP) dan faktor lain di jaringan
yang rusak atau trombosit. Dalam hal ini, diperlukan fibrinogen untuk
menjalankan proses yang menghasilkan.pemadatan trombosit dan pembentukan
sumbat yang ireversibel. Kemudian, saat protrombin diubah menjadi trombin
proteolitik, terjadilah koagulasi yang pada gilirannya terbentuk fibrin yang
tidak larut dari fibrinogen, untuk menstabilkan dan menambah sumbat
trombosit. Akhirnya, terjadi fibrinolisis untuk mempertahankan keutuhan
pembuluh darah (Cormer, 1995).

Gangguan Hemostasis
Gangguan hemostasis dapat terjadi akibat gangguan pada trombosit, kelainan
pembuluh darah, kelainan faktor pembekuan darah, atau kombinasi ketiganya
(Williams (1990) dalam Gruendemann (2006)).
Apabila salah satu komponen mekanisme hemostasis terganggu oleh beberapa
kondisi, maka pasien dapat mengalami penyulit yang bersifat hemoragi, trombosis,
atau keduanya. Kondisi ini mengharuskan dilakukannya tindakan operasi atau
merupakan akibat langsung dari operasi. Ahli bedah, ahli anestesi, dan perawat
perioperatif bersama-sama bertanggung jawab untuk mengetahui kelainan yang ada,
mendeteksi berbagai risiko, dan segera mengatasi akar masalah yang berkaitan
dengan kelainan trombosit, koagulasi, vaskular, atau kombinasinya.
Pengkajian Keperawatan
Pengkajian dengan inetode wawancara adalah unsur terpenting untuk mengenal
gangguan hemostasis yang signifikan pada pasien yang akan menjalani prosedur
pembedahan. Melalui wawancara perawat perioperatif dapat menentukan perlu
tidaknya pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik.

Pemeriksaan fisik yang paling utama adalah melakukan pengamatan keadaan kulit
dan selaput lendir, yang mungkin memperlihatkan tanda atau gejala perdarahan.
Pengkajian diagnostik yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan hemostasis.
Pemeriksaan hemostasis (lihat Tabel 2-12) terdiri dari pemeriksaan rutin untuk
mengonfirmasi adanya suatu gangguan dan uji spesifik yang akan mengidentifikasi
penyebabnya. Hasil pemeriksaan harus dibaca oleh perawat perioperatif, sehingga
dapat melakukan intervensi dan tindakan kolaboratif dengan tim bedah untuk
memberikan terapi yang sesuai.

Metode Hemostasis
HeniosEasis yang adekuat merupakan fondasi dari tindakan operasi. Apabila pasic
mengidap gangguan mekanisme pembekuan, maka ahli bedah harus memiliki
pengetahuan yang cukup mengenai hemostasis, sifar cedera yang terjadi, dan
pengobatan yang tersedia. Dengan demikian, diharapkan ahli bedah dapat
memperkirakati risiko dan prosedur antisipasi pada saat yang tepat, memodifikasi
teknik bedah seperlunya, dan membantu mengarahkan koreksi terhadap defek
hemostasis. Metode hemostasis yang lazim dilakukan meliputi pencegahan
perdarahan dan intervensi perdarahan.

Tabel 2-12. Pemeriksaan Diagnostik Hemostasis

Pemeriksaan Pemeriksaan Spesifik


Rutin
Hemoglobin Agregasi trombosit
Hematokrit Fungsi trombosit
Hitung trombosit Kadar fibrinogen
Waktu protombin Titrasi protamin
Waktu trombolpastin Plasminogen
Waktu perclafahan
parsial (PTT dan aPTT) Assay faktor pembekuan
Waktu pembekuan

Pencegahan Perdarahan
Intervensi pencegahan perdarahan dilakukan sebelum, selama, dan sesudah intervensi
bcdah. Ada berbagai upaya dalam inelakukan pencegahan perdarahan. Berikut adah,
upaya-upaya yang dimaksud.

 Pengaturan posisi fisiologis

Posisi pasien intra dan pascaoperasi disesuaikan dengan posisi dari setiap jenis
pembedahan. Dalam melakukan pengaturan biasanya diperlukan bantuan alat
penunjang seperti karet busa. Titik-tirik yang berpotensi mendapat tekanan harUN
diberi bantalan yang cukup untuk mencegah memar atau perdarahan spontan.
Selain itu, upaya ini dilakukan untuk menghindari tekanan pada pembuluh dan
memungkinkan darah mengalir kembali ke jantung. Sedikit pengangkatan rungkai
bawah, jika niungkin, dapat meningkatkan aliran balik vena.

 Pemasangan stoking anticinboli

Kompresi statis eksternal pada ekstremit as bawah dapat dicapai dengan


pemasangan stocking elastik atau bebat perban elastis. Lingkar betis atau paha
harus diukur agar pemasangan bebat pas dan menghasilkan kompresi terapeutik.
Stocking digulung dan bebat elastik dibungkUs ke atas dari jari kaki setinggi yang
diinginkan untuk niernbantLi aliran balik vena di penibuluh yang tertekan (L,\\,i,.
2000.).
 Ferapi farniakologi,

Obat yang dipilih tergantung pada mekanisme Hemostatis pasien, pencegahan,


pengeluaran darah atau pembentukan bekuan yang dibutuhkan. Antikoagulan adalah
kategori obat yang bermanfaat secara terapeutik. Agen tersebut dapat menghambat
pembentukan bekuan, tetapi tidak memicu perdarahan di berbagai titik dalam
mekanisme hemostasis. Natrium heparin yang diberikan secara profilaktik dalam
dosis kecil dapat menghambat trombosis dengan menginaktifkan faktor X dan
menghambat perubahan protrombin menjadi trombin. Apabila trombosis sudah
terbentuk, maka dosis yang lebih besar dapat menghambat koagulasi lebih lanjut
dengan menginaktifkan trombin dan mencegah perubahan fibrinogen menjadi fibrin
(Kee, 1996).

 Turniket pada bagian proksimal.

Turniket (tourniquet) dipasang di bagian proksimal dari tempat perdarahan untuk


mengurangi aliran dan mcinbersihkan daerah operasi dari darah. Perban Esmarch's
adalah perban gulung elastis yang terbuat dari lateks dan dibungkuskan dengan erat
ke sekeliling ekstremitas dari ujung distal hingga ke turniket. Hal ini bertujuan
menekan pernbuluh-pernbuluh superfisial dan mendorong darah dari ekstremitas
sebelum turniket dilepas. Pencegahan perdarahan di ekstremitas dapat dihentikan
dengan prosedur turniket, yaitu membebat sebagian tubuh yang dibedah. Cara ini
umumnya digunakan pada bedah ortopedi dan bedah saraf perifer yang
mernbutuhkan lapangan pembedahan yang "bersih dan kering". Turniket
merupakan alat pneuinatik yang dipasang pada lengan atau tungkai setelah
terlebih dahulu ekstremitas yang bersangkutan dikosongkan darah secara dibebat
dengan balutan karet dan dipasang pada bagian paha

Intervensi Perdarahan
Perdarahan pada pembedahan harus segera dihenrikan. Ada berbagai upaya dalam
melakukan intervensi perdarahan, yaitu sebagai berikut.

 Penggantiin darah dan cairan

Intervensi ini dilakukan apabila sudah diprediksi iprediksi akan terjadi perdarallan
masif intraoperasi. Persiapan darah dilakukan sebelum pembedahan agar dapat
dilakukan pencocokan antara donor dengan resipien

BAGIAN 2
Proses Keperawatan

Perioperatif

Pengkajian Umum
Pada pengkajian pasien di unit rawat inap, poliklinik, bagian bedah sehari, atau
unit gawat darurat dilakukan secara komprehensif di mana selurAhal yang berhubungan
dengan pembedahan pasien perlu dilakukan secara saksama. Berikut ini adalah hal-hal
yang harus diidentifikasi pada saat melakukan pengkajian umum.
Identitas Pasien
Pengkajian ini diperlukan agar tidak terjadi duplikasi nama pasien. Umur pasien sangat
penting untuk diketahui guna melihat kondisi pada berbagai jenis pembedahan. Selain
itu juga diperlukan untuk memperkuat identitas pasien.

Perawat perioperatif harus mengetahui bahwa faktor usia, baik anak-anak dan
lansia, dapat meningkatkan risiko pembedahan. Pengetahuan tersebut akan membantu
perawat perioperatif untuk menentukan tindakan pencegahan mana yang penting untuk
dimasukkan ke dalam rencana asuhan keperawatan.

Bayi dan anak-anak. Bayi dan anak-anak berhubungan dengan status fisiologis
yang masih imatur atau mengalami penurunan. Pada bayi yang menjalani pembedahan,
kemampuan pertahanan suhunya masih belum optimal. Refleks menggigil pada bayi
belum berkembang dan sering terjadi berbagai variasi suhu. Anestesi menambah risiko
bagi bayi karena agen anestesi dapat menyebabkan vasodilatasi dan kehilangan panas.
Bayi juga mengalami kesulitan untuk mempertahankan volume sirkulasi darah normal.
Volume total darah bayi dianggap kurang dari anak-anak atau orang dewasa. Kehilangan
darah walaupun dalam jumlah kecil dapat menjadi hal yang serius. Penurunan volume
sirkulasi menyebabkan bayi sulit berespons terhadap kebutuhan untuk meningkatkan
oksigen selama pembeclahan. Dengan demikian, bayi menjadi sangat rentan mengalami
dehidrasi. Namun, jika darah atau cairan diganti terlalu cepat, maka akan menimbulkan
overhidrasi. Aspek penting lainnya pada perawatan bedah anak meliputi manajemen
jalan napas, mempertahankan keseimbangan cairan, mengarasi kejang, mengatasi
perubahan suhu, mengidentifikasi dan mengatasi penurunan kesadaran yang tiba-tiba
dan kegawatan anestesi yang tertunda, mengatasi nyeri dan agitasi, serta tersedianya
peralatan dan obat-obatan untuk situasi kegawatdaruratan.

Lansia. Seiring meningkatnya usia, kapasitas fisik pasien lansia untuk


beradaptasi dengan stres pembedahan menjadi terhambat karena mundurnya beberapa
fungsi tubuh tertentu. Individu lansia yang menghadapi operasi bisa mempunyai suatu
kombinasi penyakit kronik dan masalah kesehatan selain masalah kesehatan yang
mengindikasikan pembedahan. Secara umum, lansia dianggap memiliki risiko
pembedahan yang lebih buruk dibandingkan pasien yang lebih muda. Cadangan
jantung menurUll, fungsi ginjal dan hepar menurun, clan aktivitas gastrointestinal
tampaknya berkurang. Dehidrasi, konstipasi, dan nialnutrisi juga mungkin terjadi.
Keterbatasan sensori seperti gangguan
.
penglihatan dan pendengaran, serta penurunan sensitivitas terhadap sentuhan
sering kali menjadi alasan terjadinya kecelakaan, cedera, dan luka bakar. Keadaan
mulut juga penting untuk dikaji sebab sering kali ditemukan adanya karies gigi atau
gigi palsu. Temuan ini penting bagi ahli anestesi. Penurunan produksi keringat
mengarah pada kulit yang kering dan gatal-gatal. Kulit yang rapuh tersebut mudah
mengalami abrasi, sehingga tindakan kewaspadaan yang lebih tinggi harus diterapkan
ketika memindahkan pasien lansia. Penurunan lemak subkutan membuata individu
lansia lebih rentan terhadap perubahan suhu tubuh.

Jenis Pekerjaan dan Asuransi Kesehatan

Pengkajian jenis pekerjaan dan asuransi kesehatan diperlukan sebagai persiapan


umum. Pengkajian seperti persiapan finansial sangat bergantung pada kemampuan
pasien dan kebijakan rumah sakit tempat pasien akan menjalani proses pembedahan.
Beberapa jenis pembedahan membutuhkan biaya yang lebih mahal. Misalnya
pembedahan jantung dan vaskular, bedah saraf, serta bedah ortopedi. Hal itu
disebabkan karena proses pembedahan tersebut memerlukan alat tambahan atau karena
waktu yang dibutuhkan lebih lama sehingga berpengaruh pada biaya obat anestesi yang
digunakan.

Sebelum dilakukan operasi sebaiknya pasien dan keluarga sudah mendapat


penjelasan dan informasi terkait masalah finansial, mulai dari biaya operasi hingga
pemakaian alat tambahan. Hal ini diperlukan agar setelah operasi nanti tidak ada
komplain atau ketidakpuasan pasien dan keluarga.

Persiapan Umum

Persiapan informed consent dilakukan sebelum dilaksanakannya tindakan. Pasien dan


keluarga harus mengetahui perihal prosedur operasi, jenis operasi, dan prognosis dari
hasil pembedahan. Peran perawat di sini adalah bertanggung jawab dan memastikan
bahwa pasien/keluarga dan dokter sudah menandatangani isi dari informed consent.

Persiapan alat dan obat yang akan digunakan selama pembedahan harus
dilakukan secara optimal sesuai dengan kebijakan institusi. Beberapa rumah sakit
memberlakukan kebijakan bahwa persiapan ala, dan obat harus dilakukan sebelun)
pasien masuk kamar operasi. Beberapa rumah sakit lainnya mensyaratkan penyediaan
darah untuk persiapan transfusi harus dilakukan oleh pihak keluarga. Pengkajian ulang
pada ketepatan tranfusi darah antara donor dengan resepien dapat menurunkan risiko
kesalahan pemberian tranfusi.

Persiapan lainnya yang bersifat umum seperti pencalonan pasien yang akan
dilakukan pembedahan dari ruang rawat inap, unit gawat darurat, atau unit perawatan
intensif ke kamar unit di mana pasien akan dilakukan pembedahan.

Bagi perawar di kamar operasi, pengkajian praoperatif adalah suatu


keterampilan yang biasanya difokuskan pada area intervensi bedah dan harus
dilakukan dalam wakill yang amat singkat. Pengetahuan mengenai anatomi, fisiologi,
serta patofisiologi sanga; penting dimiliki oleh seorang perawat praoperatif unruk
inenyintesis ternuan pengkaiian dan nienggunakannya Untuk nienentUkan tujuan
perawatan pasien. Pasien yang baru, diterinia di kamar operasi akan diklarifikasi secara
ringkas dan disesuaikan dengan.
intervensi bedah yang akan dilakukan. Dalam melakukan pengkajian yang ringkas
dan optimal, perawat kamar operasi.hanya melakukan klarifikasi secara cepat dengan
menggunakan sistem checklist.

Formulir checklist. Pada beberapa institusi, penggunaan formulir praoperatif di


kamar operasi bertujuan untuk mendokumentasikan prosedur yang secara rutin
dilakukan pada pembedahan. Dengan adanya formulir ini, akan terjalin komunikasi
yang cepat antara perawat ruangan dengan perawat di kamar operasi. Yang
diharapkan dari pembuatan formulir ini adalah perawat perioperatif dapat secara
ringkas memvalidasi persiapan praoperatif yang telah dilakukan perawat ruangan.

Pada kondisi yang lebih baik, beberapa institusi rumah sakit memberlakukan
lembar pengenal yang dipasang pada lengan bawah pasien agar mcmudahkan
pengenalan lebih lanjut tentang identitas pasien. Tujuan pemasangan tanda pengenal ini
adalah untuk mencegah kekeliruan atau kesalahan intervensi yang akan dilakukan.

Pengkajian Riwayat Kesehatan


Riwayat Kesehatan
Pengkajian riwayat kesehatan pasien di rawat inap, poliklinik, bagian bedah sehari,
atau unit gawat darurat dilakukan perawat melalui teknik wawancara untuk
mengumpulkan riwayat yang diperlukan sesuai dengan klasifikasi pembedahan.

Pengkajian ulang riwayat kesehatan pasien harus meliputi riwayat penyakit yang
pernah diderita dan alasan utama pasien mencari pengobatan. Riwayat kesehatan
pasien adalah sumber yang sangat baik. Sumber berharga lainnya adalah rekaill medis
dari riwayat perawatan sebelumnya.

Penyakit yang diderita pasien akan memengaruhi kemampuan pasien dalam


menoleransi pembedahan dan mencapai pemulihan yang menyeluruh. Pasien yang akan
menjalani bedah sehari (one day care) harus diperiksa secara teliti dan menyeluruh
untuk menentukan kondisi kesehatan yang mungkin akan meningkatkan risiko
komplikasi selama atau setelah pembedahan.

Pengalaman bedah sebelumnya dapat memengaruhi respons fisik den psikologis


pasien terhadap prosedur pembedahan. Jenis pembedahan sebelumnya, tingkat rasa
ketidaknyamanan, besarnya ketidakmampuan yang ditimbulkan, dan seluruh tingkat
perawatan yang pernah diberikan adalah faktor-faktor yang mungkin akan diingat
kembali oleh pasien. Perawat mengkaji semua komplikasi yang pernah dialami
pasien.Informasi ini akan membantu perawat dalam mengantisipasi kebutuhan pasien
selama pra dan pascaoperatif. Pembedahan sebelumnya juga dapat memengaruhi
tingkat perawatan fisik yang dibutuhkan pasien setelah menjalani prosedur
pembedahan. Misalnya, pasien yang pernah menjalani torakotomi untuk reseksi lobus
paru mempunyai risiko komplikasi paru-paru yang lebih besar daripada pasien dengan
paru-paru yang masih normal.

Jika pasien menggunakan obat yang telah diresepkan atau obat yang dibeli di luar
apotek secara teratur, maka dokter bedah atau ahli anestesi mungkin akan
menghentikan pemberian obat tersebut untuk sementara sebelum pembedalian atau
mereka akan menyesuaikan dosisnya. Beberapa jenis obat mempunvai implikasi
khusus bagi pasien bedah. Obat yang diminum sebelum pembedahan secara otomatis
akan dihentikan saat pasien selesai menjalani operasi kecuali dokter meminta pasien
untuk menggunakannya kenabali.
Di unit bedah sehari, riwayat yang perlu dikaji biasanya lebih singkat daripada
riwayat yang seharusnya dikumpulkan. Pengkajian hanya dilakukan pada saat pasien
dirawat di rumah sakit dan sore hari sebelum pembedahan dilakukan, karena
terbatasnya waktu. Apabila pasien tidak mampu memberikan seluruh informasi yang
dibutuhkan, maka perawat dapat bertanya pada anggota keluarga.

Pada pasien gawat darurat yang memerlukan pembedahan cito, pengkajian


riwayat kesehatan dilakukan secara ringkas terkait faktor-faktor yang memengaruhi
pembedahan dan anestesi umum. Pasien dikaji tentang adanya riwayat hipertensi,
diabetes melitus, tuberkulosis paru, dan berbagai penyakit kronis yang akan
berdampak pada peningkatan risiko komplikasi intraoperatif.

Riwayat Alergi
Perawat harus mewaspadai adanya alergi terhadap berbagai obat yang mungkin
diberikan selama fase intraoperatif. Apabila pasien mempunyai ri•ayat alergi satu atau
lebih, maka pasien perlu men dapat pita identifikasi alergi yang dipakai pada
pergelangan tangan sebelum menjalani pembeclahan atau penulisan simbol alergi yang
tertulis jelas pada status rekam medis sesuai dengan kebijakan institusi. Perawat juga
harus memastikan bahwa bagian depan lembar pencatatan pasien berisi daftar alergi
yang dideritanya.

Kebiasaan Merokok, Alkohol, dan Narkoba

Pasien perokok memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami komplikasi paruparu
pascaoperasi daripada pasien bukan perokok. Perokok kronik telah mengalami
peningkatan jurnlah dan ketebalan sekresi lendir pada paru-parunya. Anestesi umum
akan meningkatkan iritasi jalan napas dan merangsang sekresi pulmonal, karena sekresi
tersebut akan dipertahankan akibat penurunan aktivitas siliaris selama anestesi. Setelah
pembedahan, pasien perokok mengalarni kesulitan yang lebih besar dalani
membersihkan jalan napasnya dari sekresi lendir.

Kebiasaan mengonsurnsi alkohol mengakibatkan reaksi yang merugikan


terhadap obat anestesi. Pasien juga mengalami toleransi silang (toleransi obat meluas)
terhadap pemakaian obat anestesi, sehingga memerlukan dosis anestesi yang lebih
tinggi dari normal. Selain itu, dokter mungkin perlu rneningkatkan dosis analgesik
pascaoperatif. Konsurnsi alkohol secara berlebihan juga dapat menyebabkan malnutrisi
sehingga penyembuhan luka menjadi lambat.

Pasien yang mempunyai riwayat adanya peniakaian narkoba (narkotika dan


obatobatan terlarang) pedU diwaspadai atas kemungkinan yang lebili besar untuk
terjangkit penyakit seperti HIV dan Hepatitis, terutama pada pasien pengguna narkoba
Penggunaan obat-obatan narkotika atau penyalahgunaan obat-ohatan terlarang dapat
mengganggu kemampuan pasien mengontrol nyeri setelah operasi serta memengaruhi
tingkat serta jumlah pemberian anestesi selama pembedahan. Penggunaan narkoba
suntik dapat mengganggu sistem vaskular dan menyulitkan akses ke dalam vena.
Pengkajian Nyeri

Nyeri adalah suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat subjektif. Keluhan sensori yang
dinyatakan sebagai pegal, linu, ngilu, keju, kemeng, cangkeul, dan seterusnya dapat
dianggap sebagai modalitas nyeri.

Penting bagi setiap perawat untuk memercayai pasien-yang melaporkan rasa


nyeri. Yang juga sama pentingnya adalah waspada terhadap pasien yang cenderung
mengabaikan nyeri saat nyeri terjadi. Seorang perawat yang menduga pasiennya
merasa nyeri tetapi menyangkalnya, harus menggali bersama pasien penalaran
terhadap dugaan nyeri. Misalnya mengungkapkan kenyataan bahwa gangguan atau
prosedur biasanya menimbulkan nyeri atau bahwa pasien tampak meringis saat
bergerak atau menghindari gerakan. Menggali alasan mengapa pasien mengabaikan
rasa nyeri juga sangat membantu. Banyak orang yang menyangkal nyeri yang
dialaminya karena mereka takut dengan pengobatan/tindakan yang
mungkin.diberikan jika mereka mengeluh nyeri, atau takut menjadi ketergantungan
terhadap opioid (narkotik) jika obat-obat ini diberikan untuk mengatasi nyerinya.

Kondisi penyakit dan posisi dapat menimbulkan nyeri pada pasien. Perawat perlu
mengkaji pengalaman nyeri pasien sebelumnya, metode pengontrolan nyeri yang
digunakan, sikap pasien dalam menggunakan obat-obatan penghilang rasa nyeri,
respons perilaku terhadap nyeri, pengetahuan pasien, harapan, dan metode manajemen
nyeri yang dipilih karena akan memberi dasar bagi perawat dalam memantau
perubahan kondisi pasien.

Pengkajian nyeri yang benar memungkinkan perawat perioperatif untuk


menetapkan status nyeri pasien, lebih bertanggung jawab dan bertanggung gugat
terhadap perawatan yang diberikan, dan lebih berorientasi pada sifat kemitraan dalam
melakukan penatalaksanaan nyeri. Perawat harus mengembangkan hubungan
terapeutik yang positif dan memberi waktu kepada pasien untuk mendiskusikan nyeri.
Memberi posisi yang nyaman pada pasien sebelum perawat bertanya dapat membantu
pasien merasakan bahwa perawat peduli akan dirinya. Perawat menghindari nyeri
yang semakin buruk karena melakukan pengkajian yang lama.

Perawat harus mempelajari cara verbal dan nonverbal pasien dalam


mengomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Meringis, menekuk salah satu bagian
tubuh, dan postur tubuh yang tidak lazim merupakan contoh ekspresi nyeri secara
nonverbal.

Pasien yang tidak mampu berkomunikasi efektif biasanya membutuhkan perhatian


khusus selama melakukan pengkajian. Anak-anak, individu yang mengalami
keterlambatan perkembangan, pasien yang menderita psikosis, pasien yang sedang
dalam kondisi kritis, pasien yang mengalami dimensia, dan pasien yang tidak bisa
berbicara bahasa Indonesia membutuhkan pendekatan dengan cara yang berbeba.
Pernyataan verbal anak-anak merupakan hal yang paling penting. Anak-anak yang
masih kecil mungkin tidak mengerti makna “nyeri”sehingga dalam melakukan
pengkajian perawat perlu mcnggunakan kata-kata, seperti ouh, aduh, atau sakit. Untuk
pasien yang mengalami gangguan kognitif, perlu menggunakan pendekatan pengkajian
yang sederhana, yaitu dengan melakukan observasi ketat terhadap perubahan perilaku
pasien. Untuk pasien yang sedang dalam kondisi kritis dan mungkin mengalami
penumpulan sensori, menggunakan selang nasogastrik, atau jalan napas aritifisial,
perawat mungkin perlu mengajukan pertanyaan spesifik secara langsung kepada pasien
sehingga pasien dapat memberi jawaban dengan mengangguk atau menggelengkan
kepala.

Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang
menyebabkan nyeri. Anak-anak kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata juga
mengalami kesulitan untuk mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan nyeri
kepada orangtua atau petugas kesehatan. Secara kognitif, anak-anak toddler dan
prasekolah tidak mampu mengingat penjelasan tentang nyeri atau mengasosiasikan
nyeri sebagai pengalaman yang dapat terjadi di berbagai situasi. Dengan memikirkan
pertimbangan perkembangan ini, perawat harus mengadaptasi pendekatan yang
dilakukan dalam upaya mencari cara untuk mengkaji nyeri yang dirasakan anakanak
(termasuk apa yang akan ditanyakan dan perilaku yang akan diobservasi) dan
bagaimana mempersiapkan seorang anak unruk prosedur medis yang menyakitkan
(Whaley, 1995).

Apabila pasien berkomunikasi dengan bahasa yang berbeda, maka akan sulit
melakukan pengkajian nyeri. Dalam situasi seperti ini, seorang penerjemah atau
seorang anggota keluarga mungkin diperlukan untuk menjelaskan perasaan pasien dan
sensasi yang dirasakan.

Pengkajian Karakteristlk Nyeri secara PQRST


Keluhan dari pasien tentang nyeri yang dirasakan merupakan indikator utama yang
paling dapat dipercaya tentang keberadaan dan intensitas nyeri dan apapun yang
berhubungan dengan ketidaknyamanan. ~Iamanan. Nyeri bersifat individual, sehingga
pengkajian karaktcristik nyeri membantu perawat membentuk pengertian pola nyeri
dan tipe manajemen nyeri yang digunakan untuk mengatasi nyeri. Penggunaan
instrumen untuk menghitung luas dan derajat nyeri bergantung kepada kondisi pasien
yang sadar secara kognitif dan mampu memahami instruksi perawat.

Pendekatan pengkajian karakteristik nyeri dengan menggunakan metode PQRST


dapat mempermudah perawat perioperatif dalam melakukan pengkajian nyeri yang
dirasakan pasien secara ringkas dan dapat digunakan dalam kondisi praoperatif yang
singkat.

Pengkajian Psikososiospiritual
Kecemasan Praoperatif
Kecemasan berasal dari bahasa latin "angere" yang berarti untuk menghadapi (to
strange) atau untuk distres. Hal ini berkaitan dengan kata "anger" yang berarti
"kesedilian- atau "i-nasalah". Kecemasan juga berkaitan dengan kata "to anguish"
yang mengganibarkan adanya nyeri Aut, penderitaan, dan distres (Sruart, 19981.
Cemas 11crbeda den.gan rasa takut, di mana ccinas disebibkan oleh hal-hal yang tidak
Kotak 2-1. Ringkasan Pengkajian Karakteristik Nyeri dengan Pendekatan PQRST

Provoking Incident : Apakah ada peristiwa yang menjacli yang menjadi faktor penyebab nyeri?
Apakah nyeri berkurang apabila beristirahat? Apakah nyeri bertambah berat bila
beraktivitas? Faktor-•aktor apa yang meredakan nyeri (misa)nya: gerakan, kurang
bergerak, pengerahan tenaga, istirahat, obat-obat bebas, dan sehagainya) dan apa yang
dipercaya pasien dapat membantu mengatasi nyerinya.
Quality or Quantity of Pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digarnharkan
pasien. Apakah nyeri bersifat tumpul, seperti terbakar, berdenyut, tajam atau menusuk.
Region, Radiation, Relief : Di mana Lokasi nyeri harus ditunjukkan dengan tepat olch
pasien, apakah rasa sakit bisa reda, apakali rasa sakit menjalar atau menyebar, dan di mana
rasa saki, terjadi.
Tekanan pada saraf atau akar saraf akan memberikan gejala nyer-i yang disebut
radiating pain, misainva pada skiatika Ji mana nyeri menialar mulai dari bokong sampai
anggota gerak bawah sesuai dengan distri husi saraf. Nyeri lain yang disebut nyeri kiriman
atau referred pain adalab nyeri pada suatu tempat yang sebenarnya akibat kelainan dari
tempat lain misilnya nyeri lutut akibat kelainan pada sendi panggul.
Severity (Scale) of Pain : Seberapa jau6 rasa nyeri yang dirasakan pasien, pengkajian nyeri
dengan menggunakan skala nyeri deskriptif. Nlisalnya: tidak ada nyeri = 0, nyeri ringan = 1,
nyeri sedan5 = 2, nyeri bzrat = 3, nyeri tak tertahankan = 4. Kemudian perawat membantu
pasien unttik memilili secara suhjektif tingkat skala nyeri yang dirasakan pasien.
Time : Berapa lama nyeri herlangsung (apakah bersifat akut atau kronis kapan, apakah ada
waktu-waktu tertentu yang menamhah rasa nyeri.

jelas termasuk di dalamnya pasien yang akan menjalani operasi karena


mereka tidak tahu konsekuensi pembedahan dan takut terhadap prosedur
pembedahan itu sendiri. Ketakutan memiliki objek yang jelas di mana
seseorang dapat mengidentifikasikan dan menggambarkan objek ketakutan.
Ketakutan melibatkan penilaian intelektual terhadap stimulus yang
mengancam, sedangkan kecemasan merupakan penilaian emosional terhadap
penilaian itu. Ketakutan diakibatkan oleh paparan fisik maupun psikologis
terhadap situasi yang mengancam. Ketakutan dapat menyebabkan kecemasan.
Dua pengalaman emosi ini dibedakan dalam ucapan, yaitu kita mengatakan
memiliki rasa takut tetapi menjadi cemas. Inti permasalahan dalam suatu
bentuk kecemasan adalah pada penjagaan diri (Chitty, 1997)
.
Berbagai dampak psikologis yang dapat muncul adalah adanya ketidak
tahuan akan pengalaman pembedahan yang dapat mengakibatkan kecemasan
yang terekspresi dalam berbagai bentuk seperti marah, menolak, atau apatis
terhadap kegiaran keperawatan. Pasien yang cemas sering mengalami
ketakutan atau perasaan tidak renang. Berbagai bentuk ketakutan muncul
seperti ketakuran akan hal yang tidak diketahui, misalnya terhadap
pembedahan, anestesi, masa depan, keuangan, dan tanggung jawab keluarga,
ketakutan akan nyeri, kematian, atau ketakutan akan perubahan citra diri dan
konsep diri.

Kecemasan dapat menimbulkan adanya perubahan secara fisik maupun


psikologis yang akhirnya mengaktifkan saraf otonom simpatis sehingga
meningkatkan denyut jantung, peningkatan tekanan darah, peningkatan
frekuensi napas, dan secara umum mengurangi tingkat energi pada pasien,
dan akhirnya dapat merugikan individu itu sendiri (Rothrock, 1999).
Berdasarkan konsep psi koneuroirn u nologi, kecemasan merupakan
stresor yang dapat menurunkan sistem imunitas tubuh. Hal ini teriadi
melalui serangkaian"aksi yang diperantarai oleh HPA-axis (Hipotalamus,
Pituitari; dan Adrenal). Stres akan merangsang hipotalamus untuk
meningkatkan produksi Corticotropin Releasing Factor (CRF). CRF ini
selanjutnya akan merangsang kelenjar pituitari anterior untuk meningkatkan
produksi Adrenocorticotrophin Hormone (ACTH). Hormon ini yang akan
merangsang korteks adrenal untuk meningkatkan sekresi kortisol. Kortisol
inilah yang selanjutnya akan menekan sistem imun tubuh (Guyton, 19961.

Prosedur pembedahan akan memberikan suatu reaksi emosional


bagi pasien. Apakah reaksi tersebut jelas atau tersembunyi, normal, atau
abnormal. Sebagai contoh, kecemasan praoperatif merupakan suatu respons
antisipasi terhadap suatu pengalaman yang dapat dianggap pasien sebagai
suatu ancaman terhadap perannya dalam hidup. integritas tubuh, atau bAkan
kehidupan itu sendiri. Sudah diketahui bahwa pikiraii yang bermasalah
secara langsung akan memengaruhi fungsi tubuh. Oleh karena itu. penting
untuk mengidentifikasi ansietas yang dialami pasien.

Dengan mengumpulkan riwayat kesehatan secara cermat, perawat akan


menemukan kekhawatiran pasien yang dapat menjadi beban langsung sel:u-
na proses pembedahan. Tidak diragukan lagi, pasien vang, menghadapi
pembedahan akan dilingkupi oleh ketakutan, termasuk ketakutan akan
ketidaktahuan, kematian, anestesi, dan kanker. Kekhawatiran mengenai
kehilangan waktu kerja, kemungkinan kehilangan pekerjaan, tanggung jawab
terhadap keluarga, dan ancaman ketidakmampuan permanen yang lebih
jauh, akan memperberat ketegangan emosional vang, sangat hebat yang
diciptakan oleh proses pembedahan. Kekhawatiran nyata yang lebih ringan
dapat terjadi karena pengalaman sebelumnya dengan sistem perawatan
kesehatan dan orang-orang yang dikenal pasien dengan kondisi yang sama.
Akibatnya, perawat harus memberikan dorongan untuk pengungkapan serta
harus mendengarkan, memahami, dan memberikan informasi yang nicnibantu
menyingkirkan kekhawatiran tersebut (Potter, 2006).
Menurut Potter (2006), reaksi pasien terhadap pembedahan
didasarkan pada banyak faktor, meliputi ketidak nyamanan dan perubahan-
perubahan yang diantisipasi baik fisik, finansial, psikologis, spiritual,
sosial, atau hasil akhir pembedahan yang diharapkan.

Bagian terpenting, dari pengkajian kecemasan praoperatif adalah untuk


menggali peran orang terdekat, baik dari keluarga atau sahabat pasien. Adanya
sumber dukUngan orang terdekat akan menurunkan kecemasan.

Perasaan

Perawar dapat mendteksi perasaan pasien tentang pembedahan dari perilaku dan
perbuatannya. Pasien yang merasa takut biasanya akan sering bertanya, tampak tidak
nyaman jika ada orang asing memasuki ruangan, atau secara aktif mencari dukungan
dari teman dan keluarga.

Perasaansering kali susah dikaji secara keseluruhan jika pasien akan menjalani
bedah sehari. Biasanya perawat hanya memiliki waktu yang singkat untuk membina
hubungan dengan pasien. Pada beberapa program bedah sehari, perawat dapat
mengunjungi rumah pasien atau melakukan pengkajian melalui telepon sebelum hari
pembedahan. Di rumah sakit perawat harus memilih waktu diskusi yaitu setelah
melengkapi prosedur kedatangan pasien ke rumah sakit afau setelah melengkapi
pemeriksaan diagnostik. Perawat harus menjelaskan bahwa rasa takut dan khawatir
merupakan perasaan yang normal. Kemampuan pasien mengungkapkan perasaannya
bergantung pada keinginan perawat untuk mendengar, memberi dukungan, dan
membenarkan konsep yang salah (Stuart, 1999).

Jika pasien merasa tidak berdaya, perawat harus menentukan alasannya.


Diagnosis medis dapat menimbulkan pemahaman tentang meningkatnya rasa
ketergantungan dan kehilangan fungsi fisik atau mental. Pikiran bahwa pasien akan
"ditidurkan" selama masa anestesi menimbulkan rasa khawatir akan kehilangan
kontrol. Banvak pasien yang merasa perlu mempertahankan kekuatannya untuk
membuat keputusan tentang terapi yang akan dijalaninya. Perawat harus meyakinkan
bahwa pasien berhak untuk bertanya dan mencari informasi.

Konsep Diri

Pasien dengan konsep diri positif lebih mampu menerima operasi yang dialaminya
dengan tepat. Perawat mengkaji konsep diri pasien dengan cara meminta pasien
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dirinya. Pasien yang cepat mengkritik atau
merendahkan karakter dirinya mungkin mempunyai harga diri yang rendah atau sedang
menguji pendapat perawat tentang karakter mereka. Konsep diri yang buruk
mengganggu kemampuan beradaptasi dengan stres pembedahan dan memperburuk rasa
bersalah atau ketidakmampuanrya (Stuart, 1999).

Citra Diri
Pembedahan untuk mengangkat bagian tubuh yang mengandung penyakit biasanya
mengakibatkan perubahan bentuk atau perubahan fungsi tubuh yang permanen. Rasa
khawatir terhadap kelainan bentuk atau kehilangan bagian tubuh akan menyertai rasa
takut pasien.

Perawat mengkaji perubahan citra tubuh yang pasien anggap akan terjadi akibat
operasi. Reaksi individu berbeda-beda bergantung pada konsep diri dan tingkat harga
dirinya.

Sering kali pembedahan mengubah aspek fisik atau psikologis seksual pasien.
Eksisi jaringan payudara, kolostomi, ureterostomi, atau pengangkatan kejenjar prostat
dapat memengaruhi persepsi pasien tentang seksualiias mereka. Pembedahan seperti
perbaikan hernia atau ekstraksi katarak men% ebabkan pasien tidak melakukan
hubungan seksual sampai aktivitas fisik mereka kembali normal.
Perawat harus mendorong pasien uniuk mengekspresikan kekhawatiran mereka
tentang seksualitas. Pasien yang menghadapi disfungsi seksual yang bersifat
sementara. memerlukan pemahaman dan dukungan. Diskusi tentang seksualitas klien
harus dilakukan dengan pasangan seksual mereka, sehingga mereka dapat saling
memahlinj cara mengatasi keterbatasan fungsi seksual yang terjadi.

Sumber Koping

Pengkajian terhadap perasaan dan konsep diri akan membantu perawat menentukan
kemampuan pasien dalam mengatasi stres akibat pembedahan. Perawat juga bertanya
tentang manajemen stres yang biasa dilakukan pasien sebelumnya. Apabila pasien
pernah menjalani pembedahan, inaka perawat perioperatif perlu menentukan perilaku
yang dapat membantu pasien dalam menghilangkan ketegangan atau kecemasannya.
Perawat dapat menginstruksikan pasien untuk melakukan latihan relaksasi untuk
membantu mengontrol ansietas.

Perawat perioperatif mengkaji adanya dukungan yang dapat diberikan oleh


anggota, keluarga atau teman klien. Pada saat pengkajian atau saat perawat memberi
intruksi atau penjelasan, pasien mungkin menginginkan kehadiran orang lain. Pada
konsep perioperatif adanya anggota keluarga dapat dimaksimalkan perawat
perioperatif sebagai pelatih pasien, menawarkan dukungan yang berharga selama
periode pascaoperatif, karena partisipasi dari pasien terhadap keseluruhan fase
perioperatif merupakan hal yang penting.

Kepercayaan Spiritual

Kepercayaan spiritual memainkan peranan penting dalam menghadapi ketakutan dan


ansietas. Tanpa memandang agama yang dianut pasien, kepercayaan spiritual dapat
menjadi medikasi terapeutik. Segala upaya harus dilakukan untuk membantu pasien
mendapat bantuan spiritual yang diinginkan. Keyakinan mempunyai kekuatan yang
sangat besar, oleh karena itu kepercayaan yang dimiliki oleh setiap pasien harus
dihargai dan didukung. Menghormati nilai budaya dan kepercayaan pasien dapat
mendukung terciptanya hubungan dan saling percaya.
Kemampuan yang paling berguna bagi perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan adalah kemampuan untuk mendengarkan pasien, terutama saat
mengumpulkan ri•ayat kesehatan pasien. Melalui keterlibatan dalam percakapan dan
menggunakan prinsip-prinsip kornunikasi dan ine•awancara, perawat dapat
mengumpulkan informasi dan wawasan yang sangat berharga. Perawat yang tenang.
memperhatikan, dan pengertian akan menimbulkan rasa percaya pasien.

Pengetahuan, Persepsi, dan Pemahaman

Perawat harus mempersiapkan pasien dan keluarganya untuk menghadapi


pembedahan. Dengan mengidentifikasi pengetahuan, persepsi, dan peniaharnan
pasien, dapat membantu perawat merencanakan penyuluhan den tindakan untuk
mempersiapkal, kondisi emosional pasien. Apabila pasien dijadwalkan menjalani
bedah sehiri, maka pengkajian dapat dilakukan di ruang praktik dokter atau di rumah
pasien
Setiap, pasien merasa takut untuk darang ke tempat pembedahan. beberapa,
diantaranya disebabkan karena pengalaman di ruinah sakit sebelumnya, peringatan
dari teman dan keluarga, atau karena kurang pengetahuan. Perawat menghadapi
dilema etik saat pasien memahami informasi yang salah atau tidak menyadari alasan
dilakukannya pembedahan. Perawat menanyakan gambaran pemahaman pasien
tentang pembedahan dan implikasinya.

Informed Consent
Informed consent adalah suatu izin tertulis yang dibuat secara sadar dan sukarela oleh
pasien sebelum suatu pembedahan dilakukan. Izin tertulis tersebut dapat melindungi
pasien dari kelalaian dalam prosedur pembedahan dan melindungi ahli bedah terhadap
tuntutan dari suatu lembaga hukum. Demi kepentingan bersama,'semua pihak yang
terkait perlu mengikuti prinsip medikolegal yang baik (Potter, 2006).

Tanggung jawab perawat adalah untuk memastikan bahwa informed consent


telah diminta oleh dokter dan ditandatangani secara sukarela oleh pasien. Sebelum
pasien menandatangani informed consent, ahli bedah harus memberikan penjelasan
yang jelas dan sederhana tentang apa yang akan diperlukan dalam pembedahan. Ahli
bedah juga harus menginformasikan pasien tentang alternatif-alternatif yang ada,
kemungkinan risiko, komplikasi, perubahan bentuk tubuh, menimbulkan kecacatan,
ketidakmampuan, pengangkatan bagian tubuh, dan juga tentang apa yang diperkirakan
terjadi pada periode pascaoperatif awal dan lanjut. Persetujuan tindakan medik ini
diperlukan pada:

 suatu prosedur tindakan invasif, seperti insisi bedah, biopsi, sistoskopi, atau
parasintesis;
 intervensi dengan menggunakan anestesi;
 prosedur nonbedah yang risikonya lebih dari sekadar risiko ringan,
contohnya prosedur arteriografi;
 prosedur yang mencakup terapi radiasi atau kobalt;

Pasien secara pribadi menandatangani consent tersebut jika dia telah mencapai
usia yang ditentukan dan mampu secara mental. Bila pasien di bawah umur, tidak
sadar, atau tidak kompeten, maka izin harus didapat dari anggota keluarga yang
bertanggung jawab atau wali yang sah.

Pada kasus-kasus kedaruratan, penting bagi ahli bedah untuk mengambil


tindakan yang bersifat penyelamatan tanpa informed consent dari pasien. Namun,
upaya untuk menghubungi pihak keluarga pasien harus terus dilakukan. Pada situasi
seperti ini, komunikasi dapat dilakukan melalui telepon, telegram, faksimile, atau
rnedia elektronik lainnya.

Jika pasien ragu-ragu dan tidak sempat mencari pengobatan alternatif, maka
opini orang kedua dapat diminta. Tidak ada pasien yang boleh dipaksa untuk
menandatangani izin operasi. Penolakan terhadap prosedur pembedahan adalah hak
hukum dan hak istimewa seseorang. Akan tetapi, informasi tersebut harus
didokumentasikan dan disampaikan kepada ahli bedah sehingga pengaturan lain dapat
dibuat. Sebagai contoh, penjelasan tambahan dapat diberikan kepada pasien dan
keluarganya atau pembedahan dapat dijadwalkan ulang.

Proses penandatanganan informed consent ini dapat dilengkapi dengan


penjelasad dan harus dipastikan bahwa pasien dapat memahami dan mengerti isi atau
maksud dari informed consent tersebut. Formulir informed consent yang sudah
ditandatangani diletakkan di rekam medik pada posisi yang mudah dilihat.
MERIKSAAN FISIK

Ada berbagai pendekatan yang digunakan dalam melakukan perneriksaan fisik,


mulai dari pendekatan head to toe hingga pendekatan per sistem. Perawat dapat
menyesuaikan konscp pendekatan pemeriksaan fisik dengan kebijakan prosedur
yang digunakan institusi tempat ia bekerja. Pada pelaksanaannya, pemeriksaan
yang dilakukan bisa mencakup sebagian atau seluruh sistem, bergantung pada
banyaknya waktu yang tersedia dan kondisi praoperatif pasien. Fokus
pemeriksaan yang akan dilakukan adalah melakukan klarifikasi dari hasil
ternuan saat melakUkan anamnesis riwayat kesehatan pasien dengan sistem
tubuh yang akan dipengaruhi atau memengaruhi respons pembedahan.

Kedaan Umum dan Tanda-tanda Vital


Pemeriksaan keadaan unium pasien praoperatif ineliputi penampilan umum
din perilaku, pengkajian tingkat kesadaran, dan pengkajian status nutrisi.

Penampilan Umum
Pada pengkajian keadaan urnum, secara ringkas perawat melakukan survei
keadaan umum untuk mengobservasi penampilan umum pasien. Bentuk dan
pergerakan tubuh dapat menggambarkan kelemahan yang disebabkan olch
penyakit yang berhubungan dengan adanya intervensi pembedahan. Secara ringkas,
pengkajian yang berhubungan dengan praoperatif meliputi elemen-elemen berikut
ini.

 Usia
Usia akan memengaruhi karakteristik fisik normal. Kemampuan untuk
berpartisipasi dalam beberapa bagian pemeriksaan fisik praoperatif juga
dipengarohi oleh usia.

 Tanda distres
Terdapat tanda dan gejala distres nyata yang mengindikasikan nyeri, kesulitan
bernapas, atau kecemasan. Tanda tersebut dapat membantu perawat dalam
membuat prioritas yang berkaitan dengan apa yang akan diperiksa terlebih dahulu.
 jenis tubuh
Perawat mengobservasi jika pasien tampak ramping, berotot, obesitas. atau
,sangat kurus. Jenis tubuh dapat mencerminkan tingkat kesehatan, usia, dan
gaya hidup.

 Postur
Perawat mengkaji postur tubuh pasien. Apakah pasien memiliki postur tubuh
yang merosot, tegak, atau bungkuk. Postur dapat mencerminkan alam perasaan
atau adanya nyeri

 Gerakan tubuh
Observasi gerakan tersebut bertujuan untuk memperhatikan apakah terdapat
tremor di ekstremitas. Tentukan ada atau tidaknya bagian tubuh yang tidak
bergerak.

 Kebersihan diri dan bau badan


Tingkat kebersihan diri pasien dicatat dengan mengobservasi penampilan rambut,
kulit, dan kuku jari. Bau badan yang tidak sedap dapat terjadi karena kebersihan
diri yang buruk atau akibat patologi penyakit tertentu. Kondisi kebersihan
praoperatif merupakan hal yang penting diperhatikan karena dapat memengaruhi
konsep asepsis intraoperasi dan akan memberikan data dasar pada perawat untuk
memberikan intervensi praoperatif terkait kebutuhan pemenuhan kebersihan area
pembedahan.

 Afek dan alam perasaan


Afek adalall perasaan seseorang yang terlihat oleh orang lain. Alam perasaan atau
status emosi diekspresikan secara verbal dan nonverbal.

 Bicara
Bicara normal adalah bicara yang dapat dipahami, diucapkan dengan kecepatan
sedang, dan menunjukkan hubungan dengan apa yang dipikirkan.

Pengkajian Tingkat Kesadaran

Penilaian tingkat respons kesadaran secara umum dapat mempersingkat


pemeriksaan. Pengenalan kondisi klinis pada setiap tingkat kesadaran akan
memudahkan perawat dalam melakukan pengkajian.

Pada keadaan emergensi, kondisi pasien dan waktu untuk mengumpulkan


data penilaian tingkat kesadaran sangat terbatas. Oleh karena itu, skala koma
Glasgow (Glasgow Coma Scale1GCS) dapat memberikan jalan pintas yang sangat
berguna. Skala tersebut memungkinkan pemeriksa untuk membuat peringkat tiga
respons utarna pasien terhadap lingkungan, yaitu: membuka mata, mengucapkan
kata, dan gerakan.

Pada setiap kategori, respons yang terbaik diberikan nilai. Nilai total
maksimum untuk sadar penuh dan terjaga adalah 15. Nilai minimum 3
menandakan pasien tidak memberikan respons. Jika nilai keseluruhan adalah 8
atau di bawahnya, maka berhubungan dengan koma, yang jika bertahan dalam
waktu yang lama mungkin dapat menjadi satu tanda akan buruknya pemulihan
fungsi. Sistem penilaian ini dirancang sebagai pedoman untuk mengevaluasi
dengan cepat pasien yang sakit kritis atau pasien yang cedera sangat berat dan
status kesehatannya dapat berubah dengan cepat.

Pengkajian Status Nlutrisi

Pengkajian status nutrisi dengan menggunakan berat dan tinggi badan


merupakan indikator status nutrisi yang penting. Kebutuhan nutrisi ditentukan
dengan mengukur tinggi dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar
protein darah, dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus
dikoreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup guna
perbaikan jaringan.

Perbaikan jaringan normal dan resistensi terhadap irtfeksi bergantung pada


status nutrisi yang cukup. Pembedahan akan meningkatkan kebutuhan nutrisi.
Setelah pembedahan, pasien membutuhkan minimal 1500 kkal/hari untuk
mempertahankan cadangan energi. Peningkatan protein, vitamin A dan C, serta zat
besi akan mempercepat penyembuhan luka. Pasien malnutrisi cenderung mengalami
penyembuhan iuka yang kurang baik, berkurangnya penyimpanan energi, cian
infeksi setelah operasi. Apabila pasien menjalani pembedahan elektif, maka
ketidakseimbangan nutrisi dapat diperbaiki sebelum pembedahan. Namun, jika
pasien malnutrisi harus menjalani prosedur darurat, maka upaya perbaikan nutrisi
dilakukan setelah pembedahan (Potter, 2006).

Dehidrasi, hipovolernia, dan ketidakseimbangan elektrolit umum terjadi dan


harus didokumentasikan dengan cermar. Tingkat keparahan sering sulit untuk
ditentukan. Ketika pasien sedang dipersiapkan untuk pembedahan, maka tambahan
waktu mungkin diperlukan untuk memperbaiki defisit cairan guna meningkatkan
kondisi praoperatif sebaik mungkin.

Obesitas sangat meningkatkan risiko dan komplikasi yang berkaitan dengan


pembedahan. Selama pembedahan, jaringan lemak rentan terhadap infeksi. Selain
itu, obesitas mengakibatkan peningkatan masalah-masalah teknik dan mekanik.
Oleh karena itu, dehisens (perlepasan luka) dan infeksi luka umum terjadi. Pasien
obesitas biasanya lebih sulit dirawat karena akibat peningkatan berat badan, pasien
menjadi bernapas tidak optirnal ketika berbaring miring dan karenanya mudah
mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonal pascaoperatif. Selain itu, distensi
abdomen, flebitis, gangguan sistem kardiovaskular, endokrin, hepatika, dan penyakit
biliari terjadi lebih sering pada pasien dengan obesitas. Telah diperkirakan bahwa
untuk setiap kelebilian berat badan 13 kg, diperlukan sekirar 40 km pembuluh darah.
Kebutuhan yang meningkat pada jantung dalam hal ini sangat jelas (Potter, 2006).

Obesitas meningkatkan risiko pembedahan akibat menUrunnya ventilasi dan


fungsi jantung. Pasien akan mengalami kesulitan melakukan aktivitas fisik normal
setelah pembedahan. Pasien obesitas rentan mengalami penyembuhan luka yang
buruk dan infeksi luka karena struktur jaringan lemak memiliki suplai darah yang
buruk. Suplai darah yang buruk akan memperlambat pengiriman nutrisi yang
penting, antibodi, dan enzim yang dibutuhkan untuk penyembuhan iuka. Pasien
obesitas sering mengalami kesulitan penutupan luka karena tebainva lapisan
adiposa. Klien obesitas juga berisiko mengalami dehisens (terbukanya garis jahitan
operasi).

Pemeriksaan Tanda-tanda Vital


Pemeriksaan fisik awal dilakukan dengan memeriksa randa-tanda vital (TTV).
Tanda Vital diukur untuk menentukan status kesehatan atau untuk menilai respons
pasien terhadap stress terhadap intervensi pembedahan.
Pemeriksaan TTV meliputi pengukuran suhu, nadi, tekanan darah, dan
frekuensi pernapasan. Sebagai indikator dari status kesehatan, ukuran-ukuran ini
menandakan keefektifan sirkulasi, respirasi, serta fungsi neurologis dan endokrin
tubuh. Karena sangat penting, maka disebut dengan tanda vital. Banyak faktor
seperti suhu lingkungan, latihan fisik 'dan efek sakit yang menyebabkan perubahan
tanda vital hingga kadang- kadang di luar batas normal. Pengukuran tanda vital
memberi data untuk menentukan status kesehatan pasien yang lazim (data dasar),
seperti respons terhadap stres fisik dan psikologis, terapi medis dan keperawatan,
atau menandakan perubahan fungsi fisiologis. Perubahan pada tanda vital
menandakan kebutuhan dilakukannya intervensi keperawatan dan medis praoperatif.

Pengkajian tanda-tanda vital praoperatif memberikan data dasar yang


penting untuk dibandingkan dengan perubahan tanda-randa vital yang terjadi selama
dan setelah pembedahan. Pengkajian tanda-tanda vital praoperatif juga penting
untuk menentukan adanya abnormalitas cairan dan elektrolit. Peningkatan denyut
jantung dapat disebabkan karena kekurangan volume cairan plasma, kekurangan
kalium, atau kelebihan natrium. Apabila denyut nadi kuat dan keras, hal tersebut
mungkin disebabkan karena kelebihan volume cairan. Disritmia jantung umumnya
disebabkan oleh ketidakseimbangan elektrolit.

Peningkatan suhu sebelum pembedahan merupakan penyebab yang harus


diperhatikan. Apabila pasien mengalami infeksi, maka dokter bedah dapat menunda
pembedahan sampai infeksi tersebut teratasi. Peningkatan suhu tubull meningkatkan
risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit setelah pembedahan.
Tanda vital merupakan cara yang cepat dan efisien untuk memantau kondisi pasien,
mengidentifika.3i masalah, dan mengevaluasi respons pasien terhadap intervensi.
Teknik dasar inspeksi, palpasi, dan auskultasi digunakan untuk menentukan tanda
vital. Keterampilan ini sederhana, tetapi tidak boleh diabaikan. Pengkajian tanda
vital memungkinkan perawat untuk mengidentifikasi diagnosis keperawatan,
mengimplementasikan rencana intervensi, dan mengevaluasi keberhasilan bila tanda
vital dikembalikan pada batas nilai yang dapat diterima. Pemeriksaan tanda vital
merupakan unsur yang penting bila perawat dan dokter melakukan kolaborasi dalam
menentukan status kesehatan pasien. Teknik pengukuran yang cermat menjamin
temuan yang akurat pula.
Kepala dan Leher Survei Kepala

Riwayat keperawatan akan mendeteksi adanya cedera intrakranial dan deformitas


lokal atau kongenital. Perawat mulai dengan menginspeksi posisi kepala dan
gambaran wajah pasien. Posisi kepala normalnya tegak dan stabil.

Perawat mengobservasi gambaran wajah pasien, melihat kelopak mata, alis,


lipatan nasolabial, dan mulut untuk mengetahui bentuk dan kesimetrisannya. Sedikit
ketidaksimetrisan merupakan suatu hal yang normal. jika terdapat ketidak simetrisan
pada wajah, maka perawat menilai apakah seluruh bagian atau hanya sebagian dari
wajah saja yang terkena. Berbagai gangguan neurologis seperti paralisis saraf fasial,
akan memengaruhi saraf lain yang juga mempersarafi otot-otot wajah.

Mata

Observasi gambaran kesimetrisan mata kanan dan kiri. Kesimetrisan wajah pasien
dika untuk melihat apakah kedua mata terletak pada jarak yang sama. Perawat
memerik,, apakah salah satu mata lebih besar atau lebih menonjol (bulging) ke depan
melah pemeriksaan posisi istirahat dan garis mata atas.

Alis diobservasi kuantitas dan penyebaran rambutnya. Kelopak mata diinspek


warna, keadaan kulit, dan ada/tidaknya bulu mata serta arah tumbuhnya. Batas kelopa
diperiksa akan adanya lesi seperti tonjolan atau tumor. Terkadang, pada fraktur dass
tengkorak di fosa anterior, darah dapat merembes dari robekan dura hingga ke rongf
orbita. Hematoma yang terjadi menyebabkan gambaran mata hitam yang diken
sebagai racoon eyes (Gambir 3-3). Pasien dengan fraktur dikaji ada/tidaknya kebocora
cairan serebrospinal dari hidung (rinorea).

Mata dan kelopak mata orang yang kckurangan nutrisi atau dehidrasi nampz seperti
tenggelarn atau cekung karena lemak dan cairan yang tersimpan di belakar bola mata
hilang. Ptosis (turunnya kelopak) dapat disebabkan oleh edema, kelemah<otot, defek
kongenital, atau masalah neurologis (SO III) yang disebabkan oleh traun atau penyakit.

Konjungtiva dan sklera. Konjungtiva adalah membran mukosa tipis dan


transparan yang melapisi bagian posterior kelopak mata dan melipat ke arah bola mata
untuk melapisi bagian anterior bola mata. Sklera dikaji warnanya, biasanya putih.
Warna kekuningan merupakan indikasi ikterus atau masalah sistemik. Pada individu
yang berkulit hitain, sklera normal juga bisa terlihat kuning, terdapat Eirik kecil, gelap,
dan berpigmen. Penieriksaan konjungtiva praoperatif akan nieniberikan data dasar
untuk intervensi.

Pupil normal berbentuk bulat, letaknya di tengah, dan memiliki ukuran yang sama
antara kiri dan kanan (isokor). Terdapat kurang lebih 5% individu yang secara normal
memliliki perbedaan dalam ukuran pupil. Perbedaan ini disebut anisokor. Ukuran pupil
bervariasi pada tiap, individu yang terpapar cahayanya dalam jumlah yang sama.
dapat melihat jauh) mempunyai pupil yang lebih kecil. Diameter pupil normal adalah
antara 2-6 mm. Pupil yang ukurannya kurang dari 2 mm disebut konstriksi (miosis),
sedangkan pupil yang berukuran lebih dari 6 mm disebut dilatasi (midriasis).

Kaji respons pupil terhadap cahaya (Gambar 3-4). Respons pupil terhadap
cahaya lebih mudah diobservasi jika uji ini dilakukan di ruang gelap. Akan tetapi,
pada individu dengan mata coklat tua, lebih sulit bagi perawat untuk mendeteksi
perubahan yang ada. Konstriksi kedua pupil merupakan respons normal terhadap sinar
langsung. Meningkatnya cahaya menyebabkan pupil konstriksi, sedangkan penurunan
cahaya menyebabkan pupil dilatasi. Pupil juga mengecil atau konstriksi dalam respons
terhadap akomodasi (perubahan fokus akibat berubahnya pandangan dari objek jauh ke
dekat).

Perawat mengkaji reaksi pupil terhadap sinar dengan menganjurkan pasien untuk
melihat lurus ke depan sambil secara cepat membawa sinar senter dari samping dan
mengarahkan ke pupil mata kanan (Oculus DextralOD). Konstriksi pada pupil OD
merupakan direct response terhadap cahaya senter ke dalam mata tersebut. Konstriksi pada
pupil mata kiri (Oculus SinistralOS) selama cahiya diarahkan pada OD dikenal sebagai
consensual response. Kedua respons tersebut harus dievaluasi pada masingmasing mata.
Pada kondisi aphakia (tidak adanya lensa mata), pupil berwarna hitam, sedangkan pada
kondisi katarak, pupil berwarna putih/leukokoria (Gambar 3-4).

Hidung dan Sinus

Lakukan inspeksi palatum mole dan sinus nasalis dengan tujuan untuk mengkaji drainase
sinus yang menggambarkan adanya infeksi sinus atau pernapasan.
Mulut, Bibir, Lidah, dan Palatum

Kondisi membran mukosa mulut menutIjUkkan status hidrasi. Pasien dehidrasi berisiko
mengalami ketidakseimbangan cairan dan elektrolit yang serius selama pembedahan. Pada
pasien yang mempunyai riwayat trauma atau fraktur rnandibula akan ditemukan
pergeseran gigi dan gusi.

Pemeriksaan Leher

Otot leher, nodus limfatik di kepala dan leher, arteri karotid, vena jugularis, kelenjar tiroid,
dan trakea terdapat di dalam leher. Pada pemersaan fisik praoperatif, pemeriksaan
leher yang lazim dilakukan adalah memeriksa nodus limfatik dan kelenjar tiroid.

Nodus limfatik diperiksa dengan cara palpasi menggunakan jari tengah dan gerakan
memutar. Nodus limfatik normalnya tidak mudah dipalpasi (Gambar 3-6). Tetapi, nodus
yang kecil, dapat digerakkan,dan tidak nyeri saat ditekan merupakan
hal yang umum ditemukan. Nodus limfatik yang besar, menetap, meradang, atau nyeri
tekan mengindikasikan adanya masalah seperti infeksi lokal, pen•akit sistemik, atau
neoplasma. Pada saat nodus yang membesar itu ditcmukan, perawat harus mengeksplorasi
area dan wilayal: skitarnya yang memperoleh drainnse dari nodus, tersebut untuk adanya
melihat tanda infeksi atau keganasan. Nyeri tekan biasanya terjadi akibat inflamasi.
Mencatat nodus mana yang membesar dapat membantu melokalisasi area infeksi. Sebagai
contoh, infeksi telinga biasanya mengalir ke nodus preaurikuler atau nodus servikal dalarn.
Keganasan biasanya berkaitan dengan nodus yang tidak nyeri saat ditekan, keras, dan
khas. Setelah infeksi yang serius, nodus dapat terus membesar tetapi tidak nyeri tekan.

adanya massa yang terlihat, kesimetrisan, dan kesempurnaan bentuk di bagian dasar
leher. Meminta pasien untuk menghiperekstensikan leher dapat membantu
mengencangkan kulit, sehingga kelenjar tersebut dapat lebih mudah dilihat. Perawat
menawarkan segelas air dan kemudian meminta pasien untuk menelannya sambil
memperhatikan apakah ada kelenjar yang menonjol. Normalnya, kelenjar tiroid tidak
dapat dilihat. Gunakan palpasi ringan dan lembut yang lembut dengan teknik penyusuran
jari di atas kelenjar untuk merasakan adanya abnormalitas

Sistem Saraf
Selama mengkaji riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik, perawat mengobsevasi
tingkat orientasi, kesadaran, wood pasien, serta memperhatikan apakah pasien dapat
menjawab pertanyaan dengan tepat dan dapat mengingat kejadian yang baru terjadi dan
kejadian masa Ialu. Pasien yang akan menjalani pembedahan karena penyakit neurologis
(misalnya: tumor otak atau stroke perdarahan) kemungkinan menunjukkan gangguan
tingkat kesadaran atau perubahan perilaku. Tingkat kesadaran dapat berubah karena
anestesi umum. Namun setelah efek anestesi menghilang, tingkat respons pasien akan
kernbali pada tingkat respons sebelum operasi.

jiKa pasien akan mendapatkan anestesi


spinal, maka pengkajian praoperatif terhadap
fungsi dan kekuatan motorik kasar penting
dilakukan. Anestesi spinal menyebabkan
ekstremitas bawah mengalami paralisis
sementara. Perawat harus menyadari adanya
kelemahan atau gangguan mobilisasi pada
ekstremitas bawah pasien agar perawat tidak
Sistem Endokrin
cemas jika seluruh fungsi motorik tidak
kembali normal pada saat efek anestesi
spinal menghilang.
Pada diabetes yang tidak terkontrol, bahaya sensibilitas
Pengkajian utama yang nengancam
prabedah sangathidup adalah
bermanfaat
hipoglikemia. Hipoglikemia )erioperatif sebagaiterjadi
mungkin bahan evaluasi
selama pada saat akibat
anestesi,
pascaanestesi
isupan karbohidrat pascaoperatif yang di ruang
tidak adekuat pemulihan.
itau pemberianPeta
obatdermatom
insulin yang
(Gambar 3-7) dapat membantu perawat dalam
berlebihan. Bahaya lain iang mengancam pasien tetapi fisik
melakukan pemeriksaan onsetnya tidakfungsi
sensibitas secepat
hipoglikemia adalah asidosis atau glukosuria.
kontrol Secara
sistem saraf dari umum,
pusat kerisiko
perifer.pembedahan
Gambar 3-7.
bagi pasien dengan diabetes ,'ang tidak terkontrol tidak lebih besar dari pasien
nondiabetes. Namun, pemantlUan kadar gula darah secara rutin penting dilakukint
sebelum, selama, dan setelah pembedahan.

Pasien yang mendapat kortikosteroid berisiko mengalami insufisiensi adrenal. Oleh


karena itu, penggunaan medikasi steroid untuk segala tujuan selama tahun-tahun
sebelumnya harus dilaporkan pada ahli anestesi dan ahli bedah.

Dada dan Tulang Belakang

Payudara

Tujuan pemeriksaan payudara adalah untuk mengklarifikasi riwayat atau keluhan pasien
tentang adanya massa pada payudara. Pemeriksaan dimulai dengan melakukan obscrvasi
ukuran dan kesimetrisan payudara. Perbedaan ukuran dan ketidak simetrisan. dapat
disebabkan oleh inflamasi atau massa. Perawat kemudian menilai kontur atau bentuk
payudara dan mencatat adanya inassa, dataran, retraksi, atau lesung. Retraksi atau lesung
terjadi akibat invasi ligamen oleh tumor atau kanker payudara (Gambar 3-8). Ligamen
yang fibrosis menarik lapisan kulii luar ke dalam (ke arah tumor).

Jika pasien mengeluhkan adanya massa, maka perawat harus memeriksa payudara pada
sisi yang lain terlebih dahulu untuk memastikan perbandingan yang objektif antara
jaringan normal dan abnormal. Selama palpasi, perawat mencatat konsistensi jaringan
payudara. Normalnya, jaringan payudara terasa padat, keras, dan elastis.

Massa abnormal dipalpasi untuk menencukan lokasi, diameter massa dalaill


sentimeter, bentuk (misalnya: bulat atau cakrarn), konsistensi (lunak, liat, atau kerasi,
adanya nyeri tekan, kemampuan mobilitas, dan kondisi tepi massa (jelas atau tidak). Lesi
kanker bersifar keras, tidak dapat digerakkan, tidak ada nyeri tekan, dan bentuknya tidak
teratur. Kondisi benigna payudara yang banyak terjadi adalah penyakit payudara
fibrokistik. Kondisi ini dicirikan dengan benjolan payudara yang nyeri dan terkadang
rabas puting. Gejala tersebut lebih nyata terjadi selaina periode menstruasi. jika dipalpasi,
kista benjolan terasa lunak. berbeda, dan dapat digerakkan. Kista dalam biasanya terasa
keras
Sistem Pernapasan

Pemeriksaan praoperatif sistem pernapasan dapat menjadi dat dasar rencana


intervensi pascaoperatif. Pemeriksaan dimulai dengan melihat keadaan umum sistem
pernapasan dan tanda-tanda abnormal seperti sisnosis, pucat, kelclahan, sesak
napas, batuk, penilaian produksi sputum, dan lainnya. Karena harus melakukan
pengkajian fisik secara inspeksi, maka perawat harus memahami kondisi sistem
pernapasan dalam rongga torak secara imajiner. Hal ini sangat berguna bagi perawat
dalam memeriksa kondisi normal dan abnormal dari interpretasi pemeriksaan fisik.

Penilaian bentuk dada secara inspeksi dilakukan untuk melihat seberapa jauh
kelainan yang terjadi pada pasien. Bentuk dada normal pada orang dewasa adalah
diameter anteropsoterior dalam proporsi terhadap diameter lateral adalah 1:2. Kondisi
yang tidak normal, seperti barrel chest akan meningkatkan risiko pembedahan dan
memberikan implikasi pada penyuluhan preoperasi tentang latihan batuk efektif dan
latihan napas diafragma.
Sistem Kardiovaskular

Lakukan inspeksi ada/tidaknya parut bekas luka. Operasi jantung sebelumnya akan
menimbulkan bekas parut pada dinding dada. Lokasi dari parut memberi petunjuk
mengenai lesi katup yang telah dioperasi. Kebanyakan pembedahan katup memerlukan
cardiopulmonary bypass yang berarti akan dilakukan sternotomi medial (irisan pada
bagian medial sternum).

Pemeriksaan tekanan darah praoperatif dilakukan untuk menilai adanya


peningkatan tekanan darah di atas normal (hipertensi) yang berpengaruh pada kondisi
hemodinamik intraoperatif dan pascaoperatif. Apabila pasien mempunyai penyakit
jantung, maka perawat harus mengkaji karakter denyut jantung apikal. Setelah
pembedahan, perawat harus niernbandingkan frekuensi dan irama nadi dengan data
yang diperoleh sebelum operasi. Obat-obatan anestesi, perubahan dalam keseimbangan
cairan, dan stimulasi respons stres akibat pembedahan dapat menyebabkan disritniia
jantung.

Perawat mengkaji nadi perifer, waktu pengisian kapiler, dan warna serta
suhu ekstremitas untuk menentukan status sirkulasi pasien. Waktu pengisian kapiler
(Gambar 3-11) dikaji untuk menilai kemampuan perfusi perifer. Pengukuran
pengisian kapiler penting dilakukan pada pasien yang menjalani pembedahan vaskular
atau pasien yang ekstremitasnya dipasang gips ketat.

Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

Pembedahan akan direspons oleh tubuh sebagai sebuah trauma. Akibat respons stres
adrenokortikal, reaksi hormonal akan menyebabkan retensi air dan natrium serta
kehilangan kalium dalam 2-5 hari pertama setelah pembedahan. Banyaknya protein
yang pecah akan menimbulkan keseimbangan nitrogen yang negatif. Beratnya respons
stres memengaruhi tingkat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Semakin luas
pembedahan, maka akan semakin berat pula stres akibat kehilangan cairan dan elektrolit
intraoperatif.

Pasien yang mengalami hipovolemik atau perubahan elektrolit praoperatif yang


serius mempunyai risiko yang signifikan selama dan setelah pembedahan. Misalnya,
kelebihan atau kekurangan kalium akan meningkatkan peluang terjadinya disritmia.
Apabila pasicn sebelumnya telah mempunyai gangguan pada ginjal, gastrointestinal,
atau kardiovaskular, maka risiko terjadinya perubahan cairan dan elektrolit akan
semakin besar.

Pengkajian Tulang Belakang

Pemeriksaan sekilas dalam inspeksi tulang belakang yang penting adalah penilaian
kurvatura atau lengkung dari tulang belakang. Kurvatura tulang belakang yang normal
biasanya konveks pada bagian dada dan konkaf sepanjang leher dan pinggang. Jika
dilihat dari samping, lengkung kolumna vertebralis memperlihatkan empat kur•a atau
lengkung anterior-posterior, yaitu: lengkung vertikal pada daerah leher melengkung ke
depan, daerah torakal melengkung ke belakang, daerah lumbal melengkung ke depan,
dan daerah pelvis melengkung ke belakang. Pengetahuan perawat yang benar tentang
pengenalan kurvatura tulang belakang akan mernudahkan perawat dalam mengenal
adanya deformitas pada setiap segmen dari tulang belakang.
Deformitas tulang belakang yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan praoperatif
meliputi skoliosis, yaitu pembengkokan pada tulang belakang ke arah lateral, dan
kifosis, yaitu kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada.

Abdomen dan Panggul

Survei Abdomen dan Panggul


Perawat mengkaji ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan distensi abdomen. Apabila pasiell
akan menjalani bedah abdohien, maka perawat harus sering melakukan pengkajian
pascaoperatif pada insisi abdomen dan membandingkan hasilnya dengan data yang
diperoleh pada fase praoperatif. Distensi menunjukkan adanya perubahan fungsi
gastrointestinal pada fase pascaoperatif. Perawat harus mengetahui apakah abdomen
pasien menonjol atau mergalami distensi setelah pembedahan.

Hepar berperan penting dalarn biotransforrriasi senvaNva-senyawa anestesi. Oleh


karena itu, segala bentuk kelainan hepar berefek pada bagaimana anestesi tersebut
dimetabolisme. Karena pen•akit hepar akut berkaitan dengan mortalitas bedah yang
tinggi, maka perbaikan fungsi hepar pada fase praoperatif sangat diperlukan. Pengkajian
yang cermat dilakukan dengan berbagai pemeriksaan fungsi hepar.

Sistem Pencernaan

Pengkajian bising usus pada fase praoperatif berguna sebagai data dasar. Perawat juga
menentukan apakah pergerakan usus pasien teratur. Apabila pembedahan memerlukan
manipulasi saluran gastrointestinal atau pasien diberikan anestesi umum, maka
peristaltik tidak akan kembali normal dan bising usus akan hilang atau berkurang selama
beberapa hari setelah operasi.

Sistem Perkemihan

Ginjal terlibat dalam ekskresi obat-obat anestesi dan metabolitnya. Status asam basa dan
metabolisme merupakan pertimbangan penting dalam pemberian anestesi. Pembedahan
dikontraindikasikan bila pasien menderita nefriris akut, insufisiensi renal akut dengin
oliguri arau anuri, atau masalah-masalah renal akut lainnya. kecuali kalau pembedahan
merupakan satu tindakan penyelarnat hidup atau amat penting untuk memperbaiki
fungsi urinari, seperti pada ob.,truksi uropari.

Integumen dan Muskuloskeletal

Sistem Integumen

Perawat menginspeksi kulit di seluruh permukaan tubuh secara teliti. Perhatian


utama ditujukan pada daerah tonjolan tulang seperti siku, sakrum, dan skapula.
Selama pembedahan, pasien harus berbaring dalam satu posisi tertentu dan biasanya
sampai beberapa jam. Dengan demikian, pasien rentan mengalami ulkus tekan atau
dekubitus terLItama jika kulit pasien tipis, kering, dan turgor kulitnya buruk
Kondisi keseluruhan kulit juga menunjukkan kadar hidrasi pasien. Lansia berisiko
mengalami gangguan integritas kulit akibat posisi dan pergeseran di atas meja
ruang operasi yang dapat menyebabkan kulit lecet dan tertekan. Lakukah palpasi
dengan mencubit kulit untuk menentukan tingkat hidrasi tubuh.

Kaji kondisi jari untuk menilai adanya tanda sianosis perifer Perawat juga
perlu mengkaji adanya jari tabuh (clubbing finger) pada kuku jari tangan pasien,
yang mengindikasikan adanya penyakit paru dan mungkin dapat menimbulkan
kesulitan setelah pasien diberikan anestesi.

Sistem Muskuloskeletal
Periksa adanya deformitas atau kelainan bentuk pada seluruh ekstremitas, meliputi adanya
benjolan, ketidaksejajaran pada seluruh fungsi skeletal dan kemampuan dalam melakukan
rentang gerak sendi. Periksa adanya kondisi kelemahan atau kelumpuhan dari fungsi seluruh
ekstremitas. Ditemukannya kelainan akan memberikan data dasar untuk pemenuhan informasi
pascabedah terutama dalam melakukan latihan pergerakan sendi pascabedah.

Pemeriksaan Diagnostik

Sebelum pasien menjalani pembedahan, dokter bedah akan meminta pasien untuk
menjalani pemeriksaan diagnostik guna memeriksa adanya kondisi yang tidak normal.
Banyak pemeriksaan laboratorium dan diagnostik seperti EKG dan foto dada tidak lagi
dilakukan secara rutin untuk pasien yang menjalani bedah sehari karena biaya yang
harus dikeluarkan untuk pemeriksaan tersebut tidak efektif jika pasien sehat dan tidak
menunjukkan gejala yang tidak normal (Rothrock, 2000). Pemeriksaan skrining rutin
terdiri dari pemeriksaan darah lengkap, analisis elektrolit serum, koagulasi, kreatinin
serum, dan urinalisis. Apabila pemeriksaan diagnostik menunjukkan masalah yang
berat, maka ahli bedah dapat membatalkan pembedahan sampai kondisi pasien stabil.

Perawat bertanggung jawab mempersiapkan dalam klien untuk menjalani


pemeriksaan diagnostik dan mengatur agar pasien menjalani pemeriksaan yang
lengkap. Perawat juga harus mengkaji kembali hasil perneriksaan diagnostik yang perlu
diketahui dokter untuk membantu merencanakan terapi yang tepat.

Pemeriksaan Skrining Tambahan


Apabila pasien berusia lebih dari 40 tahun atau mempunyai penyakit jantung, maka
dokter mungkin akan meminta pasien untuk menjalani penieriksaan sinar-X dada atau
EKG. Pada beberapa prosedur bedah tertentu seperri bedah saraf, jantung, dan urologi,
diperlukan pemeriksaan canggih untuk menegakkan diagnosis prabedah, misalnya:
MRI, CT-Scan, USG Doppler, IPV, Echocardiography, dan lainnya sesuai dengan
kebutuhan diagnosis prabedah
DIAGNOSIS KEPERAWATAN PRAOPERATIF

Perawat menggolongkan karakteristik tertentu yang diperoleh selama pengkajian untuk


mengidentifikasi diagnosis keperawatan yang tepat bagi pasien bedah. Diagnosis menentukan
arah perawatan yang akan diberikan pada satu atau seluruh tahap pembedahan. Diagnosis
keperawatan praoperatif memungkinkan peravvat untuk melakukan tinclakan pencegahan dan
pera•atan, sehingga asuhan keperawaian yang diberikan wlama tahap intraoperatif dan
pascaanestesi sesuai dengan kCI)IM111311 pasien.

Berikut ini adalah diagnosis keperawatan berdasarkan pengkajian keperawatan yang


lazim dilaksanakan.

1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang pembedahan yang akan


dilaksanakan dan hasil akhir pascaoperatif.
2. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan prognosis pembedahan, ancaman
kehilangan organ atau fungsi tubuh dari prosedur pembedahan, dan ketidakmampuan
menggali koping efektif.
3. Kurang pengetahuan tentang implikasi pembedahan berhubungan dengan kurang
pengalaman tentang operasi, kesalahan informasi.

RENCANA KEPERAWATANTPRAOPERATIF

Pasien bedah perlu diikutsertakan dalam pembuatan rencana perawatan. Dengan


melibatkan pasien sejak awal, kesulitan pelaksanaan rencana asuhan keperawatan
bedah, risiko pembedahan, dan komplikasi pascaoperatif dapat diminimalkan.
Misalnya, riset keperawatan menunjukkan bahwa penyuluhan praoperatif yang
diberikan secara terstruktur dapat mempersingkat waktu rawat pasien di rumah sakit
(Dalayon (1994) dalam Potter (2006)).

Rasa takut pasien yang telah diinformasikan tentang pembedahan akan menurun
dan pasien akan metnpersiapkan diri untuk berpartisipasi dalain tahap pemulihan
pascaoperatif sehingga hasil yang diharapkan dapat tercapai (Potter, 2006). Keluarga
juga merupakan elemen penting dalam men,ahami hasil akhir yang celah ditetapkan
untuk mencapai pemulihan. Pada setiap diagnosis, perawat menetapkan tujuan
perawatan dan hasil akhir yang harus dicapai untuk memastikan pemulihan atau
mempertahankan status praoperatif pasien.
Untuk pasien bedah sehari, tahap perencanaan praoperatif dilakukan di rumah atau
di unit bedah sehari pada pagi hari sebelum pasien menjalani operasi. Idealnya, tahap
ini dilakukan di rumah dengan cara perawat menelepon pasien di rumah dan di unit
bedah dan/atau tempat praktik dokter dan menjelaskan tentang inforinasi dan instruksi
praoperatif. Cara ini tnemberi waktu pada pasien untuk memikirkan operasi yang akan
dijalaninya, melakukan persiapan fisik yang diperlukan (misalnya: mengubah diet
atau berhenti minum obat), dan bertanya tentang prosedur pascaoperatif. Pasien bedah
sehari biasanya pulang ke rumah pada hari yang sama dengan dilaksanakannya
prosedur operasi. Keluarga atau pasangan pasien juga dapat berperan sebagai
pendukung aktif bagi pasien.

Rencana keperawatan berikut merupakan hal yang lazim dilaksanakan pada


periode praoperatif dari ruang rawat inap dan bagian emergensi. Penetapan tujuan
dalam waktu 1 x 24 jam hanya dikhususkan apabila pembedahan dilakukan secara
elektif dari ruang rawat inap.

anasietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang pembedahan yang akan


dilaksanakan dan hasil akhir pascaoperatif.
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam tingkat kecemasan pasien berkurang atau hilang.
Kriteria hasil:
• T'asien menyatakan kecemasannya berkurang.
• Pasien mampu mengenali perasaan ansietasnya.
• Pasien dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang memengaruhi
ansietasnya.
• Pasien kooperatif terhadap tindakan.
• Wajah pasien tampak rileks.
Intervensi Rasional
Mandiri
Rantu pasien mengekspresikan Ansietas berkelanjutan memberikan dampak
perasaan serangan
marah, kehilangan, dan takut. jantung.
Kaji tanda ansietas verbal dan Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukan rasa
nonverbal.Dampingi pasien dan agitasi,marah, dan gelisah.
lakukan tindakan bila pasien mulai
menunjukkan perilaku merusak.
Jelaskan tentang prosedur Pasien yang teradaptasi dengan prosedur
sesuai jenis operasi.
pembedahan akan dilaluinya
pembedahan akan merasa lebih nyaman.
yang
Beri dukungan prabedah. Hubungan emosional yang baik antara perawat
dan pasien
akan inemengaruhi penerimaan pasien terhadap
pembedahan.
Aktif mendengar semua kekhawatiran dan
keprihatinan pasien adalah bagian penting dari
evaluasi praoperatif. Keterbukaan
mengenai tindakan bedah yang akan dilakukan,
pilihan anestesi, dan perubahan atau kejadian
pascaoperatif yang diharapkan, akan
menghilangkan banyak ketakutan tak berdasar
terhadap anestesi.
Bagi sebagian besar pasien, pembedahan
adalah suatu peristiwa hidup yang bermakna.
Kemampuan perawat dan dokter untuk
memandang pasien dan keluarganya sebagai
manusia yang layak untuk didengarkan dan
dimintai pendapat
ikut menentukan basil pembedahan.
Egbert et al. (1963) dalam Gruendemann
(2006) memperlihatkan bahwa kecemasan
pasien yang dikunjungi dan dimintal pendapat
sebelum operasi akan berkurang saat tiba di
kamar operasi dibandingkan mereka yang
hanya sekedar diberi premedikasi dengan
fenobirbital. Kelompok yang, mendapat
premedikasi melaporkan rasa mengantuk,
tetapi tetap cemas.
Hindari konfrontasi. Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah,
menurunkan, kerja sama, dan mungkin
memperlambat penyembuhan.
Beri lingkungan yang tenang dan Mengurang rangsangan eksternal yang tidak
suasana penuh istirahat. diperlukan
Tingkatkan kontrol sensasi pasien. Kontrol sensasi pasien dalam menurunkan
ketakutan dengan cara memberikan informasi
tentang keadaan pasien,menekankan pada
penghargaan terhadap sumber-sumber
koping (pertahanan diri) yang positif,
membantu latihan relaksasi dan teknik-teknik
pengalihan, dan memberikan respons balik
yang positif.
orientasikan pasien terhadap Orientasi dapat menurunkan kecemasan.
prosedur rutin dan aktivitas yang
diharapkan.

Beri kesempatan kepada pasien Dapat menghilangkan ketegangan terhadap


untuk mengungkapkan kehawatiran
ansietasnya. yang tidak diekspresikan.
Berikan privasi untuk pasien dan Memberi waktu untuk mengekspresikan
orang terdekat. perasaan, menghilangkan rasa cemas, dan
perilaku adaptasi.Kehadiran keluarga dan
teman-teman yang dipilih pasien untuk
menemani aktivitas pengalih (misalnya:
membaca) akan menurunkan perasaan
terisolasi.
Kolaborasi Meningkatkan relaksasi dan menurunkan
Berikan anticemas sesuai kecemasan.
indikasi,
contohnya diazepam.

Koping individu tidak efektif berhubungan dengan prognosis pembedahan,


ancaman kehilangan organ atau fungsi tubuh dari prosedur pembedahan, dan
ketidakmampuan menggali koping efektif.
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam pasien inampu mengembangkan koping
yang positif.
Kriteria evaluasi:
• Pasien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan.
• Pasien mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang
terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi.
• Pasien mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi.
• Pasien mengakui dan menggabungkan perubahan ke da!am konsep diri
dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif.
Intervensi Rasional
Mandiri
Kaji perubahan dari gangguan Menentukan bantuan individual dalam
persepsi dan hubungan dengan menyusun rencana perawatan atau pemilihan
derajat ketidak mampuan. intervensi.
Identifikasi arti dari Beberapa pasien dapat menerima dan
kehilangan atau mengatur perubahan fungsi secara efektif
disfungsi pada pasien. dengan sedikit penyesuaian diri, sedangkan
yang lain mempunyai kesulitan dalam
membandingkan,mengenal, dan mengatur
kekurangan.
Anjurkan pasien untuk Menunjukkan penerimaan, membantu pasien
mengekspresikan perasaan. untuk mengenal dan mulai menyesuaikan
dengan perasaan tersebut.
-
Catat ketika pasien menyatakan Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh
sekarat, mengingkari, dan atau perasaan negatif terhadap gambaran
menyatakan inilahkematian. tubuh dan kemampuan yang menunjukan
kebutuhan dan intervensi serta dukungan
emosional.
Mengingatkan pasien tentang Membantu pasien untuk melihat bahwa
fakta dan realita bahwa pasien perawat menerima kedua bagian sebagai
masih dapat menggunakan sisi bagian dari seluruh tubuh. Mengizinkan
vang sakit dan belajar pasien untuk merasakan adanya harapan dan
mengontrol sisi yang sehat mulai menerini,situasi baru.

Bantu dan anjurkan perawatan Mernbantu meningkatkan perasaan harga diri


yang dan

baik dan niernperbaiki mengontrol lebih dari satu area kehidupan.


kebiasaan.
Anjurkan orang terdekat pasien Menghidupkan kembali perasaan
untuk mengizinkan pasien kemandirian dan membantu perkembangan
melakukan hal sebanyak- harga diri serta memengaruhi proses
banyaknya. rehabilitasi.
Dukung perilaku atau usaha Pasien dapat beradaptasi terhadap perubahan
seperti peningkatan minat atau dan pengertian tentang peran individu masa
partisipasi dalam aktivitas mendatang.
rehabilitasi.
Dukung penggunaan alat-alat Meningkatkan kemandirian untuk membantu
yang dapat membuat pasien, pernenuhan kebutuhan fisik dan menunjukan
tongkat, alat bantu jalan, tas posisi untuk lebih aktif dalam kegiatan
panjang untuk kateter. sosial.
Monitor gangguan tidur, Dapat mengindikasikan terjadinya depresi.
kesulitan berkonsentrasi, letargi, Umumnya mernerlukan intervensi dan evaluasi
dan menarik diri. lebih lanjur.
Kolaborasi
Rujuk pada ahli neuropsikologi Dapat memfasilitasi perubahan peran yang
dan konseling bila ada indikasi penting untuk perkembangan perasaan.
Kurang pengetahuan tentang implikasi pernbcdahan berhubungan
dengan kurang pengalaman tentang operasi dan kesalahan informasi.
Fujuan: Dalamwaktu 1 x 24 jarn pengetahuan pasien dan keluarga tentang
pembedahan dapat terpenuhi.
Kriteria evaluasi:
• Pasien dan keluarga mengetalmi jadwal pembedahan.
• Pasien dan keluarga kooperatif pada setiap intervensi keperawatan.
• Pasien dan keluarga secara subjektif men•atakan bersedia dan termotivasi
untuk melakukan,aturan atau prosedur prabedah vang telah dijelaskan.
• Pasien dan keluarga memahami tahap-tahap intraoperatif den pasca
anestesi.
• Pasien dan keluarga mampu mengulang kembali secara narasi mengenai
intervensi prosedur pascaanestesi.
• Pasien dan keluarga niengungkapkan alasan pada setiap instruksi dah
latihan praoperatif.
• Pasien din keluarga menialiami respons pembedahan secara fisiologis dan
psikologis.
• secara subjektif pasien menyatakan rasa nyaman dan relaksasi emosional.
• Pasien mampu menghindarkan cedera selama periode perioperatif.

Intervensi Rasional
Kajitingkat pengetahuan dan sumber Menjadi data dasar untuk memberikan
informasi yang telah diterima. pendidikan kesehatan dan mengklarifikasi
sumber yang tidak jelas.
Diskusi perihal jadwal pembedahan Pasien dan keluarga harus diberitahu
mengenai waktu dimulainya pembedahan.
Apabila rumah sakit mempunyai jadwal
kamar operasi yang padat, maka lebih baik
pasien dan keluarga diberitahukan tentang
banyaknya jadwal operasi yang telah
ditetapkan sebelum pasien.
Diskusi Perihal lamanya pembedahan Kurang bijaksana bila memberitallukan
pasien dan keluarganya tentang lamanya
waktu operasi yang akan dijalani.
Penundaan yang tidak diantisipasi dapat
terjadi karena bcrbagai alasan Apabila
pasien tidak kembali pada waktu yang
diharapkan,maka keluarga akan menjadi
sangat cemas. Anggota keluarga harus
menunggu di ruang tunggu bedah untuk
mendapat berita yang terbaru dari staf.

Lakukan pendidikan kesehatan praoperatif Manfaat dari instruksi praoperatif telah


dikenal sejak lama. Setiap pasien diajarkan
sebagai seorang individu, dengan
mempertimbangkan segala keunikan
tingkat ansietas,kebutuhan, dan harapan -
harapannya.
Programkan instruksi yang didasarkan pada Jika sesi penyuluhan dilakukan beberapa
kebutuhan individu,direncanakan, dan hari sebelum pembedahan, maka pasien
diimplementasikan pada waktu yang tepat. mungkin tidak ingat tentang apa yang telah
dikatakan. Jika instruksi diberikan terlalu
dekat dengan waktu pembedahan, maka
pasien mungkin tidak dapat berkonsentrasi
atau belajar karena ansietas dan efek dari
medikasi praanestesi
Beritahu persiapan pembedahan. Pembersihan dengan enema atau laksatif
• Persiapan intestinal. mungkin dilakukan pada malam sebelum
operasi dan diulang jika tidak efektif.
Pembersihan ini dilakukan untuk mencegah
defekasi selarna anestesi atau untuk
mencegah trauma yang tidak diinginkan
pada intestinal selama pembedahan
abdomen.
• Persiapan kulit.  Tujuan dari persiapan kulit praoperatif
adalah untuk mengurangi sumber bakteri
tanpa mencederai kulit. Bila ada waktu,
seperti pada bedah elektif, pasien
dapat diinstruksikan untuk
menggunakan sabun yang mengandung
deterjen germisida untuk membersihkan
area kulit selama beberapa hari sebelum
pembedahan. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi jumlah organisme yang ada
kulit. Persiapan ini dapat dilakukan di
rumah.
 Sebelum pembecialian, pasien harus
mandi air hangat,relaksasi, serta
menggunakan sabun yang mengandung
iodine. Meskipun hal ini lebih sering
dilakukan pada hari
pembedahan, tetapi jadwal penibedahan
membuat hal tersebut dilakukan pada
malam sebelumnya.
 Tujuan menjadwalkan mandim
pembersihan sedekat mungkin
dengan waktu pembedahan adalah
untuk mengurangi risiko kontaminasi
kulit terhadap luka bedah. Mencuci
rambut
seliari sebelum pembedahan sangat
disarankan kecuali kondisi pasien tidak
memungkinkan hal tersebut.
• Pernbersihan area operasi. Kulit di sekitar area operatif sangat
disarankan untuk tidak dicukur. Selama
mencukur, kulit mungkin mengalami
cedera oleh silet dan menjadi pintu
masuknya bakteri. Jaringan yang cedera
ini dapat menjadi tempat pertumbuhan
bakteri. Selain itu, semakin jauh interval
antara bercukur dan operasi, maka
makin tinggi pula angka infeksi luka
pascaoperatif. Kulit yang dibersihkan
dengan baik tetapi tidak dicukur lebih
jarang menyulitkan dibanding dengan
kulit yang dicukur.
• Pencukuran area operasi. Pencukuran area operasi dilakukan
apabila protokol lembaga atau ahli
bedah mengharuskan kulit untuk
dicukur. Pasien diberitahukan tentang
prosedur mencukur, dibaringkan dalam
posisi yang nyaman, dan tidak memajan
bagian yang tidak perlu.
Informasikan perihal persiapan  Istirahat merupakan hal yang penting
pembedahan. untuk penvembuhan normal.Kecemasan
• Persiapan istirahat dan tidur. tentang pembeclaban dapar dengan
mudah mengganggu kemampuan untuk
istirahat atau tidur. Kondisi penyakit
yang membutuhkan tindakan
Pembedahan mungkin akan
menimbulkan rasa nyeri yang hebat
sehingga mengganggu istirahat.
 Perawat harus memberikan lingkungan
yang tenang dan rivanian untuk pasien.
Dokter sering memberi obat hipnotik-
sedatif atau antiansietas pada nialani
hari sebelum pembedahan. Obat-obatan
hipnotik-sedatif seperti flurazepam
(Dalinane) dapat menyebabkan dan
mempercepat pasien tidur. Obat-obatan
antiansietas, misalnya : alprazolam
(Xanax) dan diazeparn
(Valium),bekerja pada korteks serebral
dan sistem linibik untukmenghilangkan
ansietas.
• Persiapan ranibUt dan kosmetik. Untuk menghindari cedera, perawat
meminta pasien untuk melepas jepit
rambutnya sebelum niasuk ke ruang
operasi. Rambut palsu juga harus
dilepas. Rambut panjang dapat
dikepang agar tetap pada tempatnya.
Pasien harus memakai tutup kepala
sebelum memasuki ruang operasi.

Selama dan setelah penibedalian, ahli


anestesi dan perawat mengkaji kulit
dan membran mukosa untuk
menentukan
status oksigenasi dan sirkulasi pasien.
Oleh karen itu , seluruh,riasan muka
seperti bedak, pemerah muka,dan cat
kuku harus dihilangkan untuk
memperlihatkan warna kulit dan kuku
yang normal.
 Pemeriksaan alat bantu Semua alat bantu dan perhiasan harus
(protese) dilepas. dan perhiasan.
 Persiapan administrasi dan Pasien sudah menyelesaikan
informed consent administrasi dan mengetahui perihal
biaya Pasien sudah mendapat penjelas
dan menandatangani informed consent.
 ajarkan aktivitas pascaoperasi.  Salah satu tujuan dari asuhan keperawatan
praoperatif adalah untuk menRaiarkan
pasien cara untuk meningkatkan ventilasi
paru dan oksigenasi darah setel anestesi
unium. Hal ini dicapai dengan
memeragakan pada pasien bagaimana
melakukan napas dalam, napas lambat
(menahan inspirasi secara maksimal), dan
bagaima mengembuskan napas dengan
lambat. Pasien diposisik dalam posisi
duduk untuk memberikan ekspansi paru
yang maksimum
 Pernapasan diafragma mengacu pada
pendataran rong diafragma selama
inspirasi sehingga mengakibatk
pembesaran abdomen bagian atas sejalan
dengan desak udara masuk. Selama
ekspirasi, otot-otot abdomen akan
berkontraksi.
 Ajarkan latihan batuk efektif dan gunakan  Tujuan dari latihan batuk efektif
bantal untuk mengurangi respons nyeri. adalah untuk memobilisasi sekret
sehingga dapat dikeluarkan. Nar.
dalam yang dilakukan sebelum batuk
akan merangsa refleks batuk. Jika pasien
tidak dapat batuk secara efek maka dapat
terjadi pneumonia hipostatik atau
komplik paru lainnya.
 Bila akan dilakukan insisi abdomen atau
toraks, ma perawat memeragakan
bagaimana cara menyokong ga insisi
sehingga tekanan dapat
diminimalisasikan dan ny dapat
Ajarkan aktivitas pascaoperasi, terkontrol.

 Latihan tungkai.
 Tujuan peningkatan pergerakan tubuh
secara hati-hati' setelah operasi
adalah untuk memperbaiki sirkulasi,
mencegah stasis vena, dan menunjang
fungsi pernapasan yang optimal.
 Pasien ditunjukkan bagaimana cara
untuk berbalik dari satu sisi ke sisi
lainnya dan mengambil posisi lateral.
Posisi ini akan digunakan
setelah,operasi (bahkan sebelum pasien
sadar) dan dipertahankan setiap dua jam.
 Latihan ekstremitas meliputi ekstensi
dan fleksi lutut dan sendi panggul
(sama dengan mengendarai sepeda
tapi dengan posisi berbaring miring).
Telapak kaki diputar seperti membuat
lingkaran sebesar mungkin. Siku dan
bahu juga dilatih ROM. Pada
awalnya pasien akan dibantu dan
diingatkan untuk melakukan latihan
ini, tetapi selanjutnya dianjurkan
untuk melakukan latihan secara
mandiri. Tonus otot dipertahankan
sehingga ambu. Iasi akan lebih mudah
dilakukan.
 Perawat diingatkan untuk tetap
menggunakan pergerakan tubuh yang
tepat dan rnengintruksikan pasien untuk
melakukan hal yang sama. Ketika
pasien dibaringkan dalam posisi apa
saja, tubuhnya harus dipertahankan
dalam posisi apa saja, tubuhnya harus
dipertahankan dalam kelurusan yang
sesuai.

Ajarkan teknik manajemen nyeri Imobilisasi yang adekuat dapat


 Atur posisi imobilisasi pada area mengurangi pergerakan
pembedahan perawatan.fragmen tulang yang menjadi
unsur utama kompresi saraf
 Manajemen lingkungan: Lingkungan Lingkungan yang tenang akan
tenang, batasi pengunjung dan menurunkan stiinulus lingkungan tenang,
istirahatkan pasien. batasi nyeri ekternal. Pembatasan
pengunjung akan membantu pengunjung,
akan membantu meningkatkan kondisi O2
ruangan yang akan berkurang apabila
banyak pengunjung yang berada di
ruangan. Istirahat akan menurunkan
kebutuhan O2 jaringan perifer
 Ajarkan teknik distraksi untuk  Distraksi (pengalihan perhatian)
mengurangi nyeri dapat menurunkan stimulus internal
dengan rnekanismc peningkatan
produksi endorfin dan enkefalin yang
dapat memblokir reseptor nyeri untuk
tidak dikirimkan ke korteks serebri,
sehingga menurunkan persepsi nyeri.
 Berikan manajemen sentuhan.  Manajemen sentuhan pada saat nyeri
berupa bentuk duktingan psikologis
yang dapat membantu menurunkan
masase ringan dapat meningkatkan
aliran dan suplai darah sert oksigen
ke area nyeri
 beritahu pasien dan keluarga kapan  Pasien akan mendapat manfaat bila
Pasien bisa dikunjungi. mengetahui kapan keluarganya dan
temannya bisa berkunjung setelah
pembedahan.

TRANSPORTASI KE RUANGAN PRABEDAH

Transportasi biasanya dilakukan dengan menggunakan brankar atau kursi


roda. Idealnya, perawat yang merawat pasien akan mengantar dan menemani
pasien hingga ke ruang transit sementara. Pendekatan psikologis dengan
membicarakan kondisi rutin selain pembedahan dapat membantu pasien untuk
lebih santai.

Ruang Prabedah

Pengkajian
Di sebagian besar rumah sakit, pasien lebih dulu masuk ke ruang prabedah.
Pasien dipindahkan ke ruang prabedah di atas tempat tidur atau brankar sekitar
15-30 menit sebelum anestesi dimulai. Brankar harus senyaman mungkin,
dengan jumlah selimut yang cukup untuk memastikan pasien tidak kedinginan.
Bantal kecil di kepala biasanya diperbolehkan.

Di ruang prabedah, pasien akan bertemu dengan staf ruang operasi yang
menggunakan pakaian dan wajah tertutup masker sesuai dengan kebijakan
pengontrolan infeksi rumah sakit. Pada kondisi ini, pasien sudah tidak ditemani
oleh orang terdekat. Suasana ruangan yang terasa sunyi akan memberikan
kondisi yang berbeda pada pasien.

Perawat ruang transit sementara akan melakukan pengkajian pasien,


meliputi keabsahan pasien, jenis pembedahan, kamar operasi yang akan dimasuki,
jenis anestesi yang akan digunakan, kelengkapan pemeriksaan diagnos,ik, dan
kelengkapan sarana pembedahan.

Meskipun pasien sudah mendapat medikasi praoperatif, tampak


mengantuk, dan terlihat aman di atas brankar dengan sabuk pelindung di
atasnya, tetapi seorang perawat harus selalu ada di dekatnya. Dengan
menugaskan perawat bersama pasien akan memberikan ketenangan dan
keamanan. Ketenangan dapat dikomunikasikan secara verbal atau nonverbal
melalui ekspresi wajah, tingkah laku, genggaman hangat pada tangan, dan
memperlihatkan wajah yang ramah oleh perawat yang membantu menyiapkan
pasien sebelum dipindahkan ke ruang bedah atau ahli anestesi yang telah
mengunjungi pasien sehari sebelum hari pembedahan.
Diagnosis Keperawatan
Di ruang prabedah, diagnosis keperawatan yang paling lazim ditegakkan adalah
sebagai berikut.
1. Kecemasan berhubungan dengan suasana menjelang pembedahan.
2. Risiko cedera perioperatif berhubungan dengan prosedur premedikasi anestesi

RENCANA INTERVENSI DAN KRITERIA EVALUASI


Kecemasan berhubungan dengan suasana menjelang pembedahan
Tujuan: Kecemasan pasien teradaptasi.
Kriteria evaluasi: Pasien kooperatif terhadap intervensi prainduksi
anestesi dan pasien mendapat Lingkungan prainduksi.

Intervensi Rasional
Saat pasien masuk ruang Pasien yang merasa diterima oleh petugas
sementara,sambut dengan ruang sementara akan mendapatkan
ramah dan panggil dukungan psikologis yang menurunkan
namanya stimulus rasa cemas.
pasien dengan namanya. Pemanggilan nama akan memberikan rasa
aman pada pasien dan menegaskan bahwa dia
merupakan pasien yang benar untuk
mendapat intervensi.
liantu pasien untuk Pasien dengan pembedahan elektif dari
mengganti pakaian rawat ruangan akan diganti bajunya di ruang
inap dengan pakaian prabedah.
kamar bedah.
Beri lingkungan yang Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak
tenang dan jangan diperlukan.Suasana tenang akan
berbicara tentang meningkatkan efektifitas pemberian
pembedahan. prenicclikasi. Perbincangan yang tidak
menyenangkan atau percakapan harus
dihindari karena dapat diartikan berbeda
oleh pasien yang mendapatkan sedatif.
Drientasikan pasien Orientasi dapat menurunkan kecemasan.
terhadap prosedur
prainduksi dan aktivitas
yang diharapkan.
Beri kesempatan kepada Dapat merighilangkan ketegangan terhadap
pasien Untuk kehawatiran yang tidak diekspresikan.
mengungkapkan
ansietasnnya.

Risiko cedera perioperatif berhubungan dengan prosedur


premedikasi anestesi.
Tujuan: Ketidaktahuan prosedur pasien teradaptasi
Kriteria evaluasi:
 Pasien kooperatif terhadap intervensi
premedikasi anestesi.
Persiapan prabedah dapat terlaksana secara optimal.
Intervensi Rasional
Jela'skan prosedur rutin Perawat perioperatif menjelaskan tahap-tahap
prabedah. yang akan dilaksanakan untuk menyiapkan
pasien menjalani pembedahan.
Periksa tanda-tanda vital Prosedur standar dalam melakukan praincruksi
prabedah. bedah dengan
membandingkan hasil tanda-tanda vital
sewaktu di ruang rawat inap
Siapkan sarana kateter  Penata anestesi biasanya mempersiapkan
IV dan obat- obatan sarana kateter IV yang berukuran besar
premedikasi. agar pemasukan cairan menjadi lebih
mudah.
 Obat-obat premedikasi dipertimbangkan
secara individual. Prosedur premedikasi
juga harus diadaptasikan setelah
mempertimbangkan faktor lain, misalnya
lama pembedahan keseluruhan dan
kebutuhan pemulilian pascabedah
yangsegera. Pencapaian pemulihan dan
aktivitas yang cepat sangat penting dalam
konteks one day surgery.
 Obat yang paling sering digunakan pada
premedikasi adalah dari golongan
benzodiazepin (Gruendemann,2006).
Diazepam adalah salah satu golongan
benzodiazepin yang mempunyai sifat
tidak larut air sehingga apabila dilarutkan
dengan air steril akan memberikan rasa
nyeri pada pemberian intravena. Waktu
paruh eliminasi diazepam adalah 21-37
jam (Kee, 1996) sehinga tidak
dipertimbangkan pada pemberian pasien
one day surgery.

Di dalam ruang sementara, perawat, perawat


anestesi, atau ahli anestesi memasang kateter
infus ke tangan pasien untuk memberikan
prosedur rutin penggantian cairan dan obat-
obatan melalui intravena. Pemasangan Kateter IV
di ruang prabedah berfungsi untuk
mempermudah intervensi premedikasi.

Perawat memindahkan pasien ke kamar opeiasi


dengan menggunakan brankar dengan pagar
terpasang. Pasien biasanya masih sadar dan akan
memperhatikan perawat dan dokter
menggunakan masker, pakaian khusus, dan
penutup pembedahan secara lengkap .
Lakukan pengaturan Pasien dengan pembedahan dengan posisi
posisi saat telentang yang tidak menggunakan anestesi
pemindahan pasien yang memerlukan perigaturan posisi.
tidak Dengan hati-hati, petugas memindahkan pasien
memerlukan anestesi ke atas meja operasi. Pastikan brankar dan meja
dari brankar ke meja operasi telah terkunci.
operasi
BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN
INTRAOPERATIF

RENCANA INTERVENSI DAN KRITERIA EVALUASI

Risiko cedera intraoperatif berhubungan dengan prosedur anestesi umum


Tujuan: Risiko cedera intraoperatif sekunder dari intervensi anestesi urnum tidak
terjadi.
Kriteria evaluasi:
• Pasien kooperatif tcrhadap intervensi anestesi.
• Pasien dapat menjadi tidak sadar sesuai tahapan anestesi umum.

Intervensi Rasional
Kaji ulang identitas pasien Perawat ruang -operasi memeriksa kernbali
identifikasi dan kardeks pasien; melihat kembali
lembar persetujuan tindakan, riwayat kesehatan,
hasil pemeriksaan fisik, dan berbagai hasil
pemeriksaan memastikan bahwa alat protese
dan barang berharga telah dilepas dan
memeriksa kembali rencana perawatan
praoperatif yang berkaitan dengan rencana
perawatan intraoperatif.
Siapkan obat-obaran Obat-obatan anestesi vang dipersiapkan meliputi
pemberian anestesi umum. obat pelemas otot dan obat anestesi umum.
Intubasi endotrakeal dilakukan setelah pernberian
pelemas otot kerja singkat seperti,suknilikolin
(Anectine, Burroughs Wellcome) dan mivikurium
(.Mivicron, Burroughs Wellcome), atau obat yang
bekerja lebih lama misalnya vekuronium
(Norcuron, Organon.) atau atrakurium (Tracrium,
Burroughs Wellcome). Anestesi UMUID
dapat diinduksi dengan obat intravena misalnya
metoheksital (Breviral Sodium, Lilly), tiopental
(Sodium Pentothal, Abbott) atau propofol
(Gruendemann, 2006).

S iapkan aIat – alat intubasi Intubasi cridotrakeal digunakan untuk menjaga


endotrakeal. kepatenan jalan napas intraoperasi. Penata
anestesi memeriksa kondisi lampu pada
laringoskop dan apakah kondisi selang
endocrakeal berfungsi optimal sebelum
pemasangan dilakukan. Penata anestesi harus
mempertimbangkan faktor umum dan kondisi
penyulit dalam inelakukan intubasi pada pemilihan
persiapan sarana intubasi. MisaInva, 'ada anak
kecil akan digunakan liringoskop dan selang
endotrakeal yang ukurannya sesuai.

Siapkan sarana Pemilihan dan pemeliharaan peralatan ariestesi dan


pemantauan dasar. perlengkapannya biasanya menjadi tanggung jawab
penata
anestesi.
Alat dan sarana yang disiapkan merupakan sarana
atau perangkat pemantauan (monitoring) dasar,
meliputi:
• stetoskop prekordial;
• pengukuran tekanan darah;
• oksimetri pulsasi.
Siapkan obat dan Selain pemantau, peralatan darurat dasar, obat-
peralatan obatan, dan protokol pengobatan juga harus tersedia.
emergensi. Defibrilator juga harus dipastikan berfungsi baik.
Peralatan jalan napas meliputi laringoskop, selang
endotrakeal, jalan napas oral, dan nasal faringeal.
Selain itu, masker dan kantong resusitasi self-
inflating (ambu type) adalah alat yang penting dan
harus
mudah diakses.
Lakukan perriasangan  Stetoskop prekordial dibiarkan menempel di dada
stetoskop prekordial, pasien,menyalurkan informasi mengenai operasi
manset tekanan darah, mekanis jantung dan adanya bunyi napas secara
monitor dasar, kontinu. Perubahan yang dapat dideteksi
oksimetri pada jari, dan mencakup bising jantung, aksentuasi bunyi
pertahankan jantung kedua, dan denyut jantung yang
kelancaran kateter IV. abnormal.
 Perawat juga memasang manset tekanan darah.
Manset tetap terpasang pada lengan pasien
selaina pembedahan berlangsung sehingga ahli
anestesi dapat mengkaji tekanan darah pasien.
 Pemasangan oksimetri dalam penilaian saturasi
oksigen pada jari memudahkan perawat anestesi
dalam men.gobservasi status respirasi pasien.

Kaji faktor yang Tindakan penting yang dilakukan dengan


merugikan selama mengkaji faktor-faktor penyulit selama anestesi,
pemberian anestesi seperti adanya riwayat reaksi alergi pada agen
intraoperatif. anestesi atau alergi terhadap banyak komponen,
riwayat.penyakit kardiovaskular dan paru,
masalah jalan napas, dan faktor usia lanjut.
• Riwayat alergi Riwayat reaksi alergi pada agen anestesi atau
alergi terhadap,banyak komponen harus diteliti
dan diperjelas oleh pasien.Untuk menentukan
kemungkinan timbulnya masalah besar. misalnya
demam yang membahayakan dan asidosis akibat
hipertermia maligna atau paralisis otot
berkepanjangan yang dijumpai pada orang
dengan pseudokolinesterase atipikal (Kee, 1996).
Evaluasi fungsi berbagai sistem utarna
tubuh, terutama sisteni kardiovaskular dan
pernapasan, merupakan parameter penting pada
evaluasi praanestesi. Pasien yang mengaku
alergi terhadap banyak obat mungkin sangat
peka terhadap obat-obat yang melepaskan
histamin, misaInya sebagian pelemas otot,
narkotik, dan barbiturat.
Informasi niengenai riwayat alergi terhadap
antibiotik, zat warna kontras, preparat indium,
plester, dan lateks sangat
penting. Riwayat reaksi hebat dan mendadak dari
seseorang, setelah terpajan produk atau peralatan
medis yang mengandung
Lateks harus di laporkan. Etiologi pasti alergi
lateks tidak diketahui,tetapi protein larut air dari
lateks tampaknya adalah alergen utamanya
(gruendemann, 2006)

Riwayat penyakit Riwayat penyakir kardiovaskular dan paru harus


kardiovaskular mendapat persetujuan medis dari dokter jantung
dan paru dan paru sebelum
dijadwalkan menjalani prosedur bedah elektif.
Riwayat infark miokardium, angina, gagal
jantung kongestif, hipertensi, diabetes, aritmia
jantung, penyakit vaskular perifer, merokok,
penyakit paru obstruktif menahun, atau tandur
pintas arteri koroner mungkin merupakan
prediktor untuk morbiditas
jantung pascaoperatif.
Masalah jalan napas  Masalah jalan napas yang kondisinya kurang
optimal tanpa patologi jalan napas
yang jefas, visualisasi glotis kadang-kadang
sulit atau bahkan tidak mungkin dilakukan.
Faktor predisposisi yang dapat menyulitkan
intubasi adalah leher yang pendek dan berotot
dengan gigi lengkap, rahang bawah yang
mundur disertai sudut mandibula yang tumpul,
menonjolnya gigi seri atas, penyempitan ruang
antara sudut-sudut mandibula disertai palatum
yang melengkung tinggi, serta peningkatan
jarak dari gigi seri atas ke batas posterior ramus
mandibula (Rob, 1968). Pengamaran klinis
tambahan adalah apabila jarak antara dagu ke
tulang rawan tiroid kurang dari 3 atau 4 cm
(lebar dua jari tangan), maka visualisasi glotis
diperkirakan akan sulit dilakukan (Rosenberg
dan Fosenberg (1983) dikutip Gruendemann
(2006)).
 Selama pemeriksaan praoperatif, pasien dengan
riwayat apnea tidur obstruktif, sindrom
kongenital, bedah leher atau wajah, stridor atau
suara serak, nyeri, atau parestesia sewaktu
menggerakkan leher, gigi tanggal atau goyang,
atau perangkat gigi, misalnya kawat gigi
mungkin menyulitkan kita saat membebaskan
jalan napas. Catatan anestesi sebelumnya harus
dikaji untuk mencari keterangan mengenai
kualitas jalan 11apas, upaya laringoskopi, dan
keberhasilan intubasi. Saat pemeriksaan fisik,
ahli anestesi atau penata anestesi harus secara
teliti memeriksa leher, mandibula, dan struktur
serta mobilitas mulut. Kesejajaran tiga. sumbu
(oral, faring, dan trakea) mempermudah
visualisasi laring. Kesejajaran sumbu-sumbu
tersebut dilakukan dengan fleksi anterior spina
ser•ikalis bawah ditambah ekstensi sendi
atlanto- oksipitalis (Rosenberg dan Rosenberg
(1983) dalam Gruendemann (2006).
Faktor usia  Faktor usia lanjut di mana pasien
lanjut sebelumnya menggunakan agen obat
antihipertensi, antiparkinson, dan
psikotropik merupakan obat-obat yang
paling sering menimbulkan reaksi simpang
pada orang tua (Kee, 1996). Pasien berusia
lanjut cenderung rentan terhadap obat-obat
penekan susunan saraf pusat. Hal ini
mungkin disebabkan oleh berkurangnya
bahan-bahan sel dan penurunan fungsi
sinaps secara progresif. Kecepatan hantaran
diketahui menurun seiring dengan penuaan.
Penurunan konsentrasi alveolus minimal
(minimal alveolar concentration) yang
mernerlukan anestesi inhalasi pada orang tua
mungkin disebabkan oleh penurunan
kepadatan sel di otak, penurunan konsumsi
oksigen otak, dan penurunan aliran darah
otak (Rob (1968) dalam Gruendemann
(2006)).
 Korteks dan regio subkorteks •ang
bertanggung jawab menghasilkan
neurotransmiter, mengalami penurunan
kapasitas fungsional terbesar akibat penuaan.
Walaupun mekanisme peningkatan kepekaan
orang tua terhadap obat anestesi dan sedatif
masih belum jelas, tetapi proses degeneratif
yang berperan dalam peningkatan kepekaan
juga ikut berkontribusi terhadap tingginya
risiko perburukan mental pascaoperatif yang
dialami oleh lanjut usia (McLeskey (1992)
dalam Gruendemann (2006)),
 Pada pasien usia lanjut, penurunan aliran
darah hati yang diamati sebanding dengan
penurunan keseluruhar. curah jantung total.
Penurunan aliran ini adalah penentu utama
penurunan bersihan (clearance) obat plasma.
Pada penuaan, konsentrasi dan fungsi enzim
mikrosoni hati diperkirakan tetap berada
dalam rentang normal. Penurunan aliran
darah dan berkurangnya kapasitas fungsional
yang terjadi cenderung mempercepar
penuaan hati sehingga berisiko tinggi
mengalami kerusakan akibit hipoksemia,
obat, atau transfusi darah. Penurunan alirli,
darah hati, kemungkinan defisit enzim, dan
penurunan kemampuan ekskretorik ginjal
dapat memperpanjang waktu paruh eliminasi
beta dan memperlama efek obat- obat yang
diberikan (Kee, 1996).
 Obat-obat pada sistem kardiovaskular, hati,
dan ginjal akan memberikan dampak besar
pada pemberian anestesi. Sebagai contoh,
propranolol tampaknya tidak mengubah
kebutuhan anestesi pasien derigan
insufisiensi ginjal, tetapi obat ini dapat
menimbulkan agitasi, kebingungan, tremor,
mioklonus, atau kejang. Efek hipotensi dan
bradikardi dari propanolol dan anestesi
umum yang muncul mungkin bersifat
adiktif. Verapamil, suatu penghambat
saluran kalsium, diketahui dapat
menurunkan kebutuhan anestesi sebesar
25% dan memperkuat pelemas otot
depolarisasi dan nondepolarisasi. Terapi
jangka panjang dengan bretilium dapat
menyebabkan hipersensitivitas terhadap obat
golongan vasopresor (McLeskey (1992)
dalam Gruendemann (2006)). Verapamil
maupun nifedipine diketahui
memperlihatkan kadar digoksin serum yang
tinggi (sampai 30%), sehingga tidak saja
menurunkan kebutuhan digoksin, tetapi juga
membuat pasien semakin berisiko
mengalami toksisitas (Chelly et al., (1987)
dalam Gruendemann (2006)). Aliran
darahyang lamban dan kongesti kronis hati
yang berkaitan dengan gagal jantung kronik
memperlambat metabolisme obat-obat
misalnya teofilin. Pada pasien dengan
keadaan tersebut, waktu-paruh teofilin dalam
serum adalah sekitar 23 jam, dibandingkan
dengan nilai normal sebesar 7 jam
(Gruendemann, 2006).
Kaji adanya kelainan pada  Prosedur untuk menilai adanya gangguan
prosedur pada organ- organ vital yang dapat
diagnostik. mempersulit jalannya anestesi.
 Prosedur penilaian laboratorium dan
diagnostik harus dilakukan seiring dengan
adanya riwayat proses penyakit dan
medikasi yang dikonstimsi. Beberapa
institusi menetapkan pemeriksaan prosedur
standar pada pasien usia di atas 40 tahun,
meliputi pemeriksaan hemoglobin,
hematokrit, urinalisis, dan EKG.
• EKG Pada populasi pasien rawat inap, EKG
praoperatif yang dijalani oleh kelompok tertentu
dapat memberikan informasi yang
menyempurnakan perencanaan dan hasil akhir
keseluruhan pada pasien pria berusia di atas 40
tahun; wanita berusia diatas 50 tahun; pasien
yang menderita penyakit arteri koroner
misalnya hipertensi, diabetes, atau penyakit
pembuluh darah perifer; pasien dengan penyakit
yang mungkin berefek pada
jantung misalnya keganasan, penyakit kolagen
vaskular, dan proses infeksi serius. Kelompok
lain yang berisiko tinggi adalah
pasien yang mendapat obat seperti fenotiazin
dan anti depresan, mereka yang mengalami
ketidakseimbangan elektrolit, atau menialani
bedah intratoraks, intraperitOlICUrn, aorta,
saraf elektif, atau bedah darUrar serius
(Schwartz, 2000).

Hemoglobin Kadar hemoglobin yang aman bagi pasien


direkomendasika lebih dari 10 g/dl. Terapi nilai
hemoglobin yang lebih rendah dari 10 g/dI atau
anemia biasanya masih bisa ditoleransi pada
orang yang sehat karena berbagai mekanisme
kompensasi masih akrif
bekerja. Mekanisme tersebut antara lain
peningkatan curah jantung, penurunan resistensi
sistemik, dan peningkatan rasio
ekstraksi oksigen. Namun, keadekuatan
mekanisme tersebut dalarn mengatasi stres yang
berlebihan saat pembedahan atau
pendarahan mendadak yang banyak, masih
dipertanyakan. Pembahasan akan kurang
kontroversial jika pemberian darah
dan produk darah selama pembedahan aman
100%. Penting diingat bahwa anemia
menyebabkan penurunan cadangan
darah dan deplesi mekanisme kompensasi.
Dengan demikian, nilai hemoglobin praoperatif
yang optimal adalah nilai yang
memiliki cadangan cukup untuk menghadapi
stres selama prosedur pembedahan.
Urine rutin Penieriksaan urine rutin seperti berat jenis urine
berguna untuk
niengerahui status hidrasi pasien. Adanya
glukosa dalam urine
jelas mengindikasikan kemungkinan adanya
diabetes dan
hipovolemia akibat diuresis osmotik. Proteinuria
atau hematuria'
menginclikasikan adanya pen•akit ginjal vang
serius.
Penieriksaan radiologi Penieriksaan radiologi praoperatif diperlukan
untuk identifikasi pasien yang berisiko tinggi
atau mendasari pcnilaian tingkat
keparahan perubahan paru intraoperatif dan
pascaoperatii.
Beri dukungan Hubungan emosional yang baik antara penata
praanestesi. anestesi dan pasien akan nieniengaruhi
penerimaan anestesi.
Lakukan pemberian  Pemberian anestesi intravena biasanya
anestesi secara dilakukan penata anestesi dengan
sepengetahuan ahli anestesi. Pemberian

Suksinilkolin (succiny1cboline) secara intravena


sebagai,
obat intravena pertama bertujuan untuk
menghambat saraf
dan menyebabkan paralisis pita suara sementara
dan otor,
pernapasan selama selang endotrakeal terpasang.

Lakukan pemasangan  Pemasangan selang enclorrakcal biasanya


selang endotrakeal, dilakukan ahli anestesi atau penata anestesi
pemasangan oral airway, dengan dikerahuii oleh ahli anestesi. Selang
kaji efektivitas jalan endotrakeal bertujuan uniuk tetap menjaga
napas. kepatenan jalan napas, serta mencegah
kemungkinin terjadinya aspirasi dan
komplikasi pernapasan lainnya akibat depresi
pada brokus cfek dari anestesi.
 Penata anestesi akan mcnihantu incLikUkan
penekanan tulang r,iwan krikoid (perasat
Sellick) untuk menyumbat esofagus.
Lakukan pemberian Ahli anestesi atau penata anestesi akan
napas bantuan, memberikan ventilasi
peniberian oksigen, bantuan sampai efek suksinilkolin hilang dan
pengisapan, dan pasien kembali
pemberian anestesi bernapas secara spontan. Mulai saat itu, gas
inhalasi. atau uap anestesi biasanya diberikan secara
inhalasi melalui selang endotrakeal.
Beberapa obat-obatan yang sering digunakan
adalah halotan, supran, dan foran.
Lakukan pemantauan Risiko terbesar dari anestesi umum adalah efek
status samping obat-obatan anestesi, termasuk di
kardiovaskular dan Antaranya depresi,iritabilitas kardiovaskular,
respirasi selama dan depresi pernapasan. Kontrol status
pembedahan. kardiovaskular dan respirasi dapat mendeteksi
risiko kegawatan sedini mungkin.

PROSES KEPERAWATAN PEMBERIAN ANESTESI REGIONAL

Pengkajian
Pemberian anestesi regional sering dilakukan pada pembedahan apendektomi,
laparoskopi, histerektomi, persalinan pervagina atau sesar, serta hemoroid atau
reseksi transuretra. Pada pemberian anestesi regional blok subaraknoid atau spinal,
akar-akar saraf akan mengalami anestesi dengan oleh agen anestesi lokal yang
dimasukkan ke dalam cairan serebrospinalis. Anestesi lokal menempati reseptor-
reseptor di serat saraf dan mencegah hantaran impuls (Kee, 1996).

Ada beberapa risiko yang mungkin timbul akibat anestesi regional, terutama
pada anestesi spinal, karena kadar anestesi mungkin dapat meningkat, yang berarti
agen anestesi dalam medula spinalis akan bergerak ke atas dan dapat memengaruhi
pernapasan.

Blok anestesi pada saraf vasomotor simpatis, serat saraf nyeri, dan motorik
menimbulkan vasodilatasi yang luas sehingga pasien dapat mengalami penurunan
tekanan darah yang tiba-tiba. Apabila kadar anestesi meningkat, maka paralisis
pernapasan dapat terjadi serta memerlukan resusitasi dari ahli anestesi. Pasien
harus dipantau secara hati-hati selama dan segera setelah pembedahan (Potter,
2006).

Menurut Potter (2006), anestesi regional dapat dilakukan dengan salah satu
metode induksi berikut.
 Blok saraf

Anestesi lokal disuntikkan ke dalam saraf (misalnya: pleksus brakialis pada


lengan). Blok suplai saraf ke tempat pembedahan.
 Anestesi spinal
Ahli anestesi melakukan pungsi lumbal dan memasukkan anestesi lokal ke
dalam cairan serebrospinal pada ruang subaraknoid spinal. Anestesi akan
menyebar dari ujung prosesus xifoideus ke bagian kaki. Posisi pasien
memengaruhi pergerakan obat anestesi ke atas atau ke bawah medula spinalis.

 Anestesi epidural
Prosedur ini lebih aman daripada anestesi spinal karena obat anestesi
disuntikkan ke dalam ruang epidural di luar dura mater dan kandungan
anestesinya tidak sebesar kandungan anestesi spinal. Karena anestesi epidural
menyebabkan hilangnya sensasi di daerah vagina dan perineurn, maka jenis
anestesi ini merupakan pilihan yang terbaik untuk prosedur kebidanan. Kateter
epidural dibiarkan di dalam ruang epidural sehingga pasien dapat menerima
obat melalui infus epidural secara terus menerus selama pembedahan
berlangsung.

 Anestesi kaudal
Anestesi ini merupakan salah satu jenis anestesi epidural yang diberikan
secara lokal pada dasar tulang belakang. Efek anestesi hanya mernengarUhi
daerah pelvis dan kaki.

Peran perawar perioperatif sangat penting dalam membantu pelaksanaan


pernberian anestesi regional yang dilakukan ahli anestesi, meliputi persiapan obat,
alat, sarana pernberian anestesi, pengaturan posisi yang optimal uncuk dilakukan
pungsi, pengaturan fokus cahaya, dan dukungan psikologis pada pasien.
Selama pembedahan berlangsung, pasien dengan anestesi regional akan tetap sadar
kecuali jika dokter memprogramkan pemberian transquilizer yang dapat menyebabkan
pasien tertidur. Karena pasien responsif dan dapat bernapas secara volunter, maka, ahli
anestesi tidak perlu menggunakan selang endotrakeal. Perawat harus ingat bahN,•, luka
bakar dan cedera lainnya dapat terjadi pada bagian tubuh yang berada di bawah
pengaruh anestesi tanpa disadari oleh pasien. Oleh karena itu, posisi ekstremitas dan
kondisi kulit pasien harus sering diobscrvasi. Petugas ruang operasi juga perlu berhati.:
hati dengan topik yang didiskusikan selama melaksanakan pembedahan karena pasien
dapat mendengar perbincangan yang dilakukan.
Diagnosis Keperawatan

Pada kondisi pcinberian anestesi regional dan intraoperatif, diagnosis keperawatan.


yang paling lazim ditegakkan adalah sebagai berikut.
1. Risiko cedera intraoperatif berhubungan dengan prosedur anestesi regional.
2. Kecemasan intraoperatif berhubungan dengan prosedur intrabedah.
Rencana Intervensi dan Kriteria Evaluasi
Resiko cedera intraoperatif berhubungan dengan prosedur anestesi regional.
Tujuan: Risiko cedera intra operatif sekunder intervensi anestesi regional tidak terjadi.
kriteria evaluasi: Pasien kooperatif terhadap intervensi anestesi, pengaruh anestesi
regional dapat dan pembedahan dapat berialan lancar
Intervensi Rasional
Kaji ulang identitas pasien. Perawat ruang operasi memeriksa kembali
identifikasi dan kardeks pasien; melihat kernbah
lembar persetujuan tindakan, riwavat kesehatan, hasil
pemeriksaan fisik, dan berbagai hasil pemeriksaan;
pastikan bahwa alat protese dan barang berharga telah
dilepas, dan memeriksa kembali rencana penawaran
praoperatif yang berkaitan dengan rencana perawatan
intraoperatif.
Siapkan obat-obatan anestesi Obat-obat anestesi regional yang dipersiapkan
untuk
memudahkan ahli anestesi dalam melakuan pungsi.
Lakuka pemasangan infus. MemenUhi kcbutuhan hidrasi intraoperasi dan jalur
penting apabila diperlukan peniberian agen obat pada
kondisi kedaruratan.
Atur posisi pasien. Pengaturan posisi anestesi regional disesuaikan
dengan
licrininman ahli anestesi. Atur posisi pasien untuk
memudahkan Aksess ahli anestesi dalam melakukan
pungsi.
Bantu ahli anestesi dalam Pemberian anestesi spinal dilakukan dengan teknik
melakukan desinfeksi area steril. Perawat membantu persiapan kelengkapan alat
pungsi dan sarana yang diperlukan dalam desinfeksi area
pungsi

Pemberian Anestesi Lokal


Anestesi lokal menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang diinginkan
(misal adanya sel tumbuh pada kulit atau kornea mata). Obat anestesi (misalnya:
lidokain; menghambat konduksi saraf sampai obat terdifusi ke dalam sirkulasi.
Pasien akar kehilangan rasa nyeri, sentuhan, serta aktivitas motorik dan otonom
(misalnya pengosongan kandung kemih). Anestesi lokal umumnya digunakan
dalam proseclui minor bedah sehari. Untuk menghilangkan nyeri pascaoperatif,
dokter dapat member, anestesi lokal pada area pembedahan. Misalnya, pada
herniorafi, injeksi Marcain( akan menghilangkan nyeri selama 12 jam atau lebih
(Rivellini (1993) dalam Pottei (2006)).

PROSES KEPERAWATAN PROSEDUR INTRABEDAH


Pengkajian
Pasien yang sudah mendapat prosedur anestesi akan memasuki fase intrabedah.
Fokus tujuan pada fase ini adalah optimalisasi hasil pembedahan dan penurunan
risiko cedera Ruang lingkup keperawatan intrabedah yang dilaksanakan perawat
perioperatii meliputi manaiemen pengaturan posisi, optimalisasi peran asisten
pertama bedah (pa& beberapa kondisi di rumah sakit di Indonesia memberlakukan
perawat sebagai asister pertamalfirst assistance), optimalisasi peran pera•at
instrumen, dan optimalisasi perar perawat sirkulasi.

Manajemen pemberian posisi bedah (lihat kembali topik manajemen pemberiar


posisi) merupakan suatu kebutuhan yang mendukung kondisi keamanan pasien
selam. pembedahan. Perawat perioperatif harus mengkaji dan memikirkan kembali
berbaga prinsip, prosedur, dan dampak pemberian posisi pasien serta menggunakan
prose! keperawatan dalam perencanaan asuhan pasien. Perawat perioperatif dapat
mempelajar prinsip pemberian posisi dengan merasakan dan mengetahui efek suatu
posisi terhadal berbagai bagian tubuh, otot, sendi, dan tonjolan tulang. Perawat
perioperatif adalal manajer utama dalam pemberian posisi pasien. Pada
pelaksanaannya, diperlukar keterampilan pengamatan keperawatan yang
cerdas, ditambah dengan keberaniar dan motivasi diri untuk menyampaikan serta
mengerjakan tindakan jika diperlukan Diperlukan waktu dan pemikiran sebelum
melakukan pemberian posisi; di mana perawal harus mengetahui kemungkinan
adanya masalah, sekalipun posisi yang sederhana.

perioperatif harbs mencarat usia, berat badan, tinggi hadan, status nutrisi,
keterbatasal, fisik, dan kondisi yang ada sebelum pembedahan serta
mendokumentasikannya untuk mengingatkan petugas yang akan merawat pasien
setelah operas.

Apabila rumah sakit memberlakukan perawat sebagai asisten pertamalfi,,(


assistance, maka optimalisasi peran asisten pertama bedah merupakan
tantangan kompleks yang harus dilakukan perawat perioperatif untuk bisa mengikuti
keseluruhan intervensi yang akan dilakukan ahli bedah, sejak dirnulai pernbukaan
jaringan sampai,, penutupan jaringan area bedah. Pada kondisi intrabedah,
pasien yang dilakukan prosedur invasif bedah akan mengalarni kerusakan
jaringan akibat suatu insisi, kerusakan vaskular, atau kerusakan akibat traksi
pernbukaan jaringan. Peran perawat asisten bedah adalah membantu ahli bedah
agar kerusakan yang dibuat dapat seminini,t,"~ mungkin. Beberapa prosedur bedah
terrentu, seperti bedah saraf, bedah toraks, bedah kardiovaskular, atau bedah
spina akan memerlukan waktu operasi yang lama. Pada -s kondisi tersebut,
perawat asisten memerlukan dava tahan fisik sempurna karena akan melakukan
aktivitas berdiri yang lama disertai tingkat konsentrasi yang tinggi untuk bisa
mengikuti jalannya pembedahan secara optimal.

Perawat instrumen mempun)•ai peran agar proses pembedahan dapat dilakukan


secara efektif dan efisien (lihat modalitas peran perawat instrumen pada bab
sebelumnya Pada pelaksanaann •a, perawat instrumen harus memiliki
keterampilan psikomo[o,, C keterampilan manual, dan keterampilan interpersonal
yang kuat, vang diperlukan untuk mengikuti setiap jenis pernbcdahin vang berbeda-
beda, dan mengadaptasikan antara. keterarnpilan yang dimiliki dengan keinginan
dari operator bedah pada setiap tindakan:', yang dilakukan dokter bedah dan asisten
bedah. Tanggung jawab yang penting dari perawat instrumen adalah menjaga
kesterilan lingkungan bedah agar tidak meningkatkan risiko infeksi intraoperatif.
Perawat sirkulasi merupakan penghubung antara zona sten! dengan zona di luarn •a.
Peran lainnya adalah menurunkan risiko cedera intraoperatir I dimulai dari
pengaturan posisi bedah sampai selesai pernbedahan.

Diagnosis Keperawatan
Pada kondisi prosedur intraoperatif diagnosis keperawatan yang paling lazim
ditegakkan adalah sebagai berikut.
1. Risiko cedera intraoperatif herhUbungin dengan pengaturan posisi bedah,
prosedur invasif bedah.
2. Risiko infeksi intraoperatif berhubungan dengan adanya port de entree prosedur
bedah, penurunan imunitas efek anestesi.
Rencana Intervensi dan Kriteria Evaluasi
Risiko cedera intraoperatif berhubungan dengan pengaturan posisi bedah, prosedur
invasif bedah
Tujuan: risiko cedera intra operatif sekunder pengaturan posisi bedah, prosedur invasif
bedah tidak terjadi
Kriteria evaluasi:
 Selama intraoperatif, tidak terjadi gangguan hemodinamik akibat perdarahan
serius.
 Pascaoperatif tidak ditemukan cedera tekan dan cedera listrik.
 Perhitungan spons dan instrumen sesuai dengan jumlah yang dikeluarkan.
 Tidak ditemukan adanya kram otot.
Intervensi Rasional
Kaji ulang identitas pasien.  Perawat ruang operasi memeriksa kembali identitas dan
kardeks pasien; melihat kembali lembar persetujuan
tindakan, riwayat kesehatan, hasil pemeriksaan fisik,
dan berbagai hasil pemeriksaan; dan memeriksa
kembali rencana perawatan praoperatif yang berkaitan
dengan rencana perawatan intraoperatif.
 Perneriksaan darah terutama kadar trombosit, waktu
pembekuan, dan waktu perdarahan. Adanya hasil yang
abnormal pada pemeriksaan ini bermanifestasi pada
kewaspadaan yang sangat tinggi oleh ahli bedah dan
asisten operasi dalam melakukan prosedur bedah.

Lakukan manajemen kamar Dilakukan oleh perawat administratif dalam mengatur dan
operasi. menentukan staf pada setiap jenis pembedahan agar
Siapkan kamar bedah yang kelancaran
sesuai dengan jenis proses pembedahan dapat terlaksana secara optimal.
pembedahan pasien.
 Beberapa jenis pembedahan tertentu
akan dilaksanakan pada ruangan atau kamar bedah
khusus, seperti kamar operasi bedah saraf.
 Perawat sirkulasi melakukan persiapan tempat operasi
sesuai prosedur yang biasa dan jenis pembedahan
yang akan dilaksanakan. Tim bedah harus diberi tahu
jika terdapat kelainan kulit yang mungkin dapat
menjadi
kontraindikasi pembedahan.
 Perawat sirkulasi memeriksa kebersihan dan kerapian
ruang operasi sebelum pembedahan. Perawat sirkulasi
juga harus memastikan bahwa peralatan telah siap dan
dapat digunakan. Semua peralatan harus dicoba
sebelum prosedur pembedahan. Apabila prosedur ini
tidak dilaksanakan, maka dapat men )•ebabkan
penundaan atau
kesulitan dalam pembedahan
Siapkan meja bedah dan Meja bedah akan disiapkan perawat sirkulasi dan
asesori pelengkap sesuai disesuaikan dengan jenis pembedahan. Perawat sirkulasi
dengan jenis pembedahan. mempersiapkan aksesori tambahan meja bedah agar dalam
pengaturan posisi daparefektif dan efisien.

Siapkan sarana pendukung Sarana pendukung seperti kateter urine lengkap, alat
pernbeclahan. pengisap lengkap, spons dalam kondisi siap pakai.

Siapkan alat hemostarasis Alat hemostasis merupakan fondasi dari tindakan operasi
dan cadangan flat dalam untuk mencegah terjadinya perdarahan serius akibat
kondisi siap pakai. kerusakan pembuluh darah arteri. Perawat memeriksa
kemampuan alat tersebut untuk mFnghindari cedera akiba t
;~
perdarahan intraoperasi.

Lakukan pemasangan Pemasangan kateter dilakukan untuk mengindari keluarny;


kateter urine
Jengan teknik steril. urine pada saat intraoperatif akibat hilangnya kontrol
menahan urine efek dari anestesi. Kateter Foley harus
dipasang sebelum pasien diberi posisi. Gunakan teknik
aseptik untuk pemasangan
kateter. Cegah terjadinya tekukan atau tekanan pada kateter
selama proses pemindahan tersebut. Periksa kepatenan
sistem drainase setelah pemberian posisi. Catat keluaran
urine dan pemasangan kateter.

laukan pengaturan posisi Manajernen pengaturan posisi (lihat kembali materi


bedah. manaiemen pengaturan posisi) dilakukan untuk
memudahkan akses atau pajanan pada dokter bedah, akses
vaskular seperti infus dani
alat monitor standar tidak terganggu, drainase urine
optinial, dan fungsi status sirkulasi serta pernapasan
adekuat. Posisi
tidak boleh mengganggu struktur neuromuskular.

Bantu ahli bedah pada saat Insisi bedah memerlukan skalpel (alat penjepit) dan pisau
dimulainya insisi beclah
yang sesuai dengan area yang akan dilakukan insisi.
Perawat
intrumen bertanggung jawab menyerahkan alat insisi dan
mempersiapkan kauter listrik yang diperlukan dalam
tindaka"
hemostasis. Asisten perrania berperan membantu menyerap
darah

Bantu ahli bedah dalam Perawat instrumen atau asisten bedah menggunakan alat
melakukan hemostasis listrik pada klem arteri untuk menjepit atau
intervensi hemostasis. menghentikan perdarahan.
Bantu ahli bedah dalam  Pembukaan jaringan dilakukan lapis
membuka jaringan dan demi lapis, dari kulit, lemak, fasia, clan jaringan dalam,
lakukan pengisapan misalnya peritoneum pada pembedahan area abdomen.
apabila diperlukan. Pembukaan jaringan dilakukan sampai akses yang akan
dituju sesuai jenis dan tujuan pembedahan dapat
tercapai.
 Asisten bedah nicinbantu menarik dengan
menggunakan refraktor dan melakukan pengisapan
apabila banyak cairan yang mengganggu Ases hethh.
Penilaian dan pemilihan
 Perawat instrumen berperan dalam memenuhi
keperluan yang sesuai pada setiap momen
pembedahan, seperti
keperluan penggunaan gunting mayo oleh
ahli bedah atau keperluan refraktor
Lakukan manajeman  Perawat sirkulasi mendukung perawat instrurnen dan
sirkulasi intraoperatif ahli bedah dari zona tidak steril selama prosedur
ruang operasi. pembedahan untuk mengawasi atau membantu setiap
kesulitan yang mungkin memerlukan bahan dari luar
lapangan steril, Perawat sirkulasi melakukan
manajemen alat pengisap (suction), memastikan alat
hemostasis terpasang dengan benar, serta memeriksa
alat-alat tersebut dalam kondisi Power on.
 Perawat sirkulasi mencatat barang yang digunakan.
seperti junilah spons, alat instrumen intraoperatif
yang mempunyai risiko tertinggal pada jaringan
bedah dan meningkatkan risiko cedera bedah, serta
mencatat penyulit yang terjadi selarna pembedahan
yang sering disampaikan boleh ahli bedah, asisten,
atau instrumentator.
 Selama fase intraoperatif, perawat sirkulasi
melanjutkan dokumentasi tentang jenis aseptik,
jumlah cairan IV yang digunakan, dan memantau
keluaran urine dan lambung, melalui selang NGT
Selania prosedur pembedahan berlangsung, perawat
nienjaga agar pencatatan aktivitas perawaran pasien
dan prosedur yang dilakukan olch petugas ruang
operasi tetap akurat. Dokumentasi perawatan
incraoperatif memberi data yang bermanfaat bagi
perawat yang akan merawat pasien setelah
pembedahan.
Bantu ahli bedah pada saat Peran perawat perioperatif baik asisten bedah, perawat
akses instrumen dan sirkulator mendukung ahli bedah agar
bcdah tercapai sesuai tujuan
dengan tujuan pembedahan dapat tercapai. Tujuan pembedahan pada
pembedahan. saat akses tercapai, meliputi:

 Diagnostik (pembedahan untuk pemeriksaan lebih


lanjut),misalnya pengambilan sampel biopsi tumor.
 Ablatif (pengangkatan bagian tubuh yang
mengalami masalah atau penyakit), misalnya
amputasi, pengangkatan tumor, dan apendektomi.
 Paliatif (menghilangkan atau mengurangi gejala
penyakit, tetapi tidak menyembuhkannya),
misalnya kolostomi dan debridemen jaringan
nekrotik.
 Rekonstruktif (mengembalikan fungsi atau
penampilan jaringan yang mengalami malfungsi
atau trauma), misalnya fiksasi interna dan eksterna
fraktur dan perbaikan jaringan parut.
 Transplantasi (mengganti organ atau struktur yang
mengalami malfungsi), misalnya cangkok
(transplantasi) ginjal, total hip replacement.
 Konstrukstif (Mengembalikan fungsi yang hilang
akibat anomali kongenital), misalnya: bibir
sumbing, penutupan efek katup jantung dan
perbaikan hiperekstensi lutut (genurecurvatum).
BAB 5

Proses Keperawatan Pasca


Operatif
Proses keperawaran pascaoperatif pada praktiknya akan dilaksanakan
secara berkelanjutan baik di ruang pemulihan, ruang intensif, dan ruang rawat
inap bedah Untuk di ruang pemulihan akan dilaksanakan secara mandiri oleh
penata anestesi Keahlian perawat pascaoperatif dibentuk dari pengetahuan
keperawatan profesional keterampilan psikomotor, yang kemudian dibaurkan ke
dalam tindakan keperwatan yang harmonis. Kemampuan dalam pengenalan
masalah pasien yang risiko atau ak yang akan didapatkan pada setiap fase
perioperatif didasarkan atas pengetahuan pengalaman keperawatan perioperatif
akan mengarahkan perencanaan intervenst keperawatan untuk membantu
penanganan atau pencegalian masalah. Rencana keperawatan yang disusun sesuai
dengan respons pasien dan dievaluasi keefektifan dalam memenuhi tujuan pasien
dan keperawatan.

Fase pascaoperatif adalah suatu kondisi di mana pasien sudah masuk di


ru pulih sadar sampai pasien dalam kondisi sadar betul untuk dibawa ke
ruang ra inap.

PROSES KEPERAWATAN DI RUANG PULIH SADAR


Ruang pulih sadar (recovery room) atau Unit Perawaran Pascaanestesi (PACU)
merupakan suatu ruangan untuk pemulihan fisiologis pasien pascaoperatif. PACU
biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Pasien yang masih di bawah
pengaruh anestesi ata yang pulih dari anestesi ditempatkan di unit ini untuk
kemudahan akses ke: 1) perawat yang disiapkan dalam meraNvat pasien
pascaoperatif segera; 2) ahli anestesi dan alili. beclah; dan 3) alat pemantau dan
peralatan khusus, iiedikasi, dan penggantian cairan. Dalam lingkungan ini, pasien
diberikan perawatan spesialis yang disediakan oleh. mereka yang sangat
berkualifikasi untuk memberikannya.

Ruangan dijaga agar tenang, bersih, dan bebas dari peralatan yang tidak
dibutuhkan. Ruangan juga harus dicat dengan warna yang lembut, menyenangk
clan mempunyai: 1) pencahayaan tidak langsung; 2) plafon kedap suara; 3) perala
yang mengontrol atau menghilangkan suara; dan 4) ruang terisolasi (kotak berkaq
untuk pasien yang terganggu. Gambaran ini juga memberikan nilai psikologis
pasien untuk menurunkan ansietas.

Alat pemantau tersedia untuk memberikan penilaian yang akurat dan cpat
tentang kondisi pasien. Peralatan khusus termasuk tipe alat bantu pernapasan, yaitu'
oksigen, laringoskop, set trakeostomi, peralatan bronkial, kateter, ventilator
mckanis, dan peralatan suction. Peralatan lain diperlukan untuk inenienuhi
kebutuhansirkulas', seperti aparatus tekanan darah, peralatan parenteral, plasma
ekspander, nampan beris set intravena, set PCIPhOka jahitan, peralatan henti
jantung, defibrilator, kateter vena, dari tou•nic7er. Bahan-bahan balutan beclall,
narkotik, mcclikasi kedaruratan, ser kateteri dan peralatan drainase. Tempat tidur
peniulihan memberikin Ases mudah ke pasie, aman, dapat cligerakkan dengan
muclah, dapat dcngan mudah dan cepat ditempatka dalam posisi yang memudahkan
perawatan

pengkajian
Pengkajian dan Intervensi pada Saat Pemindahan
Pengkajian pascaanestesi dilakukan sejak pasien mulai dipindahkan dari kamar operasi
ke ruang pemulihan. Pengkajian dilakukan saat memindahkan pasien yang berada di
atas brankar, perawat mengkaji dan melakukan intervensi tentang kondisi jalan napas,
tingkat kesadaran, status vaskular, sirkulasi, perdarahan, suhu tubuh, dan saturasi
oksigen. Pengaturan posisi kepala pada saat pemindahan sangat penting dilakukan
dengan tetap menjaga kepatenan jalan napas.

Saat pasien masuk ke PACU, perawat dan anggota tim bedah menyerahkan status
pasien. Laporan tim bedah mencakup laporan tentang obat anestesi yang cliberikan,
sehingga perawat PACU dapat niengantisipasi dengan mudah pasien mana yang
seharusnya sudah sadar. Laporan pemberian cairan. IV atau transfusi darah selama
pembedahan berlangsung mengingatkan perawat pada keseimbangan cairan dan
elektrolit. Dokter bedah sering melaporkan beberapa hal yang perlu mendapat perhatian
khusus (misalnya: pasien yang berisiko mengalanii pendarahan atau infeksi). Perawat
menerima laporan adanya komplikasi yang terjadi selama pembedahan berlangsung,
seperti kehilangan darah yang berlebihan atau irarna jantung tidak teratur. Biasanya
laporan ini diberikan saat pertugas PACU menerima kedatangan pasien. Perawat akan
memasang berbagai jenis peralatan monitor, seperti alat monitor tekanan darah
noninvasif, alat monitor EKG, dan oksinicter nadi. Pada periode pemulihan ini,
sebagian besar pasien menerima oksigen melalui beberapa cara.

Patofisiologi MasSlah Keperawatan di Ruang Pernulihan


Pasien pascaoperasi akan mengalaini perubahan fisiologis sebagai efek dari
anestesi dan intervensi bedah. Efek dari anestesi UMUm terlihat pada sistem
respirasi, di rnana akan terjadi respons depresi pernapasan sekunder dari sisa
anestesi inhalasi, penuru kernampuan terhadap kontrol kepatenan jalan napas
karena kemampuan memposisikan
lidah secara fisiologis masih belum optimal sehingga cenderung menutup jalan
dan juga penurunan kemampuan untuk melakukan batuk efektif dan muntah
yani.. masih belum optimal. Kondisi ini menyebabkan adanya masalah
keperawatan jalan napas tidak efektif dan risiko tinggi pola napas tidak efektif.

Efek anestesi akan memengaruhi mekanisme regulasi si.-kulasi normal sehingga


mempunyai risiko terjadinya penurunan kemampuan jantung dalam melakukan
stroke volume efektif yang berimplikasi pada penurunan curah jantung. Efek
intervensi bedah dengan adanya cedera vaskular dan banyaknya jumlah volume darah
yang keluar dari vaskular adalah terjadinya penurunan perfusi perifer, perubahan
elektrolit, dan metabolisme karena terjadi mekanisme kompensasi pengaliran suplai
hanya untuk organ vital. Efek anestesi juga memengaruhi pusat pengatur suhu tubuh
sehingga kondisi pascabedah pasien cenderung mengalami hipotermi.

Efek anestesi pada sistem saraf pusat akan memengaruhi penurunan kontrol
kesadaran dan kemampuan dalam orientasi p1da lingkungan sehingga pasien yang
mulai sadar biasanya gelisah. Kondisi penurunan reaksi anestesi akan bermanifestasi
pada munculnya keluhan nyeri akibat kerusakan neuromuskular pascaoperasi. pasien
pascaoperasi cenderung mengalami kecemasan pascaoperasi SChUbungan dengan
penurunan kernampuan adaptasi normal.

Secara umum, efek anestesi juga memengaruhi terhambatnya jaras


aferen dan eferen terhadap kontrol miksi, sehingga berimplikasi pada masalah
gangguan pemenuhan eliminasi urine. Efek anestesi akan menimbulkan penurunan
peristaltik usus dan berimplikasi pada peningkatan risiko paralisis usus dengan
distensi otototot abdomen dan tinibuInva gejala obstruksi gastrointestinal. Efek
anestesi juga memengaruhi penurunan kernampuan pengosongan lambung, schingga
cenderung

Pengkajian di Ruang Pemulihan


Pengkajian di ruang peniulihan berfokus pada keselamatan jiwa pasien. Fokus
pengkajian meliputi: pengkajian respirasi, sirkulasi, status neurologi, suhu tubuh,
kondisi luka dan I drainase, nyeri, gastrointestinal, genitourinari, cairan dan
clektrolit, psikologi, dan keamanan peralatan.
Tabel 5-1 membantu perawat untuk memfokuskan sistematika pengkajian pada pasien
pascaoperatif di ruang pulih sadar

Sistem Kontrol pernapasan


pernapasan - Obat anestesi tertentu dapat menyebabkan depresi
pernapasan. Sehingga, perawat perlu mewaspadai
pernapasan yang dangkal dan lambat serta batuk yang
lemah.
- Perawat mengkaji frekuensi, irama, kedalaman
ventilasi pernapasan, kesimetrisan gerakan dinding
dada, bunyi napas, dan warna membran mukosa.
Apabila pernapasan dangkal, letakkan tangan perawat
di atas muka atau mulut pasien sehingga perawat dapat
merasakan udara yang keluar.
Kepatenan jalan napas
- Jalan napas oral atau orol oinvoy masih dipasang
untuk mempertahankan kepatenan jalan napas sampai
tercapai pernapasan yang nyaman dengan kecepatan
normal. Apabila fungsi pernapasan sudah kembali
normal, maka perawat mengajarkan pasien cara
membersihkan jalan napas dengan cara meludah.
Kemampuan melakukan hal tersebutmenandakan
kembalinya refleks muntah normal.
- Salah satu kekhawatiran terbesar perawat adalah
obstruksi jalan napas akibat aspirasi muntah,
akumulasi sekresi mukosa di faring, atau spasme
faring.
Status ResponsTTV
sirkulasi - Pasien berisiko mengalami komplikasi
kardiovaskularakibat kehilangan darah secara aktual atau
risiko dari tempat pembedahan, efek samping anestesi,
ketidakseimbangan elektrolit, dan depresi mekanisme
regulasi sirkulasi normal.
- Pengkajian kecepatan denyut dan irama jantung yang
teliti serta pengkajian tekanan darah menunjukkan status
kardiovaskular pasien.
- Perawat membandingkan TTV praoperatif dengan
pascaoperatif. Dokter harus diberitahu jika tekanan darah
pasien terus menurun dengan cepat pada setiap
pemeriksaan atau jika kecepatan denyut jantung menjadi
semakin tidak teratur.
- Perawat mengkaji perfusi sirkulasi dengan melihat wama
dasar kuku dan mukosa kulit

Respons perdarahan pascaoperatif

- Masalah sirkulasi yang sering terjadi adalah perdarahan.


- Kehilangan darah terjadi secara eksternal melalui drain
atau insisi, atau secara internal pada luka bedah.
- Perdarahan dapat mengakibatkan turunnya tekanan darah;
meningkatnya kecepatan denyutjantung dan pernapasan;
denyut nadi lemah kulit dingin, lembab, pucat; serta
gelisah.
- Apabila pendarahan terjadi secara ekstemal, maka
perawat memperhatikan adanya peningkatan drainase
yang mengandung darah pada balutan atau melalui drain.
Apabila balutan basah, maka darah mengalir ke samping
pasien dan berkumpul di bawah seprai tempat tidur.
Perawat yang waspada selalu memeriksa adanya drainase
di bawah tubuh pasien.
- Apabila pendarahan terjadi secara internal, maka tempat
pembedahan menjaci bengkak dan kencang.
-
Respons cedera sirkulasi

- Pasien yang menjalani bedah pelvis atau pasien yang


diposisikan litotomi selama pembedahan berlangsung
berisiko mengalami trombosis vena provunda. Trombosis
vena profunda (TVP) adalah trombosis pada vena yang
letaknya dalam dan bukan superfisial. Dua komplikasi
serius dari TVP adalah embolisme pulmonari dan
sindrom pascafleblitis.
- Respons trombosis vena profunda (TVP) secara
patofisiologi dimulai dengan adanya inflamasi ringan
sampai berat dari vena yang terjadi dalam kaitannya
dengan pembekuan darah. Komplikasi dapat terjadi dari
sejumlah penyebab, terniasuk cedera pada vena yang
disebabkan oleh pengikat yang terlalu ketat atau penahan
tungkai pada waktu operasi,tekanan dari gulungan selimut
di bawah lutut, hemokonsentrasi akibat kehilangan cairan
atau dehidrasi, atau yang lebih umum lagi adalah
melambatnya aliran darah dalam ekstremitas akibat
metabolisme yang melambat dan depresi sirkulasi setelah
pembedahan. Kemungkinan juga beberapa faktor ini
berinteraksi untuk menghasilkan trombosis. Tungkai kiri
lebih sering terkena dibanding yang kanan.
- Pengkajian TVP adalah dengan melihat tanda Homan

DIAGNOSIS KEPERAWATAN PASCAOPERATIF

Perawat menentukan status masalah yang diidentifikasi dari diagnosis keperawatan


praoperatif dan mengelompokkan data baru yang relevan untuk mengidentifikasi
diagnosis baru. Diagnosis sebelumnya, seperti gangguan integritas kulit, dapat berlanjut
menjadi masalah pascaoperatif. Perawat juga dapar mengidentifikasi fakror risiko yang
mengarah pada identifikasi diagnosis keperiwatan baru. Misalnya, pasien lansia yang telah
menjalani hedah abdomen mayor dan sebelumnya mempunyai masalah

penurunan mobilitas pada pangkal paha akibat artritis cenderung mengalami


hambatall mobilitas fisik. Pembedahannya sendiri dapat menambah faktor
risiko bagi pasien Perawat juga mempertimbangkan kebutuhan keluarga
pasien saat membuat diagnois Misalnya, diagnosis ketidakmampuan koping
keluarga menghadapi kondisi pasien ya, membutuhkan intervensi keperawatan.

Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosis keperawatan pascaoperatif


dapat mencakup beberapa diagnosis berikut ini.

1. Risiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan penUrunan


kontjol pernapasan efek sekunder anestesi.
2. jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kontrol kepatenan
jalan napas (lidah), penurunan kontrol batuk efektif dan muntah efek
sekunder anestesi, efek depresan dari medikasi dan agen anestesi.
3. Penurunan perfusi perifer berhubungan dengan depresi mekanisme regulasi
sirkulasi, normal, perdarahan pascaoperatif, penurunan curali jantung,
hipovoleniia pengumpulan darah perifer, dan vasokonstriksi.
4. Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan lunak bedah urogenital,
kerusakan neuromuskular pascabedah.
5. Risiko terhadap cedera vaskular (trombosis vena profunda) berhubungan
dengan cedera vaskular,'pembentukan trombus pada ekstremitas, efek
sekunder kompresi 3 posisi bedah.
6. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas lambung dan usus
selarrd periode intraoperatif.
7. Perubdian eliminasi urine berhubungan dengan pcnurunan aktivitas, efek
medikasi, dan penurunan masukan cairan.
8. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan efek depresan dari
anestesi, penurunan intoleransi aktivitas, dan pembatasan aktivitas yang
diresepkan.
9. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tempat insisi bedah
drainase.
10. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan kerentanan
terhadap bakteri.
11. Kecemasan berhubungan dengan diagnosis pascaoperatif, kemungkinan
perubahan dalarn gaya hidup, dan perubahan dalam konsep diri.
12. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh,
kehilangan

Risiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan


kontrol pernapasan efek sekunder anestesi.
Tujuan: Mengefekrifkan jalan napas, inempertahinkan ventilasi pulmonal,
dan mencegah hipoksemia (penurunan oksigen dalam darah) dan
hiperkapnea (kelebihin karbondioksida dalam darah).
Kriteria evaluasi:
• Frekuensi pernapasan dalam batas normal (12-20 x/menit).
• Pasien tidak nienggunakan otot bantu napas.
• Tidak terdengar bunyi nafas
,
 Oralairway dapat dilcpa ranpa komplikasi.

Intervensi Rasional
Atur tempat pasien dengan Pasien biasanya masih mendapat
dekatkan pada akses oksigen dan oksigenasi pemeliharaan
suction. sampai sadar penuh.
Kaji dan observasi jalan napas.  Dereksi Awal untuk interpretasi
intervensi selanjutnya.
 Salah satu cara untuk mengetahui
apakah pasien bernapas atau tidak
adalah dengan menempatkan
telapak tangan di atas hidung dan
mulut pasien untuk merasakan
hembusan napas. Gerakan toraks
dan diafragma tidak selalu
menandakan pasien bernapas.
Pertahankan kepatenan jalan jalan napas oral atau oral airway tetap
napas. terpasang untuk mempertahankan
kepatenan jalan napas sampai tercapai
pernapasan yang nyaman dengan
kecepatan normal. Apabila fungsi
pernapasan sudah kembali normal,
bantu pasien membersihkan jalan napas
dengan cara meludah. Kemampuan
melakukan hal tersebut menandakan
kembalinya refleks muntah normal

Atur posisi kepal a untuk Tindakan terhadap obstruksi


mempertahankan jalan napas. hipofaringeus termasuk mendongakkan
kepala ke belakang dan mendorong ke
depan pada sudut rahang bawah, seperti
jika mendorong gigi bawah
di depan gigi atas.
Beri oksigen 3 liter/menit. Pemenuhan oksigen dapat membantu
meningkatkan PaO2 di cairan otak yang
akan memengaruhi pengaturan
pernapasan.
Bersihkan Sekret pada jalan  Kesulitan pernapasan dapat terjadi
napas. akibat sekresi lendir yang
berlebihan. Membalikkan pasien
dari satu sisi ke sisi lainnya
memungkinkan cairan yang
terkumpul untuk keluar dari sisi
mulut.Jika gigi pasien inerigatup,
mulut dapat dibuka secara manual
dan berhati-hati dengan spatel lidah
yang dibungkus kasa.
 Jika terjadi InUnrah, pasien
dibalikkan miring dan vomitus
dikumpulkan dalam basin ernesis.
Wajah diusap dengan kasa atau
kertas tisu. Kemudian sifat serta
jumlah muntah dicatat.
 Mukus arau muntah vang
menyumbar faring atau trakea
dihisap dengan ujung, penghisap
faringeal atau kateter nasal yang
dimasukkan ke dalam nasofaring
atau orofaring.

Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kontrol kepatenan


jalan napas (lidah) penurunan kontrol batuk efektif dan muntah efek
sekunder anestesi, efek depresan dari medikasi dan agens anestesi
Tujuan : Pola napas kembali efektif scsuai dengan berkurangnya efek
anestesi umum dan pasien mampu
Aan latilian pernapasan pascabedah
Kriteria evaluasi
 Frekuensi pernapasan dalam batas normal (12-20 x/menit)
 Pasien tidak menggunakan otot bantu napas.
 Saturasi oksigen 100%.
 Oral airway sudah bisa dilepas saat pasien keluar ruang pemulillan.

Intervensi Rasional
Lin monitor koncrol Obat anestesi tertentu dapat menyebabkan
pernapasan. depresi pernapasan Oleh karena itu,perawat
harus mewaspadai pernapasan yang dangkal
dan lamban serta yang lemah.
Monitor frekuensi, irama, Deteksi, awal adanya perubahan terhadap
kedalaman ventilasi kontrol pola pernapasan dari medulaoblongata
pernapasan, kesimetrisan Untuk intervens selanjutnya.
gerakan dinding dada,
bunyi napas, dan warna
membran mukosa.
:Pastikan fungsi Tindakan evaluasi untuk rnenenrukan
pernapasan sudah optimal dimalainya latihan pernapqsai
sesuai yang diajarkan pada saat praoperatif.
Intruksikan pasien untuk Meningkatkan ekspansi paru. Untuk
napas dalam. memperbesar ekspansi dacl,
dan pertukaran gas. Sebagai contoh,
meminta pasien untuk mengual
ataii untuk melakukan inspirasi maksimal
Instruksikan untuk Batuk juga didorong untuk melonggarkan
melakukan batuk sumbatan mukus Pembebatan dengan cermat
efektif pada abdomen atau insisi torak
membantu pasien mengatasi ketakutannya
bahwa eksersi dan batuk dapat menyebabkan
insisi bedah terbuka.

penurunan perfusi perifer berhubungan dengan depresi mekanisme


regulasi sirkulasi normal perdarahan pascaoperatif, penurunan curah
jantung, hipovolemia, pengumpulan darah perifer, dan vasokonstriksi.
Tujuan: Dalam waktu 15 menit pascabedah perfusi perifer menjadi
optimal.
Kriteria evaluasi:
• Denyut nadi perifer teraba.
• Akral hangat.
• Pengisian kapiler < 3 detik.
• Tidak terlihat adanya sianosis sentral atau perifer.
• M7 dalam batas normal.
• Kulit perifer tidak pucat.
• Output urine 50 ml/jam.
Intervensi Rasional
Monitor tanda dan gejala Pasien dipantau terhadap segala tanda dan
penurunan perfusi gejala yang menandakan menurunnya
jaringan. perfusi jaringan, yaitu: penurunan
tekanan darah; saturasi O2, yang tidak
adekuat; pemapasan cepai atau sulit;
peningkatan frekuensi nadi > 100 x/menit;
gelisah respons melambat; kulit dingin,
kusam, clan sianosis; denyut
perifer menurun atau tak teraba; output
urine kurang dari 3C ml/jam. Salah satu
dari tanda dan gejala ini harus dilaporkan.

Beri intervensi sesuai • Tindakan dilakukan untu


dengan penyebab mempertahankan perfus jaringan yang
penurunan perfusi. adekuat, tergantung pada penyebab tidak
adekuatnya perfusi jaringan. Tindakan
yang dilakukan dapat mencakup
penggantian cairan, terapi komponer
darah, medikasi untuk mendukUng atau
memperbaiki fungsi jantung (misalnya:
vasodilator koroner

Intervensi Rasional
Kaji kernampuan Banyak faktor fisiologi (motivasi, afektif,
kontrol nyeri pasien, kognitif, dan emosional) yang dapat
memengaruhi persepsi nyeri.
Kaji persiapan Persiapan praoperatif yang diterima oleh
pengelolaan nyeri pasien (termasuk meformasi tentang apa
praopetif. yang diperkirakan dan dukungan
psikologis) adalah faktor yang signifikan
dalam menurunkan ansietas dan nyeri
yang dialami dalam periode pascaoperatif.
Kaji skala Nyeri Skala nyeri pascaoperatif tergantung pada
persepsi fisiologis dan psikologis individu,
toleransi yang ditimbulkan untuk nyeri,
letak insisi, sifat prosedur, dan kedataman
trauma bedah.
Lakukan manajemen
nyeri keperawatan. Istirahat secara fisiologis akan menurunkan
• Istirahatkan pasien. kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme basal.
• Ajarkan teknik Meningkatkan asupan 0 2 sehingga
Relaksasi pernapasan menurunkan nyeri sekunder
dalam saat riveri dari iskemia spina.
muncul.
• Lakukan manajemen Manajemen scrituhan pada saat nyeri
sentuhan. berupa sentuhan dukungan psikologis
dapat membantu menurunkan nyeri.
Masase ringan dapat ineningicatkan aliran
darah dan membantu
suplai darah dan oksigen ke area nyeri

• Lakukan teknik Salah satu metode distraksi untuk


stimulasi perkutaneus. menstirnulasi pengeluaran
endorfin-enkefalin yang berguna sebagai
analgetik internal
untuk memblok rasa nveri.
• Tingkatkan Pengetahuan membantu mengurangi
pengetahuan tentang nyerinya dan mengembangkan kepatuhan
penyebab nyeri dan pasien terhadap rencana teraupetik.
menghubungkan berapa
lama nyeri akan
berlangsung.
Kolaborasi dengan dokter Analgesik memblok lintasan nyeri,
untuk pemberian sehingga nyeri akan
analgesik. berkurang.

Kecemasan berhubungan dengan diagtiosis pascaoperatif, kemungkinan


perubahan dalam gaya hidup dan perubahan dalam konsep diri.

Fujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam tingkat kecemasan pasien berkurang


atau hilang.
Kriteria evaluasi:
• Pasien menyatakan kecemasan berkurang.
• Pasien mampu mengcnal perasaannya, dapat mengidentifikasi
penyebab atau faktor yang mempengaruhinya.
• Pasien kooperatif terhadap tindakan.
• Wajah rileks.

Intervensi Rasional
Kaji tanda verbal dan Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukan
nonverbal kecemasan, rasa agita marah dan gelisah yang akan
dampingi pasien dan memengaruhi posisi pasien'
Likukan tindakan bila pada brankar sehingga mempunyai risiko
menunjukan perilaku jatuh. Apabila~
merusak. perawat menclaparkan gejala awal
perubahan dari nonverbal,
maka perawat meminta bantuan dari
perawat lain di ruang
peniublian untuk melakukan fiksasi pada
pasien.
Hindari konfrontasi. Konfrontasi dapat meningkatkan rasa
marah, menurunkan kerja sama, dan
memperlambat penyembuhan.
Tingkatkan kontrol Kontrol sensasi pasien (dalam
sensasi pasien. menurunkan ketakutan) dengan cara
memberikan informasi tentang keadaan
pasien; menekankan pada penghargaan
terhadap sumber-sumber koping
(pertahanan diri) yang positif, membantu
latihan relaksasi dan teknik-teknik
pengalihan, dan memberikan respons
balik yang positif.
Orientasikan pasien Orientasi dapat menurunkan kecemasan.
terhadap prosedur
dan aktivitas yang
diharapkan.

You might also like