You are on page 1of 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PENYAKIT GINJAL KRONIS YANG


MENJALANI HEMODIALISIS DENGAN KOMPLIKASI ANEMIA

DI RUANG HEMODIALISIS RSUD DR SOETOMO SURABAYA

Disusun Oleh:

AMITA PRATAMA PUTRI P27820715010

KEMENTRIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI D-IV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT SURABAYA

2018
LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK

A. Definisi Penyakit Gagal Ginjal Kronik


Gagal ginjal kronis adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah) (Brunner dan Suddarth 2002).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju
filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan
berat (Mansjoer, 2007).

B. Klasifikasi Penyakit Gagal Ginjal Kronik


Klasifikasi CKD berdasarkan Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI) :
pada tahun 2002 yaitu:

Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin Test) dapat

digunakan rumus :
Clearance creatinin (ml/ menit) = (140-umur ) x berat badan (kg)
72 x creatinin serum
1. Stadium I: GFR > 90 ml/menit walau terdapat kerusakan ginjal. Ginjal masih
mempunyai fungsi yang normal tetapi jumlah urine yang dihasilkan dalam batas
yang tidak normal akibat kerusakan pada ginjal.
2. Stadium II: Penurunan yang ringan (GFR 60-89 ml/ menit). Fungsi ginjal mulai
menurun, jumlah urine yang di hasilkan dalam batas tidak normal, akibat
kerusakan pada ginjal :
 GFR 60 ml/menit terdapat kehilangan fungsi 50%
 Hormon parathyroid mulai meningkat.
3. Stadium III: Penurunan fungsi ginjal yang sedang (GFR 30-59 ml/menit)
 Absobsi kalsium menurun
 Malnutrisi
 Anemia akibat kekurangan eritropoetin
 Hypertropi ventrikel kiri
4. Stadium IV: Penurunan fungsi ginjal yang berat (GFR 15-29 ml/menit)
 Trigliserida serum meningkat
 Hiperfosfatemia
 Asidosis metabolik
 Hiperkalemia
5. Stadium V: Gagal ginjal (GFR < 15 ml/menit), kadang disebut astablished renal
failure, Azotemia.

C. Etiologi Penyakit Gagal Ginjal Kronik


Penyebab GGK menurut Price & Wilson (2006) dibagi menjadi delapan kelas,
antara lain:
a. Infeksi misalnya pielonefritis kronik
b. Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
c. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis
d. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa, sklerosis sistemik progresif
e. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal
f. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
g. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal
h. Nefropati obstruktif
Faktor predisposisi:
a. Diabetes
b. Usia lebih dari 60 tahun
c. Penyakit ginjal congenital
d. Riwayat keluarga penyakit ginjal
e. Autoimmune (lupus erythematosus
f. Obstruksi renal (BPH dan prostitis)
g. Ras
Faktor presipitasi:
a. Paparan toksin dan beberapa medikasi yang berlebih
b. Gaya hidup (hipertensi, atherosclerosis)
c. Pola makan (diet)
D. Manifestasi Klinis Penyakit Gagal Ginjal Kronik
Manifestasi Klinis berdasarkan Stadium menurut Lemone, 2016: 1064
1) Stadium 1
Laju filtrasi glomerulus >90mL/menit/1,73m2
Manifestasi :
Seseorang dengan CKD stadium 1 biasanya belum merasakan gejala yang
menandakan kerusakan ginjal karena ginjal masih dapat berfungsi dengan normal.
2) Stadium 2
Laju filtrasi glomerulus 60-89mL/menit/1,73m2
Manifestasi :
 Penuruna ringan GFR
 Asimtomatik, kemungkinan hipertensi; pemeriksaan darah biaasnya dalam
batas normal
3) Stadium 3
Laju filtrasi glomerulus 30-59 mL/menit/1,73m2
Manifestasi :
 Penurunan sedang GFR
 Hipertensi; kemungkinan anemia dan keletihan, anoreksia, kemungkinan
malnutrisi, nyeri tulang; kenaikan ringan BUN dan kreatinin serum
4) Stadium 4
Laju filtrasi glomerulus 15- 29 mL/menit/1,73m2
Manifestasi :
 Penurunan berat GFR
 Hipertensi, anemia, malnutrisi, perubahan metabolisme tulang; edema, asidosis
metabolik, hiperkalasemia; kemungkinan uremia; azotemia dengan
peningkatan BUN dan kadar kreatinin serum
 Fatique: rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia,
 Kelebihan cairan: Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal
tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini
membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian bawah,
seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akaibat
teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh
 Perubahan pada urin: urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan adanya
kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami perubahan
menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur dengan darah.
Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering
terbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
 Rasa sakit pada ginjal, Sulit tidur, Nausea, Perubahan cita rasa makanan, Bau
mulut uremic, Sulit berkonsentrasi
5) Stadium 5
Laju filtrasi glomerulus <15mL/menit/1,73m2
Manifestasi:
 Penyakit ginjal stadium akhir
 Kehilangan nafsu makan
 Nausea.
 Sakit kepala.
 Merasa lelah.
 Tidak mampu berkonsentrasi.
 Gatal – gatal.
 Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali.
 Bengkak, terutama di seputar wajah, mata dan pergelangan kaki.
 Kram otot
 Perubahan warna kulit

E. Patofisiologi Penyakit Gagal Ginjal Kronik


Seluruh unit nefron secara bertahap hancur. Pada tahap awal, saat nefron hilang , nefron
fungsional yang masih ada mengalami hipertrofi. Aliran kapiler glomerulus dan tekanan
meningkat dalam nefron ini dan lebih banyak pertikel zat terlarut disaring untuk
mengkompensasi massa ginjal yang hilang. Kebutuhan yang meningkat ini menyebabkan
nefron yang masih ada mengalami sklerosis (jaringan parut) glomerulus, menimbulkan
kerusakan nefron pada akhirnya. Proteinuria akibat kerusakan glomerulus di duga
menjadi penyebab cedera tubulus. Proses hilangnya nefron yang kontiunu ini terus
berlangsung meskipun setelah proses penyakit awal telah teratasi (Fauci et al., 2008).
Perjalanan CKD beragam, berkembang selama periode bulanan hingga tahunan. Pada
tahap awal, sering kali disebut penurunan cadangan ginjal, nefron yang tidak terkena
mengkompensasi nefron yang hilang. GFR sedikit turun dan pada pasien asimtomatik
disertai BUN dan kadar kreatin serum normal. Ketika penyakit berkembang dan GFR
turun lebih lanjut, hipertensi dan beberapa manifestasi insufisiensi ginjal dapat muncul.
Serangan berikutnya pada ginjal di tahap ini (misalnya infeksi, dehidrasi atau obstruksi
saluran kemih) dapat menurunkan fungsi dan dapat memicu awitan gagal ginjal atau
uremia nyata lebih lanjut. Kadar serum kratinin dan BUN naik secara tajam, pasien
menjadi uliguria, dan manifestasi uremia muncul. Pada ESRD, tahap akhir CKD, GFR
kurang dari 10% normal dan terapi penggantian ginjal diperlukan untuk mempertahankan
hidup. (Lemone, 2016: 1063)

F. Pemeriksaan Penunjang Penyakit Gagal Ginjal Kronik


1. Laboratorium
a. Kadar BUN kreatinin serum, natrium, dan kalsium meningkat
b. Analisa gas darah arteri menunjukkan penurunan PH arteri dan kadar
bikarbonat.
c. Kadar hematokrit dan hemoglobin rendah, masa hidup sel darah merah
berkurang.
d. Muncul defek trombositomia dan trombosit ringan
e. Sekresi aldosteron meningkat
f. Terjadi hiperglikemia dan hipertligiseridemia
g. Penurunan kadar high density lipoprotein (HDL)
h. Analisa gas darah menunjukkan asidosis metabolik
i. Berat jenis urine tetap pada angka 1,010.
j. Pasien mengalami proteinuria, glikosuria, dan pada urine ditemukan
sedimentasi, leokosit, sel darah merah, dan kristal.
2. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia). Kemungkinan abnormal
menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.
3. Ultrasonografi (USG)
Untuk mencari adanya faktor yang reversibel seperti obstruksi oleh karena batu atau
massa tumor, dan untuk menilai apakah proses sudah lanjut.
4. Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal. Menilai
bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
5. Pieolografi Intra-Vena (PIV)
Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pyelography, untuk menilai sistem
pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload),
efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikadial.

G. Terapi Penyakit Gagal ginjal Kronik


a. Konservatif
Diet TKRP (Tinggi Kalori Rendah Protein)
Protein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik merupakan hasil
pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat
gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai biologis
(produk susu, telur, daging) di mana makanan tersebut dapat mensuplai asam amino
untuk perbaikan dan pertumbuhan sel. Biasanya cairan diperbolehkan 300-600 ml/24
jam. Kalori untuk mencegah kelemahan dari Karbohidrat dan lemak. Pemberian
vitamin juga penting karena pasien dialisis mungkin kehilangan vitamin larut air
melalui darah sewaktu dialisa.
b. Simptomatik
1) Hipertensi ditangani dengan medikasi antihipertensi kontrol volume
intravaskuler. Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner perlu pembatasan
cairan, diit rendah natrium, diuretik, digitalis atau dobutamine dan dialisis.
Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya tanpa gejala dan tidak perlu
penanganan, namun suplemen natrium bikarbonat pada dialisis mungkin
diperlukan untuk mengoreksi asidosis.
2) Anemia
Penatalaksanaan anemia dengan rekombinan erythropoiesis-stimulating agents
(ESAs) dapat memperbaiki kondisi pasien CKD dengan anemia secara
signifikan. ESAs harus diberikan untuk mencapai dan mempertahankan
konsentrasi hemoglobin 11.0 sampai 12.0 gr/dL. Pasien juga harus menerima
suplemen zat besi selama menerima terapi ESA karena erythropoiesis yang
diinduksi secara farmakologis dibatasi oleh supply zat besi, ditunjukkan dengan
kebutuhan ESA yang lebih sedikit setelah pasien menerima suplemen zat besi.
Selain itu, karena tubuh membentuk banyak sel darah merah, tubuh juga
memerlukan banyak zat besi sehingga dapat terjadi defisiensi zat besi. Serum
ferritin dan persen transferrin saturation mengalami penurunan setelah 1 minggu
terapi ESA pada pasien dengan CKD yang menerima dialysis. Karena pasien
CKD mengalami gangguan metabolism zat besi, serum ferritin dan persen
transferrin saturation harus dipertahankan lebih tinggi daripada individu normal.
Maintenance serum ferritin yang disarankan yaitu ≥200 ng/mL, dan persen
transferrin saturation ≥20%. Sebagian besar pasien CKD membutuhkan
suplementasi zat besi parenteral untuk mencapai kadar zat besi yang disarankan.
c. Terapi Pengganti
1) Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal adalah terapi yang paling ideal mengatasi gagal ginjal
karena menghasilkan rehabilitasi yang lebih baik disbanding dialysis kronik dan
menimbulkan perasaan sehat seperti orang normal. Transplantasi ginjal
merupakan prosedur menempatkan ginjal yang sehat berasal dari orang lain
kedalam tubuh pasien gagal ginjal. Ginjal yang baru mengambil alih fungsi
kedua ginjal yang telah mengalami kegagalan dalam menjalankan fungsinya.
Seorang ahli bedah menempatkan ginjal yang baru (donor) pada sisi abdomen
bawah dan menghubungkan arteri dan vena renalis dengan ginjal yang baru.
Darah mengalir melalui ginjal yang baru yang akan membuat urin seperti ginjal
saat masih sehat atau berfungsi. Ginjal yang dicangkokkan berasal dari dua
sumber, yaitu donor hidup atau donor yang baru saja meninggal (donor kadaver).
2) Cuci Darah (dialisis)
Dialisis adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi
secara pasif melalui suatu membran berpori dari satu kompartemen cair menuju
kompartemen cair lainnya. Hemodialisis dan dialysis merupakan dua teknik
utama yang digunakan dalam dialysis, dan prinsip dasar kedua teknik itu sama,
difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisis sebagai respons terhadap
perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu.
a) Dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan atau CAPD
Dialisis peritoneal adalah metode cuci darah dengan bantuan membran
selaput rongga perut (peritoneum), sehingga darah tidak perlu lagi
dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan seperti yang terjadi pada mesin
dialisis. CAPD merupakan suatu teknik dialisis kronik dengan efisiensi
rendah sehingga perlu diperhatikan kondisi pasien terhadap kerentanan
perubahan cairan (seperti pasien diabetes dan kardiovaskular).
b) Hemodialisis klinis di rumah sakit
Cara yang umum dilakukan untuk menangani gagal ginjal di Indonesia
adalah dengan menggunakan mesin cuci darah (dialiser) yang berfungsi
sebagai ginjal buatan.
H. Penyakit ginjal kronis yang menjalani HD dengan komplikasi anemia
Menurut World Health Organization (WHO), anemia didefinisikan sebagai
konsentrasi hemoglobin (Hb) yang lebih rendah dari 13.0 g/dL pada pria dan wanita
postmenopause dan lebih rendah dari 12.0 g/dL pada wanita premenopause. Sedangkan
anemia pada pasien dengan CKD didefinisikan sebagai konsentrasi Hb di bawah 11.5
g/dL pada wanita, 13.5 g/dL pada pria ≤70 tahun, dan 12.0 g/dL pada pria lebih dari 70
tahun (The European Best Practice Guidelines).
Penyebab terjadinya anemia pada pasien dengan CKD antara lain: kehilangan
darah, pemendekan masa hidup sel darah merah, uremic milieu, defisiensi erythropoietin
(EPO), defisiensi zat besi, dan inflamasi (Nurko, 2006).
1. Kehilangan darah
Pasien dengan CKD memiliki risiko kehilangan darah karena disfungsi platelet.
Penyebab utama kehilangan darah pada pasien CKD yaitu dialysis, terutama
hemodialisis, dan kehilangan darah ini menyebabkan defisiensi zat besi yang berat.
Pasien dengan hemodialisis mungkin mengalami penurunan 3 sampai 5 gram zat
besi per tahun. Secara normal, setiap orang mengalami penurunan zat besi sebesar 1
sampai 2 mg per hari, jadi pada pasien dengan dialysis terjadi penurunan zat besi 10
sampai 20 kali lipat lebih besar dibanding individu normal.
2. Pemendekan masa hidup sel darah merah
Masa hidup sel darah merah mengalami penurunan kurang lebih sebesar 1/3 pada
pasien hemodialisis.
3. Uremic milieu
Uremic milieu merupakan istilah yang umum digunakan untuk menjelaskan adanya
disfungsi organ multiple pada CKD. Penelitian pada pasien yang mendapatkan terapi
hemodialisis menunjukkan adanya peningkatan hematokrit ketika terjadi
peningkatan intensitas hemodialisis. Hal ini menunjukkan bahwa dengan
menurunkan uremia dapat mengembalikan atau meningkatkan fungsi sumsum tulang
belakang.
4. Defisiensi EPO
Erythropoietin (EPO) adalah hormon peptida yang terlibat dalam kontrol produksi
erythrocyte oleh sumsum tulang. Sumber utama dari erythropoietin adalah ginjal,
walaupun disekresikan juga dalam jumlah sedikit oleh hati. Sel ginjal yang
mensekresi adalah sekumpulan sel di interstitium. Stimulus dari pengsekresian
erythropoietin adalah berkurangnya tekanan parsial oksigen pada ginjal, seperti pada
anemia, hipoksia arterial, dan tidak adekuatnya aliran darah ginjal. Erythropoietin
menstimulasi sumsum tulang untuk meningkatkan produksi eritrosit.
Defisiensi EPO diduga merupakan penyebab utama terjadinya anemia pada pasien
CKD. Sel-sel yang memproduksi erythropoietin mengalami deplesi atau kerusakan
seiring dengan perkembangan CKD, sehingga produksi EPO menjadi lebih rendah.
Defisiensi EPO pada CKD mungkin merupakan respon fungsional terhadap
penurunan GFR. Mekanisme yang mendasari mungkin sel-sel yang memproduksi
EPO pada ginjal tidak mengalami hypoxia. Jika GFR rendah, maka reabsorbsi
natrium juga mengalami penurunan. Reabsorbsi natrium merupakan determinan
utama konsumsi oksigen di ginjal, sehingga pada ginjal mungkin terdapat oksigen
yang berlebih yang dapat menyebabkan down regulasi produksi EPO (Donnelly,
2001). Selain itu, pasien yang mendapatkan terapi dialysis dapat mempertahankan
kemampuan untuk meningkatkan produksi EPO.
5. Defisiensi zat besi
Homeostasis zat besi dalam tubuh tergantung pada jumlah zat besi yang diabsorbsi
dalam duodenum dan dari sel darah merah yang telah mati. Sebagian besar zat besi
terikat pada hemoglobin dan disimpan dalam hepatosit dan makrofag pada sistem
reticuloendothelial. Zat besi ditransport ke eritrosit yang matur oleh protein yang
disebut transferrin, yang mengangkut zat besi yang diserap dan dilepas makrofag.
Pada pasien dengan CKD terjadi gangguan pada homeostasis zat besi. Transferrin
pada pasien dengan CKD hanya terdapat sebesar 1/3 sampai ½ dari jumlah normal,
yang menunjukkan kapasitas sistem transport zat besi dalam tubuh. Hal ini diduga
disebabkan oleh ketidakmampuan untuk melepas zat besi yang disimpan dalam
makrofag dan hepatosit.
Manifestasi klinis pada pasien CKD dengan anemia adalah Gejala dini : lethargi,
pasien terlihat pucat, konjungtiva pucat, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat
badan berkurang, mudah tersinggung, depresi. Gejala yg lebih lanjut : anoreksia, mual
disertai muntah,nafas dangkal
LAPORAN PENDAHULUAN
HEMODIALISIS

A. Definisi Hemodialisis

Hemodialisis (HD) adalah cara pengobatan / prosedur tindakan untuk


memisahkan darah dari zat-zat sisa / racun yang dilaksanakan dengan mengalirkan
darah melalui membran semipermiabel dimana zat sisa atau racun ini dialihkan dari
darah ke cairan dialisat yang kemudian dibuang, sedangkan darah kembali ke dalam
tubuh sesuai dengan arti dari hemo yang berarti darah dan dialisis yang berarti
memindahkan
Tujuan hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik
dari darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Pada hemodialisis, aliran darah
yang penuh dengan toksik dan sisa nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiser
tempat darah tersebut di bersihkan dan kemudian di kembalikan lagi ke tubuh
pasien.

B. Indikasi Hemodialisis
Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih. Pasien-pasien tersebut dinyatakan
memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi :
1. BUN > 100 mg/dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
2. Ureum > 200 mg%
3. Kreatinin > 100 mg %
4. Hiperkalemia > 17 mg/liter
5. Asidosis metabolik dengan pH darah < 72
6. Sindrom kelebihan air
7. Intoksikasi obat jenis barbiturat

C. Kontra Indikasi Hemodialisis


Selain beberapa indikasi medis diatas, terdapat kontra indikasi untuk pasien yang
akan melakukan hemodialisa, antara lain :
1. Malignansi stadium lanjut (kecuali multiple myeloma)
Terkait tumor, cenderung mengarahan ke keadaan buruk
2. Penyakit Alzheimer’s
Penyakit Alzheimer adalah suatu kondisi di mana sel-sel saraf di otak mati,
sehingga sinyal-sinyal otak sulit ditransmisikan dengan baik.
3. Multi-infarct dementia
4. Sindrom Hepatorenal
Sindrom Hepatorenal adalah suatu sindrom klinis yang terjadi pada pasien
penyakit hati kronik dan kegagalan hati lanjut serta hipertensi portal yang
ditandai oleh penurunan fungsi ginjal dan abnormalitas yang nyata dari
sirkulasi arteri dan aktifitas sistem vasoactive endogen. SHR bersifat
fungsional dan progresif. SHR merupakan suatu gangguan fungsi ginjal pre
renal, yaitu disebabkan adanya hipoperfusi ginjal. Pada ginjal terdapat
vasokonstriksi yang menyebabkan laju filtrasi glomerulus rendah, dimana
sirkulasi di luar ginjal terdapat vasodilatasi arteriol yang luas yang
menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sistemik total dan hipotensi.
5. Sirosis hati tingkat lanjut dengan enselopati
Sirosis adalah perusakan jaringan hati normal yang meninggalkan jaringan
parut yang tidak berfungsi di sekeliling jaringan hati yang masih berfungsi.
6. Hipotensi
Hipotensi (tekanan darah rendah) adalah suatu keadaan dimana tekanan darah
lebih rendah dari 90/60 mmHg atau tekanan darah cukup rendah sehingga
menyebabkan gejala-gejala seperti pusing dan pingsan.
7. Penyakit terminal
Penyakit terminal adaah penyakit pada stadium lanjut, penyakit utama yang
tidak dapat disembuhkan bersifat progresif, pengobatan hanya bersifat paliatif
(mengurangi gejala dan keluhan, memperbaiki kualitas hidup).
8. Organic brain syndrome
Organic Brain Syndrom adalah ketidaknormalan kelainan mental akibat
gangguan struktur atau fungsi otak.
Pasien-pasien yang memiliki kelainan diatas akan disarankan untuk tidak
melakukan terapi hemodialisa karena ditakutkan terapi yang dilakukan justru
berakibat pada kegagalan (kematian).

D. Komplikasi

Komplikasi terapi dialisis sendiri dapat mencakup hal-hal berikut:


a. Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan
b. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi
jika udara memasuki sistem vaskuler pasien.
c. Nyeri dada dapat terjadi karena Pco2 menurun bersamaan dengan terjadinya
sirkulasi darah diluar tubuh.
d. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme
meninggalkan kulit.
e. Gangguan keseimbangan dialisis dapat terjadi karena perpindahan cairan
serebral dan muncul sebagai serangan kejang komplikasi ini kemungkinan
terjadinya lebih besar jika terdapat gejala uremia yang berat.
f. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan eloktrolit dengan cepat
meninggalkan ruang ekstrasel.
g. Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi

E. Proses Hemodialisis
Secara keseluruhan sistem hemodialisa terdiri dari 3 elemen dasar, yaitu sistem
sirkulasi darah diluar tubuh (ekstrakorporeal), dialiser, dan sistem sirkulasi dialisat.
1. Sistem Sirkulasi Darah Ekstrakorporeal
Selama hemodialisa darah pasien mengalir dari tubuh kedalam dialiser
melalui akses arteri, kemudian kembali ke tubuh melalui selang vena
dan akses vena. Sistem sirkulasi darah di luar tubuh ini disebut sistem
sirkulasi darah extra corporal
2. Dialiser
Dialiser adalah suatu alat berupa tabung atau lempeng, terdiri dari
kompartemen darah dan kompartemen dialisat yang dibatasi oleh
membran semipermieabel. Di dalam dialiser ini terjadi proses pencucian
darah melalui proses difusi dan ultrafiltrasi, sehingga dihasilkan darah
melalui yang sudah “bersih” dari zat-zat yang tidak dikehendaki.
3. Sistem Sirkulasi Dialisat
Dialisat adalah cairan yang digunakan dalam proses dialisis.
Dialisat dialirkan ke dalam kompartemen pada dialiser dengan
kecepatan tinggi. (1,5 x 500 ml/ mnt).

F. Prinsip Hemodialisis
Prinsip pelaksanaan dari terapi hemodialisis itu meliputi (LeMone, Burke, &
Bauldoff, 2016) :
1. Difusi
Dihubungkan dengan pergeseran partikel-partikel dari konsentrasi tinggi ke
konsentrasi rendah oleh tenaga yang di timbulkan oleh perbedaan konsentrasi
zat-zat terlarut di kedua sisi membran dialisis, difusi menyebabkan pergeseran
urea, kreatinin dan asam urat dari kompartemen darah klien ke kompartemen
dialisat.
2. Osmosis
Mengangkut pergeseran cairan lewat membran semipermeabel dari daerah
yang kadar partikel-partikel rendah ke daerah yang kadar partikel lebih tinggi,
osmosis bertanggung jawab atas pergeseran cairan dari klien terutama pada
dialiser.
3. Ultrafiltrasi
Berpindahnya zat pelarut (air) melalui membrane semi permeable akibat
perbedaan tekanan hidrostatik pada kompartemen darah dan kompartemen
dialisat.
4. Konveksi
Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan akan
mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan tersebut.

G. Proses Hemodialisis
Mekanisme proses pada mesin hemodialisis, darah pompa dari tubuh masuk
kedalam mesin dialisis lalu dibersihkan pada dialyzer (ginjal buatan), lalu darah pasien
yang sudah bersih dipompakan kembali ketubuh pasien. Mesin dialisis yang paling
baru dipasaran telah dilengkapi oleh sistim koputerisasis dan secara terus menerus
memonitor array safty-critical parameter, mencangkup laju alir darah dan dialysate,
tekanan darah, tingkat detak jantung, daya konduksi, pH dll. Bila ada yang tidak
normal, alarm akan berbunyi. dua diantara mesin dialisis yang paling besar adalah
fresenius dan gambro. Dalam hemodialisis memerlukan akses vascular (pembulu
darah) hemodalisis (AVH) yang cukup baik agar dapat diperoleh aliran darah yang
cukup besar, yaitu diperlukan kecepatan darah sebesar 200 – 300 ml/menit secara
kontinu selama hemodialis 4-5 jam. AVH dapat berupa kateter yang dipasang
dipembulu darah vena di leher atau paha yang bersifat temporer. Untuk yang permanen
dibuat hubungan antara arteri dan vena, biasanya di lengan bawah disebut
arteriovenous fistula, lebih populer bila disebut (brescia) cimino fistula. kemudian
darah dari tubuh pasien masuk kedalam sirkulasi darah mesin hemodialisis yang terdiri
dari selang inlet/arterial (ke mesin) dan selang outlet/venous (dari mesin ketubuh).
kedua ujungnya disambung ke jarum dan kanula yang ditusuk kepembulu darah
pasien. Darah setelah melalui selang inlet masuk kedialisar. Jumlah darah yang
menempati sirkulasi darah di mesin berkisar 200ml. Dalam dialiser darah dibersihkan,
sampah-sampah secara kontinu menembus membran dan menyebrang ke
kompartemen dialisat. di pihak lain cairan dialisat mengalir dalam mesin hemodialisis
dengan kecepatan 500ml/menit masuk kedalam dialiser pada kompartemen dialisat.
Cairan dialidat merupakan cairan yang pekat dengan bahan utama elektr;it dan glukosa
, cairan ini dipompa masuk kemesin sambil dicampur dengan air bersih yang telah
mengalami proses pembersihan yang rumit (water treatment). Selama proses
hamodialisis, darah pasien diberi heparin agar tidak membeku bila berada diluar tubuh
yaitu dalam sirkulasi darah mesin.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN KOMPLIKASI ANEMIA

I. Pengkajian
1. Biodata
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, ras, agama, alamat, pekerjaan, pendidikan dll.
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 tahun), usia muda,
dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
2. Keluhan utama
Klien merasakan tanda dan gejala anemia pada seseorang dengan ginjal kronis
seperti lemas, kelelahan, atau merasa lelah, sakit kepala, masalah dengan
konsentrasi, pucat, pusing, kesulitan bernapas atau sesak napas, nyeri dada.
3. Riwayat penyakit
a. Riwayat penyakit sekarang : diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi
anafilaksis, renjatan kardiogenik.
b. Riwayat penyakit dahulu : riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi
saluran kemih, payah jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik,
benigna prostatic hyperplasia, prostatektomi.
c. Riwayat penyakit keluarga : adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus
atau hipertensi.
4. Tanda vital : peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, napas
cepat dan dalam (kussmaul), dyspnea.
5. Body Systems :
a. Pernapasan (B 1 : Breathing)
Gejala : napas pendek, dispnea nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa
sputum, kental dan banyak.
Tanda ; takhipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, batuk produktif
dengan/tanpa sputum, pernapasan cepat dan dalam, nyeri dada.
b. Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala : riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi nyeri dada atau angina
dan sesak napas, gangguan irama jantung, edema.
Tanda : hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki,
telapak tangan, disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik,
friction rub perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning kecenderungan
perdarahan.
c. Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran : disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolet sampai koma.
edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas ureum.
d. Perkemihan-Eliminasi Uri (B 4 : Bladder)
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat,
tidak dapat kencing.
Gejala : penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)
abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda: perubahan warna urine (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau
anuria.
e. Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan
diare, adanya edema anasarka (ascites).
f. Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala : nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat
malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda : pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimosis pada kulit,
fraktur tulang, defosit fosfat kalsium, pada kulit, jaringan lunak, sendi
keterbatasan gerak sendi.

II. Diagnosa Keperawatan


1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi
cairan serta natrium.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual dan
muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut.
3. Kerusakan integritas kulit b.d gangguan volume cairan, perubahan pigmentasi
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan curah jantung (beban
jantung yang meningkat)
5. Gangguan pertukaran gas b.d peningkatan beban jantung, tekanan vena pulmonalis,
edema paru.
6. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi, produksi sampah.
III. Intervensi Keperawatan

No. Tujuan Intervensi Rasional


Dx.
1 Tujuan: Setelah diberikan Mandiri : Mandiri :
1. Kaji TTV 1. Mengetahui keadaan umum
asuhan keperawatan selama
2. Kaji adanya edema 2. Menunjukan adanya tanda-tanda letargi cairan yang
1x24 jam diharapkan kelebihan 3. Kaji status cairan (balance 2. Menambah kerja dari jantung dan menuju edema pulmoner dan gagal
volume cairan) jantung
cairan teratasi dengan 4. Monitor BUN, kreatinin, asam 3. Ketentuan batas cairan jika terjai oliguria
kriteria hasil: 4. Fungsi ginjal diketahui dan peningkatan BUN lebih dari 25 mg/dl dan
urat (bila ada)
-Tidak ada edema
5. Batasi pemasukan cairan kreatinin lebih dari 1,5mg/dl
-BB dan TTV stabil
5. Pemasukan cairan yang berlebiha dapat mengakibat kan terjadinya
-Elektrolit dalam batas normal
penumpukan cairan.
2 Tujuan: Setelah diberikan Mandiri: Mandiri:
. 1. Kaji anoreksia, nausea dan 1. Tanda dan gejala dari peningkatan azotemia.
asuhan keperawatan selama
2. Protein ditentukan dengan kegagalan ginjal dan tingkat BUN: karbohidrat
muntah
2x24 jam diharapkan nutrisi
2. Batasi protein 20-60 gram untuk mencegah lemak untuk menghancurkan katabolisme jaringan.
pasien terpenuhi dengan kriteria 3. Iritasi stomatistik meningkatkan nausea
perhari, intake karbohidrat 100
4. Protein komplek mengandung seluruh asam amino
hasil:
gram perhari 2000 kalori
- antropometri normal, biokimia
perhari keseluruhan intake. Kolaborasi:
(hb, hct normal), klinis (mukosa
3. Hindari minum berkafein, juice
Bertugas untuk mengurangi muntah dengan menambah asam gastrin
bibir lembab, normal), diet
makanan panas/berbau
normal/seimbang 4. Berikan intake ayam, ikan
a. - tidak ada mual, muntah.
sebagai sumber protein.
- mukosa mulut lembab.
-IMT normal. Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian obat anti
emetik (metociropmid)

3. Tujuan: Setelah diberikan Intervensi Mandiri: Rasional Mandiri:


1. Kaji gatal-gatal, pecah dalam 1. Gatal-gatal hasil dari kekeringan kulit kristalisasi urea pada kulit, tekanan
asuhan keperawatan selama 3x
kulit, kemerahan pada titik konstan pada kulit menunjukan penurunan pada jaringan dan pecahan
24 jam kerusakan integritas
2. Hasil dari peningkatan urea dan amonia dari pecahan bakteri dan urea
tekanan
kulit teratasi dengan 3. Hasil dari retensi urine dan penurunan atau peningkatan Iritasi kulit dapat
2. Kaji mukosa oral adanya
kriteria hasil:
disebabkan karena kuku.
- Turgor kulit elastis. stomatitis dan pernafasan bau
4. Karena menggaruk area yang gatal akan membuat luka pada kulit.
-Tidak ada kemerahan pada
amoni 5. Bahan kapas dapat meningkatkan gatal-gatal
kulit. 3. Kaji apakah rambut mudah
Kolaborasi:
-Pecah dan erosi kulit tidak ada
rusak dan kuku pucat, serta
Untuk menahan dingin sel,membentuk mikro organisme
pada kulit akibat garukan
warna pada kulit.
4. Ajari klien untuk menekan area
yang gatal
5. Anjurkan klien untuk
menghindari pemakaian dari
bahan kapas.
Kolaborasi:
Pemberian obat anti biotik
(ampicilin)
IV. Implementasi Keperawatan
Merupakan tahap keempat dari proses keperawatan. Tahap ini dimulai setelah
rencana tindakan disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan
yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, dan manifestasi koping.

V. Evaluasi
Merupakan tahap terakhir dalam proses keperawatan. Evaluasi merupakan
tindakan elektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa
jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan, dan penatalaksanaannya sudah berhasil
dicapai. Hasil dari evaluasi dibagi menjadi 3 yaitu masalah teratasi, masalah teratasi
sebagian, dan masalah belum teratasi.
DAFTAR PUSTAKA

Bare BG., Smeltzer SC. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC. Hal : 45-47.

Bilotta, kimberly. 2012. Kapita Selekta Penyakit. Jakarta: EGC.

Boedhi, Darmojo, R. (2011). Buku Ajar Geriatic (Ilmu Kesehatan Lanjut


Usia) edisi ke–4.Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Fauci, S.A. , Kasper, L.D. , Longo, L.D. , Braunwald, E. , Hauser, L.S. , Jameson,
L.J, et al. 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicines, 17th Edition.
New York: Mc-Graw Hill Company.

LeMone, Burke, & Bauldoff, (2016). Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa.
Jakarta: EGC.

Madjid dan Suharyanto. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan


Gangguan Sistem Perkemihan /Toto Suharyanto, Abdul Madjid; Copy
Editor: Agung Wijaya, A.md. Jakarta : TIM

Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius.

Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.


Jakarta: Salemba Medika

Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika.

World Health Organization. 2011.


Faktor yg tidak dapat dimodifikasi: Faktor yg dapat dimodifikasi:
Herediter, Usia >60, Jenis kelamin, DM, hipertensi, merokok, obstruksi
Ras saluran kemih

Penurunan aliran darah renal


Primary kidney disease
Kerusakan ginjal karena penyakit lain
Obstruksi outflow urine

BUN ↑ Penurunan filtrasi glomerulus Serum creatinine ↑

Kerusakan nefron

Hipertrofi nefron yang tersisa

Kerusakan fungsi nefron lebih lanjut

Chronic kidney disease (CKD)

Ggn. sekresi protein retensi Na Kerusakan sel


yg memproduksi
EPO
sindrom uremia edema

Produksi EPO ↓
Perpospatemia pruritus kelebihan
Gangguan volume cairan
Integritas Produksi eritrosit
urokrom perubahan Kulit ↓
tertimbun di beban jantung
warna kulit naik
kulit
Anemia

Toksisitas Enchepalo Penurunan hipertrofi


ureum di otak pati kesadaran ventrikel kiri Suplai O2 ↓

Ggn. asam - Mual Gangguan payah jantung


kiri Metab.anaerob
basa Muntah nutrisi

edema paru Asam laktat ↑


Asidosis gangguan
metabolik pola nafas Cardiac
output ↓
ggn. pertukaran gas fatigue

intoleransi aktivitas

You might also like